Anda di halaman 1dari 225

PROPOSAL

PROGRAM HIBAH PENULISAN BUKU TEKS

PERGURUAN TINGGI

TAHUN 2015

MODERN PUBLIC RELATIONS

TITO EDY PRIANDONO M.SI

DEPARTEMEN ILMU KOMUNIKASI

FAKULTAS PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA


BIODATA

Nama Lengkap : Tito Edy Priandono M.Si

Alamat Rumah (lengkap) : Permata Bojong Blok B-3 Caringin Bandung Kulon
Bandung

Telepon Rumah :-

Nomor HP : 081220376073

Faksimili Rumah :

Email Pribadi : :

Alamat Kantor (lengkap) : Gedung FPIPS Lt 3 UPI Bandung Jln Setiabudhi no


229

Telepon Kantor : (022)2013163


Faksimili Kantor : (022) 2013651

Riwayat Pendidikan

Tahun Lulus Universitas Spesialisasi

S3

S2 Universitas Indonesia Magister ILmu


KOMunikasi (Komunikasi
Perusahaan)

S1 Universitas Padjadjaran Hubungan Masyarakat

Nama Mata Kuliah

No Mata Kuliah Strata


1 Hubungan Media S1

2 Pengantar Humas S1

3 Hubungan Investor S1

4 Penulisan Humas S1

Jumlah Mahasiswa yang diluluskan

Jumlah Strata

- -

- -

- -

Pengalaman Penelitian

Tahun Topik Sumber Dana

2014 Analisis Retorika RKAT Jurusan


Komunikasi Politik Basuki
Tjahaya Purnama di
Wawancara Media

2010 Kepercayaan Klien pribadi


Terhadap Konsultan
Humas

Pengalaman Publikasi Ilmiah

Nama Tahun Judul Nama Vol Status


Terbit Berkala Halaman Akreditasi

Tito Edy 2014 Kajian Jurnal Volume 17 Akreditasi


Priandono Kepercayaan Penelitian Nomor 1 LIPI
Klien Komunikasi Bulan Juli
terhadap Kementerian Tahun 2014
Konsultan Komunikasi
Humas dan
Informasi

Pengalaman Penerbitan Buku

Nama Judul Tahun Penerbit ISBN

Tito Edy Komunikasi 2014 Departemen 978-602-70397-


Priandono M.Si Keberagaman Ilmu 0-4
Komunikasi
PROLOG

Organisasi, baik nirlaba maupun korporasi, menghadapi tantangan komunikasi


semakin berat. Publik atau stakeholders secara aktif membentuk isu terkait organisasi.
Pada titik inilah, komunikasi antara organisasi dengan publiknya mengambil peran
penting dalam membangun pemahaman bersama dalam meraih tujuan bersama yang
saling menguntungkan.

Fungsi hubungan Masyarakat yang pada dekade sebelumnya dianggap sebelah


mata oleh pengambil kebijakan organisasi saat ini menempati peran yang strategis
dengan peluang karier yang beragam. Peluang karier dan peran strategis menjadi
tantangan besar bagi praktisi humas yang telah menjalani profesi maupun mahasiswa
Ilmu Komunikasi yang ingin berkecimpung dalam dunia humas untuk membekali diri
dengan kompetensi dan pengetahuan kajian hubungan masyarakat.

Hubungan masyarakat tidaklah hanya kemampuan berbicara saja, tetapi di


dalamnya mengandung keragaman model dan peran di dalam organisasi dalam konteks
membangun hubungan dengan publik dan mengelola reputasi organisasi. Pada konteks
tersebut buku ini bisa menjadi bekal dalam mengkaji hubungan masyarakat baik secara
teoritis maupun praktis. Kita tidak cukup mempelajari hubungan masyarakat sebatas
teknik komunikasi tetapi kita juga harus memahami filosofi dan aplikasi dasar
hubungan masyarakat dalam berbagai konteks, karena setiap konteks komunikasi
membutuhkan pendekatan komunikasi yang berbeda.

Penulis berharap buku Modern Public Relations ini memberikan sumbangan


pemikiran dan pengalaman baik bagi akademisi maupun praktisi yang gigih berjuang
dalam dunia humas. Salam Humas

Penulis

Tito Edy Priandono


DAFTAR ISI

KONSEP DASAR HUBUNGAN MASYARAKAT .......................... 1


PERDEBATAN ISTILAH HUMAS ATAU KOMUNIKASI PERUSAHAAN ... 6
PRINSIP KERJA HUBUNGAN MASYARAKAT ............................................. 9
PERAN HUBUNGAN MASYARAKAT............................................................ 24
SIMPULAN BAB ................................................................................................ 29
MANAJEMEN PUBLIK DAN ISU ORGANISASI ........................30
TIPOLOGI PUBLIK ORGANISASI ................................................................... 31
MANAJEMEN ISU ............................................................................................. 41
KONSEP MANAJEMEN ISU ............................................................................. 42
FASE PERKEMBANGAN ISU .......................................................................... 43
STRATEGI MANAJEMEN ISU ......................................................................... 50
EVALUASI MANAJEMEN ISU ........................................................................ 69
SIMPULAN BAB ................................................................................................ 71
HUMAS DALAM MENGELOLA REPUTASI ORGANISASI .......72
HUBUNGAN CITRA DENGAN REPUTASI .................................................... 73
KONSEP REPUTASI .......................................................................................... 77
MANFAAT REPUTASI ...................................................................................... 79
PERSPEKTIF KAJIAN REPUTASI ................................................................... 82
MANAJEMEN REPUTASI PEMANGKU KEPENTINGAN ............................ 85
SIMPULAN BAB ................................................................................................ 90
HUBUNGAN MASYARAKAT DALAM KONTEKS PENGELOLAAN
HUBUNGAN MEDIA ..................................................................91
HUBUNGAN BENCI DAN RINDU JURNALIS DAN HUMAS ...................... 93
MEMETAKAN TARGET MEDIA ................................................................... 100
TEKNIK HUBUNGAN MEDIA ....................................................................... 102
EVALUASI HUBUNGAN MEDIA .................................................................. 116
SIMPULAN BAB .............................................................................................. 117
HUMAS DALAM KONTEKS KOMUNIKASI PEMASARAN .....118
KONSEP DASAR PEMASARAN .................................................................... 121
KONSEP DASAR KOMUNIKASI PEMASARAN ......................................... 123
MODEL HUBUNGAN HUMAS DAN PEMASARAN ................................... 136
HUBUNGAN MEDIA DALAM KOMUNIKASI PEMASARAN ................... 141
HUMAS PEMASARAN BERBASIS ISU SOSIAL ......................................... 142
SIMPULAN BAB .............................................................................................. 147
HUMAS DALAM KONTEKS PUBLIC AFFAIRS .......................149
DEFINISI PUBLIC AFFAIRS .......................................................................... 150
STRATEGI PENDEKATAN TERHADAP PEMERINTAH............................ 153
STRATEGI PENDEKATAN KELOMPOK KEPENTINGAN ........................ 155
STRATEGI PENDEKATAN MEDIA MASSA ................................................ 161
SIMPULAN BAB .............................................................................................. 167
HUMAS DALAM KONTEKS PASAR MODAL ..........................169
KONSEP HUBUNGAN INVESTOR................................................................ 170
BAGAIMANA HARGA SAHAM TERBENTUK? .......................................... 170
TUJUAN HUBUNGAN INVESTOR................................................................ 175
ATURAN PASAR MODAL.............................................................................. 176
MENGELOLA HUBUNGAN PUBLIK DALAM PASAR MODAL............. 178
TAKTIK HUBUNGAN INVESTOR ................................................................ 187
SIMPULAN BAB .............................................................................................. 192
INDUSTRI KONSULTAN HUMAS ............................................194
KELEBIHAN KONSULTAN HUMAS ............................................................ 197
KERUGIAN MENGGUNAKAN KONSULTAN HUMAS ............................. 197
SEJARAH KONSULTAN HUMAS ................................................................. 199
JASA KONSULTAN HUMAS ........................................................................ 205
SIMPULAN BAB .............................................................................................. 207
DAFTAR PUSTAKA .................................................................208

GLOSARIUM ...........................................................................215
KONSEP DASAR HUBUNGAN MASYARAKAT

Setelah membaca bab awal ini maka Anda diharapkan

 Memahami definisi hubungan masyarakat


 Memahami prinsip kerja hubungan masyarakat
 Memahami model-model kajian hubungan masyarakat
 Memahami peran hubungan masyarakat bagi organisasi

Apakah organisasi yang tidak memberdayakan fungsi hubungan masyarakat


dapat mencapai tujuannya seperti penjualan produk yang laku keras, laba perusahaan
yang besar? Mungkin saja bisa terjadi, ambil contoh saja produk sandal Swallow,
merek sandal jepit yang ringan dan tahan banting, tidak membutuhkan fungsi hubungan
masyarakat. Anda tidak pernah mendengar atau melihat program komunikasi
pemasaran produk Swallow. Tapi kesadaran merek sandal Swallow jika anda observasi
sangatlah tinggi dan anda mungkin bisa jadi menjadi salahsatu penggunanya.

Namun tren saat ini ketika dunia yang semakin kompleks dan organisasi
menghadapi tekanan dan masalah dari publik sehingga mendorong adanya dialog dan
interaksi intim dengan publiknya, hal inilah membuat fungsi hubungan masyarakat
menjadi hal yang tidak bisa disepelekan keberadaannya seperti halnya pemasaran,
sumber daya manusia, keuangan, teknik. Tren dewasa ini menunjukan semakin
pentingnya humas bagi organisasi di mana fungsi hubungan masyarakat tidak bisa
dipisahkan dari praktik organisasi modern baik dalam konteks organisasi nir-laba
maupun bisnis. Semakin pentingnya fungsi hubungan masyarakat ini tergambar dari
semakin tingginya posisi praktisi hubungan masyarakat dalam suatu organisasi modern,
sebut saja misalnya posisi Vice President of Public Relations, Director of
Communication, Director of Public Affair, Vice President Corporate Communications,

1
Kepala Biro Hubungan Masyarakat, Direktur Media. Beragam istilah tadi baik itu
Hubungan Masyarakat, Komunikasi Perusahaan, Public Affairs, Corporate
Communications merujuk pada konsep yang sama yaitu Hubungan masyarakat.

Posisi senior hubungan masyarakat mengindikasikan betapa fungsi humas


menempati peran penting dalam organisasi. Grunig dan Hunt menyatakan bahwa fungsi
hubungan masyarakat dapat dinilai ketika fungsinya menjadi koalisi-dominan di dalam
organisasi dalam arti menjadi bagian dari pemimpin puncak perusahaan dalam
menentukan strategi perusahaan (Tench dan Yeomans, 2009:27). Grunig berpendapat
bahwa hubungan masyarakat dapat berkontribusi pada efektivitas organisasi ketika
dapat menyelaraskan tujuan organisasi dengan harapan publik strategis organisasi
tersebut. Kontribusi ini memiliki nilai ekonomis bagi organisasi. Hubungan masyarakat
dapat berkontribusi bagi organisasi dengan membangun hubungan jangka panjang yang
kualitas dengan publik kunci. Kontribusi hubungan masyarakat dapat efektif ketika
praktisi humas merupakan bagian dari koalisi dominan dari organisasi yang dapat
menentukan tujuan organisasi dan membantu menentukan publik eksternal mana yang
dinilai strategis bagi organisasi (Edwards, 2011:14).

Pertanyaannya kemudian apakah tesis Grunig tersebut bisa diterapkan dalam


praktik nyata? Apa yang dikemukakan Grunig sebenarnya dalam tataran praktik
seringkali jauh panggang dari api. Kontribusi hubungan masyarakat terhadap
pencapaian tujuan organisasi masih menjadi misteri bagi banyak pihak meskipun
praktisi humas memberikan nasehat/konsultasi bagi pemimpin organisasi terkait
masalah komunikasi, kebanyakan praktisi humas tidak dilibatkan secara langsung pada
level bisnis dan korporasi (Moss et al dalam Steyn 2009:518 ).

Marjinalisasi peran humas di dalam organisasi telah menjadi realita nyata


dalam praktik bisnis baik lembaga komersial maupun nirlaba Kajian yang dilakukan
White dan Dozier mengakui bahwa hubungan masyarakat sering kali tidak dilibatkan
dari keanggotaan koalisi dominan dan yang lebih penting tidak berpartisipasi dalam
pengambilan keputusan strategis organisasi. Salah satu alasan utama dikecualikan dari
kerja tim manajemen puncak adalah terkait aspek kurangnya keterampilan manajemen
dan kompetensi di antara banyak praktisi hubungan masyarakat (Moss, 2004: 500).

2
Fenomena tersebut dialami penulis ketika melakukan kajian terhadap fungsi
humas di sebuah kementerian. Mayoritas lembaga di kementerian tersebut hanya
memberikan porsi bagi humas sebatas juru foto dan reportase berita dan tidak dilibatkan
dalam koalisi dominan. Fungsi humas dianggap sebagai fungsi kelas dua dalam praktik
lembaga pemerintah dan fokus pada tugas pokok fungsi kementerian semata. Bahkan di
sebuah instansi pemerintah, praktisi humas dipegang oleh mantan supir dan hanya
memiliki ijazah SMA. Sebuah kenyataan yang sangat ironis bagi kita yang belajar
dengan tekun teori dan praktik hubungan masyarakat di bangku kuliah bahkan sampai
pada jenjang pasca sarjana.

Ketidakpercayaan pemimpin puncak organisasi dengan menempatkan peran


humas secara minimal dan menempatkan posisi humas di tingkat bawah struktur
organisasi merupakan hal sudah jamak terjadi di sebagian besar organisasi di Indonesia
baik konteks nir-laba maupun komersial. Hal yang paling mendasari fenomena tersebut
adalah pandangan pemimpin organisasi yang menilai fungsi hubungan masyarakat
hasilnya tidak dapat terukur dengan jelas dibandingkan fungsi organisasi lainnya.

Misalnya, apakah pemberitaan media massa yang massif akan meningkatkan


penjualan produk? Pandangan ini seringkali membuat pemimpin organisasi memandang
sebelah mata peran humas bagi organisasi. Coba bandingkan dengan fungsi pemasaran,
jika anda menghabiskan anggaran Rp 10 miliar untuk promosi pemasaran maka bisa
menghitung dengan mengukur kenaikan penjualan produk setelah pemasangan iklan
dan program pemasaran. Fungsi sumber daya manusia di dalam organisasi bisa
mengukur kinerjanya dari tingkat perpindahan pegawai dan produktivitas kerja
karyawan.

Meskipun realitanya sebagian organisasi masih belum menempatkan posisi


humas secara strategis namun saat ini sebenarnya telah terjadi perkembangan yang
menggambarkan semakin pentingnya hubungan masyarakat adalah profesi praktisi
hubungan masyarakat menjadi dambaan bagi pencari kerja. Kini, praktisi hubungan
masyarakat menjadi salah satu profesi yang banyak diincar oleh pencari kerja anak
muda. Hal ini dipicu oleh pandangan umum bahwa humas menjanjikan penghasilan
tinggi. Selain penghasilan tinggi, profesi praktisi humas memberikan tantangan dalam
menciptakan ide dan solusi serta membangun komunikasi dengan klien maupun media.

3
Profesi sebagai staf hubungan masyarakat sudah jamak terdengar di telinga
banyak orang. Hampir di seluruh kegiatan, baik berkaitan dengan perseorangan,
organisasi, atau perusahaan, peran hubungan masyarakat sangat dibutuhkan untuk
mendukung kelancaran hingga kesuksesan kegiatan tersebut . Menurut Baines dkk
(2003:4), hubungan masyarakat telah berkembang sangat pesat dalam beberapa dekade
terakhir, sebagian karena praktek manajemen dalam berbagai organisasi baik yang
komersial dan non-komersial yang membutuhkan kegiatan humas.

Organisasi modern menghadapi kebutuhan komunikasi yang semakin besar


seiring dengan potensi konflik dengan publik semakin besar pula. Ditambah lagi
dorongan faktor globalisasi menciptakan organisasi bersifat global sehingga merubah
cara berkomunikasi secara revolusioner. l'Etang (2008: 232) berpendapat bahwa
globalisasi menawarkan peluang baru terhadap fungsi hubungan masyarakat, dan
hubungan masyarakat mendapatkan manfaat dari perubahan geopolitik dan teknologi
yang telah memberikan peluang komunikatif bagi pemangku kepentingan global. Pada
satu sisi, praktisi hubungan masyarakat memperkuat dan meningkatkan identitas global,
tapi di sisi lain praktisi hubungan masyarakat harus mengadopsi budaya lokal dan
memberi perhatian serius terhadap hubungan komunitas.

Russo (2002: 155) menilai praktik hubungan masyarakat telah menjadi lebih
menantang karena sejumlah faktor. Pertama, meningkatnya fungsi hubungan
masyarakat di sejumlah organisasi. Hal ini mendorong praktik hubungan masyarakat
dari tataran keilmuan menjadi tataran seni dan keilmuan. Kedua, meningkatnya
ketersediaan alat atau saluran komunikasi yang beragam dan mutakhir. Kedua faktor
tersebut mendorong kebutuhan spesialisasi praktik kehumasan. seperti bidang
teknologi, bioteknologi, layanan kesehatan.

Perkembangan teknologi baru dengan hadirnya internet atau media baru juga
mengubah cara bagaimana praktisi humas berkomunikasi dengan publik. Pada beberapa
dekade sebelumnya, media massa berperan paling penting dalam proses agenda publik,
tetapi kehadiran media baru menciptakan peluang besar sekaligus tantangan bagi
organisasi maupun publik dalam membangun agenda melalui percakapan dunia maya
maupun pengembangan konten multimedia.

4
Dibandingkan dengan profesi bisnis lainnya, praktik hubungan masyarakat
masihlah tergolong sangat muda. Praktik profesi hubungan masyarakat tumbuh pada
akhir abad 19 di Amerika dan Eropa seiring dengan perkembangan produksi industri
secara masal dan meningkatnya kebutuhan humas untuk mempromosikan barang dan
jasa melalui proses manajemen isu dan perdebatan di ruang publik (van Ruler dan
Heath, 2008:3986). Secara keilmuan-pun hubungan masyarakat masih bisa dikatakan
anak kemarin sore, sebagai kajian “sub spesialis” ilmu komunikasi yang sudah mapan
dengan mengadopsi perspektif kajian manajemen. Humas dalam konteks keilmuan
merupakan kajian interdisiplin dengan melihat perspektif lebih luas. Praktisi humas
tidak hanya harus mempelajari teknik komunikasi semata tetapi juga kajian lainnya
seperti manajemen strategik, psikologi, sosiologi.

Bagaimana dengan perkembangan praktik hubungan masyarakat di Indonesia?


Kharsadi (2008:235) menyatakan praktik hubungan masyarakat di Indonesia
sebenarnya sudah dikenal sejak era awal perang kemerdekaan, khususnya dalam upaya
memperkenalkan eksistensi dan kedaulatan bangsa Indonesia di dunia internasional
dengan diangkatnya Soedarpo Sastrosatomo sebagai Publik Relations Officer pertama
pada Departemen Penerangan dengan program-program hubungan media di Tanah Air
dan forum diplomasi Perserikatan Bangsa-Bangsa.

Selanjutnya praktik dan program kehumasan diperkenalkan pula oleh sejumlah


perusahaan minyak, lembaga kepolisian, dan perusahaan penerbangan Garuda
Indonesia Airways pada akhir 1960-an. Profesi kehumasan baru berkembang pesat pada
awal orde baru dengan kebijakan terbukanya kesempatan investasi dan penanaman
modal asing di Indonesia Kehadiran lembaga usaha asing di sektor migas, manufaktur,
industry, perhotelan, dan perbankan internasional, khususnya yang dating dari negara-
negara maju, pada umumnya dilengkapi fungsi humas professional. Diberlakukannya
Undang-undang Penanaman Modal Asing maupun Dalam Negeri pada tahun 1968
mendorong perusahaan asing memerlukan beragam jasa konsultasi, antara lain
konsultan kehumasan. Alwi Dahlan menjadi konsultan kehumasan Indonesia pertama.
PT Inscore Secha (Noeradi, 2008:46).

5
PERDEBATAN ISTILAH HUMAS ATAU KOMUNIKASI PERUSAHAAN

Terdapat pertentangan makna semantik, di mana sejumlah pakar menggunakan


istilah hubungan masyarakat dan sedangkan pakar yang lain lebih nyaman dengan
istilah komunikasi perusahaan. Perdebatan ini dilatarbelakangi sejumlah alasan baik
bersifat konseptual maupun praktis. Argenti (2006:357) menyimpulkan bahwa
hubungan masyarakat terlalu memfokuskan pada hubungan dengan media massa
sedangkan komunikasi perusahaan lebih bersifat integratif dengan melihat fungsi
organisasi yang fokus pada sejumlah konstituen organisasi.

Pendapat senada juga dikemukakan Cornelissen (2008:1004), yang menilai


fungsi hubungan masyarakat yang awalnya bersifat teknis di mayoritas perusahaan, dan
secara umum dibangun berkaitan komunikasi dengan jurnalis. Sementara pemangku
kepentingan lainnya, baik internal dan eksternal membutuhkan informasi lebih banyak
dari perusahaan. Praktisi komunikasi di dalam perusahaan membutuhkan konsep lebih
dari sekedar hubungan masyarakat. Hal inilah menjadi titik awal perkembangan konsep
komunikasi perusahaan.

Pendapat berbeda dikemukakan Steyn yang justru melihat tidak ada perbedaan
teoritis antara komunikasi perusahaan dan hubungan masyarakat. Tetapi ia lebih
cenderung memilih istilah komunikasi perusahaan karena konotasi negatif dari
hubungan masyarakat di mata sejumlah publik (Bronn, 2013:54). Hubungan
masyarakat seringkali identik dengan hubungan media tidak terlepas dari kelahirannya
di masa awal yang tumbuh seiring dengan pentingnya opini publik yang terbentuk
melalui media massa. Praktik awal humas memang pada awalnya sebagai press
agentry. Phillingane (2004:286) mendefinisikan press agentry sebagai praktik menarik
perhatian jurnalis media massa melalui sejumlah teknik yang mampu mengolah berita.
Press agentry atau biasa dikenal dengan istilah publisitas telah menjadi inti dari
program kerja hubungan masyarakat.

Terlepas dari perselisihan makna semantik kedua istilah tersebut, penulis lebih
mengambil moderat. Kedua istilah tersebut sama dan sebangun dalam konteks praktik
maupun teoritis di lapangan. Istilah hubungan masyarakat maupun komunikasi
perusahaan memiliki kesamaan konseptual dan praktik di dalam dunia bisnis. Hal ini
seperti yang dikemukakan Tench dan Yeomans (2009:6) yang menyatakan bahwa

6
definisi hubungan masyarakat yang digunakan dalam praktik sehari-hari dapat
dipertukarkan dengan istilah lain seperti komunikasi organisasi ataupun komunikasi
perusahaan.

Harlow (1976) menemukan 472 definisi yang berbeda tentang hubungan


masyarakat yang diciptakan antara tahun 1900 dan 1976. Ia kemudian
mengembangkan definisi hubungan masyarakat sebagai fungsi manajemen yang
secara khas yang membantu dalam membangun dan memelihara saluran komunikasi
bersama, pemahaman, penerimaan dan kerja sama antara organisasi dengan publiknya;
melibatkan manajemen isu; membantu manajemen untuk pengelolaan masalah;
membantu manajemen untuk terus mengelola informasi dan tanggap terhadap opini
publik; mendefinisikan dan menekankan tanggung jawab manajemen untuk melayani
kepentingan umum; membantu manajemen tetap mengikuti dan efektif memanfaatkan
perubahan; melayani fungsi sebagai sistem peringatan dini untuk membantu
mengantisipasi tren yang berkembang; dan menggunakan penelitian dan teknik
komunikasi etis sebagai alat utamanya (Tench dan Yeomans, 2009:5).

Organisasi profesi hubungan masyarakat terbesar di Amerika Serikat, Publik


Relations Society America (PRSA) mendefinisikan hubungan masyarakat sebagai
sebuah disiplin terapan di dalam bidang komunikasi yang menggunakan pemikiran,
perencanaan, penelitian, dan prakti yang strategis untuk membantu organisasi atau
orang dalam menciptakan hubungan dan interaksi saling menguntungkan dengan
khalayak sehingga menentukan kegagalan atau kesuksesan, posisi sebuah organisasi
atau orang, isu yang menguntungkan di dalam perang ide dan mempengaruhi sikap
pendapat perilaku dari khalayak yang disasar (Diggs-Brown, 2012:6).

Institute of Public Relations mendefinisikan hubungan masyarakat sebagai


usaha yang terencana dan berkelanjutan untuk mengelola dan menetapkan kehendak
baik dan pemahaman bersama antara organisasi dan publiknya (Baines dkk, 2003:7).
Cutlip et al mendefinisikan hubungan masyarakat sebagai fungsi manajemen yang
membangun dan mengelola hubungan saling menguntungkan antara organisasi dan
publiknya di mana kesuksesan sangat bergantung pada hubungan tersebut (Noble dan
Watson, 2007:9). Sedangkan World Assembly of Public Relations Associations
mendefinisikan hubungan masyarakat sebagai seni dan ilmu dalam menganalisa tren,
memprediksi dampak yang akan dihadapi organisasi, memberikan konseling pemimpin,

7
dan mengimplementasikan program-program yang telah direncanakan untuk
kepentingan organisasi maupun publik (Theaker, 2001:4).

Hubungan masyarakat merupakan sebuah seni, dalam konteks ini seorang


praktisi hubungan masyarakat harus memiliki daya kreativitas yang tinggi. Seringkali
pada tataran praktik, praktisi tidak bisa hanya mengandalkan apa yang sudah menjadi
kebiasaan umum tetapi seringkali harus berpikir di luar kerangka umum sehingga bisa
meraih tujuan yang diharapkan. Penulis pernah memiliki pengalaman menangani
seorang CEO bank terkemuka yang ingin mengundurkan diri dari jabatannya. CEO
tersebut memberikan arahan agar di masa akhir jabatannya bisa mendapatkan publisitas
media dan jurnalis tidak membangun isu negatif keputusan mundurnya. CEO tersebut
berkewarganegaraan asing dan sudah lama tinggal di Indonesia, sebenarnya media
massa sudah mengupas sisi prestasi bisnisnya sehingga dari sisi personality bisnis
sebenarnya sudah pada titik jemu.

Seorang praktisi hubungan masyarakat tidak boleh menyerah dan harus


mengeksplorasi sisi lain yang bisa menjual. Berdasarkan penelusuran penulis dengan
tim ternyata ditemukan sejumlah hobi yang menarik seperti dansa, koleksi seni,
blusukan ke pasar tradisional. Berdasarkan kajian tersebut diputuskan untuk
membangun publisitas dengan target utama rubrik gaya hidup bukan lagi fokus pada
rubrik bisnis. Hasilnya sejumlah media ternama di tanah air seperti Bisnis Indonesia,
Koran Tempo, The Jakarta Post mengangkat profil CEO tersebut. Di sinilah peran
kreativitas hubungan masyarakat dalam membangun isu.

Pekerjaan hubungan masyarakat juga tidak bisa dilepaskan dari kemampuan


daya kreatif dalam mengolah pesan seperti penulisan naskah, desain tata letak
publikasi, penyelenggaraan acara khusus. Pekerjaan tersebut membutuhkan daya
kreativitas yang mumpuni. Jika Anda bekerja di perusahaan dan memiliki kemampuan
kreatif maka akan memiliki posisi tawar lebih baik karena perusahaan tidak lagi
membutuhkan pihak ketiga untuk mengerjakannya. Contohnya, teman penulis pernah
mengelola majalah penerbangan salah satu maskapai swasta nasional sendirian.

Hubungan masyarakat juga merupakan bagian ilmu sosial dalam arti, pada
proses kerjanya menggunakan prinsip-prinsip keilmuan dan harus dipelajari, misalnya
riset pendapat publik, teknik persuasi publik. Hubungan masyarakat, saat ini merupakan

8
salah satu cabang ilmu komunikasi yang tumbuh sangat cepat bahkan di sejumlah
perguruan tinggi sudah membuka program studi pasca sarjana bidang hubungan
masyarakat. Pendidikan hubungan masyarakat yang tumbuh pesat mendorong
terciptanya keragaman perspektif kajian berpadu dengan kajian ilmu yang lain seperti
manajemen, sosiologi, akuntansi, antropologi, politik dll.

Orang awam sering mengatakan “ngapain sih, sekolah tinggi-tinggi untuk


belajar humas?” Pendapat sinis atau merendahkan ini karena sejumlah orang masih
berpendapat bahwa hubungan masyarakat tidaklah perlu dipelajari dalam pendidikan
formal dan seringkali humas didefinisikan sebagai seni manipulasi opini publik,
manipulasi pendapat konsumen dan politisi. Pandangan ini melihat hubungan
masyarakat sebagai cara untuk memutarbalikan fakta untuk kepentingan egois dari
sejumlah organisasi, personal, advokasi isu, maupun cara pandang.

Kritikan dari praktisi jurnalistik dan lainnya melihat praktik hubungan


masyarakat sebagai seni untuk kepentingan mempromosikan ide pribadi, kerangka fakta
atau cara pandang (Heath, 2004:679 ). Bahkan ada joke terdapat tiga profesi manusia
yang tidak perlu dihisab Tuhan untuk masuk neraka yaitu pengacara, jurnalis dan
humas, karena ketiga profesi tersebut berkaitan dengan manipulasi fakta dan di mata
publik dan dianggap profesi penuh gelimang dosa.

PRINSIP KERJA HUBUNGAN MASYARAKAT

Ivy Ledbetter Lee merupakan tokoh yang meletakkan pondasi pertama


mengenai prinsip hubungan masyarakat modern ketika mendirikan perusahaan Parker
& Lee pada 1906, dan kemudian mengeluarkan Pernyataan Prinsipnya yang terkenal.
Lee mendeklarasikan bahwa perusahaannya tidak akan bekerja secara rahasia seperti
perusahaan lainnya seperti halnya The Publicity Bureau, yang secara rahasia
mengoperasikan biro berita secara rahasia untuk kepentingan industri kereta api.
Malahan perusahaannya tersebut akan bekerja secara penuh membuka transparan
mengenai pekerjaannya mengatasnamakan klien (Morris dan Goldsworthy, 2008:64)

Lee menyatakan bahwa perusahaan harus transparan mengenai informasi dan


nilai bagi kepentingan publik. Prinsip-prinsip tersebut saat ini, faktanya menjadi
prinsip penting dalam Kode Standar Profesional untuk praktisi hubungan masyarakat

9
dari PRSA, perkumpulan professional praktisi hubungan masyarakat di dunia (Morris
dan Goldsworthy, 2008:64).

Untuk menjalankan perannya dengan baik, seorang praktisi hubungan


masyarakat harus berpedoman dengan lima prinsip dasar humas yaitu antara lain:
pertama, komunikasi yang bersifat proaktif merupakan sumber dari strategi bisnis yang
mampu membantu publik dalam melihat organisasi dengan memberikan informasi yang
dibutuhkan dalam mengambil berbagai keputusan (Komisarjevsky, 2002:18). Sebagian
besar organisasi masih berpandangan hubungan masyarakat seperti pemadam
kebakaran, di mana dibutuhkan ketika kebakaran sudah melanda dan hampir
menghancurkan bangunan organisasi.

Praktisi hubungan masyarakat harus melihat fungsinya sebagai boundary


spanning. Dalam perspektif sistem organisasi, hubungan masyarakat bekerja dalam
batas-batas di dalam organisasi di mana bekerja dengan sub sistem organisasi lainnya
dan membantu mereka berkomunikasi secara internal. Hubungan masyarakat juga perlu
membantu sub sistem dalam komunikasi eksternal publik dengan memberikan solusi
ahli tentang apa dan bagaimana berkomunikasi dengan publik di luar organisasi
(Tench dan Yeomans, 2009:27).

Dalam berperan sebagai boundary spanner, seorang praktisi humas harus


bekerja secara reflektif dan secara berkala melihat masalah dari sisi perspektif yang luas
atau melihat dari sisi publik eksternal. Menurut Theaker dalam menjalankan peran
sebagai boundary spanner seorang praktisi hubungan masyarakat harus memiliki dua
kemampuan yaitu kesadaran pemahaman akan lingkungan yang lebih luas dan kedua
memiliki kompetensi pemahaman tentang sikap dan perilaku sejumlah pemangku
kepentingan organisasi karena mereka berdialog secara berkala (Theaker, 2001:37).
Pemahaman lingkungan organisasi baik internal maupun eksternal berdampak pada
meningkatnya kebutuhan kompetensi dan ketrampilan praktisi humas.

Seorang praktisi hubungan masyarakat tidak hanya mampu menguasai


ketrampilan praktis kehumasan tetapi lebih dari itu, harus memahami konteks sosial,
bisnis, ekonomi di mana humas tersebut bekerja dan dapat memetakan isu komunikasi
dan memberikan perencanan strategis yang dapat diukur dan dievaluasi (Morris dan
Goldsworthy, 2008:1). Praktisi hubungan masyarakat harus memiliki kompetensi yang

10
dibangun dari dua aspek utama yaitu pengalaman dan pendidikan. Berikut ini
kompetensi yang harus dimiliki seorang praktisi hubungan masyarakat : (1) memiliki
pendidikan formal, (2) praktisi hubungan masyarakat harus memiliki kesadaran
mengenai tren bisnis yang dihadapi organisasi, (3) praktisi hubungan masyarakat harus
memiliki kesadaran mengenai tekanan yang dihadapi organisasi, (4) praktisi hubungan
masyarakat harus dibekali kesadaran mengenai pola interaksi sosial (5) praktisi
hubungan masyarakat harus memiliki kesadaran mengenai fungsi manajemen, (6)
terakhir praktisi hubungan masyarakat harus dibekali pemahaman terhadap objektif
perusahaan (Rudolp dan Johnson, 1983:11). Dalam konteks ini, praktisi humas tidak
semata penguasaan ketrampilan semata seperti ketrampilan menulis, presentasi,
berbicara depan publik tetapi hal yang penting adalah memahami fungsi humas sebagai
komunikasi strategis dalam konteks manajemen strategis suatu organisasi.

Kedua, komunikasi dengan sudut pandang diri sendiri adalah hampa tidak
berguna, sebaliknya komunikasi harus dari sudut pandang pihak luar sehingga akan
lebih efektif (Komisarjevsky, 2002:18). Seorang praktisi humas harus memahami
bahwa berbicara tanpa tindakan tidak ada gunanya. Publik melihat organisasi
berdasarkan perilaku dan kata-kata yang digunakan oapakah sinkron atau justru
berlawanan. Sebuah organisasi yang selalu menyatakan dirinya bebas korupsi anti KKN
tetapi dalam kenyataannya banyak anggotanya terkena kasus korupsi atau publik justru
merasakan tiap hari perilakunya berbeda dengan jargon yang didengungin organisasi
maka publikpun justru akan terus resisten dan tidak mempercayai pesan komunikasi
yang didiseminasi melalui berbagai saluran komunikasi publik. Pesan kunci komunikasi
tidaklah ada artinya atau bermakna jika fakta yang ditemukan lapangan berbeda.
Dalam konteks inilah sebenarnya praktisi hubungan masyarakat dalam berkomunikasi
atau mengklaim sesuatu harus berdasarkan fakta-fakta nyata yang dirasakan publik.

Prinsip ini sebenarnya mengafirmasi bahwa program komunikasi bukanlah


sebuah panasea atau obat segala penyakit. Komunikasi mampu menjadi pendorong
penyelesaian masalah tetapi jika masalah pokok tidak diselesaikan maka tidak ada
gunanya menggunakan praktik hubungan masyarakat. Misalnya, jika produknya cacat
maka harus diperbaiki dan jika layanan perusahaan buruk maka harus terlebih dahulu
diperbaiki. Akan menjadi sia-sia dan tidak mendapatkan hasil optimal dari program
humas organisasi kerjakan jika akar masalahnya tidak diselesaikan dengan benar.

11
Misalnya, salah satu maskapai penerbangan nasional yang sering terbang telat justru
mereknya dipelesetkan late is our nature (telat adalah sifat asli kami), karena keluhan
pelanggan seringkali tidak ditanggapi dan diselesaikan dengan baik.

Ketiga, untuk meraih tujuan komunikasi sesuai yang diharapkan maka


dibutuhkan kombinasi sejumlah pendekatan komunikasi (Komisarjevsky, 2002:18).
Misalnya, jika anda ingin mengubah pandangan masyarakat terkait keluarga berencana
maka taktik iklan dan komunikasi tidak langsung seperti membangun dukungan publik
melalui lobi akar rumput maupun pengambil kebijakan sangat diperlukan. Komunikasi
efektif tidaklah bergantung hanya satu saluran tetapi tiap karakteristik publik penerima
membutuhkan pendekatan komunikasi yang berbeda. Praktisi hubungan masyarakat
harus mampu memberikan rekomendasi saluran komunikasi mana yang paling tepat.

Kasus lainnya, dalam kasus pembatasan industri tembakau, industri rokok


dengan cerdas tidak memposisikan berhadapan dengan pengambil kebijakan dan
terkesan selalu netral terhadap kebijakan pembatasan tembakau. Industri rokok dalam
mengamankan kepentinganya melalui komunikasi jalur memutar yaitu lobi pemangku
kepentingan seperti parlemen dan mendorong aliansi dengan komunitas akar rumput
seperti petani di berbagai daerah untuk berdemo ke pemerintah. Strategi tidak langsung
ini sangat efektif dalam membangun opini publik daripada secara langsung berhadap-
hadapan perang opini melalui asosiasi. Sejumlah industri rokok juga membangun
dukungan publik dengan melakukan program berbagai program tanggungjawab
perusahaan seperti beasiswa, lingkungan hidup, olahraga, budaya.

Pencitraan ini sangat efektif dalam membangun opini publik ketika pemerintah
sebenarnya dalam posisi tidak berani bersikap tegas membatasi industri rokok karena
pertimbangan ekonomi terkait pendapatan cukai yang besar dan serapan tenaga kerja
yang berjumlah ratusan ribu, tetapi di sisi lain juga berusaha mencitrakan diri
melindungi kepentingan kesehatan publik melalui dukungan terhadap gerakan
pembatasan tembakau yang dilakukan kementerian kesehatan dan didukung oleh
sejumlah lembaga swadaya masyarakat kesehatan dan tekanan lembaga internasional.

Kasus lain, kampanye keluarga berencana di berbagai daerah justru mengalami


hambatan karena program kampanye seringkali fokus pada penggunaan media iklan
berlebihan tetapi melupakan pendekatan komunikasi tatap muka dan kelompok

12
berbasiskan budaya setempat. Sikap dan perilaku terhadap keluarga berencana tidak
bisa diubah dengan iklan media massa semata karena terkait dengan nilai-nilai budaya
yang mengakar sangat kuat. Pendekatan komunikasi tatap muka dan kelompok akan
lebih efektif dalam intervensi sosial tetapi teknik ini membutuhkan sumber daya
manusia yang lebih banyak dan waktu yang dibutuhkan jangka panjang.

Keempat, praktisi hubungan masyarakat memiliki tanggungjawab untuk


mengkomunikasikan pesan secara menarik sehingga publik tertarik Komisarjevsky,
2002:19). Kita sering melihat pesan komunikasi lembaga yang tidak dikembangkan dan
dikemas secara menarik dan kadang bersifat ambigu atau tidak jelas pesannya.
Misalnya, anda sering melihat pesan iklan tujuan wisata suatu daerah justru
menampilkan wajah kepala daerah demi tujuan politik pribadi untuk pemilihan kepala
daerah bukan pada tujuan memasarkan potensi wisata daerah secara menarik. Yang
terjadi, publik justru melakukan penolakan pesan tersebut dan sinis terhadap pesan
komunikasi tersebut.

Kelima, kualitas komunikasi yang berkualitas tinggi dibangun pada pesan yang
bersifat subtantif yang berdasarkan pengetahuan, riset, kreativitas yang mendalam
(Komisarjevsky, 2002:19). Praktisi humas tidaklah fokus pada kisah yang bagus bagi
organisasi semata, tetapi harus berhadapan dengan semua aspek yang dihadapi
organisasi baik yang sulit maupun mudah. Pada tataran praktik seringkali humas
berusaha menyembunyikan fakta dan berusaha menghindari publisitas buruk dengan
tidak memaparkan kondisi buruk yang sedang dihadapi organisasi.

Karena praktisi PR harus berorientasi kepada masyarakat untuk mencari


dukungan untuk program dan kebijakan, kepentingan umum adalah kriteria utama di
mana ia harus memilih program dan kebijakan tersebut. . Praktisi PR harus memiliki
keberanian untuk mengatakan "tidak" kepada klien atau menolak program menipu
(Newsom, 2013:4). Dalam konteks prinsip ini, praktisi humas harus mendasarkan
programnya secara substansial atau kepentingan publik tidak hanya pada tataran
kepentingan organisasi semata.

13
MODEL HUBUNGAN MASYARAKAT

Hubungan masyarakat memiliki keragaman perspektif dalam kajian. Perspektif


ini akan menentukan cara pandang dan cara kita melihat fungsi hubungan masyarakat,
hubungan dengan publik, dll. Dalam buku ini, penulis akan mengkaji konsep yang
dikemukakan van Ruler dan Heath meskipun sejumlah penulis seperti Grunig
memberikan keragaman model. Pertimbangan penulis, konsep van Ruler dan Heath
lebih kaya dan lebih komprehensif dibandingkan apa yang ditawarkan Grunig. van
Ruler dan Heath (2008:3991) membagi konsep hubungan masyarakat ke dalam
sejumlah model yaitu antara lain :

Model Informasi

Model informasi berakar dari salah satu perspektif dalam kajian komunikasi
yaitu teori informasi. Teori ini memiliki sejumlah asumsi dasar terkait sifat dari
informasi. Apa yang menjadi kajian penting adalah realita dibangun atas dasar apa itu
informasi yang bergantung pada penilaian orang yang menerima dan mengevaluasi
informasi tersebut. Secara khas, teori ini menggunakan perspektif ketidakpastian yang
dialami manusia yang mendorong ketidaknyamanan dan orang mencari dan
memprosesnya untuk tujuan tertentu (Heath, 2004:565).

Informasi menjadi dasar bagi pemangku kepentingan dalam menentukan sikap


terhadap organisasi, pemangku kepentingan dipersepsikan sebagai makhluk yang
rasional dan membutuhkan informasi dalam proses pengambilan keputusan. Model ini
melihat hubungan masyarakat berfungsi diseminasi informasi kepada sejumlah target
kelompok untuk menginformasikan tentang rencana organisasi dan keputusan yang
telah dibuat. Phillingane (2008:713) menyatakan model informasi publik berfokus pada
publisitas, yaitu mendiseminasi informasi yang benar merupakan pusat praktik dari
model ini.

Publisitas merupakan salah satu fungsi humas yang melibatkan secara sengaja
menyebarkan pesan strategis melalui media massa (seperti koran, televisi, radio, atau
internet), tanpa membayar kepada media, untuk memajukan kepentingan tertentu dari
klien publisitas. Sementara publisitas umumnya mengacu informasi yang ditempatkan
di media massa, publisitas juga dapat melibatkan menempatkan informasi dalam
dikontrol oleh organisasi yaitu media seperti publikasi organisasi atau laporan
14
perusahaan (Lyon,2004:714). Publisitas menjadi fungsi paling awal dari praktik kerja
hubungan masyarakat seiring dengan perkembangan media massa di era akhir abad 19,
praktisi hubungan masyarakat menggunakan media massa sebagai alat penyampaian
informasi kepada pemangku kepentingan atau publik.

Keberhasilan hubungan masyarakat dalam pendekatan ini dikaitkan pada aspek


menginformasikan kepada khalayak yang tepat pada waktu yang tepat mengenai
rencana dan keputusan organisasi, meskipun begitu sebagian besar orang tidak bisa
dijangkau secara langsung, dan mayoritas saluran komunikasi yang digunakan
menggunakan media media. Manajemen komunikasi informasi secara mendasar
merupakan berbentuk manajemen penyiaran (van Ruler dan Heath, 2008:3991).

Model informasi ini merupakan model yang pertama kali berkembang dan
diimplementasikan oleh praktisi hubungan masyarakat seiring dengan tumbuhnya
komunikasi massa. Model informasi ini seringkali mengidentikan hubungan masyarakat
sebagai fungsi hubungan media semata. Model ini bersifat komunikasi satu arah dan
melihat kekurangan informasilah dari publiklah yang menjadi sumber masalah.
Hubungan masyarakat berfungsi menyebarkan informasi agar publik tidak mengalami
kesalahpahaman dan mengetahui kebijakan yang diambil organisasi. Pekerjaan
praktisi hubungan masyarakat fokus dalam diseminasi informasi kepada jurnalis atau
media massa. Istilah lain yang identik dengan model informasi adalah press agentry.
Phillingane (2004:538) mendefinisikan press agentry sebagai praktik menarik perhatian
pers melalui teknik yang memproduksi berita, tidak peduli seberapa aneh informasi
tersebut.

Model Persuasi

Model persuasi dari hubungan masyarakat fokus pada proses persuasi terhadap
kelompok yang disasar untuk menerima pandangan organisasi pada isu yang relevan.
Model ini juga dikenal sebagai pendekatan komunikasi perusahaan. Basis teorinya
berakar pada teori Bernay dikaitkan teori humas sebagai proganda (Van Ruler dan
Heath, 2008:3991).

Carey mengasosiasikan hubungan masyarakat dengan istilah proganda


perusahaan di mana iya berpendapat iklan komersial dan hubungan masyarakat sebagai
bentuk umum proganda di dalam konteks demokrasi (Moloney, 2006:51). Propaganda

15
menjadi istilah kajian komunikasi yang dikenal luas lahirnya tokoh propaganda Nazi
Jossep Goebbel. Istilah propaganda kemudian mendapatkan konotonasi yang negatif
karena dianggap sebagai teknik manipulasi kebenaran, dan biasa digunakan sejumlah
rezim politik diktator seperti di Korea Utara, Uni Soviet untuk melanggengkan
kekuasaan.

Model persuasi ini dinamakan juga dengan istilah two-way asymmetrical. Model
ini menggunakan metode riset sosial untuk meningkatkan persuasi pesan. Praktisi
hubungan masyarakat menggunakan survei, wawancara, dan diskusi kelompok untuk
mendesain program humas sehingga dapat meraih dukungan publik kunci organisasi
(Lattimore et al, 2010:63). Model persuasi menggunakan perspektif teori psikologi. Jika
psikologi merupakan kajian terhadap perilaku dan mempelajari cara manusia berpikir,
merasakan, dan perilaku, maka hubungan masyarakat adalah sebuah psikologi terapan.

Pada praktiknya, hubungan masyarakat terkait pada perilaku anggota kelompok


dalam hubungannya dengan orang lain baik sesama anggota mapun antara kelompok.
Praktisi hubungan masyarakat fokus pada cara mempengaruhi bagaimana orang
berpikir, merasakan dan berperilaku, dan menggunakan komunikasi terencana untuk
meraihnya. Praktisi menetapkan sejumlah target seperti membangun reputasi organisasi
maupun klien dan membentuk kesadaran, pemahaman dan kehendak publik (White,
1999:148).

Model persuasi ini mendapatkan kritikan dari sejumlah pakar komunikasi.


Mereka berpendapat bahwa hubungan masyarakat bukanlah semata proses persuasi,
setidaknya dalam bentuk idealnya, sebagai bentuk pemahaman bersama. Kritikan lain
menyatakan bahwa hubungan masyarakat dan propaganda terkait dengan dua hal yang
berbeda. Hubungan masyarakat digambarkan sebagai membantu hal yang baik,
disebabkan faktor legitimasi sementara propaganda diasosiasikan dengan perang dan
disebabkan oleh penerimaan yang kurang dalam konteks politik (Morris dan
Goldsworthy, 2008:107). Terlepas dari kritikan tajam, model persuasi menjadi pijakan
dasar utama praktisi komunikasi dalam mempengaruhi opini publik dan perilaku publik.
Model ini sangat bermanfaat dalam perencanaan program intervensi sosial seperti
kampanye keluarga berencana, kampanye politik.

16
Model Kritis

Hubungan masyarakat mayoritas ditinjau dari perspektif manajemen organisasi.


Model kritis mengkaji hubungan masyarakat dari perspektif kajian sosiologis.
Pendekatan kritis untuk hubungan masyarakat berakar pada interaksionisme simbolik,
pendekatan budaya Stuart Hall, sosiologi produksi berita, dan teori drama sosial (van
Ruler dan Heath, 2009:3992). Model kritis mengkaji praktik hubungan masyarakat
dalam konteks hubungan struktural dan dimensi kekuasaan dari sistem sosial politik.
Komunikasi tidak bisa dilepaskan pada praktek hegemoni kekuasaan terhadap pihak
lain yang bersifat sub ordinat.

Aliran kritis ini tumbuh subur di kalangan aliran kontinental Eropa. Ilmuwan
aliran Eropa mengkaji praktik hubungan masyarakat dalam perspektif sosial. Ruhl
menyatakan bahwa kegagalan dalam melihat peran potensial dari hubungan masyarakat
oleh praktisi humas terkait pada rendahnya keinginan dalam mengkontruksi konsep
khususnya dari perspektif dimensi sosial hubungan masyarakat (Noble dan Watson,
2004:9).

Pandangan lainnya dari Ihlen dan van Ruler (2009:9) mengkritisi juga bahwa
hubungan masyarakat terlalu dikaji dari perspektif instrumental (bisnis). Padahal dalam
memahami peranan hubungan masyarakat di dalam membangun kepercayaan atau
menciptakan kesalahpahaman dan dalam pembangunan atau menghancurkan reputasi
organisasi yang beroperasi, hubungan masyarakat harus dipelajari sebagai sebuah
fenomena sosial.

Praktik hubungan masyarakat sendiri bukanlah dilihat apakah baik atau buruk
tetapi lebih pada tataran apakah bisa digunakan untuk kepentingan kebaikan ataupun
keburukan. Dari sudut pandang ini, seharusnya humas dilihat dari sudut pandang sosial
daripada melihatnya dari sisi manajemen semata (Ihlen dan Verhoeeven, 2012:162).
Apa yang mungkin humas sukses bagi organisasi belum tentu berhasil (atau bahkan
mungkin merugikan) bagi masyarakat. Hal ini merupakan pandangan utama pakar dari
aliran ini. Perspektif kritis akan menyebut hubungan masyarakat sebagai cara
mengelola manajemen kesan atau spinning (van Ruler dan Heath, 2009:3992).
Hubungan masyarakat secara kritis dilihat sebagai alat politik ekonomi dari kelompok
17
berkuasa untuk mendominasi kelompok lain melalui penguasaan dimensi ekonomi
politik.

Salah satu teknik manipulatif opini publik yang dikenal humas adalah spin.
Spin sekarang ini digunakan pada aktivitas pemerintah dan perusahaan, spin secara
umum dimaknai sebagai komunikasi yang bersifat manipulatif atau menipu. Meskipun
makna sebenarnya adalah kemampuan korporasi dalam mengelola agenda publik
(Dinan dan Miller, 2007:2). Mayhew berpendapat bahwa praktisi komunikasi seperti
halnya hubungan masyarakat mendominasi ruang publik dan menguasai apa yang orang
percayai dan inginkan dan bagaimana mereka dapat dimanipulasi (Ihlen dan Van Ruler,
2009:8).

Model ini bisa diterapkan dalam mengkaji sejumlah kasus seperti bagaimana
fungsi hubungan masyarakat menjadi alat hegemoni kekuasaan sejumlah industri
seperti rokok, tambang. Industri menggunakan humas untuk manipulasi citra korporasi
yang peduli masyarakat. Program-Program CSR yang menjadi tameng industri untuk
menutupi perilaku buruknya menjadi perusahaan yang dipersepsikan
bertanggungjawab sosial.

Model Simetrik Dua Arah

Model ini dikembangkan dari pakar hubungan masyarakat Grunig yaitu model
dua arah simetris yang fokus pada aspek hubungan yang dibangun dan dikelola melalui
interaksi. Esensi dari interaksi adalah memahami kepentingan publik melalui penelitian
dan mengemukakan apa yang diinginkan publik kepada manajemen, dan mendorong
perubahan kebijakan manajemen. Tujuan dari hubungan adalah membangun konsensus
sehingga terhindar dari konflik (van Ruler dan Heath, 2009:3992). Grunig
mendeskripsikan model simetris dua arah sebagai usaha hubungan masyarakat yang
didasarkan pada penelitian dan evaluasi dan penggunaan komunikasi untuk mengelola
konflik dan meningkatkan pemahaman dengan publik strategic (Plowman, 2004:181).

Model simetris dua arah menggambarkan orientasi hubungan masyarakat di


mana organisasi dan publiknya saling menyesuaikan. Hal ini memfokuskan pada
penggunaan metode penelitian sosial untuk meraih pemahaman bersama dan
komunikasi dua arah alih-alih persuasi satu arah. Istilah lain dari model ini adalah
advokasi kolaboratif dan antagonisme kooperatif (Lattimore et, 2010:63). Bowen

18
(2004:837-839) berpandangan bahwa implementasi model simetrik dua arah memiliki
empat manfaat dasar antara lain: pertama model simetri dua arah dapat memberikan
manfaat dalam membangun dan mengelola hubungan. Kedua, model simetri dua arah
meningkatkan efektivitas organisasi. Ketiga, model simetri dua arah meningkatkan
peran dan tanggungjawab humas dalam organisasi. Terakhir, model simetrik dua arah
bersifat etis

Model simentrik dua arah melihat kesetaraan hubungan antara kepentingan


organisasi dengan pemangku kepentingan. Model ini sebenarnya terlalu bersifat utopis
karena pada praktiknya, fungsi hubungan masyarakat mewakili kepentingan organisasi
bukan publik. Praktisi hubungan masyarakat membungkus kepentingan publik menjadi
kepentingan organisasi. Hubungan setara antara publik dengan organisasi pada
kenyataannya tidak akan pernah terjadi.

Model Interpersonal

Sebagian besar teori hubungan masyarakat memiliki akar kuat dengan


komunikasi massa. Ferguson menawarkan pendekatan hubungan antar pribadi dan antar
organisasi dalam mengkaji hubungan masyarakat. Mayoritas teori hubungan
masyarakat dikonseptualisasikan sebagai interaksi antara kelompok dibandingkan
dengan antara individu (van Ruler dan Heath, 2009:3992). Sebagian besar perspektif
hubungan masyarakat melihat dari segi makro dengan melihat relasi antara praktisi
humas dengan organisasi ataupun media massa. Model antar pribadi lebih
menitikberatkan pada dimensi relasi mikro (antar individu) di dalam proses kerja
humas.

Konteks relasi hubungan antar pribadi sebenarnya tidak bisa dihindari dalam
praktik kerja hubungan masyarakat. Hubungan masyarakat seringkali menggunakan
pendekatan komunikasi antar pribadi dalam melaksanakan sejumlah fungsinya seperti
penelitian dan perencanaan dan melaksanakan strategi, taktik, dan proses evaluasi.
Praktisi hubungan masyarakat mungkin juga harus mempelajari perspektif komunikasi
antarpersonal dan menguasai teknik komunikasi antarpribadi untuk meningkatkan
peluang mereka terlibat dalam praktek-praktek terbaik (Sallot, 2004:442).

Secara umum, hubungan praktisi humas di dalam konteks komunikasi terbagi ke


dalam tiga kategori hubungan yaitu hubungan konsultan-klien, hubungan media-praktisi

19
humas, dan hubungan publik-praktisi humas. Komunikasi antar pribadi terjadi pada
ketiga konteks komunikasi tersebut. Oleh karena itu, dapat diduga bahwa perspektif
komunikasi antarpribadi khususnya berpengaruh heuristik secara besar dan bernilai
pragmatis bagi praktisi humas dibandingkan dengan jenis lain dari teknik teori
komunikasi lainya untuk meningkatkan peluang mereka dalam mencapai kinerja
terbaiknya (Sallot, 1994:9).

Secara umum, model interpersonal ini masih belum banyak digunakan dalam
kajian humas, peneliti maupun mahasiswa yang melakukan kajian tugas akhir
meminggirkan model sebagai pisau analisa fenomena. Meskipun begitu, sebenarnya
menurut Sallot dkk menyatakan bahwa perspektif relasional merupakan salah satu dari
perspektif penelitian di hubungan masyarakat yang paling dominan setelah teori
Excellence dari Grunig, meskipun faktanya istilah hubungan seringkali tidak memiliki
makna yang jelas dan secara umum diterima sebagai definisi dalam kajian hubungan
masyarakat (Laskin, 2009:42). Sayangnya model ini saat terlupakan dan tidak banyak
menarik perhatian praktisi humas.

Model Reflektif

Model reflektif hubungan masyarakat (biasa disebut manajemen komunikasi)


berusaha mengintegrasikan sejumlah perspektif terkemuka dalam hubungan
masyarakat. Dialog merupakan strategi penting dalam mengembangkan kepercayaaan,
tetapi pandangan ini cenderung lugu mempercayai bahwa dialog lah jawaban dari
ketidakpercayaan (van Ruler dan Heath, 2009:3992). Taylor beranggapan bahwa
proses dialog menjadi salah satu alat hubungan masyarakat, komunikasi dialog
diartikan sebagai pertukaran negosiatif opini dan ide. Istilah dialogis bermakna
sebuah proses take and give yang dilandasi dua aspek yaitu individu yang terlibat
proses dialog tidak harus menyetujui pendapat pihak lain tetapi mereka memiliki
keinginan untuk mencapai kesepakatan bersama, aspek yang kedua komunikasi dialogis
bersifat intersubjektif dalam arti proses antar dua individu (Kent, 2004:251).

Dalam model reflektif, hubungan masyarakat menganalisa perubahan standar,


nilai, dan dasar pijakan di dalam masyarakat dan mendiskusikannya dengan anggota
organisasi dalam rangka menyesuaikan dengan standar, nilai, dan dasar pijakan
organisasi. Peran ini dikaitkan dalam pengembangan misi dan strategi organisasi (van

20
Ruler dan Vercic 2004:300). Dalam konteks ini, praktisi hubungan masyarakat
menempatkan pemangku kepentingan organisasi sebagai pijakan dasar dari perubahan
nilai, misalnya di dalam konteks internal organisasi, karyawan menjadi basis dasar dari
perubahan kebijakan komunikasi internal. Kebijakan komunikasi tersebut merupakan
hasil dari proses diskusi antara karyawan dan organisasi melalui proses dialogis. Dalam
prakteknya, di mana pemangku kepentingan cenderung beragam dengan kepentingan
yang berbeda pula maka praktisi hubungan masyarakat harus menempatkan dialog
secara prioritas dengan melihat urgensi kepentingan dan pengaruh pemangku
kepentingan organisasi.

van Ruler dan Heath (2009:3992) berpendapat bahwa sangatlah tidak


memungkinkan terlibat dengan semua publik organisasi misalnya mendengarkan semua
opini publik, dalam dialog. Kedua banyakan kasus humas kental dengan kepentingan
cenderung saling bertolakbelakangan. Sehingga pada akhirnya kenapa manajer
hubungan masyarakat menggunakan sejumlah cara termasuk manipulasi cara berpikir
(persuasi), dalam rangka meraih dukungan publik dan menyelesaikan masalah.

Misalnya pada konteks organisasi perusahaan ekstraktif seperti tambang dan


perkebunan, dialog dengan komunitas dan pemerintah menjadi skala prioritas program
hubungan masyarakat dibandingkan dengan dialog dengan pemangku kepentingan
lainnya seperti media massa ataupun pelanggan. Keberhasilan operasi dari perusahaan
ekstratif sangat ditentukan pada kemampuan dialogis korporasi dengan pemangku
kepentingan komunitas di sekitar perusahaan dan pemerintah sebagai pengambil
kebijakan. Sumber daya hubungan masyarakat akan difokuskan pada program CSR dan
public affairs.

Model Retorika

Model retorika dibangun atas pondasi keilmuan retorika yang telah berusia
ribuan tahuan, sejak dikembangkan tokohnya Aristotle. Retorika fokus pada pesan dan
makna yang diproduksi sebagai hasil penting dari hubungan masyarakat. Praktisi
humas berada dalam bisnis yang terkait pesan dan makna. Retorika memberikan basis
dalam membangun pandangan kritis dan strategis bagi praktisi humas agar mampu
mengembangkan pesan secara efektif dan etis di dalam proses di mana masyarakat
membangun makna (Heath, 2004:749). Pesan retorika korporasi yang disuarakan

21
melalui pemimpin organisasi sangat menentukan bagaimana sikap dan perilaku
pemangku kepentingan terhadap organisasi. Banyak kasus di mana lemahnya
kemampuan retorika pemimpin organisasi akan berdampak buruk pada reputasi
organisasi.

