Anda di halaman 1dari 21

ISU ETIKA SIGNIFIKAN DALAM DUNIA BISNIS DAN

PROFESI
Makalah ini Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Etika
Profesi Akuntan

Dosen : Arini, S.E., M.Ak., Ak., C.A.

Disusun oleh:
Kelompok 9
Suizen Aritonang 206220100
8
Riana Sari 206220101
0
Anggi Aulia Nabila Khalid 206220101
1
Mei Rosaima Harahap 206220101
5
Andri Yanus Larosa 206220102
0

PROGRAM STUDI AKUNTANSI


FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS LANCANG KUNING
2022
KATA PENGANTAR

Pertama-tama, Segala puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa,
karena dengan rahmat dan karuniaNya kami dapat menyelesaikan makalah ini sesuai dengan
harapan dan waktu yang telah diberikan.
Selebihnya kami ucapkan terimakasih kepada Ibu. Arini, S.E., M.Ak., Ak., C.A. selaku
dosen Etika Profesi Akuntan karena sudah memberikan kami kesempatan dan pengarahan untuk
menyusun makalah ini.
Kami harapkan semoga makalah ini dapat membantu dalam proses pembelajaran pada
semester ini dan semoga bermanfaat bagi semua teman-teman yang membacanya. Namun, kami
harapkan pula agar para pembaca memperhatikan celah yang mungkin kurang sempurna dalam
makalah ini. Sehingga kami dapat menyusun kembali yang lebih baik pada makalah berikutnya.

Pekanbaru, 18 Februari 2022

Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.......................................................................................................................i
DAFTAR ISI....................................................................................................................................ii
BAB I...............................................................................................................................................1
PENDAHULUAN...........................................................................................................................1
A. Latar Belakang..................................................................................................................1
B. Rumusan Masalah.............................................................................................................1
C. Tujuan Penulisan...............................................................................................................2
BAB II.............................................................................................................................................3
PEMBAHASAN..............................................................................................................................3
A. Benturan Kepentingan.......................................................................................................3
B. Etika dalam Tempat Kerja.................................................................................................5
C. Aktivitas Bisnis Internasional...........................................................................................9
D. Akuntabilitas Sosial........................................................................................................11
E. Manajemen Krisis...........................................................................................................12
BAB III..........................................................................................................................................17
PENUTUP.....................................................................................................................................17
A. Kesimpulan.....................................................................................................................17
B. Saran................................................................................................................................17
DAFTAR
PUSTAKA.....................................................................................................................18
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Fungsi bisnis dan profesi tercipta oleh ekspektasi publik terhadap bisnis dan profesi itu
sendiri. Hal ini terlihat dengan adanya peningkatan ekspektasi bahwa bisnis menyediakan
kebutuhan pemegang saham dan masyarakat sekitar. Selain itu, banyak orang yang memiliki
kepentingan terhadap suatu bisnis termasuk aktivitas operasinya dan dampaknya. Sebaliknya,
suatu bisnis tidak akan dapat mencapai tujuan strategis jangka panjang jika tidak didukung
oleh pihak-pihak yang berkepentingan (stakeholders), seperti pemegang saham, karyawan,
pelanggan, kreditor, pemasok, pemerintah, komunitas lokal dan aktivis. Oleh karena itu,
dukungan stakeholders dalam suatu bisnis menjadi sangat penting.

Dukungan stakeholders bergantung pada kredibilitas bisnis dan profesi yang terlibat di
dalamnya, seperti komitmen perusahaan terhadap kepentingan stakeholders, reputasi
perusahaan dan profesi, serta keunggulan kompetitif perusahaan. Sedangkan komitmen dan
reputasi perusahaan terhadap kepentingan stakeholdersdapat dilihat pada etika bisnis
perusahaan tersebut dan profesi yang terlibat di dalamnya, termasuk profesi akuntansi. Hal ini
menjadikan etika bisnis dan profesi menjadi penting.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka dirumuskan sejumlah permasalahan sebagai
berikut:

1. Bagaimana benturan kepentingan menjadi isu etika dalam dunia bisnis dan profesi?

2. Bagaimana etika dalam tempat kerja menjadi isu etika dalam dunia bisnis dan
profesi?

3. Bagaimana aktivitas bisnis internasional menjadi isu dalam dunia bisnis dan profesi?

4. Bagaimana akuntabilitas sosial menjadi isu dalam dunia bisnis dan profesi?

5. Bagaimana manajemen krisis menjadi isu dalam dunia bisnis dan profesi?
C. Tujuan Penulisan
Tujuan dari penyusunan makalah ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui dan memahami benturan kepentingan yang menjadi isu dalam
dunia bisnis dan profesi.

