Anda di halaman 1dari 21

ETIKA BISNIS DAN PROFESI

Etika Lingkungan untuk Bisnis , Pertarungan Kredibilitas, Reputasi, dan


Keunggulan Kompetitif

Dibuat untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Etika Bisnis dan Profesi
Dosen Pembimbing : Wira Ramashar, SE., M.Ak

Disusun oleh :
Mar’atul Azkiah (170301337)
Elisha Suherman (150301002)
RosaTama Togatorop (170301213)
Dwi Kanti (150301158)

PROGRAM STUDI AKUNTANSI


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH RIAU
PEKANBARU
2019
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Tuhan yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang,
Kami ucapkan puji syukur atas Rahmat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat dan
Kasih-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah mata kuliah
Etika Bisnis dan Lingkungan yang berjudul “Etika Lingkungan untuk Bisnis,
Pertarungan Kredibilitas, Reputasi, dan Keunggulan Kompetitif “.
Makalah ini telah kami susun dengan semaksimal mungkin dan mendapatkan
bantuan dari berbagai sumber sehingga dapat memperlancar pembuatannya. Untuk
itu kami menyampaikan banyak terimakasih kepada semua sumber yang telah
berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.
Terlepas dari semua itu, Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu
dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar
kami dapat memperbaiki makalah ini.
Akhir kata, kami berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat
maupun inspirasi terhadap penulis dan pembaca.

Pekanbaru, 13 April 2019

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................ ii


DAFTAR ISI .......................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1
A. Latar Belakang ............................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ........................................................................................ 1
C. Tujuan .......................................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN ........................................................................................ 3
A. Masalah Lingkungan .................................................................................... 3
1. Sensitifitas Moral ..................................................................................... 4
2. Penilaian yang Buruk dan Aktivis Pemangku Kepentingan..................... 5
3. Ekonomi dan Tekanan tekanan Kompetitif .............................................. 6
4. Kegagalan Tata Kelola dan Penilaian Risiko ........................................... 7
5. Peningkatan Akuntabilitas yang Diinginkan ............................................ 8
6. Sinergi di Antara Faktor faktor dan Penguatan Kelembagaan ................. 8
B. Harapan Baru untuk Bisnis .......................................................................... 9
1. Mandat Baru untuk Bisnis ........................................................................ 9
2. Tata kelola dan Kerangka Kerja Akuntabilitas yang Baru ..................... 10
3. Peranan Fidusia yang Diperkuat bagi Akuntan Profesional ................... 10
C. Tanggapan dan Perkembangan .................................................................. 11
1. Kemunculan Model Model Tata Kelola dan Akuntabilitas Pemangku
Kepentingan .................................................................................................. 11
2. Manajemen Berdasarkan Nilai, Reputasi, dan Resiko ........................... 13
3. Akuntabilitas .......................................................................................... 14
4. Etika Perilaku dan Perkembangan Dalam Etika Bisnis .......................... 15
5. Pendekatan Filosofi Untuk Etika Perilaku ............................................. 15
6. Konsep dan Persyaratan Etika Bisnis ..................................................... 16
7. Pendekatan untuk Pengambilan Keputusan Etis .................................... 16
BAB III PENUTUP .............................................................................................. 17
A. Kesimpulan ................................................................................................ 17
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 18

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Selama duapuluh lima tahun terakhir, telah terjadi peningkatan harapan
bahwa bisnis ada untuk melayani kebutuhan , baik para pemegang saham atau
masyarakat. Dukungan untuk sebuah bisnis dan bisnis pada umumnya bergantung
pada kredibiltas yang ditempatkan pemangku kepentingan dalam komitmen
perusahaan, reputasi perusahaan, dan kekuatan daya saingnya. Pemangku
kepentingan semakin berharap bahwa kegiatan perusahaan akan menghormati nilai
nilai dan interes mereka. Untuk sebagian besar penghormatan terhadap nilai nilai
dan inters pemangku kepentingan menentukan pendirian etika dan keberhasilan
perusahaan. Akibatnya , direktur perusahaan sekarang diharapkan untuk memimpin
perusahaan mereka dengan beretika , yang berarti bahwa mereka akan
memperhatikan apakah eksekutif , karyawan , dan agen perusahaan bertindak
secara etis. Selain itu perusahaan diharapkan semakin dapat bertanggung jawab
kepada para pemangku kepentingan secara transparan atau etis.
Akibatnya, tata kelola baru dan rezim akuntabilitas untuk bisnis dan profesi
jauh lebih peduli dengan interes pemangku kepentingan dan permasalahan etika
daripada yang terjadi dimasa lalu. Para direktur, eksekutif, dan akuntan
professional yang sering melayani pertentangan interes pemegang saham secara
langsung dan masyarakat secara tidak langsung harus menyadari harapan
masyarakat yang baru untuk bisnis dan organisasi sejenis. Demikian juga , mereka
harus mengelola resiko resiko yang muncul. Lebih dari sekedar untuk melayani rasa
ingin tahu intelektual , kesadaran ini harus dikombinasikan dengan nilai nilai
tradisional dan digabungkan dalam suatu kerangka kerja untuk pengambilan
keputusan etis dan tindakan.

