Anda di halaman 1dari 8

Nama : Aina Nur K Dosen PJP : Dr. Ir. Sulistijorini, M.

Si
NIM : C1401201074 Asisten : Kardhina Yulia Dewanti (A14160043)

Kelompok : 3 Ivo Mailisa


(A34160064)

Minggu ke- : 11 Ashfia Alfa Syarifah (G34160003)

Astari Abyan Putri (A24170075)

POTENSI KEANEKARAGAMAN TUMBUHAN DAN NILAI PEDULI


LINGKUNGAN

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Fitoremediasi adalah teknologi untuk memperbaiki lahan dengan
menggunakan tanaman (Mangkoedihardjo et al. 2008). Salah satu mekanisme
pengikatan logam berat dalam tanah oleh tanaman pengikat logam dilakukan
melalui penyerapan. Mangkoedihardjo dan Samudro (2010) juga menyimpulkan
fitoremediasi merupakan alternatif teknologi pengolahan tanah tercemar yang
ramah lingkungan, efektif, dan mempunyai biaya yang lebih rendah dibandingkan
pengolahan lainnya. Tanaman yang digunakan untuk proses fitoremediasi
mempunyai bentuk yang beraneka ragam, baik yang berwujud seperti alang-alang
maupun membentuk jalinan berupa rumput. Tanaman hiperakumulator merupakan
tanaman yang dapat hidup pada keadaan dimana konsentrasi logam berat yang
tinggi, tanaman ini juga dapat menyerap logam dalam tanah. Sehingga dengan
tanaman hiperakumulator, konsentrasi logam berat dalam tanah akan berkurang
(Ratnawati et al. 2018).
Salah satu jenis tanaman yang dapat digunakan untuk meremediasi limbah
adalah eceng gondok (Eichhornia crassipes). Eceng gondok merupakan gulma air
karena petumbuhannya yang begitu cepat. Karena pertumbuhan yang cepat maka
eceng gondok dapat menutupi permukaan air dan menimbulkan masalah pada
lingkungan. Namun disisi lain, eceng gondok bermanfaat karena mampu
menyerap zat organik, zat anorganik serta logam berat yang merupakan bahan
pencemar. Eceng gondok juga termasuk tumbuhan yang memiliki toleransi tinggi
terhadap logam berat karena mempunyai kemampuan membentuk fitokelatin
dimana senyawa peptide yang dihasilkan oleh tanaman mampu mengkhelat logam
dalam jumlah yang besar (Setyowati et al. 2015).
Tujuan Praktikum
Praktikum ini bertujuan mengerahui perubahan kualitas air akibat
fitoremediasi, respon tanaman akibat mekanisme fitoremediasi, dan mengenali
jenis-jenis tanaman yang mampu bertindak sebagai agens fitoremediasi.

BAHAN DAN METODE


Alat dan Bahan
1. Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah wadah air berupa
ember sebanyak 2 buah.

2. Bahan
Bahan yang digunakan adalah tanaman Eceng gondok (Eichornia
crassipes), air yang mengandung limbah cair domestic (Detergent), dan air
bersih.
Metode
Pertama-tama siapkan 2 buah wadah air yang berukuran sama, diusahakan
dengan minimal volume 5-10 L. Kemudian, siapkan tanaman Eceng gondok.
Selanjutnya, tempatkan air sebanyak minimal 5-10 L pada wadah yang telah
disiapkan. Pada wadah pertama isikan air yang diduga telah tercemar (misalnya
air selokan air sungai, air rembesan tempat pembuangan sampah) , sedangkan
pada wadah ke dua gunakan air biasa, boleh dengan air sumur, air ledeng, air
bersih dari sumber air lainnya. Amati tingkat kejernihan/kekeruhan air yang anda
gunakan, pada setiap wadah, tempatkan 2 tanaman hidup, usahakan yang memiliki
ukuran sama. Perhatikan daun dan perakaran yang digunakan, pilih tanaman yang
sehat. Catat jumlah daun pada masing-masing tanaman, wadah ditempatkan pada
tempat yang terlindungi, tidak di tempat terbuka untuk menghindari masuknya
sumber air lain, misalnya air hujan. Diusahakan tanaman tidak terpapar matahari
secara langsung, untuk menghindari evapotranspirasi yang berlebihan,
pengamatan dilakukan selama 2 minggu. Pada akhir pengamatan , catat jumlah
daun yang ada, amati jika ada kematian atau kerusakan daun. Amati tingkat
kejernihan/kekeruhan airnya, buatlah dokumentasi yang baik dari awal hingga
akhir percobaan, untuk melengkapi laporan praktikum.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil Pengamatan
Tabel 1. Hasil dengan pengamatan percobaan fitoremediasi dari dua jenis sumber air dengan tanaman eceng gondok (Eichornia crassipes)