Retorika Jokowi yang menyalahkan anak buahnya ketika kebijakan pemerintah


yang diambilnya menuai kecaman publik. Sebaliknya keunggulan retorika akan
mampu membangun reputasi seperti yang dilakukan Steve Jobs kepada Apple, retorika
Jobs menjadi salah satu penentu keunggulan Apple melawan kompetitor global lainnya.
Selepas kepergian Jobs, Apple kehilangan pemimpin yang mampu menyihir publik
melalui retorikanya yang cerdas dan visioner.

Studi retorika terkait secara mendasar bagaimana individu, kelompok, dan


organisasi membuat makna melalui argumentasi dan kontra argumentasi, membangun
isu, menyelesaikan ketidakpastian, berkompetisi untuk meraih pengaruh, dan
membangun koalisi dalam rangka penyelesaian masalah. Pakar retorika mempercaya
bahwa perilaku simbolik dapat menciptakan dan mempengaruhi hubungan antara
organisasi dan publik (Toth, 2009:50).

Membangun makna menjadi kunci penting dalam retorika, bukan semata


menyampaikan informasi. Orator melalui retorika menciptakan makna di dalam pikiran
khalayak sehingga mereka terpersuasi untuk melakukan seperti apa yang diinginkan
orator. Misalnya, Apple dimaknai sebagai produk yang mampu membangun identitas
penggunanya sebagai pribadi modern dan melek teknologi, pelanggan tidak saja
memakai tetapi memujanya atau mengkultuskannya.

Heath mengemukakan tiga proposisi dasar retorika sebagai paradigma dominan


dalam kajian dan praktik hubungan masyarakat (Toth, 1999:126-127). Pertama, karena
praktisi membantu menciptakan makna di mana orang mendefinisikan tindakan pribadi
dan publiknya sebagai kebijakan publik maka paradigma retorika sangatlah penting
dipelajari dan dipraktikkan hubungan masyarakat.

Kedua, paradigma retorika melihat hubungan masyarakat sebagai bentuk


pengaruh social, sebuah pandangan yang melihat retorika bersifat persuasi, proses
dialog di mana sudut pandang ditampilkan kepada publik. Model ini tidak bersifat linier
di mana sumber komunikasi bersifat dominan, pandangan dialogis dari persuasi

22
mengimbangi pandangan yang bersifat manipulatif. Hal ini berbeda dengan pandangan
paradigma persuasi atau proganda yang melihat sumber komunikasi sebagai pihak yang
kompeten dan berkuasa. Dalam proses retorika ada proses pemaknaan

Ketiga, perspektif retorika mengasumsikan pemikiran dan tindakan berkaitan


mengandung fakta, nilai, dan kebijakan yang menetapkan batas dan peluang untuk
menegaskan kepentingan diri sendiri. Pada konteks inilah yang membedakan retorika
dengan propaganda. Pada proganda, fakta tidaklah terlalu penting, fakta bisa
dimanipulasi sebaliknya retorika yang tidak mengandung fakta akan menjadi bumerang
bagi orator. Hal ini seperti yang terjadi pada Presiden Bush ketika menggunakan dalih
kepemilikan senjata nuklir sebagai basis legitimasi menyerang Irak pada tahun 2003.
Retorika tersebut runtuh ketika ternyata Irak tidak memiliki instalasi nuklir.

Penyalahgunaan retorika bagi kepentingan pribadi dengan tidak mendasarkan


diri pada fakta menyebabkan retorika berkonotasi buruk. Retorika kadang kala
dipersepsikan negatif oleh sebagian kalangan terkait pada pandangan bahwa teknik
komunikasi ini seringkali dilihat sebagai berkata bohong, penyimpangan fakta,
memutarbalikan kebenaran, dan manipulasi, meskipun begitu prinsip retorika
menyatakan bahwa tidak ada komunikator atau manajer dapat berorasi secara efektif
tanpa terlebih dahulu menjadi seorang pendengar yang baik. Pihak yang ingin
mengetahui, menghargai, dan mengapresiasi kepercayan dan pemikiran pihak lain dan
kenapa mereka mengambil posisi demikian (Heath,2009:19). Retorika berkembang
luas dan identik dengan kajian komunikasi politik, meskipun begitu praktisi hubungan
masyarakat dapat menerapkan model retorika pada kajian komunikasi perusahaan
untuk menelaah strategi retorika pemimpin korporasi dalam sejumlah kasus seperti
menghadapi krisis komunikasi yang dihadapi organisasi.

Menurut Cheney, retorika secara khusus bermanfaat untuk menganalisa empat


tipe strategi organisasi yaitu 1) cara organisasi merespon situasi retorika yang dihadapi
seperti komunikasi krisis, 2) cara organisasi berusaha mengantisipasi situasi retorika di
masa depan contohnya proses isu manajemen, 3) cara organisasi berusaha membangun
situasi retorika misalnya definisi strategis, dan terakhir cara organisasi berusaha
membangun identitas organisasi mereka (Ihlen, 2008:4396).

23
Ketika organisasi menghadapi situasi krisis. Retorika pemimpin organisasi
memegang peran sentral dalam membangun kepercayaan publik. Tradisi kajian
retorika terkait krisis disebut dengan corporate apologia yang pertama kali
dikemukakan oleh Hearit. Apologia merupakan sebuah genre yang mengkaji bagaimana
orang merespon serangan atau mekanisme pertahanan diri. Seseorang yang dituduh
bertindak tidak pantas (Coombs, 2008:1056). Apologia merupakan sebuah konsep
retorika yang mengeksplorasi penggunaan komunikasi untuk bertahan. Karakter
seseorang dipertanyakan ketika ia dituduh bertindak salah. Ketika karakter seseorang
diserang, dapat menggunakan salah satu dari empat strategi yaitu denial (membantah
terlibat atau bersalah), bolstering yaitu dengan mengingatkan tindakan baik yang telah
dilakukan), differentiation yaitu melokalisir dari konteks permasalahan, dan terakhir
transcendence yaitu menempatkan tindakan pada konteks yang lebih luas dan lebih
menguntungkan dirinya (Coombs, 2010:30).

Salah satu contohnya kajian adalah ketika Toyota menghadapi krisis 2009-2010,
ketika itu Toyota menghadapi tuduhan cacat produk dan diwajibkan melakukan
penarikan produk untuk perbaikan. CEO Toyota Akio Toyoda melakukan sebuah
retorika manajemen krisis berupa melakukan pidato permintaan maaf disertai
membungkukan badan dalam-dalam yang merupakan pertanda permintaan maaf dan
rasa malu yang mendalam.

PERAN HUBUNGAN MASYARAKAT

Katz dan Kahn mendefinisikan peran sebagai suatu tindakan yang berulang dari
individu,dan dikaitkan dengan aktivitas berulang orang lain sehingga menghasilkan
hasil yang diprediksi (Dozier, 2008:4031). Dalam perspektif psikologi organisasi,
Obeng mendefinisikan setidaknya ada lima peran di dalam organisasi yaitu doers yaitu
pihak yang berkonsentrasi pada tugas, knowers yaitu orang yang menyediakan
spesialisasi pengetahuan, solvers yaitu pihak yang menyelesaikan permasalahan yang
sedang dihadapi, checkers yaitu pihak yang menyakinkan semua hal berjalan sesuai
dengan rencana dan seluruh tim berkontribusi secara maksimal, terakhir carers yaitu
pihak yang menyakinkan tim untuk bekerja sebagai unit sosial yang kohesif atau
menyatu (Brooks, 2005:97).

Peran hubungan masyarakat di dalam organisasi dengan mengadaptasi konsep


kajian manajemen dan psikologi organisasi kemudian dikembangkan sejumlah tokoh
24
humas. Menurut Broom dan Dozier, di dalam organisasi bisnis peran hubungan
masyarakat terbagi ke dalam dua kategori besar yaitu yang pertama hubungan
masyarakat yang berperan sebagai teknisi komunikasi. Teknisi komunikasi bermakna
hubungan masyarakat tidak dilibatkan di dalam kebijakan organisasi tetapi hanya
sebatas menjalankan program humas secara teknis seperti penulisan siaran pers,
penyuntingan majalah perusahaan, dan pengelolaan situs perusahaan. Pada peran ini
biasanya tidak melibatkan proses evaluasi program dan lebih fokus pada tataran
implementasi. Peran yang kedua yaitu manajer komunikasi di mana praktisi hubungan
masyarakat di dalam suatu organisasi merencanakan dan mengelola program,
manajemen konseling pemimpin dan membuat kebijakan komunikasi organisasi
(Gregory, 2010:18). Peran teknisi dan manajer dilihat pada konteks humas dikaitkan
pada penyelesaian masalah komunikasi yang dihadapi organisasi. Peran teknisi bersifat
pasif dengan menunggu perintah dari pemimpin organisasi dan mengandalkan keahlian
sebaliknya peran manajer lebih menitikberatkan dimensi proaktif dan kebutuhan
dimensi kompetensi dan manajerial dibandingkan ketrampilan komunikasi.

Broom kemudian mengembangkan dua konsep tersebut di atas ke dalam dengan


menggarisbawahi bahwa peran praktisi hubungan masyarakat di dalam organisasi
terbagi ke dalam 4 tipe yang lebih detail yaitu antara lain : the expert prescriber,
communication facilitator, problem-solving process facilitator, dan communication
technician (Bosilkovski dan Lee, 2013:200). Seorang praktisi hubungan masyarakat
yang berperan sebagai expert prescriber mampu menganalisa dan mendefinisikan
masalah yang dihadapi organisasi, mengembangkan program komunikasi dan
mengambil tanggungjawab dalam pelaksanaan program tersebut. Fungsi humas expert
prescriber mampu berperan sebagai penasehat bagi pemimpin puncak organisasi
sehingga dapat memberikan solusi pemecahan masalah yang sedang dihadapi. Seorang
expert prescriber harus mampu memiliki pengetahuan yang mendalam di luar konteks
komunikasi tetapi juga dimensi keuangan, organisasi, teknik, manajemen strategis,
pemasaran. Hal ini karena masalah yang dihadapi organisasi tidaklah semata
disebabkan aspek komunikasi tetapi bersifat multidimensional. Seorang expert
prescriber harus mampu menjalankan fungsi helicopter view yaitu mampu melihat
masalah dari sudut pandang yang lebih luas sehingga solusi yang diberikan kepada
pemimpin organisasi bisa menyelesaikan akar masalah.

25
Gambar 1 Broom dalam Bosilkovski dan Lee, 2013:200

Seorang praktisi humas yang berperan sebagai teknisi komunikasi dinilai pada
kemampuan komunikasi, jurnalistik dan ketrampilan media. Botan (2009:700)
memandang peran teknisi dari hubungan masyarakat dari sudut pandang non strategis
dan non etis sebagai sebuah kerangka kerja berdasarkan ketrampilan teknis jurnalistik.
Kebanyakan ketrampilan dari teknisi humas ini meliputi kemampuan menulis siaran
pers, mengelola konferensi pers, tata letak publikasi, dokumentasi dan mengelola
hubungan media. Teknisi komunikasi bersifat seperti pemadam kebakaran bagi
organisasi, tidak akan bergerak sebelum ada api yang harus ditangani.

Seorang praktisi hubungan masyarakat yang baru pertama kali masuk dunia
kerja biasanya akan berperan sebagai teknisi komuniaksi dengan melaksanakan tugas
membantu manajer humas senior. Misalnya, pengalaman penulis dulu ketika masuk ke
perusahaan agensi hubungan masyarakat menjadi seorang associate consultant yang
pekerjaannya sebatas menyimpulkan pemberitaan harian klien, membantu pelaksanaan
konferensi pers, menghubungi jurnalis, mengirimkan siaran pers, menyelenggarakan
event kehumasan. Teknisi komunikasi sebatas melaksanakan perintah yang sudah
digariskan oleh pemimpin organisasi.

Rudolp dan Johnson (1983:10) mengidentifikasi sejumlah ketrampilan dasar


yang harus dimiliki antara lain 1) ketrampilan presentasi, 2) ketrampilan verbal, 3)

26
ketrampilan berkelompok kecil,4) ketrampilan mengelola pertemuan,4) ketrampilan
non verbal, 5) Ketrampilan mendapatkan informasi,6) ketrampilan evaluasi,7)
ketrampilan perencanaan,8) Ketrampilan mendesain, 9) keterampilan pengembangan,
10) ketrampilan wawancara, 11) ketrampilan manajemen, 12), 13) ketrampilan
hubungan manusia,14) ketrampilan PR,15) ketrampilan audio visual, 16) ketrampilan
pemecahan masalah,17) ketrampilan organisasi,18) ketrampilan mendengarkan, 19)
keterampilan resolusi konflik.

Label teknisi komunikasi ini mendapatkan kritikan dari sejumlah pakar


komunikasi. Menurut Creedon, penggunaan istilah teknisi ini justru seringkali
merugikan karena akan cenderung memandang rendah ketrampilan dan kreativitas kerja
yang ditampilkan sejumlah praktisi hubungan masyarakat (Moss dan Green, 2001:121).
Banyak bidang kehumasan seperti penyelenggaraan acara atau pengembangan iklan
yang membutuhkan aspek daya kreativitas komunikasi dibandingkan aspek fasilitator
atau konsultan ahli komunikasi. Apa yang dilakukan tim acara atau kreatif memiliki
pendekatan dan implementasi yang berbeda dan tidak kalah berharga dibandingkan
peran yang bersifat manajerial. Secara konseptual apa yang ditawarkan Broom justru
merendahkan pekerjaan kreatif komunikasi.

Peran ketiga adalah fasilitator komunikasi, sebagai mediator dan penghubung


antara organisasi dengan publik. Seorang komunikator sering kali melihat diri mereka
sendiri dan sebagai pihak membawa pesan dari sumber ke penerima. Peran mereka,
bagaimanapun, diterjemahkan ke tingkat yang lebih tinggi sebagai komunikator
menjadi aktif dalam kepemimpinan organisasi. Alih-alih hanya mentransfer pesan peran
menjadi berfokus pada menciptakan pemahaman bersama, atau rasa keputusan. Dengan
demikian, peran ini tidak terutama untuk mentransfer interpretasi, tetapi untuk
menciptakan makna. Hal ini membutuhkan keterampilan dalam negosiasi dan persuasi
(Hamrefors, 2010:147).

Di dalam perusahaan sering kali terjadi konflik antara organisasi dengan publik,
misalnya mogok kerja serikat karyawan dalam menuntut hak-hak seperti kenaikan gaji,
cuti, dkk atau di dalam konteks hubungan komunitas tidak jarang aktivitas perusahaan
ditentang komunitas masyarakat seperti di bidang industri sumber daya. Konflik
dengan publik baik internal dan eksternal akan merugikan perusahaan baik secara

27
material (ekonomi) maupun immaterial (reputasi organisasi), sehingga fungsi humas
dalam konteks ini harus mampu melakukan mediasi resolusi konflik.

Ke empat, praktisi hubungan masyarakat dapat berperan sebagai fasilitator


proses penyelesaian masalah di mana praktisi memandu dalam perencanaan, program,
implementasi dalam semua tahapan dengan berperan secara baik dalam
mengidentifikasi dan menyelesaikan masalah yang dihadapi. Dari ke empat peran di
atas, teknisi komunikasi adalah satu-satunya peran non manajerial dari praktisi humas
dibandingkan ke tiga peran yang lain yang lebih bersifat manajerial

Smith (2004:1) berpendapat bahwa peran manajer komunikasi memiliki dua


atribut yaitu manajer yang bersifat taktis dan manajer yang bersifat strategis. Manajer
yang bersifat taktis merupakan manajer yang mengambil keputusan sehari-hari dalam
praktik dan isu spesifik. Apakah mereka harus mengirimkan rilis atau
menyelenggarakan konferensi media? Apakah lebih baik menggunakan brosur atau
situs? Apakah menggunakan pameran di pusat belanja atau presentasi produk? Apakah
membutuhkan iklan atau tidak? Lebih pada pemilihan publikasi dan pesan apa yang
ingin disampaikan kepada publik. Sedangkan manajer strategis di lain pihak adalah
yang peduli dengan manajemen, tren, isu, kebijakan dan struktur perusahaan. Masalah
apa yang sedang dan akan dihadapi organisasi beberapa tahun ke depan, dan bagaimana
cara menyelesaikannya? Apakah pemimpin puncak harus dilatih pelatihan media?
Kebijakan organisasi apa yang tepat dalam internet? Berdasarkan kajian empiris yang
dilakukan Moss et al, dikembangkan lima dimensi peran manajerial komunikasi dari
praktisi hubungan masyarakat yaitu meliputi aspek kemampuan pengawasan dan
evaluasi, berperan sebagai penasehat dalam proses kebijakan dan strategi organisasi,
mampu berperan dalam penyelesaian masalah, memiliki keahlian dalam manajemen
isu dan terakhir memiliki kemampuan teknis (Johansson dan Ottestig, 2011:146).

***

28
SIMPULAN BAB

Setelah mengkaji konsep dasar hubungan masyarakat, dapat disimpulkan sebagai


berikut :

 Terdapat keragaman cara pandang organisasi dalam melihat fungsi humas dalam
organisasi.
 Terdapat perbedaan definisi istilah antara humas dan komunikasi perusahaan,
tetapi secara praktis dan teori sebenarnya memiliki kesamaan dan bisa
dipertukarkan penggunannya
 Praktik humas harus didasarkan prinsip dasar komunikasi proaktif, komunikasi
sudut pandang publik, pendekatan komunikasi beragam, mengemas pesan
menarik, pesan substansial
 Kajian humas memiliki keberagaman model dengan perspektif yang berbeda-
beda dalam melihat konsep humas yaitu model informasi, persuasi,
interpersonal, kritis, simetrik dua arah, reflektif, retorika
 Peran humas dalam organisasi secara garis besar yaitu peran teknisi dan
manajerial, tetapi pembedaan tersebut justru seringkali menciptakan dikotomis
yang negatif
 Ditemukan fakta bahwa praktisi humas yang menempati peran manajerial
mendapatkan gaji lebih tinggi dibandingkan peran teknisi komunikasi, dan
sebagian besar praktisi humas yang berperan manajer lebih cenderung meraih
kepuasan kerja lebih tinggi meskipun tidak semua praktisi yang berperan teknisi
tidak puas.
***

29
MANAJEMEN PUBLIK DAN ISU ORGANISASI

Setelah membaca bab awal ini maka Anda diharapkan

 Memahami konsep publik


 Memahami tipologi publik
 Memahami konsep isu
 Memahami fase pembentukan isu
 Memahami strategi manajemen isu
 Memahami pengembangan program komunikasi manajemen isu
 Memahami evaluasi program manajemen isu

Publik menempati peran sentral dalam proses hubungan masyarakat. Hadirnya


publik yang menjadi eksistensi kajian dan praktik hubungan masyarakat. Publiklah
organisasilah yang dikelola dalam praktik humas sehari-hari melalui sejumlah
pendekatan dan program komunikasi yang direncanakan. Keberlangsungan organisasi
sangatlah bergantung pada perilaku dan pendapat publiknya. Banyak organisasi yang
hilang eksistensinya ketika publik tidak lagi memberikan kepercayaan atau tidak lagi
menggunakan produk/layanannya. Sebut saja sejumlah perusahaan seperti Nokia,
Lehman Brothers, Enron, Kodak, Pan America dll yang kini tinggal nama dalam
sejarah bisnis dunia.

Publik merupakan kelompok orang yang spesifik yang dikaitkan dengan


kepentingan atau masalah yang sama. Dalam kajian hubungan masyarakat modern,
tidak ada konsep publik secara umum. Hubungan masyarakat strategik mengelola
hubungan dengan sejumlah publik kunci di mana kesuksesan organisasi sangat
bergantung (Rawlins dan Bowen, 2004:718). Praktisi humas juga seringkali
menggunakan istilah lain yang memiliki makna sama yaitu stakeholder (pemangku
kepentingan). Stakeholder dimaknai sebagai kelompok orang atau sekumpulan individu

30
yang menyediakan sumber daya penting, atau berpotensi beresiko terkait dengan
investasi dana, karir, waktu dalam meraih tujuan dan strategi bisnis organisasi (Bourne,
2009:30).

Pendapat berbeda dikemukakan sejumlah pakar hubungan masyarakat yang


menilai istilah pemangku kepentingan dan publik itu berbeda. Menurut Rawlins
(2006:1), pemangku kepentingan telah diidentifikasi dalam konteks bisnis sebagai pihak
yang memiliki hubungan dengan organisasi sedangkan publik dalam kajian hubungan
masyarakat dan literatur komunikasi massa diidentifikasi berdasarkan hubungan dengan
pesan komunikasi.

Publik didefinisikan sebagai pemangku kepentingan yang telah aktif baik


mendukung maupun berlawanan dengan organisasi. Publik merupakan hasil kombinasi
antara aspek isu dan aktivitas. Sementara itu, pemangku kepentingan dikategorikan ke
dalam kelompok luas yang menggambarkan sifat dari kepentingan. Contohnya,
pemegang saham, pelanggan, dan karyawan merupakan contoh pemangku kepentingan.
Sedangkan publik di lain pihak dapat ditarik dari sejumlah kelompok ini dan menyatu
pada satu masalah (Gregory, 2010:24). Terlepas dari perbedaan konseptual ataupun
semantik terhadap istilah publik ataukah pemangku kepentingan, penulis sendiri tidak
begitu mempersoalkan istilah apa yang paling tepat digunakan dalam konteks kajian
hubungan masyarakat. Kedua istilah tersebut sebenarnya dapat dipertukarkan
penggunaanya dan secara umum telah digunakan dalam kajian humas secara
bergantian.

TIPOLOGI PUBLIK ORGANISASI

Publik atau pemangku kepentingan menempati peran yang sentral dalam kajian
hubungan masyarakat. Dari sudut pandang teori pemangku kepentingan, organisasi
harus mengkaji kekuatan dan kelemahan dari hubungan pemangku kepentingan kunci
mereka. Untuk mengkaji hal tersebut, praktisi humas harus mengidentifikasi sejumlah
isu terkait di mana pemangku kepentingan mendukung atau menolak organsiasi dan jika
isu tersebut penting bagi pemangku kepentingan atau tidak (Ulmer dkk, 2004:809).
Pemetaan kekuatan dan kelemahan pemangku kepentingan menjadi titik tolak dari
proses kerja humas.

31
Bagaimana kita merencanakan dan melakukan program hubungan masyarakat
sangat bergantung pada pemahaman kita terhadap sifat khalayak, pemangku
kepentingan atau publik organisasi (Tench dan Yeomans, 2009:223). Di sini berarti,
seluruh program hubungan masyarakat sangat bergantung pada pemahaman yang
matang akan publik yang menjadi sasaran utama dari fungsi hubungan masyarakat.
Kesalahan pemahaman komprehensif akan publik dan dikaitkan pada isu publik akan
mendorong terciptanya kegagalan komunikasi dari program humas yang dijalankan.
Basis dasar kerja humas adalah pemangku kepentingan yang beragam dengan
kepentingan yang berbeda-beda, memahami publik dengan baik akan dapat membentuk
pemahaman isu yang berkembang dalam relasinya dengan publik organisasi.

Gambar 2 Mitchell dalam Rawlins (2006:5)

Mitchell menyatakan pemangku kepentingan memiliki tiga atribut penting yaitu


pertama pemangku kepentingan memiliki kekuasaan ketika dapat mempengaruhi dalam
pengambilan keputusan, kedua legitimasi ketika pemangku kepentingan memiliki
klaim legal maupun moral yang dapat mempengaruhi kebijakan atau keputusan
organsiasi, dan terakhir adalah urgensi dikaitkan pada sensitivitas terhadap waktu dan

32
ketika hubungan sangatlah penting bagi pemangku kepentingan (Rawlins, 2006:5-6).
Ketiga atribut tersebut bisa jadi dimiliki kesemuanya oleh pemangku kepentingan
sebuah organisasi atau hanya memiliki salah satunya saja.

Dormant stakeholders yaitu pemangku kepentingan yang sebenarnya memiliki


aspek kekuasaan atau pengaruh di masyarakat tetapi mereka tidak memiliki legitimasi
dan urgensi mendesak sehingga kekuasaannya tidak digunakan (Mitchel, 1997:874).
Pemangku kepentingan tipe ini memiliki kontak yang rendah atau bahkan tidak
memiliki hubungan dengan organisasi sama sekali. Contohnya, organisasi masyarakat
seperti NU dan Muhamadiyah memiliki pengaruh yang besar di masyarakat tetapi bisa
jadi tidak menggunakan pengaruhnya karena merasa tidak memiliki urgensi yang
mendesak untuk organisasi bisnis seperti Freeport karena tidak memiliki banyak
komunitas di Papua berbeda dengan Gereja Katolik atau Gereja Kristen.

Discretionary stakeholders yaitu tipe pemangku kepentingan yang hanya


memiliki atribut legitimasi tetapi mereka tidak memiliki pengaruh/kekuasaan dan tidak
memiliki urgensi terhadap organisasi (Mitchel, 1997:874). Misalnya adalah dalam
konteks PT Freeport adalah ilmuwan, peneliti atau dosen, mereka memiliki legitimasi
bidang keilmuan tetapi mungkin tidak memiliki pengaruh dan kepentingan terhadap PT
Freeport atau organisasi bisnis. Perusahaan bisa membangun kerjasama dengan
komunitas ilmuwan atau peneliti dengan memberikan bantuan penelitian atau
melibatkan tim peneliti sebagai konsultan ketika perusahaan menghadapi suatu
masalah.

Demanding stakeholders yaitu pemangku kepentingan yang memiliki atribut


urgensi kepentingan semata, digambarkan sebagai pemangku kepentingan yang
menuntut sesuatu dari organisasi seperti halnya nyamuk yang berdengung ditelinga.
Pemangku kepentingan tipe ini tidak memiliki pengaruh/kekuasaan dan legitimasi
(Mitchel, 1997:875). Dalam konteks organisasi bisnis, pemangku kepentingan yang
masuk kategori ini adalah mahasiswa yang memiliki kepentingan terkait dunia kerja
seperti kemudahan magang atau kerja lapangan dan peluang pekerjaan di masa depan.

Contoh lainnya adalah bayi dan anak-anak pengguna produk makanan atau
perlengkapan mandi. Kepentingan mereka hanyalah menggunakan produk atau
makanannya enak tetapi yang memiliki pengaruh atau kekuasaan daya beli adalah

33
orangtua mereka. Demanding stakeholders pada saatnya di kemudian hari bisa jadi
menjadi dangerous karena memiliki pengaruh atau kekuasaan. Oleh sebab itu sejumlah
perusahaan, seperti Unilever melakukan program terhadap anak-anak yang nantinya
menjadi pelanggan di masa depan meskipun saat ini tidak memiliki daya beli. Contoh
lainnya adalah sejumlah perusahaan membuka program magang bagi mahasiswa karena
pada gilirannya nanti mereka mungkin menjadi bagian staf sumber daya organisasi.

Dominant stakeholders yaitu situasi di mana pemangku kepentingan organisasi


memiliki pengaruh dan legitimasi kewenangan tetapi tidak memiliki urgensi
kepentingan yang mendesak terhadap organisasi secara langsung (Mitchel, 1997:875).
Misalnya jika anda bekerja di dalam perusahaan migas atau pertambangan, institusi
pemerintah seperti Kementerian Pendidikan atau Kementerian Kesehatan tidaklah
memiliki urgensi atau pengaruh dan kewenangan secara langsung kepada institusi
perusahaan pertambangan.

Dominant stakeholders ini dapat membangun atau mendukung reputasi


organisasi makanya seringkali organisasi bisnis membangun kerjasama dalam bentuk
program corporate social responsibility, misalnya contoh pemberian beasiswa, bantuan
hibah pendidikan, atau kampanye sosial bidang kesehatan misalnya PT Pertamina
dengan Kementerian Kesehatan melakukan kerjasama bidang kesehatan terkait isu
kesehatan yang berkembang di masyarakat seperti AIDS, Malaria, dll.

Penulis dulu pernah menjadi bagian tim konsultan yang menangani program
dengan membangun kerjasama dengan dominant stakeholers yaitu menyelenggarakan
program Goodyear Supir Heroik 2007 dengan menjalin kerjasama dengan Direktorat
Lalu Lintas Polri dan Kementerian Perhubungan, kedua lembaga pemerintah tersebut
secara langsung tidak memiliki kepentingan terhadap Goodyear secara langsung.
Dominant stakeholders bisa menjadi pihak yang dijadikan aliansi untuk menjalankan
sejumlah program dan membantu dalam manajemen reputasi organisasi.

Dependent stakeholders yaitu karakteristik pemangku kepentingan yang


memiliki legitimasi dan urgensi kepentingan tetapi tidak memiliki kekuasaan atau
pengaruh terhadap organisasi (Mitchel, 1997:875). Misalnya, perguruan tinggi bagi
industri memiliki legitimasi dalam membangun reputasi organisasi dan memiliki
urgensi terkait kepentingan misalnya kebutuhan beasiswa untuk mahasiswa, dana

34
penelitian. Organisasi bisnis bekerjasama sama dengan perguruan tinggi dengan
misalnya pemberian beasiswa, dana penelitian, atau hibah infrastruktur. Misalnya,
Djarum membangun gedung perkuliahan di UGM, PT Freeport Indonesia yang
membangun gedung perkuliahan di ITB. L’oreal yang memberikan dana penelitian bagi
peneliti perempuan di Indonesia. Ketiganya merupakan sejumlah gambaran nyata
bagaimana organisasi bisnis membangun reputasi dengan pemangku kepentingan yang
berkategori dependent ini. Diharapkan pemangku kepentingan tersebut dapat
melakukan endorsement bagi reputasi organisasi terhadap pemangku kepentingan lain.

Dangerous stakeholders yaitu pemangku kepentingan yang memiliki


karakteristik memiliki pengaruh/kekuasaan dan urgensi yang mendesak terhadap
organisasi tetapi justru tidak memiliki legitimasi (Mitchel, 1997:875). Misalnya, jika
anda menjadi praktisi humas yang bekerja di perusahaan kelapa sawit maka pemangku
kepentingan yang berbahaya bagi keberlangsungan organisasi adalah lembaga swadaya
masyarakat lingkungan hidup seperti Greenpeace, WWF, Nature Conservacy. Mereka
memiliki pengaruh dalam membangun opini publik dan kepentingannya sangat kental
dalam advokasi bidang lingkungan hidup.

Sejumlah produk pertanian dari Indonesia mendapatkan tekanan dari lembaga


swadaya asing, misalnya produk kertas yang dinilai tidak ramah lingkungan. Akibat
tekanan tersebut, sejumlah pelanggan di luar negeri menolak menggunakannya. Minyak
kelapa sawit juga mendapatkan tekanan karena dianggap kelompok advokasi
lingkungan merusak alam. Selain LSM, pemangku kepentingan lain yang berbahaya
adalah media dan jurnalis, media memiliki kepentingan baik politik dan bisnis dan
mampu membangun opini publik sehingga dalam organisasi bisnis dibutuhkan keahlian
hubungan media karena betapa signifikannya media melalui pemberitaan dapat
meruntuhkan reputasi organisasi. Dalam konteks hubungan investor, analis saham
merupakan pemangku kepentingan yang patut dicermati dan harus dikelola karena juga
sangat berbahaya karena tidak memiliki legitimasi tetapi pendapatnya bisa
membahayakan organisasi bisnis. Pemangku kepentingan tipe ini harus menjadi
prioritas kerja bagi praktisi humas dan harus selalu diawasi dan dievaluasi pendapatnya
karena mampu mempengaruhi pendapat umum.

Terakhir adalah definitive stakeholders yaitu pemangku kepentingan yang


memiliki ketiga atribut baik urgensi, pengaruh, dan legitimasi (Mitchel, 1997:875).

35
Pemangku kepentingan dalam kategori ini antara lain meliputi investor baik itu
pemegang saham maupun pemegang surat utang, pengambil kebijakan seperti parlemen
dan kementerian terkait. Misalnya jika organisasi perusahaan migas maka definitive
stakeholders-nya antara lain Kementerian ESDM, DPR Komisi Energi, SKK Migas,
pemerintah daerah tempat perusahaan beroperasi. Jika anda bekerja di perusahaan
farmasi maka definitive stakeholder-nya antara lain Kementerian Kesehatan, BPOM
(Badan Pengawas Obat dan Makanan), DPR Komisi bidang Kesehatan. Dalam konteks
organisasi internal, karyawan dan manajemen merupakan pemangku kepentingan yang
memiliki ketiga atribut tersebut.

Praktisi humas harus menempatkan pemangku kepentingan ini sebagai prioritas


kerjanya sehingga muncul sejumlah fungsi humas spesifik seperti hubungan pemerintah
atau public affairs, employee relations, investor relations, dan marketing publik
relations Setiap fungsi tersebut akan penulis kaji dalam bab tersendiri. Setiap publik
atau pemangku kepentingan membutuhkan strategi pendekatan, pesan komunikasi dan
saluran komunikasi yang berbeda-beda.

Gambar 3 Tipologi Publik (Smith 2004:46)

36
Atribut publik atau pemangku kepentingan memiliki keragaman cara pandang.
Pandangan Smith (2004:46) membagi kategori publik ke dalam empat tipe yaitu
customer, limiter, producer, dan enabler. Customer merupakan publik yang
menggunakan layanan atau produk dari organisasi. Producer merupakan publik yang
menyediakan input bagi proses produksi dari organisasi seperti karyawan, supplier.
Enablers yaitu kelompok yang berfungi menetapkan norma atau standar bagi organisasi
seperti pemerintah, pemuka pendapat, media massa, lembaga swadaya masyarakat.
Terakhir limiters yaitu publik yang dapat mengurangi atau menghambat kesuksesan
organisasi seperti kompetitor Yang menjadi catatan adalah seringkali publik enablers
justru menjadi penghambat bagi organisasi misalnya lembaga swadaya masyarakat
melalui kampanye atau advokasinya atau media massa melalui pemberitaan yang buruk
terhadap reputasi organisasi.

Berdasarkan konsep keterlibatan publik dan pengetahuan publik, Hallahan


(2000:504) membagi publik ke dalam empat kategori yang meliputi: aware public,
active public, inactive public, dan terakhir aroused public

Gambar 4 Tipologi Publik (Hallahan, 2000:504)

Publik tidak aktif dikonseptualisasikan sebagai kelompok individu yang


memiliki pengetahuan yang rendah tentang organisasi dan keterlibatan yang rendah
terhadap usaha organisasi. Pengetahuan dan keterlibatan dapat dioperasionalisasikan
pada istilah seperti produk, layanan (Hallahan, 2000:504). Misalnya, produsen mobil
premium Maserati, Ferrari kemungkinan besar tidak memiliki publik yaitu pelanggan di
daerah pedesaan tetapi semua penggunanya yang mengetahui akan produk tersebut bisa
dipastikan tinggal di kota besar. Sebaliknya, berbeda dengan produk-produk rumah
tangga seperti Univeler, P&G yang kemungkinan besar diketahui oleh publik secara
lebih menyebar dengan sebaran lebih luas baik perkotaan maupun pedesaan.

Aroused public yaitu publik yang memiliki pengetahuan yang rendah tentang
organisasi tetapi justru sebaliknya memiliki keterlibatan yang tinggi. Nafsu yang
menggebu dipengaruhi oleh sejumlah aspek seperti pengalaman individu, pemberitaan

37
media, iklan, diskusi pertemanan, advokasi yang digerakan oleh lembaga swadaya
masyarakat, kelompok kepentingan, atau partai politik (Hallahan, 2000:504). Demo
buruh yang digerakkan oleh serikat buruh sedangkan buruh yang ikut terlibat dalam
demonstrasi tidak memahami duduk permasalahan dan tidak mengetahui kondisi
sebenarnya. Gambaran lainnya adalah konsumen yang takut membeli sebuah produk
karena pemberitaan negatif media padahal mungkin saja belum terkonfirmasi
kebenarannya, contohnya adalah kasus Mizone yang dituduh menggunakan bahan
pengawet yang terjadi di beberapa tahun sebelumnya karena sebuah penelitian yang
masih sumir validitasnya.

Ketiga adalah aware public yaitu kelompok yang secara umum memahami
situasi isu atau organisasi meskipun kelompok tersebut tidak dipengaruhi secara
langsung. Aware public sering melibatkan kelompok ilmuwan yang menjadi pemuka
pendapat di masyarakat tetapi sebenarnya tidak memiliki kepentingan secara langsung
dengan organisasi (Hallahan, 2000:505). Misalkan jika anda bekerja di perusahaan
pengolahan pangan seperti Indofood, maka komunitas ilmuwan di Institut Pertanian
Bogor merupakan komunitas pemuka pendapat yang sadar akan isu pangan dan usaha
bidang pangan dan tidak memiliki kepentingan secara langsung dengan organisasi
Indofood. Aware publik bisa dilibatkan menjadi active publik yang berperan sebagai
endorser dari organisasi dengan membangun aliansi.

Ke empat terakhir adalah active public yaitu kelompok orang yang memiliki
keterlibatan yang tinggi dan pengetahuan yang tinggi terhadap organisasi atau isu.
Contohnya adalah pemimpin LSM, kelompok kepentingan dan juga pengikut/bawahan
dekat yang mau berkorban waktu dan tenaga untuk efek perubahan. Publik yang aktif
secara langsung terlibat dengan isu yang berkembang di organisasi (Hallahan,
2000:505). Lembaga penegak hukum seperti KPK, Kejaksaan, dan Kepolisian memiliki
publik aktif yang penting dan seringkali membangun opini publik terhadap institusi
penegak hukum antara lain Indonesia Corruption Watch, Masyarakat Transparansi
International, FITRA. Lembaga penegak hukum tersebut harus terus memantau isu
yang digulirkan lembaga swadaya masyarakat.

Grunig dan Hunt membagi tipologi publik ke dalam empat tipe yaitu bukan
publik yaitu kelompok masyarakat yang tidak terkena konsekuensi atau akibat dari
usaha yang dijalankan organisasi. Publik tersembunyi yaitu publik yang menghadapi

38
ancaman dari organisasi tetapi mereka tidak merasakan ada masalah. Ketiga publik
sadar yaitu kelompok publik yang memahami adanya isu. Terakhir, publik aktif yaitu
publik yang memahami isu dan kemudian mengorganisasikan aksi untuk melakukan
sesuatu terkait isu tersebut (Butterick, 2011:24).

Dalam berhubungan dengan publik atau pemangku kepentingan, praktisi humas


tidaklah bekerja secara serampangan tetapi dikelola dengan standar manajemen.
Clarkson Center for Business Ethics (Friedman dan Miles, 2006:151) mengembangkan
prinsip manajemen pemangku kepentingan organisasi sebagai berikut :

 Pertama, organisasi harus mengakui dan secara aktif mengawasi kepentingan


pemangku kepentingan dan memasukan mereka dalam proses pengambilan
keputusan organisasi.
 Kedua, harus mendengarkan dan secara terbuka berkomunikasi dengan
pemangku kepentingan dikaitkan dengan kontribusi dan perhatian mereka, dan
juga resiko yang mereka asumsikan karena keterlibatan dengan korporasi.
 Organisasi harus mengadopsi proses dan bentuk perilaku yang sensitf terhadap
perhatian dan kapabilitas dari setiap pemangku kepentingan organisasi
 Ke empat, organisasi harus sadar hubungan bersifat saling bergantung yang
mempengaruhi usaha dan hasil kerja, sehingga harus berusaha meraih manfaat
yang adil dari beban aktivitas perusahaan dengan memperhitungkan resiko dan
kerentanan yang mungkin terjadi.
 Kelima, organisasi harus bekerja secara kooperatif dengan entitas lembaga lain
baik pemerintah maupun perusahaan untuk meminimalkan resiko dan
kecelakaan yang mungkin terjadi akibat aktivitas perusahaan, jika tidak dapat
dihindari maka diberikan kompensasi pengganti.
 Keenam, organisasi harus menghindari aktivitas yang dapat melanggar hak asasi
atau mengancam hak asasi.
 Ketujuh, organisasi harus memahami peluang konflik antara organisasi dengan
pemangku kepentingan, dan tanggungjawab organisasi terhadap pemangku
kepentingan, sehingga diperlukan komunikasi secara terbuka, melaporkan
secara benar, sistem penghargaan dan juga tinjauan dari pihak ketiga jika
diperlukan

39
Gambar 5 Proses Manajemen Publik (Grunig,2011:17)

Menurut Grunig (2011:17), praktik hubungan masyarakat strategik memiliki


tiga konsep inti yaitu manajemen stakeholder dan publik, keputusan manajemen, dan
terakhir hasil dampak dari hubungan (relationship outcomes). Publik menjadi sangat
penting karena perilaku publiklah yang menjadi sumber dari isu atau masalah yang
dihadapi organisasi sehingga konsekuensinya menjadi dasar kebijakan manajemen
organisasi dan juga impelementasi program komunikasi haruslah berdasar
pemahaman komprehensif terhadap publik dan pemangku kepentingan. Karena
pentingnya publik bagi organisasi, sudah menjadi keharusan organisasi untuk
memantau dan memetakan pendapat publik yang berpotensi menjadi isu yang tidak
menguntungkan bagi keberlangsungan organisasi (akan dibahas di bagian Manajemen
Isu selanjutnya).

Jika kita pahami gambar di atas, reputasi organisasi dan tujuan organisasi
merupakan hasil dari hubungan yang dibangun dan dikelola oleh manajemen dengan
publiknya. Misalnya, perusahaan makanan seperti Nestle menghabiskan dana miliaran
rupiah untuk menjalankan program hubungan masyarakat tidak hanya untuk
terciptanya hubungan dengan publiknya tetapi organisasi mampu meraih tujuan utama
dari organisasi tersebut yaitu penjualan produk, laba perusahaan yang meningkat,
proses produksi berjalan lancar.

40
Pada konteks inilah sebenarnya praktisi hubungan masyarkat harus memahami
dengan baik objektif dari organisasi, tidak semata menjalankan perannya secara teknis
(program humas) tetapi sebaliknya manajemen strategik dalam mengelola hubungan
dengan publiknya. Manajemen strategik humas bertujuan utama meraih objektif dari
organisasi baik itu yang bersifat material seperti penjualan, laba, produktivitas
karyawan maupun yang bersifat immaterial seperti reputasi, citra organsiasi di mata
publiknya.

MANAJEMEN ISU

Keberadaaan sebuah organisasi tidak bisa dilepaskan dari isu. Isu, baik itu yang
bernada positif maupun negatif merupakan hasil respon pemangku kepentingan atau
publik organisasi terhadap produk, layanan, perilaku, personal dari sebuah organisasi.
Sejumlah organisasi karena ketidakmampuan mengelola isu menghadapi dampak
kerugian yang fatal baik dari segi dampak material misalnya turunnya kinerja penjualan
maupun dampak immaterial yaitu rusaknya reputasi organisasi di mata publik.

Kajian manajemen isu diinisiasi oleh Howard Chase, melalui tulisan tentang
issue management process model, pada pertengahan 1970-an, dan kemudian
berkembang menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari praktik hubungan masyarakat
sehari-hari dewasa ini. Praktisi hubungan masyarakat selain mengelola hubungan
dengan publik atau pemangku kepentingan juga mengelola isu agar menguntungkan
bagi keberlangsungan organisasi.

Grunig dan Repper menyatakan bahwa fungsi manajemen isu merupakan bagian
dari perencanaan strategis humas dan sinonim dengan makna humas strategis (Tench
dan Yeomans, 2009:365). Sebuah isu merupakan sebuah topik yang berpotensi
menciptakan masalah di dalam sebuah sektor bisnis, dan mungkin akan menjadi
pemberitaan media, meskipun mungkin tidak menjadi perhatian masyarakat umum.
Setiap isu memiliki pemantik yang berbeda-beda, jika meledak dapat mendorong
perkembangan isu menjadi membesar dan selanjutnya jika terus berkembang secara
cepat bisa menciptakan isu besar dihadapi organisasi (Dalton dan Croft, 2002:187).

Contoh kasus adalah apa yang sering terjadi di industri otomotif. Pada awalnya,
dimulai hanya terjadi kecelakaan kecil dan mungkin kerusakan kecil kendaraan pada
salah satu pelanggan tetapi kemudian kejadiannya semakin membesar. Raksasa

41
otomotif dunia Toyota pada periode 2010-2012 dan General Motor pada 2013
menanggung biaya miliaran dollar untuk melakukan proses penarikan sejumlah produk
kendaraannya untuk perbaikan dan yang lebih jauh merusak adalah rusaknya reputasi
korporasi.

Pada kurun waktu 2009-2010, Toyota Motor Corp telah melakukan penarikan
(recall) produk kendaraannya berjumlah jutaan unit di seluruh dunia. Penarikan ini
dilakukan setelah ditemukan masalah di kendaraaan yang bisa memicu kecelakaan.
Toyota menarik produknya demi menjaga konsumen dari potensi kecelakaan. Kejadian
sejumlah kecelakaan dan tekanan dari pengambil kebijakan dalam hal ini pemerintah
Amerika Serikat mendorong terciptanya krisis reputasi menerpa Toyota. Toyota
mengalami kenaikan biaya perbaikan dan juga pertanyaan terhadap reputasinya sebagai
produsen mobil nomor satu di dunia.

KONSEP MANAJEMEN ISU

Manajemen isu adalah proses di mana sebuah organisasi berusaha


mengantisipasi isu yang berkembang dan meresponnya sebelum tidak bisa ditangani.
Hal ini merupakan sebuah proses pengawasan dan evaluasi informasi (Smith, 2004:21).
Manajemen isu merupakan sebuah prosedur sistematis yang membantu organisasi
dalam mengidentifikasi, menganalisa, dan merespon kepentingan internal dan eksternal
yang dapat secara signifikan mempengaruhi keberadaan organisasi tersebut.
Manajemen isu strategis merupakan fungsi yang bersifat manajerial, yang membangun
informasi berdasarkan kajian secara proaktif terhadap sejumlah isu kritis yang mungkin
terjadi yang dapat menghantam organisasi (Rottger, 2008:2541).

Dari sejumlah definisi di atas bisa ditarik kesimpulan bahwa manajemen isu
membutuhkan kompetensi mendalam terkait pemetaan masalah dalam hal ini
kemampuan riset khalayak dan isu, dan kedua, manajemen isu membutuhkan
kemampuan perencanaan komunikasi agar mampu mencegah atau meminimalisir
kerusakan yang dihadapi organisasi.

Manajemen isu terdiri dari dua aspek penting yaitu usaha mengidentikasi dan
mempengaruhi cara resolusi penyelesaian masalah. Sebuah isu merupakan sebuah
masalah yang siap diselesaikan dan secara khas melibatkan proses pengambilan
keputusan. Tujuan utama dari manajemen isu adalah mencegah dampak buruk atau

42
membangun efek positif dari isu (Coombs, 2010:54). Penggunaan teknik manajemen
isu yang efektif akan memberikan sejumlah manfaat bagi organisasi. Pertama,
meningkatnya pangsa pasar organisasi. Kedua, mempertahankan reputasi perusahaan.
Ketiga, menghemat potensi biaya, dan terakhir manajemen isu dapat membangun
hubungan yang strategis dengan pemangku kepentingan (Regester dan Larkin,
2005:42).

FASE PERKEMBANGAN ISU

Gambar 6 Fase Perkembangan Isu (Tech dan Yeomans, 2009:366)

43
Setiap isu yang berkembang memiliki sejumlah fase pertumbuhan, seorang
praktisi humas harus mampu memiliki yang matang dalam memetakan perkembangan
isu. Setiap fase isu memiliki pendekatan komunikasi yang berbeda-beda. Regester dan
Larkin, dalam konsepnya terkait daur hidup isu, berpendapat bahwa isu berkembang
melalui tiga fase yaitu fase potensial, tumbuh, dan sekarang, mencapai titik intensitas
maksimum pada tahap ke empat yaitu fase krisis, dan menurun secara dramatis pada
fase puncak, terakhir isu menjadi bersifat dormant ketika bisa diselesaikan (Tench dan
Yeomans, 2009:366).

Pada fase potensial dan perkembangan, fungsi praktisi hubungan masyarakat


mampu mengidentifikasi isu untuk mencari alternative penyelesaian isu tersebut. Ketika
organisasi tidak mampu mengendalikan isu dan terus berkembang, ditandai semakin
besar liputan media. Ketika fase krisis, organisasi akan cenderung kesulitan
mempengaruhi dan mengkontrol isu karena sudah menyebar dengan keterlibatan
pemangku kepentingan yang intensif. Fase terakhir, ketika organisasi bisa menciptakan
resolusi atau penyelesaian, isu akan meredup menjadi hilang.

Masalah muncul ketika sebuah organisasi atau kelompok terlibat dengan


masalah yang dirasakan yang merupakan konsekuensi dari tren politik / peraturan,
ekonomi atau sosial berkembang (Crable dan Vibbert dalam Regester dan Larkin,
2005:50). Contoh kebijakan politik, beberapa waktu sebelumnya perusahaan
pertambangan mineral diperbolehkan mengekspor bahan mentah ke luar negeri tetapi
pemerintah SBY membuat kebijakan baru yang melarang perusahaan tambang mineral
mengekspor bahan mentah tetapi diwajibkan membangun smelter atau industri
pengolahan tambang mineral. Perusahaan tambang mineral seperti Freeport, Newmont
pada awalnya menolak karena secara perhitungan bisnis tidaklah efisien membangun
industri pengolahan di dalam negeri, tetapi pemerintah tetap bersikeras melarang.
Kedua belah pihak akhirnya melakukan negosiasi yang sama-sama menguntungkan
baik untuk pemerintah maupun industri. Contoh lain, isu dalam industri keuangan,
pemerintah pernah memberlakukan kebijakan pelarangan kepemilikan ganda dalam
industri perbankan. Temasek, konglomerasi yang dimiliki pemerintah Singapora, yang
memiliki Bank BII dan Bank Danamon memilih menjualnya salah satu yaitu BII ke
Maybank Malaysia, sedangkan CIMB yang memiliki Lippo Bank dan Bank Niaga
memilih melakukan merger dengan menjadikan entitas baru CIMB-Niaga.

44
Praktisi humas, terutama bidang usaha seperti korporasi keuangan,
pertambangan, migas, telekomunikasi, farmasi biasanya menjalankan fungsi public
affairs atau government relations karena bidang bisnisnya sangat rawan tergoncang
terkait dampak perubahan kebijakan pemerintah. Hubungan masyarakat menjalankan
fungsi lobi dan negosiasi kepada pengambil kebijakan dan membangun aliansi melalui
asosiasi bisnis untuk memperkuat posisi tawar dengan pengambil kebijakan.

Isu juga bisa muncul dari masalah sosial seperti di daerah eksplorasi perusahaan
tambang atau migas di mana terdapat kesenjangan kesejahteraan antara karyawan
dengan warga setempat bisa menimbulkan masalah konflik sehingga diperlukan fungsi
tanggungjawab sosial perusahaan untuk memitigasi resiko sejak awal. Contoh kasus
sebuah perusahaan tambang di NTT tidak memiliki kapabilitas dalam memahami
potensi isu sejak awal sehingga konflik berlatar sosial memuncak. Ratusan warga di
daerah Kabupaten Manggarai Timur, Nusa Tenggara Timur, mengancam akan
melakukan pertumpahan darah jika PT Aditya Bumi Pertambangan, tetap melakukan
aktivitas tambang mangan. Konflik dengan komunitas menjadi isu yang harus dihadapi
dari korporasi yang bergerak di industri ekstraktif seperti migas, pertambangan,
perkebunan.

Tahap masalah yang muncul menunjukkan peningkatan secara bertahap dalam


tingkat tekanan pada organisasi untuk menerima masalah ini. Dalam kebanyakan kasus,
peningkatan isu ini merupakan hasil dari kegiatan oleh satu atau lebih kelompok ketika
mereka mencoba untuk mendorong atau melegitimasi masalah (Regester dan Larkin,
2005:51). Isu bisa berkembang ketika pemangku kepentingan perusahaan berusaha
membangun agenda publik baik melalui kampanye advokasi, penggalangan massa
seperti demonstrasi maupun juga publikasi melalui media massa maupun dunia maya.
Pada titik inilah sebenarnya praktisi humas harus bisa memetakan kemana arah isu akan
bergerak.

Menurut Regester dan Larkin (2005:51), faktor dominan dalam perkembangan


isu pada tahap ini adalah liputan media. Peliputan media yang semakin membesar baik
dari sisi pengulangan isu maupun sebaran media yang memberitakan patut menjadi
perhatian praktisi humas. Pada tahapan current, masalah telah mencapai titik maksimal
dan menampilkan potensi penuh atas pihak yang terlibat. Kondisi ini menjadi sangat
sulit untuk mempengaruhi masalah karena meningkat intensitasnya. Pihak-pihak yang

45
terlibat menyadari pentingnya isu secara penuh, dan tekanan pada lembaga regulasi
untuk terlibat (Regester dan Larkin, 2005:52). Isu ini bisa berkembang menjadi situasi
krisis di mana organisasi tidak mampu lagi mengendalikan keadaan sehingga
dibutuhkan peran regulator dalam hal ini pemerintah untuk turun tangan untuk
menetapkan resolusi konflik sehingga kondisi bisa mereda. Misalnya, dalam kasus
kecelakaan pesawat, demonstrasi buruh yang disertai pemogokan besar-besaran, atau
misalnya kolapsnya lembaga keuangan seperti Lehman Brothers, Bank Century
akhirnya dipailitkan oleh regulator.

Untuk memahami bagaimana isu muncul dan bagaimana menanganinya


diperlukan sebuah model pengelolaan isu. Model isu mempermudah kita bagaimana
memetakan dan memberikan kemudahan dalam menetapkan sejumlah alternatif
penyelesaian isu. Seorang pakar manajemen yang pertama kali menawarkan model
pengelolaan isu adalah Howard Chase. Chase menawarkan model proses manajemen
isu yang terdiri dari lima tahapan penting yaitu identifikasi isu, analisis isu, opsi strategi
perubahan isu, program tindakan isu, dan terakhir evaluasi hasil (Dalton dan Croft,
2002:189).

Pada tahapan identifikasi isu melibatkan kemampuan intelejen informasi apakah


isu akan berpotensi menjadi masalah bagi organisasi, bagaimana isu dikontruksi, dan
mengkategorisasikannya (Dalton, 231). Crable dan Vibbert menyarankan bahwa
dibandingkan merespon isu ketika sudah pada tahapan kritis lebih baik mengidentifikasi
ketika masih tahapan awal. Mendefinisikan sifat sebuah isu pada tahap awal membantu
organisasi dalam hal mereposisi isu atau mempengaruhi kebijakan isu. Menyelesaikan
isu sebelum bereksalasi menjadi krisis yang berdampak krusial bagi masa depan
organisasi (Sellnow dkk, 2013:240).

Garth (2006:113) membagi isu kepada tiga kategori berdasar dampak yang
dihasilkan yaitu

 Isu prioritas puncak yaitu sebuah isu yang berdampak besar terhadap organisasi.
Isu tersebut membutuhkan respon cepat. Pengembangan pernyataan organisasi
yang memberikan posisi yang jelas organisasi dalam isu.

46
 Isu prioritas sedang yaitu isu yang mungkin membutuhkan pengembangan
pernyataan organisasi tetapi waktunya lebih lama. Organisasi masih perlu tetap
mengawasi perkembangan isu
 Isu prioritas rendah dapat ditempatkan pada daftar isu yang dievaluasi secara
berkala atau tidak dipertimbangkan berpotensi bermasalah.

Banyak kasus di dunia bisnis bagaimana isu besar atau krisis besar dihadapi
organisasi gara-gara masalah kecil yang tidak tertangani dengan baik. Penulis pernah
memberikan pendampingan manajemen sebuah direktorat jenderal kementerian dalam
mengelola isu yang membesar organisasi secara mendadak. Isu tersebut membesar dan
menjadi liputan utama pemberitaan media selama beberapa waktu gara-gara masalah
sepele yaitu surat elektornik keluhan yang tidak ditangani karena pekerjaan yang
membludak dan postingan di sebuah media komunitas dunia maya yang akhirnya
menjadi materi pemberitaan.

Sangatlah penting bagi praktisi humas untuk melakukan observasi lingkungan bisnis
secara sistematis, berkelanjutan, dan menyeluruh, dalam rangka sedini mungkin
mengidentifikasi titik lemah yang bisa memicu krisis. Pemindaian ini bisa
menggunakan observasi lingkungan seperti analisis berita, survei, atau wawancara.
Tahapan selanjutnya isu yang potensial harus dipantau secara ketat (Rottger,
2008:2541).

Pemetaan isu potensial yang dihadapi organisasi dapat menggunakan sejumlah


teknik sebagai berikut (Garth, 2006:119-120).

 Penelitian opini publik melalui survei yang digunakan untuk menentukan sikap
dari kelompok kepentingan terhadap isu dan mengukur perubahan sikap dari
waktu ke waktu dikaitkan dampak dari informasi baru tentang isu
 Pemetaan liputan media terhadap isu membantu melacak perkembangan isu
kunci pada tingkat media dan kepentingan publik, pemuka pendapat yang paling
berpengaruh dan sering dimuat media, efektivitas komunikasi organisasi dapat
terbaca melalui pemberitaan.
 Perkembangan teknologi informasi internet juga perlu dipantau untuk
menentukan perbedaan pandangan kelompok advokasi, topic yang sedang

47
diperdebatkan, pro dan kontra terhada isu dan juga pendapat baru yang mungkin
muncul dari opini publik
 Perkembangan proses legislasi bisa dipantau melalui pemberitaan media

Griffin (2008:115) mengidentifikasi tiga tipe isu yang biasa dihadapi sebuah
organisasi yaitu meliputi isu korporasi yang muncul dari perusahaan sendiri terkait
praktik usahanya dan produk dan layanan termasuk pada isu tata kelola, kualitas
produk, nilai, kinerja perusahaan dsb. Setiap bidang usaha memiliki isu korporasi yang
khas misalnya pada perusahaan bisnis penerbangan isu yang krusial dan berpotensi
menciptakan krisis adalah masalah kecelakaan pesawat. Perusahaan manufaktur seperti
tekstil memiliki cirikhas isu yang dominan adalah pemogokan buruh atau demonstrasi
buruh menuntut kenaikan gaji. Perusahaan otomotif memiliki ciri khas utama isu terjadi
karena cacat produk yang menyebabkan kecelakaan dan penarikan produk besar-
besaran. Perusahaan yang tercatat di bursa saham memiliki isu penting yang harus
dikelola terkait kinerja perusahaan seperti laba, kerugian, beban usaha, pendapatan,
strategi bisnis yang akan mempengaruhi pergerakan saham perusahaan setiap hari.

Kedua, isu global yaitu isu besar dewasa ini yang tidak saja terkait perusahaan
secara individu tetapi juga merupakan yang dihadapi semua perusahaan contohnya
masalah tenaga kerja dan hak asasi manusia, isu lingkungan hidup, isu kesehatan, isu
kesetaraan pekerja, isu hukum. Apple mendapatkan kritikan dari kalangan aktivis hak
asasi manusia terkait proses produksi di perusahaan rekanan di China yang tidak
manusiawi dengan jam kerja di luar batas. Perusahaan bidang pengolahan sumber daya
alam seperti perkebunan (Wilmar, Salim Invomas, PTPN, Sinarmas), migas
(Pertamina, Medco, Chevron), tambang (Bumi Resources, Rio Tinto, Newmont,
Freeport) menghadapi isu potensial terkait masalah lingkungan hidup sangat kuat.
Tekanan dari lembaga swadaya masyarakat seperti WWF, Greenpeace, Walhi menjadi
perhatian utama bagi praktisi hubungan masyarakat. Gerakan feminisme perempuan
semakin menguat dengan membawa isu kesetaraan gender dalam bidang sosial politik
termasuk korporasi. Industri yang dipersepsikan berdampak negatif seperti merusak
kesehatan seperti rokok (Djarum, Gudang Garam, Phillip Morris) menghadapi tekanan
berat dari aktivis isu kesehatan. Industri telekomunikasi menghadapi isu utama terkait
kebebasan berekpresi dan privasi individu.

