Anda di halaman 1dari 10

PEREKONOMIAN INDONESIA KELAS C

“PEMBUBARAN CGI”

Dosen Pengampu :

Drs. Edy Yusuf Agung Gunanto, M. Sc., Ph. D.

Disusun Oleh :

Imam Panji – 12030119130276

DEPARTEMEN AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS

UNIVERSITAS DIPONEGORO

KOTA SEMARANG

2021
Pendahuluan

Melalui Ketetapan MPR No. IV/MPR/1999 tentang Garis-Garis Besar Haluan Negara
(GBHN) Tahun 1999 – 2004, Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Republik Indonesia
telah mengamanatkan untuk mengurangi ketergantungan dana dari luar negeri. Bahkan,
amanat ini terus ditegaskan melalu Ketetapan MPR lainnya di tahun-tahun berikutnya.

Kenyataan bahwa, selama bertahun-tahun pembangunan Indonesia sangat bergantung


dari utang dan bantuan luar negeri dalam segala bentuk dan persyaratannya. Pendanaan luar
negeri selama lebih 30 tahun terakhir sebagain besar bersumber dari negara negara dan
lembaga-lembaga internasional/multilateral pemberi pinjaman/hibah yang tergabung dalam
Inter Governmental Group on Indonesia (IGGI) yang kemudian karena alasan politik pada
tahun 1992 berganti menjadi Consultative Group for Indonesia (CGI). Hampir seluruh
pemberi pinjaman/hibah luar negeri baik bilateral maupun multilateral tergabung dalam CGI.
Dengan demikian bagian terbesar pendanaan luar negeri Pemerintah Indonesia bersumber
dari CGI. Sehingga dapat dikatakan bahwa ketergantungan Pemerintah Indonesia pada
pendanaan luar negeri adalah ketergantungan pada CGI.

Pertanyaannya apakah langkah pembubaran CGI telah melalui pertimbangan kondisi


perekonomian yang terbaik ? Selanjutnya apakah Pemerintah telah menyiapkan strategi dan
kebijakan menyikapi perkembangan ekonomi Indonesia pasca pembubaran tersebut ini? Dan
apakah pembangunan yang direncanakan di Indonesia masih masih dapat berjalan sesuai
rencana dalam PRJP, RPJM tanpa keterlibatan CGI tersebut ?

CGI adalah salah satu bentuk Aid Coordination. Aid Coordination pada dasarnya
merupakan proses perencanaan bantuan international sehingga bantuan tersebut mampu
mendukung strategi, prioritas, dan tujuan nasional (negara penerima); menghindari duplikasi
dan tumpang tindih serta meminimalkan beban bantuan kepada penerima.

Beberapa tujuan yang hendak dicapai dengan adanya Aid coordination group ini,
antara lain :
(1) Menstimulasi dan memberikan dukungan kebijakan
(2) Membuat penyesuaian kelembagaan untuk meningkatkan pengelolaan ekonomi
(3) Mempertimbangkan pembiayaan investasi yang tepat.
(4) Meningkatnya jumlah dan jenis lembaga yang menyediakan bantuan luar negeri
Seperti diketahui masing-masing Negara donor biasanya memiliki prioritas,
persyaratan dan prosedur sendiri pada saat memberikan pinjaman dan bantuan. Hal ini
membuat koordinasi bantuan menjadi hal yang sangat penting baik bagi donor maupun
penerimanya. Negara-negara berkembang perlu mengakomodasi prosedur dari berbagai
lembaga-lembaga pembangunan sementara pada saat yang sama negara-negara terebut
mencari cara yang terbaik untuk mempergunakan bantuan yang mereka terima agar dapat
memberikan manfaat yang sebesar-besarnya sesuai dengan prioritas pembangunan dan
kemampuan keuangan dan manajerial mereka.