Waktu 0 MSP 2 MSP


Pengamatan

Sumber air Air bersih Air mengandung Air Air mengandung


detergen bersih detergen
Tingkat ++++ + +++ ++
kejernihan

Daun 4 8 2 1
tanaman

Dokumentasi

a
Menggunakan satuan minggu setelah perlakuan (MSP)
b
Sangat jernih (++++), cukup jernih (+++), tidak jernih (++), sangat keruh (+)
Pembahasan

Berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan selama 14 hari, pada kedua


jenis air ditemukan perubahan tingkat kejernihan air. Pada ember yang pertama
terdapat air yang bersih, setelah 14 hari ember pertama mengalami penurunan
tingkat kejernihan air. Kemudian, pada ember kedua terdapat air yang
mengandung detergen, setelah 14 hari ember kedua mengalami kenaikan tingkat
kejernihan air. Berdasarkan hasil penelitian Setiadi et al. (1999), hal ini
disebabkan oleh mikroorganisme yang terdapat pada akar eceng gondok, dimana
proses fitoremediasi ini memiliki peranan penting dalam menyerap kandungan
pencemar organik. Tumbuhan dapat menyerap pencemar sejauh akar tanaman
tersebut tumbuh. Mikroorganisme yang tumbuh pada akar eceng gondok ini
semakin efektif dalam menurunkan nilai COD karena jumlah mikroorganisme
semakin banyak dan mikroorganisme tersebut semakin mampu beradaptasi
dengan lingkungan tersebut. Proses penurunan konsentrasi pencemar dalam air
limbah menggunakan tanaman air merupakan kerjasama antara tumbuhan dengan
mikroorganisme yang berasosiasi dengan tumbuhan tersebut. Pertama air limbah
dioksidasi untuk melepaskan energi yang digunakan oleh mikroorganisme untuk
pemeliharaan dan pembentukan sel baru. Limbah organik mengandung CHONS
(carbon, hydrogen, oxygen, nitrogen, sulphur) dan C5H7NO2 mewakili serat sel
tersebut
Menurut Mustapa et al (2004), Sungai merupakan badan air utama yang
digunakan untuk kegiatan domestik, industri, pertanian dan sering membawa
limbah perkotaan, air limbah industri dan limpasan musiman dari lahan pertanian.
Kualitas air sungai adalah gabungan dari beberapa senyawa yang saling terkait,
yang mengalami variasi dari kondisi lokal, temporal dan juga dipengaruhi oleh
volume aliran air (Mandal et al. 2010). Kualitas air dinyatakan dengan parameter
yang menggambarkan kondisi air tersebut. Parameter kualitas air meliputi
parameter fisika, kimia dan biologi. Parameter tersebut diukur dengan
menggunakan metode tertentu sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.
Paramater fisika meliputi suhu, padatan terlarut, padatan tersuspensi. Parameter
kimia meliputi pH, TSS, COD, DO. Parameter pertama yaitu pH, pH (puissance
negative de H) adalah suatu tingkatan untuk menyatakan derajat keasaman di
dalam air. Perubahan pH di dalam air dapat berpengaruh terhadap aktivitas biota
atau mikroorganisme yang ada di dalam air. Selanjutnya yaitu TSS (total
suspended solid), TSS merupakan padatan yang menyebabkan kekeruhan air,
tidak terlarut, dan tidak dapat langsung mengendap. TSS diukur berdasarkan berat
kering partikel yang terperangkap pada filter, umumnya filter yang digunakan
memiliki ukuran pori dengan diameter 0,45 μm. Parameter berikutnya yaitu COD
(chemical oxygen demand), dimana COD merupakan parameter yang