48
Ketiga, isu lokal yang didefinisikan sebagai isu dikaitkan dengan kelompok
yang terpengaruh seperti komunitas sekitar pabrik yang berpotensi tercemar, masalah
pengangguran di sekitar perusahaan tempat beroperasi. Perusahaan-perusahaan bidang
ekstraktif seperti migas dan tambang menghadapi tantangan dalam membangun
komunikasi dengan komunitas sekitar. Komunitas berharap kehadiran perusahaan dapat
memberikan kontribusi penting dalam pembangunan komunitas. Dalam konteks ini,
praktisi humas harus menjalankan fungsi tanggungjawab social perusahaan dengan
memetakan kebutuhan masyarakat dan memberikan masukan kepada pemimpin
perusahaan program CSR yang sesuai dengan kapasitas komunitas. Sejumlah
perusahaan yan tidak mampu memetakan isu komunitas akan berpotensi menciptakan
konflik dengan komunitas dan operasional perusahaan akan terganggu.

Analis isu manajemen, merupakan tahapan yang kedua yang dikemukakan


Chase. Analisis isu memfokuskan pada proses menetapkan fakta, posisi, premis, dan
dampak yang memungkinkan dari isu dalam sebuah pertanyaan. Tahapan ini
merupakan bagian paling penting dan membutuhkan kemampuan tim manajemen isu
dalam membedah argumenntasi dan menghubungkannya dengan pemangku
kepentingan yang relevan, dikaitkan pada kepentingan dan kekuasaan mereka. Melalui
analisis isu dapat dibentuk pola isu dan prioritas isu.

Sejauh mana dan seluas apa sebuah organisasi melakukan pemetaan terhadap isu
potensial sangatlah ditentukan oleh ukuran, kompleksitas, dan ketersediaan sumber
daya yang dimiliki (McGrath, 2006:110). Misalnya, perusahaan berskala global dengan
pasar yang bersifat dunia seperti Coca Cola, Unilever, Microsoft akan memetakan
perkembangan pasar di seluruh dunia, tetapi perusahaan yang hanya beroperasi di satu
negara atau kawasan, seperti PT Kereta Api Indonesia, Lion Air akan lebih membatasi
pemetaan.

49
STRATEGI MANAJEMEN ISU

Gambar 7 Strategi Tindakan (Smith, 2004:82)

Setelah menganalisa isu, sebuah organisasi harus mempertimbangkan


bagaimana merespon dan pilihan strategis apa yang dimiliki dengan ketersediaan
sumber daya dan hambatan yang dihadapi. Apakah organisasi akan mengadopsi sebuah
respon advokasi dengan melakukan kampanye dan lobi ke sejumlah pemangku
kepentingan untuk mempengaruhi debat opini publik? Atau justru melakukan strategi
diam dan menghindari keterlibatan dalam masalah yang dihadapi (Dalton, 234).

Smith menawarkan dua perspektif strategi yang bisa dilakukan organisasi yaitu
strategi proaktif dan reaktif. Strategi humas yang diinisiasi oleh organisasi disebut juga
dengan strategi proaktif. Proatif strategis meliputi action dan communication strategies
(Smith, 2004:82). Strategi proaktif cenderung dilakukan sebelum isu muncul dan
berkembang dan tidak mampu ditangani organisasi, organisasi secara aktif
berkomunikasi dan membuat sejumlah program yang berfungsi sebagai preventif atau
mitigasi krisis.

50
Strategi proaktif memiliki dua pendekatan besar yaitu fokus pada tindakan
strategis dan komunikasi strategis. peningkatan kinerja organisasi, partisipasi khalayak
dan menyelenggarakan kegiatan khusus, membentuk aliansi dan koalisi, memberikan
sponsor dan kadang aktivisme, filantropis (Smith, 2004:82). Organisasi bisa
menggunakan strategi partisipasi khalayak sebagai langkah proaktif dalam manajemen
dan mitigasi isu. Sebuah perusahaan internasional bidang sumber daya manusia
mengajak karyawannya untuk terlibat secara aktif dalam program mengajar di
komunitas dengan tujuan membangun kerjasama dan menanamkan nilai dasar
perusahaan yang peduli akan isu sosial. Sejumlah organisasi bisnis mulai menggunakan
media sosial sebagai bagian penting dalam membangun percakapan dan meningkatkan
keterlibatan khalayak dalam pengambilan kebijakan organisasi.

Organisasi bisa menyelenggarakan kegiatan acara khusus sebagai bagian strategi


tindakan proaktif. Anda bisa melihat perbedaan strategi ini jika anda jeli
memperhatikan gaya komunikasi produsen consumer goods Unilever dan
kompetitornya Wings Food. Univeler menyelenggarakan kegiatan khusus seperti
Festival Jajanan Kecap Bango, event sosialisasi cuci tangan Lifebouy di sekolah-
sekolah, event pendidikan menggosok gigi. Kegiatan organisasi yang kental akan
pendekatan hubungan masyarakat menjadi salah satu pilar membangun dan mengelola
reputasi merek. Sebaliknya, Wings Food cenderung menggunakan program pemasaran
tradisional dengan fokus pada promosi penjualan seperti beli produk deterjen
konsumen mendapat piring atau gelas. Wings lebih fokus mendorong penjualan dalam
jangka pendek sebaliknya Unilever fokus pada dampak jangka panjang dan reputasi
korporasi.

Kasus serupa juga dilakukan Anlene, produsen susu dengan segmen konsumen
yang peduli dengan kesehatan tulang. Anlene secara rutin menyelenggarakan kegiatan
khusus untuk kalangan perempuan sebagai bagian strategi humas pemasaran, misalnya
Gerakan Anlene 10 ribu langkah dan event gerak jalan di sejumlah kota di tanah air.
Microsoft yang bergerak di bidang teknologi informasi tiap tahun menyelenggarakan
ICEMA untuk kalangan industri musik independen di Indonesia, selain juga
menyelenggarakan kompetisi antar pengembang piranti lunak di Indonesia di kalangaan
mahasiswa perguruan tinggi.

51
Sponsorship bisa menjadi alat penting dalam proaktif dengan memberikan
dukungan secara finansial kepada komunitas masyarakat maupun organisasi lain.
Misalnya Medco Energi mensponsori terselenggaranya kompetisi sepakbola junior di
Indonesia, Semen Padang dengan dana tanggungjawab sosial perusahaan mendukung
kesebelasan kebanggaan warga Sumatera Barat. PT Freeport Indonesia memberikan
sponsor bagi klub bola Persipura. Djarum melalui Djarum Super dan sekarang BCA
menjadi sponsor bagi terselenggaranya kompetisi bulutangkis Indonesia Open.

Organisasi bisnis saat ini mulai menggunakan strategi filantropi sebagai salah
satu cara strategi dalam membangun reputasi dan mitigasi isu krisis di masa depan.
Contohnya pemilik Riau Andalan Pulp and Paper, salah satu produsen kertas terbesar di
Indonesia mendirikan Tanoto Foundation yang fokus pada pemberian beasiswa
pendidikan. Orang terkaya di Indonesia keluarga Hartono, pemilik grup Djarum melalui
Djarum Foundation secara aktif melakukan kegiatan filantropi di sejumlah bidang
seperti pendidikan, olahraga, lingkungan hidup, dan budaya. Pemilik Mayapada Group,
Tahir, salah seorang terkaya di Indonesia menggunakan Tahir Foundation sebagai
kendaraan filantropisnya bahkan beliau menyumbang ke Bill Gates Foundation puluhan
juta dollar untuk program kesehatan dan juga menyumbang sejumlah bis wisata bagi
pemerintah DKI.

Aliansi dan koalisi juga sangat penting dalam strategi proaktif. Pada waktu
penulis bekerja di sebuah agensi humas, agensi humas tersebut menangani program
Intel Teach, sebuah program yang diinisiasi raksasa teknologi informasi dunia dalam
meningkatkan literasi teknologi informasi di sekolah-sekolah. Intel bekerjasama dengan
Kementerian Pendidikan Indonesia. Pada waktu penulis menangani Goodyear Supir
Heroik, acara tersebut diselenggarakan dengan menggandeng Direktur Lalu Lintas Polri
dan Kementerian Perhubungan. Aliansi dengan lembaga pemerintah sangatlah penting
dalam meraih dukungan bagi program perusahaan.

Industri farmasi memiliki produk pengganti produk rokok yang diklaim lebih
sehat bagi kesehatan. Industri farmasi membangun koalisi dan aliansi dengan
mendukung kampanye anti rokok yang diadvokasi lembaga swadaya masyarakat atau
Kementerian Kesehatan untuk menekan pengambil kebijakan menetapkan aturan
pembatasan rokok secara ketat. Sebaliknya, industri rokok juga tidak tinggal diam
dengan melakukan koalisi dan aliansi dengan sejumlah pemerintah daerah dan

52
kementerian yang lebih peduli terhadap aspek ekonominya. Industri rokok juga secara
aktif melakukan kampanye advokasi akar rumput ke komunitas petani tembakau yang
periuk nasinya terancam akibat kebijakan pembatasan rokok oleh pemerintah

Penolakan produk perkebunan Indonesia seperti minyak kelapa sawit, hal ini
sebenarnya bukan seluruhnya terkait pada isu lingkungan hidup semata tetapi juga
terkait dengan kompetisi bisnis ekonomi minyak nabati. Minyak kelapa sawit secara
ekonomi lebih murah dengan jumlah produksi jauh lebih massif sehingga produk-
produk minyak nabati lainnya seperti minyak jagung,minyak kedelai, minyak bunga
matahari kalah bersaing. Negara-negara produsen minyak nabati non sawit kemudian
menggunakan isu lingkungan untuk melakukan advokasi kepada regulator untuk
menolak impor minyak sawit. Sebaliknya kelompok produsen kelapa sawit melalui
asosiasi GAPKI membangun aliansi dengan bekerjasama institusi independen seperti
perbankan, LSM, pembeli untuk membentuk kelompok bersama yang mengeluarkan
sertifikasi RSPO (roundtable sustainable palm oil) sebagai pengakuan bahwa proses
produksi kelapa sawit telah memenuhi aspek pelestarian lingkungan. Strategi aliansi
dan koalisi paling banyak digunakan dalam menjalankan program public affairs dengan
lobbying dan grass root advocacy.

Pada titik inilah sebenarnya, kita melihat betapa pentingnya praktisi hubungan
masyarakat dalam membangun dan mengelola isu dalam pertarungan ide dan agenda
publik agar menguntungkan kepentingan organisasi. Humas tidaklah saja menjalankan
peran pemadam kebakaran tetapi justru mungkin menjadi pemantik api bagi kebakaran
di tempat lainnya jika kebakaran di tempat lain akan menguntungkan organisasi kita.

Humas harus menjalankan perannya secara proaktif dengan menjalankan


program kehumasan berbasiskan isu yang berkembang di publiknya, misalnya Lifebouy
melakukan kampanye cuci tangan didasarkan pada hasil penelitian yang menyatakan
anak usia di bawah 5 tahun rentan terhadap penyakit karena masalah sanitasi di negara-
negara dunia ke tiga. Contoh lainnya, Anlene membangun agenda publik dengan
meningkatkan kesadaran akan bahaya osteoporosis bagi perempuan di masa senja. Di
titik inilah sebenarnya praktisi humas melihat dampak di masa depan bukan hanya
dampak jangka pendek seperti penjualan produk.

53
Gambar 8 Strategi Komunikasi (Smith, 2004:94)

Strategi proaktif yang kedua adalah pendekatan strategi komunikasi yang terdiri
dari tiga aspek utama yaitu pendekatan publisitas, informasi bernilai berita, komunikasi
transparan. Sebagian besar organisasi secara intuitif memahami nilai penting
publisitas, yang merupakan perhatian yang diberikan oleh media berita untuk sebuah
organisasi, orang, peristiwa, produk atau ide (Smith, 2004:94).

Publisitas merupakan salah satu fungsi humas yang melibatkan tindakan secara
sengaja menyebarkan pesan strategis melalui media massa (seperti koran, televisi,
radio, atau internet), tanpa membayar kepada media. Sementara publisitas umumnya
mengacu pada informasi yang ditempatkan di media massa, publisitas juga dapat
melibatkan menempatkan informasi di media yang dikontrol seperti publikasi
organisasi atau laporan perusahaan (Lyon, 2004:714). Publisitas didorong oleh
sejumlah perantara seperti jurnalis, blogger dan lainnya, dengan cakupan topik yang
lebih luas dibandingkan iklan dalam mempengaruhi pemangku kepentingan organisasi
dengan mengkontruksi organisasi ke dalam kategori positif maupun negatif (Spotts dkk,
2013:1988).

54
Strategi yang kedua adalah menyajikan informasi berita. Informasi bernilai
berita erupakan suatu keharusan bagi setiap organisasi yang berharap untuk
menggunakan media berita untuk membawa pesan dan menangkap kepentingan
publiknya. Untuk strategi komunikasi, berita merupakan salah satu strategi proaktif
terkuat karena sesuatu yang layak diberitakan hampir dijamin untuk mendapatkan
perhatian dari media berita dan, melalui mereka, organisasi publik lainnya. Bahkan jika
Anda sedang melakukan presentasi pesan melalui saluran pribadi atau organisasi, perlu
diingat bahwa khalayak Anda akan lebih tertarik pada pesan berita (Smith, 2004:96).

Strategi ketiga, organisasi menggunakan pendekatan komunikasi yang bersifat


terbuka kepada publik. Konsep ini tergolong yang relatif baru, dasar utamanya adalah
mengembangkan strategi hubungan masyarakat dengan pendekatan komunikasi
proaktif. Komunikasi yang bersifat transparan merupakan istilah yang diberikan kepada
sebuah gagasan yang dapat dibuka dan diamati sehingga organisasi mampu membantu
publik dalam memahami organisasi dan mendukung tindakannya. Komunikasi yang
transparan, yang berkaitan dengan tujuan kesadaran meningkatkan pengetahuan publik
(Smith, 2004:100). Pada situasi krisis, transparansi publik menjadi keharusan bagi
korporasi misalnya ketika perusahaan penerbangan menghadapi kecelakaan pesawat.

Contoh lainnya strategi ini digunakan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan
setelah dipimpin oleh Menteri Susi, caranya dengan membuka informasi tentang kapal
perikanan yang beroperasi kepada publik. Menteri Kelautan dan Perikanan Susi
Pudjiastuti mengaku berniat membangun transparansi di kementeriannya dalam tata
kelola laut. Oleh karena itu, Susi merasa perlu menggandeng KPK untuk memberi
masukan dan ikut mengawasi kebijakan tersebut.

Langkah yang diambil Susi tersebut mendapatkan pujian dan dukungan dari
publik, karena selama ini data terkait kapal perikanan tertutup aksesnya oleh publik. Hal
ini tergambar dari sentimen pemberitaan terhadap Susi yang cenderung positif.
Organisasi yang mengimplementasikan komunikasi publik secara terbuka akan lebih
cenderung meraih dukungan publik dibandingkan organisasi yang menutup akses
publik terhadap informasi di dalam organisasi tersebut. Publik akan lebih menaruh
kepercayaan terhadap organsiasi tersebut.

55
Pada situasi krisis seperti yang dihadapi maskapai penerbangan Air Asia pada
akhir 2014 lalu menjadi salah satu contoh bagaimana keberhasilan manajemen krisis
ditentukan oleh keterbukaan informasi kepada publik. CEO Air Asia Tony Fernandez
menjadi pilar penting dalam komunikasi publik sehingga menetralisir dampak
kecelakaan. Hal ini berbeda dengan apa yang terjadi di Lion Air ketika terjadi
penundaan penerbangan massif di awal tahun 2015. CEO Lion Air terkesan menutup-
nutupi kasus dan tidak terbuka mengenai apa yang sebenarnya terjadi, akibatnya publik
justru semakin menyerang korporasi

Ketika organisasi menghadapi tuduhan atau kritikan maka organisasi akan


menjalankan strategi yang kedua yaitu reaktif. Dalam merespon tekanan dari luar,
organisasi maka harus mengembangkan tujuan seperti meraih pemahaman publik,
mengelola dan mengembalikan reputasi, membangun kembali kepercayaan dan
dukungan publik (Smith, 2004:100). Strategi menghadapi kritikan ini disebut dengan
istilah reaktif.

Gambar 9 Strategi Reaktif (Smith, 2004:100)

Smith menyatakan terdapat sejumlah strategi reaktif yang bisa digunakan


praktisi humas dalam mengelola manajemen isu organisasi. Pertama adalah strategi pre-

56
emptive yaitu respon isu dengan mengantisipasi melalui serangan sebelum pihak lawan
menyerang. Konsep ini biasanya digunakan dalam komunikasi politik dengan
menjatuhkan lawan terlebih dahulu sebelum lawan menyerang.

Contoh ini dipraktekkan oleh pemimpin Kementerian Perhubungan ketika


kecelakaan pesawat Air Asia di perairan Laut Jawa akhir 2014. Sebelum pemangku
kepentingan seperti media massa menguak kesalahan regulator dalam kecelakaan maka
dimunculkan sebuah isu bahwa penerbangan tersebut tidak berijin dan Kementerian
Perhubungan membekukan ijin terbang Air Asia. Pemerintah membekukan izin rute
AirAsia Surabaya-Singapura. Salah satu alasannya, Air Asia QZ8501 ternyata
melanggar izin terbang.

Gambar 10 Strategi Rectying (Smith, 2004:101)

Strategi yang kedua adalah rectifying yaitu organisasi memberikan respon


positif terhadap kritikan atau isu yang dihadapi dengan berusaha melakukan investigasi,
tindakan korektif, menyesal atau bertobat (Smith, 2004:101). Misalnya, ketika

57
perusahaan penerbangan menghadapi krisis karena armada pesawatnya mengalami
kecelakaan maka respon yang biasanya dilakukan berjanji akan melaksanakan
investigatif untuk perbaikan pelayanan dan memberikan kompensasi terhadap korban.
Contoh lain, dalam praktik bisnis manufaktur adalah penarikan produk seperti bidang
otomotif, farmasi ketika diindikasikan telah terjadi cacat produk maka organisasi
biasanya akan melakukan penarikan produk untuk investigasi.

Anak perusahaan Johnson & Johnson, McNeil Consumer Healthcare Products


menarik 43 produk obat bebas untuk bayi dan anak-anak di beberapa negara.
Termasuk di antaranya adalah obat merek Tylenol, Motrin dan Benadryl.
Seperti dilansir dari USAtoday dan WebMD, Jumat (7/5/2010), penarikan
dilakukan sejak Jumat lalu (30/4/2010) setelah badan pengawas obat dan
makanan AS atau FDA menemukan adanya kesalahan pada produk-produk
tersebut1

Gambar 11 Strategi Offensif

1
http://health.detik.com/read/2010/05/08/111205/1353455/763/forum.detik.com/johnson--johnson-
indonesia-klaim-obatnya-bebas-recall

58
Selanjutnya, organisasi ketika menghadapi isu yang mengancam
keberlangsungan organisasi bisa menggunakan pendekatan offensive. Pendekatan isu ini
dengan cara mempermalukan, mengejutkan, mengancam, menuntut (Smith, 2004:101).
Strategi ofensif dilakukan terhadap kelompok kepentingan yang dinilainya telah
menghancurkan reputasi atau membuat kerugian organsisasi. Strategi ini biasanya
diambil ketika sebenarnya posisi organisasi merasa benar dan legal, tetapi organisasi
haruslah berhati-hati kadang kemenangan dari jalur legal justru tidak mendapatkan
simpati dari publik.

Salah satu contoh dari strategi ofensif adalah dengan menuntut melalui jalur
peradilan. Strategi ini justru kadang berbalik arah atau berdampak negatif terhadap
reputasi organisasi. Hal ini yang dilakukan oleh RS Omni terhadap Prita beberapa
waktu yang lalu, yang justru muncul gerakan publik mendukung Prita. Pihak Rumah
Sakit Omni melakukan somasi terhadap Prita agar Prita mencabut semua tuduhan yang
dilayangkan ke Rumah Sakit Omni yang dilayangkan lewat pesan elektroniknya.
Gugatan hukum yang dimenangkan Omni justru berdampak negatif pada reputasi Omni
di mata publik. Contoh lain adalah strategi mengancam seperti yang dilakukan asosisasi
industri perhotelan yaitu Perhimpuna Hotel dan Restoran Indonesia dalam menghadapi
isu kebijakan pemerintah baru Jokowi yang melarang kementerian dan lembaga
pemerintah melakukan pertemuan di hotel demi penghematan anggaran keuangan
negara.

Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI ) mengancam akan lakukan


kebijakan pemutusan hubungan kerja massal kepada karyawan hotel. Pasalnya,
kebijakan pemerintah tentang larangan PNS dan instansi lain pemerintahan menggelar
rapat dan lain-lain aktivitas sejenis di hotel-hotel dan restoran-restoran akan
mengancam keberadaan industri perhotelan. Larangan yang dilakukan seketika oleh
Menteri PAN dan RB, Yuddy Krisnandi, itu sontak mengagetkan industri perhotelan

Kasus lainnya, PDIP dalam kasus penetapan tersangka calon Kapolri


menggunakan strategi mempermalukan lawan dengan membeberkan tindakan Abraham
Samad yang melakukan pendekatan sebelum masa pemilihan presiden untuk
disandingkan dengan calon presiden Joko Widodo. Seorang politisi PDIP menggelar
jumpa pers membeberkan pertemuan PDIP dengan Abraham Samad. Pembongkaran
pertemuan tersebut merupakan langkah mendelegitimasi pribadi Samad di mata publik.

59
Pasca penetapan Budi Gunawan sebagai tersangka oleh KPK, beredar pula foto Ketua
KPK dengan seorang Putri Indonesia. Foto tersebut menimbulkan polemik yang
memperdebatkan keaslian. Beredarnya foto Samad menjadi salah satu bentuk dari
strategi memperlakukan lawan.

Strategi ancaman ini justru seringkali menimbulkan efek backfire (menyerang


balik). Pada kasus Asosiasi-Perhotelan dengan Menpan juga sama, publik justru
mendukung kebijakan pelarangan rapat di hotel. Asosiasi sebenarnya bisa melakukan
pendekatan tidak frontal dengan menggerakkan karyawan hotel sebagai kelompok
kepentingan bukan saling berhadapan dengan pemerintah dan juga melakukan lobi
terhadap pengambil kebijakan seperti Kementerian Pariwisata atau parlemen sebagai
upaya menekan kebijakan baru tersebut. Kasus KPK dengan PDIP juga berdampak
serupa, serangan PDIP terhadap institusi KPK justru menimbulkan gelombang
dukungan publik terhadap KPK. PDIP justru mendapatkan citra negatif, menolak
pemberantasan korupsi. Sebaliknya dukungan KPK semakin membesar.

Strategi ke empat adalah inaction, yaitu organisasi tidak mengambil keputusan


apapun atau tidak mau berkomentar terhadap isu yang sedang terjadi (Smith, 2004:101).
Situasi ini biasanya terjadi ketika sejumlah sebab meliputi posisi organisasi tidak
menguntungkan dalam isu opini publik yang berkembang, isu tersebut di luar
kewenangan organisasi, atau isu yang berkembang masih belum jelas duduk
persoalannya.

Misalnya, pernyataan Gubernur BI yang menolak berkomentar terkait isu


rencana merger Bank Mandiri dan Bank Tabungan Negara karena masih belum jelas
pokok persoalannya. Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardojo enggan
berkomentar banyak rencana akuisisi Bank Tabungan Negara (BTN) oleh Bank Mandiri
karena isunya belum jelas. Dalam konteks lain, strategi diam seringkali dilakukan oleh
sejumlah pejabat ketika tersangkut kasus korupsi, biasanya pejabat tersebut enggan
memberikan komentar karena posisi mereka terjebak dalam opini publik yang sudah
negatif. Melakukan perlawanan dengan pernyataan yang berseberangan justru semakin
menempatkan mereka dalam tekanan opini yang lebih besar.

60
Gambar 12 Strategi Defensif (Smith, 2004:101).

Strategi kelima adalah organisasi bertahan dengan cara membantah isu,


mengklarifikasi atau menjustifikasi isu yang sedang berkembang (Smith, 2004:101).
Strategi ini bertujuan memberikan pesan kunci dari sudut pandang organisasi yang
berbeda dengan apa yang yang menjadi isu di pemangku kepentingan sehingga publik
mendapatkan sudut pandang masalah yang komprehensif.

Sebuah bank pemerintah pernah menghadapi isu indikasi praktik penyimpangan


korupsi di perusahaan terkait audit BPK. Pihak manajemen perusahaan kemudian
memberikan klarifikasi kepada publik untuk memitigasi isu agar tidak berkembang
menjadi isu liar yang sulit dikendalikan. Direksi membantah adanya audit investigasi
yang dilakukan Badan Pemeriksa Keuangan terkait kredit bermasalah dan menyatakan
bahwa pemeriksaaan hanya dianggap pemeriksaan rutin tahunan. Strategi dengan
bantahan ini juga digunakan oleh sebuah bank swasta nasional ketika menghadapi isu
kasus hukum terkait dugaan penyuapan Dirjen Pajak di masa lalu. Korporasi
memberikan bantahan terkait kasus suap yang menyeret nama mantan Ketua Badan
Pemeriksa Keuangan (BPK).

Strategi ke enam yang biasa dilakukan praktisi humas adalah diversionary yaitu
mengalihkan isu dengan cara memberikan konsensi atau kompensasi, menjilat atau

61
memuji, memisahkan atau memutus hubungan dengan organisasi dengan isu (Smith,
2004:101).

Misalnya Anda seringkali melihat ketika pemimpin organisasi terlibat kasus


korupsi atau tindakan pelecehan maka pernyataan resmi organisasi adalah tindakan
tersebut merupakan ulah “oknum” semata bukan perilaku organisasi dan organisasi siap
dan patuh terhadap proses hukum yang berlaku. Tujuan dari diversionary sebenarnya
melokalisir isu sehingga tidak berdampak terhadap organisasi secara keseluruhan.

Gambar 13 Strategi Diversionary (Smith, 2004:101).

Pertamina ketika menghadapi unjukrasa karyawan kontraknya melakukan


strategi mengalihkan dengan menyatakan telah memberikan kompensasi dan
menyatakan unjukrasa tersebut tidak mewakili mayoritas mantan karyawan kontrak.
Pertamina mengaku sudah memberikan kompensasi yang sangat baik bagi 157 pekerja
waktu tertentu atau PWT yang berunjuk rasa. Sebab, sebanyak empat ribu mantan
karyawan lainnya menerima kompensasi yang diberikan Pertamina.

Strategi serupa juga digunakan KPK ketika menghadapi isu Ketua KPK
Abraham Samad yang dituding oleh petinggi PDIP pernah melakukan pertemuan
dengan elite PDIP dan Nasdem terkait rencana pembahasan cawapres untuk

62
mendampingi Jokowi di Pilpres 2014. KPK menggunakan strategi manajemen isu
diversionary dengan menyatakan bahwa tindakan Samad merupakan masalah pribadi
yang terkait dengan KPK. Reaksi KPK ini bertujuan untuk melokasisir dampak negatif
Samad terhadap lembaga KPK secara keseluruhan. Deputi Bidang Pencegahan KPK
Johan Budi mengatakan, kebenaran terkait kabar tersebut masih perlu dilakukan
pengecekan dan harus ditelusuri lebih lanjut terkait rekam jejaknya. Kalaupun benar,
hal itu merupakan persoalan pribadi Samad dan tidak ada kaitannya dengan KPK secara
kelembagaan

Gambar 14 Strategi Commiseration (Smith, 2004:101).

Strategi yang terakhir dalam merespon isu adalah menggunakan pendekatan


vocal commiseration yaitu dengan memberikan pernyataan bernada simpatik kepada
publik meliputi ucapan belasungkawa, peduli, penyesalan, dan apologi (Smith,
2004:101). Ketika publik mengalami dampak negatif dari perilaku organisasi seperti
pencemaran lingkungan, kecelakaan, atau tindakan penyimpangan seperti korupsi,
pelecehan seksual, maka organisasi bisa menggunakan pendekatan simpatik ini untuk
meredam isu yang telah berkembang tidak terkendali.

63
Contoh kasus seperti yang telah diungkapkan penulis di bab sebelumnya,
bagaimana seorang CEO Toyota meminta maaf secara publik dengan membungkuk
dalam-dalam yang menandakan rasa malu dan penyesalan dalam budaya Jepang ketika
Toyota dihadapkan situasi krisis penarikan produk besar-besaran karena diindikasikan
cacat produk dan menjadi penyebab kecelakaan. Strategi apologia juga dilakukan oleh
Tony Fernandez, CEO Air Asia ketika menghadapi kecelakaan pesawat menimpa salah
satu armadanya. Tony meminta maaf kepada publik beberapa saat setelah korporasi
telah mengkonfirmasi salah satun armadanya kemungkinan jatuh ke laut pada akhir
2014 lalu.

Tavuchis dengan menggunakan pendekatan sosiologi membagi empat tipe


apologia dikaitkan pada interaksi sosial yaitu apologia yang bersifat antar pribadi,
apologia antara seseorang dengan banyak orang, apologia antara banyak orang dengan
seseorang, terakhir apologia antar banyak pihak (Coombs dkk, 2010:341).

Apologia antar pribadi ketika seseorang meminta maaf secara pribadi terhadap
pribadi yang lain, misalnya seorang CEO korporasi mengaku bersalah melakukan
terhadap pelanggan yang mengalami dampak kerugian dengan mengirimkan surat
permintaan maaf. Apologia dengan seseorang dengan banyak orang ketika pihak yang
terdampak berjumlah massal, misalnya pelanggan yang mengalami kerugian berjumlah
lebih dari satu, untuk meredam isu, CEO mengirimkan pernyataan maaf kepada
sejumlah pelanggan tersebut.

Apologia ketiga ketika banyak orang meminta maaf kepada seseorang, misalnya
keputusan Hakim Sarpin yang mengabulkan permohonan Pra Peradilan Budi Gunawan
pada kasus penetapan tersangka oleh KPK. Beberapa saat kemudian ternyata MK
mengabulkan permohonan judicial review yang menyatakan proses peradilan terhadap
penetapan tersangka merupakan hak warga negara. Pada konteks ini seharusnya
masyarakat yang sebelumnya telah menyalahkan putusan Sarpin untuk meminta maaf.
Apologia ke empat dilakukan banyak orang kepada banyak orang misalnya permintaan
maaf sebagian komunitas NU terhadap korban pembunuhan PKI pada era 65. NU yang
pada masa itu beraliansi dengan TNI membasmi PKI, mendorong sebagian warga NU
yang dimotori Gus Dur meminta maaf kepada korban tragedi berdarah tahun 1965.

64
Ketika organisasi menghadapi suatu isu, praktisi hubungan masyarakat
berfungsi untuk merencanakan respon organisasi terhadap isu tersebut. Praktisi
hubungan masyarakat wajib menyiapkan position statement atau pernyataan organisasi
terhadap isu yang berkembang. Posisi apa yang dipilih atau pendekatan apa yang dipilih
oleh organisasi akan menurut Smith (2003:238) sangat ditentukan oleh tiga faktor
berikut yaitu latar belakang isu, posisi organisasi, dan kesimpulan isu.

Gambar 15 Alur Proses Pengembangan Pernyataan Organisasi


(Smith, 2003:238)

Pertama adalah praktisi humas harus memahami latar belakang isu yang
dihadapi organisasi. Latar belakang isu terkait pada empat aspek antara lain dampak isu
(signifikansi), sebuah isu memiliki keragaman dampak yang berbeda-beda. Kebijakan
pemerintah memiliki dampak yang besar terhadap keberlangsungan usaha suatu
korporasi di satu sisi bisa menguntungkan tetapi di sisi lain bisa sangat merugikan.
Pemerintah sebagai regulator merupakan pihak yang mengatur permainan dan pihak
yang memiliki kewenangan dan kekuasaan.

Misalnya, peraturan Menteri Perdagangan yang melarang penjualan minum


beralkohol melalui jaringan pasar swalayan bisa dipastikan akan berdampak sangat

65
signifikan terhadap turunnya pendapatan seperti Heineken, Carslberg karena
berkurangnya saluran distribusi penjualan. Di sisi lain, kebijakan ini justru berdampak
positif bagi hotel, restoran atau klub malam dikarenakan pembeli akan meningkat.
Industri minuman keras Indonesia harus memutar otak bagaiman agar penjualan produk
tidak terganggu jika menerima keputusan pemerintah tersebut tetapi jika menolak maka
asosiasi industri harus mengembangkan program manajemen isu bagaimana agar
kebijakan pemerintah tersebut dibatalkan.

Praktisi humas dalam memahami latar belakang isu juga perlu memahami
sejarah isu di dalam kontek organisasi. Apakah isu tersebut pertama kali muncul atau
pada masa sebelumnya pernah terjadi. Sebuah maskapai penerbangan yang sering
menghadapi insiden kecelakaan pesawat akan menghadapi isu keselamatan
penerbangan lebih berat, berbeda dengan maskapai penerbangan yang dalam sejarahnya
belum pernah mengalami insiden kecelakaan.

Praktisi humas juga harus mampu membangun proyeksi, bagaimanakah isu


tersebut akan berkembang. Bagaimana alur isu tersebut, apa yang akan dihadapi
organisasi di masa yang akan datang, dampak apa yang akan dihadapi organisasi. Latar
belakang isu yang disebabkan faktor eksternal akan cenderung lebih mudah dikelola
dampaknya dibandingkan faktor internal seperti penyimpangan internal, kinerja
pemimpin. Setiap faktor akan memiliki proyeksi penyelesaian yang berbeda-beda pula.

Terakhir, dalam memahami latar belakang isu diperlukan kajian terhadap


kondisi isu mutakhir yang dihadapi organisasi. Praktisi humas harus bisa menilai
apakah kondisi isu yang dihadapi masih tahap awal perkembangan atau sudah mencapai
tahap krisis yang mengancam keberlangsungan organisasi. Semakin awal isu bisa
dipetakan maka isu akan semakin mudah dikendalikan dan diselesaikan, sebaliknya jika
isu tersebut sudah pada tahap krisis maka organisasi akan cenderung kesulitan
mengelolanya.

Aspek yang kedua setelah memahami latar belakang isu, praktisi humas harus
memahami posisi yang akan diambil organisasi. Posisi organisasi terkait pada tiga
aspek; pertama, organsiasi harus memberikan pendapat kepada publik terhadap isu
yang berkembang. Kedua, pendapat tersebut harus dibangun dengan menggunakan
argumentasi menolak atau sebaliknya mendukung terhadap isu tersebut.

66
Aspek terakhir adalah kesimpulan yang berisi rekomendasi organisasi terhadap
isu dan kedua citasi atau data yang mampu mendukung argumentasi dan rekomendasi
yang diberikan organisasi. Misalnya, dalam isu pelarangan rapat institusi pemerintah di
hotel, Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia memaparkan data tingkat hunian
hotel yang turun setelah kebijakan pelarangan tersebut dan juga jumlah karyawan di
industri perhotelan yang akan terkena dampak kebijakan tersebut.

Setelah menetapkan strategi maka tahapan selanjutnya dari proses manajemen


isu mengembangkan dan implementasi program tindakan isu. Menurut Rottger (2008:
2542), sebuah program ditujukan untuk meraih objektif yang diinginkan harus
diimplementasikan. Program harus secara efektif mengkomunikasikan posisi dan pesan
organisasi terhadap pemangku kepentingan kunci.

Gambar 16 Perbandingan Dampak Persuasi Program (Smith,


2004:159)

Smith (2004:159) mengkategorisasikan empat taktik komunikasi yang bisa


digunakan untuk mengkomunikasikan pesan organisasi, korporasi bisa menggunakan
salah satu atau mengkombinasikan bergantung pada publik dan isu yang dihadapi.
Pertama, taktik komunikasi antar pribadi yang menawarkan peluang komunikasi tatap
muka dengan interaksi dan keterlibatan personal. Kedua, organisasi bisa
mengembangkan media yang diproduksi oleh organisasi dan dapat mengkontrol
pesannya baik itu waktu, pengemasan maupun distribusi. Ketiga, pemberitaan media
yang bersifat kredibel dan daya jangkaunya ke khalayak luas tetapi daya kontrolnya

67
lemah. Ke empat, taktik menggunakan iklan dengan pesan terkontrol dan daya jangkau
yang luas tetapi dengan titik lemah pada kredibilitas pesan.

Ketika anda sebagai praktisi humas, sebelum mengembangkan program


komunikasi harus memperhatikan skema di atas. Iklan memiliki daya jangkau yang luas
tetapi memiliki kelemahan utama pada dampak persuasi yang rendah. Komunikasi
interpersonal memiliki persuasi yang tinggi tetapi khalayaknya terbatas. Yang harus
anda perhatikan dalam membuat program komunikasi dalam menyelesaikan isu adalah
sejauh mana program yang ada buat secara efektif mempengaruhi publik sasaran.

Misalnya, jika sumber masalah isu tersebut berada di kalangan terbatas atau
publik yang terbatas, misalnya lembaga pemerintah maka program yang paling tepat
menggunakan program komunikasi antar pribadi berupa lobi dan negosiasi terhadap
pengambil kebijakan dan dikombinasikan dengan membangun aliansi seperti advokasi
komunitas untuk mendukung perusahaan.

Dalam konteks lainya, misalnya sebuah korporasi perminyakan mengalami


hambatan dalam program pemberdayaan masyarakat maka akan jauh lebih efektif
komunikasi antar pribadi dengan pemuka pendapat di daerah tersebut seperti tokoh
masyarakat, kepala daerah dibandingkan menggunakan program komunikasi yang lain.
News media dan advertising bisa digunakan ketika masalah pemberdayaan masyarakat
selesai dan digunakan untuk pencitraan ke masyarakat yang lebih luas.

Jika akar masalah dari isu terkait pada pemberitaan yang negatif terhadap
organisasi maka pendekatan bisa menggunakan kombinasi komunikasi antar pribadi
dan news media. Komunikasi pribadi berupa kunjungan pemimpin organisasi kepada
redaksi media massa atau pendekatan antar pribadi dengan jurnalis. Pendekatan news
media digunakan untuk mempublikasikan informasi yang dapat mengimbangi
pemberitaan media sebelumnya.

Jika seorang konsumen mengalami kecelakaan karena diduga produk


mengalami kegagalan dan belum diliput oleh media maka dapat menggunakan
komunikasi antar pribadi. Tetapi jika isu kecelakaan tersebut sudah menjadi
pemberitaan luas maka komunikasi antar pribadi tidaklah mencukupi. Praktisi
hubungan masyarakat perlu mengkombinasikan dengan program komunikasi lainnya.

68
Organisasi media bisa digunakan ketika khalayak tersebar tetapi tersegmentasi,
misalnya isu terkait masalah internal perusahaan seperti rencana pemogokan atau
ketidaksukaan karyawan terhadap manajemen. Praktisi humas bisa menggunakan media
organisasi seperti website, intra net atau surat dari pemimpin organisasi. Di sinilah
sebenarnya pemahaman publik, isu yang berkembang dan strategi komunikasi yang
dipilih sangat berkorelasi dengan program komunikasi yang akan diimplementasikan.

EVALUASI MANAJEMEN ISU

Terakhir dalam manajemen isu terkait pada evaluasi. Evaluasi sangatlah


penting bagi seorang praktisi hubungan masyarakat. Evaluasi yang menentukan apakah
program manajemen isu yang diimplementasikan telah berhasil. Gregory (2010: 157)
memaparkan sejumlah manfaat yang dapat diperoleh dari pelaksanaan evaluasi, antara
lain:

 Evaluasi memfokuskan pada usaha yang dilakukan.


 Evaluasi akan menggambarkan efektivitas usaha
 Evaluasi akan efisiensi biaya yang telah dikeluarkan
 Evaluasi akan mendorong praktik manajemen yang baik
 Evaluasi akan mewadahi akuntabilitas program

Menurut McNamara, evaluasi terkait pada empat bagian antara lain input,
output, out-take, dan outcome. Aspek Input terkait pada kualitas tampilan pesan,
kepantasan isi pesan, dan kepantasan medium pesan, kecukupan informasi, intelejen,
dan penelitian (Gregory, 2010:166). Cara paling umum mengukur hasil kegiatan
hubungan masyarakat berdasarkan aspek output dengan mengukur liputan media.
Liputan media atau output merupakan hasil dari perencanaan hubungan masyarakat.
Output dapat diukur menggunakan sejumlah cara meliputi sirkulasi, pendengar atau
penonton dari semua liputan yang didapatkan ( Morris dan Goldsworthy, 2008:119).

69
Gambar 17 Evaluasi Program (McNamara dalam Morris dan Goldsworthy,
2008:120)

Dimensi outtake dikaitkan pada bagaimana orang menerima atas pesan yang
anda sampaikan. Hal ini mengukur pada perubahan sikap Morris dan Goldsworthy,
2008:120). (Misalnya, apakah orang mempercayai pesan yang anda sampaikan?
Apakah khalayak berubah pikiran? Terakhir adalah dimensi outcome terkait pada
perubahan perilaku karena cara paling efektif untuk mengukur humas dengan mengkaji
perubahan perilaku (Morris dan Goldsworthy, 2008:120). Outcome adalah bagaimana
orang berperilaku yang merupakan hasil dari output, misalnya pembelian atau
merekomendasikan produk kepada pihak lain (Paine, 2007:3). Dalam manajemen isu,
misalnya terjadinya perubahan perilaku yang tadinya menolak rencana organisasi atau
menentang organisasi menjadi mendukung atau setidaknya netral.

70
SIMPULAN BAB

Setelah mengkaji manajemen publik dan manajemen isu, dapat disimpulkan sebagai
berikut :

 Terdapat perbedaan definisi istilah antara publik dan pemangku kepentingan,


tetapi secara praktis dan teori sebenarnya memiliki kesamaan dan bisa
dipertukarkan penggunannya.
 Tipologi publik atau pemangku kepentingan memiliki keragaman. Terdapat tiga
atribut yang dimiliki publik atau pemangku kepentingan yaitu kekuasaan,
kewenangan, dan urgens
 Karena pentingnya publik bagi organisasi, sudah menjadi keharusan organisasi
untuk memantau dan memetakan pendapat publik yang berpotensi menjadi isu
yang tidak menguntungkan bagi keberlangsungan organisasi
 Isu, baik itu yang bernada positif maupun negatif merupakan hasil respon
pemangku kepentingan atau publik organisasi terhadap produk, layanan,
perilaku, personal dari sebuah organisasi
 Setiap isu yang berkembang memiliki sejumlah fase pertumbuhan, seorang
praktisi humas harus mampu memiliki yang matang dalam memetakan
perkembangan isu. Setiap fase isu memiliki pendekatan komunikasi yang
berbeda-beda.
 Terdapat dua perspektif strategi yang bisa dilakukan organisasi yaitu strategi
pendekatan proaktif dan reaktif.
 Dalam merespon isu, praktisi hubungan masyarakat berperan menyiapkan
position statement atau pernyataan organisasi terhadap isu yang berkembang.
 Sebuah program komunikasi dikembangkan sebagai turunan strategi dan
position statement ditujukan untuk meraih objektif yang diinginkan. Program
harus secara efektif mengkomunikasikan posisi dan pesan organisasi terhadap
pemangku kepentingan kunci.
 Evaluasi sangatlah penting bagi seorang praktisi hubungan masyarakat. Evaluasi
yang menentukan apakah program manajemen isu yang diimplementasikan telah
berhasil.
***

71
HUMAS DALAM MENGELOLA REPUTASI
ORGANISASI

Setelah membaca bab ini maka Anda diharapkan

 Memahami hubungan citra dan reputasi


 Memahami konsep reputasi
 Memahami manfaat reputasi
 Memahami manajemen reputasi

Kompetisi bisnis yang sangat ketat dengan kejam membunuh sejumlah


perusahaan yang tidak mampu mengelola reputasinya dengan baik. Sejumlah
perusahaan hanya tinggal nama dalam sejarah. Siapa tidak mengenal reputasi produk
Nokia? Sepuluh tahun lampau, Nokia merupakan produsen telepon seluler terkemuka
di dunia dan menjadi perusahaan no 1 dengan sejumlah produknya seperti
Communicator. Orang mungkin tidak pernah menyangka nama besar Nokia akan
lenyap pasca diakuisisi raksasa teknologi Silicon Valley, Microsoft. Samsung,
perusahaan terkemuka Korea Selatan, yang tadinya dianggap memiliki reputasi produk
kelas dua justru saat ini menjadi kampiun raksasa bisnis telepon seluler dunia
mengalahkan raksasa teknologi dunia seperti Apple, Sony.

Contoh lainnya raksasa teknologi kamera Kodak, orang sebelum mengenal


teknologi kamera digital tidak bisa dilepaskan dari kamera teknologi analog dan selalu
mengasosiasikan setiap merek kamera, sebagai Kodak. Kodak seperti halnya Nokia
telah sirna dari percaturan bisnis. Bisnis kamera saat ini dikuasai dua perusahaan
teknologi informasi Jepang, Nikon dan Canon. Kedua perusahaan di atas merupakan
contoh nyata dari suatu perusahaan yang memiliki reputasi korporasi yang bagus dan
seakan tidak bisa dikalahkan tetapi justru saat ini perusahaan tersebut tidak mampu

72
dalam mengelola reputasinya dan justru kehilangan daya magis sehingga sirna ditelan
kompetisi bisnis yang ketat.

Bagaimana dengan kondisi di Indonesia? Sebut saja maskapai penerbangan


Mandala Airlines yang dulunya dikenal memiliki layanan bagus sudah angkat koper
dari bisnis penerbangan. Lippo Bank, salah satu bank swasta papan atas, akhirnya
diakuisisi perusahaan Malaysia CIMB beralih rupa menjadi CIMB Niaga. Sejumlah
perusahaan saat ini juga sedang sekarat seperti misalnya Merpati Airlines, yang pada
masa jayanya menjadi perusahaan terkemuka dalam penerbangan perintis di tanah air
saat ini mati segan hidup tak mau, menunggu pertolongan pemerintah.

HUBUNGAN CITRA DENGAN REPUTASI

Dalam kajian reputasi terjadi perdebatan konseptual mengenai citra organisasi


dan reputasi organisasi. Sejumlah pakar menyatakan citra dan reputasi itu sama dan bisa
digunakan bergantian. Istilah citra dan reputasi bersifat identik dikemukakan Dowling
yang mendefinisikan citra sebagai kesan menyeluruh dari perusahaan, sementara
Berstein juga berpendapat reputasi dapat dipertukarkan dengan citra (Gotsi dan
Wilson,2001:26). Sedangkan pendapat berbeda dikemukakan Dalton dan Croft (2003:9)
yang menyatakan reputasi perusahaan adalah keseluruhan penilaian pemangku
kepentingan terhadap sebuah perusahaan berdasarkan persepsi dan interpretasi citra
komunikasi perusahaan dan perilakunya sepanjang waktu.

Reputasi merupakan keseluruhan pemangku kepentingan dalam arti setiap


pemangku kepentingan organisasi memiliki cara pandang yang berbeda terhadap
reputasi organisasi. Citra yang dimiliki organisasi tidaklah bersifat ajeg tetapi terus
menerus berubah sepanjang waktu. Sebelum munculnya era teknologi digital, Kodak
memiliki reputasi unggul dalam teknologi kamera tetapi munculnya teknologi digital
menjadi lonceng kematian korporasi kalah bersaing dengan produsen kamera Jepang
seperti Canon dan Nikon.

73
Gambar 18 Hubungan Citra dengan Reputasi (Gotsi dan Wilson, 2001:26)

Berdasarkan konsep Gotsi dan Wilson di atas, reputasi merupakan hasil dari tiga
citra organisasi. Pertama, reputasi hasil dari citra perilaku organisasi. Citra perilaku
perusahaan, misalnya apakah perilaku kita dinilai baik atau buruk oleh publik? Google
dalam berbisnis memiliki slogan “Don’t be evil” jangan berbuat jahat dan hal tersebut
dimanifestasikan keluar dari Republik Rakyat Tiongkok karena kebijakan filtering dan
sensor konten internet oleh pemerintah Tiongkok demi stabilitas politik. Bodyshop,
perusahaan yang bergerak di bidang kostemik menggunakan kampanye no animal
harmful dengan tidak menggunakan binatang sebagai bagian uji produk. Kedua
perilaku organisasi tersebut merupakan contoh dari perilaku organisasi dan menjadi
cirikhas yang membentuk reputasi organisasi di mata publiknya.

Yang kedua adalah reputasi yang didasarkan pada simbol perusahaan. Simbol
bisa berupa personal atau pemimpin perusahaan seperti kasus Apple yang tidak bisa
dilepaskan dari sosok Steve Jobs, yang merepresentasikan inovasi teknologi, Microsoft,
tidak bisa melepaskan dari sosok Bill Gates. Virgin International, konglomerasi multi
usaha dari Inggris dengan produk seperti Virgin Atlantic, identik dengan Richard
Branson. Selain personal, reputasi dicitrakan melalui brand atau merek, misalnya jika
dilihat dari skala bisnis Pepsi Co jauh lebih besar daripada Coca Cola, tetapi merek
Coca Cola lebih berharga dan memiliki reputasi dibandingkan Pepsi Co.

74
Terakhir, reputasi perusahaan merupakan hasil dari citra program komunikasi
organisasi terhadap publik. Coba bandingkan perusahaan dua perusahaan yang memiliki
gaya komunikasi berbeda akan menghasilkan reputasi yang berbeda pula. Misalnya
Anda bandingkan Unilever dan Wings, sama-sama bergerak di bidang consumer goods
tetapi yang satu bergaya Wings fokus pada promosi dan penjualan sebaliknya Unilever
dan Wings menggunakan pendekatan hubungan dan pengalaman contoh gerakan cuci
tangan Lifebouy, festival kuliner tradisional Bango, Dove dengan konsep pemasaran
inner beauty. Sebaliknya Wings jika kita perhatikan jarang atau sama sekali tidak
menggunakan pendekatan komunikasi berbasis hubungan dan pengalaman konsumen.
Hasilnya, kedua perusahaan tersebut memiliki reputasi yang berbeda di depan
publiknya.

Gambar 19 Aspek Reputasi (Fombrun dalam van Riel, 2007)

Sedangkan Fombrun membagi reputasi korporasi ke dalam empat konsep citra


yaitu citra finansial perusahan terkait kinerja keuangan, citra keuangan ini dikaitkan
pada investor relations. Perusahaan yang memiliki citra finansial yang bagus maka
membangun reputasi yang bagus di mana korporasi akan lebih mudah menarik investor
baik itu pemegang saham ataupun obligasi. Dampaknya nilai saham korporasi akan
semakin naik dan bunga obligasi yang ditawarkan akan lebih rendah,

Setiap tahun majalah bisnis terkemuka Fortune mengeluarkan laporan Fortune


500, sebuah daftar puncak 500 perusahaan terbesar di dunia dilihat dari segi
pendapatan. Raksasa pusat belanja Amerika Serikat, Wall-Mart Store, sampai sekarang

75
tercatat sebagai perusahaan terbesar di dunia dengan pendapatan lebih dari 476 miliar
dollar, bandingkan umpama dengan perusahaan terbesar di Indonesia yaitu Pertamina
yang berada di peringkat 123 dengan total pendapatan 71 miliar dollar.

Yang kedua adalah, recruitment image yang terkait dengan citra di mata
pegawai dan calon pegawai. Sebuah organisasi yang memiliki citra rekrutmen yang
bagus akan lebih mudah mendapatkan talenta pegawai yang lebih baik. Contoh, lulusan
PTN besar akan cenderung memilih perusahaan-perusahan besar seperti Bank Mandiri
atau Bank BCA dibandingkan misalnya bank di daerah. Gambaran lain misalnya,
Perguruan Tinggi yang memiliki recruitment image yang bagus akan cenderung lebih
mudah mendapatkan mahasiswa yang pandai, misalnya the big five PTN di Indonesia
UI, ITB, UGM, IPB, Unair dibandingkan misalnya Universitas Haluleo atau Universitas
Mataram.

Citra yang ketiga terkait dengan citra produk, korporasi yang memiliki citra
produk yang baik akan berdampak pada terbentuknya reputasi perusahaan yang baik
pula. Sebaliknya produk atau layanan yang buruk akan membentuk reputasi perusahaan
yang buruk pula. Misalnya, penumpang internasional dari Indonesia akan cenderung
memilih maskapai penerbangan seperti Singapore Airline, Emirates, Etihad, Cathay
Pacific yang memiliki reputasi bagus dibandingkan maskapai penerbangan nasional.
Contoh lain, anda penggemar telepon pintar lebih memilih menghabiskan 8 juta untuk
membeli Samsung atau iPhone daripada membeli produk keluaran Tiongkok. Persepsi
produk dari konsumen membangun reputasi organisasi secara keseluruhan.

Terakhir citra sosial, yaitu terkait dengan citra organisasi di mata publik terkait
dengan perilaku sosial apakah organisasi menjalankan tanggungjawab sosial dan
berperan aktif dalam komunitas, apakah organisasi mengikuti tata aturan hukum yang
berlaku tanpa melakukan penyimpangan. Apakah perusahaan berusaha menjaga
lingkungan hidup dengan baik sehingga publik merasa aman tinggal berdampingan
dengan perusahaan? Sebuah perusahaan yang memiliki citra sosial yang baik akan
mendorong terbentuknya reputasi perusahaan yang baik pula. Ambil contoh kasus
Enron, raksasa energi Amerika yang kolaps gara-gara membuat laporan keuangan.

Sebuah organisasi tidaklah memiliki reputasi yang tunggal pada satu waktu.
Tetapi memiliki sejumlah reputasi berdasarkan kepentingan masing-masing pemangku

76
kepentingan. Interaksi dengan stimuli merek melalui komunikasi massa, karyawan, dan
individu kelompok lain terkait dengan merek dapat membentuk persepsi reputasi
terhadap organisasi. Persepsi tersebut terkonsolidasi menjadi satu kesan tunggal pada
satu waktu disebut dengan citra merek. Sedangkan citra yang berbentuk sepanjang
waktu menjadi persepsi pemangku kepentingan pada reputasi organisasi (Abratt,
2012:1050).

KONSEP REPUTASI

Reputasi berakar dari bahasa Latin, re yang berarti terus menerus dan putare
yang berarti kalkulasi. Secara literal reputasi bermakna mengkalkukasi terus menerus
terhadap pro dan kontra dari subjek seseorang, organisasi atau produknya (van Riel,
2013:15). van Riel (2007:43) mendefinisikan reputasi sebagai keseluruhan penilaian
organisasi oleh pemangku kepentingan mereka. Reputasi merupakan agregat persepsi
oleh pemangku kepentingan dari sebuah organisasi untuk memenuhi harapan mereka.

Pendapat Gaines-Ross (2008:6) menyatakan reputasi bermakna bagaimana


secara positif atau negatif sebuah perusahaan atau lembaga dinilai oleh pemangku
kepentingan kunci-nya yaitu orang atau entitas di mana perusahaan menggantungkan
sukses atau tidaknya. Fombrun menggambarkan reputasi perusahaan sebagai gambaran
persepsi dari tindakan masa lalu dan prospek tindakan ke depan yang menggambarkan
pendekatan perusahaan terhadap semua konstituen kunci-nya (da Camara, 2011:50).
Dalam konteks ini, pemahaman terhadap konstituen kunci atau pemangku kepentingan
organisasi akan menjadi titik kunci dari keberhasilan manajemen reputasi.

Reputasi merupakan prestis sosial atau justru sebaliknya ketidaksenangan publik


terhadap seseorang, pekerjaan, institusi. Reputasi yang bernilai tinggi dapat dinyatakan
memiliki tabungan kredit yang besar di dalam bank yang bernama opini publik
(Moloney, 2006:19). Lihat saja Jokowi dengan SBY, keduanya mengambil kebijakan
yang serupa seperti kenaikan bahan bakar minyak tetapi penolakan publik terhadap
kebijakan tersebut lebih besar dialami SBY. Hal ini terkait pada reputasi SBY yang
lebih rendah dalam opini publik masyarakat dibandingkan Jokowi. Secara umum,
penolakan massif publik terhadap SBY dalam isu kenaikan BBM bisa dilihat sebagai
bentuk ketidakpercayaan publik terhadap sosok SBY.

77
Bagaimana memperoleh pengetahuan reputasi yang lengkap terhadap suatu
organisasi? Kadang-kadang kita menilai reputasi secara langsung, dengan referensi
pengamatan kita sendiri dan berdasarkan pengalaman. Kita biasanya memiliki kontak
yang intim dengan anggota keluarga, teman dekat, tetangga, rekan kerja, dan partner
bisnis jangka panjang. Kita juga memiliki pengetahuan mendalam dengan sekolah
tempat kita sekolah bertahun-tahun, atau perusahaan tempat kita bekerja sekian lama.

Akan tetapi sering kali kita bekerjasama dengan orang atau objek sosial di mana
kita tidak mengetahuinya secara langsung atau dalam jangka waktu lama. Sehingga kita
harus bergantung pada berbagai rekam jejak sekunder. Salah satu tipe dari testimoni
sekunder mengenai reputasi antara lain berpijak pada sumber cerita, biografi, saksimata,
cv, resum, atau daftar publikasi. Hal tersebut menjadi panduan dalam menilai reputasi.
Beberapa bentuk kredensial juga muncul terkait berkembangnya teknologi baru. Sejak
internet digunakan secara meluas, internet menjadi salah satu sumber yang digunakan
untuk menilai reputasi(Sztompka, 2003:72-73).

Contoh paling gamblang adalah ketika seseorang ingin membeli produk telepon
pintar. Sebelum seseorang membeli telepon pintar karena belum pernah menggunakan
produk tersebut maka biasanya akan bertanya kepada sesama pengguna yang telah
menggunakannya atau melihat tinjauan produk yang diulas di media massa. Reputasi
produk yang telah menjadi pengalaman orang lain akan menjadi pijakan untuk
menduplikasi reputasi tersebut dalam konteks personal.

Atau contoh nyata pengalaman penulis dalam dunia kerja agensi kehumasan,
biasanya sebuah organisasi yang belum pernah menggunakan jasa kehumasan suatu
agensi akan menggunakan testimoni mantan klien atau melihat daftar klien yang telah
ditangani perusahaan agensi humas tersebut. Pada titik inilah kemudian kenapa kita
peduli dengan reputasi organisasi dan berusaha mati-matian untuk mempertahankannya.

Reputasi secara khusus berharga jika reputasi tersebut diketahui oleh pihak yang
peduli atau bergantung dari kita atau disebut “significant others”. “Significant other”
yang paling penting adalah pihak yang pendapatnya didengar adalah rekan yang
memiliki hubungan jangka panjang. Contohnya, dalam hubungan perusahaan yang
menjual produk maka sangat bergantung dengan relasi dengan konsumen atau
pelanggan yang menggunakan produk kita. Ketergantungan tersebut membuat

78
perusahaan dalam praktiknya memberikan layanan pelanggan seperti layanan keluhan,
layanan pasca jual atau dalam bursa saham atau pasar modal, emiten (perusahaan
tercatat di bursa) sangat bergantung pada investor yang menanamkan investasinya.

Reputasi memiliki dua dimensi paradoks yaitu pertama reputasi bisa bersifat
spesifik terbatas pada bidang tertentu, atau peran khusus, satu jenis perilaku, kapasitas
tertentu. Contohnya seseorang dinilai memiliki reputasi profesional tapi di sisi lain
memiliki reputasi rendah dalam kemampuan sosial. Seorang pengacara memiliki
reputasi bagus dalam kasus kriminal tapi di sisi lain jelek di kasus publik. (Sztompka,
2003:75). Misal dalam bidang teknologi, Microsoft dipandang sebagai perusahaan yang
reputasi bagus dalam bidang piranti lunak komputer tetapi sebaliknya produk telepon
pintarnya Lumia dipandang sebelah mata oleh konsumen.

Sebaliknya, selain bersifat spesifik, reputasi juga bersifat umum, menyebar dari
aktivitas lain ke lainnya, dari kapasitas satu ke kapasitas yang lain (Sztompka,
2003:75). Misalnya raksasa teknologi Google pada awalnya adalah berbisnis mesin
pencari internet, Google kemudian mengembangkan bisnisnya ke bidang piranti lunak
seperti pengembangan Android. Reputasi Google sebagai inovator dalam bidang mesin
pencari juga terduplikasi pada bisnis piranti lunak telepon pintar. Satu dekade lampau,
piranti lunak telepon pintar dikuasai Symbian yang digunakan produk seperti Nokia,
sekarang Android menjadi piranti lunak wajib mayoritas telepon pintar, sebaliknya
Symbian justru hilang tidak digunakan konsumen.

