Anda di halaman 1dari 39

Psikoneuroimunobiologi

DR RACHMAD P. ARMANTO SPOG


BIOKIMIA, BIOMEDIK 4
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SURABAYA
Visi

u Menjadi program studi pendidikan dokter yang unggul dalam


pendidikan dan pengembangan ilmu kedokteran yang
berwawasan interprofessional collaboration dan teknologi
kedokteran sehingga kehadirannya terpateri di hati dan pikiran
masyarakat.
Capaian Pembelajaran

u Mahasiswa mampu menjelaskan pengaruh psikis terhadap


neurohormonal
u Mahasiswa mampu menjelaskan pengaruh neurohormonal
terhadap kondisi imunologis
u Mahasiswa mampu menjelaskan pengaruh imunologi terhadap
kondisi psikologis dan neurohormonal
Definisi

u Konektivitas antara psikis, neurologi, imunologis dan biologis


u Stress
u Hans Selye tahun 1930: stress adalah kondisi yang merupakan
konsekwensi psikobiologikdari kegagalan organisme hidup untuk
merespon secara baik setiap ancaman fisik ataupun emosional, baik
yang merupakan ancaman aktual maupun imajinasi, yang berperan
sebagai stressor
u Etape Stress:
1. Etape persepsi stresor
2. Etape respon stress
3. Etape persepsi keberhasilan respon
u Tenang
1. Etape Persepsi Stressor

u Korteks prefrontalis (KPF), nukleus amigdala, dan hipocampus, serta sistem reward
mesolimbik yang terdiri dari area tegmental ventralis (ATV), nukleus akumben (NAk).
u Sedangkan neurotransmiter yang berperan ialah GABA (gamma-aminobutiric acid),
hormon katekolamin yaitu dopamin (DA), adrenalin (A), dan noradrenalin (NA),
serotonin (5-HT) serta neuropeptida S.
u KPF akan menilai apakahstimulus itu berbahaya atau tidak, disimpan dalam
hipocampus (memori dari pelajaran atau pengalaman lalu).
u Bila dinilai berbahaya, maka neurotransmiter penghambat GABA dihambat, tercetus
sinyal ke amigdala yang akan mencetuskan muatan emosional dari respon stress
tergantung penilaian.
u Bila menakutkan respon lari, bila membuat marah maka responnya melawan.
Keduanya disebut respon melawan atau lari (fight or flight).
u Apapun responnya, terjadi reaksi cascade dimulai peningkatan sekresi serotonin,
diikuti peningkatan sekresi dopamin, yang diikuti lagi oleh peningkatan adrenalin
sehingga terjadi emosi disforik (tidak nyaman). Proses berikutnya adalah etape
respon stress
2. Etape Respon Stress

u Sistem lokus Sereleus (LS)- Noradrenalin (NA), aksis hypothalamic-


pituitaryadrenal (HPA) yang juga disebut lengkung imun-otak, dan kelenjar
pineal yang berkaitan dengan ritme Sirkadian
u Neurotransmiter yang berperan ialah A, NA, glucocorticoid dengan cortisol
sebagai hormon stress utama, serta melatonin yang berkaitan dengan ritme
Sirkadian
u Etape ini disebut juga Sindroma AdaptasiUmum (SAU) pada fase initial brief
alarm reaction. Etape ini sangat mempengaruhi semua sistem homeostasis
yang secara umum mengalami peningkatan, kecuali sistem imun yang secara
umum mengalami supresi. Peningkatan NA segera diikuti peningkatan A. Terjadi
adrenalin rush, yang memobilisasi semua sistemenergi tubuh untuk reaksi
melawan atau lari.
u Adrenalin rush menyebabkan jumlah free floating Dopamin meningkat. Kita
sampai ke point of no return dimana perilaku melawan atau lari adalah bentuk
aktivitas yang terjadi.
u Fungsi otak dalam etape ini mengalami disinhibisi sehingga perilaku melawan
atau lari terjadi secara “otomatis” tanpa pengendalian
3. Etape Persepsi Keberhasilan
Respon
u Substrat biologiknya ialah KPF, dan sistem reward mesolimbik
u Neurotransmiter yang paling berperan ialah DA (dopamin) sebagai
neurotransmiter kenikmatan
u Bila perilaku melawan atau lari segera menyelesaikan masalah
(hanya terjadi pada tingkat peradaban pemburu-pengembara),
maka kita masuk ke respon relaksasi. Dalamhal ini DA terikat pada
reseptor DRD2 di NAk, timbul perasaan nyaman, adrenalin dan
noradrenalin menurun, glucocorticoid menurun, semua fungsi
homeostasis turun kembali ke tingkat basal
Bagaimana bila Respon Akut Stress
Gagal?
u kita selalu dalam kondisi stress akut yang memobilisasi fungsi
homeostasis sehingga kita selalu dalamreaksi melawan atau lari.
u Tentu saja suatu saat kita akan kehabisan energi dan terjadi
kerusakan pada hampir semua sistem organ yang mengganggu
homeostasis.
u Reaksi yang terjadi berupa sindroma adaptasi umum
Sindroma Adaptasi Umum (SAU)