menunjukkan jumlah oksigen dalam ppm atau miligram per liter yang dibutuhkan
oleh bahan oksidan untuk mengoksidasi bahan organik secara kimiawi yang
terdapat di dalam air. Parameter berikutnya yaitu N (unsur nitrogen), Unsur
nitrogen merupakan unsur yang penting dalam proses pertumbuhan suatu
organisme. Unsur nitrogen dalam suatu limbah perlu diperhatikan karena unsur
tersebut dapat meningkatkan pertumbuhan alga dan tumbuhan. Nitrogen dalam air
akan cepat berubah menjadi nitrogen organik atau amoniak nitrogen (Novita et al.
2019).
Eceng gondok dikenal memiliki akar yang tumbuh panjang pada badan air
yang tercemar, danau eutrofik, dan mempunyai potensi besar untuk akumulasi
logam berat. Walaupun enceng gondok merupakan tanaman pengganggu, spesies
ini telah menjadi pilihan  penting untuk fitoremediasi logam berat dari limbah
karena kelebihannya dibanding dengan jenis lainnya. Pemanfaatan enceng gondok
untuk perjernihan air telah menunjukkan kesuksesannya. Tanaman ini
menjanjikan, tetapi penggunaannya ini memiliki kelemahan. Karena enceng
gondok dapat berkembang biak dengan sangat cepat, maka dibutuhkan area yang
sangat luas yang kemudian menyebabkan permasalahan lainnya seperti
pengurangan sinar matahari dan oksigen dalam air, mempersulit transportasi air,
kerusakan pada kegiatan perikanan, mengganggu stasiun pengambilan air bersih,
menghambat aliran sungai dan kanal, dan memperkenalkan bahaya kesehatan dari
vektor penyakit (Chuan, 2010).
Fitoekstraksi adalah penyerapan logam berat oleh akar tanaman dan
mengakumulasi logam berat tersebut ke bagian-bagian tanaman seperti akar,
batang dan daun. Rhizofiltrasi adalah pemanfaatan kemampuan akar tanaman
untuk menyerap, mengendapkan, mengakumulasi logam berat dari aliran limbah.
Fitodegradasi adalah metabolisme logam berat di dalam jaringan tanaman oleh
enzim seperti dehalogenase dan oksigenase. Fitostabilisasi adalah kemampuan
tanaman dalam mengeksresikan (mengeluarkan) suatu senyawa kimia tertentu
untuk mengimobilisasi logam berat di daerah rizosfer (perakaran).Fitovolatilisasi
terjadi ketika tanaman menyerap logam berat dan melepaskannya ke udara lewat
daun dan ada kalanya logam berat mengalami degradasi terlebih dahulu sebelum
dilepas lewat daun (Ghosh dan Singh, 2005).
Ada beberapa karakteristik unggul dalam memilih tanaman sebagai agen
fitoremediasi, diantaranya mudah tumbuh dan memiliki biomassa yang cukup
besar dalam waktu singkat sehingga dapat mengakumulasi pencemar dalam
jumlah besar, memiliki sistem perakaran yang cukup panjang sehingga dapat
menjangkau pencemar di tanah, merupakan tanaman lokal yang teradaptasi pada
kondisi iklim dan tanah sekitar wilayah tercemar sehingga tidak memerlukan
perawatan berlebih, serta tumbuh secara annual sehingga dapat dipanen secara
periodik jika dibandingkan dengan tanaman perennial. Dalam penerapannya,
fitoremediasi tidak hanya tentang memilih tanaman, kemudian menanamnya
begitu saja dan berharap pencemar akan hilang dengan sendirinya. Dibutuhkan
pemahaman yang komprehensif mengenai lokasi yang tercemar, jenis pencemar
yang terdapat di daerah tersebut, serta tanaman yang sesuai sehingga tujuan
fitoremediasi dapat tercapai (Laghlimi et al. 2015).