B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam penyusunan makalah ini adalah:
1. Apa sajakah Masalah Lingkungan dalam etika lingkungan ?

1
2. Apa sajakah Ekonomi dan Tekanan tekanan Kompetitif yang mungkin
terjadi ?
3. Bagaimana Skandal Keuangan: Jurang Harapan dan Jurang
Kredibilitas?
4. Apa sajakah Harapan Baru untuk Bisnis?
5. Bagaimana Tanggapan dan Perkembangan etika lingkungan ?

C. Tujuan
Adapun tujuan dalam penyusunan makalah ini adalah:
1. Untuk mengetahui Masalah Lingkungan
2. Untuk mengetahui Ekonomi dan Tekanan tekanan Kompetitif
3. Skandal Keuangan: Jurang Harapan dan Jurang Kredibilitas
4. Untuk mengetahui Harapan Baru untuk Bisnis
5. Untuk mengetahui Tanggapan dan Perkembangan

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Masalah Lingkungan
Tidak ada yang membangkitkan opini public sebelumnya mengenai sifat
dari perilaku perusahaan yang baik lebih dari kesadaran bahwa kesejahteraan fisik
public dan kesejateraan sebagian pekerja sedang terancam oleh aktiviats
perusahaan. Awalnya kekhawatiran mengenai populasi udara berpusat pada
cerobonga asap dan knalpot pot pembuangan , yang menyebabkan iiritasi dan
gangguan pernapasan.
Dua masalah lain yang terkait dengan masalah polusi udara yang lebih
lambat untuk di sadari adalah hujan asam, yang menetralkan danau dan
menggugurkan dedaunan, serta disipasi/ menipisnya lapisan ozon. Pada kasus
pertama sulfur yang terkandung dalam gas buang “bergabung” dengan hujan dan
jatuh ketanah jauh dari sumbernya, seringkali jatuh diyuridiksi hukum daerah
lainnya. Akibatnya reaksi oleh politisi pada yurisdiksi di daerah sumber asal sulfur
tersebut diduga rendah dan banyak argument yang muncul mengenai siapa yang
bertanggung jawab dan apakah kerusakan yang terjadi merugikan atau tidak.
Baru baru ini disipasi lapisan ozon diakui sebagai ancaman serius bagi
kesejahteraan fisik kita semua. Pelepasan CFC (chloroflurocarbon) ke atmosfer
yang dahulu dianggap sebagai refrigerant (bahan pendingin ) perumahan dan
industry paling umum memungkinkan molekul CFC “menyedot” molekul
ozon.Pengakuan bahwa pencemaran air merupakan suatu permasalahan yang
memerlukan tindakan perlu disejajarkan dengan kepedulian terhadap menipisnya
lapisan ozon, sebagian karena terbatasnya kemampuan kita untuk mengukur
konsentrasi racun per menit, serta ketidakmampuan kita untuk memahami sifat
alami yang tepat dari resiko logam air dan dioxin. Perusahaan perusahaan
menegaskan mereka tidak memiliki solusi teknis untuk mengatasi polusi secara
kompetitif. Reaksi pemerintah yang seringa kali diawali dengan bencana atau krisis
telah menjadi signifikan pada semua tingkatan. Secara lokal larangan merokok telah

3
berlaku dan peraturan setempat telah diperketat. Peraturan lingkunagn telah
menjadi subjek perjanjian internasional.

1. Sensitifitas Moral
Selama periode tahun 1980an dan 1990an , terdapat peningkatan yang
signifikan dalam sensitifitas diakibatkan oleh kurangnya kejujuran dan perbedaan
dalam perlakuan yang adil keopada individu dan kelompok dalam masyarakat.
Bebrapa kelompok bertanggung jawab untuk kesadaran sosial yang tinggi termasuk
gerakan feminis dan juru bicara bagi orang dengan gangguan mental dan
penyandang cacat untu orang orang pribumi dan minoritas. Untuk beberapa
tingakatan tertentu , masyarakat dipersiapkan untuk memikat kepedulian dari
kelompok kelompok ini akibat dari peristiwa buruk yang membawa kesadaran
bahwa bebrapa kelompok minat khusus pantas didengar, sebagai ahli lingkunagan
pemebela kepentingan konsummen , dan pendukung anti rasialisme (anti-
apartheid). Demikian juga pada sebagian besar periode dari tahun 1960 dan
seterusnya , pendapatan bersih dan dan waktu senggang cukup tinggi untuk
memungkinkan anggota masyarakat focus pada isu isu luar mata pencaharian
produktifnya.
Bukti tekanan public untuk kejujuran lebih dan kesetaraan mudah untuk
diamati. Keinginan untuk mencapai kesetaraan dalam pekerjaan telah menghasilkan
undang undang, peraturan, kepatuhan kondisi dalam kontrak, dan program tindakan
afirmatif dalam perusahaan. Program program kesetaraan upah mulai muncul untuk
menyesuaikan kesenjangan yang ada antara skala gaji untuk pria dan wanita.
Undang undang perlindungan konsumen telah diperketat ketitik bahawa filosofi
lama ‘pembeli waspada’ yang cendrung melindungi perusahaan besar telah
berubah ke vendor waspada yang menguntungkan konsumen secara individu.
Sensitivitas moral juga terlihat pada isu isu internasional dan domestic.
Kampanye untuk memboikot pemebelian dari perusahaan perusahaan yang telibat
dalam penggunaan tenaga kerja anak atau mempekerjakan tenaga kerja dengan
upah yang rendah di negara negara asing memberikan kesaksian yang cukup. Hal
tersebut telah menghasilkan terciptanya kode etik praktik untuk para pemasok dan

