Anda di halaman 1dari 133

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN PEMKAB JOMBANG

ASUHAN KEPERAWATAN DIABETES MELITUS DENGAN


MASALAH KEPERAWATAN GANGGUAN INTEGRITAS
KULIT MENGGUNAKAN INTERVENSI PERAWATAN
LUKA DENGAN NaCl 0,9% DAN DRESSING
MODERN

KARYA ILMIAH AKHIR NERS

FATQUR ROHMAN
201204028

Diajukan sebagai salah sat


syarat untuk memperoleh gelar
Ners

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


JOMBANG 2020/2021

i
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN PEMKAB JOMBANG

ASUHAN KEPERAWATAN DIABETES MELITUS DENGAN


MASALAH KEPERAWATAN GANGGUAN INTEGRITAS
KULIT MENGGUNAKAN INTERVENSI PERAWATAN
LUKA DENGAN NaCl 0,9% DAN DRESSING
MODERN

KARYA ILMIAH AKHIR NERS

FATQUR ROHMAN
201204028

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


JOMBANG 2020/2021

ii
HALAMAN PERNYATAAN ORSINILITAS

Karya Ilmiah Akhir Ners ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua
sumber baik yang dikutip maupun dirujuk telah saya nyatakan dengan
benar. Dan jika ditemukan adanya unsur ketidakjujuran maka kami
bersedia diberi samgsi

Nama : Fatqur Rohman

NIM 201204028

Tanda tangan:

Tanggal :

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN STIKES PEMKAB JOMBANG


PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS
JOMBANG 2020/2021

iii
HALAMAN PERSETUJUAN

ASUHAN KEPERAWATAN DIABETES MELITUS DENGAN MASALAH


KEPERAWATAN GANGGUAN INTEGRITAS KULIT MENGGUNAKAN
INTERVENSI PERAWATAN LUKA DENGAN NaCl 0,9% DAN
DRESSING MODERN

Karya Tulis Akhir Ners

FATQUR ROHMAN
NIM : 201204028

Telah disetujui dan dianggap layak oleh dosen pembimbing untuk


diajukan ujian proposal/laporan pada Program Studi Pendidikan Ners,
SStikes Pemkab Jombang

PEMBIMBING

Pembimbing :
Ahmad Nur Khoiri,S.Kep.Ns.,M.Kes (…………………….)
NIK :021978140320070728

Ditetapkan di :
Tanggal :

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN STIKES PEMKAB JOMBANG


PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS
JOMBANG 2020/2021

iv
v
vii
PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS KARYA ILMIAH
AKHIR NERS UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagaisivitas akademik Stikes Pemkab Jombang, saya yang bertanda tangan


dibawah ini :
Karya Ilmiah Akhir Ners ini diajukan oleh :
Nama : Fatqur Rohman
NPM 201204028
Departemen : Keperawatan Medikal
Bedah Program Studi : Profesi Ners
Jenis Karya : KIAN

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada


Program Studi Pendidikan Ners Stikes Pemkab Jombang Hak Bebas Royalitas
Noneksklusif (Non-exclusive Royalty-Free Right) atas karya ilmiah ners saya
yang berjudul :
“Asuhan Keperawatan Diabetes Melitus Dengan Masalah Keperawatan Gangguan
Integritas Kulit Menggunakan Intervensi Perawatan Luka Dengan NaCl 0,9% Dan
Dressing Modern”
Beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royaliti
Noneksklusif ini Program Studi Pendidikan Ners Stikes Pemkab Jombang berhak
menyimpan, mengalihmedia/formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data
(database), merawat, dan memublikasikan tugas akhir saya selama tetap
mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak
Cipta.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan


sebenarnya. Dibuat di : Jombang
Pada tanggal :
Yang
menyatakan

(Fatqur Rohman)
201204028

vii
KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah segala puji bagi Allah SWT, yang telah


melimpahkan rahmat serta hidayah-Nya sehingga penyusunan KIAN ini dapat
terselesaikan. KIAN ini disusun untuk menyelesaikan tugas akhir pada program
studi Profesi Ners dengan judul “Asuhan keperawatan diabetes melitus dengan
masalah keperawatan gangguan integritas kulit menggunakan intervensi
perawatan luka dengan NaCl 0,9% dan dressing modern”.
Peneliti menyadari selama penyusunan KIAN banyak mendapat bimbingan
dan dorongan dari semua pihak. Berdasarkan hal tersebut peneliti mengucapkan
terima kasih kepada :
1. Dr. Ririn Probowati ,S.Kp.,M.Kes selaku Ketua Sekolah Tinggi Ilmu
Kesehatan Pemkab Jombang.
2. Pepin Nahariani, S.Kep.Ns.,M.Kep selaku Ketua Program Studi Profesi Ners
STIKES Pemkab Jombang.
3. Ns. Anja Hesnia K.,M.Kep,Sp.Kep.MB. selaku penguji ketua tim penguji
seminar kian.
4. Ahmad Nur Khoiri,S.Kep.Ns.,M.Kes selaku pembimbing yang telah
mengarahkan dan membimbing dalam penyusunan kian.
5. Segenap Dosen pengajar STIKES Pemkab Jombang atas bimbingan dan
arahannya.
6. Responden beserta keluarga responden yang telah ikut andil dan telah
berpartisipasi untuk melancarkan penelitian ini.
7. Kedua orang tua dan saudara-saudaraku yang selalu memberikan do’a, arahan
dan dukungan dalam penyusunan skripsi ini.
8. Teman-teman sejawat mahasiswa Profesi Ners yang telah memberikan
kelancaran dalam penyusunan dan penelitian skripsi ini.
9. Serta semua pihak yang turut memberikan kelancaran dalam penyusunan dan
penelitian skripsi ini.

vii
Peneliti menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi masih kurang
sempurna.Sebagai mahluk Tuhan yang tidak lepasdari kesalahan kami mohon
maaf yang sebesar-besarnya, peneliti berharap adanya kritik dan saran
membangun baik secara langsung maupun tidak langsuung sebagai penyempurna
skripsi ini.Akhirnya peneliti mengucapkan banyak terima kasih atas segala
perhatian dan dukungannya.

Jombang, tanggal Juni 2020

FATQUR ROHMAN
NIM : 161101067

viii
ASUHAN KEPERAWATAN DIABETES MELITUS DENGAN MASALAH
KEPERAWATAN GANGGUAN INTEGRITAS KULIT MENGGUNAKAN
INTERVENSI PERAWATAN LUKA DENGAN NaCl 0,9% DAN
DRESSING MODERN

Fatqur Rohman1. Ahmad Nur Khoiri2


Mahasiswa Prodi Profesi Ners STIKES Pemkab Jombang1. STIKES Pemkab
Jombang2
Email : fatqurrohman13@gmail.com

ABSTRAK

Diabetes mellitus (DM) merupakan penyakit yang sering ditemukan dimasyarakat


modern. Salahsatu komplikasi DM yaitu ulkus diabetikum. Penggunaan NaCl
efektif membersihkan kotoran, tidak membunuh leukosit dan jaringan fibroblast.
Sedangkan dressing modern bersifat moisture yang mencegah luka keras,
meningkatkan laju epitelisasi, serta mempercepat autolysis debridement. Metode
penelitian menggunakan studi kasus dengan pemberian intervensi perawatan luka
dengan NaCl dan dressing modern selama 3 hari secara berturut-turut. Tujuan
penulisan menganalisis asuhan keperawatan DM dengan gangguan integritas kulit
menggunakan intervensi perawatan luka NaCl dan dressing modern. Hasil
penelitian terdapat efektivitas penggunaan NaCl dan dressing modern dalam
perawatan luka. Evaluasi ditandai dengan produksi eksudat berkurang, jaringan
nekrosis melunak, peningkatan granulasi luka, GDA 397 gr/dl serta leukosit darah
18,21 103/µL. Disarankan rumah sakit menerapkan perawatan luka dengan NaCl
dan dressing modern, serta memberikan edukasi terkait perawatan luka setelah
pasien pulang.

Kata kunci : diabetes mellitus, gangguan integritas kulit, perawatan luka dengan
NaCl 0,9% dan dressing modern

ix
NURSING CARE FOR DIABETES MELLITUS WITH
NURSING PROBLEMS SKIN INTEGRITY DISORDERS USING
WOUND CARE INTERVENTIONS WITH 0.9% NaCl
AND MODERN DRESSING

Fatqur Rohman1. Ahmad Nur Khoiri2


The Student of Nursing Profession Study Program STIKES Pemkab Jombang1.
STIKES Pemkab Jombang2
Email :
fatqurrohman13@gmail.com

ABSTRACT

Diabetes mellitus (DM) is founded disease in modern society. One complications


DM is diabetic ulcer. Using NaCl effectively cleans dirt, doesn’t kill leukocytes
and new tissue. Meanwhile, modern dressings are moisture in hard wounds,
increases rate of epithelialization, accelerates autolysis debridement. The method
in this nurse's final scientific work is case study by providing wound care
interventions using NaCl and modern dressings for 3 days. Purpose of writing to
analyze nursing care for DM with impaired skin integrity using NaCl and modern
dressings in wound care interventions. The results showed effectiveness using
NaCl and modern dressings in wound care. Evaluation of intervention results was
reduced exudate production, softing necrosis, and increased granulation, GDA
397 g/dl and leukocytes 18.21 103/µL. It’s recommended that hospital apply
wound care with 0.9% NaCl and modern dressings, with provide education
regarding wound care at home.

Keywords: diabetes mellitus, impaired skin integrity, wound care with 0.9%
NaCl and modern dressing dressing

x
Daftar Isi
HALAMAN PERNYATAAN ORSINILITAS.............................................................iii
HALAMAN PERSETUJUAN......................................................................................iv
HALAMAN PENGESAHAN.......................................................................................v
PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS KARYA ILMIAH AKHIR
NERS UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS...........................................................vi
KATA PENGANTAR.................................................................................................vii
ABSTRAK...................................................................................................................ix
Daftar Isi.......................................................................................................................xi
Daftar Table..............................................................................................................viiiii
Daftar Lampiran..........................................................................................................ixii
Daftar Istilah..............................................................................................................ixiv
BAB I PENDAHULUAN.............................................................................................1
1.1 Latar Belakang......................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah.................................................................................................3
1.3 Tujuan Penelitian...................................................................................................3
1.4 Manfaat Penelitian.................................................................................................4
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA....................................................................................6
2.1 Konsep Diabetes Melitus.......................................................................................6
2.2 Konsep Gangguan Integritas Kulit......................................................................19
2.3 Konsep Manajemen Perawatan Luka..................................................................40
2.4 Konsep Perawatan Luka Dengan NaCl...............................................................47
2.3 Konsep Dressing Modern....................................................................................50
BAB III LAPORAN KASUS KELOLAAN UTAMA................................................54
3.1 Pengkajian...........................................................................................................54
3.2 Masalah keperawatan..........................................................................................62
3.3 Rencana asuhan keperawatan..............................................................................64
3.4 Implementasi.......................................................................................................66
3.5 Evaluasi...............................................................................................................71
BAB VI ANALISIS SITUASI....................................................................................73
4.1 Analisa Keperawatan Kesehatan Masalah Pedesaan Terkait Kasus....................73
4.2 Analisa asuhan keperawatan kasus......................................................................75
4.3 Analisa intervensi : perawatan luka dengan NaCl 0,9% dan dressing modern....79
4.4 Alternative pemecahan yang dapat dilakukan.....................................................82
BAB V PENUTUP......................................................................................................83
5.1 Kesimpulan.........................................................................................................83
5.2 Saran...................................................................................................................84
Lampiran 1..................................................................................................................86
Lampiran 2................................................................................................................113
Lampiran 3................................................................................................................114
Lampiran 4................................................................................................................116
Lampiran 5................................................................................................................117
Lampiran 6................................................................................................................118
Daftar Pustaka...........................................................................................................119

xi
Daftar

Tabel 2.5.7 Pedoman pemilihan dressing managemen luka 27


Tabel 2.5.12 Perencanaan Keperawatan Pada Pasien Diabetes Melitus Tipe II dengan
Gangguan Integritas Kulit 37

xii
Daftar
Lampiran 1 Format asuhan keperawatan KMB 84
Lampiran 2 lembar keabsahan 111
Lampiran 4 SOP perawatan luka dengan NaCl 0,9% dan dressing modern 112
Lampiran 5 Dokumentasi 114
Lampiran 6 Lembar konsul 115
Lampiran 7 Lembar inform Consent 116

xiii
Daftar Istilah
ABI : Ankle Brankial Index
AR : Aldose Reductase
DFU : Diabetic Foot Ulcer
DM : Diabetes mellitus
DMG : Diabetes Melitus
Gaestasional DPP-IV : Dipeptidyl
Peptidase-IV
GDS : Gula Darah Sewaktu
IMT : Indeks Massa Tubuh
NaCl : Natrium Klorida.
PKC : Protein Kinase C
SGLT-2 Inhibitor : Sodium Glukose Co-transporter 2
WHO : World Health Organization

xiv
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Diabetes mellitus (DM) merupakan masalah kesehatan yang sering

ditemukan pada masyarakat modern. Peningkatan kehidupan sosial ekonomi

memberikan pengaruh terhadap gaya hidup seseorang menjadi buruk

(Soelistijo et al., 2019). Hal tersebut mempengaruhi diet masyarakat modern

dari makanan tradisional yang mengandung banyak karbohidrat dan sayuran

beralih kebarat-baratan yang mengandung lemak, gula, garam dan sedikit serat

(Suyono, 2009). Pola makan ini beresiko menyebabkan obesitas serta

resistensi insulin (Kowalak, 2016). DM dapat menyebabkan komplikasi yang

serius, salahsatunya ulkus diabetikum (Diabetic foot ulcer/ DFU) berupa

kerusakan integritas kulit akibat gangguan pemenuhan suplai oksigen di

daerah perifer dalam kurun waktu yang lama. Untuk itu penderita perlu

perawatan yang efektif agar tidak terjadi infeksi yang dapat menjadi masalah

serius seperti amputasi bahkan kematian (Chadwick, P., et al, 2015).

