Anda di halaman 1dari 7

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/354694284

Inovasi Teknologi Lingkungan dalam Aksi Gerakan Nasional Indonesia Bersih

Article · December 2014

CITATIONS READS

0 79

1 author:

Iif Miftahul Ihsan


National Research and Innovation Agency (Indonesia)
11 PUBLICATIONS   44 CITATIONS   

SEE PROFILE

All content following this page was uploaded by Iif Miftahul Ihsan on 20 September 2021.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


Seminar Nasional Gerakan Nasional Indonesia Bersih,
tema: "Inovasi Teknologi Lingkungan dalam Aksi Gerakan Nasional Indonesia Bersih", Jakarta, 15 Desember 2014.

FITOREMEDIASI FOSFAT DAN NITROGEN DENGAN MENGGUNAKAN


TANAMAN VETIVER (CHRYSOPOGON ZIZANIOIDES) DAN
TEKNOLOGI PULAU TERAPUNG BUATAN
Iif Miftahul Ihsan

Pusat Teknologi Lingkungan BPPT


Puspiptek Area, Gedung 820 Geostek, Tangerang Selatan Banten 15314
Telp. 021-757 91381 Fax. 021-75791403
e-mail: iifmiftahulihsan@gmail.com

Abstrak
Fitoremediasi merupakan sebuah metode yang digunakan untuk memulihkan kualitas air sungai dengan
menggunakan tanaman, satu di antaranya adalah tanaman akar wangi. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui kemampuan akar wangi dalam menyerap berbagai polutan air sungai seperti fosfat dan nitrogen
dengan menggunakan teknologi pulau terapung buatan. Penelitian ini berupa analisis air sampel yang diambil
di tiap titik rangkaian pulau (4.5 m, 9 m dan 13.5 m) sebanyak 2 liter / titik rangkaian yang sebelumnya sudah
ditentukan waktu tinggal, dan titik inlet serta outlet. Hasil penelitian menunjukan bahwa di tiap titik
rangkaian, konsentrasi polutan antara titik inlet dan outlet sebagian besar mengalami penurunan. Penurunan
terkecil terjadi pada rangkaian 4.5 meter sementara penurunan terbesar terjadi pada titik rangkaian 13.5
meter karena polutan di perairan lebih lama terserap oleh tanaman akar wangi.

Kata Kunci : fitoremediasi, akar wangi, pulau terapung buatan, fosfat, nitrogen

Abstract
Phytoremediation is a method used to restore water quality by plants, one of which is the vetiver plant. This
research is aimed to know the ability of vetiver to absorb any pollutant in the river such as phosphate and
nitrogen by artificial floating island technology. This research is the analysis of water sample was taken at each
point of the island chain (4.5 m, 9 m and 13.5 m) as much as 2 liters/ chain, which is determined stay time, and
inlet and outlet point. The results showed that most in each point of chain, the concentration of pollutants
between inlet and outlet point decreased. The smallest decline occurred at 4.5 meter point, while the largest
decline occurred at point 13.5 meter point due to a series of pollutants longer absorbed by the vetiver plant.

Keywords: phytoremediation, vetiver, artificial floating island, phosphate, nitrogen

1. PENDAHULUAN

Dalam PP No. 82 Tahun 2001, yang dimaksud dengan pencemaran air adalah masuknya atau
dimasukannya makhluk hidup, zat, energi dan atau komponen lain ke dalam air oleh kegiatan manusia,
sehingga kualitas air turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan air tidak dapat berfungsi sesuai
dengan peruntukannya. Bila air sudah tercemar, maka akan ada perubahan pada air tersebut dari kondisi
alamiahnya ke kondisi dimana secara fisik air tersebut akan berubah warna, berbau, dan berasa.
Fitoremediasi merupakan pemanfaatan tumbuhan, mikroorganisme untuk meminimalisasi dan
mendetoksifikasi bahan pencemar, karena tanaman mempunyai kemampuan menyerap logam-logam berat
dan mineral yang tinggi atau sebagai fitoakumulator dan fotochelator (Udiharto dan Sudaryono, 1992). Selain
digunakan untuk memulihkan kondisi tanah, konsep fitoremediasi ini juga telah diterapkan untuk memulihkan
atau merestorasi kualitas air sungai dan sedimen.
Dalam penerapannya, tanaman yang digunakan harus mampu menyerap polutan air sungai (fosfat,
nitrit dan nitrat) seperti tanaman Akar Wangi (Chrysopogon zizanioides). Akar wangi merupakan tanaman yang
digunakan sebagai metode konservasi tanah, menstabilkan tanah, memperlambat kecepatan air dan
menangkap sedimen. Menurut Gerrard (2008), akar wangi digunakan untuk menyerap fosfat, nitrat dan logam
berat. Tanaman akar wangi tersebut ditanam dalam sebuah platform yaitu pulau terapung buatan yang
merupakan salah satu teknik restorasi yang dapat diterapkan di danau, waduk, kolam atau sungai. Selain
berfungsi sebagai platform tanaman dalam meningkatkan kualitas air sungai, pulau terapung buatan