MANFAAT REPUTASI

Menurut Doorley dan Garcia (2006:4), reputasi yang bagus memiliki berbagai
manfaat baik yang terlihat maupun yang tidak. Reputasi sangatlah penting bagi
khalayak dari pelanggan sampai dengan pegawai dan juga konsumen yang mengedukasi
calon konsumen lainnya. Reputasi mendorong terciptanya perasaaan yang baik
terhadap organisasi. Hal ini sangatlah penting membangun reputasi yang bagus untuk
menjaga keberlangsungan organisasi dalam melewati masa yang berat. Reputasi
sesungguhnya lebih dari itu. Perusahaan yang memiliki reputasi lebih bagus akan
mampu menarik bagi kandidat karyawan yang bagus, membayar lebih sedikit kepada
suplier, mendapatkan liputan pemberitaan secara cuma-cuma yang lebih berharga
dibandingkan iklan dan menciptakan sejumlah manfaat lain yang dapat berkontribusi
pada keuntungan perusahaan. Pendapat senada juga dikemukakan Kitchen (2004:262),
79
reputasi perusahaan memainkan peran penting dikaitankan dengan kemampuan
perusahaan dalam membangun dan mengelola pangsa pasar dan mempengaruhi pikiran
dan keinginan pelanggan dan publik di seluruh dunia.

Poiesz berpendapat bahwa reputasi secara khusus berguna ketika 1) jenis


informasi yang dibutuhkan pemangku kepentingan kompleks dan tidak lengkap, 2)
jumlah informasi yang tersedia bagi pemangku kepentingan tidak mencukupi atau justru
terlalu banyak untuk mengambil keputusan, 3) orang tidak terlalu terlibat dengan
produk atau perusahaan, 4) terdapat sejumlah kondisi eksternal yang memberikan
tekanan bagi pemangku kepentingan dalam mengambil keputusan yang cepat (van Riel,
2007:47).

Apple merupakan contoh nyata keberhasilan perusahaan dalam mengelola


reputasinya. Kemampuan Apple tersebut berdampak positif pada posisi tawar Apple
kepada konsumen dalam mengambil margin keuntungan produk. Produk Apple seperti
misalnya iPhone meraih margin keuntungan ratusan dollar dibandingkan dari harga
produksi. Biaya produksi iPhone yang diperkirakan hanya sekitar Rp 2 jutaan ternyata
ketika produk sampai dipasaran harganya mencapai lebih dari 8 juta, sehingga margin
keuntungan iPhone lebih dari 200 persen dari harga produksi. Bandingkan dengan
sejumlah produk telepon pintar China yang karena reputasinya sebagai produk kelas
dua maka margin keuntunganya jauh lebih rendah.

Dalam konteks pasar modal atau keuangan, reputasi juga berguna bagi
perusahaan di mana perusahaan yang memiliki reputasi bagus akan membayar beban
bunga lebih rendah dibandingkan perusahaan yang dinilai lebih beresiko. Misalnya, jika
Anda menabung di Bank BCA atau Bank Mandiri maka anda mendapatkan bunga lebih
kecil dibandingkan Bank kategori kecil seperti Bank Perkreditan Rakyat. Atau contoh
nyata adalah Obligasi Pemerintah Indonesia karena dinilai lebih beresiko dan
mendapatkan rating maka beban bunga yang dibayarkan pemerintah lebih besar
dibandingkan obligasi pemerintah yang dinilai memiliki reputasi lebih bagus seperti
Jerman.

Karena reputasi memiliki banyak manfaat sehingga usaha mempertahankan


reputasi menjadi sebuah pilihan rasional bagi sebuah organisasi. Menurut Chong meraih
sebuah reputasi membutuhkan proses yang sangat sulit. Sekali reputasi dapat diraih,

80
hal ini sangat berharga dan menjadi komoditas yang rapuh, sehingga harus dijaga dan
dikelola (Sztompka, 2003:75-76).

Tengok saja misalnya kisruh saham Bumi Resources yang dimiliki Grup Bakrie.
Perusahaan Bumi Resources yang bergerak di bidang produksi batubara pada tahun
2008 pernah mencapai titik tertinggi Rp 8000an, dan menjadi salah satu saham idaman
dan incaran investor dalam bursa saham. Tetapi karena pengelolaan manajemen
perusahaan yang tidak tepat sehingga pada 2014 ini memiliki reputasi yang buruk
dalam tata kelola perusahaan, harga sahamnya menjadi di bawah Rp 100. Bumi
Resources tercatat memiliki utang puluhan triliun, ditambah lagi tekanan dari pasar
internasional di mana harga komoditas batubara sedang jatuh membuat posisi tawar
perusahaan rendah. Lembaga rating Standard & Poor's (S&P) Ratings Services
menempatkan peringkat perusahaan batubara Grup Bakrie, PT Bumi Resources Tbk
(BUMI) dengan Rating D. Rating D bermakna obligasi Bakrie dikategorikan sebagai
junk bond (utang sampah) yang tidak layak untuk diberikan pinjaman oleh investor dan
beresiko gagal bayar. Apa yang terjadi di Grup Bakrie saat ini adalah contoh nyata dari
kegagalan sebuah korporasi dalam mengelola reputasi.

Sebaliknya contohnya, PT Trikomsel Oke Tbk, distributor telepon seluler


dengan merek dagang OkeShop pada Initial Publik Offering atau penjualan harga
perdana pada 2008, dijual pada kisaran Rp 225 tetapi dalam kurun waktu 6 tahun harga
sahamnya sudah melesat lebih dari Rp 1000. Jika anda membeli saham Bumi Resources
pada tahun 2008 dan tetap memegangnya sampai sekarang maka bisa dipastikan anda
akan buntung, sebaliknya jika anda membeli saham Trikomsel pada IPO dan
memegangnya sekarang maka anda akan jauh kaya.

Hubungan masyarakat berkaitan dengan reputasi-hasil dari apa yang anda lakukan,
apa katakan, dan apa orang lain katakan tentang anda. Praktik hubungan masyarakat
merupakan disiplin tentang bagaimana menjaga reputasi dengan tujuan meraih
pemahaman dan dukungan bersama dan mempengaruhi pendapat dan perilaku
(Newsom et al, 2013:3). Reputasi perlu dikelola dan diraih melalui fungsi hubungan
masyarakat karena reputasi perusahaan yang bagus tidaklah hadir dengan sendirinya.
Sebaliknya reputasi perusahaan harus dikelola dan dikembangkan. Organisasi
memperkuat reputasi yang diharapkan pada seluruh bisnis unit termasuk dengan
sejumlah aktivitas komunikasi internal dan eksternal (O’Connor, 2004:745).

81
PERSPEKTIF KAJIAN REPUTASI

Gambar 20 Perspektif Reputasi ( Larkin,2003:41)

Dalam mengelola reputasi, seorang praktisi hubungan masyarakat harus


memahaminya dari sudut multi-perspektif karena reputasi organisasi bukan saja hasil
dari proses komunikasi semata tetapi juga akvititas perusahaan yang melibatkan fungsi
pemasaran, keuangan, sumber daya manusia, manajerial kepemimpinan, dan juga
sosiologis. Hal ini seperti diungkapkan oleh Schultz dalam Larkin (2003:41)

Dalam perspektif strategik, reputasi merupakan sebuah aset yang menawarkan


nilai tambah kompetitif, melewati hambatan, dan manajemen reputasi (Larkin,
2003:41). Reputasi sulit untuk ditiru karena berakar dari fitur internal perusahaan yang
khas, dan terakumulasi melalui sejarah perusahaan itu sendiri ketika berinteraksi
dengan pemangku kepentingan (Fombrun, 1997:7). Misalnya, saat ini terjadi booming
telepon selular seperti Xio Mi yang menawarkan harga rendah dengan spesifikasi mirip
dengan iPhone. Pencapaian Xio Mi yang sangat cepat ternyata tidak didukung oleh hak
paten, produk ini sekedar mencoba meniru iPhone dengan menawarkan harga yang
lebih terjangkau. Secara strategi bisnis sebenarnya iPhone tidak perlu takut dengan
produk China karena mereka tidak memiliki reputasi sebagai nilai tambah kompetitif.

Perspektif kedua, melihat reputasi dari sudut pandang organisasi yang dikaitkan
pada aspek budaya, citra, nilai, dan identitas organisasi (Larkin, 2003:41). Bagi pakar
organisasi, reputasi organisasi berakar pada pengalaman karyawan. Budaya dan
identitas perusahaan membentuk praktik bisnis perusahaan, seperti halnya hubungan
antara pemimpin dengan pemangku kepentingan kunci (Fombrun, 1997:9). Identitas

82
organisasi terdiri karakteristik dari sebuah organisasi yang anggotanya percaya bernilai
sangat penting, khas dan abadi (Pratt dan Foreman dalam van Riel 2007:67).

Perspektif ketiga melihat reputasi dari sudut pandang pemasaran yang terkait
pada dua aspek penting yaitu merek produk dan merek organisasi (Larkin, 2003:41).
Perusahaan mengimplementasikan tiga tipe strategi merek yaitu menggunakan merek
tersendiri tanpa secara eksplisit menyebutkan nama perusahaan, kedua menggunakan
produk terkait dengan perusahaan, terakhir mengkombinasikan merek produk dengan
perusahaan (Kotler dalam Fombrun 1997:8). Strategi yang pertama digunakan Unilever
dengan merek produk yang berjumlah ratusan seperti Pepsodent, Close Up, Ponds,
Lifebouy, Sunsilk dll. Setiap merek dikelola oleh manajemen merek tersendiri. Strategi
yang kedua adalah menggunakan merek perusahaan seperti Shell,Chevron, Panasonic.
Strategi yang ketiga dengan menggunakan kombinasi antara lain BMW dengan seri 3,
5, 7, Z sesuai dengan karakteristik pelanggan atau contoh lainnya Mercedez Benz seri
A, B, C, E, M, SLK, G. Setiap seri menandakan karakteristik pelanggan yang khas,
misalnya seri G identik dengan citra produk bagi jiwa petualang, sedangkan seri M
identik dengan family man.

Sejumlah pakar akutansi deawasa ini menyadari tidak mencukupinya standar


pelaporan keuangan dalam mendokumentasikan nilai dari aset intangible dari korporasi.
Mereka melihat adanya kesenjangan yang melebar antara pendapatn factual yang
dilaporkan dalam laporan keuangan dengan valuasi pasar korporasi (Fombrun, 1997:9).
Dari pandangan ini, kemudian muncul perspektif baru tentang reputasi dan nilai pasar
dari korporasi. Perspektif ke empat memandang reputasi dari sudut pandang akuntansi
di mana reputasi dimaknai sebagai aset tidak terlihat dan modal yang bersifat intelektual
dilihat dari selisih antara pendapatan yang dilaporkan dengan valuasi pasar (Larkin,
2003:41).

Dalam perspektif sosiologi, reputasi dilihat sebagai indikator legitimasi, dan


aktor dalam proses pembentukan bersifat majemuk. Reputasi merupakan sebuah
penilaian yang terus menerus terhadap kinerja dikaitkan pada harapan dan norma dalam
sebuah institusi (Fombrun, 1997:9). Reputasi merupakan hasil kontruksi sosial dari
interaksi sosial antara organisasi, pemangku kepentingan, dan pihak mediator (Larkin,
2003:41). interaksi sosial terjadi ketika bertindak bersama, secara kolektif, mereka
mencoba mencapai tujuan sama, yang tidak dapat diraih secara individual. Kepercayaan

83
bisa disimpulkan sebagai pra kondisi dari sebuah kerjasama dan juga produk dari
suksesnya sebuah kerjasama (Sztompka, 2003:62). Dalam konteks ini, reputasi di satu
sisi merupakan syarat dari sebuah interaksi sosial dan juga produk dari proses interaksi.
Reputasi merupakan syarat dari interaksi sosial, karena secara manusiawi orang akan
mau bekerjasama dengan pihak yang bisa dipercaya dan memiliki rekam jejak yang
bagus. Reputasi juga merupakan hasil interaksi sosial karena tanpa proses interaksi
sosial, kita tidak bisa membangun reputasi.

Terakhir, reputasi yang dilihat dari perspektif komunikasi yaitu merupakan hasil
dari komunikasi internal dan eksternal yang dilakukan organisasi (Larkin, 2003:41).
Komunikasi perusahaan mempengaruhi persepsi pemangku kepentingan terhadap
prospek organisasi, dan mempengaruhi sumber daya yang tersedia bagi organisasi (van
Riel, 2007:38). Misalnya, komunikasi terhadap investor atau calon investor akan
mempengaruhi persepsi mereka terhadap nilai saham. Hubungan investor yang berhasil
akan meningkatkan nilai pasar dari korporasi di bursa saham sebaliknya kegagalan
komunikasi perusahaan terhadap pemangku kepentingan di dalam pasar saham akan
menggerus nilai korporasi itu sendiri. Pada perspektif komunikasi, tergambar bahwa
proses komunikasi baik kepada pemangku kepentingan internal maupun eksternal akan
mempengaruhi reputasi korporasi itu sendiri.

Dalam proses pembentukan reputasi, pemangku kepentingan bergantung pada


tiga level informasi yaitu informasi primer, informasi sekunder, dan informasi tersier
(van Riel, 2007:46). Informasi primer yang didasarkan pada pengalaman pribadi
misalnya pelanggan yang mengeluhkan layanan tetapi tidak pernah direspon oleh pihak
manajemen, jurnalis yang mengalami kesulitan dalam mengakses narasumber
korporasi. Kedua adalah informasi sekunder yang didasarkan pada pengalaman orang
lain yang merasakan layanan atau produk organisasi. Dalam kajian psikologi disebut
sebagai “significant others” seperti keluarga, pertemanan, rekan kerja. Meskipun kita
sebagai pelanggan atau calon pelanggan belum pernah merasakan pelayanan yang
buruk tetapi penilaian orang lain yang dekat dengan kita akan mempengaruhi persepsi
kita terhadap reputasi suatu organisasi. Terakhir, adalah informasi yang bersifat tersier
yaitu didasarkan pada informasi dari media massa seperti berita maupun iklan. Kita
seringkali menilai reputasi organisasi dengan panduan media massa. Pemahaman tiga
level informasi ini menjadi dasar dari praktisi humas dalam mengembangkan

84
manajemen reputasi sesuai dengan masing-masing pemangku kepentingan, karena tiap
pemangku kepentingan memiliki perbedaan informasi apa yang diinginkan dari
organisasi.

MANAJEMEN REPUTASI PEMANGKU KEPENTINGAN

Fombrun dalam Larkin (2003:44) menyatakan bahwa kekaguman, kepercayaan,


dan perasaan suka terhadap organisasi merupakan hasil dari lima aspek yaitu pertama
adalah produk dan layanan meliputi kualitas, inovasi, nilai, dan layanan. Tidak ada
gunanya seorang praktisi humas mengkomunikasikan klaim sebagus apapun jika atribut
produk dan layanan tidak dibenahi organisasi. Hubungan masyarakat kan mencapai
hasil yang maksimal melalui fungsi komunikasi pemasaran atau humas pemasaran jika
ke empat aspek sudah bagus.

Gambar 21 Manajemen Reputasi (Fombrun dalam Larkin,


2003:44)

Kedua, praktisi humas harus memahami bahwa reputasi erat kaitannya dengan
lingkungan kerja yang meliputi kenyamanan kerja, kualitas kerja, dan pengelolalan
manajerial, humas dapat membantu mengelola reputasi organisasi dalam konteks SDM
melalui fungsi hubungan internal atau hubungan karyawan.

85
Ketiga, seperti yang kita bahas sebelumnya citra sosial sangat terkait dengan
reputasi sehingga perusahaan harus memiliki program tanggungjawab sosial
perusahaan. Humas dapat mengelola reputasi dengan sejumlah kegiatan filantropi atau
pengembangan komunitas sebagai bagian membentuk dan mengelola reputasi di
masyarakat, disinilah peran dari CSR menjadi sangat penting.

Namun sebagian pendapat ekonom tradisional melihat program CSR sebagai


hal yang menyia-yiakan sumber daya korporasi, dan mengganggu peran utama
korporasi dalam memproduksi layanan dan produk dan meraih keuntungan (McMillan
dalam Cristensen dkk 2008:99). Pandangan ini membuat program CSR dinilai sebagai
menghambur-hamburkan dan tidak memiliki dampak nyata terhadap laba korporasi.

Keempat adalah reputasi dihasilkan dari kepemimpinan organisasi yang meliputi


visi kemimpinan, kepemimpinan yang mengagumkan, tata kelola perusahaan yang baik.
Dalam konteks ini, hubungan masyarakat bisa membantu dengan fungsi komunikasi
perusahaan dan sebagai konselor bagi pemimpin perusahaan.

Kepemimpinan secara signifikan berperan penting dalam membentuk cara


komunikasi di dalam organisasi. Hubungan organisasional yang kompleks antara
pemimpin dan bawahan secara krusial akan mempengaruhi sifat dan tingkat
komunikasi. Sebaliknya, sifat dan tingkat komunikasi menggambarkan kualitas
hubungan antara pemimpin dan bawahan. Di dalam organisasi, kepemimpinan dan
komunikasi secara teratur berinteraksi dalam cara yang rumit, saling memperkuat, dan
kadang bersifat kontradiktif (Collinson, 2008:2672).

Tiap organisasi memiliki gaya kepemimpinan yang berbeda-beda, Menurut


Tannenbaum dan Schmidt dalam Brooks (2005:157) terdapat empat gaya
kepemimpinan dalam organisasi yaitu

 Joins, di mana manajer organisasi mendefinisikan masalah tetapi membuka


alternatif bagi bawahan untuk mendefinisikan masalah, pemimpin menjadi
anggota dalam kelompok problem solving dan menyerahkan proses
pengambilan kebijakan kepada kelompok.
 Consult, manajer yang berperan dalam mengidentifikasi masalah dan
mengambil keputusan tetapi setelah mendengarkan sejumlah solusi masalah
yang ditawarkan.
86
 Sells, yaitu tipe gaya kepemimpin di mana manajer memutuskan solusi masalah
dan mempersuasi bawahan bahwa keputusannya yang terbaik
 Tells yaitu tipe gaya kepemimpinan di mana manajer mengidentifikasi masalah
dan mengambil keputusan solusinya dan berharap bawahan
mengimplementasikan tanpa mempertanyakan.

Vroom dan Yetton terdapat tiga tipe pengambilan keputusan dalam organisasi yaitu
antara lain : (Steers et al , 2010:140)

 Centralized decisions, yaitu pengambilan keputusan yang terpusat di mana


manajer atau pemimpin bertanggungjawab penuh dalam proses pengambilan
keputusan maupun penyelesaian masalah yang dihadapi perusahaan secara
sendirian setelah mendapatkan masukan dari anak buah atau pihak lain.
 Consultative decisions, yaitu manajer atau pemimpin secara aktif mencari
masukan dan masukan dari anak buah dan pihak lainnya (dan selalu
bekerjasama dalam sebuah tim tetapi masih mengambil keputusan secara
sendiri. Tipe proses pengambilan keputusan konsultatif adalah organisasi atau
perusahaan dari negara Jepang, pengambilan keputusan di Jepang berdasarkan
konsensus atas dan ke bawah hirarki. Proses pengambilan keputusan konsensus
diperlukan waktu yang cukup lama namun hal ini menyebabkan dukungan luas
untuk keputusan akhir.
 Collaborative decisions yaitu di mana pemimpin organisasi secara dekat dan
interaktif bekerjasama dengan anak buah dan lainnya dan mencari keputusan
bersama di mana setiap orang memiliki peluang untuk terlibat. Proses
pengambilan keputusan tipe ini banyak ditemukan di perusahaan-perusahaan
Jerman, Belanda, dan Skandinavia, yang cenderung lebih partisipatif daripada
negara manapun baik budaya Anglo Saxon maupun Asia.

Dalam konteks kepemimpin organisasi, praktisi humas menyesuaikan komunikasi


organisasi terhadap pemangku kepentingan, bergantung pada gaya kepemimpinan dari
manajemen organisasi. Jika gaya kepemimpinan organisasi joins atau consult, maka
praktisis humas harus membangun reputasi kepemimpinan yang bersifat partisipatif.
Komunikasi organisasi bersifat dua arah dengan pemangku kepentingan, Sebaliknya
dalam gaya kepemimpinan bertipe sells dan tells, peran humas fokus pada transmisi
informasi kebijakan pemimpin organisasi terhadapa pemangku kepentingan.

87
Kelima, terakhir reputasi dihasilkan dari kinerja keuangan. Tidak ada yang bisa
dilakukan seorang humas jika tiap tahun perusahaan rugi, pertumbuhan rendah, resiko
investasi tinggi. Menurut Gabbioneta dkk (2013:215), konsep reputasi merupakan inti
dari fungsi pasar keuangan. Kinerja saham menggambarkan asumsi dari investor dan
analis saham tentang kredibilitas keuangan perusahaan dan kapasitasnya dalam
memberikan imbal hasil di masa depan. Berdasarkan kajian yang dilakukan Gregory
pada tahun 1998 yang membandingkan pergerakan harga saham di bursa efek New
York ditemukan fakta yang menarik bahwa perusahaan yang memiliki reputasi lebih
bagus akan mengalami penurunan harga saham lebih rendah dibandingkan perusahaan
yang memiliki reputasi lebih jelek (Puente dkk, 2013:171).

Dalam konteks reputasi keuangan, praktisi humas dapat membantu perusahaan


melalui fungsi hubungan investor atau humas keuangan, basis komunikasinya adalah
kinerja perusahaan itu sendirilah yang secara organik membentuk reputasi bukan yang
bersifat artifisial. Secara mendalam, hubungan investor akan dibahas pada bab
tersendiri. Sejumlah penelitian mengindikasikan bahwa fitur penting dlam pembentukan
reputasi adalah manajemen hubungan pemangku kepentingan yang efektif. Dasarnya
adalah pemangku kepentingan merupakan pihak yang dapat mempengaruhi atau
dipengaruhi oleh pencapaian dari objektif organisasi (Larkin, 2003: )

Pendapat senada dikemukakan Davies (2003:60) yang menyatakan manajemen


reputasi haruslah berdasarkan perspektif pemangku kepentingan. Tiap pemangku
kepentingan memiliki tujuan yang berbeda-beda sehingga organisasi haruslah
memperlakukan dengan berbeda pula. Bagi pelanggan, fokus utama pada kualitas
produk dan layanan pelanggan sehingga organisasi haruslah meningkatkan reabilitas
bagi pelanggan dengan aspek kualitas produk dan menyediakan layanan pelanggan
yang berkualitas.

Di mata investor, organisasi harus menunjukan kredibilitas, karena fokus


mereka pada sejumlah aspek yang meliputi pertumbuhan bisnis, laba bersih yang
dicapai, dan prospek usaha di masa depan karena telah menanamkan dana dan berharap
mendapatkan dividen atau bunga. Di mata masyarakat secara luas, organisasi harus
menunjukan tanggungjawab sosial korporasi dengan berpartisipasi dan terlibat secara
langsung sebagai bagian solusi dari masalah yang dihadapi komunitas, selain itu juga

88
kebijakan dalam melestarikan lingkungan juga menjadi salah satu bagian dalam
membangun reputasi organisasi.

Keempat, bagi karyawan yang paling penting adalah kepercayaan dari


organisasi sehingga membangun kepercayaan bagi karyawan sangatlah penting selain
juga organisasi memiliki kewajiban dalam meningkatkan kapasitas kompetensi dan
ketrampilan dan juga memperkuat rasa kebanggaan karyawan bekerja di organisasi.

89
SIMPULAN BAB
Setelah membaca bab tentang manajemen reputasi ini maka bisa diambil sejumlah
kesimpulan antara lain

 Terdapat perbedaan konsep antara reputasi dan citra meskipun sebagian masih
berpandangan kedua konsep tersebut sama
 Reputasi merupakan hasil dari tiga citra organisasi. Pertama, reputasi hasil dari
citra perilaku organisasi, simbol, dan komunikasi
 Reputasi sebagai keseluruhan penilaian organisasi oleh pemangku kepentingan
mereka
 Reputasi yang bagus memiliki berbagai manfaat baik yang terlihat maupun
yang tidak bagi organisasi
 Dalam mengelola reputasi, seorang praktisi hubungan masyarakat harus
memahaminya dari sudut multi-perspektif karena reputasi organisasi bukan saja
hasil dari proses komunikasi semata tetapi juga akvititas perusahaan yang
melibatkan fungsi pemasaran, keuangan, sumber daya manusia, manajerial
kepemimpinan, dan juga sosiologis
 Kekaguman, kepercayaan, dan perasaan suka terhadap organisasi merupakan
hasil dari lima aspek yaitu pertama adalah produk dan layanan meliputi
kualitas, inovasi, nilai, dan layanan
***

90
HUBUNGAN MASYARAKAT DALAM KONTEKS
PENGELOLAAN HUBUNGAN MEDIA

Setelah membaca bab awal ini maka Anda diharapkan

 Memahami hubungan benci dan rindu jurnalis-humas


 Memahami pemetaan media
 Memahami teknik hubungan media
 Memahami evaluasi hubungan media

Media massa menempati peran yang sangat sentral dalam praktik hubungan
masyarakat di manapun. Media massa sebagai lembaga sosial pembangun opini publik
menjadi medan pertempuran utama bagi praktisi hubungan masyarakat. Salah satu
tanda keberhasilan praktisi hubungan masyarakat diukur pada kemampuan mengelola
hubungan media yang tergambar pada berita media massa yang menguntungkan bagi
lembaga.

Istilah hubungan masyarakat dengan hubungan media seringkali masih


dipertukarkan atau dianggap sama oleh banyak kalangan, meskipun begitu kedua
konsep tersebut sebenarnya berbeda. Hubungan media memfokuskan pada hubungan
yang dibangun dengan jurnalis, redaktur, dan analis sedangkan hubungan masyarakat
fokus pada hubungan publik secara umum. Meskipun demikian, hubungan media
dengan hubungan masyarakat tidak bisa dipisahkan dalam era yang semakin dinamis
dan turbulensi saat ini (Khodarahmi, 2009:535-536).

Jika berita tempat organisasi atau klien anda bekerja buruk bisa dipastikan
kompetensi anda sebagai seorang praktisi hubungan masyarakat akan dipertanyakan
oleh pemimpin. Baik atau buruknya berita organisasi di media massa menjadi tolok
ukur anda pantas menjadi seorang humas atau tidak. Sehabis anda mengadakan

91
konferensi pers atau mengirimkan siaran pers, Anda akan merasa cemas apakah acara
atau siaran pers anda akan dimuat tempat dalam rubrik media massa.

Pertanyaannya klien atau manajemen puncak tempat tanda bekerja menjadi


konsultan humas/praktisi humas internal adalah sudah dimuat berapa beritanya dan
medianya apa saja? Anda akan bernafas lega jika secara kuantitas jumlah berita yang
dimuat banyak dan secara kualitas dalam arti media yang memuat memiliki dampak
besar terhadap organisasi. Misalnya, jika berita organisasi anda dimuat oleh Koran
Kompas, Tempo, Detik.com, Kompas.com bisa dipastikan klien/manajemen puncak
organisasi anda akan senang dan jasa humas anda akan terus digunakan tetapi
sebaliknya jika berita hanya dimuat di media dengan dampak kecil efek yang terjadi
akan sebaliknya.

Praktik hubungan media sudah menjadi mendarah daging sejak praktik humas
pertama kali dilakukan dan menjadi fungsi humas yang pertama. Perkembangan awal
hubungan masyarakat tidak bisa dilepaskan relasi intim dan benci hubungan masyarakat
dan media massa, sehingga seringkali hubungan masyarakat diidentikkan dengan
hubungan media. Hubungan media meliputi program dalam membangun jaringan,
pembentukan hubungan dan publikasi di media dan merupakan kegiatan sehari-hari dari
mayoritas praktisi hubungan masyarakat (Larsson, 2008:2995)

Menurut Wragg, manfaat dari hubungan media bukanlah mengirimkan siaran


pers atau mengelola kebutuhan jurnalis atau bahkan mendorong terciptanya
pemberitaan masif di media massa. Manfaat sebenarnya hubungan media adalah
membentuk reputasi organisasi dan produknya dan mempengaruhi dan
menginformasikan kepada khalayak yang disasar (Theaker, 2001: 122).

Reputasi organisasi di dalam pemberitaan media yang pada gilirannya akan


menciptakan reputasi di mata publik, menjadi ultimate goal dari program hubungan
media. Hal ini dikaitkan pada mayoritas masyarakat menggunakan media massa
sebagai sumber informasi dalam mengambil keputusan misalnya, seorang calon
investor saham maupun investor bisa dipastikan akan memantau tiap hari pemberitaan
media terkait emiten perusahaan. Pemberitaan negatif terhadap sebuah korporasi bisa
dipastikan akan membuat calon investor maupun investor yang memegang saham
kabur. Gambaran lainnya adalah seorang calon pembeli telepon seluler akan melihat

92
tinjauan produk yang dilakukan media sebelum membeli suatu produk. Pada titik
pijakan inilah menjadikan media menjadi pergulatan utama dalam pekerjaan sehari-hari
praktisi hubungan masyarakat.

Praktisi hubungan masyarakat secara umum harus melakukan komunikasi secara


proaktif dan reaktif dengan media massa. Praktisi humas harus bertindak secara positif
dalam merepresentasikan organisasi dan dalam hal ini harus mampu secara inisiatif
membangun kontak alih-alih menunggu jurnalis menghubungi. Dalam konteks
hubungan media, praktisi humas harus mampu menciptakan liputan media dan kedua
memberikan informasi yang dibutuhkan jurnalis (Baines et al, 2003:148).

Praktisi hubungan masyarakat berperan sebagai sumber berita paling


berpengaruh bagi jurnalis melalui penyediaan informasi. Berkowitz mendefinisikan
bantuan informasi yang diberikan praktisi humas meliputi siaran berita, konferensi pers,
acara terencana ataupun penyebaran informasi resmi (Shin dan Cameron, 2002:241).
Menurut Dozier, peran hubungan media tidak hanya pada tataran produksi dan
diseminasi pesan dari organisasi kepada media, tetapi juga membutuhkan ketrampilan
mumpuni dalam memahami media. Sehingga seringkali praktisi hubungan media
dipegang oleh seseorang mantan jurnalis (Gregory, 2010:19).

HUBUNGAN BENCI DAN RINDU JURNALIS DAN HUMAS

Dalam membangun hubungan media, seringkali terjadi perbedaan pandangan


dan penilaian baik dari sisi jurnalis maupun di sisi praktisi humas. Pandangan ini justru
menjadi faktor penghambat terjadinya hubungan simbiosis mutualisme antara kedua
profesi. Penelitian yang dilakukan Aronoff menemukan bahwa jurnalis memiliki sikap
yang negatif terhadap praktisi humas meskipun banyak jurnalis berpandangan praktisi
humas memiliki kontribusi penting dalam proses reportase berita (Shin dan Cameron,
2002:241).

Humas dan jurnalis sebenarnya seperti dua sisi mata uang yang tidak bisa dilepaskan.
Kedua profesi tersebut bergerak pada objek yang sama yaitu informasi, dengan sudut
pandang yang berbeda. Bagi humas, informasi dilihat dari sudut pandang kepentingan
organisasi, sebaliknya jurnalis melihat informasi dari sudut pandang pembaca atau
khalayak. Dalam konteks tersebut, seringkali hubungan humas dan jurnalis kadang

93
“mesra” karena saling menguntungkan kedua belah pihak, tetapi juga kadang terjadi
hubungan yang saling meniadakan dan rasa curiga.

Berikut ini hasil riset asosiasi profesi hubungan masyarakat Selandia Baru
terkait persepsi media dan jurnalis dalam membangun hubungan media (Sterne,
2010:6)I . Berikut ini hasil riset terkait pandangan praktisi humas terhadap jurnalis
antara lain :

 Asumsi dari sejumlah media yang mempersepsikan humas dibayar untuk


berbohong dan tidak bisa dipercaya
 Media telah membangun frame berita sebelum berita ditulis
 Tidak seimbang dalam pemberitaan
 Pengetahuan yang dangkal terhadap isu dan perusahaan
 Harapan yang tidak realistis akses atau respon cepat dari manajemen perusahaan
dengan cepat
 Sering dinilai mencoba mempermalukan
 Keinginan yang tidak realistis untuk mendapatkan fakta secara eksklusif

Sebaliknya, jurnalis memandang praktisi humas sebagai berikut :

 Sinisme dari praktisi humas terhadap objektivitas pemberitaan media


 Praktisi humas berusaha memutar fakta berita
 Berpikir bahwa satu sudut pandang berita (angle) dapat digunakan untuk
beberapa media
 Pengetahuan yang dangkal bagaimana media bekerja
 Harapan yang tidak realistis bahwa siaran pers akan dimuat
 Memberikan penjelasan informasi melalui telepon dibandingkan email tertulis
 Melanggar janji tentang ekslusivitas berita atau informasi

DeLorme dan Fedler menggarisbawahi tiga aspek penting yang sering menjadi
kesalahan utama praktisi hubungan masyarakat ketika membangun hubungan media.
Pertama, praktisi humas tidak memahami apa yang jurnalis butuhkan meskipun jurnalis
paham bahwa praktisi humas membantu dalam menyediakan informasi penting dalam
proses reportase berita.

94
Kedua, praktisi humas tidak memahami cara kerja jurnalis. Penulis memiliki
pengalaman di mana klien tidak memahami cara kerja jurnalis. Beberapa tahun lalu,
penulis pernah membantu set up kegiatan berupa press tour ke luar negeri. Karena
merasa sudah memberikan biaya peliputan dan memberi uang saku maka klien meminta
agar sebelum tayang maka dimohon mengirimkan terlebih dahulu atau ikut ikut dalam
proses penyuntingan berita. Permohonan tersebut ditolak mentah-mentah jurnalis
karena dianggap telah melakukan intervensi kebebasan jurnalistik.

Dalam konteks ini, praktisi humas harus memiliki pemahaman mendalam terkait
cara kerja jurnalistik dan menghormati etika profesi jurnalistik. Terlepas dari
pembiayaan peliputan yang seringkali dibebankan kepada organisasi, intervensi
pemberitaan akan justru mendapatkan resistensi dari jurnalistik dan merusak relasi yang
telah dibangun sebelumnya.

Ketiga, praktisi humas tidak memahami cara kerja hubungan media. Di satu sisi
praktisi menilai pentingnya hubungan dengan jurnalis tetapi sebaliknya jurnalis merasa
tidak adanya hubungan saling percaya.

Gambar 22 Pertarungan kepentingan dalam hubungan media (Smith, 2003)

Di dalam menjalankan fungsi hubungan media, praktisi humas harus


memperhatikan tiga kepentingan sekaligus. Pertama, praktisi humas harus memahami
kepentingan organisasi. Baik sebagai konsultan humas maupun internal humas
perusahaan, bekerja untuk kepentingan organisasi dan menjaga reputasi perusahaan

95
sebagai tujuan utamanya. Tetapi di pihak lain, praktisi humas juga harus
memperhatikan kepentingan media seperti nilai berita, ideology media, dan juga
ekonomi media. Praktisi humas juga perlu memperhatikan kepentingan dari publik.
Praktisi humas tidak bisa memaksakan kepentingan organisasi saja.

Reporter dan redaktur tidak terlau peduli mengenai alasan kenapa praktisi
humas menyukai media berita dalam distribusi informasi. Sebaliknya, jurnalis fokus
pada memuaskan khalayak mereka yang membutuhkan berita dan preferensi tentang
hiburan. Jika, materi humas dapat membantu media maka jurnalis akan sangat senang
menggunakannya. Material yang tidak memiliki nilai berita atau manfaat berguna akan
dibuang (Lamb et al, 2004:89).

Untuk meningkatkan fungsi subsidi informasi bagi jurnalis, praktisi humas harus
memperhatikan lima hal berikut : 1) mengetahui bagaimana jurnalis menulis dan
ketertarikannya, 2) mengetahui ritme 3) meningkatkan kualitas tulisan praktisi, 4) selalu
siap ketika jurnalis membutuhkan, 5) praktisi humas seharusnya mempelajari
bagaimana membangun kerangka informasi sehingga jurnalis dapat memahaminya
(Pang, 2010:197).

Misalnya dulu pernah pemimpin organisasi klien mengadakan kerja bakti di


komplek perumahan dengan mengadakan pembuatan biopori tingkat RT. Direktur
tersebut meminta bagaimana caranya kegiatan tersebut bisa dimuat dimedia atau diliput
media. Dengan skala kegiatan yang lingkupnya terbatas dan nilai beritanya kurang
maka akan sangat sulit bagi humas mendorong pemberitaan. Humas harus memberikan
pemahaman kepada klien atau pemimpin tentang nilai berita. Sebuah kegiatan atau isu
bisa jadi mememenuhi kepentingan organisasi (publikasi) dan media (iklan) tetapi
dampaknya kurang bagi publik maka bisa disiasati dengan menggunakan media
berbayar seperti advertorial.

Menurut Pang (2010:201), praktisi humas dalam mengelola hubungan dengan


media harus memahami lima atribut penting yang mempengaruhi cara pemberitaan
media massa. Model ini mengadaptasi konsep Shoemaker dan Reese.

96
Gambar 24 Atribut hubungan media (Pang, 2001:201)

Pendekatan organisasi terhadap media massa akan sangat sulit atau berat ketika
ideologi media berseberangan dengan kepentingan organisasi. Contohnya penulis
pernah menangani sebuah asosiasi komoditas pertanian dari luar negeri yang ingin
mengundang peliputan media nasional tentang kualitas produksi pangan. Media
Kompas yang sangat peduli dengan isu-isu kerakyatan pertanian dan cenderung
mendukung petani lokal akan cenderung menolak undangan peliputan ke luar negeri
karena berseberangan dengan perspektif ideologinya yang pro petani. Dengan kondisi
tersebut, praktisi humas harus memilih media massa yang lainnyaa akhirnya dipilih TV
One dan Trans TV.

Hal lainnya jika Anda seorang humas yang sedang menangani kasus hukum dan
membantu tersangka korupsi dalam proses peradilan maka kemungkinan besar akan
kesulitan menembus dan membangun berita positif di sejumlah media yang cenderung
pemberitaannya anti korupsi seperti Koran Tempo, Majalah Tempo, Kompas. Pilihan
Anda yang tersedia, lebih baik memungkinkan membangun opini publik di sejumlah
media yang berideologi pragmatis seperti Jawa Pos Group, Media Indonesia, CT Group.

97
Tekanan ekstra media, Shoemaker dan Reese (1996:219) mendefinisikan
pengaruh ekstra media dari hubungan organisasi dengan media yang mempengaruhi
saluran dan sifat diseminasi berita seperti kebebasan sumber berita dalam memberi
jurnalis informasi misalnya kendala hukum dalam pemberitaan. Setiap media memiliki
kebijakan yang berbeda-beda terkait biaya peliputan yang diberikan jurnalis. Hal ini
terkait pada situasi pelik dari masalah kesejahteraan jurnalis di Indonesia yang tidak
merata. Untuk sejumlah grup media seperti Kompas, Grup Tempo atau perwakilan
kantor berita asing seperti Reuters, Bloomberg sangat ketat dan melarang jurnalisnya
menerima uang peliputan. Tetapi bagi sebagian besar media di Indonesia secara
terselubung sebenarnya menutup mata jika jurnalisnya menerima uang peliputan atau
amplop dari praktisi humas. Dalam konteks ini, seorang praktisi humas harus mampu
memetakan tipe media tersebut yang mau menerima amplop, uang transport, uang
liputan atau media yang secara ketat tidak mau menerimanya. Praktisi humas harus
memperlakukannya secara berbeda.

Kebijakan redaksi dan struktur organisasi redaksi mempengaruhi pemberitaan


media massa. Seorang praktisi humas mungkin akan menembus dan mampu mendekati
level jurnalis tingkat rendah. Tetapi bisa jadi berita yang praktisi humas diseminasi
menemui kegagalan ketika dibawa ke meja rapat redaksi atau pemimpin. Contoh yang
terjadi ketika penulis menjadi salahsatu bagian tim humas yang menangani proses
perselisihan usaha melalui jalur peradilan. Pada waktu itu, di tingkat reporter datang ke
konferensi pers yang diselenggarakan klien tetapi berita yang muncul di kemudian hari
justru dari sudut pandang kompetitor. Usut punya usut, redaktur yang menangani isu
perselisihan usaha tersebut mendapatkan beasiswa pasca sarjana dari perusahaan
kompetitor. Apa yang ditulis reporter ketika dibawa ke tingkat rapat redaksi justru
mengalami jalan buntu. Dalam konteks inilah sebenarnya praktisi humas harus mampu
memahami dan menyelidiki secara mendalam kepentingan politik ekonomi di tingkat
redaksi media massa. Praktisi humas harus memahami dewan redaksi bukanlah
sekumpulan orang suci yang bebas nilai dan memperjuangkan kepentingan publik.
Pada kenyataannya justru pertarungan kepentingan berada di tataran dewan redaksi.
Apa yang terjadi pada kasus korupsi mantan menteri ESDM Jero Wacik yang menyeret
pemimpin redaksi salah satu media grup terbesar di Indonesia menyiratkan bahwa
pertarungan opini publik dengan mengamankan pemberitaan bukan lagi pada tingkat
receh dengan memberikan amplop berisi beberapa ratus ribu saja tetapi bernilai

98
miliaran rupiah. Kasus serupa juga terjadi di kasus korupsi Gubernur Riau yang juga
menyeret sejumlah jurnalis dengan nilai gratifikasi ratusan juta rupiah.

Seorang praktisi humas harus memahami cara kerja jurnalis. Wartawan patuh
bekerja dalam rutinitas yang meliputi tenggat waktu, penulisan cerita seimbang dan
pelaporan yang adil dan netral (Pang dkk, 2014: 274). Setiap karakteristik media
memiliki tenggat waktu yang berbeda-beda, jurnalis surat kabar memiliki tenggat waktu
yang sangat ketat, karena biasanya harus masuk ke redaktur terlebih dahulu yang akan
memilih berita yang akan naik cetak. Surat kabar cetak (kecuali edisi minggu(
cenderung bergaya penulisan straight news. Praktisi humas bisa mengangkat profil
pemimpin melalui rubrik tokoh dengan fokus pada personal di edisi minggu. Majalah
memiliki tenggat waktu yang lebih longgar, majalah bisnis biasanya terbit dwi
mingguan atau bulanan (Swa, Marketing, Fortune, Forbes, Business Week( sedangkan
media umum seperti Majalah Tempo dan Gatra mingguan. Jurnalis dari latarbelakang
majalah cenderung akan mengangkat tulisan bergaya feature dengan fokus pada profil
usaha, profil tokoh. Jurnalis media online tidak memiliki tenggat secara jelas karena
berita bisa diunggah kapan saja dan di mana saja, gaya penulisan jurnalis online
cenderung straight news.

Kegagalan seorang praktisi hubungan masyarakat dalam memenuhi tenggat


waktu kerja jurnalis akan membawa dua dampak yaitu bagi organisasi kehilangan
peluang dalam membangun berita dari sudut pandang organisasi, kedua bagi praktisi
adalah hilangnya kepercayaan jurnalis terhadap humas untuk mampu menyediakan
informasi yang dibutuhkan dalam tenggat waktu kerja (Rule dan Aziz dalam Pang,
2010:197).

Praktisi humas harus memahami latarbelakang jurnalis secara individual.


Karakteristik pribadi yang meliputi gender, etnis, dan orientasi seksual), dan
pengalaman dan latar belakang individusi seperti status ekonomi dan agama tidak hanya
mempengaruhi sikap, nilai dan kepercayaan tetapi juga berpengaruh pada
profesionalitas jurnalis (Shoemaker dan Reese,1996:61). Dalam konteks praktik,
praktisi humas harus menyadari bahwa seorang jurnalis tidak bisa melepaskan dari
kepentingan dan ideologi pribadi. Penulis pernah mengalami bagaimana seorang
jurnalis perempuan desk ekonomi bisnis menolak mengangkat seorang CEO yang jadi
klien kantor penulis karena pertimbangan ideologis. CEO tersebut beragama Katolik,

99
cerai meninggalkan istrinya dan sekarang menikah dengan seorang artis. Jurnalis
tersebut menolak mewawancarai karena menilai CEO tersebut melanggar nilai-nilai
Kristiani dan perkawinan untuk setia dengan istrinya.

MEMETAKAN TARGET MEDIA

Jika anda menjadi humas apakah semua media perlu dikelola hubungannya?
Saat ini jumlah media sangat besar, sebagai humas haruslah fokus pada media mana
yang harus dikelola sangatlah bergantung anda menjadi humas siapa? Belum tentu
media yang oplahnya besar harus dikelola dan media yang oplahnya kecil tidak harus
dikelola. Seseorang humas harus memiliki kemampuan dalam menciptakan kluster
pemetaan media. Seperti yang diungkapkan Bland dkk (2005:47), beragamnya sebaran
media memberikan peluang besar bagi praktisi humas. Dengan mengidentifikasi
publikasi yang tepat bagi klien atau organisasi, praktisi humas dapat secara efektif
menjalankan programnya.

Gambar 25 Kluster Media Massa di Indonesia

Setiap organisasi memiliki kluster media yang berbeda-beda dengan penekanan


media yang disasar juga berbeda. Di sinilah peran praktisi humas mendefinisikan mana
media yang signifikan bagi organisasi dan mana organisasi yang kurang signifikan.
Berdasarkan pengalaman penulis sebenarnya sebagai praktisi humas tidaklah perlu
mengelola hubungan media dengan semuanya, tetapi harus fokus pada media yang
memiliki dampak signifikan Penentuan signifikansi ditentukan pada dua aspek utama
yaitu pertama pada aspek kuantiatif yang meliputi readership (surat kabar), page view
(website), listener (radio), dan viewer (televisi). Berdasarkan aspek keterbacaan
readership, Kompas masih tetap menjadi koran terbesar di tanah air, nomor dua
diikutin oleh Jawa Pos (meskipun secara sebaran area hanya kuat di Jawa Timur dan

100
Jawa Tengah), aspek yang kedua selain melihat kuantitatif seorang praktisi humas juga
harus mempertimbangkan dimensi kualiatif dikaitkan dengan kesesuaian media tersebut
dengan pemangku kepentingan organisasi. Misalnya, secara oplah Bisnis Indonesia atau
Kontan jauh lebih kecil dibandingkan surat kabar seperti Jawa Pos atau Media
Indonesia tetapi bagi pemangku kepentingan pasar modal, surat kabar bisnis memiliki
dampak lebih besar dibandingkan koran umum yang memiliki oplah lebih besar.

Majalah industri yang sangat tersegmentasi dengan oplah yang kecil akan jauh
lebih memiliki dampak dibandingkan media massa yang dari sisi pembaca lebih besar.
Misalnya, majalah Chip atau Info Komputer bagi korporasi yang bergerak di bidang
teknologi informasi seperti industri printer, laptop menjadi fokus utama dari program
hubungan media dibandingkan surat kabar Indo Pos ataupun Rakyat Merdeka. Karena
media industri pembacanya sangatlah fokus dan menjadi pemangku kepentingan kunci
dari organisasi.

Semakin meningkatnya penetrasi internet dengan pengguna internet semakin


tumbuh pesat menjadi perhatian utama bagi praktisi humas. Saat ini tercatat pengguna
internet di Indonesia sekitar lebih dari 20 persen populasi penduduk atau kira-kira 40
juta. Saat ini secara pelan-pelan telah terjadi pergeseran pola konsumsi media, oplah
koran mengalami kemandekan sedangkan pendengar radio turun tajam. Kondisi ini
menjadi tantangan dan hambatan bagi praktisi humas.

Situs berita seperti Kompas.com, Detik.com, Liputan6.com menjadi rujukan


utama publik dalam mencari informasi sehari-hari, terlebih lagi dengan adanya media
sosial seperti twitter dan facebook. Orang tidaklagi mengkonsumsi media tradisional
tetapi justru mendapatkan informasi dari media sosial. Untuk saat ini, sejumlah
korporasi yang memiliki konsumen kelas menengah atas dengan kebiasaan konsumsi
internet yang tinggi tidak hanya bergantung pada relasi dengan media tetapi juga telah
membangun hubungan yang erat dengan blogger atau buzzer personal yang memiliki
dampak luas di sosial media.

Kantor berita asing juga patut menjadi fokus utama dari sasaran utama
hubungan media jika anda menjadi seorang praktisi hubungan investor. Reuters, Dow
Jones, Bloomberg menjadi rujukan utama para pemangku kepentingan pasar modal baik

101
internasional maupun nasional sehingga praktik hubungan media terhadap mereka harus
menjadi perhatian serius.

Jika organisasi memiliki basis operasi di daerah maka media massa daerahpun
tidak luput menjadi sasaran program hubungan media. Media massa di daerah
sebenarnya cenderung lebih mudah dikontrol karena faktanya ketimpangan
kesejahteraan praktisi jurnalis yang sangat tajam. Media massa di daerah lebih mudah
dikontrol melalui “amplop”, pemasangan iklan dll.

TEKNIK HUBUNGAN MEDIA

Siaran Pers

Tidak ada praktisi hubungan masyarakat yang tidak pernah menggunakan siaran pers
dalam pekerjaan sehari-hari. Sebuah rilis media atau biasa disebut siaran pers adalah
salah satu taktik yang paling banyak digunakan dalam praktik hubungan masyarakat.
Sebuah rilis media dapat berbentuk siaran berita atau siaran berita khas. Siaran berita
menampilkan bentuk hard news sedangkan siaran berita khas menggunakan pendekatan
kisah kemanusiaan. Bentuk yang paling banyak digunakan adalah siaran berita
(Phillingane, 2004:530). Zikmund dan d'Amico berpendapat bahwa fungsi utama dari
siaran pers adalah menginformasikan kepada publik atau segmen publik, meskipun
begitu siaran pers juga berguna untuk menciptakan citra menguntungkan bagi sebuah
organisasi (Wells dan Spinks, 1999:247).

Menurut Merry et al (2007: 13-14), media massa tiap hari dibanjiri ratusan
siaran pers tiap hari. Jika siaran pers tersebut dipertimbangkan untuk naik cetak, harus
menawarkan cerita yang memiliki nilai berita, jelas dan sederhana, informasi yang
mencukupi. Siaran pers secara khusus memperkenalkan sebuah produk baru, layanan,
ide, laporan dari sebuah survei, pemberitahuan kepada media mengenai event,
pengumuman perubahan staf, atau isecara sederhana disimpulkan sebagai informasi
baru. Kadang kadang sebuah siaran pers menjadi basis dari kisah berita yang lengkap
dan juga memberikan ide bagi redaktur atau jurnalis untuk menulis kisah lanjutan yang
terkait dengan siaran pers tersebut..

Tugas praktisi hubungan masyarakat adalah memahami jalan pikiran dari


redaktur media dan memahami cara kerja media dan mengantisipasi kepentingan

102
khalayak. Untuk mampu melakukan hal tersebut, praktisi humas harus mampu
membuat nilai berita, antara lain (Smith, 2003:97-98)

 Aspek signifikansi, berita harus mengandung informasi yang signifikan dan


berperngaruh terhadap kehidupan orang banyak
 Aspek kelokalan, yaitu berita mengandung informasi yang berciri khas lokal
sehingga menarik khalayak
 Aspek keseimbangan, berita mengandung informasi yang disajikan secara
berimbang seperti halnya cara kerja jurnalistik. Praktisi humas harus mampu
menulis secara berimbang
 Aspek waktu, berita mengandung informasi yang dibatasi waktu. Berita
sekarang lebih menarik daripada hari kemarin, dan berita besok mungkin lebih
baik daripada hari ini.
 Aspek keunikan, berita dapat menarik khalayak jika mampu mengandung
informasi yang unik atau memiliki cirri khas khusus.
 Aspek popularitas, nilai berita akan meningkat jika terkait dengan tokoh yang
popular dibandingkan yang tidak popular

Jika semua pertanyaan tersebut terjawab, maka praktisi humas dapat menulis draft
siaran pers. Jika tidak maka mengirimkan siaran pers belumlah diperlukan atau jangan
mengirimkan siaran pers. Menurut Hunt dan Grunig dalam siaran pers yang baik harus
memenuhi aspek sebagai berikut Siaran pers harus jelas dengan kerangka ide yang jelas
dan menjelaskan istilah-istilah yang tidak umum (Baines dkk, 2004:178-179)

 Siaran pers harus ringkas dan mudah dipahami


 Siaran pers harus tepat mengikuti ejaan, tatabahasa, sintaksis dan akurat
 Siaran pers harus lengkap dan tidak membuat khalayak bertanya-tanya

Seperti halnya penulisan berita jurnalistik, standar baku yang biasa digunakan
dalam penulisan siaran pers adalah bentuk piramida terbalik dengan informasi paling
penting ditaruh pada bagian paling atas, kemudian penempatan berikutnya informasi
yang tidak penting di bagian selanjutnya.

103
Gambar 26 Bagan Siaran Pers

Pada bagian atas dari siaran pers adalah judul yang merupakan intisari atau pesan
kunci siaran pers. Judul siaran pers menggunakan kaidah penulisan S-P-O-K (Subjek
Predikat Objek Keterangan). Tiap karakteristik siaran pers menggunakan kata kunci
yang berbeda. Jika siaran pers yang digunakan dalam kaitanya peluncuran
produk/layanan maka kata kuncinya “meluncurkan”, misalnya “Apple Meluncurkan
iPhone 6 Untuk Kalangan Remaja ” atau “ PT Telkom Meluncurkan Layanan SMS
Gratis”. Siaran pers bertujuan untuk melaporkan kinerja keuangan maka menggunakan
kata kunci “membukukan”,”meraih”. “PT Telkom Membukukan Laba Bersih 10
Triliun”, “PT Pertamina Meraih Laba Bersih 25 Triliun”. Siaran pers bertujuan
mengumumkan kegiatan event perusahaan menggunakan kata kunci
“menyelenggarakan” atau mengadakan, misalnya “ UPI Menyelenggarakan Festival
Budaya Sunda”

Teras adalah paragraf pertama dari siaran pers. Fungsinya untuk menarik perhatian
pembaca- yang pertama adalah redaktur media yang berperan memutuskan apakah
siaran pers tersebut layak dimuat atau tidak dan menarik bagi pembaca. Karena teras
tersebut menjadi pintu masuk dari seluruh cerita atau siaran pers maka sangat krusial
(Smith, 2003:135). Teras siaran pers merupakan bagian paling penting dan harus

104
menjadi teras dari keseluruhan berita. Bagian paling penting karena memberikan
kesimpulan dari siaran pers- dan menjawab pertanyaan dasar jurnalistik yaitu 5W+1H
yang meliputi siapa, apa, kapan, mengapa, di mana dan bagaimana- harus ada dalam
paragraph pertama (Marry, 2007:15)

Teras berita memiliki koherensi dengan judul berita yang telah dikembangkan.
Teras berita harus ringkas, biasanya teras berita berisi satu kalimat utama yang
merupakan pengulangan kalimat headline/judul dan ditambah kalimat pendukung yang
merupakan penjelasan kalimat utama. Seperti halnya penulisan berita jurnalistik, teras
siaran pers menggunakan pedoman 5W + 1H. Misalnya

PT Telkom Tbk menyelenggarakan program kepedulian sosial dengan bentuk


penanaman pohon di lahan kritis. Kegiatan, yang diselenggarakan di Gunung
Manglayang Kabupaten Bandung Barat bertujuan mencegah tanah longsor
yang sering terjadi di kawasan tersebut. Dalam acara yang melibatkan
Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan, ditanam 10 ribu bibit pohon trembesi
dan sejumlah pohon buah-buahan.

Atau contoh selanjutnya

PT Semen Gresik Tbk membukukan laba bersih Rp 2 triliun pada tahun 2014,
tumbuh 20 persen dibandingkan periode tahun sebelumnya. Kenaikan laba
bersih tersebut didorong oleh keberhasilan perusahaan dalam menekan biaya
produksi dan melakukan ekspansi usaha di luar jawa.

Setiap siaran pers harus mengandung pernyataan organisasi yang berupa pesan
kunci yang menjadi penjabaran dari teras berita sebelumnya. Smith menggunakan
istilah lain yaitu benefit statement. benefit statement adalah perbedaan mendasar antara
bagaimana praktisi humas menyiapkan siaran pers dengan jurnalis yang menulis berita
dengan informasi yang sama. Pernyataan ini secara jelas mengindikasikan manfaat yang
ditawarkan organisasi kepada publik melalui rilis ini, menjawaba pertanyaan. Jadi apa?
Salah satu cara paling halus dalam membuat benefit statement adalah mengembangkan
sebuah pernyataan atau narasi yang mengungkapkan ide dan menjelaskan manfaat
kepada publik (Smith, 2003:142).

Pada penulisan siaran pers, terdapat pernyataan organisasi biasanya


diungkapkan oleh juru bicara perusahaan yang merupakan pesan kunci dari siaran pers.
Pernyataan kunci tersebut biasanya menggunakan kata yang bersifat positif seperti
“Kami berkomitmen” “Kami sangat senang atas kerjasama yang dilakukan”, “Kami

105
berhasil menekan biaya operasional”. Di dalam siaran pers biasanya terdapat satu
statement utama dan satu statement pendamping. Praktisi humas harus fokus pada pesan
kunci, hindarkan siaran pers yang memiliki pesan kunci lebih dari satu dan pernyataan
lebih dari dua.

Praktisi humas juga harus menguraikan aspek-aspek yang belum dijelaskan pada
teras berita. Misalnya jika membuat siaran pers keuangan, teras berita hanya akan fokus
pada laba bersih dan pendapatan. Hal lain seperti beban operasional, pendapatan non
usaha, kredit (jika konteksnya perbankan), strategi bisnis ke depan. Smith, (2003:143)
menggunakan istilah detail tambahan yang berfungsi memperkuat informasi yang ada
di teras siaran berita. Lihat setiap elemen dari teras berita : 5W+IH. Juga tinjau
mengenai “kenapa” informasi dari pernyataan organisasi. . Dalam bagian ini
dikembangkan informasi tambahan relevan yang bisa memperkuat elemen.

Pada bagian terakhir siaran pers, praktisi humas memberikan informasi penutup
yang biasanya isinya tentang organisasi. Jika siaran pers tersebut dikirim ke media
cetak besar seperti Kompas dan Koran Tempo maka siaran pers hanya akan dipangkas
sampai pernyataan organisasi atau bahkan teras siaran pers, sedangkan bagian tubuh
berita dan penutup akan dipangkas. Media online karena tidak memiliki keterbatasan
ruang biasanya akan memasang berita secara utuh.

Terdapat berbagai karakteristik siaran pers dan memiliki pendekatan penulisan


yang berbeda. Pertama adalah siaran pers personel yang biasanya dikirim organisasi
ketika organisasi menunjuk pemimpin baru atau mengganti pemimpin lama. Fokus
siaran berita biasanya pada aspek who dan why. Berikut ini contoh siaran pers yang
penulis kembangkan saat membantu publisitas ketika sebuah organisasi melakukan
pergantian kepemimpinan secara mendadak sehingga diperlukan siaran pers agar tidak
terjadi persepsi berbeda di kalangan bisnis.

Shinta Dhanuwardoyo Mengundurkan Diri Sebagai Direktur Utama


Mojopia

Jakarta. 17 Desember 2010.

Shinta Danuwardoyo menyatakan pengunduran dirinya per 1 Desember 2010


sebagai CEO setelah memimpin Mojopia sejak berdiri pada bulan April 2009.

106
“Setelah membangun pondasi bisnis berbasis e-commerce yang kuat bagi
Mojopia dan merasa sangat percaya dengan kredibilitas tim yang terbentuk di
dalamnya, kini telah tiba saatnya bagi saya untuk berpisah dengan Mojopia dan
melanjutkan kiprah di industri digital yang begitu dinamis,” demikian dikatakan
Shinta.

Selama masa kepemimpinannya, Mojopia berhasil melakukan transformasi


bisnis sebagai perusahaan e-commerce menambahkan layanan email plasa.com
yang terdahulu. Fondasi bisnis korporasi berbasiskan e-commerce dan email ini
tumbuh menjadi 400.000 pengguna perNovember 2010, serta tercipta
kerjasama bisnis dengan raksasa bisnis e-commerce eBay untuk penetrasi
penjualan ke luar negeri dan Microsoft untuk layanan e-mail. Selain itu,
Mojopia juga sukses menapak ke bisnis konten dengan menyediakan layanan
konten Barclay Premiere League (Liga Inggris) kepada Telkom Group dan
Telkomsel.

