Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH

KEBIJAKAN DIVIDEN

Makalah Ini Disusun dalam Rangka Memenuhi Tugas Mata Kuliah


Manajemen Keuangan I

Dosen Pengampu :
Ahmad Nur Aziz, M.Pd., M.Ak.

Oleh :
Salma Auliya Putri Helmi 2203102202
Risca Dwi Anggraini 2203102158
Dyah Ayu Purwati 2203102212
Zelica Trixy Fatiha 2203102224
Dewangi Anita Savarabella 2203102231
Piyu Harsada Azrial Wijaya 2203102245

PROGRAM STUDI MANAJEMEN


FAKULTAS EKONOMI BISNIS
UNIVERSITAS PGRI MADIUN
2023

1
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang, kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah tentang “Kebijakan Dividen” dengan baik meskipun
banyak kekurangan di dalamnya. Dan juga kami berterima kasih kepada Bapak
Ahmad Nur Aziz, M.Pd., M.Ak. selaku Dosen mata kuliah Manajemen Keuangan
I yang telah memberikan tugas ini kepada kami.

Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan
dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk
itu kami menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah
berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.

Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena
itu dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca
agar kami dapat memperbaiki makalah ini.

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...............................................................................................2

DAFTAR ISI............................................................................................................ 3

BAB I PENDAHULUAN........................................................................................ 4

Latar Belakang..................................................................................................... 4

Rumusan Masalah................................................................................................ 6

Tujuan Penulisan.................................................................................................. 6

BAB II PEMBAHASAN......................................................................................... 7

Pengertian Kebijakan Dividen..............................................................................7

Faktor yang Mempengaruhi Kebijakan Dividen.................................................. 9

Teori-Teori Kebijakan Dividen...........................................................................11

Aspek-Aspek Kebijakan Dividen....................................................................... 12

Bentuk Rasio pada Kebijakan Dividen.............................................................. 14

BAB III KESIMPULAN........................................................................................22

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................. 23

3
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kebijakan dividen adalah kebijakan untuk membagi keuntungan
kepada pemegang saham yang akan dibagikan dalam bentuk dividen dan
besarnya laba ditahan untuk kebutuhan perkembangan usaha. Rasio yang
dibayarkan kepada pemegang saham bergantung pada kemampuan
menghasilkan laba dan kebijakan dividen yang diterapkan oleh
perusahaan. Kebijakan pembayaran dividen mempunyai dampak yang
sangat penting bagi investor maupun perusahaan yang akan membayarkan
dividen. Besar kecilnya dividen yang akan dibagikan oleh perusahaan
tergantung pada kebijakan dari masing-masing perusahaan, sehingga
pertimbangan manajemen sangat diperlukan. Ini dikarenakan adanya
perbedaan kepentingan pihak-pihak yang ada dalam perusahaan.

Para investor cenderung menginginkan pembagian dividen yang


relatif stabil atau cenderung meningkat dari waktu ke waktu. Pembayaran
dividen akan meningkatkan kepercayaan sekaligus mengurangi
ketidakpastian investor dalam menanamkan modalnya (Difah, 2011 dalam
Yasa & Wirawati, 2016). Sedangkan perusahaan cenderung menahan kas
untuk membayar utang atau meningkatkan investasi. Namun disisi lain,
menahan laba akan meningkatkan sumber pendanaan internal yang dapat
digunakan untuk membiayai aktivitas operasional perusahaan, sehingga
dapat mengurangi ketergantungan perusahaan terhadap sumber pendanaan
eksternal. Perusahaan harus menentukan besarnya dividen yang dibagikan,
karena penurunan maupun peningkatan jumlah dividen yang dibayarkan
seringkali menjadi patokan bagi pihak investor mengenai prospek
pertumbuhan perusahaan di masa yang akan datang.

Menurut Adiwirya & Sudana (2015), dividend payout ratio adalah


besarnya persentase laba bersih setelah pajak yang dibayarkan sebagai
dividen kepada pemegang saham, semakin besar rasio ini berarti semakin
sedikit laba yang dapat ditahan oleh perusahaan. Perusahaan yang

4
memiliki kemampuan membayar dividen diasumsikan oleh masyarakat
sebagai perusahaan yang menguntungkan. Demikian pihak manajemen
perlu mempertimbangkan faktor-faktor yang mempengaruhi kebijakan
dividen. Faktor-faktor yang diduga mempengaruhi kebijakan dividen
diantaranya cash position dan market to book value of equity.