4
mekanisme mekanisme untuk memastikan bahwa mereka mematuhi kode tersebut.
Organisasi seperti Social Accountability International dan Accountability telah
mengembangkan kebijakan kebijakan tempat kerja, standar standar , program
pelatihan auditor tempat kerja , dan kerangka kerja laporan.

2. Penilaian yang Buruk dan Aktivis Pemangku Kepentingan


Para direktur, eksekutif, dan manajer adalah manusia; dan mereka membuat
kesalahan. Kadang kadang, masyarakat atau kelompok kelompok tertentu
tersinggung pada pada tahap ini akibat penilaian yang buruk, serta mengambil
tindakan untuk membuat direktur dan manajemen menyadari bahwa mereka tidak
menyetujuinya. Sebagai contoh keputusan oleh Shell Inggris untuk
menengglamkan Penyimpanan Minyak Kapal Brent spar dilaut dalam daripada
membawanya kedekat pantai menyebabkan demonstrasi untuk mendukung
Greenpeace, yang mencoba menghentikan pembuangan minyak dilautan dan
memboikot SPBU (Stasiun Bahan Bakar untuk Umum) Shell di Eropa. Produk
nestle di boikot di amerika utara dan Eropa untuk menghentikan distribusi bebas
serbuk formula bayi untuk para ibu di afrika yang mencampurkannya dengan yang
terkontaminasi, sehingga membunuh bayi mereka.
Dua jenis aktivitas lain juga memberikan pernyataan mereka diakhir periode
1980an dan awal periode 1990an; etika konsumen dan etika investor. Etika
konsumen memberikan perhatian pada pembelian barang dan jasa dalam tata krama
dan etika yang dapat diterima. Akibatnya buku seperti Shopping for a better world,
the ethical shoppers guide dan Conscious Consuption di terbitkan di A.S , Kanada,
dan Inggris. Buku ini memeberikan peringkat perusahaan, afiliasi mereka dan
pemasok mereka pada dimensi kinerja yang berbeda , seperti pengangkatan dan
perlakuan terhadap wanita, pengelolaan lingkungan dan kinerja, amal, kebijakan
staf yang progresif, hubungan tenaga kerja, hubungan konsumen, dan kejujuran
dalam menjawab pertanyaan. Etika konsumen kemudian dapat memilih dengan
bukudaftar periksa mereka.

5
Etika investor berpandangan bahwainvestasi yang mereka lakukan tidak hanya
membuat hasil(penegembalian atau laba) yang memadai, tetapi harus dilakukan
dengan cara yang etis.

3. Ekonomi dan Tekanan tekanan Kompetitif


Meskipun harapan masyarakat telah dipengaruhi langsung oleh faktor faktor
yang sudah dibahas, ada bebrapa hal yang mendasari atau faktor sekunder yang juga
mempengaruhi. Sebagai contoh , secara umum, laju aktivitas ekonomi melambat
pada pada akhir periode 1980an, awal periode 1990an, serta sebelum dan setelah
jaman milenium. Hal ini menempatkan perusahaan dan individu individu
didalamnya pada posisi harus bergulat dengan tidak adanya pertumbuhan atau
skenario penyusutan volume, bukannya ekspansi yang telah menjadi norma selama
ini. Pada periode 1990an , tekanan pertumbuhan dari pesaing global dan dorongan
untuk meningkatkan teknologi menghabiskan biaya dan mengakibatkan margin
keuntungan menyusut. Tidak adanya pertumbuhan dan penyusutan margin
meneyebabkan perampingan untuk mempertahankan profitabilitas secara
keseluruhan dan tingkat ketertarikan bagi pasar modal. Untuk mempertahankan
pekerjaannya, volume laba berbasis insentif, atau perusahaannya, beberapa orang
terpaksa ikut dalam etika praktik yang dipertanyakan, termasuk pemalsuan
transaksi dan catatan catatan lain, serta eksploitasi lingkungan atau pekerja. Hasil
telah menjadi bagian dari alasan untuk memicu kasus penyimpangan lingkungan
atau keuangan.
Perkembangan pasar global telah mendorong produksi dan sumber produk
di seluruh dunia. Restrukturisasi telah dilihat sebagai pendorong produktifitas dan
memungkinkan biaya yang lebih rendah dari pekerjaan domestik. Oleh karena itu,
tekanan pada individu digunakan untuk mempertahankan pekerjaannya mungkin
tidak berkurang atau mereda seperti halnya tekanan dalam meningkatkan produksi.
Demikian juga, mengingat persaingan yang lebih besar, volume yang lebih besar
tentu akan bisa mengandalakan kembali siklus profitabilitas untuk mengembalikan
resiko perilaku yang tidak etis ke tingkat sebelumnya. Hal tersebut mengakibatkan

