KATA PENGANTAR...............................................................................................................i
DAFTAR ISI.............................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
I.I. LatarBelakang....................................................................................................................1
I.2. Perumusan Masalah...........................................................................................................2
I.3. Tujuan dan Kegunaan Penulisan Makalah.........................................................................2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengelolaan Manajemen Proyek.....................................................................................3
2.2. Metode Pengumpulan Data.............................................................................................3
BAB III PEMBAHASAN
3.1. Pengertian Manajemen Proyek..........................................................................................4
3.2. Bentuk Manajemen Proyek.............................................................................................. 9
3.3 . Prosedur Pinjaman Proyek.............................................................................................10
3.4. Masalah Dalam Manajemen Pinjaman Proyek................................................................11
3.5. Dampak Pinjaman Luar Negeri.......................................................................................12
3.6. Solusi Terhadap Pinjaman Luar Negeri Indonesia..........................................................14
3.7. Penyebab Utang Luar Negeri...........................................................................................14
3.8. Komponen Biaya Yang Harus Dipenuhi Pemerintah Sebagai Peminjam.......................16
3.9. Peran IMF Dalam Perekonomian Indonesia....................................................................16
BAB IV PENUTUP
4.1. KESIMPULAN.............................................................................................................19
4.2. SARAN.........................................................................................................................19
DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................................iii
KATA PENGANTAR
Puji syukur diucapkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmatNya karena atas izin dan
kehendak-Nya lah makalah ini dapat saya selesaikan dengan tepat waktu.
Pembuatan makalah ini bertujuan untuk memenuhi Tugas Mata Kuliah Manajemen
Keuangan Sektor Publik. Dan Makalah yang saya susun ini membahas tentang ‘Manajemen
Pinjaman Proyek’.
Bagi Saya sebagai penyusun merasa bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan
makalah ini karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman Saya. Untuk itu Saya sangat
mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah
ini.
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
Pinjaman atau utang luar negeri merupakan setiap penerimaan negara dalam bentuk
devisa dan atau devisa yang dirupiahkan maupun dalam bentuk barang dan atau dalam bentuk
jasa yang diperoleh dari pemberi pinjaman luar negeri yang harus dibayar kembali dengan
persyaratan tertentu. Pinjaman luar negeri yang diterima pemerintah, pada dasarnya
merupakan pelengkap pembiayaan pembangunan, di samping sumber pembiayaan yang
berasal dari dalam negeri, baik berupa hasil perdagangan luar negeri, penerimaan pajak, dan
tabungan swasta atau masyarakat. Untuk mencapai tujuan bernegara sesuai UUD 1845, maka
menjadi kewajiban pemerintah melakukan pembangunan di segala bidang. Pembangunan
tersebut dimaksudkan untuk mendorong perekonomian dan mencapai target pertumbuhan
yang direncanakan setiap tahun. Alam upaya mencapai target pertumbuhan ekonomi,
pemerintah dihadapkan pada pilihan berbagai sumber penbiayaan. Sewajarnya pembiayaan
digunakan pembiayaan dalam negeri karena lebih berbiaya murah dan tidak dipengaruhi
faktor ekonomi eksternal. Namun, sumber pembiayaan dalam negeri tersebut tidak
mencukupi untuk membiayai pembangunan sesuai target yang diinginkan. Akhirnya
pemerintah menjatuhkan pilihan pada pembiayaan luar negeri, yang salah satunya adalah
pembiayaan pinjaman proyek. Terdapat berbagai bentuk pinjaman proyek yang dimiliki
Pemerintah, yang dapat ditinjau dari sumber dana dan persyaratan. Jika ditinjau dari sumber
dana maka terdiri dari pinjaman multilateral, pinjaman bilateral, dan pinjaman sindikasi. Jika
ditinjau dari persyaratan dana, maka terdiri dari pinjaman lunak, pinjaman semilunak, dan
pinjaman komersial.
.