2. Untuk mengetahui dan memahami etika dalam tenaga kerja yang menjadi isu dalam
dunia bisnis dan profesi.

3. Untuk mengetahui dan memahami aktivitas bisnis internasional yang menjadi isu
dalam dunia bisnis dan profesi.

4. Untuk mengetahui dan memahami akuntabilitas sosial yang menjadi isu dalam dunia
bisnis dan profesi.

5. Untuk mengetahui dan memahami manajemen krisis yang menjadi isu dalam dunia
bisnis dan profesi.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Benturan Kepentingan

Benturan kepentingan adalah perbedaan antara kepentingan ekonomis perusahaan dengan


kepentingan ekonomis pribadi Direktur, Komisaris atau pemegang saham utama di suatu
perusahaan. Benturan kepentingan ini dapat dikategorikan menjadi 8 jenis situasi sebagai
berikut:

Segala konsultasi atau hubungan lain yang signifikan atau berkeinginan mengambil andil
di dalam aktivitas pemasok, pelanggan atau pesaing (competitor).

1. Segala kepentingan pribadi yang berhubungan dengan kepentingan perusahaan.

2. Segala hubungan bisnis atas nama perusahaan dengan personal yang masih ada hubungan
keluarga ( family ) dengan perusahaan yang dikontrol oleh personal tersebut.

3. Segala posisi dimana karyawan dan pimpinan perusahaan mempunyai pengaruh (control)
terhadap evaluasi hasil pekerjaan atau kompensasi dari personal yang masih ada
hubungan keluarga.

4. Segala penggunaan pribadi maupun berbagai informasi rahasia perusahaan demi suatu
kepentingan pribadi, seperti anjuran untuk membeli atau menjual barang atau produk
milik perusahaan yang didasarkan atas informasi rahasia tersebut.

5. Segala penjualan atau pembelian perusahaan yang menguntungkan pribadi.

6. Segala penerimaan dari keuntungan seseorang atau organisasi atau pihak ketiga yang
berhubungan dengan perusahaan.

7. Segala aktivitas yang berkaitan dengan insider trading atas perusahaan yang telah go
public yang merugikan pihak lain.

Apabila situasi yang telah disebutkan terjadi atau apabila individu tidak yakin apakah
suatu situasi yang sedang terjadi merupakan benturan kepentingan, maka harus segera
dilaporkan hal – hal yang terkait dengan situasi tersebut kepada petugas kepatuhan
perusahaan.

Apabila manajemen senior perusahaan menetapkan bahwa situasi tersebut menimbulkan


kepentingan, maka mereka harus segera melaporkan benturan kepentingan ini kepada komite
pemeriksa. Berikut ini merupakan beberapa upaya suatu perusahaan atau organisasi dalam
menghindari benturan kepentingan adalah sebagai berikut:

1. Menghindari diri dari tindakan dan situasi yang dapat menimbulkan benturan
kepentingan pribadi dengan perusahaan.

2. Mengusahakan lahan pribadi untuk digunakan sebagai kebun perusahaan yang dapat
menimbulkan potensi penyimpangan kegiatan pemupukan.

3. Menyewakan properti pribadi kepada perusahaan yang dapat menimbulkan potensi


penyimpangan kegiatan pemeliharaan.

4. Mengungkapkan dan melaporkan setiap kepentingan di luar pekerjaan perusahaan.

5. Memiliki bisnis pribadi yang sama dengan perusahaan.

6. Menghormati hak setiap insane perusahaan untuk memiliki kegiatan di luar jam kerja, di
luar pekerjaan dari perusahaan dan yang bebas dari benturan kepentingan.

7. Tidak akan memegang jabatan dalam suatu lemaga atau institusi lain di luar perusahaan
dalam bentuk apapun, kecuali telah mendapat persetujuan tertulis dari yang berwenang.

8. Menghindari diri dari memiliki kepentingan keuangan maupun non keuangan pada suatu
perusahaan atau organisasi pesaing.

9. Menghindari situasi atau perilaku yang dapat menimbulkan kesan, spekulasi atau
kecurigaan adanya benturan kepentingan.

10. Mengungkapkan atau melaporkan setiap kemungkinan benturan kepentingan pada suatu
kontrak yang telah disetujui maupun yang belum disetujui.

11. Tidak akan menginvestasikan dana atau melakukan ikatan bisnis pada individu atau pihak
lain yang mempunyai keterkaitan bisnis secara langsung maupun tidak langsung.
B. Etika dalam Tempat Kerja

Ketika kita berada di suatu tempat, tentu saja selalu ada peraturan atau biasa yang disebut
dengan etika yang harus dipatuhi. Seperti halnya di tempat kerja, tentu saja ada etika-etika di
dalam lingkungan kerja. Etika sendiri berfungsi untuk membatasi perilaku individu agar tidak
mengganggu kenyamanan individu yang lainnya. Individu pun bermacam-macam sifatnya,
ada yang dapat langsung dengan mudah menyesuaikan diri, namun ada pula yang kurang bisa
menyesuaikan diri, sehingga membutuhkan pihak lain untuk memberikan pengarahan.