6
munculnya tingkat risiko yang kembali pada awalnya, diamana akan bergantung
pada lembaga lembaga manajemen etika perilaku dan tata kelola resim yang baru.
Skandal Keuangan: Jurang Harapan dan Jurang Kredibilitas
Secara lebih luas, penyimpangan keungan yang berkelanjutan telah
menimbulkan krisis keoercayaan terhadap pelaporan dan tata kelola perusahaan.
Kurangnya kredibilitas telah menyebar dari pelayanankeuangan untuk mencakup
bidang lain dari aktivitas perusahaan yang telah dikenal sebagai jurang kredibilitas.
Komite audit dan etika, keduanya dianggotai oleh mayoritas pihak diluar direktur
Tidak ada keraguan bahwa masyarakat telah terkejut, kaget, kecewa, dan hancur
oleh krisis keuangan. Daftar contoh klasik terbaru mencakup: enron, worldcom,
adelphia, tyco, healthsouth, parmalat, royal ahold, barings bank, livent, dan bre-x.
Sebagai akibat dari guncangan yang berulang ulang ini, masyarakat menjadi sinis
terhadap integritas keuangan perusahaan yang begitu banyak, sehingga istilah
jurang harapan yang telah diciptkan untuk menggambarkan oerbedaan antara apa
yang dipikirkan oleh masyarakat tentang apa yang mereka dapatkan dalam laporan
keuangan yang telah diaudit dan apa yang sebenarnya masyarkat dapatkan.
Kemarahan masyarakat akan berulangnya krisis keuanagan di A.S dan Kanada
menciptakan regulasi yang lebih ketat, denda yang lebih tinggi, serta investigasi
terhadap integritas, jemandirian, serta peran profesi akuntansi dan audit: yang
terbaru terhadap eksekutif dan direktur.

4. Kegagalan Tata Kelola dan Penilaian Risiko


Jelas masyarakat sudah muak dengan direktur, eksekutif, dan lain lain yang
memperkaya diri sendiri dengan masyarakat. Hal tersebut merupakan bukti bahawa
dan eksekutif tidak mengidentifikasikan , menilai dan mengelola risiko etika
dengan cara yang sama atau pemahaman mereka untuk resiko bisnis lainnya.
Reformasi tata kelola dianggap perlu untuk melindungi kepentingan umum.
Dimana direktur diharapkan untuk menilai dan mematikan bahwa resiko yang
dihadapi oleh perusahaan mereka telah dikelola dengan baik, resiko etika sekarang
terlihat menjadi aspek kunci dari proses. Reformasi tata kelola dikelola memastikan
bahwa tidak akan terjadi keterlambatan pada hal tersebut.

7
5. Peningkatan Akuntabilitas yang Diinginkan
Kurangnya kepercayaan dalam proses kegitana perusahaan juga melahirkan
keinginan untuk meningkatkan akuntabilitas pada pihak investor dan terutama oleh
para pemangku kepentingan lainnya. Perusahaan diseluruh dunia telah merespon
dengan menerbitkan informasi lebih lanjut dalam situsWeb mereka dan laporan
bebas tentang kinerja dari Corporate Social responsibility(CSR) mereka, termasuk
subjek/ topik, seperti lingkungan, kesehatan dan keselamatan, filantropi, serta
dampak sosial lainnya. Meskipun beberapa informasi dalam laporan laporan yang
condong kea rah sasaran manajemen, verifikasi eksternal dan reaksi terhadap
informasi yang salah secara berangsur angsur memperbaiki isi informasi yang
terkandung. Tren ini jelas kearah peningkatan laporan nonfinansial, yang sesuai
dengan harapan masyarakat yang terus tumbuh.

6. Sinergi di Antara Faktor faktor dan Penguatan Kelembagaan


Hubungan diantara faktor faktor yang mempengaruhi ekspektasi
masyarakat atas etika kinerja telah didefenisikan, tetapi tidak diketahui sejauh mana
hubungan tersebut saling memperkuat satu sama lain dan menambahkan keinginan
masyarakat untuk bertindak. Selain itu, terdapat banyak contoh yang bermunculan,
diamana eksekutif bisnis tidak membuat keputusan yang tepat, serta etika
konsumen atau investor bertindak dan berhasil membuat perusahaan mengubah
praktik mereka atau meningkatkan struktur tata kelolanya untuk memastikan bahwa
proses pengambilan keputusan di masa depan lebih sehat. Keseluruhan etika
konsumen dan kerakan SRI telah diperkuat oleh pengetahuan bahwa bertindak atas
keprihatinan mereka dapat bmenjadikan perusahaan dan masyarakat lebih baik,
sehingga tidak miskin.
Selanjutnya, kesadaran masyarakat berdampak pada politisi yang bereaksi
dengan menyiapkan undang undang baru atau mengetatkan peraturan. Akibatnya
banyak masalah membawa keadaran masyarakat dalam penguatan kelembagaan
dan kodifikasi pada hukum yang berlaku.
Keinginan untuk standar global mengungkapkan perusahaan, praktik audit, dan
keseragaman etika perilaku, para akuntan professional telah menghasilkan standar