I.2. Rumusan Masalah
TINJAUAN PUSTAKA
Dalam pembutan makalah ini, metode pengumpulan data yang digunakan adalah
kajian pustaka terhadap bahan – bahan kepustakaan yang sesuai dengan permasalahan yang
diangkat dalam makalah ini. Di samping itu penulis juga mencari referensi dari situs web
internet yang membahas mengenai Manajemen Pinjaman Proyek.
BAB III
PEMBAHASAN
Pinjaman luar negeri adalah setiap penerimaan negara dalam bentuk devisa dan/atau
devisa yang dirupiahkan maupun dalam bentuk barangdan/atau dalam bentuk jasa yang
diperoleh dari pemberi pinjaman luar negeri yang harus dibayar kembali dengan persyaratan
tertentu.
Hibah luar negeri adalah setiap penerimaan negara baik dalam bentuk devisa dan/atau
devisa yang dirupiahkan maupun dalam bentuk barangdan/atau dalam bentuk jasa termasuk
tenaga ahli dan pelatihan yang diperoleh dari pemberi hibah luar negeri yang tidak perlu
dibayar kembali. Pinjaman atau utang luar negeri merupakan setiap penerimaan negara dalam
bentuuk devisa dan atau devsa yang dirupiahkan maupun dalam bentuk barang dan atau
dalam bentuk jasa yang diperoleh dari pemberi pinjaman luar negeri yang harus dibayar
kembali dengan persyaratan tertentu. Pinjaman luar negeri yang diterimapemerintah, pada
dasarnya merupakan pelengkap pembiayaan pembangunan, di samping sumber pembiayaan
yang berasal dari dalam negeri, baik berupa hasil perdagangan luar negeri, penerimaan pajak,
dan tabungan swasta atau masyarakat.
Definisi utang luar negeri menurut pasal 1 PP Nomor 10 Tahun 2011 adalah setiap
pembiayaan melalui utang yang diperoleh pemerintah dari pemberi pinjaman luar negeri yang
diikat oleh suatu perjanjian pinjaman dan tidak berbentuk surat berharga negara, yang harus
dibayar kembali dengan persyaratan tertentu.
Prinsip utang luar negeri:
Prinsip-prinsip pengelolaan utang luar negeri menurut Pasal 2 PP Nomor 10 tahun
2011 adalah :
Transparan
Akuntabel
Efisien dan efektif
Kehati-hatian
Tidak disertai ikatan politik
Penggunaan utang luar negeri
Pengunaan utang luar negeri sesuai dengan Pasal 7 PP Nomor 10 Tahun 2011 adalah
untuk:
adalah :
Kreditur multilateral
Kreditur bilateral
Kreditur swasta asing
Lembaga penjamin kredit ekspor
Pinjaman proyek (project loan) adalah pinjaman luar negeri yang digunakan untuk
membiayai kegiatan pembangunan tertentu.
3.1.2 Tujuan pinjaman program
Tujuan pinjaman program adalah untuk budget support dan pencairannya dikaitkan
dengan pemenuhan matriks kebijakan dibidang kegitan untuk mencapai MDGs yaitu meliputi
pengentasan kemiskinan, pendidikan, pembrantasan korupsi, pemberdayaan masyarakat,
kebijakan terkait dengan perubahan iklim.
Kebijakan tentang utang luar negeri sejalan dengan hasil kesepakatan deklerasi paris
tentang efektifitas pemanfaatan bantuan luar negeri
Pemanfaatan bantuan luar negeri melalui langkah-langkah sebagai berikut :
Beberapa bentuk pinjaman proyek yang dimiliki oleh Pemerintah Indonesia hingga
tahun 2011 dari sumber dana maupun dari sisi persyaratan antara lain :
Berbagai permasalah timbul dari pinjaman proyek, diantaranya negative net transfer
yang terjadi akibat penarikan utang luar negeri pada pinjaman proyek lebih kecil bila
dibandingkan dengan kemampuan pembayaran kembali utang luar negeri beserta bunganya,
increasing debt service to government exenditure yang berarti besarnya pembayaran utang
luar negeri pemerintah memberikan konsekuensi terhadap belanja negara, high borrowing
cost yang berarti terdapat sejumlah biaya yang tinggi yang harus ditanggung pemerintah
dalam pemanfaatan utang luar negeri, low absorptive capacity yaitu rendahnya daya serap
yang menunjukkan lemahnya pemerintah dalam pengelolaan utang luar negeri, dan
kurangnya koordinasi lintas departemen atau kementrian.