Di manapun kita berada kita akan selalu dihadapkan pada etika, termasuk dalam
lingkungan kerja. Karena etika juga sangat penting dalam dunia kerja, hal ini dikarenakan
etika menjadi kunci atau panduan kita dalam profesionalisme kerja.

Etika kerja adalah aturan normatif yang mengandung sistem nilai dan prinsip moral yang
merupakan pedoman bagi karyawan dalam melaksanakan tugas pekerjaannya dalam
perusahaan.

Etika ini dibuat untuk karyawan agar karyawan menjadi lebih disiplin dengan menaati
etika yang berlaku di tempat kerja sehingga dapat memperlancar kinerja sehari-hari.

Aspek-aspek etika kerja, diantaranya yaitu:

Etika kerja terkait dengan apa yang seharusnya dilakukan karyawan atau manajer. Untuk
itu etika kerja setiap karyawan didasari prinsip-prinsip:
1. Melaksanakan tugas sesuai dengan visi, misi dan tujuan perusahaan,
2. Selalu berorientasi pada budaya peningkatan mutu kinerja,
3. Saling menghormati sesama karyawan,
4. Membangun kerjasama dalam melaksanakan tugas-tugas perusahaan,
5. Memegang amanah atau tanggung jawab, dan kejujuran,
6. Mananamkan kedisiplinan bagi diri sendiri dan perusahaan.

Menurut Petty (1993), etos kerja memiliki tiga aspek atau karakteristik, yaitu keahlian
interpersonal, inisiatif, dan dapat diandalkan.
1. Keahlian interpersonal
Keahlian interpersonal adalah aspek yang berkaitan dengan hubungan kerja
dengan orang lain atau bagaimana pekerja berhubungan dengan pekerja lain
dilingkungan kerjanya. Keahlian interpersonal menjadi kebiasaan, sikap, cara,
penampilandan perilaku yang digunakan individu pada saat berada disekitar orang
lain serta mempengaruhi bagaimana individu berinteraksi dengan orang lain.
Indikator yang digunakan untuk mengetahui keahlian interpersonal seorang
pekerja adalah meliputi karakteristik pribadi yang dapat memfasilitasi terbentuknya
hubungan interpersonal yang baik dan dapat memberikan kontribusi dalam
performansi kerja seseorang, dimana kerja sama merupakan suatu hal yang sangat
penting. Terdapat 17 sifat yang dapat menggambarkan keahlian interpersonal seorang
pekerja (Petty, 1993) yaitu: sopan, bersahabat, gembira, perhatian, menyenangkan,
kerjasama, menolong, disenangi, tekun, loyal, rapi, sabar, apresiatif, kerjakeras,
rendah hati, emosi hati yang stabil dank eras kemauan.
2. Inisiatif

Inisiatif merupakan karakteristik yang dapat memfasilitasi seseorang agar


terdorong untuk lebih meningkatkan kinerjanya dan tidak langsung merasa puas
dengan kinerja yang biasa. Agar aspek ini sering dihubungkan dengan situasi
ditempat kerja yang tidak lancer. Hal-hal seperti penundaan pekerjaan, hasil kerja
yang buruk, kehilangan kesempatan karena tidak dimanfaatkan dengan baik dan
kehilangan pekerjaan, dapat muncul jika individu tidak memiliki inisiatif dalam
bekerja.

Terdapat 16 sifat yang dapat menggambarkan inisiatif seorang pekerja (Petty,


1993) yaitu: cerdik, produktif, banyak ide, berinisiatif, ambisius, efisien, efektif,
antusias, dedikasi, daya tahan kerja, akurat, teliti, mandiri, mampu beradaptasi, gigih,
dan teratur.

3. Dapat diandalkan

Dapat diandalkan adalah aspek yang berhubungan dengan adanya harapan


terhadap hasil kerja seorang pekerja dan merupakan suatu perjanjian implisit pekerja
untuk melakukan beberapa fungsi dalamkerja. Seorang pekerja diharapkan dapat
memuaskan harapan minimum perusahaan, tanpa perlu terlalu berlebihan sehingga
melakukan pekerjaan yang bukan tugasnya. Aspek ini merupakan salah satu hal yang
sangat diinginkan oleh pihak perusahaan terhadap pekerjanya. Terdapat 7 sifat yang
dapat menggambarkan seorang pekerja yang dapat diandalkan yaitu: mengikuti
petunjuk, mematuhi peraturan, dapat diandalkan, dapat dipercaya, berhati-hati, jujur
dan tepat waktu.