World Health Organization (WHO), memprediksi jumlah penderita DM

di Indonesia akan naik dari 8,4 juta di tahun 2000 menjadi 21,3 juta di tahun

2030 (PERKENI, 2019). Menurut (Kemenkes RI, 2018), prevalensi penderita

DM berdasarkan usia >15 tahun dari tahun 2013 sebanyak 6,9% menjadi 8,5%

di tahun 2018. 20 tahun terakhir Jawa Timur mengalami peningkatan 329,8%

penderita DM (Tribun Jatim, 2019). (, Jombang, 2019) Persentase

mendapatkan pelayanan kesehatan sesuai standar pada penderita DM di

1
2

Kabupaten Jombang sebanyak 34.228 orang dari 34.466 orang, sedangkan di

Madiun kasus DM menduduki peringkat 3 dari 10 penyakit terbanyak dengn

jumlah 17.055 kasus (Madiun, 2018).

DM terjadi karena gangguan metabolik dalam mensekresi insulin yang

mengakibatkan peningkatan glukosa darah (Kowalak, dkk. 2016). Glukosa

darah yang tidak terkontrol dapat menyebabkan komplikasi baik

makrovaskuler maupun mikrovaskuler engan tanda dan gejala seperti sering

kesemutan, nyeri kaki, hilangnya sensasi pada kaki, pembentukan kalus,

rentan gerak sendi menurun, atrofi pada kaki dan kulit kering. Jika masalah

tersebut tidak ditangani dengan baik maka akan muncul ulkus diabetikum

(Soedarsono, 2016). Ulkus diabetikum (Diabetic foot ulcer/ DFU) terjadi

karena kerusakan integritas kulit akibat penumpukan glukosa dalam darah

sehingga suplai oksigen di daerah perifer dalam kurun waktu yang lama.

Untuk itu penderita perlu perawatan yang efektif agar tidak terjadi infeksi

yang dapat menjadi masalah serius seperti amputasi bahkan kematian

(Chadwick, P., et al, 2015).

Beberapa antiseptic seperti acetic acid, hydrogen peroxide, perovidone

iodone dan chlorohexadine sering digunakan dalam perawatan luka. Akan

tetapi, kandungan antiseptic dapat menghambat proses penyembuhan luka

sebab antisepticselain membunuh kuman juga dapat membunuh leukosit yang

membasmi bakteri pathogen dan jaringan fibroblast yang membentuk jaringan

kulit baru (Haris, 2018). Salahsatu cairan untuk membersihkan luka dengan

menggunakan cairan normal saline NaCl. Cairan NaCl 0,9% juga merupakan
3

cairan fisiologis yang efektif digunakan karena sesuai dengan kandungan

garam dalam tubuh.

Selain membersihkan luka, pemilihan modern dressing diperlukakan

untuk menyerap eksudat berlebih serta menjaga luka agar tetap dalam kondisi

lembab (Broussard dan Power, 2013). Jenis modern dressing antara

lainalginates, foams, hydrocolloids, hydrogels, dan polyurethane films

(Wound International, 2013).

Melihat fenomena yang ditemukan dan berbagai penelitian terkait

mengenai perawatan luka menggunakan NaCl dan dressing modern maka

peneliti tertarik untuk mengaplikasikan dan mengevaluasi perawatan ulkus

diabetikum dengan mnggunakan NaCl dan dressing modern.

1.2 Rumusan masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut, rumusan masalah dalam penelitian

ini adalah “apa pengaruh intervensi perawatan luka dengan NaCl 0,9% dan

dressing modern pada penderita DM dengan gangguan integritas kulit”

1.3 Tujuan penelitian

1.3.1 Tujuan umum

Tujuan penulisan Karya Ilmiah Akhir-Nurse (KIA-N) ini adalah

untuk mengetahui “Asuhan keperawatan diabetes melitus dengan masalah

keperawatan gangguan integritas kulit menggunakan intervensi perawatan

luka dengan intervensi perawatan luka menggunakan NaCl 0,9% dan

dressing modern”.
4

1.3.2 Tujuan khusus

1. Menganalisis Masalah Keperawatan kerusakan integritas kulit pada

Kasus DM.

2. Menganalisis Asuhan Keperawatan Pasien Kelolaan dengan Masalah

Keperawatan kerusakan integritas kulit pada Kasus DM

3. Melakukan Analisis Edvidence Based Mengenai perawatan luka

menggunakan NaCl 0,9 % da dressing modern dalam Mengatasi

Masalah kerusakan integritas kulit pada Pasien DM

1.4 Manfaat penelitian

1.4.1 Manfaat teoritis

Penelitian ini dapat mamberikan informasi dan masukan dalam

pengembangan ilmu pengetahuan dan penerapan dalam bidang

keperawatan bagi akademik maupun praktik

1.4.2 Manfaat praktis

1. Bagi masyarakat

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi terkait

pentingnya perawatan luka pada penderita DM dengan gangguan

integritas kulit

2. Bagi tenaga kesehatan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan materi bagi

petugas intervensi perawatan luka dengan NaCl 0,9% dan dressing

modern pada penderita DM dengan gangguan integritas kulit


5

3. Bagi profesi keperawatan

Penelitian ini dapat dijadikan referensi bacaan dan pengembangan

ilmu mengenai intervensi perawatan luka pada penderita DM dengan

gangguan integritas kulit

4. Bagi peneliti selanjutnya

Penelitian ini diharapkan mampu meningkatkan pengetahuan dan

pengalaman bagi peneliti dalam melakukan penelitian dan penulisan

karya ilmiah akhir ners.


BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Diabetes Melitus

2.1.1 Definisi Diabetes Melitus

Diabetes Melitus adalah gangguan metabolic ditandai dengan

peningkatan kadar glukosa dalam darah(hiperglikemia) akibat

kurangnya hormon insulin, atau karena menurunnya fungsi insulin

atau keduanya (PERKENI, 2019). Diabetes melitus merupakan

penyebab hiperglikemi. Hiperglikemi disebabkan oleh berbagai

hal, namun hiperglikemi paling sering disebabkan oleh diabetes

melitus. Pada diabetes melitus gula menumpuk dalam darah

sehingga gagal masuk kedalam sel. Kegagalan tersebut terjadi

akibat hormone insulin jumlah nya kurang atau cacat fungsi.

Hormon insulin merupakan hormone yang membantu masuknya

gula darah (WHO,2016).

2.1.2 Klasifikasi Diabetes Melitus

Klasifikasi Diabetik Melitus menurut American Diabetes

Asociation adalah sebagai berikut:

1. DM Tipe I atau Insulin Dependent Diabetes Melitus.

Terjadi karena adanya destruksi sel beta pankreas, umumnya

menjurus ke defisiensi insulin absolute, Autoimun, Idiopatik.

6
7

2. DM Tipe II

Bervariasi mulai dari yang dominan resistensi insulin disertai

defisiensi insulin relatif sampai defekinsulin diserta resistensi

insulin

3. DM tipe spesifik yang terjadi karena penyebab lain:

1) Defek genetik fungsi sel beta, Defek genetik kerja insulin:

resistensi insulin tipe A, leprechaunisme, sindromrabson

Mendenhal

2) Penyakit eksokrin pancreas: pancreatitis, trauma pankrea

tektomi, neoplasma, fibrosiskistik, Endokrinopati:

akromegali, sindromcushing, feokromositoma

3) Obatatau zat kimia: vacor, pentamidin, asam nikotinat,

gluko kortikoid, hormone tiroid, diazoxid, tiazid

4) Infeksi: rubella congenital

5) Imunologi (jarang): sindrom stiff-man, anti bodi anti

reseptor insulin, Sindrom genetic lain yang berkaitan

dengan DM

4. Diabetes Melitus Gestasional (Gestational diabetes melitus)

terjadi pada saat kondisi hamil, timbulnya diabetes mellitus

gestasional secara umum yaitu usia lebih dari 40 tahun, obesitas

dan riwayat keluarga (Brunner, 2016).


8

2.1.3 Etiologi Diabetes Melitus

Mekanisme penyebab resistensi insulin dan gangguan sekresi

insulin pada diabetis tipe II tidak diketahui. Faktor genetic

diperkirakan memegang peran dalam proses terjadinya resistensi

insuline. Selain itu terdapat pula faktor-faktor risiko tertentu terkait

dengan proses terjadinya diabetes tipe II. Faktor-faktor ini adalah:

1. Obesitas.

Obesitas bisa menurunkan jumlah reseptor insulin dari sel

target diseluruh tubuh sehingga insulin yang suda ada menjadi

berkurang efektif dalam meningkatkan efek metabolic

2. Usia.

Resistensi insulin cendrung meningkat pada usia atas 65

tahun.

3. Gestasional

Diabetes mellitus dengan kehamilan (diabetes melitus

gaestasional (DMG) adalah kehamilan normal yang disertai

dengan peningkatan insulin resistensi (ibu hamil gagal

mempertahankan euglycemia). Pada golongan ini, kondisi

diabetes dialami sementara selama masa kehamilan. Artinya

kondisi diabetes atau intoleransi glukosa pertama kali didapat

selama kehamilan, biasanya pada trimester kedua atau ketiga

(Brunner, 2016).
9

2.1.4 Patofisiologi Diabetes Melitus

Terdapat dua masalah utama pada DM Tipe II yaitu

resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin. Normalnya insulin

akan berkaitan pada reseptor khususdan meskipun kadar insulin

tinggi dalam darah tetap saja glukosa tidak dapat masuk kedalam

selsehingga selakan kekurangan glukosa. Mekanisme inilah yang

dikatakan sebagai resistensi insulin. Untuk mengatasi resistensi

insulin dan mencegah terbentuknya glukosa dalam darah yang

berlebihan maka harus terdapat peningkatan jumlah insulin yang

disekresikan.

Namun demikian jika sel-sel beta tidak mampu

mengimbanginya, maka kadar glukosa akan meningkat dan

menjadi DM tipe II. Meskipun terjadi gangguan sekresi insulin

yang merupakan ciri khas diabetes tipe II, namun masih terdapat

insulin dengan jumlah yang adekuat untuk mencegah pemecahan

lemak dan produksi badan keton yang menyertainya. Karenaitu,

ketoasidosis diabetic tidak terjadi pada diabetis tipe II.(Brruner &

suddarth, 2016).

2.1.5 Manifestasi Klinis Diabetes Melitus

1. Poliuri

Kekurangan insulin untuk mengangkut glukosa melalui

membrane dalam sel menyebabkan hiperglikemia sehingga

serum plasma meningkat atau hiperosmolariti menyebabkan


1

cairan intrasel berdifusi kedalam sirkulasi atau cairan

intravaskuler, aliran darah ke ginjal meningkat sebagai akibat

dari hiperosmolaritas dan akibat nya akan terjadi

diuresisosmotic (poliuria).