u Selye pada tahun 1974 mendeskripsikan tiga tingkat adaptasi terhadap stress
berkelanjutan (prolonged stres) yang disebut Sindroma Adaptasi Umum (SAU):
u Diawali initial brief alarm reaction,
u Diikuti periode resistensi berlanjut (prolonged resistance period)
u Diakhiri tingkat terminal kelelahan (terminal stage of exhaustion and death)
u Riset glucocorticoid menemukan pada initial brief alarm reaction terjadi
peningkatan tajam kadar glucocorticoid darah. Selanjutnya pada periode
resistensi ketajaman peningkatan mulai mendatar, tetapi masih lebih tinggi dari
pada kadar basal glucocortikoid. Dengan berlanjutnya stress, pada suatu titik
tiba-tiba kadar glucocorticoid menurun pada tingkat terminal kelelahan, yang
diikuti kematian. Berdasarkan ini, pengukuran kadar glucocorticoid darah
dipakai sebagai metode deteksi tingkat stress yang dapat membahayakan
kehidupan.
u Manifestasi organobiologik SAU ialah hipertrofi kelenjar adrenal dan atrofi
thymus, limpa dan jaringan limfoid, serta ulserasi gaster.
Initial brief alarm reaction

u Pada initial brief alarm reaction terjadi peningkatan tajamkadar


glucocorticoid dalamdarah akibat aktifitas otak melalui aksis
hypothalamic-pituitary-adrenal (HPA), selanjutnyamelalui reaksi
cascade akan terjadi aktifitas amigdala dan hippocampus, sistem
kardiovaskuler, sistem respirasi, dan sirkulasi darah, sistem
pencernaan, sistem imun, mukosa, dan kulit secara sistematis
Periode Resistensi Berlanjut
(Prolonged Resistance Period)
u Dalamperiode ini, kondisi stress masih dapat diatasimelalui
mekanisme mental dengan meyakini pemahaman dan perasaan
bahwa stimulus yang dianggap stresor itu bila tidak dapat diatasi
dapat dianggap ”bukan stresor”, atau setidak-tidaknya dapat
ditolerir.
u Menghadapi masalah penyelesaiannya dengan dicarikan solusi,
bila solusi tidak kenjung berhasil berarti yang harus dilakukan adalah
adaptasi atau hidup berdampingan dengan maslah tersebut
Tingkat terminal kelelahan
(terminal stage of exhaustion and death)

u Penyakit dengan peningkatan sitokin pro-inflamatori


u Disregulasi neurohormon berlanjut
u Penekanan terhadap aktifitas sel limfoid pada infeksi
u Fasilitasi inflamasi sistemik
u Perburukan penyakit neurogeneratif
Tingkat terminal kelelahan
(terminal stage of exhaustion and death)

u Disregulasi neurohormon berlanjut


u Sekresi kronik hormon stress glucocorticoid (GCs) dan katekolamin, akibat penyakit, akan
menekan efek neurotransmiter seperti serotonin (5-HT), noradrenalin (NA), dan dopamin
(DA), atau reseptornya di otak. Akibatnya terjadi disregulasi neurohormon. Dalam stimulasi,
NA dilepaskan dari terminal saraf simpatis didalam organ.
u Penekanan terhadap aktifitas sel limfoid pada infeksi
u Pada infeksi, sel imun target mengekspresikan adrenoreceptor. Melalui stimulasi reseptor ini
oleh NA yang dilepaskan di lokal, atau oleh katekolamin yang beredar seperti adrenalin,
akan terjadi efek penekanan terhadap lalu lintas limfosit. Selanjutnya terjadi penekanan
terhadap lalu lintas, proliferasi, dan aktivitas fungsional dari beragam sel limfoid. Infeksi tidak
dapat diatasi.
u Fasilitasi inflamasi sistemik
u Glukokortikoidmenghambat terbentuknya sitokin proinflamasi, sehingga daya tahan tubuh
menurun dan mudah terinfeksi
u Perburukan penyakit neurogeneratif
u Aktivasi sistemik maupun aktivasi neuro-inflamasi dan neuroimun berperan pada etiologi
berbagai gangguan neurogeneratif seperti penyakit Parkinson, Alzheimer, multiple sclerosis,
nyeri, dan demensia yang berkaitan dengan AIDS.
Jam Biologis
Jam Biologis
Jam Biologis
Jam Biologis
Sistem Limbik
SSP Aferen
Jaras Otak
Efferen
Sistem Limbik
Aksis HPA
Aksis HPA
Neurotransmitter
Stress

u Stress kondisi disharmoni atau yang mengancam homeostasis yang


dipicu oleh psikologis, lingkungan dan stresor fisiologis
u Picu reaksi “fight or flight” pada sentral maupun perifer
u Sentral
u Bangkit, waspada, siap serang, agresif
u Tekan fungsi vegetatif: makan, perilaku seks, pertumbuhan, reproduksi
u Perifer
u Heart rate >, TD >, RR >, sirkulasi nutrisi dan oksigen
u General Adaptation Syndrome
Stress

