Anda di halaman 1dari 7

PEMETAAN DAERAH PEMILIHAN1

Muryanto Amin2

Salah satu istilah penting yang wajib menjadi perhatian bagi peserta pemilu
dan pemilih dalam Pemilihan Umum 2014 adalah Daerah Pemilihan (Dapil). Setiap
gelaran pemilu, daerah pemilihan selalu menjadi tema diskusi yang menarik karena
meyangkut tentang batas wilayah atau jumlah penduduk yang menjadi dasar
penentuan jumlah kursi yang diperebutkan dan karena itu menjadi dasar penentuan
jumlah suara untuk menentukan calon terpilih.

Pemilihan Umum
Meski sudah berkali-kali menyelenggarakan pemilu untuk memilih wakil-
wakil rakyat yang duduk di parlemen, Pemilu Legislatif 2009 (seperti halnya pemilu
2004) merupakan pengalaman yang menarik buat bangsa Indonesia. Sebab, pada
pemilu ini kita menggunakan sistem dan tata cara yang berbeda dari masa Orde Baru.
Kita menggunakan sistem proporsional daftar terbuka untuk pemilihan anggota DPR
dan DPRD, dan sistem distrik berperwakilan banyak untuk pemilihan anggota DPD.
Penggabungan dua jenis sistem pemilihan anggota legislatif dan dua jenis sistem
pemilu dalam satu momen pelaksanaan pemilu, tidak saja menjadikan Pemilu
Legislatif 2004 sebagai salah satu pemilu terbesar, tetapi juga pemilu paling kompleks
di dunia. Apalagi sistem proporsional daftar terbuka masih bersifat setengah-setengah,
sehingga teknis pencoblosan dan penghitungan suara pun menjadi sangat rumit.
Pemilu Legislatif 2014 masih menggunakan tata cara baru dalam hal
penetapan daerah pemilihan (biasa disingkat DP atau Dapil) yang (hampir) sama
dengan Pemilu 2009. Pada pemilu sebelumnya (Orde Baru), daerah pemilihan selalu
identik dengan wilayah administrasi pemerintahan. Dalam hal ini untuk memilih
anggota DPR RI pemilihannya adalah provinsi, untuk memilih anggota DPRD
Provinsi daerah pemilihannya kabupaten/kota, dan untuk memilih anggota DPRD
Kabupaten/Kota daerah pemilihannya kecamatan. Ketentuan yang sudah berlaku
sejak Pemilu 1955, selama enam kali pemilu Orde Baru, dan Pemilu 1999, itu diubah
oleh UU No. 12/2003. Undang-undang ini menyatakan, bahwa daerah pemilihan

!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!
1
Disampaikan pada Diklat Calon Anggota DPRD Provinsi Sumatera Utara DPD Partai Demokrat. 30 Nopember
2013.
2
Dosen FISIP USU.

