• Untuk itu, utang luar negeri menjadi suatu keharusan. Perannya semakin penting karena
lembaga keuangan internasional seperti IMF dan Bank Dunia, mengelolanya secara institusional
dan professional, dan karena banyak negara yang membutuhkannya. Kenyataan ini mengacu
pada teori Harrod dan Domar yang menyatakan bahwa untuk mencapai laju pertumbuhan
ekonomi yang dikehendaki, maka suatu negara memerlukan sejumlah dana tertentu. Oleh karena
dana tersebut tidak cukup tersedia di dalam negeri, maka kekurangannya harus dipenuhi dari
luar.
KERANGKA TEORI: PENDUKUNG
• Teori Pertumuhan Neo-Klasik: Harrod-Domar dengan teorinya tentang ―Incremental Capital Output Ratio
(ICOR)” memberikan rumusan mengenai kebutuhan dana yang dibutuhkan untuk pertumbuhan (g). Dengan
laju pertumbuhan ekonomi, ICOR dan tingkat tabungan tertentu (s), maka akan diketahui kebutuhan pinjaman
luar negeri. Formula yang digunakan adalah g = s/k.
• Teori dual-analysis gap yaitu Saving Gap yang mencerminkan jumlah dana yang diperlukan untuk
melengkapi kekurangan tabungan dalam negeri, dan Exchange Gap yang mencerminkan besarnya tambahan
modal (devisa) yang diperlukan diluar kemampuan negara yang diperoleh dari hasil ekspornya.
• Teori tarikan ( pull theory ) dan desakan (push loan). Teori tarikan didasarkan atas keterkaitannya dengan
proses peningkatan kapasitas produksi, sementara desakan disebabkan oleh dorongan lembaga
keuangan internasional, lembaga yang mengelola bantuan, akibat surplus dana. Terjadinya surplus ini
disebabkan oleh berkurangnya permintaan pinjaman negara-negara maju pada lembaga keuangan
internasional tersebut.
• Utang luar negeri juga dapat diterangkan melalui teori permintaan dan penawaran (demand and supply theory )
dimana kurva permintaan adalah kebutuhan negara berkembang untuk membiayai pembangunan ekonominya,
sedangkan kurva penawaran adalah pasokan dana oleh negara maju untuk disalurkan ke negara yang
memerlukannya dengan sejumlah persyaratan tertentu.
KERANGKA TEORI : PENENTANG
• Teori yang menjelaskan bahwa tingkat akumulasi ULN yang tinggi dapat
menghambat pertumbuhan ekonomi suatu negara dikemukakan oleh
beberapa teori yang, diantaranya debtoverhang theories dan laffer curve.
• Dalam sidang pertama tahun 1967, IGGI memutuskan untuk memberikan bantuan sebesar
US $ 200 juta. Jumlah tersebut sesuai dengan persyaratan yang diinginkan oleh Indonesia
yaitu persyaratan lunak, masa pembayaran 25 tahun dengan tenggang waktu 7 tahun, dan
tingkat suku bunga 3 persen pertahun.
• Selama tahun 1969-1974 (Pelita I) bantuan luar negeri yang berupa bantuan proyek
mengalami peningkatan seiring denganmeningkatnya jumlah pinjaman setengah lunak
untuk pembiayaan proyek-proyek pembangunan. Namun menjelang tahun 1976,
kemampuan untuk meminjam mengalami penurunan karena beban yang meningkat secara
mendadak akibat terjadinya krisis Pertamina. Akan tetapi pada akhir dasawarsa 1970-an,
laju pertumbuhan ekonomi kembali meningkat karena booming minyak kedua yang terjadi
pada akhir tahun 1970-an dan mencapai puncaknya pada tahun 1981. Untuk itu, Indonesia
meminta lagi pinjaman setengah lunak yang jumlahnya lebih besar dari tahun sebelumnya.
Akibatnya, beban utang semakin berat sehingga pemerintah melakukan penjadwalan
kembali pinjaman setengah lunaknya yang bernilai lebih dari US $ 10 miliar pada tahun
1983.
UTANG LUAR NEGERI INDONESIA
PASCA
KRISIS EKONOMI
• Beban ULN pasca krisis ekonomi menumpuk dalam waktu yang singkat merupakan
biaya yang harus dibayar sebagai akibatpengelolaan ekonomi yang centang
perenang selama kepemimpinan Orde Baru dan ditambah lagi proses pemulihan
ekonomi yang tidak komprehensif dan konsisten.
• Perekonomian pada masa Orde Baru dibangun atas dasar prinsip ―lebih besar pasak
dari pada tiang. Keadaan ini ditandai oleh konsumsi lebih besar dari pada produksi
serta impor barang dan jasa lebih besar dari pada ekspor barang dan jasa. Lebih
parah lagi kesenjangan produksi-konsumsi dan ekspor-impor kian lama kian
membesar. Hal ini tercermin dari saving-investment gap yang semakin
membengkak. Angka ini mencapai puncaknya pada yahun 1997. Laju investasi
Pembentukan Modal Tetap Domestik Bruto (PMTDB) meningkat cepat karena
optimisme berlebihan tanpa dibarengi peningkatan tabungan.