Berbagai permasalahan timbul dari pinjaman proyek, antara lain :
1. Negative net transfer. Transfer negatif ini terjadi akibat penarikan utang
luar negeri pada pinjaman proyek lebih kecil dibandingkan dengan
kemampuan pembayaran kembali utang luar negeri beserta bunganya.
2. DSGE (Increasing debt service to government expenditure. Makin besar
kewajiban pemerintah melakukan pembayaran kembali utang luar
negeri beserta bunganya, makin berkurang kemampuan pemerintah
untuk membiayai pembangunan sehingga kemampuan pemerintah
untuk mendorong pertumbuhan ekonomi menjadi tidak optimal.
3. High borrowing cost.
4. Low absorptive. Daya serap pinjaman yang rendah menciptakan
masalah yaitu peningkatan commitment fee yang harus dibayar
berdasarkan presentase atas pinjaman yang belum dicairkan biaya
penyelenggaraan proyek secara keseluruhan makin besar, pemanfaatan
secara social dari proyek menjadi hilang sama sekali, kualitas pekerjaan
yang dibawah standar karena didorong waktu yang mendesak serta
kemungkinan terjadinya kegagalan dalam penyelesaian proyek akibat
penundaan proyek.
5. Koordinasi antar lembaga tidak terpadu. Pinjaman proyek merupakan
pinjaman yang diusulkan dari masing-masing departemen/kementerian
dan lembaga lainnya. Namun, usulan atas proyek yang hendak
dilaksanakan bersumber dari pinjaman tidak bisa dilaksanakan tanpa
koordinasi dan kerjasama dengan pihak departemen lainnya.
Menurut aliran neoklasik, utang luar negeri merupakan suatu hal yang positif. Hal
ini dikarenakan utang luar negeri dapat menambah cadangan devisa dan mengisi
kekurangan modal pembangunan ekonomi suatu negara. Dampak positif ini akan
diperoleh selama utang luar negeri dikelola dengan baik dan benar.
Setiap negara memiliki perencanaan pembangunan yang berbeda-beda, tetapi
memiliki kapasitas fiskal yang terbatas. Untuk membiayai pembangunan, pemerintah
memiliki apa yang dikenal sebagai government spending. Jika selisih pengeluaran
pemerintah dengan tingkat penerimaan pajak bernilai defisit, maka alternatifnya adalah
dengan memanfaatkan pendanaan yang berasal dari luar negeri.
Di antara tiga biaya yang sangat memberatkan itu, biaya front and fee dan
commitment fee adalah biaya-biaya yang tidak tampak atau jelas ke mana alirannya. Biaya
front and fee yang harus dikeluarkan pemerintah atau negara peminjam sebesar 1 persen dari
total pinjaman yang diajukan ini tidak jelas untuk apa ditujukan, sebab segala hal yang
berkaitan dengan urusan pinjam-meminjam telah terdapat biaya operasionalnya masing-
masing. Karena itu, biaya di muka selama Indonesia terlibat dalam urusan utang luar negeri
dengan pihak lender, selain sangat sulit untuk dilacak dan merugikan negara, bisa jadi telah
terjadi “permainan” antara pihak-pihak yang terlibat dalam proses ini dan Bank Dunia. Oleh
karena itu, proyek-proyek yang dibiayai utang semacam ini, sebelum terjadi loan agreement,
telah menguap, dan inilah yang menurut perhitungan ekonomis tidak dapat
dipertanggungjawabkan. Akibatnya, kaitan antara pinjaman yang diterima dan tujuan
penanggulangan kemiskinan secara nasional menjadi sangat lemah dan hanya
menguntungkan sekelompok orang.