131
Seminar Nasional Gerakan Nasional Indonesia Bersih,
tema: "Inovasi Teknologi Lingkungan dalam Aksi Gerakan Nasional Indonesia Bersih", Jakarta, 15 Desember 2014.

mempunyai fungsi untuk menciptakan habitat hewan dan tanaman, mengurangi erosi badan sungai serta
meningkatkan ciri lanskap (Nakamura et al. 1999a).
Zat hara dalam air sungai yang menjadi fokus perhatian di lingkungan perairan di antaranya adalah
fosfor dan nitrogen. Fosfor dan nitrogen memiliki peran penting pertumbuhan fitoplankton yang digunakan
sebagai indikator kualitas air dan tingkat kesuburan suatu perairan (Howart et al. 2000; Fachrul et al. 2005). Di
dalam perairan, kedua unsur tersebut ada dalam berbagai bentuk, dan hanya sebagian yang dapat
dimanfaatkan oleh tumbuhan air, seperti nitrogen dalam bentuk nitrit dan nitrat dan fosfor berupa ortofosfat
(Jones-Lee & Lee 2005). Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan tanaman akar
wangi dalam menyerap polutan fosfat dan nitrogen (nitrat dan nitrit) dengan menggunakan teknologi pulau
terapung buatan.

2. METODOLOGI

a. Lokasi Dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian di Sungai Kecapi Komplek Perumahan Puspiptek, Serpong, Tangerang Selatan. Sungai
tersebut termasuk sungai kelas III yang peruntukannya dapat digunakan untuk pembudidayaan ikan air tawar,
peternakan, pertanaman atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan
air tersebut. Penelitian ini dilaksanakan dari tanggal 29 Oktober 2014 sampai tanggal 19 November 2014 yang
sebelumnya dilaksanakan instalasi pulau terapung buatan untuk melihat kemampuan pulau terapung dalam
menahan gaya eksternal (angin, gelombang dan aliran air).

b. Struktur Teknologi Pulau Terapung Buatan

Desain struktur pulau buatan harus memperhatikan 5 faktor, di antaranya stabilitas, daya tahan,
lanskap, ekonomi dan konstruksi dan harus mempertimbangkan gaya eksternal di antaranya angin, aliran air
dan gelombang.
Pulau terapung buatan ini didesain dengan ukuran panjang bingkai 4.5 meter dan lebar 1.5 meter
dengan bahan pipa ukuran 4 inch dengan alas berupa bambu dan ijuk sebagai media tanam yang diikatkan di
tiang (metode tiang).

Gambar 1. Struktur Pulau Terapung Buatan

Jumlah pulau terapung yang diinstal sebanyak 3 rangkaian dengan masing-masing rangkaian
mempunyai ukuran 4.5 meter yang dipasang secara pararel. Tujuan diinstalnya 3 rangkaian pulau tersebut
adalah menguji dan mengetahui seberapa besar polutan yang diserap oleh vetiver yang ditanam di 1
rangkaian (p=4.5 meter), 2 rangkaian (p= 9 m) dan 3 rangkaian (13.5 m). selain itu, bagian bawah pulau
dilengkapi dengan terpal berupa terowongan air dengan tujuan air sampel yang diambil tidak berbeda antara
air sampel titik inlet dan titik outlet

132
Seminar Nasional Gerakan Nasional Indonesia Bersih,
tema: "Inovasi Teknologi Lingkungan dalam Aksi Gerakan Nasional Indonesia Bersih", Jakarta, 15 Desember 2014.