AKUMULASI HUTANG
• Sampai Tahun 2004, total ULN Indonesia sebesar 136.140 juta dollar AS yang terdiri dariutang
pemerintah sebesar 77.502 juta dollar AS atau 56,9 persen, BUMN sebesar 4.767 juta atau 3,5 persen dan
swasta sebesar 53.871 juta dollar AS atau 39, persen. Beberapa hal penting dari total akumulasi utang luar
negeri Indonesia adalah:
1. Dari tahun 1994-1998 jumlah utang luar negeri pemerintah (termasuk BUMN) terus menurun dari 68,3
persen tahun 1994 menjadi 39,5 persen pada tahun 1998, sementara ULN sector swasta terus mengalami
peningkatan dari 31,7 persen tahun 1994 menjadi 54,2persen tahun 1998. Tetapi dari tahun 1999-2004,
ULN pemerintah mengalami peningkatan dari 51,2 persen pada tahun 1999 menjadi 60,4 persen, sementara
ULN sector swasta dari48,8 persen tahun 1999 menjadi 39,6 persen tahun 2004.
2. Proporsi sektor swasta cukup besar terhadap total utang luar negeri sebsar 39,6 persen pada tahun 2004.
Proporsi utang terbesar adalah dari perusahaan swasta penanaman modal asing (20,1 persen) dan perusahaan
swasta PMDN (13,1 persen). ULN swasta yang besar proporsinya ini karena optimisme yang berlebihan akan
prospek investasi, selain karena banyak bidang-bidang usaha yang digeluti merupakan bidang usaha yang
mengharapkan rente ekonomi bukan keuntungan atas dasar efisiensi produksi atau inovasi.
3. Utang pemerintah terbesar tahun 2004 berasal dari utang multilateral (21 persen); utang bilateral (22,3
persen); serta kredit ekspor (10,8 persen). Perjanjian utang-utang jenis ini banyak dipengaruhi pertimbangan
politis dibandingkan pertimbangan rasionalitas ekonomi. Pemberian utang lembaga-lembaga multilateral atau
utang bilateral pada masa awal-awal pemerintahan Orde Baru sebetulnya didorong oleh suasana perang
dingin. Melalui pemberian utang kepada rezim Orde Baru, maka keterikatan rezim ini dengan Blok Barat
menjadi nyata.
BEBAN CICILAN DAN BUNGA UTANGTERHADAP PEREKONOMIAN
• Kekhawatiran banyak pihak terhadap kondisi pinjaman luar negeri pemerintah maupun pinjaman
swasta cukup beralasan. Angka statistik pinjaman luar negeri, baik pinjaman pemerintah maupun
swasta, memang menunjukkan tingginya kewajiban Indonesia dalam membayar kembali pokok dan
bunga pinjaman luar negeri.
• Beberapa indikator yang lazim digunakan dalam mengukur beban utang,seperti debt service ratio
(DSR/rasio cicilan dan pokok utang terhadapekspor), debt to export ratio (rasio utang terhadap ekspor)
dan debt to GDPratio (rasio utang terhadap produk domestik bruto), telah menunjukkan adanya
perbaikan pada masa krisis ini . Tetapi secara umum ketiga indikator kelangsungan utang luar negeri
Indonesia menujukkan angka diatas normal menurut kiteria Bank Dunia. Hal ini berarti bahwa utang
luar negeri Indonesia mengalami beban yang sangat berat yang dapatmengancam kelangsungan
pembayaran kembali utang.
• Bank dunia menetapkan bahwa suatu negara dikategorikan sebagai negara penghutang berat (severely
indebted country ) jika negara yang bersangkutan memiliki debt to GDP ratio diatas 80 persen dan debt
to export ratio lebih besar dari 220 persen. Untuk kedua indikator tersebut, Indonesia sejak pasca krisis
ekonomi 1998-2003 menunjukkan angka diatas kriteria Bank dunia yangberarti Indonesia tergolong
negara penghutang berat.
FUNGSI PENGELOLAAN UTANG
• Oleh karena itu, upaya meningkatkan tabungan menjadi sangat penting bagi upaya keluar dari
perangkat utang. Selain itu, agar neraca transaksi berjalan menunjukkan angka yang sehat
maka kinerja ekspor mesti ditingkatkan. Hal ini sangat terkait dengan upaya bagaimana
produk-produk yang memiliki keunggulan komparatif bisa muncul sebagai komoditi ekspor
utama. Di dalamnya juga termasuk bagaimana pasar menjadi arena yang fair bagi semua
pelaku usaha untuk bersaing satu sama lain sehingga pelaku usaha terbaiklah yang muncul ke
permukaan, bukannya pelaku usaha karbitan pemburu rente seperti selama ini.