Cash position dari suatu perusahaan merupakan faktor penting


yang harus dipertimbangkan sebelum mengambil keputusan untuk
menetapkan besarnya dividen yang akan dibayarkan kepada para
pemegang saham. Oleh karena dividen merupakan cash outflow, maka
makin kuatnya posisi kas perusahaan berarti makin besar kemampuannya
membayar dividen. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dikemukakan
oleh Firman Aryansyah, Rini Agustin, dan Susi Susanti (2021) variabel
cash position tidak berpengaruh secara parsial dan berarti terhadap
dividend payout ratio. Hasil yang diperoleh Pribadi & Djoko Sampurno
(2012) menemukan bahwa cash position berpengaruh negatif terhadap
dividend payout ratio.

Market to book value (MBV) mencerminkan pandangan pasar atas


kinerja dan prospek perusahaan (Sudana, 2011). Perusahaan yang
beroperasi dengan efisien serta memiliki kinerja yang baik akan
diapresiasi oleh pasar sehingga memiliki harga pasar per lembar saham
yang lebih tinggi daripada nilai buku asetnya. Rasio market to book value
yang tinggi merupakan suatu sinyal dari pasar bahwa suatu perusahaan
memiliki kinerja serta peluang investasi yang baik dan tentunya mampu
untuk memperoleh keuntungan yang tinggi sehingga dianggap mampu
untuk memberikan dividen yang cukup tinggi. Berdasarkan hasil
penelitian yang telah dikemukakan oleh Issa (2015) variabel market to
book value of equity memiliki pengaruh yang positif terhadap dividend
payout ratio.

5
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan diatas,
maka permasalahan dalam penelitian ini dapat diidentifikasikan sebagai
berikut :
1. Apa itu kebijakan dividen?
2. Apa faktor yang mempengaruhi kebijakan dividen?
3. Apa saja teori yang ada pada kebijakan dividen?
4. Bagaimana bentuk-bentuk rasio pada kebijakan dividen?
5. Apa saja aspek yang ada pada kebijakan dividen?

C. Tujuan Penulisan
Sesuai dengan rumusan masalah penelitian diatas, maka tujuan dari
penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Mendeskripsikan pengertian kebijakan dividen.
2. Menjelaskan faktor yang mempengaruhi kebijakan dividen.
3. Mendeskripsikan teori yang ada pada kebijakan dividen.
4. Menjelaskan bentuk-bentuk rasio kebijakan dividen.
5. Menjelaskan aspek yang ada pada kebijakan dividen.

6
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Kebijakan Dividen


Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) dividen diartikan
sejumlah uang sebagai hasil keuntungan yang dibayarkan kepada
pemegang saham (dalam suatu Perseroan). Dividen adalah keuntungan
atau kerugian yang diperoleh perusahaan selama berusaha dalam suatu
periode yang dilaporkan kepada dewan direksi atau dalam Rapat Umum
Pemegang Saham (RUPS) (Sari & Andini, 2016). Dividen akan diberikan
kepada pemegang saham hanya apabila ada usaha yang akan
menghasilkan cukup uang untuk membagikan dividen tersebut dan apabila
dewan direksi menganggap layak bagi perusahaan untuk mengumumkan
pembayaran dividen. (Adhiputra & Kiswara, 2010)

Adanya pemberian dividen oleh suatu perusahaan maka


perusahaan akan dianggap sudah memenuhi kewajibannya kepada para
pemegang saham. Jika dividen yang dibagikan oleh perusahaan tinggi,
maka perusahaan tersebut dianggap memiliki kinerja yang baik.
Perusahaan harus dapat memutuskan besaran keuntungan yang ditahan
untuk internal perusahaan dan yang akan dibagikan kepada para pemegang
saham berupa dividen. Keputusan ini penting karena menyangkut
tanggung jawab terhadap pemegang saham yang telah memberikan modal
dan berkontribusi terhadap pertumbuhan perusahaan.

Berdasarkan penjelasan diatas disimpulkan bahwa dividen adalah


laba yang diperoleh perusahaan yang diberikan kepada pemegang saham,
yang nilai dan jenis pembayarannya tergantung kebijakan pemimpinnya
dan ditentukan dalam rapat umum pemegang saham. Semakin tinggi
profitabilitas yang diperoleh perusahaan maka semakin besar pula dividen
yang akan dibagikan kepada para pemegang saham.