Gambar 2. Metode Tiang

c. Gambaran Umum Penelitian

Pengambilan sampel dilakukan setiap hari rabu yang dimulai sejak tanggal 29 Oktober 2014. Hal yang
pertama dilakukan sebelum pengambilan sampel adalah memastikan pulau terapung berada pada kondisi yang
sesuai standar pengujian seperti bagian atas bingkai pulau terapung tidak berada di bawah permukaan air
sehingga air yang masuk (inlet) sama dengan air keluar (outlet).
Untuk mendapatkan sampel air yang sesuai standar (inlet = outlet), dilakukan pengujian kecepatan
aliran dengan menggunakan Current Meter sehingga akan didapatkan waktu tinggal sebagai perbandingan
antara panjang pulau terapung dan kecepatan aliran. Sampel air yang diambil sebanyak 2 liter yang selanjutnya
akan dianalisis di Laboratorium Balai Teknologi Lingkungan – BPPT dengan 9 parameter pengujian, di
antaranya COD, BOD, Nitrat, Nitrit, Fosfat, N-Kjeldahl, MBAS, KMnO4 dan Kalium. Sampel tersebut diambil di
tiap rangkaian, yaitu rangkaian 1 (p=4.5 m), rangkaian 2 (p= 9 m) dan rangkaian 3 (p= 13.5 m).

Gambar 3. Teknologi Pulau Terapung Buatan PTL-BPPT

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

a. Kemampuan Tanaman Akar Wangi Dalam Mereduksi Fosfat Di Tiap Rangkaian

Di lingkungan perairan, unsur fosfor tidak ditemukan dalam bentuk bebas sebagai elemen, melainkan
dalam bentuk senyawa anorganik yang terlarut dan senyawa organik yang berupa partikulat. Senyawa fosfor
membentuk kompleks ion besi dan kalsium pada kondisi aerob, mempunyai sifat tidak larut dan mengendap di
sedimen sehingga tidak dapat dimanfaatkan oleh alga (Jeffries dan Mill dalam Effendi, 2003). Salah satu bentuk
fosfor yang dapat dimanfaatkan oleh tumbuhan adalah fosfat.
Menurut Peavy et al. (1986), fosfat berasal dari deterjen dalam limbah cair dan pestisida serta
- 2- 3-
insektisida dari lahan pertanian. Fosfat terdapat dalam tiga bentuk yaitu H 2PO4 , HPO4 , dan PO4 . Fosfat
- 2-
umumnya diserap oleh tanaman dalam bentuk ion ortofosfat primer H 2PO4 atau ortofosfat sekunder HPO4
3-
sedangkan PO4 lebih sulit diserap oleh tanaman.
Konsentrasi fosfat yang terkandung di sungai Kecapi sebagian besar berada di bawah ambang batas.
Akan tetapi, pada hari pertama (29 Okt 14) di titik 4.5 m dan 9 m melebihi ambang batas yang dimungkinkan

133
Seminar Nasional Gerakan Nasional Indonesia Bersih,
tema: "Inovasi Teknologi Lingkungan dalam Aksi Gerakan Nasional Indonesia Bersih", Jakarta, 15 Desember 2014.

disebabkan oleh titik pengambilan sampel yang dekat dengan sumber fosfat (dasar perairan) sehingga
konsentrasinya tinggi. Tanaman dan binatang yang hidup di perairan akan mati dan tenggelam ke dasar
perairan, selanjutnya akan membusuk dan nutrien yang ada di tubuhnya akan kembali ke dalam air, sehingga
dasar perairan lebih kaya akan nutrien dibandingkan dengan permukaan air (Rahardjo dan Sanusi, 1982).