8
akuntansi dan audit internasional dibawah naungan International accounting
Standards Boards( IASB) dan International Federation of Accountants (IFAC).
Kreasi mereka International Financial Reporting Standards (IFRS) dan kode etik
untuk akuntan professional merupakan titik focus untuk harmonisasi di seluruh
dunia.
Aspen institute meruapakn contoh sebuah lembaga yang memeberikan wawsan
etika kepemimpinan bagi para pemimpin perusahaan. Keinginan bagi para
pemimpin perusahaan dan pemimpin akademik untuk terlibat dengan lembaga
lembaga tersebut, menunjukan kepentingan dan relevansi dari pekerjaan mereka.
Jurang kredibilitas tidak disukai organisasi organisasi bisnis. Kurangnya
kredibilitas telah meningkatkan peraturan, standart internasional, serta kepentingan
utama dan perubahan besar dalam tata kelola dan praktik praktik manajemen.

B. Harapan Baru untuk Bisnis


1. Mandat Baru untuk Bisnis
Perubahan perbahan dalam harapan masyarakat telah memicu selanjutnya
sebuah evolusi dalam mandate untuk bisnis laissez-faire, laba hanya dari Milton
Friedman telah diganti dengan pandangan bahwa bisnis ada untuk melayani
masyarakat , bukan sebaliknya.
Meskipun terdapat banyak argument pro maupun kontra terhadap posisi ini, ada
tiga masalh penting yang patut disebutkan, antara lain: (1) deviasi dari laba hanya
focus tidak berarti bahwa keuntungan akan jatuh pada kenyataan , laba akan naik;
(2) keuntungan sekarang diakui sebagai ukuran kinerja perusahaan yang tidak
lengkap, oleh karena itu tidak akurat untuk mengukur alokasi sumber daya ; dan (3)
friedman menhharapkan secara eksplisit bahwa kinerja akan berada dalam hukum
dan etika kebiasaan
Mereka yang berfokus pada prinsip keuntungan murni sering membuat
keputusan oportunis jangaka pendek yang membahayakan keuntungan jangka
panjang yang berkelanjutan. Mreka sering melupakan fakta bahwa keuntungan
berkelanjutan merupakan hasil( usaha )dari penyediaan barang dan jasa yang
berkualitas tinggi, berdasarkan hukum dan norma norma etika dengan cara yang

9
efisien dan efektif. Jauh lebih efektif untuk berfokus pada penyediaan barang dan
jasa yang dibutuhkan oleh masyarakat secara efisien, efektif, legal, dan etis
daripada mengadopsi sasaran berisiko tinggi untuk mengasilkan keuntungan
dengan cara apapun.
Untuk alasan ini mandate keuntungan murni bagi perusahaan kemudian
berkembang pada pengekuan ketergantungan bisnis dan masyarakat. Keberhasilan
masa depan akan bergantung pada sejauh mana bisnis dapat menyeimbangkan
keuntungan dan interes pemangku kepentingan lainnya. Hal ini selanjutnaya akan
mustahil untuk di kelola kecuali struktur pelaporan dan tata kelola yang baru
muncul. Jika etika dan tujuan ekonomi tidak dapat diintegrasikan atau
diseimbangkan dengan sukses dan interes dari pemegang saham terus menerus
secara tidak masuk akal mendominasi para pemangku kepentingan, ketegangan
antara pemangku keoentingan bisnis dan masyarakat akan terus tumbuh.
Penilaian keberhasilan masa depan perusahaan akan dilakukan berdasarkan
kerangka kerja berorientasi pemangku kepentingan luas, termasuk apa yang telah
dicapai dan bagaimana mencapainya.

2. Tata kelola dan Kerangka Kerja Akuntabilitas yang Baru


Berdasarkan analisis ini, perusahaan perusahaan sukses akan dilayani
dengan sangat baik oleh mekanisme tata kelola dan akuntabilitas yang berfokus
pada sebuah kumpulan hubungan fidusia yang berbeda dan lebih luas
dibandingakan dengan masa lalu.
Tujuan dan proses tata kelola harus mengarahkan perhatian keoada prespektif
prespektif baru ini. Bemikian juga kerangka akuntabilitas modern harus mencakup
laporan laporan yang focus pada prespektif prespektif itu. Jika tidak harapan,
harapan masyarakat tidak akan dipenuhi dan peraturan tersebut dibuat untuk
memastikan perhatian dan focus tersebut.