Berdasarkan pemaparan diatas, dapat disimpulkan terdapat tiga aspek etos kerja yaitu
keahlian interpersonal, inisiatif, dan dapat diandalkan.

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Etika Kerja:

Terdapat beberapa faktor internal yang mempengaruhi etos kerja, yaitu:


1. Usia

Menurut hasil penelitian Buchholz’s dan Gooding’s, pekerja yang berusia di bawah
30 tahun memiliki etos kerja lebih tinggi daripada pekerja yang berusia diatas 30 tahun
(dalam Boatwright & Slate, 2000).
2. Jenis kelamin

Menurut penelitian Boatwright dan Slate, menyatakan bahwa wanita memiliki etos
kerja yang lebih tinggi dari laki-laki.
3. Latar belakang pendidikan

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Boatwright dan Slate (2000), menyatakan bahwa
etos kerja tertinggi oleh pekerja dengan latar belakang pendidikan S1 dan terendah
dimiliki oleh pekerja dengan latar pendidikan SMU.
4. Lama bekerja

Menurut penelitian Boatwright san Slate (2000) mengungkapkan bahwa pekerja yang
sudah bekerja selama 1-2 tahum memiliki etos kerja yang lebih tinggi daripada pekerja
yang bekerja dibawah 1 tahun. Semakin lama individu bekerja, semakin tinggilah
kemungkinan individu untuk memperoleh kesempatan untuk mengembangkan dan
menggunakan kapasitasnya dan memperoleh peluang untuk pertumbuhan dan
mendapatkan jaminan. Kedua hal diatas akan membentuk persepsi seorang terhadap
kualitas kehidupan bekerjanya. (Walton, dalam Kossen 1986).

Selain faktor-faktor internal di atas, terdapat pula faktor eksternal yang


mempengaruhi etos kerja karyawan yaitu :
1. Budaya

Masyarakat yang memiliki sistem budaya maju akan memiliki etos kerja
yang lebih tinggi daripada masyarakat yang memiliki system budaya yang tidak maju
(Rosmiani, 1996).
2. Sosial Politik

Etos kerja yang dimiliki suatu masyarakat sangat tergantung kepada ada tidaknya
stuktur politik yang mendorong masyarakat untuk bekerja keras dan dapat
menikamati hasil kerja keras mereka dengan penuh (Soewarso, Subagyo dan Utomo,
dalam Rosmiani 1996).
3. Kondisi Lingkungan Geografis

Lingkungan alam yang mendukung, mempengaruhi manusia yang ada


didalamnya melakukan usaha untuk dapat mengelola dan mengambil manfaat, dan
bahkan dapat mengundang pendatang untuk turut mencari penghidupan di lingkungan
tersebut. Kondisi lingkungan inilah yang akan mempengaruhu bagaimana persepsi
seseorang terhadap kualitas kehidupan bekerjanya (Walton, dalam Kossen 1986).

4. Struktur Ekonomi

Tinggi rendahnya etos kerja yang dimiliki masyarakat, dipengaruhi oleh ada atau
tidaknya stuktur ekonomi yang mampu memberikan insentif bagi anggota masyarat
untuk bekerja keras dan menikmati hasil kerja keras mereka dengan penuh.

Di bawah ini ada beberapa etika yang harus diperhatikan ketika di tempat kerja:

1. Menjaga Kebersihan Lingkungan Kerja

Jika di perusahaan tempat Anda bekerja sudah ada yang namanya OB (Office Boy)
yang bertanggung jawab atas kebersihan, bukan berarti Anda tidak perlu ikut menjaga
kebersihan lingkungan kerja juga. Etika utama adalah Anda harus ikut serta dalam
menjaga kebersihan lingkungan kerja. Mengapa demikian? Karena kebersihan di tempat
kerja sangat penting dan dapat memberikan pengaruh kepada kinerja.

2. Jangan Tertawa Dan Berbicara Terlalu Keras


Saat berada dalam suasana kantor, pada dasarnya tidak ada yang melarang untuk
tertawa dan berbicara. Namun demikian, ada volume yang perlu diatur. Jika Anda tertawa
dengan suara yang keras, atau mungkin berbicara dengan suara terlalu keras, maka akan
mengganggu kenyamanan kerja karyawan lain disekitar Anda.

3. Tidak Menggunakan Toilet Terlalu Lama

Toilet merupakan fasilitas umum yang disediakan perusahaan untuk seluruh


karyawannya. Dengan demikian, toilet tersebut bukan untuk Anda sendiri, melainkan juga
untuk karyawan yang lain. Sehingga saat menggunakan toilet, gunakanlah
seperlunya. Jangan menggunakan toilet untuk tidur,merokok, atau hal lainnya.