Kebijakan dividen merupakan penetapan sejumlah laba yang


diperoleh perusahaan yang akan dibayarkan kepada pemegang saham

7
dalam bentuk dividen dan seberapa besar laba yang ditahan untuk
pembelanjaan intern perusahaan (Nurhayati, 2013). Menurut Agus Sartono
menyatakan bahwa kebijakan dividen adalah keputusan apakah laba yang
diperoleh perusahaan akan dibagikan dalam bentuk dividen kepada
pemegang saham atau akan ditahan dalam bentuk laba ditahan guna
pembiayaan investasi di masa datang. Dengan demikian laba ditahan
(retained earning) merupakan salah satu dari sumber dana yang paling
penting untuk membiayai pertumbuhan perusahaan sedangkan dividen
merupakan aliran kas yang dibayarkan kepada para pemegang saham atau
“equity investors”. Apabila perusahaan memilih untuk membagikan laba
sebagai dividen, hal ini akan mengurangi laba yang ditahan sehingga
mengurangi total sumber dana intern atau internal financing. Sebaliknya
jika perusahaan memilih untuk menahan laba yang diperoleh, maka
kemampuan pembentukan dana intern akan semakin besar.

Kebijakan terhadap pembayaran dividen merupakan keputusan


yang sangat penting dalam suatu perusahaan, kebijakan ini melibatkan dua
pihak yang mempunyai kepentingan yang berbeda, yaitu pihak pertama
para pemegang saham dan pihak kedua perusahaan itu sendiri. Dividen
diartikan sebagai pembayaran kepada para pemegang saham oleh pihak
perusahaan atas keuntungan yang diperolehnya.

Dari pengertian di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa kebijakan


dividen merupakan subjek yang cukup sering diperdebatkan oleh publik,
pemegang saham dan manajemen. Secara umum, para pemegang saham
menginginkan dividen yang lebih banyak, sedangkan manajemen lebih
suka menahan laba dalam perusahaan demi memperkuat perusahaan.
Semakin kuat sebuah perusahaan, semakin kecil kemungkinannya untuk
membayar dividen, atau semakin kecil keinginan para pemegang saham
untuk menuntut dividen.

8
B. Faktor yang Mempengaruhi Kebijakan Dividen
Berikut berbagai faktor-faktor yang mempengaruhi kebijakan
dividen: (Sudana, 2011:170-171)
1. Dana yang dibutuhkan perusahaan
Apabila di masa yang akan datang perusahaan berencana
melakukan investasi yang membutuhkan dana yang besar, maka
perusahaan dapat memperolehnya melalui penyisihan laba ditahan.
Semakin besar kebutuhan dana di masa yang akan datang, semakin
besar pula bagian laba yang ditahan di perusahaan atau semakin
kecil dividen yang akan dibagikan kepada pemegang saham.

2. Likuiditas
Dividen dapat dibayarkan dalam bentuk dividen tunai atau
dividen saham. Perusahaan hanya mampu membayar dividen tunai
jika tingkat likuiditas (cash ratio) yang dimiliki perusahaan
mencukupi. Semakin tinggi tingkat likuiditas perusahaan, semakin
besar dividen tunai yang mampu dibayar perusahaan kepada
pemegang saham, dan sebaliknya.

3. Kemampuan perusahaan untuk meminjam


Salah satu sumber dana perusahaan adalah dari pinjaman.
Perusahaan dimungkinkan untuk membayar dividen yang besar,
karena perusahaan masih memiliki peluang atau kemampuan untuk
memperoleh dana dari pinjaman guna memenuhi kebutuhan dana
yang diperlukan perusahaan. Hal ini dimungkinkan karena
leverage keuangan perusahaan masih rendah, dan perusahaan
masih dipercaya oleh para kreditor. Dengan demikian, semakin
besar kemampuan perusahaan untuk meminjam, semakin besar
dividen yang dibayarkan kepada pemegang saham.

4. Nilai informasi dividen


Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa harga pasar
saham perusahaan meningkat ketika perusahaan mengumumkan
kenaikan dividen, dan harga pasar saham perusahaan turun ketika

9
perusahaan mengumumkan penurunan dividen. Salah satu alasan
dari reaksi pasar terhadap informasi pengumuman dividen tersebut
adalah karena pemegang saham lebih menyukai pendapatan
sekarang, sehingga dividen berpengaruh positif terhadap harga
pasar saham. Selain itu, dividen yang meningkat dianggap
memberikan sinyal bahwa kondisi keuangan perusahaan baik, dan
sebaliknya dividen turun memberikan sinyal kondisi keuangan
perusahaan yang memburuk. Perubahan harga saham yang
mengikuti sinyal dividen disebut dengan information content
effect.