Pada umumnya, tanggung jawab atas koordinasi berada pada negara penerima, namun
demikian donor biasanya tetap membantu pemerintah negara penerima dalam mengelola
proses koordinasi bantuan agar berjalan efektif. Dukungan donor diperlukan karena masih
terbatasnya kapasitas administrasi negara penerima.
Pembahasan

Awal pembentukan CGI dimulai, setelah pembubaran IGGI. Sedangkan IGGI sendiri
dipandang perlu untuk dibubarkan dengan alasan yang dipandang lebih bermuatan politis.
Hal ini dipicu masalah kunjungan Menteri Kerjasama Pembangunan Belanda ke Indonesia
untuk memantau pelaksanaan pinjaman/ hibah IGGI. Pemerintah Indonesia menilai
kunjungan Menteri Kerjasama Pembangunan dipakai sebagai sarana atau tempat “mengadu”
kalangan civil society terutama yang secara politik berseberangan dengan pemerintah.

Disamping itu, terlebih sejak dijabat oleh J.P. Pronk, Menteri Kerjasama
Pembangunan Belanda sering mengangkat isu dan melontarkan pernyataan mengenai hal-hal
di luar masalah kebijakan ekonomi (moneter, fiskal dan anggaran), dan di luar masalah
pelaksanaan proyek proyek pinjaman/hibah IGGI sesuai dengan ide dasar pembentukan
IGGI. Isu-isu hak asasi manusia, perburuhan, dan partisipasi politik/demokrasi sering
dilontarkan oleh J.P Pronk. Dengan latar belakang tersebut Pemerintah Indonesia melalui
surat Menteri Koordinator Ekonomi, Keuangan, Industri dan Pengawasan Pembangunan,
Radius Prawiro, kepada Perdana Menteri Belanda R.F.M. Lubbers tanggal 24 Maret 1992
meminta kepada Pemerintah Belanda untuk:
1) Menghentikan (terminate) pencairan (disbursement) semua bantuan pembangunan yang
sedang dilaksanakan baik dalam bentuk pinjaman maupun hibah dari Belanda kepada
Indonesia dengan segera;
(2) Tidak lagi menyiapkan bantuan baru untuk Indonesia;
(3) Tidak perlu menyelenggarakan sidang IGGI.

Keputusan Pemerintah Indonesia tersebut berarti pembubaran Inter-Governmental


Group on Indonesia. Selanjutnya Pemerintah Indonesia melalui surat Menteri Keuangan, J.B.
Sumarlin, tanggal 24 Maret 1992 kepada Presiden Bank Dunia meminta lembaga tersebut
untuk membentuk Consulative Group on Indonesia (CGI). Melalui surat itu pula Pemerintah
Indonesia meminta Bank Dunia sebagai koordinator CGI, Menanggapi permintaan tersebut,
Bank Dunia melalui surat Board of Directors tanggal 8 April 1992 kepada Menteri Keuangan
Indonesia menyatakan bahwa pada prinsipnya Bank Dunia dapat menerima permohonan
Pemerintah Indonesia.1

1
Bappenas. (2006). Direktorat Pendanaan Luar Negeri Bilateral dan Direktorat Pendanaan
Luar Negeri Multilateral.
Kebijakan untuk membubarkan IGGI dengan latar belakang seperti tersebut
setidaknya dapat diartikan sebagai pelaksanaan amanat GBHN (Tap MPR No. II/ MPR/1988)
yaitu pinjaman luar negeri sebagai unsur pelengkap dana pembiayaan dapat diterima
sepanjang tidak ada ikatan politik, syarat-syaratnya tidak memberatkan dan dalam batas
kemampuan untuk membayar kembali.

Consultative Group on Indonesia (CGI) merupakan konsorsium negara-negara dan


lembaga-lembaga kreditur dan donor untuk Indonesia yang dibentuk pada tahun 1992 sebagai
pengganti konsorsium yang sama yaitu Inter-Governmental Group on Indonesia (IGGI).