“Komitmen kepada para partner dan consumer akan menjadi prioritas dari
Mojopia. Bahkan target pengguna Plasa.com akan mencapai 2 juta pelanggan
di tahun mendatang melalui integrasi layanan e-commerce, email dan konten.”
demikian ditegaskan Andi S. Boediman, Chief Innovation Officer Mojopia.
Target ini akan tercapai melalui sinergi layanan dengan Telkom Group dan
Telkomsel.

“Kami sangat berterimakasih atas peran Shinta yang sangat besar dalam
membangun pondasi korporasi dan melakukan transformasi bisnis korporasi.
Telkom akan terus berkomitmen membangun Mojopia sebagai salah satu
platform bisnis utama korporasi” tambah Andi lagi.

Sementara itu, CEO Mojopia selanjutnya akan dipegang oleh Ariadi Anaya
yang saat ini menjabat sebagai Executive Vice President Business Portfolio
Management PT Multimedia Nusantara, sebuah anak perusahaan Telkom yang
juga pemegang saham Mojopia.

Menurut rencana, Ariadi akan menjabat sebagai CEO Mojopia sampai terpilih
CEO definitif yang paling lama akan terlaksana pada tri wulan pertama 2011.

Tentang Mojopia (PT Metra-Net)

Tahun 2009 merupakan tanda tonggak berdirinya PT. Metra-Net (Metranet)


untuk merintis perjalanan panjang mengemban misi PT. Telekomunikasi
Indonesia, Tbk (Telkom) dan PT. Multimedia Nusantara (Metra) dalam
mengembangkan portfolio di adjacent business untuk meningkatkan
pertumbuhan bisnis Information, Media dan Edutainment (IME). Dalam
memasuki bisnis IME ini, Metranet diposisikan sebagai vehicle, khususnya
untuk bisnis agregasi konten (content aggregator) dan penyedia e-commerce
platform. Mengawali langkah bisnisnya, Metranet telah menetapkan visi
sebagai penyedia e-commerce platform yang pertama di Indonesia yang
memfasilitasi akses berbelanja online masyarakat Indonesia ke penjuru dunia.

Kontak

107
Chandra Widyarjana

Marketing Communication e-Commerce PT Metranet

chandra.widyarjana@mojopia.com

Siaran pers tipe yang kedua adalah siaran pers terkait produk. Siaran pers ini
biasanya digunakan untuk media kit ketika konferensi pers peluncuran produk atau
dikirim langsung ke media. Kata kunci yang biasa digunakan dalam siaran pers ini
antara lain “meluncurkan”, “memperkenalkan”. Pesan kunci fokus pada aspek “what”
atau apa. Di bawah ini merupakan contoh siaran pers produk yang pernah
dikembangkan penulis saat menangani salah satu produk teknologi informasi ketika
bekerja di sebuah agensi kehumasan di Jakarta.

Fuji Xerox Printers memperkenalkan bintang kantor sesungguhnya

Fuji Xerox Printers Phaser 4510 menawarkan kehandalan yang solid, fitur
canggih terdepan, dan nilai luar biasa dalam lingkup kerja apapun

JAKARTA - 13 Agustus 2007 Fuji Xerox Printers, pemimpin dalam inovasi dan
teknologi cetak, hari ini meluncurkan Phaser 4510, sebuah printer laser hitam
putih yang dikemas dengan konfigurasi fleksibel dan fitur-fitur canggih untuk
meningkatkan produktivitas di kantor apapun. Phaser 4510 yang handal ini
mampu mencetak hingga 43 ppm (lembar per menit - A4) dengan halaman
pertama keluar pada detik ke delapan, dan memiliki daur tugas sebesar 200,000
halaman per bulan yang mampu mendukung produksi cetak kantor yang paling
berat sekalipun. Dibuat untuk mempertahankan performanya, Phaser 4510
hadir dengan komponen-komponen yang lebih kuat dan tahan lama.

“Phaser 4510 tidak hanya menawarkan kehandalan yang mantap kepada


kelompok-kelompok kerja, tetapi printer yang berharga ini juga memberikan
standar fitur-fitur yang lebih canggih untuk meningkatkan produktivitas kantor”
ujar Jeffrey Tan, General Manager/Director, ASEAN, Fuji Xerox Printer.
”Phaser 4510 dengan nyata mampu mempertahankannya kecepatan cetaknya
yang mengagumkan, kualitas cetak yang hebat dan kemampuan mencetak
mengikuti kecepatan bisnis Anda “.

Penampung pintar (Smart trays) secara otomatis mendeteksi ukuran dan tipe
kertas sehingga dapat mencetak pada media yang diinginkan. ‘Smart duplex’
yang baru saja diperkenalkan dapat mendeteksi halaman satu-sisi digabungkan
ke pencetakan dua-sisi, kemudian meningkatkan kecepatan cetak, dan
menghilangkan biaya yang tidak perlu.

Fitur-fitur lain bernilai-tambah dari Phaser 4510 termasuk penemuan otomatis


printer pada jaringan kantor, kreasi sambungan otomatis, instalasi driver dan

108
penempatan alamat IP secara otomatis, yang memberikan pilihan teknologi web
dan perlengkapan manajemen web kepada kantor yang memanfaatkan
CentreWare IS Embedded Web Server dan situs Xerox. Dengan harga US$
1,200, Phaser 4510 kini tersedia melalui dealer-dealer resmi Fuji Xerox
Printers.

Tentang Fuji Xerox Printers

Fuji Xerox Printers adalah pemimpin di industri printer, menawarkan ragam


teknologi cetak warna dan monokrom yang memenagkan berbagai
penghargaan, jaringan mitra bisnis yang kuat dan pemasaran yang kreatif
kepada pasar yang didukung oleh kekuatan tradisional perusahaan dalam hal
inovasi produk dan keberadaan merek.. Printer Fuji Xerox monokrom dan
berwarna tersedia di 14 negara di seluruh Asia Pasifik. Untuk informasi lebih
lanjut, hubungi (021) 390 9182 atau kunjungi www.fxprinters.com.sg

Karakteristik yang ketiga adalah siaran pers kinerja perusahaan keuangan.


Biasanya setiap triwulan sesuai dengan ketentuan regulasi pasar modal, perusahaan
yang tercatat dibursa harus melaporkan keuangan dan melakukan paparan publik. Salah
satu kerja praktisi humas dalam adalah mengembangkan siaran pers kinerja keuangan
dengan fokus “how much” pada aspek laba dan pendapatan perusahaan. Kata kunci
yang digunakan adalah “membukukan”, “meraih”, “meraup”, “mencatatkan”.

Berikut ini siaran pers yang dikembangkan penulis dan tim ketika menangani
klien PT Goodyear Indonesia Tbk pada kurun waktu 2006-2008.

Goodyear Tire Raup Penjualan US$ 4,9 Miliar

Jakarta. 6 Mei 2008. Perusahaan ban dunia, Goodyear Tire & Rubber
Company membukukan penjualan dan perolehan laba bersih tertinggi untuk
kuartal pertama dalam beberapa tahun ini. Penjualan Goodyear pada kuartal
pertama tahun 2008 mencapai US$ 4,9 miliar, naik 10 persen dibandingkan
pada kuartal yang sama tahun 2007. Volume penjualan yang lebih rendah
tertutupi oleh harga yang lebih baik, product mix yang lebih bervariasi dan
keuntungan nilai tukar mata uang.

Perbaikan harga dan product mix di keempat wilayah bisnis mendorong


pendapatan per ban naik 7 persen dibandingkan kuartal yang sama tahun 2007,
menunjukkan kesuksesan strategi perusahaan untuk lebih fokus pada ban-ban
bernilai tambah (high-value-added tires).

Turunnya volume penjualan terutama akibat melemahnya pasar peralatan


orisinil/asli di Amerika Utara dan melemahnya permintaan penggantian ban
dari konsumen di Amerika Utara dan Eropa, terutama untuk ban-ban dengan
nilai tambah yang rendah (low-value-added tires).

109
"Hasil yang sangat baik di kuartal pertama ini menunjukkan kesuksesan strategi
kami untuk mengembangkan jajaran produk premium bermarjin lebih tinggi,
mengurangi biaya dan membayar utang," ungkap Robert J. Keegan, chairman
and chief executive officer

"Di saat ekonomi masih menjadi kekhawatiran, kami terus yakin mengenai
kesempatan-kesempatan yang kami lihat di pasar dan kemampuan kami untuk
memanfaatkannya. Dalam kurun waktu lima tahun terakhir ini, keputusan-
keputusan strategis kami telah menempatkan Goodyear lebih baik dalam
menghadapi melemahnya perekonomian dan muncul menjadi pesaing yang
lebih kuat," urai Keegan.

Laba bersih dari operasi berjalan kuartal pertama tahun 2008 mencapai US$
147 juta (60 sen per saham). Hal ini dibandingkan dengan kerugian dari
operasi berjalan sebesar US$ 110 juta (61 sen per saham) di kuartal yang sama
tahun lalu. Termasuk operasi yang diberhentikan, Goodyear mencatatkan rugi
bersih sebesar US$ 174 juta (96 sen per saham) di kuartal pertama tahun 2007.
Seluruh jumlah saham didilusi.

Konferensi Pers

Konferensi pers atau berita dilakukan ketika organisasi memiliki informasi


penting yang perlu dibagikan yang akan mempengaruhi publik. Berdasarkan permintaan
organisasi, pertemuan media didesain hari, waktu, dan tempat untuk mendengarkan
paparan informasi. Konferensi pers dilaksanakan untuk mengumumkan kabar yang
bagus, isu yang bersifat kompleks, atau merespon terjadinya situasi krisis yang dihadapi
organisasi (Carden, 2004:522).

Pendapat lain menyatakan bahwa konferensi pers digunakan untuk memberikan


informasi kepada media dan menerima dan menjawab pertanyaan yang diajukan.
Konferensi pers biasanya bersifat pertemuan sederhana dan informal dengan penyajian
minimal seperti coffe break atau makan siang. Acara ini biasanya dilakukan di ruang
pertemuan atau ruang konferensi perusahaan atau mungkin juga menyewa hotel. Jika
konferensi pers mendadak biasanya tidak menggunakan undangan cetak tetapi melalui
surat elektronik, telepon (Baines et al, 2003:179).

Berdasarkan pengalaman penulis, konferensi pers dilakukan humas ketika


organisasi meluncurkan produk atau layananan baru, peluncuran program seperti CSR,
kebijakan atau keputusan bisnis perusahaan seperti penjualan saham perdana atau juga
ketika perusahaan menghadapi proses hukum. Konferensi pers memiliki kelebihan

110
dalam mendorong jurnalis bertanya pada pemimpin organisasi terkait pada
pengumuman resmi organisasi dan menyakinkan semua jurnalis mendapatkan jawaban
yang serupa. Konsistensi pesan dari konferensi pers lebih baik daripada ketika jurnalis
berbicara secara individual. Tugas humas ketika menangani konferensi pers terkait tiga
tahapan yaitu pertama pra acara meliputi

 Penetapan tempat acara (bisa di hotel, restoran atau kantor)


 Membuat kontak daftar media yang diundang
 Mempersiapkan buku panduan konferensi pers bagi pemimpin organisasi
 Menyusun jadwal acara
 Mempersiapkan media kit seperti siaran pers, merchandise bagi jurnalis (jika
ada)
 Membuat undangan untuk media
 Produksi backdrop, banner untuk tempat acara
 Menghubungi jurnalis biasanya tiga hari sebelum acara baik melalui undangan
resmi faks, sedangkan undangan personal jurnalis biasanya melalui email,
telepon, sms dan sosial media. Sehari sebelum konferensi pers sehingga bisa
diperkiraan berapa jurnalis yang berencana hadir.
 Jika konferensi pers bersifat mendadak karena terkait peristiwa luar biasa seperti
krisis yang dihadapi organsiasi maka humas langsung jurnalis secara personal

Pada tahapan kedua, praktisi humas menangani saat acara berlangsung dengan
tugas utama biasanya bertanggunjawab memandu acara, menerima jurnalis dan
berinteraksi secara informal, terakhir adalah memandu pemimpin organisasi ketika
melakukan wawancara tatap muka. Praktisi humas harus dapat memastikan pesan kunci
yang telah dipersiapkan sebelumnya dikomunikasikan dengan baik oleh pemimpin
perusahaan.

Tahap ketiga seusai acara, tugas humas meliputi:

 Melakukan media monitoring untuk melihat pemberitaan


 Mengirimkan siaran pers kepada jurnalis media yang tidak bisa menghadiri
konferensi pers

111
 Mengevaluasi secara internal jalannya acara apakah sudah sesuai dengan target
seperti jumlah media yang hadir, jumlah jurnalis yang hadir, pesan kunci
organisasi apakah sesuai yang diharapkan

Seusai acara kadangkala, humas mengontak jurnalis untuk menanyakan kapan akan
tayang berita. Tindakan ini sebenarnya harus dihindari humas karena akan membuat
ketidaknyamanan jurnalis. Humas harus memahami cara kerja jurnalis dan
menghormati independensi.

Menyelenggarakan Media Award

Humas lembaga dalam periode satu tahun sekali bisa menyelenggarakan media
atau jurnalis award untuk mengapreasiasi pemberitaan jurnalis terhadap organisasi.
Organisasi bisa mengambil tema sesuai dengan objektif institusi. Praktisi humas bisa
melibatkan jurnalis senior sebagai salah satu anggota dewan juri dan juga pakar
komunikasi untuk memberikan kesan independensinya. Misalnya Kementerian PU
terkait infrastruktur, Pertamina dengan tema energi terbarukan, Bank Mandiri bisa
mengangkat isu kondisi perbankan nasional. Tema besar tersebut akan diterjemahkan
oleh jurnalis menjadi sebuah tulisan, berita foto, atau liputan televisi dari sudut pandang
masing-masing jurnalis.

Humas dalam program ini bertanggungjawab dalam perencanaan dan


implementasi program. Humas mendorong jurnalis media massa untuk ikut
berpartisipasi dalam penyelenggaraan media award. Biasanya nanti penyerahan hadiah
akan bersifat formal dengan mengadakan event khusus jika skala penghargaan bersifat
nasional dengan tema tulisan yang beragam. Jika skup award bersifat terbatas atau kecil
maka penyerahan hadiah bisa dilakukan secara interpersonal tanpa perlu
menyelenggarakan event khusus. Penulis sendiri pernah membantu klien dengan tema
teknologi percetakan untuk salah satu perusahaan terkemuka bidang printer.

Menyelenggarakan Media Tour

Media tour dilakukan dengan mengundang jurnalis untuk melakukan peliputan,


bisa terkait isu misalnya meliput program perusahaan. Misalnya jika anda bekerja di
perusahaan migas, anda bisa mengundang jurnalis untuk meliput program
tanggungjawab perusahaan yang dilakukan korporasi. Jika anda menjadi praktisi humas

112
pemerintah bisa mengundang jurnalis meliput perkembangan program atau proyek
pemerintah. Media tour bisa dilakukan juga untuk meliput pabrik atau field biasanya
mengundang jurnalis foto.

Penulis sendiri pernah memiliki pengalaman mengundang dua media untuk


meliput sebuah isu di luar negeri. Praktisi humas dalam program media tour ini
menyiapkan undangan dengan memberikan draft term of reference liputan.
Biasanya jurnalis akan memberikan sudut pandang peliputan dan memberikan masukan
apa saja yang ingin diliput, praktisi humas harus mengkonsultasikannya dengan
pemimpin perusahaan atau klien jika anda bekerja sebagai publisis atau agensi humas.
Jika konsep peliputan sudah disepakati maka praktisi humas harus mempersiapkan
akomodasi, tiket , visa (jika liputan ke luar negeri), biasanya praktisi humas harus
mendampingi dalam peliputan media ini sebagai liason officer.

Yang harus dipahami praktisi humas bahwa ada dua tipe media yaitu yang mau
menerima fasilitas liputan praktisi humas tetapi ada juga yang menolak dan
menggunakan uang yang sudah dipersiapkan media masing-masing demi independensi
peliputan. Seorang jurnalis dari surat kabar bisnis ternama di Indonesia pernah
menolak pemberian biaya transportasi liputan dan memilih mengurusnya sendiri. Jika
jurnalis menolak maka anda jangan memaksakannya anda bisa menggantinya dengan
mengajak makan secara pribadi setelah liputan selesai. Yang perlu ditekankan bagi
humas, jangan pernah bertanya kepada jurnalis kapan berita hasil media tour akan naik
cetak atau tayang. Anda sebagai humas harus menghargai independensi jurnalis
meskipun anda telah mengeluarkan biaya peliputan

Wawancara Khusus Media

Seorang praktisi humas bisa menggunakan cara wawancara khusus dalam


meningkatkan pemberitaan organisasi maupun pribadi pemimpin organisasi. Yang
paling penting harus dipahami seorang praktisi humas adalah memahami ke media dan
rubrik “menjual” sosok tersebut dan apa yang akan “dijual”. Di sinilah sebenarnya
kompetensi humas menjadi penting, ketika anda menangani seorang CEO jangan
terpatok bahwa nilai berita CEO hanyalah seputar masalah kinerja dan karier, Anda
bisa mengangkat sosok CEO dari sisi humanistis seperti hobi, kegiatan di luar
pekerjaan, olahraga, keluarga dll. Anda juga jangan terpatok pada media bisnis atau

113
umum. Anda bisa “menjualnya” ke media gaya hidup atau rubrik gaya hidup di media
umum.

Wawancara khusus juga bisa ditawarkan kepada radio, yang paling penting
sebagai humas jangan pernah menghubungi account executive media tetapi jurnalis,
produser, redaktur menjadi target sasaran hubungan media. Anda bisa berdiskusi
meminta masukan dengan jurnalis secara pribadi untuk mengangkat sisi menarik dari
organisasi atau tokoh. Jika anda menghubungi account executive maka yang akan
ditawarkan justru iklan atau advertorial, sebagai seorang humas anda dibayar untuk
publisitas media bukan paid media yang berbayar. Penulis sendiri pernah membantu
publisitas klien di sejumlah talkshow radio bisnis dan berita seperti Trijaya, Pas FM,
dan KBRH68 H tanpa membayar sepersenpun.

Media Gathering

Anda tidak bisa membangun isu atau meraih pemberitaan jika anda tidak
mengenal secara pribadi jurnalis. Salah satu cara membangun hubungan secara pribadi
atau informal adalah orgarnisasi menyelenggarakan media gathering yang sifatnya
informal. Organisasi bisa menyelenggarakan coffe morning tiap bulan dengan redaktur
untuk membahas isu secara off the record atau juga bisa menyelenggarakan acara
khusus yang fokusnya bukan pada pemberitaan tapi membangun hubungan seperti
outing di tempat wisata,futsal, karaoke, makan malam, mengundang buka puasa ketika
bulan ramadhan. Semakin anda mengenal jurnalis lebih pribadi maka komunikasipun
akan lebih mudah dan tidak lagi menggunakan pendekatan formal seperti undangan
resmi, anda bisa mengkontak lewat media sosial, email ataupun telepon layaknya
pertemanan. Pada level, pemimpin redaksi Anda bisa mengadakan forum pemred yang
bisa diselenggarakan maksimal dua kali dalam setahun, jika organisasi lingkupnya
besar dengan dampak kepada publik besar seperti Kementerian, perusahaan BUMN.

Uji Produk

Jika anda menjadi praktisi humas bidang teknologi informasi, otomotif, atau
bidang hospitality seperti restoran dan hotel. Uji produk menjadi salah satu cara anda
mendapatkan publisitas media secara gratis, misalnya Anda menjadi praktisi humas
dari sebuah perusahaan telepon pintar, Anda bisa meminjamkan produk terbaru

114
sebelum diluncurkan secara resmi. Jurnalis akan mereview produk tersebut baik dari
sisi kelebihan maupun kelemahan.

Ketika penulis menjadi staf agensi humas, sebelum produk klien diluncurkan
biasanya akan menawarkan produk tersebut diuji oleh jurnalis media teknologi
informasi. Penulis biasanya menghubungi jurnalis IT untuk menguji produk klien
seperti telepon pintar dan printer. Setiap jurnalis diberikan waktu 1-2 minggu untuk
menguji produk.

Teknik ini juga bisa digunakan jika anda bekerja sebagai praktisi humas
otomotif dengan mengundang jurnalis test drive, atau perhotelan dengan
mengundang jurnalis menguji menu restoran terbaru. Yang paling mendasar adalah
anda tidak diperbolehkan intervensi tulisan jurnalis atau mengkontrol apa yang harus
ditulis, sehingga kerugiannya bisa jadi tulisan jurnalis yang ditulis mengandung
kelemahan produk tetapi kelebihannya publik lebih mempercayai tulisan jurnalis
daripada Anda memasang iklan.

Media Visit/Kunjungan Media

Pemimpin organisasi dapat menggunakan kunjungan media ketika baru


menjabat atau ketika organisasi sedang mengalami krisis komunikasi. Fungsi kunjungan
media ini jika pemimpin organisasi baru memperkenalkan secara informal dan
menjelaskan kebijakan organisasi yang baru. Sedangkan jika sedang mengalami krisis,
media visit sangat berguna dalam memberikan sudut pandang organisasi secara lebih
mendalam.

Tujuan kunjungan media bukanlah pada pemberitaan secara langsung tetapi


memberikan pijakan bagi redaksi dalam menulis organisasi sehingga tulisan lebih
berimbang. Praktisi humas harus mempersiapkan kunjungan ini dengan mengirimkan
permohonan kunjungan secara resmi ke sekretaris redaksi dengan menjelaskan maksud
kunjungan dan siapa saja yang akan datang berkunjung. Disinilah sebenarnya
pentingnya hubungan pribadi informal dengan awak media dan pemimpin media. Jika
anda mengenal lebih dahulu pemimpin media maka kunjungan akan lebih cepat
diproses tetapi jika praktisi humas belum mengenal biasanya akan diproses lebih lama
dan kunjungan akan bersifat sangat formal.

115
EVALUASI HUBUNGAN MEDIA

Praktisi humas seringkali ditanya pemimpin perusahaan, seberapa besar


efektivitas dan efisiensi yang diraih dalam praktik hubungan media. Apakah fungsi
humas telah berperan maksimal. Hal tersebut menjadi pertanyaan lumrah dari setiap
komunikasi organisasi dengan publik. Untuk membuktikan pertanyaan manajemen
maka mau tidak mau praktisi humas harus melakukan evaluasi program hubungan
media.

Untuk mengukur apakah program hubungan media telah berhasil dilakukan


maka praktisi humas bisa menggunakan sejumlah metode antara lain: kliping berita,
perbandingan iklan dengan berita, pengukuran kualitas, dan benchmarking (Siler,
2006:318). Kliping berita yaitu mengumpulkan berita baik yang merupakan hasil kerja
proaktif praktisi humas seperti pengiriman siaran pers, penyelenggaraan konferensi
pers, media tour maupun yang merupakan hasil inisiatif dari media itu sendiri. Salah
satu pekerjaan utama sehari-hari dari praktisi humas adalah kliping berita terkait
organisasi.

Kedua, praktisi humas melakukan perbandingan antara nilai iklan di media


massa dengan nilai berita. Misalnya ukuran berita 4 x 10 mili meter kolom berarti
ukuran berita sebesar 40 mili meter kolom, jika tariff iklan di media tersebut misalnya
Rp 50 ribu per mmk maka nilai perbandingan berita dengan iklan sebesar 40 x Rp 50
ribu atau sekitar Rp 20 juta setara iklan.

Ketiga, praktisi humas bisa melakukan benchmarking dengan membandingkan


pemberitaan organisasi dengan competitor lain. Misalnya jika anda praktisi humas yang
bekerja di Garuda Indonesia maka anda bisa melakukan benchmarking dengan
pemberitaan Lion Air. Atau jika anda bekerja menjadi praktisi humas Telkomsel maka
sudah menjadi kewajiban untuk melakukan perbandingan dengan pemberitaan XL
Axiata dan Indosat. Terakhir, evaluasi hubungan media bisa dikaji dengan pengukuran
kualitas atau quality measurement . Praktisi humas dapat mengukur kualitas program
dengan melihat apakah pesan kunci organisasi telah dimuat di pemberitaan media.
Apakah media yang memuat berita organisasi telah sesuai dengan target awal dan
sesuai dengan pemangku kepentingan organisasi

116
SIMPULAN BAB

 Manfaat dari hubungan media bukanlah mengirimkan siaran pers atau


mengelola kebutuhan jurnalis atau bahkan mendorong terciptanya pemberitaan
masif di media massa. Manfaat sebenarnya hubungan media adalah membentuk
reputasi organisasi
 Dalam membangun hubungan media, seringkali terjadi perbedaan pandangan
dan penilaian baik dari sisi jurnalis maupun di sisi praktisi humas
 Praktisi humas seringkali melakukan kesalahan karena tidak mampu memahami
cara kerja jurnalis
 Praktisi humas haruslah fokus pada media mana yang harus dikelola
 Rilis media atau biasa disebut siaran pers adalah salah satu taktik yang paling
banyak digunakan dalam praktik hubungan masyarakat.
 Konferensi pers atau berita dilakukan ketika organisasi memiliki informasi
penting yang perlu dibagikan yang akan mempengaruhi publik
 Humas lembaga dalam periode satu tahun sekali bisa menyelenggarakan media
atau jurnalis award untuk mengapreasiasi pemberitaan jurnalis terhadap
organisasi
 Media tour dilakukan dengan mengundang jurnalis untuk melakukan peliputan
di tempat usaha
 Seorang praktisi humas bisa menggunakan cara wawancara khusus dalam
meningkatkan pemberitaan organisasi maupun pribadi pemimpin organisasi
 Salah satu cara membangun hubungan secara pribadi atau informal adalah
orgarnisasi menyelenggarakan media gathering yang sifatnya informal.
 Tujuan kunjungan media bukanlah pada pemberitaan secara langsung tetapi
memberikan pijakan bagi redaksi dalam menulis organisasi sehingga tulisan
lebih berimbang
 Untuk mengukur apakah program hubungan media telah berhasil dilakukan
maka praktisi humas bisa menggunakan sejumlah metode antara lain: kliping
berita, perbandingan iklan dengan berita, pengukuran kualitas, dan
benchmarking
***

117
HUMAS DALAM KONTEKS KOMUNIKASI
PEMASARAN

Setelah membaca bab awal ini maka Anda diharapkan

 Memahami konsep dasar pemasaran


 Konsep Dasar Komunikasi Pemasaran
 Model Hubungan Humas dan Pemasaran
 Hubungan Media Dalam Komunikasi Pemasaran
 Humas Pemasaran Berbasis Isu Sosial (Cause Related Marketing)

Perusahaan saat ini dihadapkan dengan iklim kompetisi usaha yang sangat ketat.
Tengok saja misalnya bidang usaha consumer goods atau biasa disebut dengan istilah
FMCG (Fast Moving Consumer Goods), perusahaan nasional produsen makanan seperti
Garuda Foods, Indofood, Mayora, Grup Orang Tua berhadapan dengan Kraft, Nestle,
Danone. Pemain lokal industri rokok Djarum dan Gudang Garam beradu kuat dengan
pemain global Phillip Morris dan British American Tobbaco. Raksasa nasional dalam
bidang toiletries Wings beradu pacu melawan raksasa global P&G dan Univeler.

Kondisi ini mendorong setiap pelaku usaha, baik itu korporasi nasional maupun
multinasional, tidak lengah dalam industri yang sangat kompetitif. Diperlukan strategi
dan taktik pemasaran yang mumpuni dalam menghadapi pertarungan bisnis yang
menguras energi dan pilihannya hidup atau mati. Pemasaran, secara tradisional telah
menjadi fungsi organisasi yang mapan dan teruji bagi semua korporasi dalam menjual
produk dan layanan kepada pembeli maupun pelanggan.

Terdapat 10 jenis komoditas yang bisa dipasarkan yang meliputi goods,


services, experiences, events, persons, places, properties, organizations, information,
dan ideas (Kotler, 2002:2). Barang telah menjadi komoditas pemasaran sejak peradaban
manusia mengenal transaksi jual beli. Anda sehari-hari membeli sejumlah barang yang
dipasarkan perusahaan, apa yang anda minum, makanan yang anda santap, pakaian

118
yang anda kenakan merupakan contoh dari bentuk barang sebagai komoditas.
Perusahaan yang bergerak dalam bidang penyediaan barang konsumsi disebut dengan
istilah consumer goods seperti Unilever, P&G, Wings, Orang Tua Group, Kraft Food,
Indofood.

Komoditas kedua yang dipasarkan berbentuk layanan seperti bidang kesehatan,


pendidikan, dan perbankan. Penyedia jasa akan menerapkan tarif atau biaya atas
layanan yang konsumen gunakan bias. Layanan ini bias bersifat langganan atau kontrak
dalam jangak tertentu seperti jasa perbankan jika anda memiliki rekening bank maka
anda setiap bulan akan dikenakan biaya adminitrasi. Tarif layanan juga bisa dibayar
pada satu waktu saja atau dibeli misalnya pacar atau istri anda menggunakan jasa klinik
kecantikan yang sekarang ini menjamur.

Komoditas yang ketiga adalah experiences atau pengalaman, misalnya wahana


Dufan, Disney World, Universal Studio yang memasarkan pengalaman bagi pembeli.
Gambaran lainnya, sejumlah restoran tidak hanya menjual rasa makanan semata tetapi
juga menjual pengalaman bagi pembeli misalnya merebaknya restoran mewah di daerah
kawasan Dago Pakar Bandung atau Puncak Bogor. Sejumlah restoran tersebut menjual
suasana alam sehingga meningkatkan nilai tambah dan harga jual terhadap konsumen.

Komoditas ke empat yang dijual pemasar adalah acara (event), misalnya


pergelaran musik, sepakbola, pameran. Sekarang ini, terjadi booming bisnis MICE,
Meeting Incentive Conference and Exebhition. Tengok saja dalam setahun dilaksanakan
sejumlah pameran seperti otomotif, perumahan, perkawinan, teknologi, dll. Tiap bulan
pergelaran musik baik dengan mendatangkan artis luar negeri maupun pentas artis
nasional diadakan di sejumlah kota besar di Indonesia. Sejumlah perusahaan
penyelenggara event seperti Dyandra, Panorama Convex menjadi penyelenggara event
promosi baik skala nasional maupun internasional. Pertandingan olahraga seperti
sepakbola dan basket juga telah menjadi industri yang bernilai puluhan miliar dollar.

Komoditas yang kelima adalah orang atau persons, misalnya manajemen artis,
motivator, tokoh politik, olahragawan. Pemasaran sosok pribadi sudah menjadi tren,
lihat saja motivator-motivator bertarif puluhan juta menjajakan kemampuannya baik di
media massa maupun media sosial tak kalah lihai dengan tokoh politik. Pemasaran
terhadap sosok dikaitkan pada konsep personal branding. Sejumlah tokoh seperti

119
Ridwan Kamil, Joko Widodo, Ahok, Risma menjadi komoditas unggul dalam konteks
pemasaran politik.

Tempat (places) juga menjadi komoditas unggulan dalam pemasaran misalnya


brand destination seperti tempat wisata. Sejumlah negara tetangga seperti Malaysia,
Singapura, Thailand sangat gencar menjajakan destinasi wisata ke wisatawan Indonesia
di media massa. Meningkatnya jumlah kelas menengah di Indonesia dan didorong oleh
menjamurnya layanan penerbangan murah mendorong pemasaran tempat wisata
menjadi booming.

Propertities seperti rumah, apartemen, pusat belanja merupakan komoditas yang


dijajakan ke konsumen dengan sangat massif. “Senin harga naik” menjadi tagline yang
familiar bagi kita yang menonton pariwara penjualan properti dari salah satu raksasa
perusahaan property di layar kaca setiap hari sabtu dan minggu. Gambaran lainnya,
magnet dari program midnight sales dan big sales menjadi salah satu pendorong bagi
konsumen membeli barang di pusat belanja yang menjamur di kota besar.

Sebuah perusahaan juga tidak hanya menjual produk atau layanannya tetapi juga
menjual organization atau perusahaan melalui corporate branding. Corporate branding
mempengaruhi dorongan untuk membeli suatu barang. Orang kaya lebih memilih
membeli produk seri C, seri M Mercedez Benz dibandingkan Toyota atau dalam
konteks lain produk iPhone dibeli dibandingkan Lenovo karena melihat reputasi
organisasi Apple yang sudah dibangun puluhan .

Penyedia layanan informasi seperti Surat kabar, majalah, situs menjual konten
kepada pembeli maupun pelanggan. Orang lebih percaya informasi berita yang
disajikan Kompas dibandingkan koran lainnya. Selain itu, perusahaan media massa
membeli berita dari sejumlah kantor berita seperti Reuters, Bloomberg. Calon investor
membeli informasi tentang kondisi sebuah korporasi kepada analis saham.

Terakhir, komoditas yang dijual adalah ide, sebut saja perusahaan konsultan,
desain, arsitek, pengacara, agensi iklan, kehumasan. Apa yang mereka jual adalah hasil
pemikiran yang bersifat intangible yang tidak kasat mata. Pelanggan menggunakan jasa
mereka untuk membeli ide dari mereka.

120
KONSEP DASAR PEMASARAN

Pemasaran didefinisikan sebagai sebuah proses sosial dan manajerial di mana


individu dan kelompok meraih apa yang mereka butuhkan dan inginkan melalui proses
penciptaan dan pertukaran produk dan nilai dengan orang lain ( Kotler dkk dalam
Copley 2004:4). Dari definisi tersebut terdapat konsep needs dan wants. Needs berarti
kebutuhan dasar hidup manusia seperti beras, sayur mayur, perlengkapan mandi.
Pemasaran juga menjual dimensi wants atau keinginan konsumen atau pelanggan
misalnya beras dan sayuran dijual sekarang muncul dengan varian organik dengan
harga yang jauh lebih mahal bisa 3-4 kali lipat dibandingkan beras atau sayuran biasa.
Perusahaan yang mampu menjual wants akan lebih mampu meraih marjin penjualan
lebih besar.

McCarthy mengembangkan konsep pemasaran secara tradisional terbagi ke


dalam konsep 4P yang dikenal dengan bauran pemasaran yaitu place, product, price,
dan promotion (Kotler 2002:9). Lauterborn mengembangkannya menjadi 4 C yaitu
bahwa setiap konsep “P” tersebut memiliki fokus yang berbeda-beda yaitu customer
solution, customer convenience, customer cost, dan communication. (Lao,

Aspek product terkait dengan dimensi customer solution terkait dengan solusi
apa yang diinginkan pelanggan atau pembeli. Jika anda membeli telepon pintar merek
Apple, Anda sebenarnya mencari solusi berbeda dengan merek Samsung. Pembeli
Apple akan merasakan manfaat yang berbeda seperti persepsi dari pemakai telepon
pintar lainnya ataupun produk tersebut memberikan identifikasi diri yang berbeda
sebagai konsumen yang melek teknologi tinggi atau dianggap anak gaul oleh
lingkungan sekitar. Setiap konsumen membutuhkan solusi produk yang berbeda-beda.

Aspek place terkait dengan dimensi customer convenience yaitu kenyamanan


yang dibutuhkan pembeli ketika membeli atau mengkonsumsi produk atau layanan.
Hal ini tergambar kenapa masyarakat kelas menengah atas perkotaan lebih memilih
berbelanja kebutuhan pokok di supermarket daripada di pasar tradisional. Meskipun
harga di pasar tradisional lebih murah tetapi tidak mampu memberikan kenyamanan
berbelanja seperti kebersihan, keamanan seperti yang didapatkan jika berbelanja di
supermarket.

121
Dari konsep kenyamanan pelanggan ini lah muncul istilah baru di dalam
pemasaran yaitu experiental marketing. Strategi pemasaran berbasiskan pengalaman
pelanggan. Menurut Schmitt (1999:53), para praktisi pemasar harus menyediakan
stimulus yang berbentuk dalam pengalaman pelanggan atau berfungsi sebagai penyedia
pengalaman, sehingga hasilnya korporasi dan merek dilihat lebih menarik, disukai, dan
mengagumkan.

Aspek price terkait dengan customer cost yaitu dimensi biaya konsumen.
Dimensi harga bisa menjadi penentu apakah konsumen akan membeli produk tertentu.
Seorang ibu rumah tangga memilih memasak sendiri daripada membeli masakan jadi
karena faktor biaya yang lebih rendah. Peter dan Olson (2009:441) berpendapat dari
sudut pandang konsumen, harga biasanya didefinisikan sebagai sejauhmana konsumen
harus menyerah untuk membeli produk atau layanan. Berdasarkan sejumlah riset, harga
hanya dilihat pada seberapa nominal yang dibayarkan.

Terakhir promotion terkait dengan dimensi communication yaitu dimensi


komunikasi yang dibangun antara penyedia produk dengan pembeli atau pelanggan.
Pengalaman penulis memilih membeli produk popok bayi menunggu promosi penjualan
yang biasa terjadi di akhir pekan. Akibatnya tiap minggu, merek yang dibeli dan tempat
membeli akan mengikuti promosi penjualan apakah di Giants, Superindo, atau Lotte.
Merek yang dibelipun berubah-ubah, kadang Mamy Poko, di lain waktu Pampers

Sekarang yang menjadi pertanyaan di manakah posisi hubungan masyarakat


dalam konteks bauran pemasaran? Pandangan mayoritas menempatkan fungsi
hubungan pemasyarakat ke dalam fungsi promotion atau yang biasa dikenal dengan
istilah komunikasi pemasaran. Fill (2010:14) menyatakan bahwa fungsi hubungan
masyarakat merupakan bagian dari bauran pemasaran dalam konteks komunikasi
pemasaran yaitu sales promotion, direct marketing, advertising, personal selling, dan
public relations.

122
Gambar 27 Atribut Komunikasi Pemasaran (Fill (2010:14)

KONSEP DASAR KOMUNIKASI PEMASARAN

Sebelum kita mengkaji konsep hubungan masyarakat pemasaran atau biasa


dikenal dengan marketing public relations. Terlebih dahulu dikaji atribut konsep
komunikasi pemasaran yaitu iklan, personal selling, direct marketing, sales promotions,
dan public relations.

Iklan

Iklan merupakan komunikasi massa yang bersifat non personal menggunakan


media massa seperti televisi, radio, surat kabar, majalah, papan reklame) berisi konten
yang telah ditentukan muatannya dan bersifat berbayar oleh suatu korporasi ( de
Pelsmacker dkk, 2010:4). Beberapa dekade belakangan ini, efektivitas iklan
menghadapi tantangan besar, khususnya terkait dengan makin tumbuhnya pasar global
dan kebutuhan untuk mempertimbangkan komunikasi lintas budaya dan sejauhmana
pesan iklan dapat distandarisasi apakah bersifat lintas batas negara atau justru
sebaliknya lokal terkait dengan pangsa pasar yang bersifat spesifik (Kitchen dan de
Pelsmacker, 2004:38). Perubahan lanskap media menjadikan iklan berbasis media
tradisional menjadi berkurang semakin berkurang efektivitasnya. Khalayak mulai
meninggalkan media tradisional seperti media cetak dan radio dan menggunakan
internet sebagai sumber informasi. Untuk saat ini, tinggal televisi yang masih memiliki

123
jangkauan khalayak paling luas, media cetak dan radio dari tahun ke tahun
penggunanya semakin sedikit. Kondisi ini mendorong pemasar untuk menggunakan
iklan berbasis internet terutama bagi masyarakat yang melek teknologi informasi

De Pelsmaker dkk (2010:214) membagi tipe iklan ke dalam 4 kategori yaitu


sender, message, receiver, dan media yang digunakan. Tipe iklan terkait Sender atau
pengirim atau korporasi yang memasang iklan meliputi iklan perusahaan manufaktur,
iklan kolektif, iklan perusahaan ritel, iklan kerjasama, dan iklan ide. Iklan manufaktur
yaitu perusahaan yang memasarkan produknya dengan memasang iklan misalnya,
perusahaan BMW memasarkan produk seri 3, atau Toyota memasang iklan Lexus.

Iklan retailer yaitu iklan yang dipasang oleh korporasi yang bergerak di bidang
perdagangan seperti misalnya tiap akhir pekan jika anda jeli perhatikan, sejumlah
peritel modern seperti Carefour, Hypermart, Giant genjar memasang iklan promosi
diskon harga barang yang dijual selama periode akhir pekan. Genjarnya peritel
memasang iklan tiap akhir pekan memakan korban peritel kecil yang tidak memiliki
cukup dana promosi dan juga pasar tradisional yang mulai ditinggalkan konsumen.

Iklan kerjasama ketika dua korporasi atau lebih menjalin kerjasama melakukan
iklan co-branding misalnya iklan produk telepon pintar dengan produk power bank atau
iklan produk laptop dengan printer. Jika anda membeli telepon pintar maka akan
mendapatkan bonus power bank. Contoh lainnya adalah iklan kartu kredit yang berupa
diskon harga bekerjasama dengan tenant atau peritel pusat perbelanjaan. Iklan
kerjasama ini dana promosinya ditanggung oleh kedua belah pihak.

Iklan kolektif terkait dengan iklan yang mendorong inisiatif tindakan sosial,
biasanya iklan ini berhubungan dengan kampanye sosial atau iklan layanan masyarakat.
Misalnya, pemerintah yang memasang iklan tentang pencegahan penyakit atau iklan
keluarga berencana. Dari dimensi pesan iklan, terbagi ke dalam sejumlah kategori
antara lain iklan yang bersifat informasi, transformasional, institutional, selective vs
generic, theme vs action. Korporasi ketika mengembangkan pesan iklan bisa memilih
salah satu strategi pesan tersebut bergantung pada objektif dan sasaran khalayak yang
ingin dicapai.

Pesan yang bersifat transformational mengandung motivasi positif bagi


khalayak seperti kesenangan indera, penerimaan sosial, atau stimulasi kognisi,

124
sedangkan pesan informational terkait dengan pengurangan ketidakpastian seperti
informasi penyelesaian atau penghindarian terkait masalah yang dihadapi khalayak (de
Pelsmaker dkk, 2010:88).

Pesan iklan transformatif misalnya iklan yang menawarkan rasa kesenangan,


bahagia, atau rangsangan emosional seperti iklan kosmetik yang menampilkan artis
cantik, iklan kejantanan laki-laki atau produk kondom. Iklan destinasi wisata juga
menawarkan rasa senang. Sedangkan pesan iklan yang informatif seperti iklan produk
asuransi, layanan perbankan. Iklan informatif fokus pada manfaat yang diberikan
produk tersebut seperti jika iklan asuransi mengenai manfaat perawatan kesehatan,
iklan perbankan terkait keamanan atau kemudahan bertransaksi.

Pesan iklan institutional fokus pada kampanye sosial yang dilakukan oleh
institusi atau lembaga pemerintah terhadap isu sosial ataupun kebijakan publik misalnya
iklan keluarga berencana, iklan pemberantasan korupsi, iklan layanan kesehatan.
Sayangnya, iklan pemerintah di Indonesia seringkali pesannya bersifat tidak jelas atau
bahkan iklan institusi pemerintah justru lebih fokus pada muatan komunikasi politik
pribadi tokoh politik atau pemerintah dibandingkan isu yang ingin dibangun. Ambil
contoh misalnya sejumlah iklan media luar ruang seperti billboard yang justru lebih
besar tokohnya daripada pesan inti dari kampanye sosial tersebut.

Pesan iklan bisa bersifat selektif maupun umum, selektif dalam arti fokus secara
spesifik kepada produk atau merek tertentu, misalnya iklan Telkomsel fokus pada kartu
AS, kartu Halo, ataupun simpati. Di sisi lain, iklan korporasi juga bersifat umum
misalnya fokus pada reputasi korporasi, kinerja korporasi, merek korporasi termasuk di
dalamnya membahas sejumlah produk yang dimiliki organisasi.

Pesan iklan juga bisa fokus pada tema atau justru pada tindakan khalayak. Pesan
yang fokus pada tema lebih pada membangun ekuitas merek sebaliknya iklan yang
fokus pada tindakan bertujuan mendorong khalayak membeli produk dan layanan jasa
dalam kurun waktu segera. Iklan tema misalnya apa yang dilakukan korporasi seperti
Djarum atau Gudang Garam ketika hari raya keagamaan dengan mengusung tema kasih
sayang. Sedangkan momen hari kemerdekaan, biasanya korporasi membangun merek
korporasi dan produk dengan tema nasionalisme. Sedangkan iklan tindakan biasanya

125
berisi promosi produk seperti diskon atau cash back sehingga mendorong calon pembeli
untuk membeli produk dalam kurun waktu yang tidak lama dari pemasangan iklan.

Ketika mengembangkan pesan iklan, praktisi komunikasi pemasaran bisa


menggunakan tiga pendekatan pesan yaitu pendekatan rasional, emosional maupun
endorser (de Pelsmaker dkk, 2010:223). Pendekatan rasional menggunakan basis logis
dan biasanya fokus pada fitur atau manfaat produk yang akan diperoleh oleh konsumen
ketika mengkonsumsi produk atau jasa dari suatu korporasi.

Terdapat sejumlah strategi rasional yang bisa digunakan antara lain testimoni,
komparasi, solusi, demontrasi produk, dramatisasi, iklan slice of life (de Pelsmaker
dkk, 2010:224). Iklan testimoni adalah iklan yang strategi persuasinya dengan
menggunakan kesaksian konsumen yang telah menggunakan produk atau layanan
sebuah korporasi. Kesaksian konsumen ini diharapkan bisa mendorong calon pembeli
untuk mencoba produk atau melakukan proses imitasi tindakan. Strategi ini juga bisa
digunakan dalam kampanye iklan layanan masyarakat atau kampanye sosial, biasanya
institusi pemerintah menggunakan artis papan atas, jika menggunakan strategi ini
bintang iklannya dari kalangan rakyat biasa. Strategi testimoni digunakan oleh
Pemerintah Kota Bandung untuk kampanye Bandung kota yang ramah.

Iklan komparasi dengan membandingkan keunggulan produk A dengan produk


yang lain. Iklan komparasi fokus pada keunggulan produk yang dimiliki korporasi dan
menyerang titik lemah produk atau layanan kompetitor. Contoh iklan yang
menggunakan strategi ini antara lain Indovision dengan pawang hujan, iklan ini
berusaha mengkomparasikan dengan layanan televisi kabel lainnya yang jika hujan
mengalami gangguan.

Strategi pesan iklan dengan menggunakan slice of life, yaitu pendekatan real life
atau kehidupan nyata di mana konsumen seperti merasakannya dalam kehidupan sehari-
hari. Konsep strategi pesan iklan ini digunakan oleh Rinso yang mengusung pesan
“berani kotor itu baik”. Kampanye iklan ini didorong oleh pandangan negatif mayoritas
ibu-ibu terhadap aktivitas anak yang suka main kotor-kotoran dan membuat mencuci
pakaian menjadi lebih berat.

Pendekatan demonstrasi produk yaitu iklan yang menggambarkan bagaimana


produk atau layanan digunakan dan ditampilkan manfaat yang bisa diraih dari

126
penggunaan produk tersebut. Misalnya dalam iklan pasta gigi Colgate mengusung tema
mampu membunuh bakteri dalam rentang waktu 12 jam. Iklan tersebut menampilkan
seorang penumpang yang terbang lintas benua kemudian pada adegan terakhir diukur
perubahan.

Iklan yang menggunakan pendekatan solusi masalah fokus pada informasi


produk di mana konsumen dapat meraih sejumlah manfaat seperti harga, fitur, kualitas,
kandungan isi produk, jaminan garansi produk. Misalnya iklan kredit kepemilikan
rumah di mana bank menawarkan bunga kredit rendah dalam jangka waktu lebih lama,
atau gambaran lainnya seperti iklan belanja dengan kartu kartu kredit menawarkan
cicilan 0 % dalam jangka waktu tertentu.

Pendekatan iklan yang kedua adalah emosional, iklan emosional terkait pada
iklan yang berusaha membangun emosi pada konsumen dibandingkan pada aspek cara
berpikir khlayak. Iklan yang bersifat emosional secara garis besar mengunakan elemen
non verbal yang kuat seperti stimuli emosional dan gambar ( Pelsmaker dkk, 2010:257).
Pertamina ketika menghadapi kompetisi dengan raksasa minyak yang lebih besar dalam
bisnis SPBU seperti Shell, Petronas, Total, menggunakan isu nasionalisme untuk
mendorong konsumen membeli produk Pertamina yang diasosiasikan dengan produk
bangsa Indonesia dengan slogan “Kita Untung Bangsa Untung”.

Strategi nasionalisme juga digunakan raksasa konglomerasi multi usaha PT


Astra Internasional. Astra Internasional, secara status sebenarnya kepemilikan modal
bukanlah perusahaan nasional lagi karena mayoritas sahamnya dikuasai perusahaan
investasi berbasis Hongkong. Astra dengan cerdik menggunakan isu nasionalisme untuk
membangun identitas merek sebagai representasi bangsa Indonesia, meskipun
sebenarnya secara kepemilikan adalah milik perusahaan asing. Tujuan utama Astra
adalah menghindari resistensi konsumen terhadap produk asing, seperti halnya dialami
oleh sejumlah produk Malaysia yang dijauhi konsumen di Indonesia karena alasan
nasionalisme. Selain isu nasionalisme, pendekatan emosional juga bisa mengeksplorasi
rasa takut, rasa senang, erotisme, humor, di dalam pesan iklan. Misalnya erotisme, anda
mungkin pernah melihat iklan pompa air dengan tagline produk “Sedotannya kuat,
Semburannya kenceng” menampilkan model iklan yang seksi.

127
Pendekatan ketiga yang bisa digunakan dalam mengembangkan pesan iklan
adalah penggunaan endorsers. Endorser ini bisa menggunakan artis seperti duta produk.
Dian Sastro sebagai bintang Lux, Panasonic atau contoh lainnya Pantene yang
menampilkan penyanyi Anggun C Sasmi. Selain artis, ahli atau pakar juga bisa menjadi
endorsers dari sebuah produk. Misalnya penggunaan dokter sebagai endorsers produk
kecantikan atau kesehatan.

Personal Selling

Personal selling terkait dengan mencari, menginformasikan, mempersuasi dan


pada saat bersamaan memberikan pelayanan pelanggan melalui komunikasi dua arah
bersifat pribadi yang menjadi kekuataannya. Hal ini berarti membantu pelanggan dalam
mengartikulasikan kebutuhan, dan menyesuaikan pesan persuasif untuk menjawab
kebutuhan tersebut, kemudian menangani respon pelanggan untuk menciptakan
pertukaran nilai yang saling menguntungkan (Brassington dan Pettit dalam Blythe
2006:254).

Terdapat tiga tipe bisnis yang menggunakan personal selling yaitu pasar
konsumen di mana penjualan membutuhkan kontak dengan perdagangan ritel (saluran
B2B, termasuk dengan anggota channel lainnya atau konsumen secara langsung)
(Copley, 2004:344). Misalnya, perusahaan rokok memiliki tenaga penjualan langsung
yang menyasar ke toko-toko ritel seperti pasar dan toko kelontong kecil maupun tenaga
penjualan ke toko grosir seperti Indo Maret, Alfa Maret, Lotte. Industri lain yang
menggunakan personal selling adalah perusahaan asuransi yang menggunakan agen
atau industri perbankan yang menangani nasabah-nasabah kelas kakap dengan layanan
private banking.

Personal selling juga diimpelementasikan pada bisnis layanan profesional B2B,


di mana tipe penjualan membutuhkan spesifikasi khusus dan penawaran layanannya
bersifat sesuai pesanan dan ditawarkan kepada klien (Copley, 2004:344). Industri jasa
konsultan seperti iklan, kehumasan, konsultan kontruksi biasanya memiliki manajemen
klien (account management) yang ditangani account officer atau account executive.
Misalnya berdasarkan pengalaman saya dulu di sebuah agensi humas, setiap klien
ditangani 2-3 orang dalam satu tim, satu orang berperan sebagai account manager, dua
orang lainnya sebagai associate yang membantu. Tim tersebut menangani klien dari

128
pertemuan awal, presentasi, setelah kontrak disetujui klien maka tim akan bertindak
sebagai pengelola klien tersebut secara langsung disupervisi oleh account director.

Tipe bisnis yang ketiga adalah B2B yang bersifat industrial, contohnya
komponen atau sukucadang yang dijual kepada perusahaan lain untuk dikembangkan
menjadi barang jadi (Copley, 2004:344). Misalnya perusahaan telepon pintar seperti
Samsung menggunakan lensa kamera buatan Sony, atau contoh lainnya baterai laptop
juga menggunakan produk Sony. Industri otomotif Toyota membeli suku cadang dari
perusahaan ban Bridgestone, industri komputer membeli prosesor dari Intel atau AMD.
Proses jual beli antar perusahaan tersebut menggunakan personal selling.

Pickton dan Broderick (2005:691) membagi karakteristik personal selling ke


dalam dua tipe terkait pada aspek nilai penjualan dan kompleksitas komunikasi dengan
klien. Jika nilai penjualan kecil dan membutuhkan proses komunikasi dan hubungan
komunikasi yang rendah maka digunakan penjualan secara langsung kepada konsumen.
Tipe ini digunakan pada bisnis seperti MLM, Asuransi, Perbankan. Tipe yang kedua di
mana nilai penjualan besar dan membutuhkan tingkat komunikasi dan ketrampilan
kompetensi komunikasi tinggi maka menggunakan personal selling Key Account
Management. Tipe ini digunakan dalam konteks hubungan B2B, misalnya perusahaan
FMCG seperti P&G, Kraft, Unilever menggunakan key account management untuk
mengelola penjualan ke sejumlah jaringan pasar swalayan atau super market seperti
Carefour, Giant, Superindo, Alfa dll.

Sales Promotions

Tak ada konsumen yang menolak promosi yang ditawarkan produsen atau
penjual. Tengok saja saat pusat perbelanjaan melakukan program midnight sales dengan
menawarkan diskon besar-besaran. Para konsumen seperti kerumunan semut yang
mengerubuti gula. Promosi penjualan menjadi salah satu alat komunikasi pemasaran
yang efektif dalam mendorong pembelian konsumen secara cepat.

Coba anda perhatikan iklan di surat kabar setiap akhir pekan, pusat perbelanjaan
ritel seperti Carefour, Giant, Hypermart secara berkala berlomba-lomba melakukan
promosi penjualan dengan memberikan diskon harga pada sejumlah barang yang dijual
untuk menarik konsumen membeli barang. Setiap minggu barang yang didiskon
berbeda-beda.

129
Promosi penjualan didefinisikan sebagai insentif yang diberikan produsen atau
penyedia layanan untuk mendorong perdagangan baik grosir maupun ritel dan
konsumen membeli merek dan mendorong tenaga penjualan secara agresif menjualnya.
Insentif tersebut bersifat tambahan dari manfaat dasar yang diberikan merek dan secara
mendadak dapat merubah nilai atau harga barang atau layanan (Shrimp dalam Pickton
dan Broderick, 2005:638).

Fill (2004:538) membagi dua program promosi yaitu pertama value increasing
di mana nilai barang ditingkatkan dengan melakukan penawaran perubahan kuantitas
atau kualitas atau dengan menurunkan harga. Secara umum tipe ini sangat efektif dalam
jangka pendek. Taktik yang digunakan meliputi pemberian diskon, kupon, cara
pembayaran (tanpa dikenakan bunga), refunds, garansi, multipack, peningkatan jumlah,
dan buy back (pembelian kembali).

Diskon merupakan taktik komunikasi pemasaran yang paling umum dengan


memberikan potongan harga pembelian seperti diskon 10 %, 20 %. Misalnya pada saat
pameran perumahan biasanya perusahaan properti memberikan harga diskon khusus
pameran. Cara lain digunakan oleh pusat perbelanjaan dengan menyelenggarakan
midnight sales. Diskon penjualan juga bisa menggunakan momentum seperti hari
raya,hari kemerdekaan atau juga dengan kategori khusus dan bersifat unik seperti yang
dilakukan oleh D’Cost dengan menggunakan KTP.

Masyarakat modern tidak bisa dilepaskan dengan pembayaran cara kredit.


Tumbuh kembangnya bisnis pembiayaan dan jasa keuangan mendorong konsumsi
barang dan jasa secara masif. Salah satu teknik promosi penjualan yang menggunakan
pendekatan pembayaran melalui kerjasama dengan bank atau lembaga pembiayaan.
Tawaran promosi yang biasa digunakan adalah cicilan tanpa bunga. Cara ini ditempuh
oleh sejumlah produsen seperti telepon seluler,televisi bekerjasama dengan bank atau
kartu kredit seperti Visa, Master Card dengan menerapkan cicilan tanpa bunga.
Perusahaan properti bekerjasama dengan bank menggunakan strategi memberikan
jangka waktu pengembalian pinjaman lebih lama, misalnya maksimal KPR 20 tahun
atau bunga dua pertama lebih rendah dibandingkan pesaing.

Buy back atau pembelian kembali dilakukan oleh produsen dengan membeli
kembali produk yang telah dibeli konsumen. Cara ini biasanya ditempuh oleh produsen

130
otomotif misalnya BMW yang membuka toko used car atau mobil bekas yang dibeli
dari konsumen sebelumnya. Buy back ini memberikan rasa aman bagi konsumen bahwa
barang yang dibeli akan mudah dijual dan harga jualnya tidak jatuh. Strategi buy back
ini juga digunakan oleh produsen pakaian Levi’s

Promosi penjualan dengan cara refund atau pengembalian dana dilakukan


seumpama produk yang dijual mengalami cacat produk sehingga konsumen bisa
meminta kembali uang yang telah dikeluarkan. Promosi ini dilakukan bagi produk-
produk yang rentan rusak seperti telepon seluler atau juga bisa dilakukan di industri
penerbangan dengan refund pembelian tiket.

Produsen juga bisa menerapkan strategi promosi dengan peningkatan jumlah


yang dibeli seperti program buy 1 get 1. Secara naluriah, konsumen akan membeli
produk tersebut karena merasa harganya menjadi lebih murah karena mendapatkan
kuantitas barang lebih banyak dibandingkan membeli satu.

Strategi yang kedua adalah value adding yaitu produsen menawarkan tambahan
atas produk atau harga yang ditawarkan. Hadiah, informasi, atau peluang dapat
ditambahkan sebagai ekstra manfaat. Taktik yang digunakan antara lain sampel produk,
edisi terbatas, uji produk, hadiah dalam kemasan, hadiah melalui surat, kupon hadiah,
informasi brosur, program loyalitas konsumen, kompetisi (Fill, 2004:538).

Sampel produk biasa digunakan oleh produsen makanan atau minuman ketika
mengeluarkan produk baru, misalnya membagikan produk baru di pusat perbelanjaan
atau SPBU secara gratis kepada konsumen. Edisi terbatas digunakan oleh sejumlah
produsen seperti raksasa otomotif Mercedez Benz yang mengeluarkan mobil edisi batik
secara terbatas. Produsen barang mewah biasanya menggunakan strategi edisi terbatas
ini untuk menciptakan rasa memiliki konsumen terhadap produk dan juga menciptakan
efek publisitas di media massa.

Uji produk digunakan sejumlah perusahaan seperti layanan televisi kabel yang
memberikan gratis all channel dalam tiga bulan. Taktik ini juga bisa digunakan
produsen otomotif mewah dengan mengundang konsumen yang loyal untuk menguji
produk terbaru di lintasan sirkuit. Pemberian hadiah baik dalam kemasan biasa
digunakan oleh produsen produk-produk makanan, dengan memberikan hadiah
tambahan di dalam kemasan. Bagi ibu-ibu juga sering terdorong membeli barang

131
kebutuhan pokok di pusat perbelanjaan karena mendapatkan bonus piring atau peralatan
dapur lainnya meskipun sebenarnya mereka tidak membutuhkan barang yang dibeli.

Kupon hadiah juga bisa digunakan di mana konsumen harus menukarkan kupon
tersebut untuk ditukarkan dengan barang. Misalnya kupon ditukarkan dengan payung,
kaos, dll. Kupon ini biasa digunakan oleh perusahaan ritel. Konsumen biasanya harus
mengumpulkan sejumlah kupon yang didapatkan dari minimal pembelian. Misalnya
satu kupon per belanja Rp 50 ribu.

Pengundian hadiah juga merupakan alat daya tarik konsumen dalam


komunikasi pemasaran. Meskipun sebenarnya kans konsumen sangat kecil untuk
menang tetapi pengundian hadiah dapat mendorong konsumen membeli produk atau
layanan. Misalnya program promosi di perbankan yang menggunakan pengundian
hadiah seperti Untung Beliung Britama, Mandiri Fiesta, Gebyar BCA.