3. Peranan Fidusia yang Diperkuat bagi Akuntan Profesional


Harapan masyarakat untuk laporan kinerjaperusahaan yang dapat dipercaya
tidak dapat dipenuhi, kecuali para akuntan professional yang mempersiapkan atau

10
mengaudit laporran tersebut memfokuskan loyalitas utama mereka pada
kepentingan umum dan mengadopsi prinsip prinsip seprti kebebasan penilaian,
objektifitas, dan integritas yang melindungi keoentingan umum. Loyalitas keoada
manajemen dan/atau direktur yang dapat menyesatkan karena mereka sering
terbukti sangat mementingkan diri sendiri dan tidak dapat diopercaya. Direktur
yang seharusnya mengatur manajemen sering mengandalkan akuntan professional
untuk memenuhi tanggung jawab fidusia mereka. Konsekuensinya, tanggung jawab
fidusia utama dari akuntan seharusnya kepada masyarakat atau untuk kepentingan
umum. Jika sebaliknya, para pemangku kepentingan dalam masyarakat tidak akan
terpenuhi dan terkredibilitas perusahaan akan terkikis., demikian pula kredibilitas
dan reputasi dari profesi akuntansi.
Reformasi profesi akuntansi sedang berlangsung dalam rangka memperkuat
harapan harapan masyarakat. Dorongan untuk reformasi baru baru ini sementara
dimulai dengan SOX,SEC dan PCAOB di AS telah bergeser ke harmonisasi dengan
standar global yang kerja dibawah naungan IASB dan IFAC.

C. Tanggapan dan Perkembangan


1. Kemunculan Model Model Tata Kelola dan Akuntabilitas Pemangku
Kepentingan
Reaksi oleh boisnis terhadap evolusi dari mandat keuntungan murni menjadi
pengenalan adanya saling ketergantungan antara bisnis dan masyarakat menjadi
lebih mudah diamati sering bergulirnya periode 1990an sebagai tambahan,
beberapa tren paling penting lainnya yang dikembangkan sebagai hasil dari tekanan
ekonomi dan kompetitif yang telah dan terus memiliki efek pada etika bisnis dan
kepada akuntan profesional. Tren ini mencakup
 Memeperluas kewajiban hukum untuk direktur perusahaan
 Pernyataan manajemen keopada pemegang saham atas kecukupan
pengendalian internal dan
 Ketetapan niat untuk mengelola risiko dan melindungi reputasi
Meskipun perubahan yang signifikan juga terjadi dalam cara organisasi beroperasi
mencakup:

11
 Reorganisasi, pemeberdayaan karyawan, dan penggunaan data elektronik
yang berhubungan, dan
 Meningkatkan ketergantungan manajemen pada indikator kinerja
nonkeuangan yang digunakan secara nyata.
Sebagai akibat dari trend an perubahan ini, perusahaan memiliki minat yang
perusahaan mulai memberikan minat yang lebih besar terhadap berapa etisnya
kegiatan mereka, dan bagaimana memastikan bahwa permasalahan etika tidak
terjadi. Hal ini menjadi sebagai bukti bahwa pendekatan tradisional perintah dan
kendali (atas-bawah) tidaklah cukup, dan bahwa organisasi menciptakan
lingkungan yang kondusif untuk mendorong etika perilaku, buakn
melaksanakannya.
Reaksi awal perusahaan terhadap etika lingkunagn yang lebih menuntut
adalah keinginan untuk mengetahui bagaimana aktiviats etisnya mereka., kemudian
mencoba untuk mengelola tindakan karyawan mereka dengan mengembangkan
kode etik.
Keinginan untuk mengetahui tentang kesesuaian aktivitas mereka menyebabkan
banyak perusahaan melakukan inventarisasi dampak signifikan pada berbagai
aspek masyarakat. Jelaslah bahwa pendekatan inventarisasi dan perbaiki menuju
system diperbaiki untuk mengatur perilaku karyawan: yaitu yang tidak lengkap dan
tidak memberikan panduan etika pada semua atau bahkan sebagian besar masalah
yang dihadapi. Karyawan yang melakukan penyimpanagan baik secara sukarela
atau tidak masih bias mengatakan bahwa tidak ada yang mengatakan kepada saya
untuk tidak melakukan.
Kode etik mudah untuk dikembangkan atau diterimasecara umum sehingga
biasanya harus diasah melalui beberapa revisi. Walaupun kode etik menawarkan
kerangka kerja penting untuk pengambilan keputusan dan kendali karyawan, posisi
perusahaan perusahaan sangat rentan karena produk atau proses produktif yang
ditemukan sejalan dengan kepentingan mereka sehubungan dengan
mengembangkan system informasi perinagtan dini untuk memfasilitasi tindakan
perbaikan yang cepat ketika masalah.

12
Tidak puas untuk mendorong penggunaan etika hanya melalui kode etik,
perusahaan terdepan mencari cara untuk menanamkan etika dalam perusahaan
mereka suatu sitem budaya nilai bersama yang mendorong tindakan untuk
mendorong pertimbangan khusus kode etik dalam penagmbilan keputusan
operasional, pengambilan keputusan strategis dan dalam praktik praktik krisi
manajemen. Mekanisme dikembangkan untuk memastikan bahwa etika prinsip
prinsip yang dipahami, diperkuat, dan tidak hilang dari pandangan.
Selain itu, pada periode 1990an, dapat dipahami bahwa pendekatan pendekatan
manajemen harus mencerminkan akuntabilitas pemangku kepentingan, tidak hanya
pemegang saham. Perusahaan memiliki berbagai pemangku kepentingan dalam
kegitana atau dampak perusahaan.