Selama lebih sepuluh tahun keberadaannya, CGI telah berperan dalam menopang
proses dan pembiayaan pembangunan Indonesia melalui berbagai bantuan dan utang yang
diberikan. Dalam perkembangannya terlebih sejak krisis multidimensi yang menimpa
Indonesia akhir tahun 1990, CGI telah mengalami berbagai pergeseran dan perubahan.
Perubahan dalam orum tersebut, antara lain mencakup mekanisme kerja, agenda, dan isu
yang dibahas dalam pertemuan dan jumlah, sekma beserta persyaratan pinjaman dan hibah
yang diberikan.2

CGI didirikan oleh Bank Dunia atas permintaan pemerintah Indonesia dan lembaga-
lembaga internasional yang sebagian besar merupakan mantan anggota IGGI. Tujuan CGI
adalah untuk membantu pembangunan Indonesia untuk pengembangan berbagai proyek di
Indonesia. Pinjaman melalui angsuran dalam jangka waktu 30 – 50 tahun. Membantu
Indonesia yang sedang mengadakan pembangunan ekonomi, agar Indonesia dapat
berkembang sehingga menjadi negara yang maju. Membantu program pembangunan
Indonesia dan mengkoordinasikan bantuan keuangan kepada Indonesia.3

Tujuan utama pembentukan forum IGGI dan CGI adalah untuk menutup kekurangan
anggaran yang dibutuhkan (menutup financing gap) Pemerintah Indonesia dalam
melaksanakan program-program pembangunan khususnya untuk mencapai pertumbuhan
ekonomi yang telah ditargetkan. Karenanya misi yang paling penting dalam setiap pertemuan
CGI adalah seberapa besar komitmen dukungan pendanaan (pledge) yang diberikan para
peserta CGI kepada Pemerintah Indonesia.

2
Bagian Analisa APBN. (2007). Kemandirian Ekonomi Pasca Pembubaran CGI. 3.
3
https://tirto.id/organisasi-pendonor-utang-bwif diakses pada 6 Desember 2021 pada 11.00
Sejak tahun 1967 memang pledge IGGI/CGI cenderung meningkat dari tahun ke
tahun dan hanya sedikit mengalami fluktuasi penurunan antara tahun 1996 – 1997 dan tahun
2000 – 2001. Total pledge IGGI/ CGI dari pertemuan pertama IGGI bulan Juni 1967 sampai
dengan pertemuan CGI ke – 12 tanggal 21 – 22 Januari 2003 adalah USD 111.078,38 juta.
Sedangkan total pledge CGI sejak pertemuan pertama tahun 1992 sampai tahun 2003 adalah
USD 58.824,89 juta.

Diantara para kreditor dan donor anggota IGGI/CGI, Bank Dunia, Bank
Pembangunan Asia (ADB) dan Jepang merupakan tiga kreditor/donor terbesar. Sejak
Repelita II kontribusi pledge ketiganya mencapai dua per tiga dari keseluruhan pledge
IGGI/CGI.

Target pertumbuhan ekonomi Indonesia yang tinggi berimplikasi pada misi


Pemerintah Indonesia untuk mendapatkan komitmen sebanyak mungkin dari peserta CGI
sesuai dengan kebutuhan untuk menutup defisit anggaran. Pledge yang diberikan oleh
IGGI/CGI sebagian besar berupa pinjaman (sekitar 85% - 90%) dan sisanya berupa hibah
(10% – 15%). Dalam realisasinya sebagian pinjaman tersebut dicampur dengan fasilitas
kredit ekspor yang persyaratannya lebih mahal. Memang, pinjaman tersebut tidak seluruhnya
dapat dicairkan dalam tahun anggaran berjalan atau tahun anggaran berikutnya. Demikian
pula pledge atau komitmen yang disampaikan pada pertemuan IGGI/CGI tidak langsung
mengikat secara hukum dalam perikatan utang-piutang. Meskipun demikian, kedua belah
pihak (Pemerintah Indonesia dan kreditor yang memberikan komitmen) terikat komitmen dan
berupaya untuk merealisasikan pinjaman tersebut.

Pembubaran CGI dilandaskan pada kesadaran bahwa keberadaan CGI selama ini tidak
banyak membantu melepaskan Indonesia dari perangkap atau jebakan utang luar negeri (dept
trap). Selain itu, ongkos negosiasi utang luar negeri melalui forum CGI juga sudah tidak
efisien jika dibandingkan manfaat (benefit) yang diterima selama ini.