4. Jangan Terlalu Sering Datang Terlambat

Perusahaan sudah mengatur jam kerja karyawannya, dan aturan tersebut sudah dinilai
baku. Namun demikian ada beberapa perusahaan yang dapat menindak tegas, namun ada
pula yang tidak melakukan apa pun. Anda sebagai seorang karyawan harus datang tepat
waktu, hal ini dikarenakan dengan datang terlambat, tentu saja pekerjaan Anda juga akan
tertunda sehingga hasil kerja kurang maksimal.

5. Jangan Suka Membicarakan Kejelekan Orang Lain

Hal terakhir terkait etika penting lainnya adalah jangan suka membicarakan kejelekan
orang lain. Bergosip boleh, tapi tidak perlu membicarakan kejelekan orang lain. Belum
tentu juga diri Anda lebih baik dari orang yang sedang Anda bicarakan. Jadi, lebih baik
memperbaiki kinerja diri untuk pencapaian karir yang lebih baik, dari pada menghabiskan
waktu yang dimiliki dengan kegiatan yang tidak berguna.

C. Aktivitas Bisnis Internasional

Bisnis Internasional merupakan kegiatan bisnis yang dilakukan antarnegara yang satu
dengan negara lainnya dengan melewati batas-batas suatu negara.

Apakah sebuah bisnis merupakan multinasional sejati atau hanya menjual kepada
beberapa pasar luar negeri tertentu, terdapat sejumlah faktor yang akan berpengaruh terhadap
operasi internasionalnya. Keberhasilan dalam pasar luar negeri sebagian besar ditentukan
oleh cara-cara bisnis tersebut menanggapi hambatan sosial, ekonomi, hukum, dan politik
dalam perdagangan internasional.

Setiap perusahaan yang memiliki rencana menjalankan bisnis di negara lain harus
memahami perbedaan antara masyarakat dan budaya negara tersebut dengan negara asalnya,
beberapa perbedaan tentu saja cukup jelas terlihat. Sebagai contoh, perusahaan harus
memperhitungkan faktor bahasa dalam melakukan penyesuaian terhadap pengepakan, tanda
dan logo.

Budaya dilingkungan Perusahaan.

Bagaimana cara dan perilaku manusia melakukan sesuatu serta bagaimana suatu
kelompok individu membentuk kebiasaan. Kepemimpinan berperan sebagai motor yang
harus mampu mencetuskan dan menularkan kebiasaaan produktif di lingkungan organisasi.
Maka dengan demikian, masalah budaya perusahaan bukanlah hanya apa yang akan
dikerjakan sekolompok individu melainkan juga bagaimana cara dan tingkah laku mereka
pada saat mengerjakan pekerjaan tersebut. Seorang pemimpin memiliki peranan penting
dalam membentuk budaya perusahaan. Hal itu bukanlah sesuatu yang kabur dan hambar,
melainkan sebuah gambaran jelas dan konkrit. Jadi, budaya itu adalah tingkah laku, yaitu cara
individu bertingkah laku dalam mereka melakukan sesuatu.

Tidaklah mengherankan, bila sama-sama kita telaah kebanyakan perusahaan sekarang ini.
Para pemimpin yang bergelimang dengan fasilitas dan berbagai kondisi kemudahan. Giliran
situasinya dibalik dengan perjuangan dan persaingan, mereka mengeluh dan malah sering
mengumpat bahwa itu semua karena SDM kita yang tidak kompeten dan tidak mampu.
Mereka sendirilah yang membentuk budaya itu (masalah budaya).

Jadi ketika perusahaan berskala Internasional yang sudah pasti memiliki banyak
karyawan membuat suatu kebijakan yang kemudian nantinya dilaksanakan oleh
karyawannya, semakin lama waktu berjalan maka kebiasaan tersebut menjadi suatu budaya di
perusahaan tersebut, maka dari itu seharusnya sebuah peusahaan memikirkan matang- matang
mengenai kebijakan yang akan diberlakukan agar tidak menimbulkan budaya yang tidak baik
bagi perusahaan tersebut.
Semua karena percontohan, penularan dan panutan dari masing-masing pemimpin. Maka
timbul paradigma, mengubah budaya perusahaan itu sendiri. Budaya perusahaan memberi
kontribusi yang signifikan terhadap pembentukan perilaku etis, karena budaya perusahaan
merupakan seperangkat nilai dan norma yang membimbing tindakan karyawan. Budaya
dapat mendorong terciptanya prilaku. Dan sebaliknya dapat pula mendorong terciptanya
prilaku yang tidak etis.

D. Akuntabilitas Sosial
Akuntabilitas sosial merupakan proses keterlibatan yang konstruktif antara warga negara
dengan pemerintah dalam memeriksa pelaku dan kinerja pejabat publik, politisi dan
penyelenggara pemerintah. Tujuan dari akuntabilitas sosial adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengukur dan mengungkapkan dengan tepat seluruh biaya dan manfaat bagi
masyarakat yang ditimbulkan oleh berbagai aktivitas yang berkaitan dengan produksi
perusahaan.
2. Untuk mengukur dan melaporkan pengaruh kegiatan perusahaan terhadap lingkungan
mencaku p financial dan managerial social accounting, social auditing.