2. Manajemen Berdasarkan Nilai, Reputasi, dan Resiko


Para direktur, eksekutif, manager dan karyawan lainnya harus memahami
sifat dari interes pemangku kepentingan dan nilai-nilai yang mendukungnya untuk
menggabungkan interes pemangku kepentingan ke dalam kebijakan, strategi, dan
operasional perusahaan. Reputasi perusahaan dan tingkat dukungan yang
dikumpulkan dari para pemangku kepentingan akan bergantung pada pemahaman
dan pada kemampuan perusahaan untuk mengelolah resiko yang dihadapi
perusahaan secara langsung, maupun resiko-resiko yang berdampak pada
pemangku kepentingan.
Berbagai pendekatan telah dikembangkan untuk memeriksa interes
pemangku kepentingan, survei, kelompok-kelompok fokus, dan pemetaan menurut
stereotip. Selain itu penyelidikan sedang berlangsung pada nilai-nilai yang ada di
balik interes pemangku kepentingan sehingga kebijakan, strategi, dan prosedur
perusahaan dapat turut dipertimbangkan. Nilai-nilai berbeda bergantung pada
kelompok pemangku kepentingan seperti seperti perbedaan regional.
Bagaimanapun, kemajuan telah dibuat ke arah seperangkat hypernorms – nilai-nilai
yang diihormati oleh sebagian besar kelompok atau budaya di seluruh dunia.
Relevansi dari enam hypernorms sangat signifikan bagi keberhasilan masa
depan perusahaan. Akibatnya, mereka harus dibangun menjadi sebuah kode etik,

13
kebijakan, strategi dan kegiatan sebuah perusahaan dalam upaya untuk memastikan
bahwa interes banyak kelompok pemangku kepentingan dihormati, dan bahwa
reputasi perusahaan akan menghasilkan dukungan maksimal.
Singkatnya-terutama mengingat kasus Enron, Artur Andersen Worlcom,
serta kasus-kasus lainya-direktur, eksekutif dan akuntan profesional akan
menemukan bahwa memenuhi harapan para pemangku kepentingan adalah faktor
yang menjadi semakin penting. Hal tersebut akan mengakinbatkan penggalian nilia-
nilai yang menentukan reputasi perusahaan, dan mengelolah nilai-nilai ( tersebut )
sehingga resiko-resiko potensial dapat dihindari dan atau dikurangi secara efektif.
Mengabaikan resiko-resiko etika ini akan membahanyakan nasib perusahaan
seperti kegagalan-kegagalan perusahaan yang ditunjukan sebelumnya.

3. Akuntabilitas
Munculnya interes pemangku kepentingan dan akuntabilitas, serta krisis
keuangan yang menimpa Enron, Artur Andersen, dan WordCom, telah
menngkatkan keinginan untuk membuat laporan ( kinerja perusahaan ) yang lebih
relevan dengan berbagai intres dari pemangku kepentingan. Laporan juga dibuat
lebih transparan dan lebih akurat dibandingkan dengan laporan di masa lalu. Secara
umum, hal tersebut merupakan pangkuan bahwa kekurangan integritas seringkali
ada pada laporan-laporan perusahan karena tidak mencakup beberapa hal atau
permasalahan.
Perbaikan yang diperlukan dalam integritas,transparasi dan akurasi telah
memotivasi diskusi diantara akuntan ( profesional ) untuk mengenai sifat pedoman
yang seharusnya mereka gunakan ungtuk menyusun laporan keuangan-aturan-
aturan atau prinsip-prinsip. Kekurangan integritas, transparasi dan akurasi jelas
terdapt pada laporan keuangan Enron, tetapi laporan itu mungkin telah sesuai
dengan interpretasi berbasis aturan standar akuntansi umum dan defenisi hukum
yang seangat sempit.
Keinginan untuk relevansi telah melahirkan gelombang dalam laporan, terutama
yang bersifat nonfinansial, dfan telah disesuaikan dengan kebutuhan pemangku
kepentingan tertentu.

14
4. Etika Perilaku dan Perkembangan Dalam Etika Bisnis
Dalam menaggapi perubahan yang telah dijelaskan sebelumnya, ada sebuah
minat terbaru mengenai bagaimana filsuf mendefenisiskan bagaimana
etiakaperilaku, dan pelajaran-pelajan yang telah dipelajari selama berabad-abad.
Selain itu, pada tingkat aplikasi yang lebih tinggi, beberapa konsep dan istilah telah
dikembangkan yang memfasilitasi pemahaman akan evolusi yang terjadi dalam
akuntabilitas bisnis dan dalam perbuatan keputusan etika.