5. Pengendalian Perusahaan
Jika perusahaan membayar dividen yang besar,
kemungkinan perusahaan memperoleh dana dengan menjual saham
baru untuk membiayai peluang investasi yang dinilai
menguntungkan. Dalam kondisi demikian, kendali pemegang
saham lama atas perusahaan kemungkinan akan berkurang, jika
pemegang saham lama tidak berjanji untuk membeli tambahan
saham baru yang diterbitkan perusahaan.
6. Pembatasan yang diatur dalam perjanjian pinjaman dengan pihak
kreditor
Ketika perusahaan memperoleh pinjaman dari pihak
kreditur, perjanjian pinjaman tersebut sering disertai dengan
persyaratan-persyaratan tertentu. Salah satu bentuk persyaratan di
antaranya adalah pembatasan pembayaran dividen yang tidak
boleh melampaui jumlah tertentu yang disepakati. Tujuannya
adalah melindungi kepentingan pihak kreditur, yaitu kelancaran
pelunasan pokok pinjaman dan bunganya.

7. Inflasi
Semakin tinggi tingkat inflasi, semakin turun daya beli
mata uang. Hal ini berarti perusahaan harus mampu menyediakan
dana yang lebih besar untuk membiayai operasi maupun investasi

10
perusahaan pada masa yang akan datang. Apabila peluang untuk
mendapatkan dana yang berasal dari luar perusahaan terbatas,
salah satu cara untuk memenuhi kebutuhan dana tersebut adalah
melalui dana internal, yaitu laba ditahan. Dengan demikian, jika
inflasi meningkat, dividen yang dibayarkan akan berkurang, dan
sebaliknya.

C. Teori-Teori Kebijakan Dividen


Miller dan Mondligliani dalam (Brigham dan Houston dalam
Kasmon et al., (2016) mengemukakan terdapat tiga teori yang
berhubungan dengan kebijakan dividen yang akan menjelaskan bagaimana
pengaruh besar kecilnya dividend payout ratio (DPR). Ketiga teori
tersebut sebagai berikut:

1. Dividend Irrelevance Theory


Menurut dividend irrelevance theory, kebijakan dividen
tidak mempengaruhi harga pasar saham perusahaan atau nilai
perusahaan. Teori ketidakrelevanan dividen ini mengungkapkan
jika perusahaan mempunyai nilai semata-mata yang ditentukan
oleh laba dan resiko bisnisnya bukan karena dividen yang
dibayarkan. Dalam dunia tanpa pajak dan tidak diperhitungkan
biaya transaksi serta dalam kondisi pasar yang sempurna, maka
kebijakan dividen tidak akan memberikan pengaruh apapun
terhadap harga pasar saham perusahaan.

2. Bird In-The-Hand Theory


Berdasarkan bird in-the-hand theory kebijakan dividen
merupakan pandangan yang menyebutkan jika pemegang saham
akan lebih memilih menanamkan kembali dividen dalam bentuk
saham pada perusahaan lain. Dalam bird in-the-hand theory
pemegang saham memandang bahwa dividen lebih pasti daripada
capital gain. Hal ini karena tingkat kepastian dividen lebih tinggi
sehingga pemegang saham cenderung akan membeli saham lagi di

11
perusahaan. Apabila dividen yang dibagikan semakin tinggi maka
akan menarik minat investor untuk melakukan investasi kembali
(reinvestment) diperusahaan tersebut.

3. Tax Preference Theory


Teori preferensi pajak mengemukakan bahwa intinya tidak
menyukai pembagian dividen dalam bentuk tunai, karena dividen
tunai akan dikenai pajak lebih besar dibandingkan dengan dividen
saham. Menurut teori ini apabila pajak yang dikenakan pada
dividen tinggi serta dengan kemungkinan untuk menunda pajak
pada capital gain, maka akan berdampak negatif pada perusahaan
yang membayar dividen tinggi, maka dari itu investor akan
berbalik untuk tidak mengharapkan pembayaran dividen yang
tinggi.

Berdasarkan penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa kebijakan


dividen adalah kebijakan perusahaan untuk memilih apakah laba yang
diperoleh akan ditahan dalam bentuk laba ditahan untuk internal
perusahaan dan investasi dimasa yang akan datang atau apakah akan
dibagikan kepada para pemegang saham dalam bentuk dividen. Apabila
perusahaan lebih memilih untuk membagikan laba sebagai dividen lebih
besar, maka laba ditahan akan semakin kecil sehingga mengurangi sumber
dana internal perusahaan.

D. Aspek-Aspek Kebijakan Dividen


Menurut Gumanti (2013) aspek-aspek yang ada pada kebijakan
dividen sebagai berikut :

1. Stock Dividend ( Dividen Saham)


Dividen saham merupakan pembagian dividen dalam
bentuk saham kepada investor. Dividen saham akan
mengakibatkan turunnya harga saham. Ketika jumlah saham
pemilik saham meningkat atau bertambah, maka perusahaan akan
membagikan dividen saham. Meski begitu, ini tidak akan

12
mengubah kapitalisasi dalam pasar karena cara pembagiannya
yang mirip dengan stock split. Adapun cara pembayarannya adalah
dengan menambah jumlah saham sekaligus mengurangi nilainya
dari masing-masing saham.