3. Untuk menginternalisir biaya sosial dan manfaat sosial agar dapat menentukan suatu hasil
yang relevan dan sempurna yang merupakan keuntungan sosial suatu perusahaan.

Untuk maksimalisasi kinerja akuntabilitas sosial harus menjalankan syarat pokok untuk
pelaksanaan akuntabilitas sosial, antara lain:

1. Keberadaan Mekanisme yang Menjembatani Hubungan antara Negara dan Masyarakat


Mekanisme ini mempunyai makna strategis, sebab, pertukaran informasi, dialog
dan negosiasi dapat dilakukan oleh berbagai elemen baik dari negara maupun dari
masyarakat melalui sejumlah mekanisme tersebut. Contoh kongkret dari
mekanisme yang menjembatani hubungan antara negara dan masyarakat adalah
keberadaan Dinas Komunikasi dan Informasi dari setiap Pemerintah Kabupaten dan
Kota.
2. Keinginan dan Kapasitas dari Warga Negara dan Aktor-aktor Civil Society yang Kuat
untuk Secara Aktif Terlibat dalam Proses Akuntabilitas Pemerintah
Faktor ini sering kali berbenturan dengan sejumlah persoalan seperti: fakta
lemahnya elemen Civil Society dan adanya pemikiran bahwa warga negara kurang
berdaya.
3. Keinginan dan Kapasitas dari Politisi dan Birokrat untuk Mempertimbangkan Masyarakat
Banyak pengalaman yang menunjukkan bahwa kepekaan politisi dan birokrat
terhadap aspirasi masyarakat dapat merubah pola interaksi antara negara dan masyarakat.
Pada titik ini, pola interaksi kedua elemen tersebut dapat semakin disinergikan sehingga
terbentuk sebuah pola interaksi yang bersifat timbal balik antara aktor-aktor yang berasal
dari negara maupun masyarakat.
4. Lingkungan yang Memungkinkan
Dalam dunia ekonomi dan budaya, sebuah upaya perwujudan akuntabilitas sosial
akan menjadi sia-sia ketika lingkungan sosial dan ekonomi tidak menyediakan
kesempatan bagi warga negara untuk memperoleh akses partisipasi yang sama di kedua
dunia tersebut.
E. Manajemen Krisis

Manajemen krisis merupakan suatu manajemen pengelolaan, penanggulangan atau


pengendalian krisis hingga pemulihan citra perusahaan. Manajemen krisis adalah proses yang
membahas organisasi dengan sebuah peristiwa besar yang mengancam merugikan
organisasi, Pemangku kepentingan atau masyarakat umum.

Ada tiga elemen yang paling umum untuk mendefinisi krisis: ancaman bagi organisasi,
unsur kejutan, dan keputusan waktu singkat. Berbeda dengan manajemen risiko, yang
melibatkan menilai potensi ancaman dan menemukan cara terbaik untuk menghindari
ancaman. Sementara manajemen krisis berurusan dengan ancaman yang telah terjadi. Jadi
manajemen krisis dalam pengertian yang lebih luas merupakan sebuah keterampilan teknis
yang dibutuhkan untuk mengidentifikasi, menilai, memahami, dan mengatasi situasi yang
serius, terutama dari saat pertama kali terjadi sampai ke titik pemulihan kembali.

Jadi esensi manajemen krisis adalah upaya untuk menekan faktor ketidak pastian dan
faktor risiko hingga tingkat serendah mungkin, dengan demikian akan lebih mampu
menampilkan sebanyak mungkin faktor kepastiannya. Sebenarnya yang disebut manajemen
krisis itu diawali dengan langkah mengupayakan sebanyak mungkin informasi mengenai
alternatif-alternatif, maupun mengenai probabilitas, bahkan jika mungkin mengenai kepastian
tentang terjadinya, sehingga pengambilan keputusan mengenai langkah-langkah yang
direncanakan untuk ditempuh, dapat lebih didasarkan pada sebanyak mungkin dan selengkap
mungkin serta setepat mungkin informasinya. Tentu saja diupayakan dari sumber yang dapat
diandalkan (reliable), sedangkan materinya juga menyandang bobot nalar yang cukup.

Menurut Djaamaluddin Ancok, jika dipandang dari kacamata bisnis suatu krisis akan
menimbulkan hal-hal seperti berikut:
1. Intensitas permasalahan akan bertambah.

2. Masalah akan dibawah sorotan publik baik melalui media masa, atau informasi dari
mulut ke mulut.
3. Masalah akan mengganggu kelancaran bisnis sehari-hari.