! "!
anggota DPR adalah provinsi atau bagian bagian provinsi, daerah pemilihan anggota
DPRD Provinsi adalah kabupaten/kota atau gabungan kabupaten/kota, dan daerah
pemilihan anggota DPRD Kabupaten/Kota adalah kecamatan atau gabungan
kecamatan. Begitu pula dengan Pemilu 2014, melalui UU No.8/2012 Tentang Pemilu
DPR, DPD, DPRD menyatakan hal yang serupa. Kemudian Pengubahan penetapan
daerah pemilihan tersebut bertujuan untuk menerapkan prinsip proporsionalitas secara
konsisten di mana berlaku doktrin one person, one vote, one value (opovov), atau satu
orang, satu suara, satu nilai.3 Artinya, satu suara yang diberikan oleh seorang pemilih
nilainya sama dan berlaku di mana saja dalam suatu pemilihan.
Oleh karena itu, jika satu kursi dewan sama dengan 100.000 suara, ketentuan
tersebut harus berlaku di semua tempat berlangsungnya pemilihan. Konsekuensinya,
jumlah anggota dewan yang mewakili setiap wilayah administrasi tidak selalu sama,
sebab hal itu tergantung pada jumlah pemilih yang dimilikinya. Lantas, apa
sebenarnya yang dimaksud daerah pemilihan itu? Daerah Pemilihan Setiap pemilihan
umum DPR, DPRD, dan DPD harus ada daerah pemilihan. Daerah pemilihan
merupakan tempat seorang/lebih penyelenggara negara ditentukan, merupakan arena
bagi kompetitor untuk memperebutkan jatah kursi yang telah ditentukan. Undang-
undang pemilu kemudian mengatur tidak saja peserta kompetisi pemilihan umum
untuk DPR, DPRD, DPD tetapi juga arena kompetisi peserta jumlah kursi yang
diperebutkan untuk mewakili aspirasi dan kepentingan rakyat. Arena kompetisi
beserta jumlah kursi yang diperebutkan itulah yang kemudian yang disebut besaran
daerah pemilihan.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 tahun 2012 Tentang Pemilihan
Umum Anggota DPR, DPD, DPRD mengatur secara tegas mengenai alokasi kursi dan
daerah pemilihan baik untuk DPR, DPD, DPRD.4 Reformasi 1998 membawa dampak
positif bagi nafas kehidupan politik Indonesia. Hal itu juga berpengaruh pada sistem
pemilu yang ada pada saat sekarang yang mana demokrasi langsung yang
memungkinkan semua warga negara indonesia yang sudah dewasa dan yang
mempunyai kartu tanda penduduk mendapatkan hak memilih berpartisipasi langsung
dalam pembuatan keputusan yang bersangkutan dengan kepentingan bersama,
demokrasi saat ini untuk perwakilan kehendak sseseorang atau lebih untuk bertindak
!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!
3
Pengertian one person one vote one value sebagai pengganti one man one vote digulir oleh gerakan
kritis kelompok Feminis. Lihat tulisan Pippa Norris. 2005. Radical Right: Voters and Parties in the
Electoral Market. New York: Cambridge University Press.
4
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 Tentang Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD, DPRD.

! #!
sebagai wakil rakyat dalam pembuatan keputusan dan pelaksana semua kegiatan yang
bersangkutan dengan kepentingan bersama dan nasional maupun tingkat lokal.
Seluruh aspirasi dan kepentingan penduduk pada tingkat nasional yang
diwakili oleh dewan perwakilan rakyat (DPR), pada tingkat daerah oleh dewan
perwakialn rakyat daerah (DPRD) baik provinsi maupun kabupaten/kota, sedangkan
aspirasi dan kepentingan daerah diwakili oleh dewan perwakilan daerah (DPD). Hal
itu terdapat pada pasal 22C UUD negara republik indonesia tahun 1945 yang bunyi
bahwa anggota perwakilan daerah dipilih dari setiap provinsi melalui pemilihan
umum, anggota dewan perwakilan daerah dari setiap provinsi jumlahnya sama dan
seluruh dewan perwakilan daerah itu tidak lebih dari sepertiga jumlah anggota dewan
perwakilan rakyat, dewan perwakilan daerah bersidang sedikitnya sekali dalam
setahun dan susunan dan kedudukan dewan perwakilan daerah diatur dengan undang-
undang.