u Hormon yang meningkat


u Cortisol
u Katekolamin
u Vasopresin
u GH
u Prolactin, (fs awal)
u Hormon yang menurun
u Insulin
u Gonadotropin (GnRH)
u Tiroid
Aksis HPA
u Hipotalamus, Nukleus Paraventrikular
u CRF, corticotropin releasing factor
u AVP, arginine vasopressin
u SNS, sympathetic nervous system
u SOM, somatostatin
u DOP, dopamin
u Batang otak: LC, locus ceruleus
u Pituitary, sel basofil, Hipofisa anterior
u Sel basofil dari hipofisa anterior produksi
POMC, proopiomelanocortin
u Produksi BEND (β-endorfin) dan ACTH
u Adrenal, medula adrenal
u Cortisol
Stress
u Stress pengaruhi aksis HPA (hypothalamic – pituitary – adrenal)dan SAM
(sympathetic–adrenal medullary)
u Memicu produksi glukokortikoid dan katekolamin
u Kortisol turunkan kekebalan tubuh
u Kortisol pengaruhi NF-KB sehingga turunkan produksi sitokin
u Katekolamin (E & NE) cAMP respons binding element > pengaruhi
produksi sitokin
u Limfosit, monosit atau makrofag dan granulosit, memiliki reseptor untuk
beberapa produk neuroendokrin dari aksis HPA dan SAM, seperti
kortisol dan katekolamin, yang dapat timbulkan perubahan sekresi
sitokin, peredaran sel, proliferasi, produksi Ab dan aktivitas sitolitik.
u Contohnya terapi leukosit darah tepi (peripheral blood leukocytes
(PBLs)) dengan katekolamin in vitro akibatkan penekanan produksi IL-
12 (IL-12) dan peningkatan produksi IL-10.
u Ini dapat ubah fenotip CD4 dari Th1 menjadi Th2
u Mahasiswa yang mendapat stress akademik alami penurunan IFN-γ,
dan peningkatan IL-10
Stress

u Dengan menurunnya produksi sitokin proinflamasi, akibatkan


penderita stress jadi rentan terhadap infeksi kuman, rendah
responnya terhadap imunisasi
u Makin memberatnya penyakit yang diderita
Meditasi
u Tingkatkan β-endorfin tubuh
u β-endorfin dosis tinggi tekan IL-1 dan IL-8, dan kemotaksis leukosit
dan monosit
u β-endorfin sintetik menunjukkan efek bifasik, pada kadar yang tinggi
menekan produksi Ab, namun pada kadar yang rendah memicu
produksi Ab.
u Endorphin juga menunjukkan efek bifasik pada sel NK. Pada dosis
rendah picu produksi Ab oleh sel NK.
u Diduga efek modulasi reaksi imun spesifik dari β-endorfin terjadi
melalui efeknya terhadap sel supresor-induktor dari NK
u Limfosit memiliki reseptor EOP (endogenous opiate peptide)
Pengaruh Ab terhadap Hormon
Regulasi Ab oleh Neuropeptida
Reseptor Hormon pada Sel Imun
Efek Sitokin terhadap
Neuroendokrin
Efek Sitokin terhadap
Neuroendokrin
u Sitokin memiliki aksi baik terhadap tingkat hipothalamus dan hipofisis.
Beberapa sitokin, khususnya IL-1, 11, 2, IL-fl, dan TNF, aktifkan aksis
adrenal, di mana IL-1 dan TNF hambat aksis gonad dan TNF dan IFN-g
memiliki aksi inhibisi pada aksis thyroid. Secara keseluruhan, respon
organisme dipengaruhi baik oleh situkin yang beredar sistemik derivat
dari sistem imun dan atau endogen yang diproduksi dalam sistem
neuroendokrin.
u Jalur aktivasi imun dari sistem neuroendokrin mungkin berperan untuk
membatasi keparahan respon imun melalui produksi glukokortikoid
sementara itu juga meningkatkan jhormon lain yang meningkatkan
kekebalan pada saat yang bersamaan. Di masa depan, kita antisipasi
bahwa makin banyak sitokin, reseptor dan second messenger yang
terlibat yang akan dapat diidentifikasi dan dideskrepsikan merupakan
produk endogen dari sistem neuroendokrin.
Efek Sitokin terhadap
Neuroendokrin
u Saat ini telah jelas bahwa sel pada sistem imun memproduksi hormon
neuroendokrin dan mengandung reseptor spesifik dari hormon
tersebut.
u Konsekuensinya hormon nuroendokrin memiliki efek yang dalam
terhadap hampir semua aspek respon imun.
u Di masa mendatang, kita harus antisipasi bahwa akan ada penemuan
yang lebih mendetil pada struktur dan produksi sebagaimana fungsi
antar sistem dan fungsi intra sistem dari peptida yang diproduksi oleh
sel imun.
u Secara keseluruhan, pengenalan sistem imun sebagai indra
keenamakan memberikan pemahaman baru dari fisiologi yang
diperlukan untuk keberhasilan program diagnostik dan terpuetik
melawan penyakit dan stress yang melibatkan komunikasi imun
neuroendokrin.
Porn Addict ~ Heroin Addict Brain

Anda mungkin juga menyukai