5. Pendekatan Filosofi Untuk Etika Perilaku


Umur peniagaan dan eknomis setua zaman prasejarah ketika bisnis
dilakukan berdasarkan perdagangan dan barter. Teori-teori etika terkait perilaku
bisnis yang dapat diterima dan tidak dapat diterima sama tuanyanya walaupun
artikulasi mereka dalam tradisi filsafat Barat-berasal dari era socrates.
Filsuf Yunani berpendapat bahwa tujuan hidup adalah kebahagian, dan
kebahagiaan dicapai dengan menjalani hidup secara saleh/bijak sesuai dengan
alasan. Beberapa dari kebijakan termaksud integritas, kehormatan, kesetiaan,
keberanian, dan kejujuran. Dalam pengertian bisnis, hal tersebut berarti direktur,
eksekutif, dan akuntan harus menunjukan integritas dalam semua urusan bisnis
mreka : mereka harus menghormati syrat-syrat kontrak dan bukanya mencari celah
dapat dimanfaatkan ; mereka harus setia kepada karyawan, pelanggan, dfan
pemasoknya.; mereka harus memiliki keberanian untuk jujur dan transparan ketika
berhubungan dengan para pemangku kepentingan yang relevan. Dan mereka harus
jujur ketika memberikan penjelasan tentang perilaku bisnis yang baik dan buruk.
Filsuf Jerman, Imanuel Kant, berpendapat bahwa orang-orang beretika
ketika mereka tidak memnfaatkan orang lain demi kesejahteraannya, dan ketika
mereka tidak bertindak dengan cara yang munafik dalam menuntut perilaku tingkat
tinggi dari orang lain, sementara membuat pengecualian bagi dirinya sendri.
Filsuf Inggris, John Stuart Mill, menyatakan bahwa tujuan hidup adalah
untuk memeksimalkan kebahagiaan dan/atau ubtuk mengurangi ketidakbahagiaan
atau sakit, dan tujuan masyrakat adalah untuk memaksimalkan manfaat sosial bagi

15
semua orang. Derjad kebahagiaan dapat dinilai secara fisik dan dan psikologis. Jadi
teori mnunjukan bahwa tujuan bisnis adalah untuk berkontribusi dalam
mningkatkan keuntungan fisik dan dan atau psikologis masyrakat.
Filsuf Amerika, John Rawls, bahwa pendapat masyrakat harus diatur,
sehingga ada distribusi adil atas hak dan manfaat, dan bahwa setiap ketimpangan
harus mnguntungkan semua orang. Hal ini mnunjukan bahwa bisnis bertindak
secara etis ketika mereka tidak memiliki diskriminasi harga dan sistem perekrutan.

6. Konsep dan Persyaratan Etika Bisnis


Secara khusus,ada dua perkembangan yang sangat berguna dalam
memahami etika bisnis,serta bagaimana bisnis dan profesi bias mendapatkan
keuntungan dari penerapannya. Dua perkembangan itu adalah konsep pemangku
kepentingan dan suatu konsep dari kontrak social perusahaan. Meskipun sebgaian
tidak memiliki klaim hukum pada perusahaan,mereka memiliki kapasitas yang
sangat nyata untuk memengaruhi perusahaan dengan baik atau tidak baik. Selain
itu,seiring waktu berlalu,klaim dari beberapa pihak yang berkepentingan menjadi
terkodifikasi melalui undang-undang atau peraturan.

7. Pendekatan untuk Pengambilan Keputusan Etis


Perkembangan akuntabilitas terhadapa pemangku kepentingan dalam versi
kontrak social perusahaan yang terbaru telah menjadikan eksekutif bertanggung
jawab untuk memastikan bahwa keputusan mereka mencerminkan nilai-nilai etika
yang ditetapkan untuk perusahaan, dan tidak meninggalkan pertimbangan hak-hak
pemangku kepentingan manapun yang signifikan.
Para pembuat keputusan harus memahami tiga pendekatan filosofis dasar :
konsekuensialisme,deontology,dan etika kebajikan. Konsekuensialisme
mensyaratkan bahwa sebuah keputusan yang etis memiliki konsekuensi yang
baik;deontology menyatakan bahwa tindakan yang etis jika menunjukkan kebajikan
yang diharapkan oleh pemangku kepentingan dari peserta.

16
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Etika Lingkungan untuk Bisnis, Pertarungan Kredibilitas, Reputasi, dan
Keunggulan Kompetitif ,yaitu merupakan harapan harapan dari sebuah etika dalam
hal untuk lingkungan bisnis, di dalam lingkungan bisnis akan terjadi masalah-
masalah lingkungan yang mngkin terjadi, pertarungan kredibilitas yaitu dalam hal
menjalankan bisnis sebuah perusahaan organisasi harus mempertanggungjawabkan
kredibilitas perusahaannya, reputasi yaitu suatu organisasi yang menjalankan
usahanya harus tetap memperhatikan reputasi dari perusahaan yang bersangkutan
dengan tetap berpegang pada aturan etika dan harapannya, serta pengembangan
perusahaan itu sendiri, keunggulan kompetitif yaitu bagaimana etika
mempengaruhi keunggulan kompetitif, ketika kita menjalankan keunggulan
kompetitif masih tetap memperhatikan etika dan tata kelola yang kita jalankan
dalam menjalankan bisnis kita .

17
DAFTAR PUSTAKA

18

Anda mungkin juga menyukai