Direct Marketing

Pemasaran langsung atau biasa dikenal dengan istilah direct marketing


merupakan semua aktivitas media yang mendorong terciptanya komunikasi dan respon
terhadap pelanggan yang sudah ada maupun pelanggan potensial. Istilah ini mengacu
juga pada direct mail, dialogue marketing, personal marketing, dan database marketing
(Bird, dalam Fill 2010:624). Menurut Blythe (2006:205), istilah pemasaran langsung
atau pemasaran berbasis database memiliki makna sama. Meskipun begitu, faktanya
database marketing sebenarnya hanyalah bagian dari fungsi direct marketing yang
menggunakan aplikasi komputer, bentuk lain dari direct marketing tidak menggunakan
aplikasi computer.

Direct marketing seringkali mendapatkan cap yang negatif baik dari pelanggan
maupun calon pelanggan karena seringkali melanggar privasi pribadi. Pesan yang
diterima justru seringkali dicibir dianggap sebagai pesan sampah yang mengganggu.
Untuk hal tersebut, pemasar harus berhati-hati menggunakan direct marketing.

Public Relations

Humas dan pemasaran menjadi perdebatan konseptual dan praktis yang menarik
untuk dikaji. Bagi pendukung pemasaran, humas hanyalah sebatas pendukung kerja

132
pemasaran, sebaliknya bagi pendukung humas, pemasaran tidak akan mampu
membangun reputasi produk dan korporat tanpa dengan humas. Fungsi humas dalam
konteks komunikasi pemasaran meliputi publisitas produk, krisis komunikasi dan
identitas korporasi, sponsorship, dan iklan korporat (Hutton dalam Pelsmacker dkk,
2010:18).

Marketing Public Relations adalah penggunaan teknik dan strategi hubungan


masyarakat dalam meraih tujuan pemasaran. Manfaat dari Marketing Public Relations
adalah meraih kesadaran pelanggan, mendorong penjualan, menfasilitasi konsumsi, dan
membangun hubungan pelanggan dengan perusahaan dan merek (Harris dalam Kitchen
dan Schultz, 2001:177).

Sedangkan Harris mendefinisikan Marketing Public Relations sebagai proses


perencanaan, implementasi dan mengevaluasi program yang mampi mendorong
pembelian dan kepuasan pelanggan melalui komunikasi yang kredibel yang
mengandung informasi dan kesan yang mengidentifikasi perusahaan dan produk
mereka dengan kebutuhan, keinginan, dan kepentingan konsumen (Kitchen dan
Papasolomou, 1997:73).

Cornelissen (2004:40) secara konseptual membedakan fungsi humas dan


pemasaran ke dalam sebuah diagram di mana ada fungsi yang berbeda yaitu pemasaran
fokus kepada pasar, pengembangan produk, distribusi, pelayanan, penjualan, promosi,
iklan produk dan harga. Sebaliknya Humas fokus pada fungsi publikasi,
penyelenggaraan acara, manajemen isu, hubungan komunitas, hubungan media, CSR,
identitas perusahaan. Meskipun begitu humas dan pemasaran sebenarnya memiliki
fungsi yang saling memperkuat dan bisa dikerjakan secara bersama-sama yaitu terkait
kepuasan pelanggan, reputasi korporat, strategi media, iklan perusahaan, pengukuran
sikap karyawan, pengukuran citra perusahaan.

133
Gambar 28 Konsep PR dan Marketing (Cornelissen, 2004:40)

Pickton dan Broderick (2005:17) mengemukakan fungsi hubungan masyarakat


dalam komunikasi pemasaran memiliki fungsi dasar dan fungsi singgungan. Fungsi
dasar hubungan masyarakat meliputi publisitas, identitas korporasi, dan manajemen
pemangku kepentingan. Sedangkan fungsi singgungan humas terkait dengan dua aspek
komunikasi pemasaran yaitu pertama bersinggungan dengan personal selling yang
meliputi manajemen event, lobbying, dan kontak karyawan-publik. Humas juga
bersinggungan dengan fungsi periklanan terkait dengan iklan korporasi, penempatan
produk, dan sponsorship.

Manajemen event yang diselenggarakan praktisi hubungan masyarakat antara


lain penyelenggaraan seminar, konferensi pers, peluncuran produk baru, pameran
produk. Lobbying dalam konteks komunikasi pemasaran dilakukan hubungan
masyarakat terhadap pengambil kebijakan (pemerintah) ketika produk mengalami
krisis dan dilakukan penarikan produk. Lobi juga bisa dilakukan ketika korporasi ingin
masuk ke pasar baru di sebuah negara. Kontak karyawan publik dilakukan humas pada
saat melibatkan karyawan dalam kegiatan event komunikasi pemasaran. Misalnya Bank
Mandiri memberikan sponsor lomba lari, dalam penyelenggaraan melibatkan partisipasi
karyawan untuk menjadi peserta lomba.

134
Gambar 28 Singgungan antar fungsi Komunikasi Pemasaran Pickton dan
Broderick (2005:17)

Peran humas di dalam pemasaran meliputi kegiatan sebagai berikut : (Wells and
Spinks, 1998, pp. 439-41):

 Membentuk citra yang menguntungkan bagi organisasi

 Mempublikasikan produk dan layanan terbaru, aktivitas internal organisasi dan


pengembangan organisasi

 Mempromosikan produk layanan dan aktivitas yang telah ada sebelumnya

135
 Membuka peluang penampilan personal pemimpin organisasi dan
mempublikasikan penampilan publik yang menguntungkan

 Melaksanakan survey persepsi pelanggan terhadap produk, layanan, dan


program pemasaran organisasi

 Mengamankan liputan media terkait aktivitas event perusahaan seperti pameran


dagang, konferensi dan promosi pemasaran

MODEL HUBUNGAN HUMAS DAN PEMASARAN

Terjadi perdebatan pandangan terkait fungsi pemasaran dan hubungan


masyarakat di dalam organisasi bisnis. Menurut Cornelissen (2004:38), inti dari
perbedaan pandangan tersebut terkait pada titik pijakan tradisional yang menyatakan
bahwa pemasaran berhubungan dengan pasar sedangkan hubungan masyarakat
berkaitan dengan semua publik organisasi. Hubungan antara pemasaran dengan
hubungan masyarakat selalu menjadi bersifat kontroversional dikaitkan pada debat
utama mengenai peran keduanya, dalam sudut pandang pemasaran, hubungan
masyarakat dilihat sebagai fungsi publisitas yang peran utamanya memberikan
dukungan bagi kampanye yang dilakukan pemasaran (Moss et al, 1996:71). Pendapat
senada juga dikemukakan Tech dan Yeomans (2009:31), yang menyatakan bahwa
mayoritas praktisi pemasaran melihat fungsi humas sebatas publisitas pemberitaan
media untuk mendukung promosi produk dan layanan kepada konsumen. Meskipun
begitu, hubungan masyarakat tidak semata hal tersebut, humas terkait dengan
membangun hubungan dengan sejumlah pemangku kepentingan dengan menggunakan
sejumlah teknik dan saluran komunikasi secara menyeluruh. Salah satu tokoh
pemasaran dunia Phillip Kotler mengembangkan model relasi antara hubungan
masyarakat dengan praktik pemasaran. Kotler dan Mindak memetakan lima tipe
hubungan antara pemasaran dan hubungan masyarakat yaitu antara lain (Grunig dan
Grunig, 1998:142).

Pertama, fungsi pemasaran terpisah tetapi memiliki fungsi yang setara) dengan
hubungan masyarakat memiliki beda fungsi, perspektif dan kapabilitas yang berbeda.
Misalnya di sebuah perusahaan tambang fungsi pemasaran fokus bertujuan untuk
mendorong penjualan, sedangkan fungsi humas terpisah dengan fokus pada
membangun hubungan baik dengan media, lobi pengambil kebijakan, mengelola

136
hubungan dengan investor, dan hubungan komunitas. Kedua fungsi tersebut berdiri
sendiri dengan masing-masing fungsi yang sudah ditetapkan pemimpin perusahaan.

Gambar 29 Model Hubungan Pemasaran dan PR Terpisah (Kotler dan Mindak,


dalam Grunig dan Grunig, 1998:142

Model yang kedua, fungsi pemasaran dan hubungan masyarakat setara tetapi
memiliki fungsi yang yang saling beririsan (keduanya penting dan terpisah, tetapi
memiliki sejumlah fungsi yang dilakukan bersama-sama seperti publisitas produk,
hubungan pelanggan. Humas berfungsi sebagai anjing penjaga pada tanggungjawab
sosial pemasaran. Contohnya dalam bidang usaha consumer goods, fungsi pemasaran
dan hubungan masyarakat terpisah. Tetapi ketika perusahaan consumer goods
mengadakan acara atau meluncurkan produk baru maka ditangani fungsi pemasaran dan
hubungan masyarakat secara bersamaan.

137
Gambar 30 Model Hubungan Pemasaran dan Humas Bersinggungan (Kotler dan
Mindak, dalam Grunig dan Grunig, 1998:142

Model ketiga yaitu pemasaran sebagai fungsi dominan di dalam organisasi


dibandingkan hubungan masyarakat di mana pemasaran bertanggungjawab mengelola
dengan semua publik seperti halnya dengan hubungan dengan pelanggan. Hubungan
masyarakat dikategorikan sebagai sub-ordinat pemasaran. Hubungan yang bersifat
dominasi pemasaran terhadap hubungan masyarakat ini yang masih dominan di praktik
bisnis saat ini, terutama dalam bisnis sebagian besar consumer goods di mana fungsi
pemasaran sangatlah digdaya. Fungsi hubungan masyarakat diaplikasikan hanyalah
sebatas pendukung pemasaran misalnya publisitas produk, mengundang jurnalis, atau
ketika perusahaan menghadapi krisis.

Model ini dominan dalam praktik bisnis karena persepsi pelaku bisnis yang
melihat pemasaran berdampak lebih nyata dan bisa diukur dibandingkan hubungan
masyarakat. Pemberitaan terhadap produk atau korporasi dinilai tidak berbanding lurus
dengan penjualan produk. Peran humas terkesan marjinal di dalam korporasi dengan
sumber daya yang terbatas dan posisi humas biasanya bersifat manajemen menengah
atau bawah dan bersifat teknikal alih-alih manajerial.

138
Gambar 31 Model Hubungan Pemasaran Dominan dengan Humas Sub
Ordinat(Kotler dan Mindak, dalam Grunig dan Grunig, 1998:142

Hubungan masyarakat sebagai fungsi dominan di mana humas membangun


hubungan dengan publik kunci organisasi sementara program mengelola hubungan
dengan pelanggan seperti pemasaran menjadi bagian dari fungsi humas. Pada model
ini, penulis belum pernah menemukannya di dalam praktik bisnis Indonesia, di mana
humas justru lebih dominan dibandingkan pemasaran. Model ini mungkin ditemukan
pada praktik bisnis B2B, di mana jumlah pelanggan dalam ceruk pasar yang kecil
sehingga lebih mudah ditangani

Gambar 32 Model Hubungan Humas Dominan terhadap Pemaaran (Kotler dan


Mindak, dalam Grunig dan Grunig, 1998:142

139
Gambar 33 Model Hubungan Pemasaran dan Humas Saling Terintegrasi (Kotler
dan Mindak, dalam Grunig dan Grunig, 1998:142

Terakhir, pemasaran dan hubungan masyarakat memiliki fungsi yang sama dan
hubungan keduanya bersifat konvergensi baik dalam konsep maupun metodologis dan
terdapat satu departemen di dalam organisasi yang mengelola seluruh hubungan publik
dengan konvergensi fungsi baik itu pemasaran maupun hubungan masyarakat. Tidak
ada bentuk dominasi antar fungsi tetapi keduanya bekerja dalam satu tujuan sesuai
dengan visi korporasi itu sendiri. Tipe model ini sekarang ini makin tumbuh seiring
dengan makin kompleksnya masalah pemasaran yang dihadapi. Dikotomi antar fungsi
justru akan merugikan korporasi itu sendiri.

Pandangan tradisional yang melihat humas dan pemasaran sebagai hal yang
berbeda mengalami kritikan sejumlah kritikan, salah satunya adalah pendapat Tench
dan Yeomans (2010:410) yang melihat lanskap hubungan masyarakat dan pemasaran
saat ini berubah, di mana dunia semakin terfragmentasi, informasi yang berlebiahan
dan terjadi revolusi dalam komunikasi personal. Perspektif pemasaran tradisional saat
ini menghadapi tantangan yang tidak pernah dihadapi sebelumnya, dalam lingkungan
ini awalnya Hubungan masyarakat hanya dilihat sebagai fungsi tambahan bagi
pemasaran justru telah membuktikan mampu berdampak besar bagi organisasi bisnis.
Menurut Harris, humas pemasaran merupakan praktik yang terpisah dari humas

140
korporasi, dan lebih condong pada praktik pemasaran. Humas korporasi tetaplah
menjadi fungsi manajemen terkait dengan relasi perusahaan dengan publiknya (Kitchen
dan Papasolomou, 1997:72).

HUBUNGAN MEDIA DALAM KOMUNIKASI PEMASARAN

Praktisi humas dalam konteks pemasaran harus bersikap proaktif. Strategi


proaktif salah satunya menggunakan taktik membangun hubungan media ketika
peluncuran produk ataupun revitalisasi produk. Secara tidak langsung, hubungan media
dalam konteks pemasaran bertujuan mendorong publisitas positif terkait perusahaan,
produk dan mereknya, dan secara umum, semua kegiatan yang mendukung
pembentukan citra perusahaan dan objektif pemasaran itu sendiri. Hubungan media
yang baik dapat menciptakan komentar yang positif pada saat peluncuran produk, dan
dapat membentuk kehendak baik bagi aktivitas perusahaan sehingga dapat mendorong
publisitas bagi korporasi itu sendiri (Pelsmacker et al, 2010:346). Hubungan media
merupakan aspek paling penting dari kegiatan humas pemasaran sehingga dapat
terbentuk pemberitaan yang positif dan menguntungkan korporasi. Pembentukan
hubungan antar pribadi antara redaktur dengan jurnalis menjadi sangat krusial dan
menjadi ranah kompetensi dari spesialis media dan praktisi humas (Pickton dan
Broderick, 2005:557).

Taktik hubungan media yang sering digunakan antara lain siaran pers. Sudah
menjadi bagi praktisi humas ketika korporasi meluncurkan produk atau layanan terbaru
maka mengirimkan siaran pers kepada media massa. Sebuah siaran pers yang
dikembangkan humas dapat lebih efektif mempengaruhi masyarakat dibandingkan iklan
karena sejumlah alas an antara lain: pertama siaran pers yang dimuat media bersifat
gratis, pesan yang disampaikan bersifat kredibel karena menjadi bagian dari editorial
media, terakhir pesan akan cenderung dibaca oleh pembaca karena mereka akan
cenderung menghindar dari iklan dan tujuan utama membeli media untuk membaca
berita alih-alih mencari iklan (Blythe, 2006:131). Selain siaran pers, praktisi humas
pemasaran dapat menggunakan sejumlah taktik seperti uji produk, yaitu menawarkan
jurnalis untuk menguji produk seperti otomotif dengan program test drive, teknologi
informasi seperti perangkat telepon pintar, laptop.

Program media yang biasa dilakukan praktisi pemasaran antara lain media
launching (peluncuran produk baru). Menurut Blythe (2006:136), seringkali jurnalis
141
bergantung pada event media untuk peluncuran seremonial produk baru atau
mengumumkan perubahan kebijakan perusahaan. Kegiatan ini biasanya mengundang
jurnalis dari media yang sesuai dengan karakteristik perusahaan. Korporasi
menyediakan hidangan makan bagi jurnalis dan mengundang jurnalis untuk melakukan
sesi tanya jawab dengan juru bicara perusahaan dalam bentuk press conference resmi

Media gathering dilakukan secara informal, jurnalis diundang dalam kegiatan


yang bersifat hiburan seperti nonton film bareng, karaoke, pesiar. Tujuan utama dari
program ini membangun relasi yang kuat dengan jurnalis. Kualitas hubungan antara
jurnalis dengan korporasi akan secara dramatis berdampak pada diseminasi berita dan
kisah yang dikirimkan organisasi (Fill, 2010:578). Pendapat senada dikemukakan
Blythe (2006:136) yang melihat mayoritas praktisi humas sangatlah berggantung pada
kemampuan membangun hubungan dengan media. Seringkali hal ini melibatkan
aktivitas menghibur jurnalis atau mempermudah hidup jurnalis semudah. Misalnya
dengan memberikan voucher belanja, traktir makan, voucher nonton, menginapkan di
hotel berbintang.

HUMAS PEMASARAN BERBASIS ISU SOSIAL

Fungsi pemasaran seringkali dipersepsikan terlalu mengedepankan tujuan


komersial meraih keuntungan semata tanpa peduli dengan kepentingan masyarakat.
Persepsi ini dipicu karena pemasaran lebih fokus pada penjualan produk atau layanan
tanpa memberikan nilai tambah kepada masyakat. Menurut Smith dan Higgins
(2000:306), secara historis, pemasaran didominasi oleh perspektif manajerial yang
mengkaji perilaku konsumen dalam kerangka ekonomi dibandingkan alih-alih pada
konteks relasi sosial.
Kondisi ini mendorong praktisi pemasaran mengembangan teknik pemasaran
baru yang mengkombinasikan pendekatan pemasaran dengan fungsi tanggungjawab
sosial korporasi. Teknik pemasaran yang menggunakan dimensi relasi publik disebut
sebagai cause related marketing. Cause related marketing didefinisikan sebagai
tindakan di mana sebuah organisasi, organisasi nir-laba atau entitas yang sama
memasarkan citra produk layanan dan pesan untuk manfaat bersama (Marconi, 2002:3).
Pendapat lain yang dikemukakan Varadarajan dan Menon (1998:60) mendefinisikan
cause related marketing sebagai sebuah proses memformulasikan dan

142
mengimplementasikan aktivitas pemasaran yang dikarakterisasikan dengan sebuah
penawaran dari perusahaan untuk berkontribusi sejumlah dana dengan donasi terencana
ketika pelanggan terlibat dalam pertukaran yang saling menguntungkan kepentingan
organisasi dan individu. Adkins (1999:10) menyimpulkan bahwa meskipun terdapat
sejumlah definisi cause related marketing, terdapat sejumlah konsep benang merah
yang senada yaitu hubungan komersial antara bisnis dengan donasi sosial di mana
kedua belah pihak meraih kepentingannya dari hubungan tersebut.
Cause related marketing dapat meningkatkan citra merek, dan membuat
pelanggan tertarik. Sebuah kajian menyimpulkan bahwa lebih dari dua per tiga
konsumen mempertimbangkan kontribusi perusahaan terhadap donasi sosial ketika
mengambil keputusan membeli. Sebuah survey pada tahun 2000 di 12 negara Eropa
mengindikasikan bahwa dua dari lima konsumen membeli produk karena dikaitkan
dengan program social perusahaan (de Pelsmacker et al, 2010: 386). Kajian lain yang
dilakukan perusahaan konsultan CSR Cone Ic, menunjukan bahwa 99 persen konsumen
Amerika meninginkan informasi tentang aktivitas donasi sosial perusahaan sementara
59 persen konsumen percaya bahwa perusahaan menyediakan informasi tentang
inisiatif CSR mereka (Steckstor, 2012:7). Riset yang lain juga menunjukan hal senada,
kajian yang dilakukan Brown dan Dacin, ditemukan fakta bahwa konsumen
memberikan sikap positif terhadap organisasi yang secara signikan yang berinvestasi
sosial (Gupta dan Pirsch, 2006:318)
Berdasarkan laporan International Event Group, pada tahun 2013 dana yang
dialokasikan untuk program cause related marketing USD 1,78 billion, terbesar ketiga
setelah program pemasaran untuk bidang olahraga dan hiburan. Hal ini menunjukan
bahwa pemasaran berbasis isu sosial menempati peran strategis bagi pemasaran
korporasi.

143
Gambar 34 Pengeluaran Dana Cause Related Marketing di Amerika Utara (IEG
Report 2013)

Bagaimana praktik bisnis cause related marketing di Indonesia? Sejumlah


perusahaan sebenarnya telah mengimplementasikan cause related marketing dengan
tepat dan mendapatkan respon baik dari publik. Sebut saja Unilever dengan sejumlah
program seperti Lifebouy Cuci Tangan, gerakan gosok gigi Pepsodent. Sayangnya
mayoritas perusahaan masih melihat cause related marketing sebelah mata dan masih
menggunakan pendekatan pemasaran tradisional dengan focus pada sales promotions
penjualan.
Aktivitas cause related marketing, dapat bersifat strategis maupun taktis.
Aktivitas cause related marketing mengkaitkan merek dengan isu sosial yang bersifat
terbatas waktunya atau untuk kegiatan terbatas ( Till dan Nowak, 2000:273). Perusahan
Indonesia yang masih kental dengan program cause related marketing yang bersifat
taktis antara lain Sido Muncul. Sido Muncul melakukan program mudik gratis tiap
lebaran, bakti sosial ketika puasa, sumbangan bencana alam. Ciri khas program yang
bersifat taktis, programnya tidak bersifat jangka panjang dan mengambil momen isu
sosial, kegiatan juga bersifat sporadis.
Di lain pihak, sejumlah merek menempatkan aktivitas cause related marketing
sebagai bagian strategi perusahaan dan menggambarkan inti dari positioning merek atau
kepribadian merek (Till dan Nowak, 2000:273). Indikator penting dari sebuah
perusahaan menempatkan fungsi cause related marketing secara strategis antara lain
melibatkan pemimpin puncak organisasi dalam pengambilan keputusan, komitmen

144
program jangka panjang, investasi sumber daya yang substanstial pada pengembangan
dan implementasi program (Varadarajan dan Menon, 1988:67).
Bodyshop merupakan gambaran dari merek yang menggunakan isu anti-animal
testing dan memberikan sponsorship bagi program KEHATI Award, dalam bidang
lingkungan hidup. Strategi cause related marketing yang digunakan Bodyshop telah
membentuk positioning kuat bahwa Bodyshop merek yang pro lingkungan hidup.
Perusahaan lain yang mampu secara cerdas mengimplementasikan program cause
related marketing Nestle. Nestle mengembangkan sejumlah program pemasaran
berbasis isu sosial seperti kampanye sarapan sehat.
Program cause related marketing juga bisa dikategorikan berdasarkan motivasi
perusahaan yaitu motif intrinsik dan ekstrinsik. Perusahaan dikategorikan secara
intrinsik ketika melakukan program atas kemauan sendiri atau bersifat altruistik
sebaliknya motif ekstrinsik ketika melakukan kegiatan demi mendapatkan pujian dari
lingkungan eksternal, motif ini bisa dipersepsikan perusahaan melakukan kegiatan
karena berdasarkan kepentingan ((Brink et al, 2006:17). Kajian yang dilakukan Dean
ditemukan bahwa konsumen akan mempersepsikan perusahaan yang memiliki motif
secara intrinsik dalam program komunitas dibandingkan yang secara ekstrinsik (Myers
et al, 2012:170).
L’Etang berpendapat bahwa komitmen perusahaan terhadap isu sosial akan
menjadi faktor penentu apakah korporasi tersebut dilihat mengeksploitasi isu atau tidak
(Ellen et al, 2006:151). Sebuah perusahaan air kemasan yang disinyalir merusak air
minum menggelontorkan dana untuk cause related marketing dengan menyumbangkan
sebagian dana penjualan untuk penyediaan air bersih di sebuah kawasan. Sayangnya,
apa yang diberikan kepada komunitas tidak sebanding dengan dana publisitas dan iklan
yang sangat gencar. Sebaliknya sebuah perusahaan makanan yang berbasis di Swiss
menggelontorkan dana untuk program sanitasi tanpa mengeksploitas program dengan
publisitas besar-besaran. Publik akan secara jelas melihat perbedaan komitmen dan
motif kedua perusahaan tersebut.
Meskipun begitu, terlepas apakah motifnya bersifat ekstrinsik maupun intrinsik,
yang harus menjadi catatan bagi semua praktisi komunikasi, semua program cause
related marketing berlatar pada motif keuntungan korporas. Hal ini seperti
dikemukakan Drumwright dalam Smith dan Higgins (2000:310) yang menekankan
bahwa tidak ada perusahaan satupun di dunia ini menghabiskan uang untuk iklan demi

145
tujuan bukan motif ekonomi. Alasan satu-satunya, dana yang dihabiskan untuk
mendorong orang membeli atau menggunakan layanan perusahaan
Dalam pengembangan cause related marketing, humas dapat menggunakan
strategi pemasaran berbasiskan isu terkait identitas budaya pelanggan ataupun calon
pelanggan. (Berkowitz, 2002:72). Karena bisnis sekarang harus memasarkan produk
mereka ke basis konsumen dengan banyak identitas ras dan etnis, riset pemasaran yang
mendalam yang memungkinkan pemahaman yang akurat dari setiap budaya sangat
penting. Pemasar biasanya memfokuskan pada mengidentifikasi nilai-nilai budaya yang
dominan dari masyarakat. Isi budaya meliputi kepercayaan, sikap, tujuan, dan nilai-nilai
yang dipegang oleh kebanyakan orang dalam masyarakat, serta makna perilaku
karakteristik, aturan, adat istiadat, dan norma-norma yang kebanyakan orang ikuti
(Peter dan Olson, 2009:279). Misal, program humas pemasaran berbasiskan identitas
gender, perusahaan produsen Anlene, susu khusus tulang, bisa melakukan sejumlah
rangkaian kegiatan seperti jalan sehat, kampanye osteoporis dengan sasaran komunitas
ibu-ibu dengan membangun hubungan produk.
**

146
SIMPULAN BAB
 Terdapat 10 jenis komoditas yang bisa dipasarkan yang meliputi goods,
services, experiences, events, persons, places, properties, organizations,
information, dan ideas
 Pemasaran didefinisikan sebagai sebuah proses sosial dan manajerial di mana
individu dan kelompok meraih apa yang mereka butuhkan dan inginkan melalui
proses penciptaan dan pertukaran produk dan nilai dengan orang lain
 Konsep pemasaran secara tradisional terbagi ke dalam konsep 4P yang dikenal
dengan bauran pemasaran yaitu place, product, price, dan promotion
 Iklan merupakan komunikasi massa yang bersifat non personal menggunakan
media massa seperti televisi, radio, surat kabar, majalah, papan reklame) berisi
konten yang telah ditentukan muatannya dan bersifat berbayar oleh suatu
korporasi
 Personal selling terkait dengan mencari, menginformasikan, mempersuasi dan
pada saat bersamaan memberikan pelayanan pelanggan melalui komunikasi dua
arah bersifat pribadi yang menjadi kekuataannya
 Pemasaran langsung atau biasa dikenal dengan istilah direct marketing
merupakan semua aktivitas media yang mendorong terciptanya komunikasi dan
respon terhadap pelanggan yang sudah ada maupun pelanggan potensial
 Marketing Public Relations adalah penggunaan teknik dan strategi hubungan
masyarakat dalam meraih tujuan pemasaran
 Fungsi dasar hubungan masyarakat dalam komunikasi pemasaran meliputi
publisitas, identitas korporasi, dan manajemen pemangku kepentingan.
 Mayoritas praktisi pemasaran melihat fungsi humas sebatas publisitas
pemberitaan media untuk mendukung promosi produk dan layanan kepada
konsumen
 Hubungan media merupakan aspek paling penting dari kegiatan humas
pemasaran sehingga dapat terbentuk pemberitaan yang positif dan
menguntungkan korporasi.

147
 Fungsi pemasaran seringkali dipersepsikan terlalu mengedepankan tujuan
komersial meraih keuntungan semata tanpa peduli dengan kepentingan
masyarakat
 Kondisi ini mendorong praktisi pemasaran mengembangan teknik pemasaran
baru yang mengkombinasikan pendekatan pemasaran dengan fungsi
tanggungjawab sosial korporasi
 Terdapat lima model hubungan pemasaran dan hubungan masyarakat yaitu
saling terpisah, bersinggungan, pemasaran dominan dibandingkan humas,
humas dominan dibandingkan pemasaran, dan terakhir kedua fungsi saling
berkonvergensi di dalam korporasi

***

148
HUMAS DALAM KONTEKS PUBLIC AFFAIRS

Setelah membaca bab ini maka Anda diharapkan

 Memahami konsep dasar Public Affairs


 Memahami fungsi public affairs
 Memahami strategi public affairs

Blok Mahakam, daerah ekplorasi migas di wilayah Kalimantan Timur yang


telah dikelola dua perusahaan asing yaitu Total dari Perancis dan Inpex Jepang akan
berakhir masa konsensinya pada 2017 mendatang. Terjadi pertarungan pendapat umum
apakah kontrak diteruskan atau justru blok minyak yang masih memiliki cadangan
melimpah tersebut harus dipegang oleh perusahaan nasional Pertamina. Di sinilah
terjadi perdebatan pendapat umum, di satu pihak melihat keunggulan dalam hal aspek
kompetensi perusahaan asing mengelola ladang minyak yang sudah teruji puluhan
tahun tetapi di sisi lain juga santer isu nasionalisasi bisnis perminyakan yang selama ini
didominasi pemain asing.

Pada pokok bahasan ini, kita melihatnya dari sisi praktik hubungan masyarakat
bukan pada ekonomi politik. Praktisi humas Total dan Inpex, bekerja keras dalam
membangun pendapat umum yang mendorong pemerintah untuk terus meneruskan
kontrak kerja, tetapi di sisi sebaliknya humas Pertamina juga membangun agenda
publik dengan pesan kunci kesiapan kemampuan perusahaan nasional dalam
mengelola ladang minyak dan demi kepentingan nasional. Isu perpanjangan kontrak
Blok Mahakam merupakan salah satu kasus betapa peran hubungan masyarakat
memegang peranan penting dalam fungsi public affairs atau hubungan pemerintah
terkait dengan kebijakan publik.

149
Perubahan kebijakan publik oleh pengambil kebijakan bisa dengan serta merta
berdampak mematikan eksistensi bisnis sebuah korporasi ataupun lembaga tetapi
sebaliknya jika menguntungkan dapat berdampak meningkatnya keuntungan
perusahaan. Pada kasus di atas, peran public affairs baik perusahaan Total-Inpex dan
Pertamina menempati peran strategis dalam meraih dukungan opini publik dan juga
mendapatkan tandatangan kontrak bisnis dari pemerintah Indonesia.

DEFINISI PUBLIC AFFAIRS

Public Affairs didefinisikan sebagai spesialisasi hubungan masyarakat yang


berfungsi mempengaruhi kebijakan publik yang menguntungkan dan fungsi ini
dilakukan oleh sejumlah korporasi dan lembaga sektor publik seperti kelompok
kepentingan, kelompok penekan, dan cause groups (Moloney, 2009:444). Madden
(2004:665) mendefinisikan public affairs sebagai fungsi manajemen yang
bertanggungjawab pada interpretasi lingkungan eksternal organisasi, dalam hal
korporasi yaitu lingkungan non komersial dan mengelola respon yang efektif dan
sesuai dengan lingkungan tersebut. Lerbinger (2006:7) secara sederhana mendefinisikan
public affairs sebagai kepentingan organisasi dalam lingkungan sosial politik.

Pentingnya pemerintah sebagai publik organisasi juga dikemukakan dalam


kajian manajemen. Mintzberg, salah satu pendiri kajian ilmu manajemen, melihat
pemerintah sebagai public luar organisasi paling penting di mana sebuah organisasi
harus menjalin komunikasi. Dia berpendapat bahwa organisasi harus selalu
mempertimbangkan kebijakan karena pemerintah merupakan gambaran dari otoritas
paling berkuasa di dalam masyarakat (Taylor, 2004:370). Leyer melihat bahwa peran
hubungan pemerintah atau public affairs sebagai manajemen isu strategis yaitu
pendekatan strategik terhadap suatu situasi di mana bisa menjadi peluang atau justru
sebaliknya ancaman dan dikaitkan dengan perubahan sosial politik, pembentukan opini
publik, dan proses pengambilan kebijakan politik (van Riel, 2007:196). Dari definisi
Leyer di atas bisa ditarik sejumlah kata kunci antara lain terkait peluang atau ancaman,
kebijakan rezim dapat menjadi peluang bagi sebuah industri misalnya pembatasan
industri rokok akan menjadi peluang bagi industri farmasi yang memiliki produk
pengganti rokok, sebaliknya pembatasan industri tembakau akan menjadi lonceng
kematian bagi taipan bisnis kretek. Kata kunci selanjutnya perubahan sosial politik,
fungsi public affairs harus peka terhadap perubahan pemerintahan. Pergantian rezim

150
SBY kepada Jokowi akan berdampak sangat luas bagi sejumlah perusahaan yang
sebelumnya menjadi penopang kampanye SBY seperti CT, Jawa Pos, Berca, Bakrie.
Sebaliknya bagi pengusaha yang menopang kampanye Jokowi seperti Bukaka, Jusuf
Kalla, Sofyan Wanandi menjadi titik balik bisnis mereka di masa depan. Bagi
pengusaha yang berseberangan dengan rezim yang berkuasa harus mulai mendekati
penguasa baru. Public affairs juga terkait dengan opini publik, media massa menjadi
ajang pertarungan pembentukan opini publik. Pemberitaan negatif terhadap korporasi
akan mendorong kebijakan pemerintah yang merugikan perusahaan. Terakhir proses
pengambilan kebijakan, public affairs dikaitkan pada proses politik yang sangat kental.

Public affairs merupakan area spesialisasi dalam praktik hubungan masyarakat


yang terkait dengan pembentukan kebijakan publik, legislasi, dan regulasi yang
mungkin mempengaruhi kepentingan dan operasional sebuah organisasi (White dalam
Harris dan Moss, 2001:102). Dari sejumlah keragaman definisi public affairs di atas
bisa ditarik benang merah bahwa public affairs terkait erat dengan proses pengambilan
kebijakan yang melibatkan unsur pemerintah, parlemen dan juga publik. Public affairs
merupakan fungsi strategis bagi sejumlah industri yang hidup matinya sangat
ditentukan pada kebijakan pemerintah seperti farmasi, tambang, migas, perkebunan,
perbankan

Pemerintah dan parlemen dalam kacamata analisa pemangku kepentingan


Mitchell (1997) dikategorikan sebagai definitive stakeholders karena publik ini
memiliki dimensi atribut kepentingan, kewenangan dan kekuasaan sekaligus. Terkait
hal tersebut, semua korporasi harus mengelola hubungan melalui fungsi public affairs
sehingga regulasi yang dihasilkan tidak berdampak buruk terhadap keberlangsungan
organisasi.

Misal dalam bidang jasa keuangan, pada tahun 2012 berdasarkan Peraturan
Bank Indonesia (PBI) Nomor 14/24/PBI/2012 Tentang Kepemilikan Tunggal Pada
Perbankan Indonesia atau single presence policy, bank sentral melarang institusi bisnis
memiliki bank lebih dari satu. Kebijakan ini berdampak pada sejumlah pelaku usaha
seperti Temasek Singapura yang memiliki Bank Danamon dan BII, CIMB Malaysia
yang menguasai mayoritas saham Bank Niaga dan Lippo Bank. Kedua institusi bisnis
tersebut mengambil jalan yang berbeda, Temasek memilih menjual BII karena secara
bisnis Bank Danamon lebih besar, BII akhirnya dibeli Maybank Group, menjadi BII

151
Maybank. Sebaliknya CIMB niaga mengambil kebijakan sebaliknya dengan melakukan
merger (penggabungan) kedua bank tersebut menjadi entitas baru CIMB Niaga, dengan
menghilangkan merek Lippo.

Industri migas dan tambang juga merupakan bisnis yang rentan terhadap
kebijakan pemerintah, karena bisnisnya terkait kontrak kerjasama dengan pemerintah
dalam eksplorasi wilayah tambang. Kebijakan kewajiban pendirian peleburan biji emas
yang ditetapkan pemerintah hampir menggunjang operasional dua perusahaan tambang
emas terbesar di Indonesia yaitu Newmont dan Freeport. Isu nasionalisme juga menjadi
tantangan berat bagi perusahaan asing terkait perpanjangan kontrak, Freeport yang
berakhir 2021 atau Blok Mahakam (seperti yang sudah ditulis pada awal bab ini)
berakhir pada 2017, saat ini kedua korporasi tersebut sedang melakukan proses public
affairs untuk memperpanjang kontrak.

Public affairs memiliki empat fungsi dasar yaitu mengantipasi ancaman yang
akan dihadapi organisasi, melakukan proses identifikasi pendukung, menetapkan
agenda korporasi, dan terakhir menyebarluaskan agenda korporasi (Davies, 1998:8).
Pendapat lain yang dikemukakan Koeppl menyatakan bahwa tugas kunci public affairs
untuk mewakili kepentingan perusahaan dan organisasi di dalam konteks pemerintahan
dengan tujuan utama membangun hubungan yang kontruktif untuk mewadahi
kepentingan organisasi (Weissmann dan Scheucher, 2001:93).

Respon korporasi terhadap kebijakan sangat bergantung pada informasi terkait


proses pengambilan keputusan pemerintah. Nownes (2006:49-50) mengidentifikasi
empat sumber informasi public affairs yang meliputi pemberitaan media, tracking
service, sumber pemerintah, dan terakhir pejabat atau staf pemerintah dan pelobi lain.
Bagi korporasi, pemberitaan media seperti Kompas, Koran Tempo, Media Indonesia,
Bisnis Indonesia, majalah Tempo, Detik.com, Kompas.com, harian Kontan harus
dipantau setiap hari. Pemberitaan mereka akan sangat mempengaruhi pembentukan
opini publik.

Sumber kedua adalah jasa tracking service, korporasi menyewa jasa layanan
dari sejumlah penyedia informasi terkait kebijakan pemerintah seperti Bower Group,
Reuters, Bloomberg. Edelman, APCO. Perusahaan tersebut memberikan analisa
kepada klien terkait proses pengambilan kebijakan yang dilakukan pemerintah. Ketiga,

152
korporasi mendapatkan informasi dari sumber pemerintah. Terkait dengan kebijakan
transparansi atau keterbukaan informasi, lembaga pemerintah dan legislatif sering
mengadakan rapat dengar pendapat. Kegiatan rapat terbuka ini menjadi sumber penting
ke mana arah kebijakan akan bergerak. Korporasi juga akan mampu memetakan
pemangku kepentingan yang berpendapat menguntungkan posisi perusahaan atau justru
sebaliknya merugikan. Terakhir, pejabat dan staf pemerintah merupakan sumber utama
informasi public affairs, dalam konteks inilah hubungan antar pribadi sangat penting
dan menentukan dalam mendapatkan informasi krusial. Selain pejabat pemerintah,
koneksi dengan pelobi atau asosiasi bisnis lainnya dapat menjadi sumber primer bagi
korporasi.

Gambar 35 Strategi Public Affair (Lerbinger, 2006)

STRATEGI PENDEKATAN TERHADAP PEMERINTAH

Pemerintah pada dasarnya memiliki tiga fungsi dasar yaitu penetapan hukum
dan tata aturan baik internal maupun eksternal, pendistribusian kesejahteraan dan
penetapan standar kehidupan bagi public, dan ketiga sebagai organisasi dari pasar
ekonomi (Schepers, 2010:480). Ketiga fungsi tersebut terwujud dalam lahirnya
kebijakan publik. Regulasi merupakan domain dari pengambil kebijakan dalam hal ini
pemerintah. Rezim penguasalah menjadi pihak utama yang harus didekati oleh

153
korporasi. Karena sumber daya yang bersifat terbatas maka mau tidak mau di dalam
proses penetapan kebijakan publik menjadi hal yang mustahil akan menyenangkan
semua pihak. Pada titik inilah kemudian, public affairs menjadi sangat krusial agar
aturan yang ditetapkan menguntungkan atau tidak merugikan kepentinganya.

Strategi yang digunakan dalam mendekati pengambil kebijakan melalui jalinan


kontak langsung dengan pejabat dan stafnya berdasarkan akses pada pengambil
kebijakan atau dikaitkan pada keahlian dan pengetahuan dari isu kebijakan itu sendiri.
Pendekatan berbasiskan hubungan dan bergantung pada kontak pribadi (Harris dan
Moss, 2010:110). Sejumlah korporasi di Indonesia mengangkat mantan pejabat sebagai
pemimpin puncak perusahaan dalam rangka membuka akses lobi politik yang lebih
mudah. Misalnya Freeport mengangkat mantan wakil Badan Intelejen Negara sebagai
CEO, Newmont Nusa Tenggara menetapkan mantan Dirjen ESDM sebagai CEO.
Semua perusahaan BUMN juga biasanya melibatkan pejabat aktif kementerian sebagai
anggota dewan komisaris.

Keahlian utama yang dibutuhkan dalam mendekati pejabat pemerintah adalah


lobi. Lobi secara sederhana didefinisikan sebagai cara untuk mempengaruhi otoritas
pemerintah agar menampung kepentingan dan pandangannya ketika memutuskan
kepentingan publik dan membuat aturan. Tujuannya mendapatkan lingkungan yang
menguntungkan bagi bisnis perusahaan dan merupakan bagian tak terpisahkan dari
strategi korporasi (Schepers, 202:477).

Kebijakan pemerintah dapat berbentuk tiga tipe yaitu antara lain 1) hukum
(undang-undang), regulasi (aturan) yang diadopsi oleh lembaga pemerintah, 3)
keputusan lembaga peradilan ( Nownes, 2006:38). Hukum terkait dengan undang-
undang yang merupakan hasil proses legislasi di parlemen, dan menjadi pedoman dalam
penegakan hukum bagi lembaga eksekutif dan yudikatif. Misalnya, bagi perusahaan
yang bergerak di bidang migas diatur UU No. 22 Tahun 2001 Tentang Minyak dan Gas
Bumi, perusahaan tambang diatur oleh UU No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan
Mineral dan Batubara, industri rokok diatur oleh Undang-undang kesehatan No 36
tahun 2009. Keberlangsungan industri-industri di atas sangatlah bergantung pada UU
tersebut, sehingga baik perusahaan secara individu maupun asosiasi bisnis terkait mau
tidak mau melakukan proses lobi dalam proses legislasi. Proses legislasi tersebut
menyasar baik lembaga eksekutif maupun legislatif.

154
Regulasi (atau aturan) didefinisikan sebagai aturan pelaksana yang dibuat untuk
menegakan hukum tertentu oleh lembaga pemerintah (Nownes, 2006:40). Undang-
undang yang telah dibuat oleh pihak legislatif dan pemerintah membutuhkan aturan
pelaksana teknis sehingga bisa ditegakkan. Di Indonesia, aturan pelaksana undang-
undang disebut sebagai peraturan pemerintah. Misalnya, UU no 14 Tahun 2009 tentang
kesehatan diturunkan aturan pelaksana melalui PP Nomor 109 Tahun 2012 tentang
Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi
Kesehatan.

Pada level hukum, lobi fokus pada dua pihak yaitu legislatif dan eksekutif,
sedangkan lobi regulasi teknis fokus pada kementerian terkait yang menyusun peraturan
pemerintah tersebut. Contohnya, Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang
mineral dan batubara (Minerba) yang mengamanatkan pengolahan dan pemurnian
dalam negeri. Perusahaan eksplorasi mineral wajib membangun pabrik pengolahan di
dalam negeri dengan tujuan meningkatan nilai tambah. Lobi industri korporasi mineral
terus terjadi agar Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 1 Tahun 2014 tentang pelaksanaan
kegiatan pertambangan Mineral dan Batubara ditunda pelaksanaannya.

Public affairs yang selanjutnya fokus pada kebijakan terkait putusan peradilan.
Istilah hubungan masyarakat yang terkait manajemen komunikasi dalam proses
peradilan disebut litigasi humas. Misalnya, Mahkamah Konstitusi pada tahun 2015
menerima judicial review masyarakat tentang UU Nomor 7 tahun 2004 tentang
sumber daya air. Keputusan MK ini berdampak besar kepada pelaku industri minuman
kemasan karena pemerintah wajib mengatur kembali dan swastanisasi dan penguasaan
korporasi terhadap sumber daya air tidak diperbolehkan. Keputusan MK ini akan
mendorong korporasi dan asosiasi bisnis melakukan lobi dalam proses penyusunan
kembali UU sumber daya air.

STRATEGI PENDEKATAN KELOMPOK KEPENTINGAN

Kelompok kepentingan merupakan organisasi privat yang berusaha


mempengaruhi keputusan yang dibuat pengambil kebijakan. Organisasi ini secara khas
menggambarkan kelompok individu dengan kepentingan yang sama atau kelompok
perusahaan yang memiliki kepentingan senada. Kelompok kepentingan menggunakan
komunikasi politik untuk mendekati anggotanya, publik dan lembaga pemerintah
(Heldman, 2007:240).
155
Dalam Encylopedia Interest Group and Lobbyst in America diklasifikasikan tiga
belas jenis kelompok kepentingan yang sangat berperan dalam proses lobi politik yaitu
1) kelompok kepentingan isu perbankan, keuangan, asuransi, dan properti, 2)
kelompok kepentingan isu jasa, perdagangan, dan profesional, 3) kelompok
kepenntingan isu media, hiburan, dan informasi, 4) kelompok kepentingan isu
kesehatan dan medis, 6) kelompok kepentingan isu lingkungan, 7) kelompok
kepentingan isu industri, kontruksi, dan transportasi, 8) kelompok kepentingan isu
buruh, 9) kelompok kepentingan isu hak asasi manusia, 10) kelompok kepentingan isu
politik,, agama, dan ideologis, 11) kelompok kepentingan isu tunggal, 12) kelompok
kepentingan isu identitas, 13) kelompok kepentingan isu luar negeri

Di Indonesia, kelompok kepentingan dipetakan sebagai berikut : Isu Perbankan,


Asuransi, property, keuangan: Perbanas (Persatuan Bank Nasional), Himbara
(Himpunan Bank Negara), Asosiasi Emiten Indonesia, REI (Real Estate Indonesia),
Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia, Asosiasi Asuransi Umum Indonesia, Asosiasi
Asuransi Syariah Indonesia. Kelompok kepentingan bidang keuangan akan fokus
mengamankan kepentingan mereka terkait aturan pasar modal, perbankan, pembiayaan,
seperti UU Perbankan, UU Asuransi, UU Pasar Modal.

Isu Jasa, Perdagangan, Profesional: Kamar Dagang dan Industri, Asosiasi


Pengusaha Ritel Indonesia, Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia. Contoh kasus
adalah kebijakan pemerintah baru Jokowi yang melarang lembaga pemerintah
melaksanakan rapat di hotel telah mengancam keberlangsungan bisnis perhotelan yang
ditopang belanja pemerintah melalui pelaksanaan rapat. PHRI (Persatuan Hotel dan
Restoran Indonesia) bergerak cepat dengan melakukan lobi agar Menteri Negara
Aparatur Negara membatalkan kebijakan tersebut. Hasil lobi tersebut tergambar dari
perubahan kebijakan Menpan dengan merevisi peraturan sebelumnya.

Isu media, hiburan, dan informasi: AJI, PWI, ATVSI, Parfi, IJTI, PRSSNI.
Kelompok kepentingan bidang media dan informasi fokus pada kebijakan pemerintah
terkait kepemilikan media dan kebebasan informasi. Contoh kasus adalah kebijakan,
pembatasan siaran televisi nasional yang sebenarnya sudah diamanatkan UU Penyiaran
sampai saat ini implementasinya masih belum jelas menjadi salah satu contoh dari
keberhasilan lobi kelompok kepentingan mencegah pelaksanaan peraturan tersebut.

156
Isu Kesehatan dan medis dengan kelompok kepentingan utama antara lain Ikatan
Dokter Indonesia (IDI), Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI), Perdami (Persatuan
Dokter Mata Indonesia, Persi (Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia).
Penerapan BPJS kesehatan yang berdampak pada beban kerja dokter dan tidak
dibarengi insetif memadai mendorong asosiasi dokter melakukan aksi unjuk rasa dan
protes terhadap kebijakan pemerintah. Isu pertanian yang melibuti bidang perkebunan,
pertanian, peternakan, dengan kelompok kepentingan dominan antara lain GAPKI
(Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia), APFINDO (Asosiasi Pengusaha
Feedlooter Indonesia), HKTI (Himpunan Kerukunan Tani Indonesia). GAPKI
merupakan kelompok kepentingan yang memiliki pengaruh sangat kuat di dalam proses
pengambilan kebijakan pemerintah sector perkebunan, hal ini bisa dimaklumi karena
industri kelapa sawit saat ini merupakan primadona dan menjadi sektor non-migas yang
menyumbang devisa puluhan miliar dollar. APFINDO fokus pada isu peternakan sapi
terutama pada industri penggemukan, dengan fokus utama melobi pemerintah terkait
kuota impor sapi.

Kelompok kepentingan dengan domain utama isu lingkungan hidup antara lain
Wahana Lingkungan Hidup WALHI, Greenpeace, World Wild Fund (WWF),
Keanekararagaman Hayati Indonesia (KEHATI). Kelompok kepentingan tersebut akan
menjadi lawan tangguh bagi korporasi yang bergerak di bidang ekstraktif dan akan
kritis terhadap kebijakan pemerintah pro industri seperti alih fungsi lahan hutan,
eksplorasi tambang/migas di hutan lindung Kelompok kepentingan yang memfokuskan
diri pada sejumlah isu industri, kontruksi, dan transportasi antara lain Organisasi
Angkuta Darat (ORGANDA), Indonesia National Shipowner Association ( INSA),
Indonesia Aircraft Company Association ( INACA).

Sebagai negara yang sedang tumbuh industrinya, buruh menjadi salah satu kekuatan
penting yang mengorganisasikan diri untuk berjuang sejumlah isu seperti UU Tenaga
Kerja. Di Indonesia, serikat buruh cenderung terpecah-pecah dengan focus pada bidang
industri, misalnya Serikat Pekerja Metal Indonesia, Serikat Pekerja Transportasi. Selain
itu,karyawan perusahaan secara mandiri membentuk serikat buruh internal dan
memiliki pengaruh yang kuat terhadap kebijakan manajemen korporasi seperti Asosiasi
Pilot, Serikat Karyawan Telkom. Organisasi buruh seperti asosiasi pilot Garuda dan
Serikat Karyawan Telkom akan fokus pada isu internal organisasi, sebaliknya Serikat

157
Pekerja Metal, Serikat Pekerja Seluruh Indonesia tidak hanya fokus pada isu internal
tetapi juga fokus pada kebijakan yang lebih besar seperti UU Tenaga Kerja. Hal ini
dikarenakan secara kesejahteraan karyawan serikat pekerja perusahaan BUMN lebih
mapan sehingga tidak fokus pada perjuangan isu-isu upah minimum, berbeda dengan
serikat pekerja manufaktur yang mayoritas merupakan pekerja yang dibayar dengan
standar UMR.

Isu hak asasi manusia menjadi salah satu masalah yang harus dihadapi oleh
sejumlah korporasi terutama yang bergerak di bidang ekstraktif seperti perkebunan,
tambang, migas. Operasio perusahaan yang bersinggungan dengan masyarakat adat
atau komunitas lokal seringkali memuci konflik sosial. Korporasi perlu memantau
sejumlah kelompok kepentingan seperti SETARA, Amnesty International, LBH. Isu
politik, agama, dan ideologis berpotensi menjadi sumber masalah public affairs yang
mungkin dihadapi korporasi. Misalnya, perusahaan pengolahan makanan akan
berhadapan pada isu halal haram seperti kasus yang dihadapi Ajinomoto pada beberapa
tahun sebelumnya, korporasi farmasi produsen vaksin sampai sekarang menghadapi
penolakan sejumlah komunitas Islam karena dinilai mengandung babi. Sejumlah
kelompok kepentingan yang dominan dalam isu agama antara lain MUI, NU,
Muhamadiyah. Korporasi juga harus berhadapan dengan kelompok kepentingan bidang
politik yaitu partai politik. Sejumlah kasus penyuapan yang melibatkan tokoh partai
karena dipicu partai politik menjadi alat untuk menekan korporasi terkait dengan
perijinan bisnis.

Identitas merupakan isu inti dari kehidupan sebagian besar manusia. Identitas
terkait dengan siapa diri kita dan bagaimana orang lain berpikir tentang diri kita.
Bagaimana kita memahami siapa diri kita? Sejumlah kelompok kepentingan terbentuk
untuk memperjuangkan identitas budaya, misalnya Forkabi, FBR (Betawi), Gaya
Nusantara (identitas Gay), Komnas Perempuan (perempuan). Sudah menjadi praktik
umum, korporasi yang mendirikan pabrik akan berhadapan dengan kelompok
kepentingan yang memperjuangkan identitas budaya lokal dan meminta “uang jatah”
preman atau minta direkrut sebagai staf. Pada kasus lain kelompok kepentingan tidak
memperjuangkan isu material tetapi lebih pada kesetaraan perlakuan identitas budaya,
kelompok kepentingan seperti isu identitas gay dan isu perempuan memperjuangkan

158
kesetaraan perlakuan terhadap karyawan yang mengaku gay dan karyawan perempuan
yang seringkali mendapatkan perlakuan diskriminasi.

Sejumlah kelompok kepentingan fokus pada isu-isu yang terkait masalah luar negeri
terutama fokus pada kebijakan pemerintah di mancanegara seperti perlindungan tenaga
kerja Indonesia, kerjasama bilateral,regional atau multinasional. Sejumlah kelompok
kepentingan menentang perdagangan bebas yang digagas WTO karena dianggap akan
melemahkan posisi negara-negara miskin.

Setelah memetakan jenis kelompok kepentingan, praktisi public affairs dapat


memilih sejumlah strategi merespon tekanan kelompok kepentingan. Strategi pertama
dalam menghadapi kelompok kepentingan yang bisa digunakan korporasi adalah
containment strategy. Dalam menghadapi kelompok kepentingan, sebuah perusahaan
dapat memilih salah satu, atau kombinasi dari tiga variasi strategi containment antara
lain (a) menentang kelompok kepentingan, (b) melemahkan antagonis, dan (c)
mendorong mengimbangi kelompok kepentingan (Lerbinger,2006:41).

Perusahaan dapat menggunakan strategi menentang kelompok kepentingan dengan


cara melawan baik secara legal maupun membangun opini agenda publik. Korporasi
dapat menuntut kelompok kepentingan melalui proses peradilan, misalnya pemecatan
karyawan yang ditentang serikat pekerja dapat menggunakan jalur Pengadilan
Hubungan Industrial untuk mendapatkan legitimasi. Selain litigasi humas, korporasi
juga dapat menekan kelompok kepentingan melalui media massa dengan membangun
opini publik yang memojokan tindakan kelompok kepentingan. Misalnya, aksi serikat
pekerja yang melakukan pemogokan atau demontrasi, korporasi bisa membangun
agenda opini public bahwa tindakan mereka merugikan secara ekonomi dan
kepentingan publik.

Strategi yang kedua, korporasi dapat melemahkan kelompok kepentingan.


Misalnya, perusahaan media memperlemah kelompok kepentingan jurnalis dengan
melarang jurnalis menjadi anggota dari asosiasi profesi seperti PWI atau AJI.
Perusahaan manufaktur juga dapat menggunakan strategi serupa untuk memperlemah
kekuatan buruh dengan melarang buruh menjadi anggota serikat buruh. Strategi
memperlemah serikat pekerja secara halus dapat dilakukan korporasi dengan

159
memberikan opsi kepemilikan saham di perusahaan sehingga serikat pekerja kehilangan
legitimasi dari karyawan.

Ketiga, strategi yang dapat digunakan korporasi ketika menghadapi kelompok


kepentingan adalah mengimbangi kekuatan lawan dengan membentuk kelompok
tandingan. Misalnya, perusahaan manufaktur dapat mendorong buruh membentuk
serikat buruh internal sehingga lebih mudah dikelola dibandingkan buruh ikut menjadi
anggota serikat buruh eksternal. Selain membentuk kelompok tandingan, korporasi juga
bisa membangun aliansi dengan kelompok kepentingan lain, sebagai kelompok
penyeimbang. Hal ini biasanya diimplementasikan pada kasus yang sangat kental aspek
ekonomi politik hukum.

Misalnya dalam kasus pelarangan produk rokok, Muhamadiyah mengambil


posisi anti rokok dan mendukung kontrol ketat terhadap industri rokok dan perilaku
merokok. Untuk mengimbangi Muhamadiyah, kelompok pro industri didukung oleh
NU, dalam konteks rokok memiliki dimensi ekonomi, karena sentra industri rokok dan
pertanian tembakau merupakan basis NU di Jawa Timur dan Jawa Tengah daerah
pedesaan. Berbeda dengan Muhamadiyah yang basisnya di perkotaan. Dukungan NU
terhadap petani tembakau dan industri rokok juga karena aspek kultural, merokok sudah
menjadi tradisi bagi kiai-kiai NU, disinilah perimbangan kekuatan sangat kentara NU
mendukung dalam konteks ekonomi dan kultural, sebaliknya Muhamadiyah fokus pada
isu kesehatan.

Selain strategi contaiment, korporasi juga dapat menggunakan engagement


strategy terhadap pemangku kelompok kepentingan. Lerbinger (2006:48) menyatakan
strategi ini berarti korporasi menyetujui dengan gerakan kelompok kepentingan dan
bekerjasama saling menguntungkan. Strategi ini antara lain melibatkan partisipasi
publik dalam program organisasi, organisasi bersedia untuk diawasi, menjalin
kerjasama baik itu aliansi maupun koalisi

Misalnya, industri kelapa sawit selama ini dipersepsikan negatif dan berdampak
buruk terhadap lingkungan hidup. Bahkan dalam beberapa kasus produk kelapa sawit
Indonesia ditolak oleh konsumen, terutama negara-negara Eropa yang beranggapan
produk kelapa sawit Indonesia berdampak buruk pada kerusakan lingkungan. Terkait
situasi tersebut, para pelaku usaha atau dalam hal ini korporasi yang bergerak pada

160
perkebunan kelapa sawit melibatkan lembaga swadaya masyarakat dan pemangku
kepentingan lain untuk melakukan sertifikasi praktik usaha kelapa sawit yang pro
lingkungan hidup. Pada tahun 2004, dibentuklah RSPO (roundtable sustainable palm
oil, RSPO mengeluarkan sertifikasi kepada korporasi kelapa sawit. Sertifikasi RSPO
mengindikasikan bahwa perusahaan kelapa sawit tersebut telah mematuhi tata kelola
perusahaan yang berkelanjutan.

Danone, raksasa produsen makanan, menggunakan strategi engagement dengan


perguruan tinggi dan lembaga swadaya masyarakat untuk melakukan advokasi dan
pendampingan terhadap peternak sapi perah di daerah Jawa Barat. BodyShop
menggandeng Yayasan Kehati dalam isu-isu lingkungan hidup di Indonesia dan
mendukung kegiatan KEHATI.

Tidak hanya di lingkungan bisnis, strategi ini juga bisa diterapkan oleh institusi
pemerintah, misalnya strategi engagement ini dijuga digunakan KPK yang melibatkan
pemangku kepentingan, khususnya LSM anti korupsi untuk melakukan pengawasan dan
advokasi publik terhadap isu-isu korupsi. Strategi engagement ini tergambar jelas dari
dukungan kelompok sipil ketika KPK konflik dengan POLRI dalam kasus Cicak-Buaya
beberapa waktu lalu. KPK mendapatkan dukungan kelompok kepentingan, khususnya
LSM anti korupsi, sebaliknya POLRI yang cenderung tertutup dan tidak melibatkan
LSM dalam sejumlah kasus justru opini publik dari kelompok kepentingan cenderung
negatif.

STRATEGI PENDEKATAN MEDIA MASSA

Media massa menempati peran sangat penting dalam fungsi public affairs
karena media massa merupakan institusi yang mampu membentuk dan mengarahkan
agenda publik. Pentingnya media massa dalam public affair bisa ditarik pada fenomena
kontemporer di mana dalam suatu sistem politik demokrasi yang kompetitif semakin
menempati posisi sentral dan strategik. Iyengar dan Kinder berpendapat dalam sistem
politik demokrasi media massa menjadi penghubung kunci antara praktek politik dan
konstituen. Sangat sedikit publik yang mengikuti pertemuan politik atau memiliki
kontak langsung dengan politisi. Nimmo dan Combs menyatakan bahwa politik telah
menjadi sebuah bentuk realitas yang kedua, bagi kebanyakan orang Amerika karena
mereka tidak menghadapi politik secara langsung (secara langsung), yang melibatkan

161
partisipasi aktif. Sebaliknya, khalayak massa pasif temui dimediasi politik melalui
media (Louw, 2005:2).