Fungsi Lingkup Daerah Pemilihan


Daerah pemilihan ialah batas wilayah dan/atau jumlah penduduk yang menjadi
dasar penentuan jumlah kursi yang diperebutkan, dan karena itu menjadi dasar
penentuan jumlah suara untuk menentukan calon terpilih. Lingkup daerah pemilihan
dapat ditentukan berdasarkan (a) wilayah administrasi pemerintahan (nasional,
provinsi atau kabupaten/kota), (b) jumlah penduduk , atau (c) kombinasi faktor
wilayah dengan jumlah penduduk. Besaran daerah pemilihan merujuk pada jumlah
kursi untuk setiap daerah pemilihan, yaitu apakah satu kursi atau berwakil-tunggal
(single-member constituency) ataukah lebih dari satu kursi atau berwakil-banyak
(multi-member constituencies).5 Pilihan tentang lingkup dan besaran daerah pemilihan
akan mempunyai implikasi yang sangat luas tidak saja pada derajat keterwakilan
rakyat (proporsionalitas) dan akuntabilitas wakil rakyat, tetapi juga pada sistem
kepartaian dan sistem perwakilan rakyat yang akan terbentuk. Makin besar lingkup
dan besaran daerah pemilihan, makin tinggi derajat keterwakilan rakyat, tetapi makin
rendah derajat akuntabilitas wakil rakyat.
Daerah pemilihan berfungsi membatasi jumlah anggota legislatif yang berasal
dari daerah pemilihan tersebut, sehingga pemilih bisa mengenali dan berhubungan

!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!
5
Tentang Sitem Pemilu lihat Donald L. Horowitz. 2006. “Electoral System and International Design.”
dalam Larry Diamond & Marc F. Plattner. 2006. (ed). Electoral Syestem and Democracy. Baltimore:
Maryland: John Hopkins University Press.

! $!
dengan mereka secara lebih baik. Selain itu, fungsi lingkup daerah pemilihan dalam
pemilihan umum anggota lembaga legislatif ialah (a) menjadi batas geografis penentu
jumlah suara yang diperhitungkan untuk menentukan calon terpilih, dan (b)
menentukan siapa yang diwakili oleh anggota lembaga legislatif dan karena itu juga
menunjukkan siapa saja yang dapat meminta pertanggungjawaban kepada anggota
lembaga legislatif yang mana. Dengan kata lain demokrasi keterwakilan di Indonesia
menghendaki seseorang atau lebih untuk bertindak mewakili rakyat dalam pembuatan
dan pelaksanaan keputusan yang menyangkut kepentingan bersama baik pada tingkat
nasional maupun pada tingkat lokal.
Aspirasi dan kepentingan yang perlu diwakili tersebut tidak hanya
menyangkut penduduk (orang) tetapi juga daerah (ruang). Aspirasi dan kepentingan
penduduk pada tingkat nasional diwakili oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), pada
tingkat daerah oleh dewan Perwakilan Rakyat daerah (DPRD) baik provinsi maupun
kabupaten/kota, sedangkan aspirasi dan kepentingan daerah diwakili oleh Dewan
Perwakilan Daerah (DPD). Tujuan pembagian “Daerah Pemilihan” dalam sebuah
pemilu adalah untuk mengukur derajat legitimasi anggota legislatif. Secara kuantitatif
sejumlah suara pemilih yang diperoleh setiap calon anggota legislatif dapat diukur.
Selain itu, untuk membatasi lingkup wilayah pertanggungjawaban anggota legislatif
terhadap konstituennya sehingga konstituen tahu siapa wakilnya, begitupun
sebaliknya. Yang tak kalah penting, penetapan daerah pemilihan bertujuan untuk
menjaga konstituenitas anggota legislatif terhadap pemilihnya Atas beberapa
pertimbangan tersebut, maka penetapan daerah pemilihan perlu dibikin tersendiri di
luar wilayah administrasi, sehingga memecah-mecah atau mengabung-gabungkan
wilayah administrasi menjadi satu daerah pemilihan adalah sesuatu yang lazim dalam
pemilu sistem proporsional. Untuk konteks Indonesia setelah perubahan UUD 1945,
penerapan doktrin opovov itu menjadi tak terhindarkan, mengingat konstitusi baru itu
menetapkan adanya lembaga DPD dalam sistem legislatif.