2. Polidipsia

Akibat meningkatnya disfungsi cairan dari intra sel kedalam

vaskuler menyebabkan penurunan volume intra sel sehingga

efeknya adalah dehidrasi sel . Akibat dari dehidrasi se mulut

menjadi kering dan sensor hausteraktivasi menyebabkan

seseorang haus terus dan ingin selalu minum (polydipsia).

3. Poliphagia

Karena glukosa tidakdapat masukke sel akibat dari

menurunnya kadar insulin maka produk sienergi menurun,

penurunan energy akan menstimulasi rasa lapar. Maka reaksi

yang terjadi adalah seseorang akan lebih banyak makan

(poliphagia).

4. Penurunan berat badan

Karena glukosa tidak dapat di transport kedalam sel maka sel

kekurangan cairan dan tidak mampu mengadakan

metabolisme, akibat dari itu maka selakan menciut, sehingga

seluruh jaringan terutama otot mengalami atrofi dan

penurunan secara otomatis

5. Malaise atau kelemahan


1

6. Kesemutan, Lemasdan Matakabur (Brunner, 2016).

2.1.6 Pemeriksaan Penunjang Diabetes Melitus

Pemeriksaan yang dapat dilakukan meliputi 4 hal yaitu:

1. Post prandial: Dilakukan 2 jam setelah makan atau setelah

minum. Angka diatas 130 mg/dl mengindikasikan diabetes.

2. Hemoglobin glikosilat: Hba1C adalah sebuah pengukuran

untuk menilai kadar gula darah selama 140 hari terakhir.

Angka Hba1C yang melebihi 6,1% menunjukkan diabetes.

3. Tes toleransi glukosa oral: Setelah berpuasa semalaman

kemudian pasien diberi air dengan 7 5gr gula, dan akan diuji

selama periode 24 jam. Angka gula darah yang normal dua

jam setelah meminum cairan tersebut harus < dari 140 mg/dl.

4. Tes glukosa darah dengan finger stick, yaitu jari ditusuk

dengan sebuah jarum, sample darah diletakkan pada sebuah

strip yang dimasukkan kedalam celah pada mesing luco

meter, pemeriksaan ini digunakan hanya untuk memantau

kadar glukosa yang dapat dilakukan dirumah.

2.1.7 PenatalaksanaanDiabetes Melitus

Lima pilar penatalaksanaan DM meliputi penyuluhan (edukasi),

perencanaan makan (diet), latihan fisik, pengobatan medis, dan

pemantauan (monitoring) menurut (PERKENI, 2019).


1

1. Penyuluhan (edukasi)

Penyuluhan merupakan hal pertama yang harus sebagai

penatalaksanan DM. Penyuluhan bertujuan untuk meningkatkan

pengetahuan dan pemahaman individu terkait apa yang sedang

dialaminya. Pemahaman yang baik akan meningkatkan tingkat

kepatuhan pada penatalaksaan DM yang lain. Penyuluhan ini

terdiri dari beberapa tahapan meliputi :

a) Memberikan pendidikan kesehatan untuk meningkatkan

pengetahuan individu pada penyakitnya. Pendidikan kesehatan

meliputi pengertian, etiologi, komplikasi, diet, pencegahan dan

penatalaksanaan.

b) Mengubah sikap terhadap diet, pengobatan, dan olahraga

c) Mengubah perilaku serta meningkatkan kepatuhan

d) Meningkatkan kualitas hidup penderita DM

2. Perencanaan makan (diet)

Penatalaksanaan diet bertujuan untuk mencapai atau

mempertahankan berat badan ideal, memberikan semua unsur

makanan sesuai kebutuhan energi, mencegah fluktuasi kadar

glukosa darah sepanjang hari, dan menurunkan lemak jika terdapat

indikasi peningkatan kadar lemak dalam tubuh.

Obesitas merupakan salah satu faktor risiko yang dapat

meningkatkan resistensi insulin. Salah satu hal yang harus

dilakukan pada individu dengan DM yang mengalami kelebihan


1

berat badan atau obesitas dapat membuat program untuk

menurunkan berat badannya.

Penghitungan berat badan idel menurut IMT

𝐵𝐵 (𝑘𝑔)
IMT = 𝑇𝐵 (𝑚)2

Klasifikasi IMT :

 BB kurang < 18,5

 BB normal 18,5-22,9

 BB lebih > 23,0

o Dengan resiko 23,0-24,9

o Obes I 25,0-29,9

o Obes II > 30

3. Latihan fisik

Prinsip latihan fisik pada klien DM adalah FITT (Frekuensi,

Intensitas, Time, dan Tipe). Frekuensi yang teratur dalam

melakukan latihan fisik dapat membantu meningkatkan sensitivitas

insulin. Latihan tidak perlu dilakukan dan intensitas yang berat.

Hal ini akan berisiko klien mengalami kelelahan. Jadi lakukan

latihan fisik dengan intensitas ringan sampan sedang dalam waktu

berkisar antara 30-60 menit. Tipe latihan fisik ini adalah untuk

meningkatkan endurance seperti jogging, senam, berenang,

bersepeda, dan jalan santai.


1

4. Pengobatan medis

Pengobatan DM dapat dilakukan dengan menggunakan obat

anti hiperglikemik dan insulin. Obat anti hiperglikemik yang

diberikan mempunyai dua cara kerja yaitu sebagai pemicu sekresi

insulin oleh sel beta pangkreas dan sebagai peningkat sensitifitas

insulin. Pemberian agen-agen anti hiperglikemik dan insulin ini

harus diwaspadai pemberian anti hiperglikemik tanpa disertai

asupan kalori yang cukup akan menyebabkan terjadinya

hipoglikemia.

Obat anti hiperglikemik dibagi menjadi 5 golongan antara lain :

a) Pemacu sekresi insulin (insulin secretagogue)

 Sulfonylurea

 Glinid

b) Peningkat sensitifitas terhadap insulin

 Metformin

 Tiazolidindion (TZD)

c) Penghambat absorbs glukosa di saluran pencernaan

 Penghambat alfa glukosidase

d) Penghambat DPP-IV (Dipeptidyl Peptidase-IV)

e) Penghambat SGLT-2 Inhibitor (Sodium Glukose Co-

transporter 2) untuk mensekresi glukosa melalui urin


1

5. Pemantauan (monitoring)

Pemantauan kadar glukosa darah sebaiknya dilakukan secara

mandiri. Pada individu yang menggunakan insulin pemeriksaan 2-4

kali sehari. Pemeriksaan biasanya dilakukan sebelum penyuntikan

insulin serta pada malam hari sebelum tidur. Hasil yang didapat

dari pemeriksaan digunakan untuk mengubah atau menentukan

seberapa banyak insulin ayang akan di gunakan. Hal ini sangat

berguna untuk mencegah kejadian hipoglikemia saat penyuntikan

insulin yang terlalu banyak. Pada individu yang tidak

menggunakan suntikan insulin pemeriksaan dapat dilakukan

minimal 2-3 kali seminggu.

2.1.8 Komplikasi Diabetes Melitus

1. Komplikasi Akut

Tiga komplikasi akut yang terjadi akibat

ketidakseimbangan kadar gula dalam darah antara lain

hipoglikemia, diabetes ketoasidosis, dan sindrom hiperglikemik

hiperosmolar non ketotik (Smelzer & Bare, dalam (Utami,

2018). Hipoglikemia adalah kondisi dimana kadar glukosa

darah sangat turun dibawah 50-60 mg/dl. Hipoglikemia sering

terjadi pada saat penderita diabetes pada saat pemberian insulin

yang berlebih ditambah dengan jumlah asupan makanan yang

sangat kurang. Hipoglikemia ini dapat terjadi kapan saja baik

pagi, siang maupun malam hari.


1

Komplikasi selanjutnya adalah ketoasidosis diabetes.

Ketoasidosis diabetes merupakan kondisi dimana kadar glukosa

darah sangat tinggi dan kadar insulin sangat rendah. Klien ini

akan mengalami glikosuria parah, peningkatan lipolisis,

penurunan lipogenesis, serta peningkatan oksidasi lemak bebas

yang disertai pembentukan benda keton (asetoasetat,

hidroksibutirat, dan aseton). Peningkatan keton dalam plasma

akan menyebabkan ketosis serta peningkatan beban ion

hydrogen yang menyebabkan asidosis metabolic. Glukosuria

dan ketonuria menyebabkan dieresis osmotik yang

mengakibatkan tubuh kehilangan banyak cairan sehingga akan

terjadi dehidrasi. Jika hal ini dibiarkan dan berlangsung lama

maka hal parah yang akan terjadi syok, penurunan suplai

oksigen ke otak yang akan berujung pada koma ataupun

kematian

2. Komplikasi kronis

Angka kematian diabetes mellitus yang disebabkan oleh

komplikasi jangka panjang semakin meningkat seiring dengan

meningkatnya usia harapan hidup klien DM. Komplikasi

kronik atau jangka panjang dikelompokkan menjadi komplikasi

makrovaskular dan mikrovaskular (PERKENI, 2019).

Komplikasi makrovaskular merupakan komplikasi yang

terjadi pada pembuluh darah besar. Komplikasi ini antara lain


1

aterosklerosis. Aterosklerosis ini diduga disebabkan oleh

adanya gangguan biokimia yang terjadi akibat insufisiensi

insulin. Apabila penyumbatan ini terjadi pada pembuluh darah

perifer akan terjadi insufisiensi vaskular perifer yang

menyebabkan gangren pada ekstremitas atau insufisiensi

serebral akan menyebabkan stroke. Tidak hanya itu, jika

penyumbatan ini terjadi pada arteri koroner akan

mengakibatkan angina dan infark miokardium.

Komplikasi mikrovaskular yang berakibat fatal terjadi pada

gangguan fungsi kapiler terutama pada mikro sirkulasi retina

mata dan ginjal. Komplikasi retinopati diabetik disebabkan

oleh perubahan pembuluh darah kecil pada retina. Perubahan

mikrovaskular ini ditandai dengan penebalan membran kapiler

yang mengelilingi sel-sel endotel kapiler. Penebalan ini diduga

akibat reaksi biokimia yang terjadi karena kondisi

hiperglikemia sehingga membrane basalis ini akan menebal.

Kondisi ini akan menyebabkan adanya lesi pada retina,

aneurisma pembuluh darah, ataupun perdarahan (hemoragi).

Komplikasi mikrovaskular yang selanjutnya adalah

nefropati diabetik. Nefropati diabetik adalah sindrom klinis

pada klien diabetes yang ditandai dengan albuminuria menetap

(>300 mg/24 jam atau >200 mg/menit) pada minimal dua kali

pemeriksaan dalam kurun waktu 3 sampai 6 bulan. Nefropati


1

diabetik diawali dari hipertropi dan hiperfiltrasi nefron akibat

kadar glukosa plasma yang melebihi ambang batas

penyaringan. Konsekuensi dari hiperfungsi nefron ini akan

menyebabkan terjadinya kelainan struktur (penebalan

membrane basalis). Pada tahap ini laju filtrasi cenderung

meningkat atau bisa juga tetap sebagai kompensasi. Ketika

terjadi dekompensasi laju filtrasi akan sangat turun dan laju

ekskresi albumin akan meningkat. Saat inilah banyak penderita

diabetes harus menjalani dialisa

Neuropati diabetik ditandai berkurangnya kecepatan

konduksi saraf akibat serabut saraf dan kepadatan serat saraf

yang hilang secara progresif. Proses neuropati diabetik berawal

dari kondisi hiperglikemia yang berkepanjangan kemudian

mengaktivasi jalur poliol, enzin aldose reductase (AR)

mengubah glukosa menjadi sarbitol, selanjutnya sarbitol akan

diubah menjadi fruktosa oleh sarbitol dehidrogenase.

Akumulasi sarbitol dan fruktase dalam sel saraf akan

menyebabkan hipertonik intraseluler sehingga menyebabkan

edema sel saraf. Kondisi ini akan merusak mitokondria

sehingga akan menstimulasi protein kinase C (PKC). Aktivasi

PKC akan menekan fungsi Na-K-ATP-ase sehingga kadar Na

dalam sel berlebihan yang menyebabkan terhambatnya

mioinositol masuk ke dalam sel, sehingga terjadi gangguan


1

penyampaian sinyal pada saraf. Terganggunya penyampaian

sinyal saraf menjadi salah satu faktor risiko utama terjadinya

ulkus diabetikum.