Pada proses pengambilan kebijakan elit politik melakukan negosiasi dengan


kelompok kepentingan dan politisi lainya. Pada proses negosiasi, media dapat
digunakan untuk membangun opini publik yang menguntungkan posisinya dan
melemahkan posisi lawan. Setelah kebijakan diambil, media berfungsi mengamankan
dan menciptakan legitimasi publik (Louw, 2005:273).

Menurut Lirbinger (2006:90) fungsi dasar media adalah mengarahkan perhatian


publik terhadap sebuah peristiwa , menyediakan informasi penting, menawarkan analisa
dan pernyataan. Misalnya, dalam isu pertanian seperti impor daging, beras, gula
Kompas cenderung mengambil sikap pro petani, dalam konteks jika anda bekerja pada
korporasi yang melakukan impor komoditas pertanian akan lebih sulit membangun
agenda berita yang menguntungkan organisasi anda. Dalam fungsi public affairs
makanya dibutuhkan pemahaman mendalam terkait ideologi dan gaya pemberitaan
suatu media. Lerbinger menyatakan terdapat sejumlah strategi media yang bisa
digunakan oleh praktisi humas korporasi dalam menjalankan fungsi public affairs antara
lain:

Gambar 36 Strategi Media (Lirbinger, 2006:90)

162
Pertama, seorang praktisi public affairs harus mengimplementasikan hubungan
media yang bersifat proaktif alih-alih menunggu pemberitaan atau dihubungi jurnalis.
Korporasi seringkali terlambat mengantisipasi sebuah pemberitaan, ketika isu publik
sudah bergulir di media massa maka akan cenderung sulit dikendalikan. Lerbinger
menyatakan bahwa tujuan utama dari hubungan media proaktif adalah meraih kontrol
maksimal terhadap media sehingga objektif organisasi seperti mempromosikan agenda
publik dapat tercapai. Hubungan media yang proaktif membutuhkan langkah yang
agresif dan pendekatan high profile ketika menghadapi media massa.

Contoh kasus, sebuah perusahaan migas nasional menawarkan biaya


pendidikan magister atau pasca sarjana kepada para sejumlah jurnalis. Bagi jurnalis
penerima beasiswa dalam jangka panjang diharapkan mampu “dikendalikan”. Seorang
CEO yang pernah menjadi klien kantor penulis dulu, menjadikan seorang jurnalis dari
surat kabar bisnis terkemuka sebagai ghost writers baik itu artikel maupun sejumlah
publikasi korporasi. Ikatan tersebut menjadi sebuah investasi yang sangat berharga bagi
perusahaan karena sejumlah hal. Pertama organisasi dapat mengetahui isu yang
berkembang dalam komunitas jurnalis, selanjutnya ketika organisasi menghadapi situasi
pelik dalam isu publik diharapkan para jurnalis tersebut bersikap “lunak”. Investasi
bersifat personal tersebut bersifat jangka panjang.

Untuk menjalankan strategi proaktif ini, praktisi public affairs dapat


menggunakan sejumlah strategi antara lain: “jump start” the news, komunikasi pre-
emtif, koreksi berita, dan terakhir mempengaruhi reportase berita. Implementasi dari
strategi jump start” the news, organsiasi dapat melibatkan pihak ketiga yang dianggap
sebagai pihak netral atau memiliki keahlian dalam isu tersebut dan mewakili pendapat
organisasi. Misalnya, dulu ketika kantor penulis mewakili sebuah korporasi dalam
litigasi humas, untuk membangun opini publik yang menguntungkan melakukan
pendekatan kepada seorang anggota parlemen untuk menulis artikel terkait kasus
tersebut. Pemuka pendapat baik yang memiliki keahlian maupun kekuasaan diharapkan
mampu menciptakan agenda publik baik melalui tulisan artikel maupun wawancara
media.

Kedua, strategi pre-emtif yaitu ketika organisasi mengetahui sebuah isu bakal
keluar dan diprediksi akan merugikan organisasi. Organisasi bisa mengambil langkah
membangun agenda publik melalui media massa terlebih dahulu sebelum agenda yang

163
berdampak negatif muncul. Taktiknya bisa mengirimkan siaran pers, konferensi pers
maupun pemasangan iklan di media massa terlebih dahulu sebelum

Ketiga koreksi pemberitaan, seringkali jurnalis menulis berita terkait korporasi


karena dikejar waktu deadline dan juga akses narasumber berita terbatas sehingga berita
yang ditayangkan tidak sesuai dengan kondisi sebenarnya. Korporasi dapat memberikan
koreksi dengan mengirim surat resmi ke pihak redaksi. Koreksi pemberitaan ini
semakin meningkat seiring dengan dominannya situs berita seperti Kompas.com,
Detik.com, Vivanews, Okezone. Situs berita karena bersifat 24 jam dan sistem editorial
yang lebih longgar karena dituntut pemberitaan secara cepat maka potensi terjadinya
bias pemberitaan atau kesalahan kutip makin besar. Peran gatekeeper berita dalam
pemberitaan online semakin menurun digantikan kemandirian jurnalis dalam
mengirimkan berita.

Keempat, mempengaruhi reportase, dengan cara misalnya mengangkat senior


jurnalis sebagai juru bicara atau humas korporasi. Hal ini sebenarnya telah jamak
dilakukan misalnya KPK mengangkat Johan Budi, mantan senior jurnalis di Tempo,
Pertamina mengangkat Wianda Pusponegoro, Wapres Budiono mengangkat Yopie,
jurnalis kontan sebagai juru bicara. Dengan mengangkat jurnalis yang memiliki
jaringan hubungan media kuat maka diharapkan dapat mempengaruhi pemberitaan
terhadap organisasi.

Strategi yang kedua adalah semi control tayangan siaran langsung. Menurut
Lerbinger (2006:137), munculnya pemimpin organisasi atau juru bicara dalam
wawancara langsung dengan media massa dapat meraih kontrol yang lebih besar
terhadap pesan yang dikomunikasikan melalui media massa. Pesan korporasi yang
dikirimkan melalui siaran pers sering kali telah mengalami penyuntingan dari redaktur
media, dengan berbicara secara langsung biasanya melalui acara Wawancara Khusus.
Publik akan menerima pesan secara utuh dari sisi korporasi. Yang harus diperhatikan
oleh korporasi adalah, juru bicara atau pemimpin organisasi harus handal dalam
melakukan wawancara dan telah memiliki pengalaman jam terbang tinggi sehingga
mampu mengendalikan jalannya wawancara.

Strategi ketiga, korporasi mengkontrol penuh pesan komunikasi yang


diseminasikan melalui media massa. Kontrol penuh ini melalui jalan memasang iklan

164
advokasi di media massa. Yang harus menjadi perhatian oleh praktisi public affairs
adalah pemilihan strategi media yang tepat atau media yang memiliki dampak
pembentukan opini publik yang kuat. Menurut Mack (2001:170), iklan televii
merupakan medium komunikasi paling berpengaruh terhadap publik meskipun
bukanlah satu-satunya. Iklan radio seringkali digunakan karena dananya terbatas dan
ingin mencapai khalayak yang terbatas. Iklan cetak lebih murah dibandingkan televisi
tetapi dapat mendiseminasikan waktu lebih lama dan pesan yang bersifat kompleks

Di Indonesia, pemasangan iklan advokasi paling tepat ditayangkan di Kompas


untuk surat kabar, Kompas.com dan Detik.com untuk kategori situs berita, dan terakhir
TV One dan Metro TV untuk media televisi. Sayangnya, meskipun korporasi bisa
mengkontrol pesan tetapi sebenarnya khalayak lebih cenderung mempercayai pesan
yang dikomunikasikan oleh media melalui pemberitaan dibandingkan melalui iklan
advokasi yang bersifat paid message, prinsip yang harus dipegang dalam
pengembangan strategi media adalah high control low impact, low control high impact.

Dalam jangka panjang, korporasi dapat secara perlahan merubah perilaku


jurnalis dan media dengan melakukan sejumlah tekanan terhadap mereka sehingga
mereka dapat mereformasi kebijakan dan praktik jurnalitik (Lerbinger, 2006:171). Dari
sudut pandang ideologis, media massa di Indonesia dapat dipetakan ke dalam sejumlah
kategori. Pertama, media yang kuat dengan ideologis seperti Kompas yang mengusung
ideologi kerakyatan (nasionalisme) dan Grup Tempo yang fokus pada isu-isu
liberalisme. Kompas dan Tempo dengan ideology politik yang berbeda akan cenderung
bergaya lain dalam pemberitaan isu. Korporasi yang menghadapi tekanan isu hak asasi
manusia dan hukum akan cenderung kesulitan dalam mengkontrol pemberitaan Tempo,
Korporasi yang berhadapan dengan isu komunitas atau masyarakat marjinal, seperti
petani, peternak akan sulit menghadapi pemberitaan Kompas. Kedua, media yang
berideologi pragmatis, biasanya dimiliki oleh pengusaha, politisi, dan pemerintah.
Media yang tipe yang kedua ini lebih mudah ditembus praktisi public affairs dengan
pendekatan finansial baik iklan, amplop.Kepemilikan media yang berbeda akan
mempengaruhi pemberitaan jurnal. Korporasi sebenarnya dalam jangka panjang dapat
secara perlahan untuk menekan media mematuhi tata kode jurnalistik, tetapi pada
dasarnya korporasi dan media/jurnalis mengambil keuntungan dari belum mapannya
praktik jurnalisme dalam sisi finansial sehingga memberi peluang pelanggaran kode

165
etik jurnalistik sangatlah besar. Pada prinsip dasarnya, tidak ada media yang bebas
kepentingan, pada titik inilah sebenarnya praktisi public affairs menyamakan
kepentingan dengan media massa sehingga sama-sama saling memanfaatkan

Strategi terakhir yang digunakan praktisi public affairs dengan mengurangi


pengaruh dan ketergantungan media masssa yang memonopoli diseminasi berita
terhadap publik. Korporasi dapat memotong pengaruh media massa secara langsung
dengan mengembangkan media komunikasi sendiri (Lerbinger, 2006:179). Misalnya,
korporasi menggunakan internet seperti media sosial seperti Twitter, Youtube,
Facebook untuk menyebarkan informasi kebijakan perusahaan kepada masyarakat.
Publik dapat secara langsung merespon pesan tersebut tanpa perlu disunting oleh media
massa. Selain media social, korporasi juga dapat menerbitkan media internal berupa
corporate magazine atau inhouse magazine yang dibagikan kepada publik secara gratis.

**

166
SIMPULAN BAB

 Public Affairs didefinisikan sebagai spesialisasi hubungan masyarakat yang


berfungsi mempengaruhi kebijakan publik yang menguntungkan dan fungsi ini
dilakukan oleh sejumlah korporasi dan lembaga sektor publik seperti kelompok
kepentingan, kelompok penekan, dan cause groups

 Public affairs merupakan area spesialisasi dalam praktik hubungan masyarakat


yang terkait dengan pembentukan kebijakan publik, legislasi, dan regulasi yang
mungkin mempengaruhi kepentingan dan operasional sebuah organisasi

 Pemerintah dan parlemen dalam kacamata analisa pemangku kepentingan


Mitchell (1997) dikategorikan sebagai definitive stakeholders karena publik ini
memiliki dimensi atribut kepentingan, kewenangan dan kekuasaan sekaligus.

 Empat sumber informasi public affairs yang meliputi pemberitaan media,


tracking service, sumber pemerintah, dan terakhir pejabat atau staf pemerintah
dan pelobi lain.

 Pemerintah pada dasarnya memiliki tiga fungsi dasar yaitu penetapan hukum
dan tata aturan baik internal maupun eksternal, pendistribusian kesejahteraan
dan penetapan standar kehidupan bagi public, dan ketiga sebagai organisasi dari
pasar

 Strategi yang digunakan dalam mendekati pengambil kebijakan melalui jalinan


kontak langsung dengan pejabat dan stafnya berdasarkan akses pada pengambil
kebijakan atau dikaitkan pada keahlian dan pengetahuan dari isu kebijakan itu
sendiri

 Kebijakan pemerintah dapat berbentuk tiga tipe yaitu antara lain 1) hukum
(undang-undang), regulasi (aturan) yang diadopsi oleh lembaga pemerintah, 3)
keputusan lembaga peradilan

167
 Kelompok kepentingan merupakan organisasi privat yang berusaha
mempengaruhi keputusan yang dibuat pengambil kebijakan

 Praktisi public affairs dapat memilih sejumlah strategi merespon tekanan


kelompok kepentingan. Strategi pertama dalam menghadapi kelompok
kepentingan yang bisa digunakan korporasi adalah containment strategy.

 Korporasi juga dapat menggunakan engagement strategy terhadap pemangku


kelompok kepentingan

 Media massa menempati peran sangat penting dalam fungsi public affairs
karena media massa merupakan institusi yang mampu membentuk dan
mengarahkan agenda publik

 Strategi media massa : Proactive media relations, semi control, complete


control, holding media accountable and suing, bypassing

***

168
HUMAS DALAM KONTEKS PASAR MODAL

Setelah membaca bab ini maka Anda diharapkan

 Memahami konsep dasar hubungan investor


 Memahami fungsi hubungan investor
 Memahami pembentukan harga saham
 Memahami manajemen public pasar modal
 Memahami taktik komunikasi hubungan investor

Beberapa waktu lampau, dunia bisnis Indonesia dikejutkan perseteruan Nat


Rostchild, investor bisnis terkemuka dari Inggris, dengan Grup Bakrie (Bumi
Resources). Perseteruan akibat pertikaian kepemilikan saham menjadi isu internasional
sehingga berlanjut pada masalah tuntutan hukum. Pada gilirannya, Bumi Resources
yang tadinya menjadi saham yang menjadi dambaan dalam bursa saham Indonesia
semakin dijauhi dan mendapatkan reputasi buruk di mata investor dan calon investor.
Hal ini tergambar dari semakin menurunnya harga saham dari semula pada titik puncak
Rp 8000 sampai saat ini harga per lembarnya lebih murah dibandingkan jajanan
gorengan dipinggir jalan.

Dalam sistem perekonomian semakin liberal dan terjadinya globalisasi sistem


keuangan dunia, perusahaan sangat bergantung pada pasar modal baik itu obligasi,
utang perbankan maupun bursa saham dalam melakukan pendanaan usaha. Arus modal
saat ini tidak bisa terbendung dalam lingkup nasional, perusahaan mencari dana baik
dengan utang seperti obligasi maupun pinjaman perbankan dan juga penjualan saham
melalui lantai bursa maupun pasar uang. Salah satu alasan penting meningkatnya
peran hubungan investor adalah terjadinya skandal korporasi yang dilakukan pemimpin
perusahaan dengan memanipulasi informasi kepada investor, akibatnya investor tidak
mampu secara tepat memahami nilai dan bisnis perusahaan (Laskin, 2014:1).

169
Pada tahun 2002, dunia bisnis dunia dikejutkan mal-praktek korporasi yang
dilakukan oleh Enron dan WorldCom, dua perusahaan kelas dunia yang masuk daftar
Fortune500 melakukan manipulasi keuangan dengan menyembunyikan akun beban
usaha sehingga terkesan kinerjanya bagus. Akibat skandal tersebut, ribuan investor
yang menanamkan di kedua perusahaan tersebut mengalami kerugian miliaran dollar.
Enron dan Worldcom saat ini tinggal sejarah. Beberapa tahun kemudian, Lehman
Brothers, bank investasi Amerika Serikat, melakukan hal yang sama dengan dampak
yang lebih massif karena bergerak di bidang jasa finansial yang jaringannya tersebar
luas sehingga dampaknya pun bersifat global. Kedua peristiwa tersebut
menggambarkan kegagalan korporasi dalam menciptakan hubungan investor yang
sehat.

KONSEP HUBUNGAN INVESTOR

Investor Relations Society mendefinisikan investor relations sebagai manajemen


hubungan antara perusahaan yang terdaftar di bursa saham dengan pemegang dan calon
pemegang sekuritas (Marston dan Straker, 2001:82). Sekuritas dalam hal ini adalah
surat berharga yang diperdagangkan melalui pasar modal surat utang, biasa disebut
obligasi, dan juga saham.

Istilah lain yang digunakan yang bermakna serupa adalah financial PR atau
humas finansial yang didefinisikan sebagai spesialisasi humas yang bertujuan utama
untuk menciptakan nilai pasar perusahaan yang menjual sahamnya melalui bursa
saham. Financial PR mengelola komunikasi dengan pialang saham, analis saham,
investor baik lembaga maupun individu, kolomnis keuangan, jurnalis keuangan (Tosun,
2004:203).

BAGAIMANA HARGA SAHAM TERBENTUK?

Sebelum mengkaji lebih jauh tentang hubungan investor, terlebih dahulu kita
bahas fondasi yang melatarbelakangi program hubungan investor yaitu pergerakan
saham. Sebuah korporasi yang masuk pasar modal atau bursa saham pasti
menginginkan harga sahamnya bergerak naik terus. Gambaran sederhananya, semakin
naik harga saham maka nilai korporasi semakin tinggi dan semakin menguntungkan
investor. Ketika investor membeli saham memiliki dua tujuan utama pertama

170
mendapatkan margin harga saham dan yang kedua dividen. Harga saham yang terus
naik menandakan kinerja korporasi tersebut semakin meningkat pula.

Ilustrasinya, misalnya saham Gudang Garam pada kuartal IV 2009 harga


sahamnya paling rendah Rp 11,900 sedangkan sekarang pada kuartal I 2015, harga
sahamnya mencapai Rp 60,000, berarti terjadi lonjakan 500 persen. Jika anda membeli
harga saham Gudang Garam pada kuartal IV 2009 dengan nilai Rp 1 miliar maka
kekayaan anda akan bertambah menjadi Rp 5 miliar pada tahun 2015. Bandingkan
dengan jika anda menanam investasi deposito dengan bunga paling tinggi 7 persen,
kekayaaannya anda paling bertambah tidak sampai 10 persen.

Gambaran sebaliknya, harga saham Bumi Resources (Grup Bakrie), pada


kuartal II 2008 pernah mencapai titik tertinggi Rp 8,550 sedangkan sekarang harga pada
kuartal I 2015 Rp 102, berarti jika anda pada tahun 2008 membeli saham Bumi 1000
lembar pada harga tertinggi seharga Rp 8,550,000 maka jika menjual kembali pada
Januari 2015 saham anda, hanya akan mendapatkan Rp 102,000. Kesimpulannya, jika
anda menjadi investor Bumi Resources anda mungkin akan stress tingkat tinggi,
sebaliknya jika anda menjadi investor Gudang Garam akan menjadi mendapatkan
kenaikan harta berkali lipat.

Harga saham korporasi di bursa saham dipengaruhi oleh sejumlah faktor dan
tidaklah bersifat tunggal. Menurut Guimard (2008:7), secara garis besar nilai saham
korporasi dipengaruhi oleh dua aspek utama yaitu faktor eksternal korporasi dan faktor
internal korporasi. Kedua aspek tersebut sangat menentukan permintaan dan penawaran
saham dan jual-beli saham.

171
Gambar 37 Faktor Pembentuk Harga Saham (Guimard (2008:7),

Faktor eksternal terkait sejumlah hal, misalnya tingkat suku bunga kredit.
Tingkat suku bunga akan mempengaruhi harga saham sebuah korporasi. Logikanya jika
suku bunga nasik maka beban membayar utang perusahaan akan naik, misalnya pada
tahun 2012 harus membayar utang dengan suku bunga 7 persen tetapi pemerintah
menaikan suku bunga, sehingga beban perusahaan pun naik. Suku bunga juga
berpengaruh pada konsumen pada akhirnya mempengaruhi pendapatan perusahaan,
misalnya jika suku bunga naik maka perusahaan yang bergerak di bidang properti atau
pembiayaan akan menjerit. Sebagian besar konsumen membeli rumah dan kendaraan
bermotor dengan skema kredit kepemilikan rumah atau kredi kepemilikan kendaraan
jika suku bunga naik bisa dipastikan beban bunga konsumen akan naik sehingga
penjualan rumah dan otomotif akan cenderung menurun.

Faktor selanjutnya adalah kurs mata uang, kurs mata uang bisa mempengaruhi
harga saham sebuah korporasi. Misalnya kurs mata uang rupiah terdepresiasi atau
menurun nilainya terhadap dollar maka perusahaan-perusahaan komoditas ekspor
seperti perkebunan mungkin akan naik karena beban usaha mereka menggunakan kurs

172
rupiah tetapi pendapatan ekspor dengan dollar. Sebaliknya, perusahaan yang basis
pendapatan usaha dengan rupiah tetapi beban usahanya dihitung dengan basis mata
uang dollar justru menjerit. Misalnya, perusahaan seperti Garuda pendapatannya rupiah
tetapi karena kurs mata uang rupiah menurun terhadap dollar maka beban usahanya
akan naik karena biaya penerbangan dihitung mengggunakan dollar seperti sewa
pesawat, beli avtur, dll.

Ketiga adalah faktor kondisi ekonomi, jika kondisi ekonomi atau pertumbuhan
ekonomi suatu negara bagus maka harga saham akan terdongkrak naik. Gambarannya
adalah jika pertumbuhan ekonomi naik maka pendapatan masyarakat akan naik
sehingga daya beli naik, jika daya beli masyarakat naik maka konsumsi barang juga
otomatis naik. Sebaliknya jika pertumbuhan ekonomi melambat maka harga sahampun
terancam akan melambat pula.

Suatu peristiwa baik kejadian tingkat nasional maupun internasional bisa


mempengaruhi pergerakan harga saham. Misalny, selepas Jokowi terpilih presiden
Indeks Harga Saham Gabungan di Bursa Efek Indonesia juga naik. Hal ini karena
terpilihnya Jokowi sesuai dengan harapan komunitas pasar. Kejadian internasional
misalnya perang di Timur Tengah, biasanya memicu harga minyak bumi naik karena
kawasan tersebut merupakan produsen utama minyak. Bagi perusahaan migas seperti
Chevron, Exxon Mobil itu berkah karena permintaan minyak naik dan harga akan
semakin naik tetapi bagi perusahaan manufaktur atau transportasi justru itu musibah
karena beban usaha salah satunya menggunakan minyak maka harga saham akan
cenderung turun. Sebaliknya jika harga minyak dunia terus turun akan menguntungkan
industri otomotif dan manufaktur tetapi justru menjadi pukulan telak bagi bisnis migas.

Selain faktor eksternal, harga saham juga dipengaruhi faktor internal perusahaan
atau biasanya disebut faktor fundamen perusahaan. Pertama adalah pendapatan usaha,
sebuah perusahaan yang melaporkan pendapatan atau laba usahanya naik dan sesuai
dengan harapan pasar maka harga saham akan cenderung naik sebaliknya jika
pendapatan atau labanya turun maka harga sahamnyapun akan cenderung turun. Factor
kinerja perusahaan juga terkait dengan aspek operasional korporasi, misalnya jika
perusahaan telekomunikasi seperti Telkom dan XL-Axiata akan dinilai dari sisi jumlah
pelanggan, jumlah BTS, coverage . Perusahaan yang mengelola pelabuhan seperti

173
Angkasa Pura atau IPC Indonesia akan diukur kinerja operasional dari indicator jumlah
penumpang yang diangkut, kargo yang dikirim dll.

Kedua adalah reputasi perusahaan. Reputasi perusahaan dalam pasar modal


sangat menentukan keberhasilan perusahaan dalam menggaet pendanaan usaha.
Semakin beresiko perusahaan di mata investor maka beban bunga yang akan
dibayarkan kepada investor semakin besar. Reputasi perusahaan yang buruk akan
dijauhi investor, sudah menjadi hukum alam. Tidak ada investor yang nekad
menanamkan modal di perusahaan yang dipersepsikan beresiko tinggi, karena secara
rasional investor mencari keuntungan baik itu jangka pendek berupa kenaikan saham
maupun jangka panjang bunga obligasi dan dividen saham.

Misalnya adalah sebuah perusahaan otomotif sedang menghadapi masalah


penarikan produk karena cacat produk. Penarikan produk tersebut selain meningkakan
biaya juga menggerus kepercayaan investor terhadap reputasi perusahaan. Ketika
perusahaan otomotif mengalami krisis terkait penarikan produk maka harga sahampun
akan cenderung naik, sebaliknya perusahaan yang mampu membangun dan menjaga
reputasi akan cenderung naik. Reputasi perusahaan yang buruk akan mendorong kinerja
saham menurun pula.

Ketiga adalah kinerja korporasi sesuai dengan ekpektasi investor, misalnya pada
tahun 2014, investor dan analis memprediksi laba bersih perusahaan akan mencapai Rp
1 Triliun tetapi pada berakhirnya periode anggaran di tahun 2014 ternyata laba
bersihnya tidak mencapai target awal maka kemungkinan harga sahamnya akan turun.
Sebaliknya jika sesuai ekspektasia atau melebih ekspektasi maka akan mendorong
kenaikan harga saham.

Terakhir, faktor internal yang mempengaruhi pergerakan harga saham adalah


struktur finansial atau kondisi keuangan sebuah perusahaan. Misalnya, Bumi Resources
pada 2014 menanggung hutang usaha Rp 44 T sedangkan pendapatan usaha menurun,
karena besar pasak daripada tiang maka persepsi komunitas keuangan terhadap kinerja
manajemen dan korporasi akan buruk sebagai gambaran ketidakmampuan manajemen
dalam pengelolaan keuangan. Sebaliknya misalnya Toyota atau Apple, karena memiliki
arus kas yang besar bahkan disebut Bank Toyota karena memiliki cadangan kas
sebesar.. maka struktur keuangan yang sehat ini menjadi salahsatu indicator pelaku

174
pasar untuk membeli atau menjual saham. `Gambaran sederhananya anda tidak akan
mempercayai seseorang yang punya banyak utang tetapi anda akan lebih percaya
berbisnis dengan seseorang pendapatannya dan tabunganya jauh lebih besar
dibandingkan utang yang dimiliki.

TUJUAN HUBUNGAN INVESTOR

Tuominen menyatakan bahwa objektif dari hubungan investor adalah


menciptakan interaksi jangka panjang antara organisasi dengan rekan organisasinya
baik yang bersifat langsung maupun tidak langsung dalam komunitas investor (Dolphin
,2004:26). Clare berpendapat bahwa financial PR yang baik akan mengurangi biaya
pendanaan sebuah perusahaan. Jika sebuah perusahaan ingin mendapatkan uang dari
pasar modal dan nilai sahamnya rendah maka mungkin perusahaan tersebut tidak dapat
meraih modal yang sesuai dengan kebutuhannya. Nilai sahamnya rendah karena
nilainya tidak diproyeksikan secare tepat sehingga pemangku kepentingan dapat
memahami dan menerima strategi bisnis perusahaan ( Middleton, 2004:164).

Hal ini seperti yang dialami Garuda Indonesia ketika melakukan penjualan
saham perdana beberapa tahun sebelumnya. Komunitas pasar modal menilai harga
saham yang dijual terlalu kemahalan sehingga permintaan di bawah harapan
manajemen. Karena tidak sesuai dengan harapan pada hari pertama penjualan saham,
justru turun sehingga investor mengalami kerugian.

Harga saham PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA) hingga saat ini masih berada di
bawah harga penawaran perdana (IPO). Ada dua hal yang menyebabkan saham
maskapai pelat merah tersebut belum menembus level awalnya.Alasannya, harga IPO
saham GIAA kemahalan. Selain itu kinerjanya juga belum memuaskan," kata Satrio
kepada Kompas.com di Jakarta

Menurut van Riel (2007:184), peran dari hubungan investor untuk memenuhi
tiga fungsi dasar yaitu memenuhi aturan, membentuk hubungan yang menguntungkan
dengan khalayak kunci bidang bisnis keuangan, dan terakhir berkontribusi dalam
membangun dan mengelola citra dan reputasi perusahaan.

175
ATURAN PASAR MODAL

“Greed is good” sebuah ucapan tokoh Geko yang diperankan Michael Douglas
pada sebuah film yang berseting pasar modal Wall Street. Keserakahan menjadi sebuah
perilaku manusiawi dari setiap diri manusia, tidak ada pebisnis yang ingin rugi dan
ingin untung sebanyak-banyaknya meski mungkin harus melanggar etika dan aturan.
Karena secara manusiawi manusia sebenarnya bersifat serakah maka diperlukan sebuah
aturan bersama yang ditetapkan oleh pengambil kebijakan yaitu pemerintah.

Pasar modal karena terkait dengan pengumpulan dana investasi masyarakat


bernilai ratusan triliun sehingga wajib diatur oleh pemerintah dengan tujuan melindungi
kepentingan investor. Lembaga Otoritas Jasa Keuangan merupakan lembaga
pemerintah yang mempunyai tugas melakukan pengaturan dan pengawasan terhadap
kegiatan jasa keuangan di sektor Perbankan, sektor Pasar Modal, dan sektor IKNB
(industri keuangan non bank). Untuk emiten yang tercatat di bursa saham, juga harus
patuh dengan aturan yang dibuat oleh PT Bursa Efek Indonesia, sebagai penyelenggara
perdagangan efek di Indonesia.

Fungsi dari investor relations terkait dengan aturan keterbukaan informasi


publik. Menurut Marcus (2005:47), inti dari praktik hubungan investor adalah konsep
keterbukaan. Keterbukaan, merupakan inti dari pemasaran kepercayaan dari hubungan
investor. Dalam hubungan investor, keterbukaan berarti transparansi di mana semua
investor, setara untuk mengetahui apa yang dibutuhkan ketahui tentang perusahaan
dalam rangka mengambil keputusan investasi.

Efektivitas hubungan investor terkait dengan keterbukaan informasi perusahaan


dalam sejumlah bentuk seperti laporan tahunan, prediksi dan laporan pendapatan,
perencanaan investasi, prosedur tata kelola, dividen, dan rencana pembiayaan,
informasi tersebut dipublikasikan secara formal maupun informal (Marston dalam
Chang dan Wee, 2008:378).

Praktiknya, misalnya keterbukaan mengenai laporan keuangan perusahaan


sementara dipublikasikan setelah berakhirnya periode keuangan triwulan (31 Maret,
30 Juni, 30 September, dan 31 Desember). Praktisi humas menjalankan fungsi Investor

176
Relations dengan mempublikasikan laporan keuangan perusahaan baik melalui siaran
pers maupun di situs perusahaan. Selain tiap triwulan, setiap tahun perusahaan juga
diwajibkan melaporkan laporan tahunan, fungsi investor relations terkait dengan
menyusun laporan tahunan perusahaan yang nantinya akan dilaporkan melalui forum
Rapat Umum Pemegang Saham dan Bursa Efek Indonesia. Jika perusahaan melanggar
aturan tersebut, maka akan diberikan sanksi Bursa Efek Indonesia seperti sahamnya
dihentikan sementara atau bisa jadi diberikan denda. PT Bursa Efek Indonesia (BEI)
melaporkan telah melayangkan surat peringatan tertulis III sekaligus tambahan denda
kepada tuuh emiten yang terlambat menyampaikan laporkan keuangan interim yang
berakhir 31 Maret 2013. Dua diantara tujuh emiten tersebut adalah PT Bakrie Sumatera
Plantations Tbk (UNSP) dan PT Bakrieland Development Tbk (ELTY) .

Selain wajib melaporkan laporan keuangan tahunan dan laporan keuangan


triwulan secara berkala, emiten juga wajib memberikan paparan publik terkait sejumlah
kebijakan korporasi seperti merger, akuisisi, penjualan saham, pembiayaan utang
karena setiap informasi dari korporasi tersebut dibutuhkan investor untuk mengambil
keputusan.

Merger terjadi ketika dua atau lebih entitas bisnis sepakat untuk bergabung
menjadi satu entitas yang baru. Misalnya di dunia internasional dikenal merger antara
Nissan dan Renault menjadi entitas bisnis Nissan-Renault. Sony dan Ericsson
bergabung menjadi Sony Ericsson. Anak usaha Nokia, penyedia layanan infrastruktur
telekomunikasi, bergabung dengan anak usaha Siemens menjadi Nokia Siemens
Network. Lippo Bank dengan Bank Niaga merger menjadi CIMB Niaga, karena
kedua perusahaan tersebut dimiliki CIMB Malaysia. Bank BDN, Bank Exim, Bank
Expor Impor, Bank Bumi Daya melakukan merger selepas krisis moneter menjadi Bank
Mandiri.

Akuisisi terjadi ketika sebuah perusahaan membeli perusahaan lain untuk


menjadi anak usahanya. Contohnya Microsoft membeli Nokia, Facebook membeli
Whatsapp, Microsoft membeli Skype. Sedangkan contoh kasus di Indonesia misalnya
PT Surya Citra Media, pemilik SCTV, membeli Indosiar Visual Mandiri. PT Unilever
Indonesia Tbk membeli Buavita, produsen jus buah terbesar di Indonesia. Bank BRI
membeli Agro Bank sekarang menjadi BRI Agro.

177
Split yaitu ketika sebuah perusahaan justru memisahkan satu perusahaan
menjadi dua atau lebih perusahaan dengan tujuan memfokuskan bisnis. Misalnya
Hewlett-Packard yang berubah menjadi dua entitas bisnis yang satu bidang usaha
hardware (computer, printer, laptop, server) sedangkan bidang bisnis lainnya bidang
layanan teknologi. Kraft Food memisahkan bisnis makanan ringan menjadi entitas
bisnis Mondelez International. Misalnya, isu rencana akuisisi PGN oleh Pertamina
beberapa saat lalu membuat pelaku pasar modal mendorong BUMN tersebut
melakukan paparan publik sesuai dengan peraturan bursa saham.

Asosiasi Emiten Indonesia (AEI) mendesak PT Perusahaan Gas Negara Tbk


(PGN) menggelar paparan publik (publik expose) terkait rencana aksi
korporasi akuisisi perseroan oleh PT Pertamina (Persero). Ini sesuai dengan
aturan pasar modal dalam masa waktu 2x24 jam. "Harusnya otoritas panggil
PGN dan pemegang saham dalam hal ini Kementerian BUMN mesti
menjelaskan apa saja aksinya. Dalam aturan pasar modal kan 2x24 jam harus
ada publik expose sehingga ini menjadi sinyal kurang baik kalau BUMN
mengecualikannya (publik expose)," ungkap Ketua AEI, Airlangga Hartarto di
Jakarta2

Kebijakan –kebijakan tersebut harus dipaparkan kepada publik agar publik bisa
mendapatkan informasi yang mencukupi untuk mengambil keputusan. Sanksi yang
diberikan regulator bisa jadi nilainya kecil tetapi dampak terhadap pembentukan
kerusakan reputasi perusahaan justru yang sangat besar. Perusahaan yang taat dengan
aturan regulator akan cenderung dicitrakan baik dibandingkan perusahaan yang sering
melanggar aturan pasar modal. Publik akan mempersepsikan perusahaan-perusahaan
yang melanggar aturan sebagai perusahaan yang beresiko karena dinilai tidak memiliki
itikad baik dalam keterbukaan informasi.

MENGELOLA HUBUNGAN PUBLIK DALAM PASAR MODAL

Siapa publik organisasi sangat bergantung pada di mana posisi anda menjabat
sebagai seorang humas. Dalam konteks hubungan investor maka diposisikan sebagai
humas dari sebuah perusahaan yang mencatatkan diri di pasar modal atau biasa disebut
emiten. Secara konseptual, pasar modal dibagi ke dalam dua karakteristik yaitu sell side
(sisi penjual surat berharga) dan buy side (pembeli surat berharga). Sell side yaitu
pihak yang membantu perusahaan menjual sahamnya ke investor, yang meliputi bank
investasi, broker dan mereka mempekerjakan sejumlah analis, pedagang saham, dan

2
http://bisnis.liputan6.com/read/806089/diakuisisi-pertamina-pgn-wajib-gelar-public-expose-2x24-jam

178
bankir investasi. Pada sisi yang lain, buy side yaitu entitas bisnis yang mengelola dana
investasi seperti dana pensiun, reksa dana atau investor pribadi. Sebuah perusahaan
dapat membangun hubungan melalui perantara sell side maupun pun ke pihak buy side
secara langsung (Bragg, 2009:61). Maksudnya sebuah perusahaan bisa menjual surat
berharga melalui perantara manajer investasi maupun broker atau bisa menjual
langsung pihak calon pembeli seperti dana pensiun, reksa dana.

Model publik dalam hubungan investor di atas dikembangkan oleh van Riel.
Pada sisi, buy side terdapat investor lembaga (dana pensiun, asuransi), investor pribadi
perseorangan, dan pengelola dana investasi. Pada sisi sell side, terdapat broker pasar
modal. van Riel menambahkan publik external advisor atau penasehat eksternal
investor yaitu pihak yang dapat memberikan pengaruh apakah investor apakah membeli
atau menjual surat berharga. Investor biasanya memperhatikan pendapat dari publik ini
yaitu media massa melalui pemberitaan, otoritas melalui kebijakan, dan juga komunitas
pasar modal seperti asosiasi bisnis. Analis dan bank ditempatkan sebagai perantara
antara buy side dan sell side.

Gambar 38 Publik Organisasi dalam Investor Relations (van Riel, 2007:186)

Berdasarkan kajian yang dilakukan Larsen dalam van Riel (2007:186),


tergambar bahwa diseminasi informasi keuangan merupakan fungsi utama dari proses
hubungan investor antara perusahaan dengan pemangku kepentingan pasar modal. Garis

179
secara tegas menunjukan informasi keuangan merupakan kewajiban terhadap empat
pihak yaitu regulator, organisasi pasar modal, akuntan,dan publik secara umum terkait
konsep keterbukaan informasi sedangkan garis putus-putus menunjukan hubungan yang
dibangun antara korporasi dengan pemangku kepentingan.

Korporasi yang kurang dalam melakukan program hubungan investor memiliki


ciri khas kurang mendapatkan liputan dari analis, investor institutional yang lebih
sedikit, harga saham pada level rendah, kapitalisasi pasar kecil dan volume
perdagangan kecil. Sebaliknya, perusahaan yang melakukan program hubungan
investor lebih ekstensif akan meraih liputan analis lebih luas, proporsi kepemilikan
saham oleh investor institutional lebih besar, dan nilai kapitalisasi pasar jauh lebih besar
( Chang et al, 2008:377).

Menurut Marcus (2005:16), terdapat tiga bentuk informasi keuangan dasar yang
dibutuhkan pemangku kepentingan pasar modal dari korporasi yaitu antara lain
pendapatan dan indikator keuangan korporasi lainnya, manajemen korporasi, dan
terakhir rencana bisnis korporasi. Pendapatan dan indikator keuangan lain meliputi laba
bersih, beban usaha, pendapatan usaha, pendapatan lain-lain, jika perbankan ditambah
lagi seperti informasi kredit macet, pendapatan bunga, jumlah simpanan nasabah.
Indikator keuangan mencerminkan kinerja yang dicapai korporasi dalam satu periode
keuangan baik triwulan maupun tahunan.

PT Telekomunikasi Indonesia (Persero) Tbk. (TLKM) membukukan laba bersih


Rp14,2 triliun sepanjang 2013 atau tumbuh 10,54% dari posisi 2012 sebesar
Rp12,85 triliun. Berdasarkan laporan keuangan yang dirilis perseroan, laba
bersih per saham dasar perusahaan telekomunikasi pelat merah itu naik
Rp133,84 menjadi Rp147,42. Dari segi pendapatan, perseroan membukukan
pertumbuhan sebesar 7,5% dari Rp77,14 triliun menjadi Rp82,96 triliun.
Seiring dengan itu, Telkom juga membukukan laba usaha sebesar Rp27,84
triliun atau naik 8,36% dari sebelumnya Rp25,69 triliun3

Coba perhatikan laporan keuangan PT Telkom 2013 di atas yang sudah


dipaparkan kepada publik terlihat bahwa indikator perusahaan meliputi laba bersih, laba
bersih per saham, pendapatan, laba usaha yang mengalami pertumbuhan dibandingkan

3
http://market.bisnis.com/read/20150309/192/409655/kinerja-emiten-tumbuh-tipis-telkom-tlkm-
raup-laba-rp146-triliun-tahun-lalu

180
periode laporan sebelumnya. Hal ini menunjukan kinerja korporasi yang mengesankan
dan akan mendorong calon investor untuk mengkoleksi saham Telkom atau untuk
investor yang sudah memegang saham Telkom untuk menambah pundi usahanya.

Informasi keuangan kedua terkait manajemen yaitu siapa yang mengelola


perusahaan tersebut. Faktor reputasi personal sangatlah berpengaruh pada cara
pandang komunitas pasar modal terhadap korporasi. Setiap pergantian manajemen
korporasi terbuka harus melalui forum rapat umum pemegang saham dan juga
diumumkan kepada publik. Sosok yang dikenal dan memiliki reputasi bagus akan
memberikan dampak signifikan pada korporasi. Ketika korporasi mengganti dewan
direksinya, biasanya akan menjadi fokus liputan media dan analis dengan mengupas
kinerja di masa sebelumnya dan tantangan yang akan dihadapi di masa depan.

Informasi keuangan yang ketiga terkait rencana bisnis korporasi. Rencana bisnis
seperti pengeluaran modal, strategi bisnis ke depan, ekspansi usaha menjadi salah satu
tolok ukur investor dalam menilai kinerja sebuah korporasi. Biasanya dalam paparan
publik triwulan terakhir tahun berjalan , dewan direksi akan menjelaskan berapa capital
expenditure atau pengeluaran belanja modal korporasi pada periode tahun ke depan, dan
apa saja yang akan dilakukan korporasi. Misalnya, di bawah ini adalah rencana bisnis
PT Telkom yang dijelaskan oleh direksi

PT Telekomunikasi Indonesia Tbk (Telkom) menyiapkan belanja modal atau


capital expenditure (capex) sebesar Rp 20 triliun pada tahun depan. Honesti
Basyir, Direktur Keuangan Telkom, mengatakan salah satu rencana investasi
yang disiapkan Telkom adalah mengakuisisi menara telekomunikasi di Tanah
Air4

Untuk membedah siapa publik atau pemangku kepentingan ketika anda


menjalankan fungsi hubungan investor dalam konteks pasar modal Indonesia, kita akan
gunakan struktur pasar modal yang dikembangkan oleh Bursa Efek Indonesia sebagai
basis dasar penentuan publik korporasi, yang penulis ambil dari situs resmi Bursa Efek
Indonesia. Hubungan investor terkait dengan mengelola publik atau pemangku
kepentingan kunci dalam pasar modal. Berdasarkan struktur pasar modal di atas,
penulis menggunakan konsep Mitchell dalam memetakan pemangku kepentingan
korporasi dalam konteks mengelola hubungan investor dihubungkan dengan publik lain.

4
http://katadata.co.id/berita/2014/09/18/telkom-siapkan-capex-rp-20-triliun-pada-2015

181
Dari ketujuh karakteristik pemangku kepentingan, sebenarnya hanya empat
yang perlu diperhatikan dan menjadi tugas utama dari fungsi hubungan investor yaitu
definitive stakeholders, dangerous stakeholders, dan dependent stakeholders, dan
demanding stakeholders. Definitive stakeholders yaitu pemangku kepentingan yang
memiliki atribut legitimasi, kekuasaan, dan urgensi terhadap korporasi. Pemangku
kepentingan ini dapat berperan besar terhadap eksistensi korporasi dari sisi eksternal
(pengambil kebijakan) bisa memberikan sanksi) dari sisi internal yaitu pemegang saham
bisa menentukan arah dan struktur manajemen korporasi.

Berdasarkan UU no 21 tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan, pemerintah


membentuk lembaga Otoritas Jasa Keuangan yaitu badan pemerintah yang bertugas
mengawasi pasar modal. Otoritas Jasa Keuangan atau biasa disebut OJK ini mengambil
alih sejumlah kewenangan lembaga lain yang sebelumnya telah ada seperti Badan
Pengawas Pasar Modal (Bapepam) dan juga sebagian kewenangan Bank Indonesia
dalam bidang perbankan dan lembaga keuangan non perbankan. Berdasarkan UU no 21
Tahun 2011 melaksanakan tugas pengaturan dan pengawasan terhadap sejumlah bidang
antara lain

 Kegiatan jasa keuangan di sektor Perbankan;

 Kegiatan jasa keuangan di sektor Pasar Modal

 Kegiatan jasa keuangan di sektor Perasuransian, Dana Pensiun, Lembaga


Pembiayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya.

Setiap korporasi yang bergerak di pasar modal harus terus memantau isu yang
digulirkan dan juga membangun hubungan dengan OJK. Setiap kebijakan yang diambil
OJK terkait pasar modal, bisa dipastikan akan berdampak baik positif maupun negatif
terhadap pelaku pasar modal.

Bursa Efek, menurut UU no 8 tahun 2005, didirikan dengan tujuan


menyelenggarakan perdagangan Efek yang teratur, wajar, dan efisien. Efek adalah surat
berharga, yaitu surat pengakuan utang, surat berharga komersial , saham, obligasi,
tanda bukti utang. Pada awalnya, terdapat Bursa Efek Jakarta dan Bursa Efek Surabaya,
tetapi kemudian kedua penyelenggara perdagangan efek tersebut merger menjadi entitas
baru Bursa Efek Indonesia berkantor pusat di Jakarta. Bursa efek menjadi regulator

182
yang menetapkan aturan main perdagangan bursa. Setiap emiten atau perusahaan yang
menawarkan saham ataupun obligasi wajib mengikuti aturan yang ditetapkan BEI,

PT Kliring Penjaminan Efek Indonesia (KPEI) didirikan berdasarkan Undang -


Undang Pasar Modal Indonesia tahun 1995 untuk menyediakan jasa kliring dan
penjaminan penyelesaian transaksi bursa. PT Kliring Penjaminan Efek Indonesia
(KPEI) merupakan Self Regulatory Organization (SRO) yang turut berperan
menentukan arah perkembangan pasar modal Indonesia. Sebagai Central Counterparty
(CCP), KPEI menyediakan layanan jasa kliring dan penjaminan penyelesaian transaksi
bursa. Kehadiran KPEI sebagai CCP diperlukan untuk lebih meningkatkan efisiensi
dan kepastian dalam penyelesaian transaksi di Bursa Efek Indonesia.

Untuk korporasi yang bergerak di bidang jasa perbankan maka terdapat satu lagi
pemangku kepentingan diawasi dengan cermat secara terus menerus karena institusi ini
juga berperan mengatur jasa bisnis perbankan yaitu Bank Indonesia yang mencakup
kewenangan sebagai berikut:

 Kewenangan memberikan izin yaitu kewenangan untuk menetapkan tata-cara


perizinan dan pendirian suatu bank.

 Kewenangan untuk mengatur (right to regulate), yaitu kewenangan untuk


menetapkan ketentuan yang menyangkut aspek usaha dan kegiatan perbankan

 Kewenangan untuk mengawasi (right to control), yaitu kewenangan melakukan


pengawasan bank.

 Kewenangan untuk mengenakan sanksi (right to impose sanction), yaitu


kewenangan untuk menjatuhkan sanksi sesuai dengan ketentuan perundang-
undangan

Ketiga adalah investor yaitu pemegang saham maupun obligasi, semakin tinggi
kepemilikan saham dan obligasi maka akan semakin besar pengaruhnya dalam
menentukan arah kebijakan perusahaan. Jika berdasarkan jumlah saham maka dikenal
pemegang saham mayoritas dan pemegang saham minoritas. Jika investor memiliki
saham mayoritas maka investor tersebut bisa menentukan struktur manajemen dan
kebijakan korporasi.

183
Jika berdasarkan entitas bisnis maka ada investor institusi dan pemegang
investor retail. Investor institusi adalah lembaga bisnis seperti dana pensiun (Dana
Pensiun Telkom, Dana Pensiun PLN, BPJS ), bank investasi ( Morgan Stanley,
Goldman Sach), perusahaan asuransi (Prudential, Manulife), sedangkan investor retail
merupakan investor individu yang membeli saham dalam jumlah yang relatif kecil.
Menurut Ryan dan Jacobs (2005:6) perusahaan cenderung menginginkan investor
institusi membeli saham karena mereka biasanya membeli dalam skala besar,
meningkatkan likuiditas dan memperbaiki volatilitas saham. Volatilitas berarti
menanamkan investasi dengan membeli sahamnya di sebuah perusahaan biasanya
dengan tujuan jangka panjang bukan untuk spekulasi. Craven dan Marston
menyimpulkan bahwa investor institusi akan cenderung ingin berinvestasi di sebuah
perusahaan yang menyediakan program hubungan investor yang terencana dan
terkontrol dengan baik (Dolphin, 2004:28).

Dangerous stakeholders dalam konteks pasar modal , antara lain analis saham
yaitu pemuka pendapat yang biasanya bekerja di perusahaan sekuritas yang akan
menilai apakah layak atau tidak berinvestasi di sebuah perusahaan. Pendapatnya yang
dikemukakan baik kepada publik melalui media massa maupun melalui personal kepada
calon investor dan perusahaan sekuritas bisa mempengaruhi persepsi terhadap
korporasi.

Analis saham di dalam proses pasar modal mendapatkan komisi dari jasa
konsultasi yang mereka berikan, pekerjaannya fokus pada menurunkan atau menaikan
nilai saham. Secara teori, aktivitas ini terkait pada keputusan buy side dan prosese yang
mendorong kenaikan volume untuk bank investasi. Pada prinsipnya, korporasi jangan
pernah menilai tindakan analis ketika menurunkan nilai saham korporasi secara
personal (Ryan dan Jacobs, 2005:224).

Sejumlah perusahaan tidak berusaha berhubungan media, tetapi justru


menghindari kontak dengan mereka. Alasannya bahwa reporter memberikan pendapat
negatif terhadap perusahaan dan merusak reputasi korporasi (Bragg, 2010:64).
Meskipun media memiliki berdampak negatif terhadap korporasi namun yang harus
disadari media memiliki peran sangat penting dalam dunia pasar modal. Menurut Ryan
dan Jacobs (2005:29), media dapat mempengaruhi persepsi investor, pilihan investasi
mereka dan mempengaruhi harga saham. Pemberitaan juga dapat mempengaruhi

184
persepsi public, sehingga dapat mempengaruhi perilaku konsumen dan secara
keseluruhan dapat berpengaruh pada bisnis perusahaan.

Di Indonesia, media massa bidang bisnis seperti Kompas, Bisnis Indonesia,


Investor Daily, Reuters, Bloomberg Kontan, Koran Tempo, Detik Finance memiliki
pengaruh besar dalam proses kerja hubunan investor dan harus menjadi perhatian utama
bagi perusahaan di pasar modal. Berita yang muncul di media massa tersebut meskipun
baru sebatas isu yang belum terkonfirmasi bisa mempengaruhi reputasi dan pergerakan
saham.

Broker atau perusahaan sekuritas juga pemangku kepentingan yang berbahaya


karena melalui perusahaan sekuritaslah investor kadangkala menanamkan sahamnya
secara tidak langsung. Broker atau kadang disebut juga manajer investasi yang
berperan sebagai jembatan investor atau calon investor dalam menilai kinerja dan
saham korporasi. Media massa, broker, dan analis saham dikategorikan sebagai
pemangku kepentingan yang berbahaya karena memiliki kepentingan dan pengaruh
yang kuat terhadap pemangku kepentingan yang lain.

Keempat adalah lembaga rating seperti Pefindo (Perusahaan Pemeringkat Efek),


Standar&Poors, Moodys, perusahaan tersebut biasanya menilai atau memvaluasi kinerja
sebuah perusahaan, khususnya valuasi terkait rating kredit. Griep (2003:209)
berpendapat bahwa rating kredit menjadi standar baku bagi penerbitan utang dan
obligasi korporasi di pasar modal. Rating berfungsi sebagai standar bagi korporasi
untuk memenuhi standar komitmen finansial mereka, rating dapat mempengaruhi akses
dan nilai modal yang diraih korporasi. Lebih lanjut investor mengenal lembaga rating
utang dalam membantu berinvestasi, jurnalis finansial, analis, dan calon karyawan
korporasi lebih jauh lagi melihat status rating kredit dalam melihat status reputasi
perusahaan.

185
Gambar 42 Rating Kredit Korporasi (Griep, 2003:210)

Dari gambar di atas terlihat bahwa semakin perusahaan dinilai dapat membayar
utang dan beresiko rendah maka ratingnya akan dinilai solid atau kuat (AAA) sehingga
calon investor tidak perlu kuatir hutangnya tidak dibayar. Keuntungan bagi korporasi
rating kreditnya solid, bunga obligasinya semakin rendah. Rating paling rendah bagi
korporasi ketika lembaga rating memberi niali D (Default) yang berarti gagal bayar.
Utang korporasi yang memiliki rating D, dianggap sebagai junk bond atau obligasi
sampah yang tidak bernilai diperjualbelikan.

186
TAKTIK HUBUNGAN INVESTOR

Manajemen Event

Manajemen event merupakan tugas utama dari fungsi hubungan investor,


dengan menghubungkan secara langsung tim manajemen korporasi dengan komunitas
pasar modal. Pertemuan langsung ini sangatlah penting karena analis dan pemodal
memiliki peluang untuk bertemu dan mendengarkan paparan dari pemimpin
perusahaan. Event yang sering dilakukan antara lain meeting tiga bulanan, roadshow,
dan rapat umum pemegang saham (Braggs, 2010:37).

Rapat umum tahunan merupakan pertemuan yang diselenggarakan korporasi


untuk mengumpulkan pemegang saham resmi, pada pertemuan ini menjadi waktu dan
tempat yang tepat untuk melaporkan kinerja korporasi selama satu tahun terakhir. Rapat
ini juga menjadi waktu laporan tahunan dilaporkan dan rencana bisnis ke depan
ditentukan (Marcus, 2005:57). Staf hubungan investor bertanggungjawab
mengorganisasikan rapat pemegang saham tahunan, di mana pemegang saham akan
memilih dewan direktur koporasi. Fungsi hubungan investor minimal menangani
presentasi pemimpin perusahaan, pemilihan suara, sesi tanya jawab (Braggs, 2010:4).

Dalam RUPS ini, staf hubungan investor harus bekerjasama dengan staf
hubungan media untuk mengundang jurnalis ekonomi datang meliput. Biasanya setelah
acara RUPS, pemimpin organisasi dipandu oleh staf hubungan media dan hubungan
investor melakukan konferensi pers dan sesi tanya jawab atau wawancara tatap muka.
Panitia RUPS perlu menyiapkan press kit yang isinya berupa buku laporan tahunan,
siaran pers, dan mungkin ditambah dengan merchandise bagi jurnalis.

Roadshow pada dasarnya ada sejumlah seri pertemuan terorganisasi dengan


pelaku pasar keuangan kunci untuk mendorong terciptanya transaksi keuangan, dalam
hal ini jual beli saham ataupun obligasi. Istilah ini juga mengacu pada pertemuan
dengan komunitas keuangan (Guimard, 2008:137). Roadshow merupakan pertemuan
serial dengan tujuan meraih dana investasi, di mana tim korporasi memberikan
presentasi di sejumlah kota ( Braggs, 2010:41). Roadshow ini biasanya disasar pada
sejumlah tempat yang biasa menjadi pusat bisnis, jika luar negeri biasanya ke
Singapura, Tokyo, Hongkong sedangkan jika roadshow dalam negeri ke sejumlah kota
pusat bisnis seperti Surabaya, Medan, Bandung. Korporasi melakukan roadshow

187
biasanya ketika akan melakukan IPO (penjualan saham perdana) atau menawarkan
obligasi (surat utang).

Terdapat dua roadshow yaitu deal roadshow yang berarti tujuan dari
diselenggrakan kegiatan tersebut terdapat transaksi jual beli saham/obligasi antara
korporasi dengan investor, dan yang kedua adalah non deal roadshow di mana kegiatan
bukanlah ditujukan untuk meraih transaksi keuangan tetapi hanya sebatas diseminasi
informasi kinerja keuangan kepada komunitas pasar modal (Guimard, 2008:133). Non
deal roadshow dilakukan karena organisasi bukan bertujuan meraih modal pada waku
tersebut, tetapi presentasi ini dilaksanakan manajemen untuk mendiskusikan kinerja
keuangan dan strategi korporasi. Hal ini bertujuan mendorong keinginan pemangku
kepentingan buy side untuk membeli dan sell side untuk mempublikasikan. Pertemuan
ini juga penting dalam membangun hubungan personal (Ryan dan Jacobs, 2005:65).
Kegiatan roadshow mana yang dipilih organisasi apakah roadshow yang bersifat non
deal atau deal sangat bergantung pada objektif yang ingin dituju. Pada proses IPO
biasanya bersifat deal roadshow, sedangkan jika korporasi sudah masuk pasar modal
dan tercatat di bursa akan cenderung melaksanakan non deal roadshow.

Rapat Analis (Analyst Meeting)

Analis sebagai pihak yang melakukan valuasi kinerja saham dan memberikan
rekomendasi baik kepada institute tempat bekerja (bank investasi, broker) maupun
kepada publik dan klien, harus diberikan ruang untuk berkomunikasi dengan pemimpin
puncak korporasi. Praktisi investor relations harus mengadakan pertemuan dengan
analis yang memiliki pengaruh besar terhadap valuasi saham korporasi paling tidak
setahun sekali. (Braggs, 2010:140) menyarankan ketika merencanakan pertemuan
dengan analis, praktisi investor relations harus mengirimkan kepada mereka sejumlah
paket informasi yang berisi tentang strategi, kinerja, produk sehingga dapat dinilai oleh
mereka. Seorang analisi harus menyelesaikan analis sebelum mengeluarkan
rekomendasi, dengan mengirimkan informasi kepada mereka terlebih dahulu dapat
memaksimalkan waktu pertemuan agar lebih efektif dan efisien tanpa perlu
menjelaskan kondisi korporasi lebih detail

188
Publikasi Korporat

Laporan Tahunan

Laporan tahunan didefinisikan sebagai sebuah publikasi laporan per tahun


karena aturan terkait dengan penyediaan informasi mengenai posisi dan kinerja
finansial dari sebuah entitas dalam hal ini perusahaan. Laporan tahunan dengan
demikian dilihat sebagai dokumen hukum, sebagai tanggapan terhadap persyaratan
hukum dasar bagi perusahaan untuk menyiapkan laporan tahunan
(Ditlevsen,2012:381). Dari sudut pandang legal, perusahaan terbuka harus
mempublikasikan laporan tahunan sesuai dengan aturan. Laporan tahunan berisi tentang
informasi yang detail dan rumit sehingga kadang justru tidak memperjelas kondisi
sebenarnya.Untuk itu, korporasi biasanya membuat sebuah versi yang lebih ringkas
yang berupa kesimpulan, meskipun juga mencetak laporan tahunan versi lengkap
(Guimard, 2008:127).

Laporan tahunan harus konsisten, sekali laporan keuangan diterbitkan praktisi


investor relations harus menunjukan kontiunitas dari tahun ke tahun hal ini berarti
dalam pengembangan laporan tahunan harus menengok laporan tahunan sebelumnya
untuk meninjau kembali perkembangan yang diraih (Braggs, 2010:75). Laporan
Tahunan memiliki tiga fungsi dasar yaitu pertama menginformasikan kinerja keuangan
kepada pemegang saham. Laporan tahunan ini diberikan kepada pemegang saham
sebelum dilaksanakan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) (Guimard, 2008:127).
Setiap negara memiliki perbedaan jadwal laporan yang berbeda jika korporasi tercatat
di bursa saham Jepang, laporan tahunan setelah periode keuangan berakhir 31 Maret,
sedangkan mayoritas negara laporan tahunan setelah periode keuangan berakhir 31
Desember.

Kedua, laporan tahunan bertujuan untuk menciptakan dan merefleksikan citra


perusahaan. Laporan tahunan merupakan brosur perusahaan dan alat untuk membentuk
reputasi korporasi. Ketiga, laporan tahunan menampilkan informasi yang komprehensif
tentang perusahaan yang dibutuhkan analis dan investor, dengan dikemas secara
menarik. Proses produksi dan pengembangan konten dari laporan tahunan harus selalu
terus diperbaiki (Guimard, 2008:127). Dengan demikian, setiap perusahaan yang
tercatat di bursa saham wajib melaporkan kinerja keuangan setiap tahun kepada

189
regulator sebagai bentuk keterbukaan informasi, jika tidak akan menghadapi sejumlah
saksi baik itu denda maupun penghentian penjualan saham. Untuk memberikan
apresiasi kepada laporan tahunan perusahaan, setiap tahun OJK bekerjasama dengan
sejumlah lembaga seperti BEI, Bank Indonesia, dan Kementerian Keuangan
menyelenggarakan Annual Report sehingga mendorong korporasi untuk
mengembangkan laporan tahunan sebagai bagian membangun citra.