3.9. Peran IMF Dalam Perekonomian Indonesia
Pola dan proses dinamika pembangunan ekonomi di suatu negara ditentukan oleh
banyak faktor baik domestik mapun eksternal. Faktor-faktor domestik antara lain kondisi
fisik (termasuk iklim), lokasi geografis, jumlah dan kualitas sumber daya alam (SDA), dan
sumber daya manusia (SDM) yang dimiliki, kondisi awal ekonomi, sosial dan budaya, sistem
politik, serta peranan pemerintah di dalam ekonomi. Adapun faktor-faktor eksternal di
antaranya adalah perkembangan teknologi, kondisi perekonomian dan politik dunia, serta
keamanan global.
Dari pengalaman di berbagai negara menurut Tulus T.H. Tambunan mungkin dapat
dikatakan yang sangat menentukan keberhasilan pembangunan ekonomi bukan “warisan”
dari negara penjajah, melainkan orientasi politik, sistem ekonomi, serta kebijakan-kebijakan
yang diterapkan oleh rezim pemerintah yang berkuasa setelah lenyapnya kolonialisasi.
Pengalaman Indonesia sendiri menunukkan bahwa pemerintahan orde lama, rezim yang
berkuasa menerapkan sistem ekonomi tertutup dan lebih menguatkan militer dari pada
ekonomi. Ini semua menyebabkan ekonomi nasional pada masa itu mengalami stagnasi,
pembangunan praktis tidak ada. Walaupun ideology Indonesia adalah Pancasila namun
pengaruh ideology komunis pada waktu itu sangat kuat. Indonesia umumnya memilih haluan
politik berbau komunis sebagai refleksi dari perasaan anti kolonialisme dan anti
imperialisme.
Transisi pemerintahan dari orde lama ke orde baru berpenaruh pada paradigma
pembangunan ekonomi dari yang berhaluan sosialis ke kapitalis-liberal. Pemerintahan orde
baru menjalin kembali hubungan baik dengan Barat dan menjauhi ideologi komunis.
Indonesia juga kembali menjadi anggota PBB dan anggota lembaga-lembaga dunia lainnya
seperti Bank Dunia dan IMF. IMF yang didirikan sebagai hasil konferensi Bretton Woods
pada tahun 1944 secara umum mempunyai tujuan memberi bantuan kepada negara anggota
yang membutuhkan. Kesemuanya itu akan dapat memberi peluang memperbaiki
ketidakseimbangan neraca pembayarannya tanpa mengambil jalan yang merusak neraca
pembayaran nasional atau internasional.
Indonesia dan IMF
Indonesia pada masa orde baru kembali menjadi anggota IMF dilakukan pada masa
Kabinet Ampera untuk melaksanakan pokok-pokok kebijakan stabilisasi dan rehabilitasi.
Kondisi merupakan awal terjadinya bantuan IMF hingga sekarang. Setiap tahun, Indonesia
mendapatkan bantuan dari IGGI (Inter Government Group on Indonesia) yang di dalamnya
terkait dengan bantuan Bank Dunia. Sesudah IGGI berubah menjadi CGI , maka di dalamnya
juga terkait bantuan IMF dan Bank Dunia dengan bantuan sekitar US$ 5 Milyar setiap
tahunnya. Sejak terjadi krisis tahun 1997 Indonesia telah meminta bantuan IMF dengan paket
bantuan senilai US$ 23 Milyar. Kondisi perekonomian nasional era orde baru lmenjadi lebih
baik karena perubahan pada orientasi kebijakan ekonomi dari sistem sosialis ke sistem
kapitalis.