2.2 Konsep Gangguan Integritas Kulit

2.2.1 Definisi Gangguan Integritas Kulit

Gangguan integritas kulit adalah kerusakan kulit (dermis dan/atau

epidermis) atau jaringan (membrane mukosa, kornea, fasia, otot, tendon,

tulang, kartilago, kapsul sendi dan atau ligament) (Tim Pokja SDKI DPP

PPNI, 2016).

Salah satu gangguan integritas kulit yang terjadi pada pasien diabetes

mellitus adalah ganggren dan ulkus diabetik. Ulkus diabetik adalah

gangguan sebagian atau keseluruhan pada kulit yang meluas ke jaringan

bawah kulit, tendon, otot, tulang atau persendian yang terjadi pada

seseorang yang menderita penyakit DM, kondisi ini timbul sebagai akibat

terjadinya peningkatan kadar gula darah yang tinggi. (Tarwoto, 2012).

2.2.2 Klasifikasi Gangguan Integritas Kulit

Berbagai macam pengklasifikasian derajat ulkus digunakan oleh

ahli. Sumpio, Schroeder, & Blume (2005) dan (Singh, 2018) mengatakan

bahwa pengklasifikasian derajat ulkus yang populer dan mudah

diaplikasikan adalah metode pengklasifikasian berdasarkan wagner dan

Texas University. Berikut gambar dan penjelasan dari berbagai grade :


2

Klasifikasi ulkus kaki berdasarkan Wagner (Wagner Classification

of foot ulcers)

Grade 0 : terdapat selulitis dengan tidak tampak lesi terbuka

Grade 1 : ulkus pada daerah superfisial

Grade 2: ulkus dalam mencapai tendon, tulang, atau tulang sendi (joint

capsule)

Grade 3 : terdapat infeksi (abses atau osteomyelitis)

Grade 4 : terdapat gangren pada punggung kaki

Grade 5 : gangren menyeluruh pada permukaan kaki

2.2.3 Etiologi Gangguan Integritas Kulit

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya gangguan inteegritas

kulit pada DM, yaitu:

1. Neuropati diabetik

Yaitu kelainan urat saraf akibat diabetes melitus dikarenakan tinggi

kadar gula dalam darah yang menyebabkan merusak urat saraf

penderita dan menyebabkan menurunnya atau hilang rasa nyeri pada

kaki sehingga apabila penderita mengalami terbentur atau trauma

kadang tidak terasa. Gejala yang timbul neuropati adalah kesemutan,

rasa tebal telapak kaki, rasa panas (wadengan:bahasa jawa), badan

sakit semua terutama malam hari dan kram pada kaki.

2. Angiopati Diabetik

(Penyempitan pembuluh darah) pembesaran atau kecil pembuluh darah

pada penderita diabetes melitus mudah tersumbat dan menyempit


2

dikarenakan gara-gara gumpalan darah. Apabila terjadi sumbatan pada

pembuluh darah besar atau sedang pada tungkai maka tungkai akan

lebih mudah terjadi gangren daibetik yaitu luka pada kaki kehitaman

dan bau busuk. Adapun angiopati menyebabakan asupan oksigen,

nutrisi serta antibiotik terganggu sehingga menyebabkan lambat kulit

sembuh.

3. Infeksi

Infeksi sering merupakan komplikasi akibat penumpukan glukosa

dalam darah yang menjadi media berkembangbiak bakteri.

Menurut Tim Pokja SDKI DPP PPNI, (2016) penyebab dari gangguan

integritas kulit, diantaranya:

1) Perubahan sirkulasi

2) Perubahan status nutrisi (kelebihan atau kekurangan)

3) Kekurangan atau kelebihan volume cairan

4) Penurunan mobilitas

5) Bahan kimia iritatif

6) Suhu lingkungan yang ekstrem

7) Faktor mekanis (misalnya, penekanan pada tonjolan tulang,

gesekan) atau faktor elektris (elektrodiatermi, energi listrik

bertegangan tinggi)

8) Efek samping terapi radiasi

9) Kelembaban

10) Proses penuan


2

11) Neuropati perifer

12) Perubahan pigmentasi

13) Perubahan hormonal

14) Kurang terpapar informasi tentang upaya mempertahankan ata

melindungi integritas jaringan

2.2.4 Tanda Dan Gejala

Menurut Tim Pokja SDKI DPP PPNI, (2016) tanda dan gejala

gangguan integritas kulit sebagai berikut:

1. Gejala dan tanda tanda

mayor : Subjektif : tidak

tersedia

Objektif : Kerusakan jarngan atau lapisan kulit

2. Gejala dan tanda minor :

Subjektif : tidak tersedia

Objektif : Nyeri, perdarahan, kemerahan, hematoma.

2.2.5 Patofisiologi

Masalah gangguan integritas kulit pada DM disebabkan adanya tiga

faktor yang sering disebut trias yaitu: neuropati, infeksi dan angiopati /

iskemik. Pada penderita diabetes melitus apabila kadar glukosa darah tidak

terkendali akan terjadi komplikasi kronik yaitu neuropati yang

menyebabkan perubahan jaringan syaraf karena adanya penimbunan

fruktosa dan sorbitol sehingga mengakibatkan akson menghilang,

penurunan kecepatan parastesia, induksi, atrofi otot, penurunan reflek otot,


2

kering dan hilang rasa, keringat yang berlebihan, apabila diabetes tidak

berhati-hati dapat terjadi trauma akan menimbulkan ulkus diabetikum.

Pada penderita DM proses angiopati berupa penyumbatan dan

penyempitan pembuluh darah perifer, sering terjadi pada kaki akibat dari

perfusi jaringan bagian distal dari tungkai menjadi berkurang sehingga

menimbulkan ulkus diabetikum. Pada penderita DM yang tidak terkendali

akan menyebabakn penebalan tunika intima (hiperplasia membran basalis

arteri) pada pembuluh darah kapiler sehingga mengganggu distribusi darah

ke jaringan dan timbul kesemutan, dalam kurun waktu yang lama dapat

menyebabkan nekrosis jaringan yang mengakibatkan ulkus diabetikum.

Sehingga munculah masalah keperawatan yaitu gangguan integritas kulit.

Selain itu, kadar glukosa yang tidak terkendali menyebabkan

abnormalitas leukosit sehingga fungsi kemotaksis di lokasi radang

terganggu. Sehingga bila ada infeksi mikroorganisme sukar untuk

dimusnahkan oleh tubuh. Pada penderita ulkus diabetikum, 50% akan

mengalami infeksi akibat adanya glukosa darah yang tinggi yang

merupakan media pertumbuhan bakteri yang subur. Bakteri penyebab

infeksi pada ulkus yaitu kuman aerob Straphlokokus atau Streptokokus

serta kuman anaerob yaitu Clostridium Perfringens, Clostridium Septikum

(Syahputra, 2018).
2

2.2.6 WOC

Diabetes Mellitus Tipe II

Neuropati Trauma Kelainan vaskuler

G. Motorik G. Sensorik G. Otonomik Mikrovaskuler Makrovaskuler

Berkurangnya nutrisi dan


Osteoarthopathy suplaiO2 dari PD ke jaringan

Penurunan respon imun


terhadap infeksi

Ulserasi kaki diabetik

Gangguan integritas kulit

Gangren

Perawatan dengan NaCl Perawatan dengan dressing modern

Membersihkan luka dari kotoran Menyerap eksudat dan menjaga kelembaban luka

Meminimalisir trauma dan merangsang epitelisasi

Luka sembuh

Gambar 2.5.6. WOC gangguan integritas kulit pada penderita DM


2

2.2.7 Penatalaksanaan Gangguan Integritas Kulit

Standar penatalaksanaan gangguan integritas kulit pada penderita DM

dilakukan dalam tim dari multidisiplin ilmu. Penatalaksanaan ini bertujuan

untuk memastikan control glukosa darah, perfusi adekuat, perawatan luka

dan debridemen, nutrisi, mengurangi beban tekanan (offloading), serta

kontrol infeksi dengan antibiotik yang sesuai dan penggantian balutan,

serta tindakan operasi/bedahuntuk mencegah komplikasi dan mempercepat

proses penyembuhan (Sigh, Pai, & Yuhhui, 2013).

1. Debridemen

Penyembuhan luka lebih cepat terjadi jika kondisi luka terbebas

dari jaringan mati/nekrotik serta material yang menghambat

pertumbuhan jaringan baru. Luka tidak akan sembuh apabila masih

didapatkan jaringan nekrotik, debris, calus, fistula/rongga yang

memungkinkan kuman berkembang Penatalaksanaan ulkus kaki

diabetikum ini salah satunya dengan debridemen. Deberidement

berfungsi untuk menghilangkan jaringan mati/nekrotik dan benda

asing serta dapat mengoptimalkan kondisi lingkungan sekitar luka.

2. Nutrisi

Faktor nutrisi merupakan salah satu faktor penting yang berperan

dalam penyembuhan luka. Penderitaan dengan gangren diabet biasanya

diberikan diet B1 dengan nilai gizi : yaitu 60% kalori karbohidrat, 20%

kalori lemak, 20% kalori protein. Diet ini di indikasikan untuk


2

penderita yang memerlukan protein tinggi salah satunya untuk

mempercepat penyembuhan luka pascatrauma.

3. Balutan/Dressing

Prinsip perawatan luka diabetes saat ini menekankan pada

kelembaban luka (moist wound healing). Kondisi luka yang lembab

dan bersih dapat merangsang percepatan proses granulasi. Tindakan

dressing merupakan salah satu komponen penting dalam mempercepat

penyembuhan luka. Prinsip dressing adalah bagaimana menciptakan

suasana dalam keadaan lembab sehingga dapat meminimalisasi

trauma. Beberapa faktor yang harus perhatikan dalam memilih

dressing yang akan digunakan, yaitu tipe ulkus, ada atau tidaknya

eksudat, ada tidaknya infeksi, kondisi kulit sekitar dan biaya. Ada

beberapa jenis dressing yang sering dipakai dalam perawatan luka,

seperti:
27

Tabel 2.5.7 Pedoman pemilihan dressing managemen luka

Jenis luka Tingkat eksudat Kedalaman Persiapan dasar luka Primary dressing Secondary dressing
luka
Epitelisasi
Dasar luka berwarna Hydrocolloid dan
terang/pink, merupakan luka Rendah Dangkal Poliurethane film
bersih, pertahankan keadaan dressing
lembab Menjaga kelembaban
luka (moisture
Granulasi Absorbent dressing
Rendah Dangkal balance)
Dasar luka berwarna merah (alginate/foam)
tua, banyak vaskularisasi
sehingga mudah berdarah, Sedang - tinggi Dangkal - dalam Silicone foam
jumlah eksudat cukup banyak
Sloughy Beri bantalan/pengisi
Dasar luka berwarna kuning atau balutan
Kering – rendah Debridement Hydrogel dressing penampung, Hindari
campuran jaringan nekrotik
Dangkal - dalam (autolytic atau balutan yang dapat
yarehidrasi, bakteri dan
surgical) menyebabkan oklusi
leukosit mati dengan jaringan Sedang - tinggi Silicone foam
fibrosa dan maserasi. Plaster
Infeksi dapat digunakan dengan
Sorbac hydrogel memperhatikan alergi
Dasar luka berwarna merah, Kering – rendah
dressing
eksudat purulent dan berbau, Debridement dressing
Dangkal - dalam
tepi luka membengkak serta antimikroba
ada maserasi, kultur Sedang - tinggi Sorbac dressing
organisme +
Nekroik Kering – rendah Dangkal Sorbac hydrogel
Dasar luka berwarna hitam, Sedang - tinggi Dangkal - dalam Debridement dressing
jaringan avaskularisasi, (autolytic atau
jaringan yang mati biasanya surgical)
kering, tebal dan hitam
2

4. Mengurangi beban (off loading)

Pada saat seseorang berjalan maka kaki mendapatkan beban yang

besar. Neuropati yang terjadi pada penderita DM sangat rentan terjadi

luka akibat beban dan gesekan yang terjadi pada kaki. Pada penderita

DM luka menjadi sulit untuk sembuh. Salah satu hal yang sangat

penting dalam perawatan kaki diabetikum adalah mengurangi atau

menghilangkan beban pada kaki (off loading). Upaya off loading

berdasarkan penelitian terbukti dapat mempercepat kesembuhan ulkus.