Laporan tahunan korporasi biasanya dikerjakan pihak ketiga yaitu perusahaan


penyedia jasa publikasi korporasi, baik dari segi penulisan maupun tata letak desain
laporan. Meskipun begitu penanggungjawab konten dan supervisi proyek tetap menjadi
tugas dan fungsi dari hubungan investor. Staf hubungan investor korporasi
bertanggungjawab dalam menjaga kontinuitas isi dari laporan tahunan dari periode
keuangan satu dengan laporan keuangan selanjutnya.

Menurut Bragg (2010:75), setiap laporan tahunan harus kembali isu yang
diangkat dalam laporan tahun sebelumnya, untuk meninjau kembali kemajuan yang
dibuat korporasi terhadap tujuan yang dinyatakan. Jika tujuan yang ditargetkan belum
tercapai, maka korporasi harus menjelaskan mengapa target tersebut tidak tercapai.
Stanton dkk (2004:57) menyatakan laporan tahunan korporasi terdiri dari sejumlah
informasi kuantitatif, narasi, foto, table dan grafik. Laporan terbagi ke dalam dua bagian
yaitu bagian yang wajib yang berisi informasi pernyataan finansial dan bagian depan
laporan berisi informasi yang sifatnya sukarela.

Siaran Pers

Siaran pers merupakan metode utama dalam mendiseminasikan informasi


keuangan korporasi. Ini merupakan saluran utama yang biasa digunakan untuk
memenuhi kewajiban legal tentang aturan pasar modal (Guimard, 2008:120). Ketika
mengirimkan siaran pers, praktisi humas harus mengkuantifikasikan berita. Siaran pers
kinerja fokus pada hasil kinerja keuangan termasuk di dalam pendapatan, laporan rugi
lamab dan arus kas perusahaan (Braggs, 2010:59).

Siaran pers terkait laba perusahaan memiliki struktur yang mirip dengan laporan
tahunan dan secara umum berfungsi sebagai informasi dan promosi bagi korporasi
(Henry, 2008:296). Siaran pers biasa digunakan untuk mendiseminasikan sejumlah

190
informasi seperti laporan keuangan triwulan, laporan tahunan, rencana ekspansi bisnis,
ataupun ketika perusahaan menghadapi krisis terkait keuangan

Iklan Keuangan

Iklan finansial merupakan salah satu taktik komunikasi yang digunakan


korporasi dalam hubungan investor. Guimard berpendapat bahwa iklan finansial
digunakan untuk menarik perhatian investor retail dan digunakan dalam kampanye yang
lebih luas ketika perusahaan melakukan privatisasi atau peningkatan modal (Guimard,
2008:131). Taktik ini tidak digunakan kecuali korporasi. Pertama, iklan berdampak
random atau sasarannya tersebar, kedua iklan membutuhkan perulangan pesan
sehingga biayanya akan sangat mahal. Ketiga, belum jelas apakah seorang calon
investor berinvestasi karena dipengaruhi iklan dibandingkan yang lain (Braggs,
2010:67). Pada praktiknya, iklan keuangan bisa untuk sejumlah tujuan seperti iklan
laporan tahunan, iklan penyelenggaraan rapat umum pemegang saham, iklan rencana
perusahaan melakukan IPO, iklan yang bersifat manajemen reputasi seperti
penghargaan, iklan penyelenggaraan acara koporasi seperti Conference, ulang tahun
korporasi.

**

191
SIMPULAN BAB

 Investor Relations Society mendefinisikan investor relations sebagai manajemen


hubungan antara perusahaan yang terdaftar di bursa saham dengan pemegang
dan calon pemegang sekuritas

 Secara garis besar nilai saham korporasi dipengaruhi oleh dua aspek utama
yaitu faktor eksternal korporasi dan faktor internal korporasi.

 Faktor eksternal terkait sejumlah hal, misalnya tingkat suku bunga kredit,kurs
mata uang,faktor kondisi ekonomi,Suatu peristiwa baik kejadian tingkat
nasional maupun internasional bisa mempengaruhi pergerakan harga saham

 Harga saham juga dipengaruhi faktor internal perusahaan atau biasanya disebut
faktor fundamen perusahaan,reputasi perusahaan, kinerja korporasi sesuai
dengan ekpektasi investor

 Faktor internal yang mempengaruhi pergerakan harga saham adalah struktur


finansial atau kondisi keuangan sebuah perusahaan

 Objektif dari hubungan investor adalah menciptakan interaksi jangka panjang


antara organisasi dengan rekan organisasinya baik yang bersifat langsung
maupun tidak langsung dalam komunitas investor

 Pasar modal karena terkait dengan pengumpulan dana investasi masyarakat


bernilai ratusan triliun sehingga wajib diatur oleh pemerintah dengan tujuan
melindungi kepentingan investor.

 Inti dari praktik hubungan investor adalah konsep keterbukaan. Keterbukaan,


merupakan inti dari pemasaran kepercayaan dari hubungan investor

 Pasar modal dibagi ke dalam dua karakteristik yaitu sell side (sisi penjual surat
berharga) dan buy side (pembeli surat berharga).

 Sell side yaitu pihak yang membantu perusahaan menjual sahamnya ke investor,
yang meliputi bank investasi, broker dan mereka mempekerjakan sejumlah
analis, pedagang saham, dan bankir investasi.

192
 Pada sisi yang lain, buy side yaitu entitas bisnis yang mengelola dana investasi
seperti dana pensiun, reksa dana atau investor pribadi. Sebuah perusahaan dapat
membangun hubungan melalui perantara sell side maupun pun ke pihak buy
side secara langsung.

 Manajemen event merupakan tugas utama dari fungsi hubungan investor,


dengan menghubungkan secara langsung tim manajemen korporasi dengan
komunitas pasar modal.

 Event yang sering dilakukan antara lain meeting tiga bulanan, roadshow, dan
rapat umum pemegang saham.

 Laporan tahunan didefinisikan sebagai sebuah publikasi laporan per tahun


karena aturan terkait dengan penyediaan informasi mengenai posisi dan kinerja
finansial dari sebuah entitas dalam hal ini perusahaan.

 Iklan finansial digunakan untuk menarik perhatian investor retail dan digunakan
dalam kampanye yang lebih luas ketika perusahaan melakukan privatisasi atau
peningkatan modal

***

193
INDUSTRI KONSULTAN HUMAS

Setelah membaca bab ini maka Anda diharapkan

 Memahami konsep konsultan humas


 Memahami konsep klien
 Memahami kelebihan konsultan humas
 Memahami sejarah konsultan humas
 Memahami fungsi konsultan humas

Applebaum dan Steed menyatakan konsultan adalah pihak yang memberikan


layanan konsultasi yang dikontrak organisasi dengan ciri seseorang yang memiliki
keahlian khusus dan kualitas yang membantu secara obyektif dan secara independen,
organisasi klien untuk mengidentifikasi masalah manajemen, menganalisis masalah,
dan bantuan, jika diminta, dalam melaksanakan solusi (Solomonson, 2012:58).
Pendapat lain, konsultan didefinisikan sebagai seseorang yang memberikan saran
kepada klien-baik itu personal maupun organisasi, atau membantu klien dalam
membuat keputusan dan kemudian membantu klien dalam perencanaan atau tindakan
implementasi yang sudah ditentukan oleh klien (Johnson dan Stroh, 2006:3).

Dari definisi di atas menyiratkan, Johnson dan Stroh (2006: 3-4 ) mengambil
kesimpulan dari definisi konsultan sebagai berikut:

 Konsultan bekerja untuk orang lain (atau organisasi) yang disebut klien. Klien
ini bisa berbentuk individu, kelompok, maupun organisasi
 Konsultan membantu klien-kliennya meraih tujuan yang klien identifikasi,
bukan konsultan.
 Konsultan menyediakan ketrampilan atau keahlian khusus dimana klien tersebut
tidak mampu melaksanakannya sendiri.
 Meskipun konsultan berpengaruh terhadap pengambilan keputusan berdasarkan
pengetahuan dan keahliannya, konsultan memiliki otoritas atau kekuasaan yang

194
sedikit dalam menciptakan perubahan. Konsultan mungkin memberikan
rekomendasi perubahan bahkan cara bagaimana mencapainya, tapi klien tetap
menjadi pihak yang memiliki otoritas penuh.

Sedangkan dalam konteks hubungan masyarakat, Hinrichsen (2005: 687),


mendefinisikan konsultan humas adalah sebuah perusahaan yang disewa organisasi lain
untuk menyediakan jasa tertentu. Beberapa perusahaan menggunakan kata "perusahaan"
untuk menekankan pada aspek konseling dan perencanaan strategis dan juga berfungsi
untuk membedakan dengan istilah agensi periklanan.

Bourland-Davis (2004:29) mendefinisikan klien sebagai pihak yang terikat dalam


hubungan kontrak bisnis dengan sebuah perusahaan kehumasan yang bekerja
kepentingan perusahaan. Sebuah perusahaan besar mungkin memiliki kontrak dengan
sejumlah konsultan kehumasan untuk kebutuhan yang berbeda seperti menyewa satu
konsultan untuk fungsi hubungan internasional dan perusahaan lainnya untuk masalah
manajemen krisis.

Menurut Falcione (1978:6-7), sebelum konsultan menandatangani perjanjian jasa


konsultasi dengan klien potensial, maka konsultan harus memperhatikan
pertimbangan-pertimbangan awal sebagai berikut :

1. Sebelum menentukan bentuk hubungan klien-konsultan. sangat penting untuk


mengklarifikasi kebutuhan akan perubahan. Konsultan perlu secara aktif
mendengarkan persepsi klien terhadap masalah yang dihadapi.
2. Ekpektasi bersama harus diklarifikasi antara konsultan dan calon klien.
3. Meyakinkan calon klien untuk menyadari bahwa konsultan tidak bekerja kepada
klien secara personal tapi kepada organisasi. Hal ini harus jelas pada awal
bahwa tujuan konsultasi untuk meningkatkan efektivitas organisasi bukan
sebaliknya objektif dari klien secara personal.
4. Apakah anda yakin dapat bekerja dengan klien? Kompatibilitas dari hubungan,
kredibilitas,dan tingkat komitmen bersama adalah faktor penting keberhasilan
konsultasi.
5. Hasil apa yang diharapkan dari konsultasi? Dalam kata lain, berdasarkan
ekpektasi bersama, perubahan apa yang akan terjadi di dalam organisasi
konsekuensi dari proses konsultasi.

195
6. Klarifikasi dari tanggungjawab menjadi pertimbangan penting. Seberapa
keterlibatan manajemen puncak? Bagaimana dukungan internal? Apa saja
bentuk dukungan? Berapa waktu dan energi yang dibutuhkan? Siapa yang akan
membayar biaya? Apakah ada perjanjian yang jelas terhadap masalah biaya?
7. Jadwal program, hasil, dan akuntabilitas harus ditentukan sebelum masuk ke
dalam organisasi.

Klien merupakan pihak yang menginisiasi hubungan, dengan mengetahui kebutuhan


kebutuhan akan jasa kehumasan yang dibutuhkan (Bourland-Davis,2004:129). Menurut
Baines et al (2002: 66-67), terdapat berbagai alasan kenapa sebuah organisasi kemudian
memutuskan menyewa konsultan hubungan masyarakat dibandingkan mengoptimalkan
staf humas internal. Pertama, kinerja staf internal humas dalam sebuah organisasi tidak
mencapai kinerja yang diharapkan oleh pemimpin manajemen organisasi tersebut.
Kedua, pemimpin puncak organisasi membutuhkan jasa konseling mengenai masalah-
masalah komunikasi jangka pendek yang memerlukan rekomendasi dan laporan secara
cepat. Alasan ketiga, konsultan hubungan masyarakat dibutuhkan untuk menyediakan
hubungan jasa dengan media. Keempat, konsultan hubungan masyarakat diminta
menyediakan sebuah pusat informasi bagi organisasi tersebut. Kelima, konsultan
hubungan masyarakat disewa untuk mengadakan acara organisasi seperti konferensi
pers. Keenam, konsultan hubungan masyarakat menangani program ad hoc organisasi.
Alasan terakhir, konsultan hubungan masyarakat memberikan jasa layanan khusus
seperti manajemen krisis.

Sedangkan Henslowe (2003:10) berpendapat sebuah konsultan hubungan


masyarakat disewa sebuah organisasi dengan alasan-alasan antara lain sebagai berikut:
secara kemampuan keuangan atau alasan yang lain organisasi tersebut belum mampu
memiliki departemen hubungan masyarakat tersendiri, kebijakan perusahaan yang
mengharuskan kegiataan hubungan masyarakat ditangani pihak eksternal, organisasi
membutuhkan keahlian khusus, membutuhkan jasa hubungan media, merencanakan dan
melaksanakan program hubungan masyarakat, memudahkan kordinasi jika organisasi
memiliki beberapa kantor, sebuah konsultan mampu memberikan jasa secara sentral
untuk mengorganisasi kegiatan seperti acara media, konferensi pers, atau resepsi,
menangani program bersifat proyek, menyediakan jasa khusus seperti produksi majalah
internal hubungan masyarakat bidang korporat atau keuangan dan hubungan
masyarakat bidang pemerintahan.

196
Hinrichsen (2005:687) secara singkat menyimpulkan sebuah organisasi
menyewa konsultan untuk meningkatkan reputasi dan hubungan organisasi dengan
publik organisasi. Layanan yang ditawarkan mulai dari pekerjaan yang bersifat strategis
dan perencanaan seperti perencanaan dan implementasi kampanye komunikasi dan
menyediakan konseling level senior organisasi, sampai dengan pekerjaan yang sifatnya
taktikal seperti siaran pers atau produksi material promosi.

KELEBIHAN KONSULTAN HUMAS


Baines et al (2002:57) mengatakan sebuah organisasi akan mendapatkan
berbagai manfaat dibandingkan menggunakan jasa humas internal. Pertama, konsultan
hubungan masyarakat lebih independen dalam mengutarakan pendapat terhadap
masalah organisasi dibandingkan jika meminta pendapat dari humas internal. Ke dua,
konsultan hubungan masyarakat memiliki pengalaman praktis yang lebih banyak.
Pengalaman ini bergantung pada seberapa lama konsultan hubungan masyarakat berdiri
dan berapa banyak jasa kehumasan yang ditawarkan kepada klien. Semakin lama
berdiri dan semakin banyak jasa yang ditawarkan maka akan membuat pengalaman
semakin kaya. Terakhir, konsultan hubungan masyarakat cenderung memiliki
kedekatan dengan media/publik dibandingkan klien.

Pendapat yang senada juga dikemukakan Henslowe (2003:8) yang menyatakan


konsultan dapat menawarkan nasehat yang independen melalui sejumlah layanan yang
ditawarkannya. Mereka dapat mengkritisi seperti halnya klien. Sebagai pihak luar,
mereka akan lebih objektif dan dapat menjaga reputasi organisasi klien. Tambahannya,
mereka dapat memberikan sejumlah konsultasi di berbagi bidang, baik secara internal
maupun internal, melalui staf yang terlatih, berkualifikasi, dan berpengalaman. Mereka
menawarkan jasa professional, dan mereka dapat diuji.

KERUGIAN MENGGUNAKAN KONSULTAN HUMAS


Baines et al (2002:63-65) berpendapat menggunakan jasa konsultan juga bisa
merugikan organisasi yang menyewa sebuah konsultan, di antaranya: pertama, layanan
hubungan masyarakat yang bersifat sementara, konsultan hubungan masyarakat dibayar
berdasarkan waktu, jika tidak ada pembayaran ekstra atau kerjaan dari satu klien maka
konsultan akan memberikan jasa ke pihak klien lain. Konsekuensinya, konsultan hanya
memberikan jasa yang bersifat tidak menyeluruh Kedua, staf konsultan yang kurang
berpengalaman atau pengetahuan, meskipun secara prinsip hubungan masyarakat bisa
secara umum diaplikasikan kedalam berbagai klien, konsultan hubungan masyarakat
197
yang memberikan jasa kehumasan ke berbagai industri atau perusahaan yang berbeda
menyebabkan konsultan tidak bisa diharapkan memahami bisnis-bisnis kliennya. Jika,
staf konsultan masih baru dan kurang berpengalaman kondisinya akan buruk. Kualitas
jasa konsultasi akan buruk jika konsultan menggunakan staf konsultan junior yang
kurang berpengalaman. Masalah ini mungkin bisa diselesaikan jika konsultan
menurunkan biaya konsultasi kepada klien.

Klien hanya akan mendapatkan apa yang dia bayar untuk - beberapa jam kerja.
Tetapi karena fungsi public relations sering terus menerus dan merupakan bagian
integral dari organisasi apapun, mungkin tidak selalu berfungsi konsep konsultasi
berdasarkan jam kerja. Sebuah konsultan humas mungkin karena itu hanya dapat
menawarkan layanan parsial, tergantung pada perjanjian kontraknya. Sebuah konsultasi
mungkin, awalnya tidak memasang tarif, mencoba mengadaptsi dengan 'budaya' dari
organisasi klien. Seringkali budaya ini memainkan bagian yang sangat penting dalam
etos kerja organisasi dan ketidakacuhan itu dapat mempengaruhi hubungan konsultasi
dengan klien (Henslowe, 2003:9)

Berdasarkan penelitian Ketchum Publik Relations (Caywood, 1997: 253-254),


sebuah perusahaan jasa konsultasi hubungan masyarakat harus mampu memenuhi lima
ekspektasi dari klien, antara lain:

1. Konsultan harus mampu berperan sebagai “orang dalam” yang memahami


bisnis klien dan berkontribusi secara signifikan mengenai solusi masalah bisnis
yang dihadapi klien. Konsultan hubungan masyarakt harus menyewa praktisi
professional yang mampu mengidentifikasi kebutuhan klien dan menawarkan
solusi untuk menyelesaikan masalah organisasi.
2. Klien membutuhkan konsultan yang mampu secara penuh mengoptimalkan
media baru. Perkembangan teknologi membuka peluang bagi konsultan untuk
menjangkau khalayak via internet, namun di sisi lain perkembangan internet
juga memberi ruang bagi “pihak antagonis” menggunakan teknologi untuk
agenda-agenda merugikan klien.
3. Konsultan hubungan masyarakat harus mampu menciptakan hasil yang terukur.
Konsultan harus mampu berkaca dengan praktek akuntabilitas internal klien. Di
masa depan praktek hubungan masyarakat harus mampu terintegrasi ke dalam
prses perencanaan bisnis, menciptakan tujuan hubungan masyarakat ke dalam

198
tujuan perencanaan bisnis organisasi, dan mampu mengukur tujuan tersebut
secara terukur.
4. Konsultan hubungan masyarakat harus mampu menyediakan kualitas pelayanan
dalam kondisi apapun termasuk permasalahan geografis.
5. Klien sudah menjadi entitas global, maka konsultanpun harus berpikir global.
Praktek bisnis yang semakin mengglobal mengharuskan konsultan PR
beradaptasi dengan perubahan dunia bisnis tersebut.

SEJARAH KONSULTAN HUMAS


Industri konsultan hubungan masyarakat lahir di Amerika Serikat sekitar seratus
lampau. Pada waktu itu sudah terdapat tradisi yang mapan dari agensi berita dalam
menciptakan publisitas di surat kabar untuk bidang usaha sirkus dan bentuk hiburan
yang lain. Tumbuhnya raksasa bisnis menciptakan kebutuhan akan fungsi hubungan
masyarakat untuk membangun citra yang positif dan mendorong konsumsi, dan juga
hubungan masyarakat yang bersifat reaktif untuk menangani krisis yang disebabkan
malpraktek korporasi dan pemogokan. Spesialis hubungan masyarakat berhadapan
dengan tumbuhnya media massa yang cepat tak bisa diacuhkan mulai tumbuh.
Beberapa spesialis tersebut tersebut antara lain, Ivy Lee, Edward Barneys, dan
kemudian, John W Hill yang kemudian menjadi Hill and Knowlton, yang sadar akan
potensi yang dihasilkan uang dari bisnis tersebut (Morris dan Goldsworthy, 2008: 62-
63).

Sedangkan menurut Hinrichsen (2005:686), praktik menggunakan agensi hubungan


masyarakat bisa ditelusuri sampai dengan awal 1900-an, ketika perusahaan konsultan
hubungan masyarakat pertama kali didirikan. Perusahaan tersebut dikembangkan tidak
secara penuh karena mereka menyadari bahwa mereka hal tersebut untuk merespon
terhadap aktivitas membongkar praktek korupsi yang disebut reformasi bisnis dan
politik. Perusahaan pertama yang didirikan adalah The Publikity Bureau yang didirikan
pada pertengahan 1900. Firma ini memfokuskan bisnisnya pada menyediakan jasa
hubungan media untuk mendiseminasikan siaran pers dalam usaha memasukkan nama
klien di surat kabar.
Ivy Ledbetter Lee meletakkan pondasi pertama mengenai prinsip hubungan
masyarakat modern ketika mendirikan perusahaan Parker & Lee pada 1906, dan
kemudian mengeluarkan Pernyataan Prinsipnya yang terkenal. Lee mendeklarasikan

199
bahwa perusahaannya tidak akan bekerja secara rahasia seperti perusahaan lainnya
seperti halnya The Publikity Bureau, yang secara rahasia mengoperasikan biro berita
secara rahasia untuk kepentingan industri kereta api. Malahan perusahaannya tersebut
akan bekerja secara penuh membuka transparan mengenai pekerjaannya
mengatasnamakan klien. Ia juga menyatakan bahwa perusahaan harus transparan
mengenai informasi dan nilai bagi kepentingan publik. Prinsip-prinsip tersebut saat ini,
faktanya menjadi prinsip penting dalam Kode Standar Profesional untuk praktisi
hubungan masyarakat dari PRSA, perkumpulan professional praktisi hubungan
masyarakat di dunia. Figur-figur penting perusahaan konsultan humas lainnya pada
awal 1900-an antara lain William Wolff Smith, George F Parker (rekan kerja Lee),
Hamilton Wright, Pendletteon Dudley, dan Thomas R Shipp. Paska Perang Dunia I,
muncul konselor PR lainnya seperti Doris A Fleishman (Bernays's wife), Harrry A
Bruno, John W Hill (pendiri Hill&Knowlton), Edward D Howard II dari Cleveland, dan
Glenn Hayes dari Chicago. Joseph Varney Baker, mendirikan perusahaan berbasiskan
di Philadelphia pada 1934, dan konsultan kampanye politik pertama pada 1933 ketika
Clem Whitaker dan Leone Bakter mendirikan perusahaan pertama di San Francisco.
Pada paska Perang Dunia II tumbuh konsultan humas seperti Burson Marsteller dan
Edelman. dan Earl Newsom menjadi satu dari prakter konselor independen pertama
ketika memberikan jasa layanan konsultasi bagi berbagai perusahaan seperti Ford
Motor Company dan membuka jalan bagi era baru dalam industri konsultan humas.
Banyak konsultan humas pada awalnya bersifat industri rumahan, yang didirikan
berdasarkan personalitas individu. Mereka mirip dalam hal ukuran dengan banyak
perusahaan agensi hubungan masyarakat kecil yang masih mendominasi industri ini,
pada tahap awal pemilik usaha yang biasanya laki-laki mempekerjakan sedikit orang
dan memiliki akses langsung dengan kebanyakan bisnis klien penting. Pada
pertengahan abad 20, bisnis konsultan hubungan masyarakat yang berskala kecil
kemudian tumbuh menjadi perusahaan besar, setidaknya sesuai dengan standar industri
konsultasi humas seperti Hill and Knowlton dan Burston Marsteller. Mereka mulai
mengembangkan bisnis ke luar negeri, khususnya di Inggris di mana hubungan
masyarakat masih tumbuh lambat (Morris dan Goldsworthy, 2008:64).

Pada akhir 1990-an, terjadi perubahan industri konsultan hubungan masyarakat.


Sosok yang dominan dan memiliki personalitas high profile yang berpengaruh dalam
perusahaan yang didirikan pergi meninggalkan perusahaan, dan menjual perusahaan-

200
perusahaan tersebut ke berbagai konglomerat jasa pemasaran internasional. Praktisi
senior dan staf berpengalaman menemukan diri mereka dipisahkan dari kerja klien dan
dipaksa mengelola bisnis yang meraksasa. Perubahan ini kemudian mengakibatkan
konsultan senior keluar dan mendirikan berbagai perusahaan konsultan skala bisnis
yang menawarkan solusi strategis (Morris dan Goldworthy, 2008: 64).

Menurut Morris dan Goldworthy (2008: 64), kondisi saat ini agensi hubungan
masyarakat kelas dunia dimiliki oleh segelintir perusahaan jasa pemasaran dan
komunikasi internasional. Induk perusahaan ini termasuk bisnis pemasaran langsung,
digital, dan riset pemasaran-yang didominasi oleh agensi iklan. Meskipun perusahan-
perusahaan tersebut masih terkenal sebagi agensi iklan terbaik, namun peran iklan
mulai tergerus dengan makin meningkatnya fragmentasi metode pemasaran, dan hal ini
juga dipengaruhi oleh fragmentasi media massa.

Saat ini perusahaan konsultan komunikasi dan periklanan dunia telah


mengakuisisi perusahaan hubungan masyarakat top. Contohnya, Omnicom Group Inc,
yang memiliki Fleishman-Hillard, Ketchum, dan Porter Novelli, dan WPP Group PLC
yang berbasis di Inggris yang memiliki Hill&Knowlton Inc, Burston Marsteller, dan
Ogilvy Publik Relations World Wide. Pada 2003, tercatat hanya satu dari sepuluh
perusahaan PR yang masih indepeden yaitu Edelman. (Hinrichsen, 2005:686).

Ada beberapa faktor yang memberikan justifikasi atas akuisisi perusahaan


konsultan hubungan masyarakat: (1) peluang untuk menjual jasa dengan metode yang
terkait pemasaran, (2) pengurangan biaya atas bisnis baru (setidaknya secara teoritis),
sebagai klien mampu mendapatkan jasa dalam satu atap/perusahaan, (3) manfaat grup
perusahaan dari skala ekonomi dengan skup pembagian kantor, (4) dukungan
konglomerat besar dapat menawarkan klien besar untuk meraih pasar internasional
dengan menggunakan jasa yang terintegrasi dengan ketrampilan pemasaran yang, (5)
sejumlah uang didapatkan dari pemilik, dan terdapat peluang bermain di pasar yang
lebih besar untuk perusahaan yang diakuisisi dan/atau perusahaan tersebut bisa lepas
dari penurunan bisnis atau bahkan kehancuran bisnis yang hampir terjadi (Morris dan
Goldsworthy, 2008:64-65).

Menurut L'Etang (2008: 232), globalisasi menawarkan peluang baru terhadap


fungsi hubungan masyarakat, dan hubungan masyarakat mendapatkan manfaat dari
perubahan geopolitik dan teknologi yang telah memberikan peluang komunikatif bagi

201
pemangku kepentingan global. Pada satu sisi, praktisi hubungan masyarakat
memperkuat dan meningkatkan identitas global, tapi di sisi lain praktisi hubungan
masyarakat harus mengadopsi kultur lokal dan memberi perhatian serius terhadap
hubungan komunitas.

Sebagian besar perusahaan-perusahaan konsultan humas global memiliki


cabang di sejumlah kota-kota metropolitan besar di dunia. Mereka menyediakan
berbagai macam humas layanan seperti strategi dan pengembangan program humas,
layanan kreativitas, tools dan materi pengembangan humas, implementasi program,
dan evaluasi dan pengukuran program. Menurut L'Etang (2008: 233), fenomena
globalisasi berdampak terhadap proses kerja hubungan masyarakat dengan aspek-aspek
kunci sebagai berikut:

1. Globalisasi menawarkan peluang untuk mengemas ulang ide-ide (termasuk


politik dan agama), produk, dan jasa untuk pasar yang berbeda.
2. Globalisasi meningkatkan kesempatan dan tantangan komunikasi.
3. Globalisasi merubah organisasi, stakeholders, publik, isu, dan hubungan.
4. Banyak organisasi menjadi berskala global dan memiliki pasar dan kekuatan
berskala internasional.
5. Hubungan masyarakat diasosiasikan dengan modal (ekonomi dan kekuasaan)
dan kemampuan memelihara (mencari pasar baru dan material lebih murah,
basis pengetahuan, dan pasar).
6. Hubungan masyarakat diasosiasikan dengan kekuatan global (pemerintah dan
organisasi internasional seperti Bank Dunia dan WHO.
7. Resistensi terhadap globalisasi membutuhkan diplomasi dan hubungan
masyarakat untuk organisasi berskala global.
8. Anti globalisasi adalah isu penting bagi organisasi global atau yang sedang
tumbuh menglobal.
9. Kampanye anti globalisasi membutuhkan keahlian komunikator (PR, retorik),
diplomat, dan hubungan media.

Globalisasi menimbulkan masalah bagi praktisi hubungan masyarakat karena


hal ini menggambarkan situasi kontemporer dan “isu hangat” yang membentuk
hubungan organisasi. Globalisasi membentuk praktek hubungan masyarakat melalui
organisasi internasional atau konsultan internasional (yang biasanya dimiliki

202
perusahaan komunikasi berskala global). Globalisasi menunjukkan masalah bagi
praktisi hubungan masyarakat dalam hal komunikasi antar budaya dan masalah
resistensi terhadap proses globalisasi (L'Etang, 2008: 235).

Globalisasi menjadi peluang bagi perusahaan penyedia jasa,termasuk jasa


konsultasi hubungan masyarakat multinasional untuk mengembangkan pasar
internasionalnya. Menurut Dunning (1993:256) perusahaan penyedia jasa
multinasional masuk ke pasar international dengan dua strategi:

1. Strategi mengikuti klien strategi ini sangat jelas, perusahaan penyedia jasa
mengembangkan bisnis di luar negeri untuk melayani klien yang sudah terlebih
dahulu ekspansi pasar luar negeri. Kadang-kadang perusahaan jasa mengikuti
klien mereka terkait strategi organisasi bisnis mereka.
2. Strategi mencari pasar baru , perusahaan jasa masuk ke pasar luar negeri untuk
menyediakan jasa bagi klien baru mereka di luar negeri (baik perusahaan skala
global maupun domestik).

Menurut Kharsadi (2008:235), praktek humas di Indonesia sebenarnya sudah


dikenal sejak awal kemerdekaan, khususnya dalam upaya memperkenalkan eksistensi
dan kedaulatan bangsa Indonesia di dunia internasional dengan diangkatnya Soedarpo
Sastrosatomo sebagai PRO pertama pada Departemen Penerangan dengan program-
program media relations di Tanah Air dan forum Perserikatan Bangsa-Bangsa.
Selanjutnya praktik dan program kehumasan diperkenalkan pula oleh beberapa
perusahaan minyak, lembaga kepolisian, dan perusahaan enerbangan Garuda Indonesia
Airways pada akhir 1960-an. Profesi kehumasan baru berkembang pesat pada awal orde
baru dengan kebijakan terbukanya kesempatan investasi dan penanaman modal asing di
Indonesia Kehadiran lembaga usaha asing di sektor migas, manufaktur, industry,
perhotelan, dan perbankan internasional, khususnya yang dating dari negara-negara
maju, pada umumnya dilengkapi fungsi humas professional.Diberlakukannya Undang-
undang Penanaman Modal Asing maupun Dalam Negeri pada tahun 1968
mengakibatkan perusahaan asing memerlukan beragam jasa konsultasi, antara lain
konsultan kehumasan. Dengan penuh kejelian, Alwi Dahlan menjadi konsultan
kehumasan Indonesia pertama. PT Inscore Secha (Noeradi, 200:46).

Industri PR Indonesia saat ini susah dipetakan dikarenakan pelaku industrinya tidak
jelas. Industri PR memang tidak seperti industri perbankan atau bidang usaha lain yang

203
punya tokoh 'jagoan' yang jelas. Jago dalam hal besaran aset, penjualan, atau berbagai
indikator lain yang bisa dipakai untuk mengukur skala setiap pemain dalam satu
industri. Kendati industri PR tidak dapat dipetakan dengan jelas, persaingan di industri
tersebut nyata terlihat. Tidak jarang, praktik-praktik tidak sehat juga cukup sering
dijalankan, terutama dalam proses tender untuk satu proyek bernilai besar5.

Menurut Morris dan Goldsworthy (2008:61-62), terdapat beberapa faktor yang


membuat data statistik tentang industri publik relations tidak bisa digambarkan secara
akurat.

Pertama, tidak adanya peraturan registrasi untuk dapat membuka usaha di bidang
publik relations. Konsekuensinya, asosiasi usaha dan profesional hanya menampilkan
minoritas yang ada di dalam industri tersebut.

Kedua, adanya kekhawatiran dari praktisi PR untuk melepaskan diri dari persepsi
negatif terhadap publik relations. dan keinginan agar apa yang dikerjakan praktisi PR
mampu meningkatkan status dan pendapatan. Hasilnya, para praktisi PR
menggambarkan dirinya dengan berbagai macam atribut: manager reputasi perusahaan,
direktur kreatif, ahli CSR. Tergambar dalam berbagai iklan lowongan kerja sektor ini
dengan begitu banyak atribut profesi yang muncul. Akibatnya, tidak mampu dilakukan
standarisasi.

Ketiga, masalah lain yang muncul adalah kesulitan dalam mendefinisikan publik
relations dengan disiplin komunikasi yang lain. Apakah event organizer, penulis
newsletter atau website juga termasuk public relations? Fungsi-fungsi tersebut memang
bagian fungsi public relations, tapi jika semua fungsi dimasukkan maka jumlahnya
akan terlampau banyak dan susah dipahami.

Keempat, struktur bisnis public relations, banyak praktisi public relations yang
bekerja in-house tersebar dengan gaji yang rendah di ribuan organisasi yang hanya
mempekerjakan hanya satu-dua staf. Hanya organisasi berskala besar yang
mempekerjaan karyawan lebih banyak. Bisnis konsultan public relations juga
menghadapi masalah yang sama. Selain kelompok perusahaan pemasaran berskala
internasional. sebagian besar konsultan masih berskala kecil. Banyak perusahaan kecil-

5
Bisnis Indonesia, 9 Juni 2009

204
atau individu yang bekerja secara freelance-datang dan pergi, berkembang, bergabung
dengan perusahaan lain, atau berganti nama. Memetakan secara tepat industri public
relations masih sangat problematik.

JASA KONSULTAN HUMAS


Berdasarkan laporan tahunan ICCO 20096, International Communication
Consultant Organization membagi jasa area konsultasi komunikasi menjadi tujuh belas
jenis antara lain sebagai berikut: 1) konsumen/brand pemasaran (consumer/brand
marketing), 2) krisis & manajemen isu (crisis and issue management), 3) corporate
social responsibility (CSR), 4) event management 5) hubungan investor/keuangan
(investor relations/financial), 6) kesehatan (healthcare) 7) image PR, 8) komunikasi
internal (internal communication), 9) digital/media baru, 10) hubungan publik (public
affairs), 11) property 12) reputasi (reputation), 13) pelatihan (training), 14)
sponshorship, 15) teknologi (technology), 16) hubungan media (media relations), 17)
strategi perusahaan (corporate strategy).
Morris dan Goldsworthy (2008:63) membagi tiga kategori layanan konsultan
kehumasan; PR Specialist yaitu layanan konsultan humas yang fokus pada humas
korporasi atau humas pemasaran. Konsultan humas yang fokus pada korporasi fokus
pada layanan reputasi perusahaan dan hubungan publik, sedangkan humas fokus pada
layanan dalam membantu objektif pemasaran. Sebagian besar layanan bisnis
kehumasan masih terbagi ke dalam kedua tipe ini.
Kategori yang kedua sector specialist, dalam kategori lini dibutuhkan konsultan
yang memiliki pengetahuan kebijakan dan keahlian yang mendalam. Contohnya,
konsultan komunikasi bidang kesehatan, dan sekarang yang sedang booming, humas
bidang teknologi informasi. Konsultan humas yang memiliki keahlian bidang kesehetan
memiliki relasi yang kuat dengan khalayak seperti dokter, sedangkan konsultan bidang
teknologi informasi memiliki pengetahuan yang mendalam tentang bidang teknologi
informasi.
Beberapa konsultan humas mengembangkan reputasinya dalam kompetensi
membantu lembaga terkait mempersiapkan dan menangani komunikasi krisis. Lainnya
lagi dikenal karena kemampuan mereka untuk membantu lembaga-lembaga

6
ICCO World Report 2009

205
membangun dan memelihara hubungan baik pemerintah. Namun, yang lain meminta
untuk kemampuan mereka untuk membantu dengan masalah internal, biasanya orang-
orang yang melibatkan hubungan karyawan. Konselor, sebagai praktisi senior, sering
mengembangkan staf yang mencakup orang-orang muda yang memiliki kekuatan atau
spesialisasi tertentu.
**

206
SIMPULAN BAB

 Konsultan adalah pihak yang memberikan layanan konsultasi yang dikontrak


organisasi dengan ciri seseorang yang memiliki keahlian khusus dan kualitas
yang membantu secara obyektif dan secara independen
 Konsultan humas adalah sebuah perusahaan yang disewa organisasi lain untuk
menyediakan jasa tertentu
 Klien sebagai pihak yang terikat dalam hubungan kontrak bisnis dengan sebuah
perusahaan kehumasan
 Organisasi menyewa konsultan untuk meningkatkan reputasi dan hubungan
organisasi dengan publik organisasi.

207
DAFTAR PUSTAKA

Argenti, Paul A. (2006). How Technology Has Influenced the Field of Corporate
Communication dalam Journal of Business and Technical Communication, Vol.
20 No. 3

Aronson, Merry dkk. (2007). The Public Relation Writer's Handbook. Jossey-Bass

Baines, Paul dkk. (2003). Public Relations Context Issue and Techniques. Elsevier

Bardhan, Nilanjana. (2008). Public Relations: Global Firms dalam Wolfgang Donsbach
(editor) The International Encyclopedia of Communication. Wiley-Blackwell

Bltyhe, Jim (2006). Essential of Marketing Communication. Prentice Hall

Bosilkovski, Christina dan Lee, Moon J. (2013). Public relations roles and perceived
power in US hospitals dalam Journal of Communication Management Vol 17 no
3 2013

Botan, Carl. (2009). Theories and effect of public relations dalam William F.Eadie
(editor) 21st Century Communication : A Reference Handbook. Sage

Bourne, Lynda (2009).Stakeholder Relationship Management. Gower

Bowen, Shannon A. (2004). System Theory dalam Robert L. Heath (editor)


Encyclopedia of Public Relations. Sage Publications

Braggs, Steven M. (2010). Running an Effective Investor Relations Department: A


Comprehensive Guide. John Wiley&Sons

Bronn, Peggy Simcic. (2013). Corporate Reputation and the Discipline of Corporate
Communication dalam The Handbook of Communication and Corporate
Reputation. Wiley-Blackwell

Brooks, Ian (2005). Organizational Behaviour: Individual, Groups, and Organizations.


Prentice Hall

Bourland-Davis Pamela G. (2004). Client dalam Robert L. Heath (editor) Encyclopedia


of Public Relations. Sage Publications

Butterick, Keith. (2011). Introducting Public Relations Theory and Practice. Sagepub

da Camara, Nuno Zarco (2011). Identity Image and Reputation dalam Sabrine Helm et
al (editor) Reputation Management. Springer

Caywood, Clarke L. (1997) The Handbook of Strategic Public Relations and Integrated
Communication. McGraw-Hill

208
Collinson, David L. (2008). Leadership in Organizations dalam Wolfgang Donsbach
(editor) The International Encyclopedia of Communication. Wiley-Blackwell

Coombs, W. Timothy (2010). Parameters for Crisis Communication dalam W. Timothy


Coombs dan Sheery J. Holladay (editor) The Handbook fo Crisis
Communication. Wiley-Blackwell

Copley, Paul. (2004). Marketing Communication Management. Elsevier

Cornelissen, Joep. (2004). Corporate Communications: Theory and Practice. Sage


Publications

Cornelissen, Joep P. (2008). Corporate Communication dalam Wolfgang Donsbach


(editor) The International Encyclopedia of Communication. Wiley-Blackwell

Dalton, John dan Croft, Susan. (2003). Managing Corporate Reputation. Thorogood

Davies, Peter Wynne (1998). Public Affairs Techniques For Business. Thorogood

Diggs-Brown, Barbara. (2012). Strategic Public Relations. Cengage Learning

Dinan, William dan Miller, David (2007). A Century of Spin. Pluto Press

Ditlevsen, Marianne Grove (2012). Revealing corporate identities in annual reports


dalam Corporate Communications: An International Journal Vol. 17 No. 3,
2012

Dolphin, Richard R. (2004). The strategic role of investor relations dalam Corporate
Communications: An International Journal Vol. 9.

Doorley, John dan Garcia, Helio Fred. (2006). Reputation Management. Routledge

Dozier, David M. (2008). Public Relations Role dalam Wolfgang Donsbach (editor)
The International Encyclopedia of Communication. Wiley-Blackwell

Dunning, John H (1993) The Globalization of Business. Routledge

Edwards, Lee. (2011). Defining the ‘object’ of public relations research: A new starting
point dalam Public Relations Inquiry I

Ellen, Pam Scholder, et al (2006). Building Corporate Associations: Consumer


Attributions for Corporate Social Responsibility Programs dalam Journal of the
Academy of Marketing Science, 34 (2)

Falcione, Raymond L.(1978). The Communication Consultant in Organizational


Setting. Maryland University

Fill, Chris (2009) Marketing Communications: Interactivity, Communities and Content.


Prentice Hall

209
Fombrun, Charles (1997). The Reputational Landscape dalam Corporate Reputaion
Review Vol 1 no 1

Gaines-Ross, Leslie. (2008). Corporate Reputation. Wiley and Sons

Gregory, Anne (2010) Planning dan Managing Public Relations Campaigns : A


Strategic Approach Kogan Page

Griffith, Andrew (2008). New strategies for reputation management : gaining control
of issues, crises and corporate social responsibility. Kogan Page

Grunig, James E. (2011). Public Relations and strategic management: institutionalizing


organization-public relationship in contemporary society dalam Central
European of Communication 1

Guimard, Anne (2008). Investor Relations Principles and International Best Practices
of Financial Communications. Palgrave

Gupta,Shruti dan Pirsch, Julie (2006). The company‐cause‐customer fit decision in


cause‐related marketing dalam Journal of Consumer Marketing Vol. 23 2006

Hamrefors, Sven (2010) Communicative Leadership dalam Journal of Communication


Management Vol. 14 No. 2, 2010

Harris, P. and Moss, D. (2001) Understanding public affairs dalam Journal of Public
Affairs. vol 1 2001

Heldman, Caroline (2007). Interest Group in Politic dalam Lydna Lee Kaid dan
Christina Holtz-Bacha (editor) Encyclopedia of Political Communication. Sage

Henslowe, Philip (2003). Public Relations: A Practical Guide to the Basics. Kogan

Hinrichsen, C. (2005). Public relations agency. dalam Robert L. Heath (Ed.),


Encyclopedia of Public Relations. Sage

Ihlen, Oyvind. (2008). Rhetorical Theory of Public Relations dalam Wolfgang


Donsbach (editor) The International Encyclopedia of Communication Wiley-
Blackweell

Ihlen, Oyvind dan van Ruler Betteke (2009). Applying Social Theory to Public
Relations dalam Oyvind Ihlen dkk (editor) Public Relations and Social Theory.
Routledge

Ihlen, Oyvind dan Verhoeven, Piet (2012). A public relations identity for the 2010s
dalam Public Relations Inquiry 1(2) 2012

Johansson, Catrin dan Ottestig, Anna T (2011) Communication executives in a


changing world dalam Jurnal of Communication Management Vol 15 no 2 2011

210
Johnson,
H.
H.
dan Stroh,
L.
K.(2006). 
Some
final 
thoughts:
The 
basic

principles
 ouf
 effective 
consulting dalam The 
Basic 
Principles 
of

Effective 
Consulting Lawrence Erlbaum

Kent, Michael L. (2004). Dialogue dalam Robert L. Heath (editor) Encyclopedia of


Public Relations. Sage Publications

Kharsadi, Teddy (2008). Praktisi Sekaligus Ilmuwan Komunikasi dalam Manusia


komunikasi, komunikasi manusia: 75 tahun M. Alwi Dahlan Gramedia

Khodarahmi, Ehsan (2009). Media relations dalam Disaster Prevention and


Management Journal Vol. 18 No. 5

Kitchen, Philip (2004) Corporate Reputation dalam Sandra Oliver A Handbook of


Corporate Communication and Public Relations. Routledge

Komisarjevsky, Christopher P.A. (2002). Winning communications for tomorrow’s


leaders: the tools and techniques for success dalam Inside the Minds: The Art of
Public Relations. Aspatore Books

Lamb, Larry F. dan McKee, Kathy Brittain (2004). Applied public relations : cases in
stakeholder management. LEA

Lao, F (2001). Marketing Management. Rex Printing

Larsson, Larsake (2008). Media Relations dalam Wolfgang Donsbach (editor) The
International Encyclopedia of Communication. Wiley-Blackwell

Laskin, Alexander V. (2009). The evolution of models of public relations: an outsider’s


perspective dalam Journal of Communication Management Vol. 13 No. 1

Lattimore, Dan et al (2010). Public Relations: The Profession and the Practice.
Mcgraw Hill

L'Etang, Jacquie (2008). Public Relations Concepts, Practice and Critique. Sage

Louw, Eric (2015). The Media and Political Process Sage

Lyon,Lisa. (2004). Publicity dalam Robert L. Heath (editor) Encyclopedia of Public


Relations. Sage Publications

Marconi, Joe (2002) Cause Marketing: Build Your Image and Bottom Line Through
Socially Responsible Partnerships, Programs, and Events . Dearborn Trade Pub

Marcus, Bruce W. (2005). Competing for Capital: Investor Relations in dynamic


World. Wiley-Son

Marston, Claire dan Straker, Michelle (2001). Investor relations: a European survey
dalam Corporate Communication International Journal 2001

211
Middleton, Keeleey (2004). An introduction to financial public relations dalam Alison
Theaker (editor) Public Relations Handbook. Routledge

Mitchell, Ronald K Dkk (1997). Toward A Theory Of Stakeholder Identification and


Salience:Defining The Principle oF Who And What Really Counts dalam
Academy Of Management Review 1997, Vol. 22, No. 4,

Moloney, Kevin (2006). Rethinking Public Relations: PR Propaganda and Democracy.


Routledge

Moss, Danny et al (1996). Tactical publicity or strategic relationship management? An


exploratory investigation of the role of public relations in the UK retail sector
dalam European Journal of Marketing, Vol. 30 No. 12, 1996

Moss, Daniel A. (2004). Management theory dalam Robert L. Heath (editor)


Encylopedia of Public Relations Sage Publications

Moss, Daniel., & Green, Robert. (2001). Re-examining the manager’s role in public
relations: What management and public relations research teaches us dalam
Journal of Communication Management 6 2001

Newsom, Doug et al (2013). This is PR: The Realities of Public Relations Cengage
Learning

Noble, Paul dan Watson, Tom (2007). Evaluating Public Relations. Kogan Page

Noeradi, Wisaksono (2008). Praktisi Komunikasi sejak Remaja dalam Manusia


komunikasi, komunikasi manusia: 75 tahun M. Alwi Dahlan. Gramedia

Nownes, Anthony J. (2006). Total Lobbying: What Lobbyists Want (and How They Try
to Get It). Cambridge University Press

O'Connor, Anna (2004) Reputation Management dalam Robert L.Heath (editor)


Encylopedia Public Relations. Sage

Kitchen, Phillip J. dan de Pelsmacker, Patrick (2004). Integrated Marketing


Communication. Routledge

Kitchen, P J & Papasolomou, I C. (1997). Marketing public relations: Conceptual


legitimacy or window dressing? dalam Marketing Intelligence and Planning. 15
vol 2/3

De Pelsmacker,Patrick et al (2010). Marketing Communications: A European


Perspective. Pearson

Peter, Paul J dan Olson, Jerry Corrie (2009). Consumer Behavior & Marketing Strategy
McGraw-Hill

212
Phillingane, Emma Daugherty (2004). Publicist dalam Robert L. Heath (editor)
Encyclopedia of Public Relations. Sage Publications

Pickton, David dan Broderick, Amanda (2005). Integrated Marketing Communication.


Financial TIme

Plowman, Kenneth. D (2004). Conflict Resolution dalam Robert L. Heath (editor)


Encyclopedia of Public Relations. Sage Publications

Rottger, Ulrike (2008). Issue Management dalam Wolfgang Donsbach (editor) The
International Encyclopedia of Communication. Wiley-Blackwell

Ryan, Thomas dan Jacobs, Chad (2005). Using Investor Relations to Maximize Equity
Valuation John. Wiley&Sons

Rudolph. E. dan Johnson, B. (1983). Communication Consultant another teaching


option. Dalam Urbana: dalam ERIC Clearinghouse on Reading and
Comunication Skils

Russo, Anthony J. (2002). The art and science of public relations dalam Inside the
Minds: The Art of Public Relations. Aspatore Books

Sallot, Lyenne M (2004). Interpersonal Communication Theory dalam Robert L. Heath


(editor)

Schepers, Stefan (2010). Business-government relations: beyond lobbying dalam


Corporate Governance Vol. 10 No. 4 2010,

Schmitt, Bernd (1999). Experiental Marketing dalam Journal of Marketing


Management vol 15

Smith, Warren dan Higgins, Mathew (2000). Cause related marketing: ethics and the
ecstatic dalam Business & Society Journal vol 9 2000

Sellnow, Thomas L. dkk (2013) Experiencing the Reputational Synergy of Success and
Failure through Organizational Learning

Shoemaker, Pamela J. dan Reese, Stephen D. (1996). Mediating the Message: Theories
of Influences on Mass Media Content. Longman

Smith, Ronald D. (2003). Becoming a Public Relations Writer Lawrence . Erlbaum


Association

Smith, Ronald D (2004). Strategic for Public Relations Routledge

Spotts, Harlan E, (2013). Publicity and advertising: what matter most for sales? dalam
European Journal Management 48 2013

Stanton, Patricia dkk (2004) Impressions of an annual report: an experimental study


dalam Corporate Communications: An International Journal Vol. 9 No. 1, 2004
213
Steckstor,Denise (2012). The Effects of Cause-Related Marketing on Customers’
Attitudes and Buying Behavior. Gabler

Sterne, Graeme David (2010). Media perceptions of public relations in New Zealand
dalam Journal of Communication Management Vol. 14 No. 1, 2010

Steyn, Benita (2009). The Strategic Role of Public Relations Is Strategic Reflection: A
South African Research Stream dalam American Behavioral Scientist no 53 (4).
Sage Publication

Taylor, Maureen (2004). Government Relations dalam dalam Robert L. Heath (editor)
Encyclopedia of Public Relations. Sage Publications

Theaker, Alison (2001). Public Relations Handbook. Routledge

Till,Brian D. dan Linda I. Nowak, (2000). Toward effective use of cause‐related


marketing alliances dalam Journal of Product & Brand Management, Vol. 9
2000

Tosun, Nurhan (2004). Financial value and public relations dalam Corporate
Communication: An International Journal Vol 9 no 3 2004

Toth, Elizabeth L. (1999). Public relations and rhetoric dalam Dany Moss (editor)
Perspective on Public Relations Research. Routledge

Toth, Elizabeth L.(2009). The Case for Pluralistic Studies of Public Relations:
Rhetorical, Critical, and Excellence Perspectives dalam Robert L. Heath
(editor) Rhetorical and critical approaches to public relations II. Routledge

van Riel, Cees B.M 2013. Corporate Reputation and Discipline of Public Opinion
dalam Craig E. Caroll (editor) The Handbook of Communication and Corporate
Reputation. Wiley-Blackwell

van Ruler, A.A Betteke dan Heath, Robert L.(2008). Public Relations dalam Wolfgang
Donsbach (editor) The International Encyclopedia of Communication. Wiley-
Blackwell

Varadarajan, P. Rajan dan Menon, Anil (1998) Cause Related Marketing: A


Coalignment of Marketing Strategy and Corporate Philantropy dalam Journal of
Marketing vol 52 1998

Weissmann, Klaus dan Scheucher, Christian (2001). Public relations for public affairs
dalam Journal of Public Affairs Vol. 1 No. 1, 2001

Wells, Barron dan Spinks, Nelda (1999). Media relations:powerful tools for achieving
service quality dalam Managing Service Quality Journal Vol 9 Number 4

White, Jon (1999). Psychology and public relations dalam Danny Moss (editor)
Perspective on Public Relations Research.Routledge

214
GLOSARIUM

Active public : kelompok orang yang memiliki keterlibatan yang tinggi dan
pengetahuan yang tinggi terhadap organisasi atau isu

Aroused public: publik yang memiliki pengetahuan yang rendah tentang organisasi
tetapi justru sebaliknya memiliki keterlibatan yang tinggi

Apologia: sebuah konsep retorika yang mengeksplorasi penggunaan komunikasi untuk


bertahan dan merespon serangan atau mekanisme pertahanan diri. Seseorang
yang dituduh bertindak tidak pantas

Aware public :kelompok yang secara umum memahami situasi isu atau organisasi
meskipun kelompok tersebut tidak dipengaruhi secara langsung.

boundary spanner : kesadaran pemahaman akan lingkungan yang lebih luas dan kedua
memiliki kompetensi pemahaman tentang sikap dan perilaku sejumlah
pemangku kepentingan organisasi

citra finansial: citra terkait kinerja keuangan, citra keuangan ini dikaitkan pada
investor relations.

Citra sosial: citra di mata publik terkait dengan perilaku sosial apakah organisasi
menjalankan tanggungjawab sosial dan berperan aktif dalam komunitas

Cause related marketing :sebagai tindakan di mana sebuah organisasi, organisasi nir-
laba atau entitas yang sama memasarkan citra produk layanan dan pesan untuk
manfaat bersama

Dangerous stakeholders : pemangku kepentingan yang memiliki karakteristik


memiliki pengaruh/kekuasaan dan urgensi yang mendesak terhadap organisasi
tetapi justru tidak memiliki legitimasi

Demanding stakeholders yaitu pemangku kepentingan yang memiliki atribut urgensi


kepentingan semata, digambarkan sebagai pemangku kepentingan yang
menuntut sesuatu dari organisasi

Dependent stakeholders : karakteristik pemangku kepentingan yang memiliki


legitimasi dan urgensi kepentingan tetapi tidak memiliki kekuasaan atau
pengaruh terhadap organisasi

Direct marketing: merupakan semua aktivitas media yang mendorong terciptanya


komunikasi dan respon terhadap pelanggan yang sudah ada maupun pelanggan
potensial. Istilah ini mengacu juga pada direct mail, dialogue marketing,
personal marketing,

215
Discretionary stakeholders: tipe pemangku kepentingan yang hanya memiliki atribut
legitimasi tetapi mereka tidak memiliki pengaruh/kekuasaan dan tidak memiliki
urgensi terhadap organisasi

Dominant stakeholders: situasi di mana pemangku kepentingan organisasi memiliki


pengaruh dan legitimasi kewenangan tetapi tidak memiliki urgensi kepentingan
yang mendesak terhadap organisasi secara langsung

Expert prescriber: peran humas yang menganalisa dan mendefinisikan masalah yang
dihadapi organisasi, mengembangkan program komunikasi dan mengambil
tanggungjawab dalam pelaksanaan program tersebut

Fasilitator komunikasi: peran humas dalam organisasi sebagai mediator dan


penghubung antara organisasi dengan publik.

Fasilitator proses penyelesaian masalah: peran humas di mana di mana praktisi


memandu dalam perencanaan, program, implementasi dalam semua tahapan
dengan berperan secara baik dalam mengidentifikasi dan menyelesaikan
masalah yang dihadapi

Hubungan masyarakat: usaha yang terencana dan berkelanjutan untuk mengelola dan
menetapkan kehendak baik dan pemahaman bersama antara organisasi dan
publiknya

Hubungan media: fungsi humas yang memfokuskan pada hubungan yang dibangun
dengan jurnalis, redaktur, dan analis

Iklan: komunikasi massa yang bersifat non personal menggunakan media massa seperti
televisi, radio, surat kabar, majalah, papan reklame) berisi konten yang telah
ditentukan muatannya dan bersifat berbayar oleh suatu korporasi

Investor relations: manajemen hubungan antara perusahaan yang terdaftar di bursa


saham dengan pemegang dan calon pemegang sekuritas

Isu : sebuah topik yang berpotensi menciptakan masalah di dalam sebuah sektor bisnis,
dan mungkin akan menjadi pemberitaan media, meskipun mungkin tidak
menjadi perhatian masyarakat umum.

Klien: pihak yang terikat dalam hubungan kontrak bisnis dengan sebuah perusahaan
kehumasan yang bekerja kepentingan perusahaan

Konsultan: pihak yang memberikan layanan konsultasi yang dikontrak organisasi


dengan ciri seseorang yang memiliki keahlian khusus dan kualitas yang
membantu secara obyektif dan secara independen, organisasi klien untuk
mengidentifikasi masalah manajemen, menganalisis masalah, dan bantuan, jika
diminta, dalam melaksanakan solusi (

216
Laporan tahunan: sebagai sebuah publikasi laporan per tahun karena aturan terkait
dengan penyediaan informasi mengenai posisi dan kinerja finansial dari sebuah
entitas dalam hal ini perusahaan

Manajemen isu: sebuah prosedur sistematis yang membantu organisasi dalam


mengidentifikasi, menganalisa, dan merespon kepentingan internal dan eksternal
yang dapat secara signifikan mempengaruhi keberadaan organisasi tersebut

Marketing Public Relations: penggunaan teknik dan strategi hubungan masyarakat


dalam meraih tujuan pemasaran. Manfaat dari Marketing Public Relations
adalah meraih kesadaran pelanggan, mendorong penjualan, menfasilitasi
konsumsi, dan membangun hubungan pelanggan dengan perusahaan dan merek

Media tour: teknik hubungan media dengan mengundang jurnalis untuk melakukan
peliputan

Pemasaran: sebagai sebuah proses sosial dan manajerial di mana individu dan
kelompok meraih apa yang mereka butuhkan dan inginkan melalui proses
penciptaan dan pertukaran produk dan nilai dengan orang lain

Peran: suatu tindakan yang berulang dari individu,dan dikaitkan dengan aktivitas
berulang orang lain sehingga menghasilkan hasil yang diprediksi

Personal selling: usaha mencari, menginformasikan, mempersuasi dan pada saat


bersamaan memberikan pelayanan pelanggan melalui komunikasi dua arah
bersifat pribadi yang menjadi kekuataannya

Press agentry : praktik menarik perhatian jurnalis media massa melalui sejumlah
teknik yang mampu mengolah berita

Promosi penjualan: sebagai insentif yang diberikan produsen atau penyedia layanan
untuk mendorong perdagangan baik grosir maupun ritel dan konsumen membeli
merek

Public Affairs: sebagai spesialisasi hubungan masyarakat yang berfungsi


mempengaruhi kebijakan publik yang menguntungkan dan fungsi ini dilakukan
oleh sejumlah korporasi dan lembaga sektor publik seperti kelompok
kepentingan, kelompok penekan, dan cause groups

Publik: kelompok orang yang spesifik yang dikaitkan dengan kepentingan atau masalah
yang sama

Stakeholder: sebagai kelompok orang atau sekumpulan individu yang menyediakan


sumber daya penting, atau berpotensi beresiko terkait dengan investasi dana,
karir, waktu dalam meraih tujuan dan strategi bisnis organisasi

Recruitment image: citra yang terkait dengan citra di mata pegawai dan calon
pegawai.

217
Reputasi :keseluruhan penilaian pemangku kepentingan terhadap sebuah perusahaan
berdasarkan persepsi dan interpretasi citra komunikasi perusahaan dan
perilakunya sepanjang waktu.

Roadshow: sejumlah seri pertemuan terorganisasi dengan pelaku pasar keuangan kunci
untuk mendorong terciptanya transaksi keuangan, dalam hal ini jual beli saham
ataupun obligasi.

Siaran pers : diseminasi informasi organisasi berbentuk siaran berita atau siaran berita
khas yang dikirimkan media massa

Teknisi Komunikasi : praktisi humas yang berperan dinilai pada kemampuan


komunikasi, jurnalistik dan ketrampilan media

218

Anda mungkin juga menyukai