Namun, pada 2007 saat usia CGI 15 tahun, presiden Indonesia saat itu yaitu Susilo
Bambang Yudhoyono membubarkan CGI dengan alasan karena Indonesia sudah tidak
membutuhkan lagi utang dan kreditor tersebut. Kemudian, dengan keputusan ini,
perencenaan anggaran akan dilakukan secara lebih matang dan berhati-hati. Mekanisme
utang Indonesia setelah ini akan dilakukan melalui proses bilateral, karena banyak negara
seperti Dubai dan China yang bersedia untuk memberikan bantuan. Namun, menerutu
Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, pemerintah akan lebih memprioritaskan sumber
pembiayaan dari penerbitan Surat Utang Negara, privatisasi BUMN, dan rekening pemerintah
sendiri.

Keputusan ini ditanggapi oleh banyak kalangan. Ekonom Econit Hendri menyambut
baik keputusan itu, menurutnya, keputusan itu akan menjadi langkah awal untuk menyusun
kebijakan yang lebih mandiri. Sedangkan ekonom Kwik Kian Gie berharap presiden
menjelaskan kepada masyarakat alasan pembubaran CGI itu. Dia menilai pembubaran CGI
tidak mudah dan harus didukung oleh perencanaan matang dari sisi pendanaan pembangunan.
Sementara itu, Juru Bicara Kepresidenan Andi Mallarangeng menyatakan keputusan presiden
membubarkan CGI sudah melalui pembahasan cukup panjang dan mendengarkan masukan
dari tim ekonomi.4

Alternatif-Alternatif Pembiayaan Defisit Pembiayaan Pasca Pembubaran CGI

Pembubaran CGI dilandaskan pada kesadaran bahwa keberadaan CGI selama ini tidak
banyak membantu melepaskan Indonesia dari perangkap atau jebakan utang luar negeri (dept
trap). Selain itu, ongkos negosiasi utang luar negeri melalui forum CGI juga sudah tidak
efisien jika dibandingkan manfaat (benefit) yang diterima selama ini.

Pembubaran CGI dilandaskan pada kesadaran bahwa keberadaan CGI selama ini tidak
banyak membantu melepaskan Indonesia dari perangkap atau jebakan utang luar negeri (dept
trap). Selain itu, ongkos negosiasi utang luar negeri melalui forum CGI juga sudah tidak
efisien jika dibandingkan manfaat (benefit) yang diterima selama ini.

Usaha lain yang dapat dipergunakan semagai pembiayaan defisit dengan tetap
mengembangkan instrumen Pinjaman dalam negeri, antara lain mengembangkan pasar
obligasi dan surat utang jangka pendek. Keuntungan dari instrument ini, antara lain :
1. Stabilitas keuangan lebih terjamin
2. Tidak ada crowding-out karena saving surplus
3. Tidak ada exchange rate risk
4. Modal dan bunga berputar di dalam negeri; tidak ada leakages
5. Lebih fleksibel

4
http://www.bpkp.go.id/berita/read/1993/10245/Presiden-Bubarkan-CGI diakses 6 Desember
2021 pada 11.15
Kesimpulan dan Saran

Pembubaran CGI merupakan hal yang logis, karena banyak kreditor kecil yang tidak
signifikan, namun diberi privilege yang sama dengan tiga kreditor terbesar (Jepang, Bank
Dunia, dan ADB). Meski demikian, skema CGI tidak serta merta dapat digantikan secara
utuh (bukan merupakan substitusi sempurna) dengan penerbitan obligasi pemerintah. Skema
CGI dan obligasi pemerintah memiliki kelebihan dan kelemahan masing-masing. Mengingat
beban defisit yang menurut perencanaan tetap harus ditanggung pada beberapa tahun, utang
baru dengan skema serupa CGI agaknya tetap diperlukan. Walaupun sudah tidak ada
konsorsium CGI, maka pinjaman luar negeri apabila diperlukan bisa diteruskan melalui
skema bilateral.