Era reformasi kemudian mewarnai arena perpolitikan dalam negeri, IMF melalui
Stanley Fisher (Wakil Dierektur IMF) yang didampingi Hubert Neiss (Direktur IMF untuk
Asia Timur dan Pasifik) melakukan wawancara secara terpisah dengan pimpinan lima partai
besara waktu itu yaitu PDIP, Golkar, PKB, PPP dan PAN. Dari hasil wawancara dianggap
telah mewakili gambaran pemerintahan Indonesia pasca Pemilu 1999. dengan demikian
hampir dapat dipastikan bahwa Indonesia masih sangat tergantung pada bantuan luar negeri
dan sulit melepaskan diri dari pengaruh IMF . Begitu pula pemerintahan SBY dengan
menghadirkan sosok Sri Mulyani sebagai Menteri Keuangan yang notabene mantan pejabat
IMF.
Ketergantugan yang Tinggi
Pertanyaan yang timbul diajukan berdasar paparan sebelumnya bahwa kenapa
Indonesia begitu sangat bergantung pada campur tangan IMF? Dari sisi historis pengalaman
Indonesia mengambil haluan ideologi sosialis terbukti telah gagal di samping beberapa
faktor. Indonesia kemudian mengambil jalan ekonomi yang terbuka yang dimungkinkannya
kerja sama dengan berbagai pihak termasuk IMF. Adam Smith dalam pandangannya
menghendaki negara membiarkan kekuasaan membuat keputusan-keputusan ekonomi berada
di tangan orang-orang ekonomi itu sendiri. Jika perekonomian itu bebas maka para
pengusaha akan menggunakan modalnya untuk usaha-usaha yang paling produktif dan
pembagian pembagian pendapatan dapat menemukan sendiri tingkatnya yang wajar di pasar.
Tidak bisa dipungkiri bahwa hingga sekarang tingkat ketergantungan Indonesia
kepada pengaruh IMF sangat tinggi, karena pada dasarnya Indonesia terbantu dengan bantuan
luar negeri ini. Sistem ekonomi yang liberal memberi potensi bagi suatu negara untuk
membuka pintu kerja sama yang luas yang kemudian menjelma menjadi arena transaski
internasional secara bebas.
Sebagai negara dengan perekonomian terbuka, Indonesia tidak dapat menghindar dari
proses globalisasi ekonomi dunia. Dampak utama dari proses globalisasi ekonomi adalah
berubahnya konsep perdagangan internasional dalam menentukan pola perdagangan dan
produksi suatu negara. Ketergantungan Indonesia yang tinggi semakin terasa ketika Indonesia
tidak mampu megatasi sendiri krisisnya yang berujung pada kebutuhan bantuan dari IMF
melalui mekanisme utang luar negeri.
BAB IV
PENUTUP
4.1. Kesimpulan
Pinjaman atau utang luar negeri merupakan setiap penerimaan negara dalam bentuuk
devisa dan atau devsa yang dirupiahkan maupun dalam bentuk barang dan atau dalam bentuk
jasa yang diperoleh dari pemberi pinjaman luar negeri yang harus dibayar kembali dengan
persyaratan tertentu. Pinjaman luar negeri yang diterima pemerintah, pada dasarnya
merupakan pelengkap pembiayaan pembangunan, di samping sumber pembiayaan yang
berasal dari dalam negeri, baik berupa hasil perdagangan luar negeri, penerimaan pajak, dan
tabungan swasta atau masyarakat.
4.2. Saran
Saya berharap penyusunan Makalah ini dapat berguna bagi teman-teman dan semoga
menjadi manfaat bagi yang membutuhkan dan saya juga dalam pembuatan makalah ini tidak
luput dari kesalahan saya harap teman-teman dapat memberikan saran dan kritik.
DAFTAR PUSTAKA
Kementerian keuangan, 2011. Statistik Utang Luar Negeri Indonesia. Vol. II, Januari. Jakarta
https://jdih.kemenkeu.go.id/fulltext/2006/2TAHUN2006PP.htm