2. Cash Dividend (Dividen Tunai)


Dividen tunai merupakan pembagian dividen yang
besarnya ditentukan oleh manajemen perusahaan dalam bentuk
uang. Apabila perusahaan mengalami kebangkrutan, maka
perusahaan pun berhak untuk mengembalikan saham modal
kepada pemilik saham. Tujuannya agar perusahaan tidak memiliki
utang atau masalah di masa depan.

3. Liquiditing Dividend (Dividen Likuiditas)


Dividen likuiditas merupakan kelebihan dari laba ditahan
atau sisa laba yang ditunjukkan dalam nilai bukunya. Pembagian
dividen tunai berarti pembagian keuntungan modal investasi yang
dilakukan secara tunai. Bisa jadi perusahaan akan membayarkan
dividen tunai sebanyak 2-4 kali dalam 1 tahun. Dana pembayaran
dividen tunai akan diambil dari keuntungan yang ditahan
perusahaan, jadi laba otomatis ditahan serta kas perusahaan akan
berkurang.

4. Dividen Properti
Sesuai dengan namanya, dividen properti ini dibayarkan
dengan aset atau aktiva selain kas perusahaan. Bisa dalam bentuk
rumah yang memiliki nilai setara dengan dividen hasil persetujuan
rapat pemegang saham. Dividen ini dilakukan karena perusahaan
mengalami penurunan kas dalam membayar dividen tunai. Dividen
ini pun jarang dilakukan karena cukup rumit dan kurang disukai
oleh para pemilik saham.

13
5. Dividen Janji Utang (Skrip)
Metode pembayaran dividen skrip atau janji utang ini
dengan membuat janji utang perusahaan untuk para pemegang
saham. Pernyataan tentang pelunasan atau pembayaran utang yang
telah dijanjikan dalam jangka waktu tertentu. Dividen skrip ini
berarti mengakui adanya utang yang baru dan harus dicatat dalam
neraca. Terdapat pula bunga, sehingga perusahaan wajib membayar
bunga serta hutangnya kepada para pemilik saham.

E. Bentuk Rasio pada Kebijakan Dividen


Secara garis besar ada 4 jenis rasio yang dapat digunakan untuk
menilai kinerja keuangan perusahaan, yaitu rasio likuiditas, rasio aktivitas,
rasio leverage dan rasio profitabilitas (Harjito dan Martono, 2012:53).

1. Rasio Likuiditas (Liquidity Ratio)


Rasio Likuiditas (Liquidity Ratio) yaitu rasio yang
menunjukkan hubungan antara kas perusahaan dan aktiva lancar
lainnya dengan hutang lancar. Rasio likuiditas digunakan untuk
mengukur kemampuan perusahaan dalam memenuhi
kewajiban-kewajiban finansialnya yang harus segera dipenuhi atau
kewajiban jangka pendek (Harjito dan Martono, 2012:53).

a. Rasio Lancar (Current Ratio)


Rasio Lancar (Current Ratio) merupakan rasio
untuk mengukur kemampuan perusahaan, dalam membayar
kewajiban jangka pendek atau utang yang segera jatuh
tempo, pada saat ditagih secara keseluruhan. Dengan kata
lain, seberapa banyak aktiva lancar yang tersedia untuk
menutupi kewajiban jangka pendek yang segera jatuh
tempo. Rasio lancar dapat pula dikatakan sebagai bentuk
untuk mengukur tingkat keamanan suatu perusahaan
(Kasmir, 2013:134).

14
Current Ratio yang tinggi memberikan indikasi
jaminan yang baik bagi kreditor jangka pendek, dalam arti
setiap saat perusahaan memiliki kemampuan untuk
melunasi kewajiban-kewajiban finansial jangka pendeknya.
Akan tetapi current ratio yang tinggi akan berpengaruh
negatif terhadap kemampuan memperoleh laba
(rentabilitas), karena sebagian modal kerja tidak berputar
atau mengalami pengangguran (Harjito dan Martono,
2012:56).