Anggaran defisit (deficit financing) merupakan sebuah keniscayaan yang tidak bisa
dihindari, karena bagaimana pun perekonomian Indonesia masih memerlukan stimulus fiskal,
terutama di saat sektor swasta sedang dilanda kekurangan insentif dan confidence seperti
dialami saat ini. Defisit anggaran negara yang cukup besar diperlukan untuk mendorong
pemulihan ekonomi nasional melalui stimulus fiskal mengingat sektor swasta masih dalam
tahap rehabilitasi dan konsolidasi. Perubahan struktural dari defisit menjadi surplus tersebut
mencerminkan upaya untuk menjaga ketahanan dan kesinambungan APBN (fiscal
sustainability).

dealnya, utang pemerintah bisa diganti dengan peningkatan penerimaan pajak. Namun
jika itu dilakukan melalui kenaikan tax ratio secara drastis justru akan menimbulkan
komplikasi. Kenaikan penerimaan pajak secara cepat hanya akan menimbulkan melemahnya
daya beli dan daya berinvestasi. Ini bisa kontraproduktif, kenaikan tax ratio perlu dilakukan
secara bertahap dan sistematis.

Sementaraa pentingnya menurunkan rasio stok utang pemerintah terhadap PDB. Rasio
stok utang pemerintah terhadap PDB yang mencakup utang luar negeri dan dalam negeri,
diperkirakan terus menurun. Ini menandakan bahwa pemerintah terus berupaya untuk lebih
mandiri dalam membiayai pembangunannya.

Program pengelolaan utang pemerintah antara lain membenahi mekanisme dan


prosedur peminjaman luar negeri, memanfaatkan pinjaman secara optimal sesuai prioritas
pembangunan, dan mengembangkan pasar obligasi pemerintah untuk fasilitas pembiayaan
kembali sebagian obligasi tersebut bila jatuh tempo.
Dalam situasi anggaran terbatas seperti yang dihadapi saat ini, upaya penurunan
beban utang (rasio utang per PDB) juga perlu dilakukan melalui upaya mendorong
pertumbuhan PDB sehingga pertumbuhan PDB lebih cepat dari peningkatan utang.
Pertumbuhan PDB didorong salah satunya melalui peningkatan kualitas pemanfaatan dana
pinjaman luar negeri.

Keberlanjutan fiskal merupakan keadaan yang menunjukkan terwujudnya fiskal yang


sehat secara terus menerus yang diindikasikan dengan semakin berkurangnya posisi utang
pemerintah, baik utang dalam negeri maupun luar negeri. Keberlanjutan fiskal bagi Indonesia
sangat erat kaitannya dengan manajemen utang pemerintah (debt management). Manajemen
utang pemerintah merupakan upaya agar kebutuhan pembiayaan pemerintah dan kewajiban
pembayarannya berada pada biaya yang seminimal mungkin dalam jangka panjang dan
menengah, serta dengan tingkat resiko serendah mungkin. Struktur utang yang baik akan
membantu pengurangan resiko atas tekanan suku bunga, nilai tukar dan lain sebagainya.

Keberlanjutan fiskal merupakan salah satu komponen utama pendukung stabilnya


makro ekonomi Indonesia selain reformasi struktural dan kebijakan moneter yang berhati-hati
(prudent). Ketiga hal tersebut akan berpengaruh untuk mereduksi country risk dan
mendorong terjadinya capital inflow yang akan memberikan kontribusi pada penguatan
Rupiah dan rendahnya suku bunga dalam negeri. Hal ini akan mendorong terjadinya investasi
dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan juga akan menguatkan terjadinya konsolidasi
fiskal.
DAFTAR PUSTAKA

Bagian Analisa APBN. (2007). Kemandirian Ekonomi Pasca Pembubaran CGI. 3.

Bappenas. (2006). Direktorat Pendanaan Luar Negeri Bilateral dan Direktorat Pendanaan
Luar Negeri Multilateral.

http://www.bpkp.go.id/berita/read/1993/10245/Presiden-Bubarkan-CGI diakses 6 Desember


2021 pada 11.15

https://tirto.id/organisasi-pendonor-utang-bwif diakses pada 6 Desember 2021 pada 11.00

Anda mungkin juga menyukai