Tabel 1. Konsentrasi Fosfat Tiap Titik Pengambilan Sampel

Fosfat
Baku Mutu
Lokasi
Inlet ∆ (Inlet-Outlet) Kelas Sungai III
Tanggal Pengambilan Outlet (mg/L)
(mg/L) (mg/L) (PP No 82 Th
(meter)
2001) (mg/L)
4.5 1.16 1.06 0.1
29 Okt 14 9 1.11 0.95 0.16
13.5 - - -
4.5 0.58 0.58 0
5-Nov-14 9 0.49 0.51 -0.02
13.5 0.59 0.53 0.06
1
4.5 0.21 0.24 -0.03
11-Nov-14 9 0.24 0.21 0.03
13.5 0.21 0.18 0.03
4.5 0.39 0.36 0.03
19-Nov-14 9 0.34 0.27 0.07
13.5 0.34 0.35 -0.01

Keberadaan fosfat yang tinggi di badan air menyebabkan suatu fenomena yang disebut eutrofikasi
(pengkayaan nutrien). Untuk mencegah kejadian tersebut, air limbah yang akan dibuang harus diolah terlebih
dahulu untuk mengurangi kandungan fosfat sampai pada nilai tertentu. Konsentrasi fosfat di titik inlet dan
outlet sebagian besar mengalami penurunan. Penurunan konsentrasi terbesar terjadi pada minggu keempat
pengambilan sampel (19 November 2014) di titik 9 meter. Besarnya penurunan konsentrasi tersebut
disebabkan tanaman mempunyai akar yang lebih panjang sehingga kemampuan serapnya lebih besar.
Sedangkan di titik tertentu yang mengalami peningkatan konsentrasi antara inlet dan outlet dimungkinkan
karena air sampel tercampur dengan air dari luar rangkaian pulau.

b. Kemampuan Tanaman Akar Wangi Dalam Mereduksi Nitrit Dan Nitrat Di Tiap Rangkaian

Di perairan, nitrogen dapat berperan sebagai nitrogen anorganik dan nitrogen organik. Salah satu
bentuk nitrogen anorganik adalah dalam bentuk nitrat (Effendi, 2003). Nitrat merupakan bentuk utama
nitrogen diperairan alami dan merupakan nutrien utama bagi pertumbuhan tanaman dan alga. Nitrat sangat
mudah larut dalam air dan bersifat stabil. Senyawa ini dihasilkan dari proses oksidasi sempurna senyawa
nitrogen di perairan.
Ketika proses pengambilan sampel untuk analisa kadar nitrat, dilakukan dengan memasukannya ke
dalam botol (kaca/plastik) gelap yang bertujuan untuk mencegah masuknya sinar matahari ke dalam botol
o
karena dapat mengurangi kadar nitrat. Sampel dalam botol tersebut diletakan pada suhu 4 C atau lebih
rendah dan dianalisa dalam jangka waktu 24-28 jam, hal ini bertujuan untuk menghindari terjadinya nitrifikasi
o o
yang terjadi pada suhu optimum 20 C – 25 C. Nilai pH optimum bagi nitrifikasi adalah 8-9. Apabila pH < 6,
proses nitrifikasi akan terhenti, bakteri yang melakukan nitrifikasi cenderung menempel pada sedimen dan
bahan padatan lain (Effendi, 2003)
Konsentrasi nitrat yang masuk ke badan sungai dapat disebabkan oleh kegiatan manusia yang
membuang kotoran yang banyak mengandung ammonia ke sungai, pembusukan sisa tanaman dan hewan,
pembuangan industri dan pembuangan hewan (bangkai). Konsentrasi nitrat di sungai Kecapi berada di bawah
baku mutu sebesar 20 mg/L. Konsentrasi nitrat antara inlet dan outlet mengalami penurunan karena polutan
(nitrat) terserap oleh tanaman vetiver. Perubahan terbesar inlet ke outlet terjadi di titik 9 meter (2.38 mg/L)

134
Seminar Nasional Gerakan Nasional Indonesia Bersih,
tema: "Inovasi Teknologi Lingkungan dalam Aksi Gerakan Nasional Indonesia Bersih", Jakarta, 15 Desember 2014.

pada hari keempat (19 November 2014). Hal ini terjadi karena tanaman vetiver sudah mempunyai akar yang
panjang, sehingga daya serapnya akan semakin besar dalam menyerap polutan tersebut.