Semakin tinggi nilai Current Ratio berarti semakin


besar kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban
keuangan jangka pendeknya. Namun demikian tidak berarti
dengan semakin tingginya nilai Current Ratio, akan selalu
menjadi indikator yang baik bagi perusahaan, karena
current ratio yang sangat tinggi memberikan indikasi,
bahwa pendapatnya aktiva lancar (kas, surat berharga,
piutang dan persediaan) yang terlalu banyak (berlebihan)
serta tidak produktif di dalam perusahaan (Lukviarman,
2006:25). Current Ratio sangat berguna untuk mengukur
likuiditas perusahaan, akan tetapi dapat menjebak. Hal ini
dikarenakan current ratio yang tinggi dapat disebabkan
adanya piutang yang tidak tertagih, atau persediaan yang
tidak terjual, yang tentu saja tidak dapat dipakai untuk
membayar utang (Prastowo, 2011:85).

Rumus : Current Ratio (CR) = Aset lancar


Liabilitas
b. Rasio Cepat (Quick Ratio)
Alat ukur yang lebih akurat untuk mengukur tingkat
likuiditas perusahaan adalah quick ratio (atau disebut juga
acid test ratio). Rasio ini merupakan pertimbangan antara
jumlah aktiva lancar dikurangi persediaan dengan jumlah
hutang lancar (Harjito dan Martono, 2012:56).

15
Rasio ini seperti current ratio tetapi persediaan tidak
diperhitungkan karena kurang likuid dibandingkan dengan
kas, surat berharga, dan piutang. Oleh karena itu, quick
ratio memberikan ukuran yang lebih akurat dibandingkan
dengan current ratio, tentang kemampuan perusahaan
dalam memenuhi kewajiban jangka pendek perusahaan
(Sudana, 2011:21).

Rumus : QR = Aset Lancar – Persediaan


Pasiva Lancar

c. Rasio Kas (Cash Ratio)


Cash Ratio merupakan salah satu ukuran dari rasio
likuiditas (liquidity ratio), yang merupakan kemampuan
perusahaan memenuhi kewajiban jangka pendeknya
(current liability), melalui sejumlah alat likuid (kas dan
setara kas) yang dimiliki perusahaan (Dendawijaya, 2003
dalam Difah, 2011:39).
Rasio ini paling akurat dalam mengukur
kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban jangka
pendek, karena hanya memperhitungkan komponen aktiva
lancar yang paling likuid. Semakin tinggi rasio likuiditas
menunjukkan semakin baik kondisi keuangan jangka
pendek perusahaan, dan sebaliknya (Sudana, 2011:21).

Rumus : Cash Ratio = Kas + Ekuivalen Kas


Hutang Jangka Pendek

2. Rasio Aktivitas (Activity Ratio)


Activity ratio mengukur sejauh mana efektivitas
manajemen perusahaan dalam mengelola aset-asetnya. Artinya
dalam hal ini adalah mengukur kemampuan manajemen
perusahaan dalam mengelola persediaan bahan mentah, barang
dalam proses, dan barang jadi serta kebijakan manajemen dalam

16
mengelola aktiva lainnya dan kebijakan pemasaran (Harjito dan
Martono, 2012:57).

a. Perputaran Piutang (Receivable Turnover)


Memberikan wawasan tentang kualitas piutang
perusahaan dan kesuksesan perusahaan dalam
mengumpulkan piutang dagang (Harjito dan Martono,
2012:57). Receivable Turnover mengukur perputaran
piutang dalam menghasilkan penjualan. Semakin tinggi
perputaran piutang berarti semakin efektif dan efisien
manajemen piutang yang dilakukan oleh perusahaan dan
sebaliknya (Sudana, 2009:25).

Rumus : Receivable Turnover = Penjualan Kredit Bersih


Rata- Rata Piutang

b. Perputaran Persediaan ( Inventory Turnover )


Inventory Turnover dihitung dengan cara membagi
harga pokok penjualan dengan rata- rata persediaan. Rasio
ini digunakan untuk mengukur efektivitas manajemen
perusahaan dalam mengelola persediaan (Harjito dan
Martono, 2012:58).

Rumus : Inventory Turnover = Harga Pokok Penjualan


Rata- Rata Persediaan

c. Perputaran Piutang Harian ( Receivable Turnover in Days )


Receivable Turnover in Days disebut juga sebagai
average collection period yang digunakan untuk mengukur
kemampuan perusahaan dalam setiap jangka waktu tertentu
(Harjito dan Martono, 2012:58).

Rumus : Average Collection Period = Jumlah Hari


Perputaran Piutang

17
d. Perputaran Aktiva ( Total Assets Turnover )
Total Assets Turnover mengukur perputaran dari
semua aset yang dimiliki perusahaan. Total Assets Turnover
dihitung dari pembagian antara penjualan dengan total
asetnya (Harjito dan Martono, 2012:59).