Fokus Permasalahan
Tentang sistem pemilu, ada tiga aspek yang perlu menjadi bahasan utama,
yakni (1) bagaimana rakyat memilih atau menentukan calon, (2) mekanisme konversi
jumlah suara pemilih ke sejumlah kursi atau penentuan calon terpilih, dan (3)
pembagian daerah pemilihan. Tulisan ini hanya akan membahas “daerah pemilihan”,
khususnya dalam pemilu 2014. Lingkup pembahasan daerah pemilihan mencakup dua

! %!
hal yang saling berkaitan, yakni jumlah kursi di setiap daerah pemilihan dan cakupan
“luas daerah pemilihan”. Penentuan jumlah kursi setiap daerah pemilihan, apakah
sama jumlah alokasi kursi di setiap daerah pemilihan atau berbeda, sangat terkait
dengan cakupan “luas daerah pemilihan”. Sedangkan cakupan luas daerah pemilihan
bisa berdasar wilayah administrasi pemerintahan (provinsi, kabupaten/kota) tanpa
mempertimbangkan jumlah penduduk atau berdasarkan perimbangan merata jumlah
penduduk di setiap daerah pemilihan, atau gabungan keduanya.
Pemilu Legislatif 2014, sistem pemilu yang dianut ialah sistem proporsional
(proportional representation) dengan varian daftar terbuka (open list), sementara
alokasi/penentuan kursi memakai metode pemeringkatan suara terbanyak (the largest
vote rank).6 Artinya, sistem proporsional terbuka berdasarkan suara terbanyak inilah
yang dipakai untuk mentransfer jumlah suara pemilih ke dalam jumlah kursi. Dalam
konteks sistem pemilu tersebut, maka electoral formula yang perlu diperhatikan:
pertama, karena sistem pemilu bersifat proporsional, maka proporsi suara yang
diperoleh Parpol dan Caleg berbanding seimbang dengan proporsi kursi yang
dimenangkan Parpol dan Caleg di daerah pemilihannya. Sesedikit apapun suara yang
diperoleh Parpol dan Caleg tetap diikutsertakan dalam perhitungan penentuan kursi
untuk Parpol dan Caleg di daerah pemilihannya. Hal ini ditentukan melalui
perhitungan Bilangan Pembagi Pemilihan (BPP), dimana satu kursi mewakili jumlah
suara pemilih tertentu di daerah pemilihannya.
Kedua, karena varian sistem pemilu bersifat terbuka, maka pemilih tidak
hanya memilih Parpol tetapi juga memilih Caleg yang dikehendakinya. Pemilih, di
samping mencontreng tanda gambar Parpol, juga mencontreng gambar/nama Caleg
yang dikehendakinya. Pemilih, bukan pemimpin Parpol lebih menentukan Caleg
mana yang dikehendaki dan Caleg mana yang ditolak. Ketiga, seiring dengan varian
sistem terbuka di mana kedaulatan pemilih lebih diutamakan dalam menentukan
pilihannya, maka alokasi kursi Caleg terpilih sudah sepatutnya berdasarkan suara
terbanyak dengan cara memeringkatkan (ranking) perolehan suara masing-masing
Caleg, mulai dari suara terbanyak kesatu, kedua, dan seterusnya. Semakin banyak
suara yang diperoleh Caleg cenderung semakin besar peluang Caleg yang
bersangkutan untuk memperoleh kursi.

!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!
6
Tentang evaluasi sistem pemilu di Indonesia lihat Tim Peneliti Sistem Pemilu. 1998. Sistem
Pemilihan Umum di Indonesia: Sebuah Laporan Penelitian. Jakarta: LIPI dan Pustaka Sinar Harapan.