4. Masalah mengganggu nama baik perusahaan.

5. Masalah dapat merusak sistem kerja dan menggoncangkan perusahaan secara


keseluruhan.
6. Masalah yang dihadapi disamping membuat perusahaan menjadi panik, juga tidak jarang
membuat masyarakat menjadi panik.
7. Masalah akan membuat pemerintah ikut melakukan intervensi

Kesadaran akan dampak yang ditimbulkan oleh krisis sekaligus lemahnya dalam
mengantisipasi datangnya sebuah krisis, menjadikan perlunya langkah-langkah antisipatif
dalam sebuah kerangka kerja yang disebut manajemen krisis.

Manajemen krisis membedakan situasi krisis menjadi: pra-krisis dan krisis. Situasi
Pra-krisis adalah situasi masih tenang dan stabil, bahkan tanpa tanda-tanda akan terjadinya
krisis, sedangakan Situasi Krisis dirinci dalam tahap-tahap Prodomal, akut, kronik, dan
pengakhiran (Resolution). Pada tahap prodomal, hadir tanda-tanda, pada tahap akut, terjadi
kerusakan (damage), pada tahap kronik, krisis akan berlanjut yang lebih parah, dan pada
tahap pengakhiran, krisis berakhir/teratasi.
Krisis pada tahap prodromal, dapat dikategorikan sebagai gejala krisis. Pada tahap ini
biasanya segala kejadian yang bisa berpotensi menjadi krisis sering tidak dianggap bahkan
dilupakan, karena organisasi tampak masih bisa beroperasi dan bergerak lincah seakan akan
tidak ada masalah. Padahal pada tahap ini krisis sudah mulai muncul sehingga dapat
dikatakan tahap prodomal sebagai sebuah early warning bagi organisasi karena sinyal-sinyal
akan terjadinya bahaya sudah tampak dan harus segera diatasi. Kegagalan manajemen dalam
menangkap sinyal ini akan berdampak pada pergeseran ke tahap berikutnya yakni akut.
Sebagai contohnya adalah muncul selebaran gelap, karyawan datang pada manajemen untuk
minta kenaikan upah atau terjadi perbedaan pendapat antar manjemen, ada peraturan
pemerintah (regulasi dan deregulasi), munculnya pesaing baru dalam bidang yang sama.
Tahap berikutnya adalah tahap akut. Krisis pada tahap ini meskipun tidak dikategorikan
sebagai awal mulanya krisis, namun dianggap suatu krisis dimulai dari sini karena gejala
yang samar-samar atau sama sekali tidak jelas itu mulai kelihatan jelas. Dalam banyak hal,
krisis akut ini sering disebut sebagai the point of no return, artinya, sudah tidak ada
kesempatan lagi untuk kembali memperbaiki keadaan mengingat sinyal-sinyal yang muncul
pada tahap peringatan (prodromal) tidak digubris atau diindahkan, sehingga tidak bisa
kembali lagi. Indikator munculnya krisis pada tahap ini adalah kerusakan sudah mulai
bermunculan, reaksi mulai berdatangan, isu menyebar luas. Salah satu kesulitan besar dalam
menghadapi krisis tahap akut ini adalah intensitas dan kecepatan serangan yang datang dari
berbagai pihak. Kegagalan dalam menangani krisis juga akan terus berlanjut pada tahap
kronis.
Krisis tahap kronis. Pada tahap ini, organisasi sudah merasakan dampak atau akibat dari
krisis tahap akut, bahkan dampak dari segi waktu tidak dapat diprediksi kapan berakhirnya.
Organisasi mulai melakukan intropeksi diri besar-besaran, sehingga biasanya dilakukan
analisis internal secara menyeluruh terhadap gejala maupun sumber masalah baik secara
struktural dan non struktural serta melakukan upaya-upaya perbaikan total (reformasi)
dengan membuat kebijakan-kebijakan strategis untuk memperbaiki keadaan sehingga pada
tahap ini sering disebut sebagai tahap recovery atau self analysis.
Setelah dilakukan analisis internal dan dilakukan upaya-up\aya perbaikan maka akan
masuk ke tahap resolusi (Penyembuhan). Tahap ini adalah tahap penyembuhan (recovery)
dan tahap terakhir dari 4 tahap krisis. Masa ini adalah masa perusahaan sehat kembali seperti
keadaan sediakala. Pada fase ini perusahaan akan semakin sadar bahwa krisis dapat terjadi
sewaktu-waktu dan lebih mempersiapkan diri untuk menghadapinya.