Rumus : Total Assets Turnover = Penjualan Bersih


Total Aktiva

3. Rasio Hutang (Leverage)


a. Debt Ratio
Debt Ratio merupakan rasio total hutang dengan
total aset yang dinyatakan dalam persentase. Rasio hutang
mengukur berapa persen aset perusahaan yang dibelanjai
dengan hutang (Harjito dan Martono, 2012:59).

Rumus : Debt Ratio = Total hutang


Total Aktiva

b. Rasio Total Hutang terhadap Modal Sendiri (Debt to Equity


Ratio)
Debt to Equity Ratio merupakan rasio yang
digunakan untuk menilai utang dengan ekuitas. Rasio ini
dicari dengan cara membandingkan antara seluruh utang,
termasuk utang lancar dengan seluruh ekuitas. Rasio ini
berguna untuk mengetahui jumlah dana yang disediakan
peminjam (kreditur) dengan pemilik perusahaan (Kasmir,
2013:157-158) .

Bagi bank (kreditur), semakin besar rasio ini, akan


semakin tidak menguntungkan, karena akan semakin besar
risiko yang ditanggung atas kegagalan yang mungkin
terjadi di perusahaan. Namun, bagi perusahaan justru
semakin besar rasio akan semakin baik (Kasmir, 2013:158).

18
Bahwa debt to equity ratio mencerminkan
kemampuan perusahaan dalam memenuhi seluruh
kewajibannya, yang ditunjukkan oleh berapa bagian modal
sendiri yang digunakan untuk membayar hutang. Oleh
karena itu, semakin rendah DER akan semakin tinggi
kemampuan perusahaan untuk membayar semua
kewajibannya. Semakin besar proporsi utang yang
digunakan untuk struktur modal suatu perusahaan, maka
akan semakin besar jumlah kewajiban. Peningkatan hutang
pada gilirannya akan mempengaruhi besar kecilnya laba
bersih yang tersedia bagi para pemegang saham termasuk
dividen yang akan diterima, karena kewajiban tersebut
lebih diprioritaskan daripada pembagian dividen. Jika
beban hutang tinggi, maka kemampuan perusahaan untuk
membagi dividen akan semakin rendah, sehingga DER
mempunyai hubungan negatif dengan dividend payout ratio
(Prihantoro, 2003 dalam Aan, 2014:22-23).

Rumus : DER = Total Utang


Ekuitas

4. Rasio Keuntungan (Profitability Ratio)


Rasio profitabilitas terdiri dari dua jenis rasio yang
menunjukkan laba dalam hubungannya dengan penjualan dan rasio
yang menunjukkan laba, dalam hubungannya dengan investasi (
Harjito dan Martono, 2012:60).

a. Return On Equity (ROE)


Return On Equity merupakan indikator yang
digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan
memperoleh laba, atas sejumlah investasi yang dilakukan
oleh pemegang saham (Lukviarman, 2006:35). Sumarto
(2007) dalam Latiefasari (2011) mengungkapkan pada
kebijakan pembayaran dividen yang berfluktuasi, besarnya

19
dividen yang dibayarkan berdasarkan pada tingkat
keuntungan pada setiap akhir periode. Apabila tingkat
keuntungan tinggi, maka besarnya dividen yang dibayarkan
cenderung tinggi, dan sebaliknya bila tingkat keuntungan
rendah, maka besarnya dividen yang dibayarkan juga
cenderung rendah.

Rasio ini menunjukkan efisiensi penggunaan modal


sendiri. Semakin tinggi rasio ini, semakin baik. Artinya
posisi pemilik perusahaan semakin kuat, demikian pula
sebaliknya (Kasmir, 2013:204).

Rumus : ROE = Laba bersih setelah pajak


Total Ekuitas

b. Return On Assets (ROA)


ROA merupakan jenis rasio untuk mengukur
seberapa besar kemampuan sebuah perusahaan
dibandingkan dengan total set. Laba bersih dapat dilihat
dari laporan rugi laba (profit/ loss), sedangkan total asset
dapat dilihat di neraca (balance sheet). Semakin mendekati
100 persen itu semakin baik (Fatihudin, 2012:89).

Wati (2015) mengungkapkan bahwa perusahaan


yang memiliki laba bersih yang tinggi, maka meningkatkan
kemampuan perusahaan tersebut dalam membagikan
dividen kepada pemegang saham. Semakin besar ROA
menunjukkan kinerja perusahaan yang semakin baik,
karena tingkat kembalian investasi (return) semakin besar
dan akan berdampak terhadap tingginya pembayaran
dividen bagi investor.