Metode off loading yang sering digunakan adalah: mengurangi

kecepatan saat berjalan kaki, istirahat (bed rest), kursi roda, alas kaki,

sepatu boot ambulatory (Sigh, Pai, & Yuhhui, 2013).

Prinsip dari berbagai metode yang dipakai adalah untuk

mengurangi tekanan dan memberikan tekanan yang merata tidak hanya

pada tumit dan ujung kaki.

5. Penalatalaksanaan dengan operasi (Surgical Manajement)

 Penutupan luka (Skin Graft)

Skin graft adalah tindakan memindahkan sebagian atau

seluruh tebalnya kulit dari satu tempat ketempat lain, dan di

butuhkan revaskularisasi untuk menjamin kelangsungsan hidup

kulit yang di pindahkan tersebut. Luka ulkus yang terlihat tendon,

ligamen dan tulang membutuhkan penatalaksanaan skin graft

(Singh, 2018).
2

Skin graft dapat diambil dari kulit sendiri maupun donor.

Bagian kulit yang biasa digunakan untuk skin graft adalah kulit

bagian vastus lateralis dan rektus abdominis (Singh, 2018).

 Revascularization surgery

Revaskularisasi dapat menurunkan risiko amputasi pada klien

dengan iskemik perifer. Prosedur revaskularisasi meliputi bypass

grafting tau endovaskular techniques (angioplasty dengan atau

tanpa stent). Komplikasi yang harus diperhatikan dalam melakukan

revaskularisasi berkaitan dengan adanya trombolisis (Singh, 2018).

 Amputasi

Amputasi merupakan tindakan yang paling terakhir jika

berbagai macam telah gagal dan tidak menunjukkan perbaikan.

Pasien DM dnegan ulkus kaki 40- 60% mengalami amputasi

ekstremitas bawah (Singh, 2018). Amputasi pada diabetes ini

menyebabkan seseorang menjadi cacat dan kehilangan

kemandiriannya (Wounds International, 2013). Indikasi amputasi

meliputi :

 Iskemik jaringan yang tidak dapat di atasi dengan tindakan

revaskularisasi

 Infeksi kaki yang mengancam dengan perluasan infeksi yang

tidak terukur

 Terdapatnya ulkus yang semakn memburuk sehingga tindakan

pemotongan menjadi lebih baik untuk keselamatan pasien.


3

2.2.8 Komplikasi

Menurut (Utami, 2018) terdapat komplikasi yang dapat

menimbulkan gangguan integritas kulit, yaitu:

1. Neuropati motorik menyebabkan atrofi otot, deformitas kaki,

perubahan biomekanik, dan redistribusi tekanan pada kaki yang

semuanya dapat mengarah pada ulkus.

2. Neuropati sensorik mempengaruhi nyeri dan ketidaknyamanan, yang

menunjang kearah trauma berulang pada kaki.

3. Saraf otonom yang rusak menyebabkan penurunan pengeluaran

keringat, sehingga kulit menjadi pintu masuk bakteri yang akhirnya

menyebabkan infeksi.

2.2.9 Konsep Asuhan Keperawatan Teoritis

1. Pengkajian

1) Identitas penderita

Meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan,

alamat, status perkawinan, suku bangsa, nomor register, tanggal

masuk rumah sakit dan diagnosa medis.

2) Keluhan Utama

Menggambarkan alasan seseorang masuk rumah sakit. Pada

umumnya keluhan utamanya yakni adanya rasa kesemutan pada

kaki / tungkai bawah, rasa raba yang menurun, adanya luka yang

tidak sembuh – sembuh dan berbau, adanya nyeri pada luka.


3

3) Riwayat Kesehatan

a) Riwayat Kesehatan Sekarang

Biasanya klien masuk ke RS dengan keluhan utama gatal-gatal

pada kulit yang disertai bisul/lalu tidak sembuh-

sembuh,kesemutan/rasa berat, mata kabur, kelemahan tubuh.

Disamping itu klien juga mengeluh poli urea, polidipsi,

anorexia, mual dan muntah, BB menurun, diare kadang-kadang

disertai nyeri perut, kramotot, gangguan tidur/istirahat, haus-

haus, pusing-pusing/sakit kepala, kesulitan orgasme pada

wanita dan masalah impoten pada pria.

b) Riwayat Kesehatan Dahulu

 Riwayat hipertensi/infark miocard akut dan diabetes

gestasional

 Riwayat mengkonsumsi glukosa/karbohidrat berlebihan

c) Riwayat Kesehatan

Keluarga Adanya riwayat anggota keluarga yang menderita

DM.

4) Pemeriksaan Fisik

a) Aktifitas/istirahat

Gejala : Lemah, letih, sulit bergera/berjalan, kram otot, tonus

otot menurun, gangguan istirahat dan tidur.

Tanda :Takikardi, takipnea pada keaadaan istirahat atau dengan

aktifitas
3

b) Sirkulasi

Gejala : Adanya riwayat hipertensi, kebas, dan kesemutan pada

ekstremitas

Tanda : Takikardi, nadi yang menurun, perubahan tekanan

darah postural, distritmia, kulit panas, kering, dan kemerahan

bola mata cekung

c) Integritas ego

Gejala :Stress, tergantung pada orang lain, masalah finansial

yang berhubungan dengan kondisi

Tanda : Ansietas, peka rangsang

d) Eliminasi

Gejala :Perubahan pola berkemih (poliuri), nokturi Rasa

nyeri/terbakar, kesulitan berkemih (infeksi), ISK

baru/berulang, nyeri tekan abdomen

Tanda : Urin encer, pucat kuning, poliuri, urin berkabut, bau

busuk (infeksi), abdomen keras adanya ansites, bising usus

lemah dan menurun.

e) Makan/cairan

Gejala : Hilang nafsu makan, mual muntah, tidak mengikuti

diet, peningkatan masukan glukosa/karbohidrat, penuruna berat

badan lebih dari periode, beberapa hari/minggu, haus

Tanda : Kulit kering, turgao kulit jelek, kekakuan/distensi

abdomen, muntah, pembesaran tyroid, bau halitosis


3

f) Neurosensoris

Gejala : Pusing, sakit kepala, kesemutan, kebas kelemahan

pada otot, parestesia, gangguan penglihatan

Tanda : Disorientasi, mengantuk, letargi, stupor/koma (tahap

lanjut), gangguan memori, reflek tendon dalam (RTD)

menurun (koma)

g) Nyeri/kenyamanan

Gejala : Abdomen yang tegang/nyri (sedang dan berat)

Tanda : Wajah meringis dengan palpitasi, tampak sangat

berhati-hati

h) Pernapasan

Gejala : Merasa kekurangan oksigen, batuk dengan dan tanpa

sputum purulen (tergantung adanya infeksi atau tidak)

Tanda : Batuk, dengan dan tanpa sputum purulen (infeksi),

frekuensi pernapasan

i) Keamanan

Gejala : Kulit kering, gatal, ulkus kulit

Tanda :Demam, diaforesis, kulit rusak, lesi/ulserasi,

menurunnya kekuatan umum/rentang gerak, parestesia/paralisis

otot termasuk otot-otot pernapasan (jika kadar kalium menurun

dengan cukup tajam)


3

j) Seksualitas

Gejala : Rabas vagina (cendrung infeksi), masalah impoten

pada pria, kesulitan organme pada wanita

2.2.10 Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada gangguan integritas kulit

menurut (Singh, 2018) adalah :

1. Pemeriksaan vaskuler Tes Vaskuler noninvasive: pengukuran oksigen

transkutaneus, ankle brankial index (ABI), absolute toe systolic

pressure. ABI: tekanan sistoik betis dengan tekanan sistolik lengan.

2. Pemeriksaan radiologis: gas subkutan, benda asing, osteomielitis.

3. Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan adalah :

 Pemeriksaan darah meliputi: GDS >200 mg/dl, gula darah puasa >

120 mg/dl dan 2 jam post prandial >200g/dl.

 Pemeriksaan didapatkan adanya glukosa dalam urine.

Pemeriksaan dilakukan dengan cara Benedict (reduksi). Hasil

dapat dilihat melalui perubahan warna pada urine : hijau ( + ),

kuning ( ++ ), merah ( +++ ) dan merah bata ( ++++ ).

 Kultur pus untuk mengetahui jenis kuman pada luka dan

memberikan antibiotik yang sesuai dengan jenis kuman

2.2.11 Diagnose Keperawatan

Diagnosa keperawatan dalam penelitian ini yaitu diagnosa aktual.

Diagnosa aktual terdiri dari tiga komponen yaitu masalah (problem),

penyebab (etiologi), tanda (sign) dan gejala (symptom) (Tim Pokja SDKI
3

DPP PPNI, 2016). Masalah (problem) merupakan label diagnosis yang

menggambarkan inti darirespons pasien terhadap kondisi kesehatan atau

proses kehidupannya. Label diagnosis terdiri atas deskriptor atau penjelas

dan fokus diagnostik. Gangguan merupakan deskriptor, sedangkan

integritas kulit merupakan fokus diagnostik.Penyebab (etiologi)

merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan status kesehatan.

Etiologi dapat mencangkup empat kategori yaitu fisiologis, biologis atau

psikologis, efek terapi/tindakan, situasional (lingkungan atau personal),

dan maturasional. Tanda (sign) dan gejala (sign and symptom). Tanda

merupakan data objektif yang diperoleh dari hasil pemeriksaan fisik,

pemeriksaan laboratorium dan prosedur diagnostik, sedangkan gejala

merupakan data subjektif yang diperoleh dari hasil anamnesis. Tanda dan

gejala dikelompokkan menjadi dua yaitu mayor dan minor. Mayor

merupakan tanda/gejala ditemukan sekitar 80%-100% untuk validasi

diagnosis, sedangkan minor merupakan tanda/gejala yang tidak harus

ditemukan, namun jika ditemukan dapat mendukung penegakan diagnosis.

Proses penegakan diagnosis (diagnostic process) atau mendiagnosis

merupakan suatu proses sistematis yang terdiri atas tiga tahap yaitu

analisis data, identifikasi masalah, dan perumusan diagnosis. Analisis data

dilakukan dengan membandingkan data dengan nilai normal juga dengan

mengelompokkan data yang artinya tanda/gejala yang dianggap bermakna

dikelompokkan berdasarkan pola kebutuhan dasar. Selanjutnya adalah

identifikasi masalah, setelah data dianalisis, perawat dan pasien bersama-


3

sama mengidentifikasi masalah aktual. Pernyataan masalah kesehatan

merujuk ke label diagnosis keperawatan. Terakhir yaitu perumusan

diagnosis keperawatan yang disesuaikan dengan jenis diagnosis

keperawatan. Metode penulisan pada diagnosis aktual terdiri dari masalah,

penyebab, dan tanda/gejala. Masalah berhubungan dengan penyebab

dibuktikan dengan tanda/gejala. Frase ‘berhubungan dengan’ dapat

disingkat b.d dan ‘dibuktikan dengan’ dapat disingkat d.d (Tim Pokja DPP

PPNI, 2016).

Masalah keperawatan gangguan integritas kulit adalah kerusakan

kulit dermis atau epidermis (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2016). Batasan

karakteristik masalah tersebut yaitu tanda mayor dan minor. Tanda mayor

yaitu kerusakan lapisan kulit. Tanda minor yaitu nyeri, perdarahan,

kemerahan, hematoma. Penyebab gangguan integritas kulit adalah

perubahan sirkulasi, perubahan status nutrisi (kelebihan atau kekurangan),

kekurangan atau kelebihan volume cairan, penurunan mobilitas, bahan

kimia iritatif, suhu lingkungan yang ekstrem, faktor mekani (mis.

penekanan pada tonjolan tulang, gesekan) atau faktor elektris

(elektrodiatermi, energi listrik bertegangan tinggi), efek samping terapi

radiasi, kelembaban, proses penuaan, neuropati perifer, perubahan

pigmentasi, perubahan hormonal, dan kurang terpapar informasi tentang

upaya mempertahankan integritas kulit.