Lerbinger mengkategorikan ada tujuh jenis/tipe krisis:

1. Bencana alam

2. Teknologi krisis

3. Konfrontasi

4. Kedengkian (Malevolence)

5. Krisis karena Manajemen yang Buruk (Crisis of skewed management value)

6. Krisis adanya penipuan (deception)

7. Kesalahan manajemen (management misconduct)

Bencana alam atau Krisis alam yang sering dianggap sebagai tindakan dan kehendak
Tuhan (the act of God) merupakan fenomena lingkungan seperti gempa bumi, letusan gunung
berapi, tornado, badai, banjir, tanah longsor, tsunami yang mengancam kehidupan, harta, dan
lingkungan itu sendiri.

Krisis Teknologi merupakan krisis yang timbul atau terjadi akibat aplikasi ilmu
pengetahuan dan teknologi (application of science). Bencana tehnologi biasanya terjadi
apabila terjadi kesalahan satu sistem yang mengakibatkan gangguan pada sistem yang lain
sehingga merusak keseluruhan tehnologi. Krisis teknologi sering terjadi karena kesalahan
manusia (human error) mengingat semakin kompleksnya jalinan antar sistem tehnologi.
Ketika terjadi bencana tehnologi, orang selalu mudah dan cenderung menyalahkan tehnologi
karena adanya kegagalan dalam sistem sebagai alasan pembenaran untuk menghindari
pertanggungjawaban atas bencana terjadi.

Krisis konfrontasi terjadi ketika ada usaha perlawanan oleh individu atau beberapa
individu kepada pemerintah dan atau kepada berbagai kelompok kepentingan untuk
memenuhi tuntutan dan harapan mereka. Jenis umum krisis konfrontasi adalah berupa boikot,
sabotase, pendudukan, ultimatum, blokade atas pembangunan pekerjaan dan demonstrasi.

Sebuah organisasi menghadapi krisis kedengkian kalau ada pihak atau lawan saingan
menggunakan cara-cara kriminal atau tindakan-tindakan ekstrem lainnya seperti berbuat
represif dan mengancam untuk mengekspresikan permusuhan, kemarahan dan ketidaksukaan
dengan tujuan membuat situasi menjadi tidak stabil baik kepada negara, organisasi,
perusahaan, atau sistem ekonomi supaya sistem tidak berjalan. Contoh krisis yang termasuk
dalam kategori ini adalah tindakan terorisme, premanisme, perusakan produk, penculikan,
menyebarkan rumor, dan aksi spionase.

Krisis selanjutnya adalah krisis karena kelakuan buruk organisasi. Krisis ini terjadi ketika
manajemen mengambil tindakan yang sengaja akan merugikan stakeholder tanpa
memperdulikan risiko atas tindakan yang dilakukannya. Lerbinger membagi ada tiga jenis
krisis kelakuan buruk organisasi, yaitu krisis nilai manajemen yang miring (skewed of
management value), krisis penipuan (deception), dan krisis kesalahan manajemen
(misconduct).

Krisis nilai-nilai manajemen yang miring muncul saat manajer membuat kebijakan demi
keuntungan ekonomi jangka pendek dan mengabaikan nilai-nilai sosial yang lebih luas
seperti investor dan para stakeholder.

Krisis penipuan terjadi ketika manajemen menyembunyikan atau salah mengartikan


informasi tentang dirinya sendiri dan produknya kepada para konsumennya. Beberapa krisis
tidak hanya disebabkan karena adanya nilai-nilai miring manajemen dan penipuan melainkan
juga karena adanya perbuatan melawan hukum yang disengaja dilakukan atau bertindak
ilegal.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Sebuah profesi hanya dapat memperoleh kepercayaan masyarakat, bilamana dalam diri
elit professional tersebut ada kesadaran kuat untuk mengindahkan etika profesi pada saat
mereka ingin memberikan jasa keahlian profesi kepada masyarakat yang membutuhkannya.
Tanpa etika profesi, semua yang dikenal sebagai profesi yang terhormat akan segera jatuh
terdegradasi menjadi sebuah pekerjaan pencarian nafkah biasa (okupasi) yang sedikitpun
tidak diwarnai dengan nilai-nilai idealism dan ujung-ujungnya akan berakhir dengan tidak
adanya lagi respek maupun kepercayaan yang pantas diberikan kepada para elite professional
ini.

B. Saran

Dalam menjalankan bisnis, perusahaan pasti pernah mengalami berbagai masalah, baik itu
dari internal maupun eksternal, disebabkan oleh perbedaan kepentingan, situasi tempat kerja
yang tidak kondusif serta etika dalam masing-masing karyawan. Diperlukan adanya suatu
solusi yang tepat dan kerjasama untuk menyelesaikan masalah-masalah tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
http://robithotusslmah.blogspot.com/2017/11/isu-etika-signifikan-dalam-dunia-bisnis.html?m=1
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/21847/4/Chapter%20II.pdf

https://id.wikipedia.org/wiki/Etika_kerja

Anda mungkin juga menyukai