ARGUMEN PENGHAPUSAN ULN
• Beberapa argumen untuk penghapusan utang ini, yaitu:
• Pertama , karena belas kasihan—karena terpuruk ke dalam lembah kemiskinan sebagai akibat krisis ekonomi yang
dalam.
• Kedua , karena sebagian dari utang tersebut adalah utang ilegal atau najis(odius debt ). Utang najis adalah utang
yang diberikan negara peminjam atau lembaga multilateral, namun tidak digunakan untuk keperluan pembangunan
atau dengan kata lain utang-utang tersebut tidak sampai ke tangan rakyat.Tetapi, dikorupsi oleh penguasa-penguasa
di negara penerima. Sehingga adalah sah jika utang ini tidak diakui utang suatu pemerintahan. Gerakan
penghapusan utang negara-negara dunia ketiga sudah menjadi satu gerakan yang akan mendunia, yaitu gerakan
Jubilee 2000 yang dipelopori gereja-gereja Khatolik di Amerika Latin.
• Ketiga , penghapusan utang karena kesalahan perilaku kreditor, khususnya lembaga multilateral seperti Bank
Dunia. Salah satu penyebab proyek-proyek yang dibangun tidak memberikan kontribusi yang berarti bagi
masyarakat negara debitor adalah karena kesalahan staf-staf Bank Dunia yang melakukan studi kelayakan proyek,
merekomendasikan, dan menyetujuinya. Selain itu,kebocoran dana-dana juga tidak terlepas dari sikap Bank Dunia
yang hanya mementingkan kepentingannya—yaitu, pembayaran cicilan dan bunga utang lancar — tanpa
memperhatikan kesuksesan proyek dan tanpa pengawasan yang berarti.
DAMPAK UTANG LUAR NEGERI
• Dari sisi moneter, posisi utang yang terlalu tinggi (tidak sustainable) akan menimbulkan tekanan depresiatif
terhadap nilai tukar Rupiah. Artinya kurs Rupiah masih sulit untuk diangkat, malah akan terus melemah,
sementara harga dollar akan makin tinggi
• Dari sisi fiskal, beban utang yang besar akan mengurangi ruang gerak pemerintah dalam memberikan stimulus
bagi pemulihan kegiatan ekonomi. Defisit fiskal yang besar, apabila terjadi dalam periode yang cukup lama,
akan meningkatkan ekspektasi inflasi dan depresiasi. Melemahnya nilai tukar Rupiah akan mempersulit
kebijakan moneter dalam mengendalikan inflasi.
• Apabila tekanan inflasi akibat depresiasi Rupiah tersebut tidak diredam, maka akan mengurangi, bahkan
menghilangkan dampak positif depresiasi Rupiah terhadap transaksi berjalan.
• Dari sisi moneter, pilihan kebijakan yang dapat diambil untuk meredam inflasi adalah penerapan kebijakan
moneter yan ketat. Dalam kondisi kurs rupiah yang melemah tajam, hal itu tentu akan mendorong kenaikan
suku bunga secara tajam berikut dampak negatifnya terhadap seluruh sektor perekonomian.
• Dari sisi fiskal, pilihan kebijakan dapat diambil untuk meredam kenaikan inflasi adalah dengan menciptakan
surplus anggaran. Namun, menjadikan APBN surplus melalui peningkatan penarikan pajak, justru akan
berdampak negatif terhadap proses pemulihan ekonomi.
KONDISI UTANG LUAR NEGERI TERKINI:
BEBAN EKONOMI YANG MAKIN BERAT
• Dalam tempo satu semester memimpin Indonesia, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono
telah meneken 21 perjanjian utang baru senilai 1,62 miliar dolar AS. Jumlah tersebut akan
bertambah karena Indonesia pun sudah dijanjikan akan mendapat pinjaman sebesar
3,4miliar dolar AS dari negara-negara anggota Consultative Group onIndonesia (CGI).
Jumlah tersebut belum seberapa. Sebab KTT infrastruktur yang digelar Medio Janurai
2005 lalu, pemerintah dijanjikan akan mendapat utang 10 miliar dolar AS. Dengan
demikian,bila dijumlahkan semuanya mencapai 14,4 miliar dolar AS.
• Utang baru tersebut akan semakin menegaskan posisi Indonesia sebagai negara pengutang
terbesar. Sebelumnya, jumlah utang luar negeri (pemerintah) mencapai 78,7 miliar dolar
AS, utang publik ini akan semakin membengkak bila memperhitungkan utang dalam
negeri yang jumlahnya kira-kira 60 miliar dolar AS. Sementara utang luar negeri BUMN
mencapai 4,8 miliar dolar AS, dan utang luar negeri swasta mencapai 45,5 miliar dolar AS.
Dengan demikian, total utang Indonesia (sebelum utang baru) mencapai 190 miliar dolar
AS atau melebihi PDB yang pada 2004 besarnya 182 miliar dolar AS