Tabel 2. Konsentrasi Nitrat Tiap Titik Pengambilan Sampel

Nitrat
Baku Mutu
Lokasi ∆ (Inlet-
Outlet Kelas Sungai III
Tanggal Pengambilan Inlet (mg/L) Outlet)
(mg/L) (PP No 82 Th
(meter) (mg/L)
2001) (mg/L)
4.5 0.74 0.95 -0.21
29 Okt 14 9 1.41 1.19 0.22
13.5 - - -
4.5 7.81 6.11 1.7
5-Nov-14 9 5.94 5.3 0.64
13.5 6.22 7.17 -0.95
20
4.5 8.44 7.44 1
11-Nov-14 9 9.75 8.76 0.99
13.5 8.26 7.33 0.93
4.5 5.53 4.23 1.3
19-Nov-14 9 5.55 3.17 2.38
13.5 5.52 4.21 1.31

Konsentrasi nitrat tiap titik dan tiap hari nilainya relatif berbeda. Pada tanggal 11 November 2014,
mempunyai konsentrasi terbesar. Hal ini disebabkan karena aliran air relatif tidak bergerak sehingga dapat
mengalami pemekatan. Sampel air yang sudah mengalami pemeketan mengakibatkan peningkatan jumlah
konsentrasi nitrat. Konsentrasi nitrat yang berbeda tiap titik dalam satu hari pengambilan dapat disebabkan
oleh lokasi pengambilan yang berbeda. Lokasi pengambilan sampel di lapisan permukaan air dapat
menghasilkan konsentrasi yang lebih kecil dibandingkan dasar perairan. Hal ini dikarenakan nitrat di lapisan
permukaan lebih banyak dimanfaatkan oleh fitoplankton. Selain itu, konsentrasi nitrat yang sedikit lebih tinggi
di dekat dasar perairan juga dipengaruhi oleh sedimen. Di dalam sedimen nitrat diproduksi dari biodegradasi
bahan-bahan organik menjadi ammonia yang selanjutnya dioksidasi menjadi nitrat (Seitzinger 1988).
Jumlah konsentrasi nitrat yang melebihi baku mutu dapat menyebabkan menurunnya kualitas air
sungai, menurunkan oksigen terlarut, mengurangi populasi ikan, bau busuk, dan rasa tidak enak. Selain itu,
nitrat dapat mengancam kesehatan manusia, terutama bayi yang dapat menyebabkan kondisi yang dikenal
dengan nama methemoglobinemia (Sindrom Bayi Biru). Air yang digunakan untuk membuat susu bayi tersebut
yang mengandung nitrat akan dikonversi menjadi nitrit yang akan berikatan hemoglobin dan membentuk
methemoglobin, sehingga mengangkut daya angkut oksigen oleh darah (Effendi, 2003).
Nitrit merupakan bentuk nitrogen yang hanya sebagian teroksidasi. Nitrit tidak ditemukan dalam air
limbah yang segar, melainkan dalam air limbah yang sudah lama/basi. Nitrit tidak dapat bertahan lama dan
merupakan keadaan sementara proses oksidasi antara amoniak dan nitrit. Di perairan, nitrit ditemukan dalam
jumlah yang sangat sedikit, lebih sedikit dari nitrat, karena tidak stabil dengan keberadaan oksigen.
Denitrifikasi atau reduksi nitrit oleh aktivitas mikroba pada kondisi anaerob, yang merupakan proses
yang biasa terjadi pada pengolahan limbah, juga menghasilkan gas ammonia dan gas-gas lain, misalnya N2O,
NO2, NO dan N2. Pada denitirikasi, gas N2 yang dapat terlepas dilepaskan dari dalam air ke udara, ion nitrit
dapat berperan sebagai sumber nitrogen bagi tanaman, keberadaan nitrit menggambarkan berlangsungnya
proses biologis perombakan bahan organik yang memiliki kadar oksigen terlarut rendah.
Sumber nitrit berupa limbah industri dan limbah domestik. Konsentrasi nitrit di setiap titik melebihi baku
mutu yang diperuntukan sungai kelas III sebesar 0.06 mg/L. Tingginya konsentrasi nitrit tersebut dapat
disebabkan oleh lokasi pengambilan sampel yang dekat sumber limbah industri atau limbah rumah tangga.
Tingginya konsentrasi nitrit ini dapat mengakibatkan penurunan tekanan darah karena efek vasodilatasinya.
Gejala klinis yang timbul berupa mual, muntah, sakit perut, sakit kepala dan denyut nadi lebih cepat. Selain itu,
-
nitrit juga dapat menyebabkan kematian pada dosis orang dewasa sekitar 0.7 – 6 g NO2 . Efek toksik yang