Penyebab terjadinya gangguan integritas kulit pada pasien DM yaitu

adanya neuropati perifer. Rumusan diagnosa keperawatannya adalah


3

gangguan integritas kulit berhubungan dengan adanya neuropati perifer

ditandai dengan kerusakan lapisan kulit, nyeri, perdarahan, kemerahan,

hematoma.

2.2.12 Perencanaan Keperawatan

Intervensi keperawatan dengan menggunakan pendekatan menurut

Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI). Setelah merumuskan

diagnosis keperawatan, maka intervensi dan aktivitas keperawatan perlu

ditetapkan untuk mengurangi, menghilangkan serta mencegah masalah

keperawatan pasien. Tahapan ini disebut dengan perencanaan keperawatan

yang meliputi penentuan prioritas, diagnosis keperawatan, menetapkan

sasaran dan tujuan, menetapkan kriteria evaluasi, serta merumuskan

intervensi dan aktivitas keperawatan.

Tabel 2.5.12 Perencanaan Keperawatan Pada Pasien Diabetes Melitus Tipe II


dengan Gangguan Integritas Kulit
Diagnosa Keperawatan Tujuan Keperawatan Intervensi
Keperawatan
Gangguan Integritas Setelah dilakukan asuhan Perawatan luka
kulit b/d neuropati keperawatan selama 3 x  Monitor karakteristik
perifer d/d kerusakan 24 jam, diharapkan luka (mis. drainase,
lapisan kulit, nyeri, gangguan integritas kulit warna, ukuran, bau)
perdarahan, kemerahan, menurun dengan kriteria  Monitor tanda- tanda
Hematoma hasil : infeksi
a. Kerusakan lapisan  Lepaskan balutan dan
kulit menurun plester secara perlahan
b. Nyeri menurun
 Bersihkan dengan
c. Perdarahan menurun
cairan NaCl atau
d. Kemerahan menurun
pembersih nontoksik
e. Hematoma menurun
 Bersihkan jaringan
nekrotik
 Pasang balutan sesuai
jenis luka
3

 Pertahankan teknik
steril saat melakukan
perawatan luka
 Jadwalkan perubahan
posisi setiap 2 jam atau
sesuai kondisi pasien
 Jelaskan tanda dan
gejala infeksi
 Anjurkan
mengkonsumsi
makanan tinggi kalori
dan protein
 Kolaborasikan
pemberian antibiotik,
jika perlu

2.2.13 Implementasi

Menurut Tarwoto & Wartonah, (2015) Implementasi merupakan

tindakan yang sudah direncanakan dalam melakukan rencana perawatan.

Tindakan keperawatan meliputi tindakan mandiri dan tindakan kolaboratif.

Tindakan mandiri adalah aktivitas yang disasarkan pada kesimpulan atau

keputusan sendiri dan bukan merupakan petunjuk atau perintah dari

petugas kesehatan yang lainnya. Tindakan kolaboratif merupakan tindakan

yang didasarkan atas hasil keputusan Bersama.

Menurut Tim Pokja SDKI DPP PPNI, (2016), tindakan keperawatan

adalah perilaku atau aktivitas spesifik yang dikerjakan oleh perawat untuk

mengimplementasikan intervensi keperawatan. Perawat melakukan

tindakan keperawatan dengan intervensi yang disusun dalam tahap

perencanaan kemudian mengakhiri tahap implementasi dengan mencatat

tindakan keperawatan dan respon klien terhadap tindakan yang diberikan.

Implementasi keperawatan berdasarkan intervensi utama yang digunakan


3

untuk pasien dengan gangguan integritas kulit berdasarkan Standar

Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI) adalah sebagai berikut:

Perawatan Luka:

1) Memonitor karakteristik luka (mis. drainase, warna, ukuran, bau)

2) Memonitor tanda- tanda infeksi

3) Melepaskan balutan dan plester secara perlahan

4) Membersihkan dengan cairan NaCl atau pembersih nontoksik

5) Membersihkan jaringan nekrotik

6) Memasang balutan sesuai jenis luka

7) Menerapkan teknik steril saat melakukan perawatan luka

8) Jadwalkan perubahan posisi setiap 2 jam atau sesuai kondisi pasien

9) Menjelaskan tanda dan gejala infeksi

10) Anjuran mengkonsumsi makanan tinggi kalori dan protein

11) Kolaborasikan pemberian antibiotik, jika perlu

2.2.14 Evaluasi

Evaluasi keperawatan adalah tahap kelima dari proses keperawatan.

Pada tahap evaluasi perawat membandingkan hasil tindakan yang telah

dilakukan dengan kriteria hasil yang sudah ditetapkan dan menilai apakah

masalah yang terjadi sudah teratasi sepenuhnya, hanya teratasi sebagian,

atau bahkan belum teratasi seluruhnya (Soedarsono, 2016).

Evaluasi yang diharapkan sesuai dengan masalah yang pasien hadapi

yang telah dibuat pada perencanaan tujuan dan kriteria hasil. Evaluasi
4

yang diharapkan dapat dicapai pada pasien diabetes melitus tipe II dengan

gangguan integritas kulit (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2016) adalah :

1) Kerusakan lapisan kulit (Skala; 5 menurun)

2) Nyeri (Skala; 5 menurun)

3) Perdarahan (Skala; 5 menurun)

4) Kemerahan (Skala; 5 menurun)

5) Hematoma (Skala; 5 menurun)

2.3 Konsep Manajemen Perawatan Luka

2.3.1 Definisi Perawatan Luka

Luka adalah rusaknya integritas jaringan tubuh (Yunita, 2019).

Perawatan luka adalah membersihkan luka, mengobati dan menutup luka

dengan memperhatikan teknik steril. Sedangkan menurut (Syahputra,

2018), perawatan luka dilakukan dengan cara menutup luka dengan

balutan basah dan kering. Bagian yang basah dari balutan secara efektif

membersihkan luka terinfeksi dari jaringan nekrotik. Kassa lembab dapat

mengabsorbsi semua eksudat dan debris luka. Lapisan luar kering

membantu menarik kelembapan dari luka ke dalam balutan dengan aksi

kapiler.

Berdasarkan dari beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan

bahwa perawatan luka adalah suatu tindakan yang dilakukan untuk

membersihkan luka, mengobati luka serta menutup luka dengan balutan

basah dan kering sehingga terhindar dari resiko infeksi.


4

2.3.2 Tujuan Perawatan Luka

Menurut (Syahputra, 2018) tujuan perawatan luka adalah:

1. Mencegah masuknya kuman dan kotoran ke dalam luka.

2. Mencegah penyebaran oleh cairan dan kuman yang berasal dari luka

ke daerah sekitar

3. Mengobati luka dengan obat yang telah di tentukan.

2.3.3 Proses Penyembuhan Luka

Penyembuhan luka merupakan proses yang terus menerus terjadi dari

proses inflamasi sampai terjadi perbaikan, dimana sel-sel inflamasi, epitel,

endotel, trombosit dan fibroblas keluar bersama-sama dari tempatnya dan

berinteraksi memulihkan kerusakan. Patofisiologi dari luka tersebut

meliputi hemostatis/perdarahan, inflamasi, proliferasi, dan maturasi

(Brunner, 2016).

1. Fase Hemostatis

Fase hemostastis terjadi saat pertama kali luka terjadi. Hemostatis

tubuh akan memerintahkan pembuluh darah melakukan vasokonstriksi.

Aktivasi platelet dan agregasi bertujuan untuk menghentikan

perdarahan. Selain itu, adanya luka akan mengaktivasi faktor

pembekuan darah. Protrombin akan di ubah menjadi thrombin yang

akan digunakan untuk mengubah fibrinogen menjadi benang-benang

fibrin. Hemostatis dilakukan untuk menginisiasi penutupan luka,

mencegah perdarahan dan kehilangan cairan, serta mencegah

kontaminasi bakteri pada luka yang terbuka.


4

2. Fase Inflamasi

Adaptasi tubuh saat terjadi luka melalui dua respon yaitu tingkat

vascular dan selular. Rusaknya sel merangsang respon vascular untuk

mengeluarkan mediator kimia seperti histamine, serotonin,

komplemen, dan kinin. Histamin dan prostaglandin akan mendilatasi

pembuluh darah sehingga terjadi peningkatan aliran darah dan

peningkatan permeabilitas daerah yang rusak. Peningkatan aliran darah

meningkatkan suplai nutrient dan oksigen yang sangat berguna untuk

proses penyembuhan. Selain itu, transportasi leukosit kedaerah luka

sehingga meningkatkan fagositosit pathogen dan debris. Fase ini

kondisi luka merah, edema, hangat, atau terdapat eksudat.Fase ini

terjadi 3 sampai 4 hari.

3. Fase Proliferasi/rekonstruksi

Fase rekonstruksi dimulai 2-3 hari setelah injury dan berakhir 2-3

minggu. Fase ini terdiri dari terbentuknya kolagen, angionesesis,

pertumbuhan jaringan granulasi, dan perlekatan luka (wound

contraction). Kolagen merupakan protein yang penting dalam

pembentukan jaringan baru. Pada awalnya kolagen ini berbentuk

seperti gel yang akan terus berkembang menjadi lebih kenyal terdiri

dari benang-benang dan dalam beberapa bulan akan tumbuh sangat

kuat menghubungkan kulit yang terluka. Proses perbaikan jaringan

dimulai dari tumbuhnya jaringan baru yang sangat rapuh (granulasi).

Jaringan granulasi ini berwarna merah. Epitelisasi diawali oleh


4

tumbuhnya jaringan epitel dari batas luka ke bagian dalam luka. Proses

selanjutnya yaitu terjadinya pemadatan dengan aksi miofibroblas yang

akan menutup luka. Fase ini terjadi 6-12 hari setelah injury.

4. Fase Maturasi

Maturasi adalah fase akhir dari penyembuhan luka. Fase ini

dimulai 21 hari setelah luka sampai 1-2 tahun atau lebih tergantung

dari kedalaman dan luas luka. Selama fase ini jaringan skar mengalami

remodeling (mengurangi tumpukan kolagen melalui lisis dan

debridement).

2.3.4 Persiapan Dasar Luka

Persiapan ini merupakan penatalaksanaan luka sehingga dapat

meningkatkan penyembuhan dari dalam tubuh sendiri atau memfasilitasi

efektifitas terapi lain. Metode ini bertujuan mempersiapkan dasar luka dari

adanya infeksi, benda asing, atau jaringan mati menjadi merah terang

dengan proses epitelisasi yang baik. TIME dikenalkan oleh Prof. Vincent

Falanga pada tahun 2003 yang disponsori oleh produk Smith dun Nephow

dalam penelitian ini sehingga keluar TIME. T tissue management

(manajemen jaringan), I infection or inflammation control (pengendalian

infeksi), M moisture balance (keseimbangan kelembaban), dan E edge of

wound (pinggiran luka untuk mendukung proses epitelisasi).

1. Tissue Management (manajemen jaringan)

Tujuan dari manajemen jaringan yaitu untuk mengangkat jaringan

mati, membersihkan luka dari benda asing, dan persiapan dasar luka
4

yang kuning/hitam menjadi merah. Tindakan utama manajemen

jaringan adalah dengan melakukan debridement, dimulai dari mengkaji

dasar luka sehingga dapat dipilih jenis debridement yang akan

dilakukan.

Debridemen tidak hanya dilakukan melalui proses pembedahan.

Metode lain yang dilakukan adalah debridement dengan menggunakan

balutan basah- kering (wet to dry dressing); debridement menggunakan

enzim seperti kolagen sebagai salep; dan ada juga autolitik debridemen

dengan menggunakan balutan yang mempertahankan kelembaban

(moisture retaining dressing) (Sigh, Pai, & Yuhhui, 2013). Dari

berbagai macam debridemen, debridemen bedah merupakan jenis

debridemen yang paling cepat dan efisien. Tujuan debridemen bedah

adalah untuk

 Mengevakuasi bakteri kontaminasi,

 Mengangkat jaringan nekrotik sehingga dapat mempercepat

penyembuhan,

 Menghilangkan jaringan kalus,

 Mengurangi risiko infeksi lokal.