ROA menunjukkan kemampuan perusahaan dengan


menggunakan seluruh aktiva yang dimiliki untuk
menghasilkan laba setelah pajak. Rasio ini penting bagi

20
pihak manajemen, untuk mengevaluasi efektivitas dan
efisiensi manajemen perusahaan dalam mengelola seluruh
aktiva perusahaan. Semakin besar ROA, berarti semakin
efisien penggunaan aktiva perusahaan, atau dengan kata
lain dengan jumlah aktiva sama bisa dihasilkan laba yang
lebih besar, dan sebaliknya (Sudana, 2009:26).

Rumus : ROA = Laba Setelah Pajak


Total Aktiva

21
BAB III
KESIMPULAN

Dividen adalah laba yang diperoleh perusahaan yang diberikan


kepada pemegang saham, yang nilai dan jenis pembayarannya tergantung
kebijakan pemimpinnya dan ditentukan dalam rapat umum pemegang
saham. Semakin tinggi profitabilitas yang diperoleh perusahaan maka
semakin besar pula dividen yang akan dibagikan kepada para pemegang
saham.

Kebijakan dividen merupakan subjek yang cukup sering


diperdebatkan oleh publik, pemegang saham dan manajemen. Secara
umum, para pemegang saham menginginkan dividen yang lebih banyak,
sedangkan manajemen lebih suka menahan laba dalam perusahaan demi
memperkuat perusahaan. Semakin kuat sebuah perusahaan, semakin kecil
kemungkinannya untuk membayar dividen, atau semakin kecil keinginan
para pemegang saham untuk menuntut dividen.

Adapun tujuan pembagian dividen adalah pertama, untuk


memaksimumkan kemakmuran bagi para pemegang saham, karena
tingginya dividen yang dibayarkan akan mempengaruhi harga saham.
Kedua, untuk menunjukkan likuiditas perusahaan dengan dibayarkannya
dividen, diharapkan kinerja perusahaan dimata investor bagus dan diakui
bahwa perusahaan mampu menghadapi gejolak ekonomi dan mampu
memberikan hasil kerja kepada investor. Ketiga, sebagian investor
memandang bahwa risiko dividen adalah lebih rendah dibanding risiko
capital gain. Keempat, Untuk memenuhi kebutuhan para pemegang saham
akan pendapatan tetap yang digunakan untuk keperluan konsumsi. Kelima,
untuk memenuhi kebutuhan para pemegang saham akan pendapatan tetap
yang digunakan untuk keperluan konsumsi.

22
DAFTAR PUSTAKA

Chen, Carl R dan Steiner, Thomas L. 1990. Managerial Ownership and Agency
Conflict : A Nonlinear Simultaneous Equation Analysis of Managerial
Ownership, Risk Taking, Debt Policy, and Dividend Policy. The Financial
Review.Vol 34, hal 119-136.

Cruthley,C E dan R S Hansen. 1989. A Test of Agency Theory of Managerial


Ownership, Corporate Leverage, and Corporate Dividends. Financial
Management.Hal 36-46.

Dewi, Sisca Christianty. 2008. Pengaruh Kepemilikan Manajerial, Kepemilikan


Institusional, Kebijakan Hutang, Profitabilitas dan Ukuran Perusahaan
Terhadap Kebijakan Dividen. Jurnal Bisnis dan Akuntansi Vol. 10, No. 1.

Easterbrook, F. H. Two Agency-Cost Explanation of Dividends, The American


Economic Review (september).

Fitri Ismiyanti dan Mamduh Hanafi. 2003. Kepemilikan Manajerial, Kepemilikan


Institusional, Risiko, Kebijakan Hutang dan Kebijakan Dividen: Analisa
Persamaan Simultan, Makalah Seminar, Simposium Nasional Akuntansi
VI, Ikatan Akuntansi Indonesia, 260-276.

Ghozali, Imam. 2005. Aplikasi analisis multivariate dengan program SPSS.


Semarang: Universitas Diponegoro.

Gordon, M.J., Dividends, Earnings and Stock Prices, Review of Economics and
Statistics,May 1959.

Harris Milton and Arthur Raviv, 1990, Capital Structure and Information Role of
Debt, Journal of Finance, 35 (2).

Harris Milton and Arthur Raviv, 1991, The Theory of capital Structure, The
Journal of Finance Vol.XL No.1: 297-355.

23
Haruman, Tendi. 2008. Pengaruh Struktur Kepemilikan Terhadap Keputusan
Keuangan dan Nilai Perusahaan Survey Pada Perusahaan Manufaktur di
PT. Bursa Efek Indonesia.Simposium Nasional Akuntansi XI, pontianak.

Hatta, Atika Jauhari. 2002. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kebijakan


Dividen: Investigasi Pengaruh Teori Stakeholder. JAAI. Vol.6, No.2,
hal.131-146.

24

Anda mungkin juga menyukai