135
Seminar Nasional Gerakan Nasional Indonesia Bersih,
tema: "Inovasi Teknologi Lingkungan dalam Aksi Gerakan Nasional Indonesia Bersih", Jakarta, 15 Desember 2014.

ditimbulkan oleh nitrit bermula dari reaksi oksidasi nitri dengan zat besi dalam sel darah merah, tepatnya
dalam hemoglobin.

Tabel 3. Konsentrasi Nitrit Tiap Titik Pengambilan Sampel

Nitrit
Baku Mutu Kelas
Lokasi Pengambilan Inlet Outlet ∆ (Inlet-Outlet)
Tanggal Sungai III (PP No 82
(meter) (mg/L) (mg/L) (mg/L)
Th 2001) (mg/L)
4.5 1.09 1.09 0
29 Okt 14 9 1.14 1.16 -0.02
13.5 - - -
4.5 0.66 0.69 -0.03
5-Nov-14 9 0.69 0.64 0.05
13.5 0.68 0.66 0.02
0.06
4.5 1.36 1.35 0.01
11-Nov-14 9 1.33 1.83 -0.5
13.5 1.34 1.32 0.02
4.5 1.44 1.52 -0.08
19-Nov-14 9 1.42 1.4 0.02
13.5 1.33 1.29 0.04

4. KESIMPULAN

Konsentrasi fosfat dan nitrogen (nitrat dan nitrit) antara titik inlet dan outlet di tiap titik rangkaian
sebagian besar mengalami penurunan akibat diserap oleh tanaman akar wangi. Panjang akar tanaman akan
mempengaruhi jumlah konsentrasi fosfat dan nitrogen, sehingga semakin panjang akar tanaman tersebut akan
semakin besar dalam menyerap polutan.

DAFTAR PUSTAKA

1. Effendi H. 2003. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumber Daya dan Lingkungan Perairan. Kanisius.
Yogyakarta
2. Fachrul FM, Haeruman H, Sitepu LC. 2005. Komunitas fitoplankton sebagai bio-indikator kualitas perairan
Teluk Jakarta. Seminar Nasional MIPA 2005. FMIPA-Universitas Indonesia, 24-26 November 2005, Jakarta.
3. Gerrard MA. 2008. The ability of Vetiver Grass to act as a primary purifier of waste water; an answer to
low costsanitation and fresh water pollution.
4. Howarth R, Anderson D, Cloern J, Elfring C, Hopkinson C, Lapointe B, Malone T, Marcus N, McGlathery K,
Sharpley A, & D. Walker. 2000. Nutrient Pollution of Coastal Rivers, Bays, and Seas. Issues in Ecology.,
No.7, 17pp.
5. Jones-Lee A, Lee GF. 2005. Eutrophication (Excessive Fertilization).Water Encyclopedia: Surface and
Agricultural Water. Wiley, Hoboken, NJ. p 107-114.
6. Nakamura K, kadokura N, Munakata Y, Shimatani Y, Uda T. 1999a. Restorasion of lakeshore vegetation by
artificial floating island. Environmental System Research, 27, 305-314
7. Peraturan Pemerintah N0. 82 Tahun 2001 Tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian
Pencemaran Air
8. Rahardjo S, Sanusi SH, 1982. 1982. Oseanografi Perikanan 1, Direktorat Pendidikan Menengah Kejuruan-
Depdikbud, CV. Petrajaya, Jakarta.
9. Seitzinger, S. P. 1988. Denitrification in freshwater and marine coastal ecosystems : Ecological and
geochemical significance. Limnol. Oceanogr. 33(4, Part 2): 702-724.
10. Udiharto M, dan Sudaryono. 1999. Bioremediasi Terhadap Tanah Tercemar Minyak Bumi Parafinik dan
Aspak. Prosiding Seminar Nasional Teknologi Pengelolaan Limbah dan Pemulihan Kerusakan Lingkungan-
BPPT, Jakarta. 121-132.

136

View publication stats

Anda mungkin juga menyukai