2. Infection-Inflamation Control (Manajemen Infeksi dan Inflamasi)

TIME yang kedua adalah infektion-inflammation control yaitu

kegiatan mengatasi perkembangan jumlah kuman pada luka. Semua

luka adalah luka yang terkontaminasi, namun tidak selalu ada infeksi

(Smith, 2014). Infeksi adalah pertumbuhan organisme dalam luka yang


4

ditandai dengan reaksi jaringan lokal dan sistemik. Sebelum terjadi

infeksi, ada proses perkembangbiakan kuman mulai dari kontaminasi,

kolonisasi, kolonisasi kritis, kemudian infeksi (Schultz et al, 2003

dalam Arisanty 2017). Luka dikatakan infeksi jika ada tanda

inflamasi/infeksi, eksudat purulen, bertambah, dan berbau, luka meluas

break down, dan pemeriksaan penunjang diagnostik menunjukan

leukosit dan makrofag meningkat, kultur eksudat menunjukan bakteri

>10/g jaringan.

3. Moisture Balance Managemen (Manajemen pengaturan kelembapan

luka)

Ttujuan perawatan luka aat ini menekankan pada kelembaban luka

(moist wound healing). Kondisi luka yang lembab dan bersih dapat

merangsang percepatan proses granulasi (Brunner, 2016). Tindakan

dressing merupakan salah satu komponen penting dalam mempercepat

penyembuhan luka. Prinsip dressing adalah bagaimana menciptakan

suasana dalam keadaan lembab sehingga dapat meminimalisasi

trauma.

4. Epitelization Advancement Management (Manajemen Tepi Luka)

Proses penutupan luka yang dimulai dari tepi luka disebut proses

epitelisasi. Proses penutupan luka terjadi pada fase poliferasi. Epitel

(tepi luka) sangat penting diperhatikan sehingga proses epitelisasi

dapat berlangsung secara efektif. Tepi luka yang siap melakukan


4

proses penutupan (epitelisasi) adalah tepi luka yang halus, bersih, tipis,

menyatu dengan dasar luk, dan lunak.

Tepi luka yang kasar disebabkan oleh pencucian yang kurang

bersih atau lemak yang dihasilkan oleh tubuh menumpuk dan

mengeras di tepi luka. Tepi luka yang tebal disebabkan oleh proses

epitelisasi yang tidak mau maju (tetap ditempat) sehingga epitel

menumpuk di tepi luka dan menebal. Dasar luka yang belum menyatu

dengan tepi luka disebabkan oleh adanya kedalaman, undermining,

atau jaringan mati.Jika di tepi luka masih ada jaringan mati (nekrosis)

jaringan tersebut harus diangkat. Jika ada kedalaman dan undermining,

proses granulasi harus dirangsang dengan dengan menciptakan kondisi

yang sangat lembap (hipermoist) yang seimbang. Jika tinggi luka

dengan tepi luka sama (menyatu), proses epitelisasi dapat terjadi

dengan baik dan rata. Jika dasar luka belum menyatu dengan tepi luka,

namun proses epitelisasi telah terjadi, hal ini dapat menyebabkan luka

sembuh dengan permukaan yang tidak rata. Tepi luka juga harus lunak,

jika tidak, epitel akan mengalami kesulitan menyebrang karena tepi

luka yang keras (frozen). Cara efektif untuk melunakannnya adalah

menggunakan minyak dan melakukan masase (pijat) dengan lembut.


4

2.4 Konsep Perawatan Luka Dengan NaCl

2.4.1 Definisi NaCl

NaCl 0.9% memiliki penyebutan natrium klorida. NaCl 0.9%

merupakan sediaan infus steril yang mengandung elektrolit untuk

mengganti cairan tubuh yang hilang karena beberapa faktor,

misalnya dehidrasi, serta menjaga keseimbangan kadar air dalam

tubuh. Tak hanya itu, NaCl 0.9% juga berfungsi untuk mengatur kerja

dan fungsi otot jantung, mendukung metabolisme tubuh, dan

merangsang kerja saraf.

NaCl 0.9% merupakan golongan obat keras sehingga perlu

dikonsultasikan terlebih dahulu kepada dokter sebelum digunakan.

Penggunaan infus NaCl 0.9% juga perlu bantuan dari tenaga medis

profesional.

2.4.2 Jenis- Jenis NaCl

Natrium klorida tersedia dalam beberapa konsentrasimenurut

(kristiyaningrum, 2016):

1. NaCl 0,3% Kandungan dalam larutan NaCl 3% (513 mEq/L)

2. NaCl 0,5% Kandungan dalam larutan NaCl 5% (855 mEq/L)

3. NaCl 0,9 % Cairan NaCl 0.9% juga merupakan cairan fisiologis

yang efektif untuk perawatan luka karena sesuai dengan

kandungan garam tubuh.


4

2.4.3 Manfaat NaCl

Normal salin atau NaCl 0,9% merupakan larutan isotonis aman

untuk tubuh, tidak iritan, melindungi granulasi jaringan dari kondisi

kering, menjaga kelembaban sekitar luka dan membantu luka

menjalani proses penyembuhan. Perawat menggunakan cairan normal

salin untuk mempertahankan permukaan luka agar tetap lembab

sehingga dapat meningkatkan perkembangan dan migrasi jaringan

epitel (Supriyanto, 2015).

2.2.3 Efek Samping NaCl

Belum ada laporan mengenai efek penggunaan obat natrium klorida.

Namun, Anda harus segera menghubungi dokter jika ada efek

samping berikut (Dokter, 2021):

1. Detak jantung cepat

2. demam

3. Gatal-gatal atau ruam

4. Suara serak

5. Iritasi

6. Nyeri sendi, kaku, atau bengkak

7. Dada sesak

8. Pembengkakan pada wajah, bibir, tenggorokan, atau lidah

2.2.4 Kontraindikasi NaCl

Kondisi kesehatan yang Anda miliki bisa memengaruhi penggunaan

obat ini, seperti:


4

1. Pasien dengan riwayat asidosis metabolisme dikarenakan klorida

pada natrium klorida dapat meningkat dalam tubuh.

2. Pasien dengan masalah retensi cairan akan menyebabkan kondisi

berbahaya lain pada tubuh seperti hipernatremia, hipokalemia, dan

gagal jantung (Dokter, 2021).

2.2.5 Terapi NaCl 0,9% Untuk Penderita Diabetes

Menurut Haris (2018). Pembersihan luka umumnya

menggunakan antiseptic seperti hydrogen peroxide, povidone iodone,

acetic acid dan chlorohexadine dapat mengganggu proses

penyembuhan dikarenakan antiseptic selain membunuh kuman juga

membunuh leukosit yang dapat membunuh bakteri pathogen dan

jaringan fibroblast yang membentuk jaringan kulit baru. Cara yang

terbaik untuk membersihkan luka adalah dengan menggunakan cairan

saline dan untuk luka yang sangat kotor dapat digunakan water-

presure. Cairan NaCl 0,9% juga merupakan cairan fisiologis yang

efektif untuk perawatan luka karena sesuai dengan kandungan garam

tubuh (Thomas, 2019).

Selain itu, perubahan osmolalitas pada penderita DM dapat

terjadi karena penurunan kadar glukosa darah setelah rehidrasi dengan

NaCl 0,9%. Hal ini semakin membuktikan bahwa terapi NaCl 0,9%

sangat efektif dalam menurunkan kadar glukosa darah

(hiperosmolalitas) dalam darah. Namun perlu adanya pemantauan


5

untuk mengetahui efeksamping rehidrasi NaCl 0,9% terutama pada

penderita yang mengalami retensi cairan

2.3 Konsep Dressing Modern

2.4.4 Definisi

Modern dressing adalah suatu balutan modern yang sedang

berkembang pesat dalam wound care, dimana disebutkan dalam beberapa

literatur lebih efektif bila dibandingkan dengan metode konvensional.

Tujuan utama dari modern dressing adalah penggunakan prinsip moisture

balance ini mengkondisikan luka dalam keadaan lembab karena

lingkungan yang lembab akan mempercepat proses penyembuhan luka.

Manajemen dalam modern dressing antara lain adalah pemilihan

bahan topical therapy yang di dasarkan pada pertimbangan biaya (cost),

kenyamanan (comfort), keamanan (safety). Oleh karena itu, tingkat

kemandirian dan profesional perawat akan tampak pada pemilihan topical

therapy saat melaksanakan modern dressing (Syahputra, 2018).

2.4.5 Manfaat Modern Dressing

Menurut (Syahputra, 2018), ada beberapa keuntungan prinsip

moisture dalam perawatan luka antara lain adalah untuk mencegah luka

menjadi kering dan keras, meningkatkan laju epitelisasi, mencegah

pembentukan jaringan eschar, meningkatkan pembentukan jaringan

dermis, mengontrol inflamasi dan memberikan tampilan yang lebih

kosmetis, mempercepat proses autolysis debridement, dapat menurunkan

kejadian infeksi, cost effective, dapat mempertahankan gradien voltase


5

normal, mempertahankan aktvfitas neutrofil, menurunkan nyeri,

memberikan keuntungan psikologis dan mudah digunakan.

2.4.6 Jenis-Jenis Balutan Dan Terapi Alternative Modern Dressing

Menurut (Syahputra, 2018), jenis-jenis balutan modern dressing dan terapi

alternative yang dapat digunakan untuk merawat dan melindungi luka

adalah :

1. Film Dressing

Bentuk Semi-permeable primary atau secondary dressings, clear

polyurethane yang disertai perekat adhesive, conformable, anti robek

atau tergores, tidak menyerap eksudat, dapat digunakan sebagai

bantalan untuk pencegahan luka dekubitus, pelindung sekitar luka

terhadap maserasi, berfungsi sebagai pembalut luka pada daerah yang

sulit, pembalut/penutup pada daerah yang diberi terapi salep, sebagai

pembalut sekunder, transparan, bisa melihat perkembangan luka, dapat

breathable, tidak tembus bakteri dan air, pasien bisa mandi, memiliki

indikasi: luka dengan epitelisasi, low exudate, luka insisi. Jenis modern

dressing ini memiliki kontraindikasi berupa luka terinfeksi, eksudat

banyak. Contoh: Tegaderm, Op-site, Mefilm

2. Hydrocolloid

Memiliki kandungan pectin, gelatin, carboxymethylcellulose dan

elastomers. Memiliki fungsi autolysis untuk mengangkat jaringan

nekrotik atau slough. Bersifat occlusive yaitu hypoxic environment

untuk mensupport angiogenesis, waterproof, digunakan untuk luka


5

dengan eksudat minimal sampai sedang, dapat menjaga kestabilan

kelembaban luka dan sekitar luka, menjaga dari kontaminasi air dan

bakteri, bisa digunakan untuk balutan primer dan balutan sekunder,

dapat diaplikasikan 5 – 7 hari serta memiliki indikasi: luka dengan

epitelisasi, eksudat minimal dan kontraindikasi: luka yang terinfeksi

atau luka grade III-IV. Contoh: Duoderm extra thin, Hydrocoll,

Comfeel.

3. Alginate

Terbuat dari rumput laut, membentuk gel diatas permukaan luka,

mudah diangkat dan dibersihkan, bisa menyebabkan nyeri, membantu

untuk mengangkat jaringan mati, tersedia dalam bentuk lembaran dan

pita, kandungan calsium dapat membantu menghentikan perdarahan.

Alginate digunakan pada fase pembersihan luka dalam maupun

permukaan, dengan cairan banyak, maupun terkontaminasi karena

dapat mengatur eksudat luka dan melindungi terhadap kekeringan

dengan membentuk gel serta dapat menyerap luka > 20 kali bobotnya.

Bersifat tidak lengket pada luka, tidak sakit saat mengganti balutan,

dapat diaplikasikan selama 7 hari serta memiliki indikasi dapat dipakai

pada luka dengan eksudat sedang sampai dengan berat seperti luka

decubitus, ulkus diabetik, luka operasi, luka bakar deerajat I dan II,

luka donor kulit. Dengan kontraindikasi tidak bisa digunakan pada

luka dengan jaringan nekrotik dan kering. Contoh : Kaltostat,

Sorbalgon, Sorbsan.
5

4. Foam Dressing

Digunakan untuk menyerap eksudat luka sedang dan sedikit

banyak, tidak lengket pada luka, menjaga kelembaban luka, menjaga

kontaminasi serta penetrasi bakteri dan air, balutan dapat diganti tanpa

adanya trauma atau sakit, dapat digunakan sebagai balutan primer /

sekunder, dapat diaplikasikan 5-7 hari, bersifat non-adherent wound

contact layer, tingkat absorbsi yang tinggi, semi-permeable dengan

indikasi pemakaian luka dengan eksudat sedangsampai dengan berat.