! &!
Daerah Pemilihan sebagai Basis Kompetisi
Kompetisi yang dilakukan secara fairness akan melahirkan para pemenang
yang lebih bertanggung jawab kepada hasilnya karena tahapan proses dilalui secara
serius oleh para pemenang itu. Untuk memastikan proses itu berlangsung, maka
daerah pemilihan menjadi salah satu faktor penting yang harus diperhatikan. Semakin
kecil daerah pemilihan diharapkan relasi komunikasi politik calon anggota parlemen
dengan konstituen juga akan semakin intensif dan dekat. Kedekatan dengan
konstituen, kerja menjadi lebih fokus dan konsentrasi, maka para calon anggota
legislatif akan rajin mengurus konstituen.
Kedekatan antara calon anggota legislatif dengan para konstituennya akan
membawa prinsip akuntabilitas di antara relasi keduanya. Masing-masing pihak akan
tidak menemukan kesulitan dalam menyampaikan aspirasi yang menjadi masalah
kesehariannya. Para pemilih merasa lebih dekat dengan orang yang dipilihnya untuk
menyampaikan segala persoalan kehidupan bersama di lingkungan daerah pemilihan
itu. Begitu juga, para calon dan anggota legislatif akan berupaya merealisasikan janji-
janjinya sebagai bukti upaya meminimalisir persoalan konstituennya. Relasi seperti
itu akan menciptakan suasana kompetisi yang fairness karena antara konstituen dan
calon anggota legislatif berinteraksi atas dasar penyelesaian masalah bukan
transaksional atas masalah itu.
Agar relasi tersebut dapat berlangsung maka calon legislatif dan partai politik
harus mensinkronisasi perencaan program secara lebih teliti. Pada dasarnya, sistem
perencanaan bermula dari input, proses, dan output. Input terkait dengan rekrutmen
pemilih yang didasarkan atas beragam segmentasi yang dilakukan oleh parpol dan
calon anggota legislatif. Data tersebut diidentifikasi sampai terbangunnya
kepercayaan kepada pemilih kepada para anggota legislatif dan partai politik.
Pada tahapan proses data yang sudah teridentifikasi, maka perlu verifikasi
untuk memastikan tidak terjadinya proses pendataan yang ganda atau sudah tidak
teradministrasi lagi. Proses verifikasi data yang berlangsung itu hanya menggunakan
alat bantu yaitu IT Programme yang akan menyajikannya dalam bentuk yang tidak
rumit. Setelah tahapan verifikasi maka akan diperoleh perkiraan akhir pada outputnya
yang menjadi kesimpulan awal jumlah perolehan suara yang sudah didapat. Siklus
dari input, proses, output menjadi acuan dalam memprediksi perolehan suara di
daerah pemilihan secara terus menerus. Oleh karena itu, agar mekanismenya berjalan
sesuai perencanaan maka harus ada koordinasi antara partai politik dan para calon

! '!
anggota legislative di daerah pemilihan untuk menghindari konflik dan kompetisi
yang tidak sehat. Berikut diagram alur sistem perolehan suara di daerah pemilihan.

Diagram 1.
Sistem Alur Perolehan Suara di Daerah Pemilihan

PARTAI POLITIK DIAGRAM


34
54

wilayah/DPT
67
)

!"#$%$&'($)
REKRUTMEN *"+$,$-)
FORCAST !"#$%
PEMILIH .$/)*#01#'+2) HASIL &"'"%

7) wilayah/DPT
546
34
CALEG TABEL
NIK
LAINNYA (DPT)

Sumber: diolah dari berbagai sumber.

Penutup
Daerah pemilihan menjadi salah satu variable penting dalam meraih suara
untuk menang dalam pemilihan umum. Selain itu, daerah pemilihan juga merupakan
media yang cukup efektif untuk memastikan relasi partai politik, calon anggota
legislatif dengan para konstituennya masing-masing. Kompetisi menjadi lebih
bermakna jika daerah pemilihan dijadikan basis perebutan simpati melalui kerja-kerja
politik nyata untuk menciptakan kesejahteraan masyarakat.

Daftar Pustaka
Horowitz, Donald, L. 2006. “Electoral System and International Design.” dalam
Larry Diamond & Marc F. Plattner. 2006. (ed). Electoral Syestem and
Democracy. Baltimore: Maryland: John Hopkins University Press.

Norris , Pippa. 2005. Radical Right: Voters and Parties in the Electoral Market. New
York: Cambridge University Press.

Tim Peneliti Sistem Pemilu. 1998. Sistem Pemilihan Umum di Indonesia: Sebuah
Laporan Penelitian. Jakarta: LIPI dan Pustaka Sinar Harapan.

! (!

Anda mungkin juga menyukai