SIMPULAN
Pada penelitian ini, perubahan kualitas air akibat fitoremediasi
menyebabkan kualitas ir yang lebih jernih. Hal ini, dikarenakan tanaman
fitoremediasi dapat menyerap logam cukup besar sehingga menyebabkan
pertumbuhan tanaman menjadi terhambat. Jenis – jenis tanaman yang mampu
bertindak sebagai agens fitoremediasi adalah poplar (Populus deltoides),
kiambang (Pistia stratiotes), bunga matahari (Heliantus Anuus), kangkung (Ipome
reptans), dan bamboo air.

DAFTAR PUSTAKA
Bahri S. 2014. Model penelitian kuantitatif berbasis SEM-Amos. Yogyakarta(ID):
Deepublish.
Chuan, Zheng Jia. 2010. The Performance and Mechanism Removal of Heavy
Metals from Water by Water Hyacinth as a Biosorbent Materials.
Departemen Biology and Chemistry, City University of Hong Kong.
Ghosh M,Singh SP. 2005. A Review on Phytoremediationof Heavy Metal and
Utilization of Its By Product. Applied Ecology and Environmental
Research. 3(2):1-18.
Laghlimi, MB, Baghdad H, El Hadi, A. Bouabdli. 2015. Phytoremediation
mechanism of heavy metal contaminated soils: a review. Open
Journal of Ecology. 5: 375-388.
Mandal P, Upadhyay R., Hasa A. 2010. Seasonal and spatial variation of Yamuna
River water quality in Delhi, India. Environ Monit Assess .170
(1):661-670.
Mangkoedihardjo S, Ratnawati R, Alfianti N. 2008. Phytoremediation of
hexavalent chromium polluted soil using Pterocarpus indicus and
jatropha curcas L. World Applied Sciences Journal. 4(1):338-342.
Mangkoedihardjo S, Ganjar S. 2010. Fitoteknologi Terapan. Yogyakarta(ID):
Graha Ilmu.
Mustapha A, A. Z. Aris, H. Juahir, M. F. Ramli, N. Kura. 2013. River water
quality Assessment using envirometric technique: case study of
Jakarta River Basin. Environ Sci Pollut Res.
Novita E, Hermawan AAG, Wahyuningsih S. 2019. Komparasi proses
fitoremediasi limbah cair pembuatan tempe menggunakan tiga jenis
tanaman air. Jurnal Agroteknologi. 13(1): 16-24.
Ratnawati R, Fatmasari RD. 2018. Fitoremediasi tanah tercemar logam timbal
(Pb) menggunakan tanaman lidah mertua (Sansevieria trifasciata) dan
jengger ayam (Celosia plumosa). Jurnal Teknik Lingkungan. 3(2): 62-
69.
Setiadi T, Pertiwi FI, Widyarsa II. 1999. Pengolahan Limbah Cair Industri Tekstil
yang Mengandung Zat Warna Azo Reaktif dengan Proses Gabungan
Anaerob dan Aerob. Laboratorium Mikrobiologi dan Teknologi
Bioproses, Jurusan Teknik Kimia Institut Teknologi Bandung,
Bandung.
Setyowati S, Nanik HS, Erry W. 2015. Kandungan logam tembaga (Cu) dalam
eceng gondok (Eichhornia crasipes) perairan dan sedimen
berdasarkan tata guna lahan di sekitar sungai Banger Pekalongan.
Bioma. 7(1):1410-8801.

Anda mungkin juga menyukai