Dressing ini memiliki kontraindikasi tidak bisa digunakan pada luka

dengan eksudat minimal, jaringan nekrotik hitam. Contoh: Cutinova,

Lyofoam, Tielle, Allevyn, Versiva

2.4.7 Pemberian Modern Dressing Terhadap Diabetes Mellitus

Bahwa perawatan luka dengan moderen dressing terbukti dapat membantu

penyembuhan luka diabetik hal ini di buktikan dari mampu membantu

proses penyembuhan luka melalui mekanisme terjadinya penurunan rata-

rata proses penyembuhan luka dan meningkatnya kualitas hidup pasien

luka ulkus diabetikum setelah di lakukan perawatan dengan metode

modern dresing. Bahan yang di gunakan dalam perawatan luka dengan

modern dresing mudah didapat, mudah digunakan, ekonomis, tidak

menimbulkan adiksi, dapat diberikan kapan saja serta minim efek samping

pada pasien.
BAB III
LAPORAN KASUS KELOLAAN UTAMA

3.1 Pengkajian

3.1.1 Identitas Diri Dan Riwayat Kesehatan

Pasien Tn. S (54 tahun), No.RM 6815512, tanggal lahir 27 Mei

1967, jenis kelamin laki-laki, alamat Ds. Punden Kec. Jiwan Kab. Madiun ,

pasien masuk rumah sakit tanggal 24 Maret 2021 (10.40 WIB) di IGD

dengan Diagnosa Sepsis + Hiperglikemi + Gangrene Pedis Sinistra dan

dibawa ke HCU tanggal 24 Maret 2021(20.30 WIB). Tanggal pengkajian

25 Maret 2021 (12.00 WIB). Selama pengkajian, sumber informasi berasal

dari keluarga (istri dan anak), perawat dan rekam medis pasien

Pasien dibawa keluarga ke RS karena mengalami sesak napas sejak

semalam yang tidak kunjung reda, serta merasa badannya lemas. Kondisi

pasien saat pengkajian terdapat retraksi dinding dada waktu bernafas, GCS

424, lemas, GDA 510 gr/dl, terdapat gangrene jari kaki sinistra, terpasang

masker NRM 10 lpm, SpO2 99 %

Keluarga baru mengetahui Tn. S mengalami DM saat MRS,

sedangkan luka sudah ada ± 3-4 bulan yang lalu, keluarga beranggapan

lukanya lama sembuh karena keseharian pasien bekerja sebagai petani

sehingga luka pasien selalu terkena air di sawah

Keluarga mengatakan luka dikaki pasien berawal ketika di sawah

terkena goresan batu. Awalnya luka hanya goresan sedikit, tetapi makin

hari luka itu bukan sembuh malah melebar dan menghitam. Sebelumnya

54
5

pasien merawat luka menggunakan salep saja setelah mandi dan ditutup

plastic ketika di sawah.

3.1.2 Tanda Tanda Vital

TD : 110/60

mmHg N : 78

x/menit

RR : 24 x/menit

S : 36, 2 oC

3.1.3 Pemeriksaan Fisik

1) Aktivitas istitahat

Meskipun pasien mengalami luka pada kakinya tetap beraktivitas

bekerja seperti biasanya. Aktivitas pasien sehari-hari bekerja selama ±

3-4 bulan yang lalu mengalami keterbatasan dalam berjalan karena

adanya luka di jari telunjuk dan punggung kaki kiri sehingga pasien

bekerja 3-4 hari saja dalam seminggu. Sedangkan aktivitas di waktu

luang pasien digunakan untuk bersantai di rumah, menonton tv, dan

terkadang kumpul-kumpul bersama tetangga. Pasien tidur jam 22.00

bangun jam 05.00. Selama di rumah sakit aktivitas pasien hanya

berbaring di bed, makan minum lewat NGT, serta hygiene dibantu

perawat. Pasien lemas, tidak ada perubahan bentuk kaki, kekuatan otot

tidak terkaji.

2) Sirkulasi

Pasien tidak memiliki riwayat penyakit sebelumnya, pemeriksaan

EKG menunjukkan atrial takikardi, hasil pemeriksaan tekanan darah


5

110/60 mmHg, nadi 78 x/menit, irama regular di arteri radialis,

auskultasi jantung S1 S2 tunggal. Pemeriksaan fisik paru didapatkan,

inspeksi dada tampak simetris, pengembangan dada maksimal.

Auskultasi didapatkan suara paru vesikular, tidak ada ronkhi,

wheezing. Pola napas takipnea

Status hidrasi pasien tidak bermasalah, CRT < 3 detik, warna

punggung kuku pucat terutama pada daerah yang mengalami luka,

konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, turgor kulit cepat,

mukosa bibir pucat, kulit kering bersisik, terlebih dibagian tungkai,

tidak ada asites, tidak ada distensi vena jugularis, urin tamping

600cc/7jam

Pemeriksaan ekstremitas kaki didapatkan bahwa pasien sudah

memiliki luka sejak ±3-4 bulan yang lalu karena goresan batu di

sawah. Sementara data objektif menunjukkan didapatkan ulkus kaki

diabetikum grade 4 tampak luka dengan sedikit slough, tidak berbau,

ukuran luka ± 2 x 2,5 cm pada jari telunjuk kaki kiri dengan nekrosis

yang keras dan grade 1 di daerah pedis sinistra 1.5 x 2 cm di punggung

kaki kiri yang sudah terjadi granulasi, luka meluas terutama dibagian

bawah, teraba dingin, kemerahan di sekitar luka, serta terdapat

pengeluaran eksudat berlebih terutama bagian jari kaki.

3) Integritas ego
5

Saat ini pasien terlihat gelisah dan cemas, status pasien di rumah

adalah sebagai kepala keluarga. Keluarga merasa sedih karena

penyakit pasien tidak kunjung sembuh, pasien beruntung karena biaya

perawatan ditanggung oleh BPJS, sehingga tidak terlalu memberatkan

finansial keluarga

Pasienberagama Islam. Keluarga mengatakan selama ini pasien

meyakini ketika sedang ada luka tidak diperbolehkan makan-makanan

yang amis seperti telur, ikan, dan daging karena akan membuat

lukanya menjadi basah, gatal-gatal dan lama sembuhnya. Selama di

rawat di RS pasien tidak melakukan ibadah.

4) Eliminasi

Pola BAB pasien sebelum di RS rutin setiap hari sekali pada pagi

hari dengan karakteristik feses kuning kecoklatan dan lembek. BAB

terakhir pasien pada tanggal 25 Maret 2021 pagi.Tidak ada riwayat

perdarahan, tidak ada hemoroid. Palpasi abdomen tidak teraba massa,

lunak, permukaan datar, bising usus 8 x/menit

Pola BAK pasien sebelum di RS sering apalagi pada malam hari.

Selama di RS pasien menggunakan kateter. Jumlah urin tampung per 7

jam adalah 500 cc (tanggal 25 Maret 2021). Karakteristik urin

berwarna kuning. Pasien tidak menggunakan diuretik.

5) Makanan / cairan
5

Pada hari pertama masuk hingga sekarang (25 Maret 2021) pasien

diberikan diit TKTP bentuksusu cair 100cc/8jam. Tidak ada alergi

makanan, saat ini pasien terpasang NGT (naso gastric tube), belum

bisa menelan, berat badan 60 kg.Tinggi badan pasien 165 cm. Hasil

pengukuran status nutrisi IMT pasien adalah 22 yang berarti dalam

batas normal.

Turgor kulit cepat, kulit kering dibagian ekstremitas bawah, tidak

ada odem, tidak ada distensi vena jugularis, tidak ada pembesaran

tiroid, gigi gerahang atas berlubang 1 di bagian ujung kanan, 2 bawah

ditambal dan hanya di oral hygiene 1 kali waktu pagi, lidah kotor,

mukosa bibir lembab, bising usus 8 x/menit.

6) Kebersihan

Kondisi pasien yang imobilisasi dan bergantung pada orang lain

tidak membuat pasien menjadi bau badan, pasien tetap mandi lap

setiap pagi. Kondisi rambut tidak berminyak dan tidak ada ketombe.

Selama ini aktivitas hygiene dibantu oleh perawat.

7) Neurosensory

Pasien tidak ada kejang, gangguan penglihatan serta gejala stoke,

lensa mata tidak keruh, reflek pupil mengecil ketika terkena cahaya,

hasil pemeriksaan kesadaran pasien stupor, disorientasi terhadap

tempat, waktu, dan orang, gerakan tangan dan kaki tidak terkoordinir

8) Nyeri / ketidaknyamanan
5

Tidak terkaji

9) Respirasi

Saat dilakukan pengkajian, pasien terlihat sesak, bernapas dengan

membuka mulut dan gelisah, saat ini pasien terpasang NRM dengan

oksigen 8 liter/menit, posisi head up 30 o. Frekuensi pernapasan pasien

saat ini adalah 24 x/menit dengan pergerakan simetris saat inspirasi

dan ekspirasi, terdapat napas cuping hidung. Terdapat penggunaan otot

bantu pernapasan, suara napas vesikuler pada lapang paru, serta

ekstremitas pucat pada daerah luka. pasien memiliki riwayat merokok

sejak masih bujang paling banyak sampai ± ½ pack perhari.

10) Keamanan

Pasien imobilisasi di tempat tidur serta terpasang restrain di kedua

tangan karena sering mencabuti peralatan medis yang digunakan.

Semua aktivitas dibantu. Menurut keluarga pasien tidak terdapat

gangguan penglihatan. Tidak ada riwayat alergi. Integritas kulit

terganggu. Tidak ada paralisis, suhu tubuh 36,2oC

11) Seksualitas

Tidak terkaji

12) Interaksi social

Pasien berusia 54 tahun, jarang bekerja, bekerja hanya 3-4 hari

dalam seminggu. Interaksi sosial terbatas pada keluarga dan tetangga

sekitar rumah. Pasien tinggal di sebuah perumahan bersama istri dan 2

anaknya. Sistem pendukung berasal dari saudara pasien, anak dan


6

istrinya. Selama di rawat di RS beberapa orang datang untuk

menjenguk. Interaksi keluarga dengan perawat baik namun terdapat

kendala dalam berinteraksi, pasien hanya berfokus pada dirinya yang

mengalami sesak napas.

13) Penyuluhan / pembelajaran

Menurut keluarga bahasa dominan pasien adalah bahasa Indonesia,

pasien juga dapat berbahasa jawa. Menurut keluarga, pasien dapat

membaca dan menulis, pendidikan terakhir adalah SMP. Keluarga dan

pasien baru mengetahui tentang penyakitnya. Hal yang dibutuhkan

adalah pemahaman yang salah tentang nutrisi untuk proses

penyembuhan luka, perawatan kaki diabetikum, dan prinsip perawatan

luka ulkus saat diputuskan untuk melakukan perawatan secara mandiri,

serta penyuntikan insulin (klien dan keluarga belum pernah

menggunakan insulin).

14) Terapi yang didapat pasien

 Infus NaCl 0,9% 1500 cc/24 jam

 Injeksi insulin 3 x 4 unit (hormone yang mengubah glukosa

menjadi ATP)

 Injeksi cefoperazone sulbactam 2 x 3gr (sebagai antibiotik)

 Metronidazole 3 x 1 flash (500mg)(sebagai antibiotik)

 Syringpump Vascon 50 nano (untuk meningkatkan tekanan

darah)

15) Pemeriksaan laboratorium


6

24 Maret 2021
Jenis pemeriksaan Hasil Satuan Nilai acuan
Hematologi
Darah lengkap
Hemoglobin 13.9 g/dL 13.4 - 17.7
Hitung leukosit 24.37 103/µL 4.3 - 10.3
Trombosit 555 103/µL 142 – 424
Hematokrit 41.3 % 40 – 47
Hitung eritrosit 4.88 106/µL 4.0 - 5.5
MCV 84.6 fL 80 – 93
MCH 28.5 pg 27 – 31
MCHC 33.7 g/dL 32 – 36
Hitung jenis leukosit :
 Eosinophil 0.6 % 0–3
 Basophil 0.9 % 0–1
 Neutrophil 86.3 % 50 – 62
 Limfosit 7.5 % 25 – 40
 Monosit 4.6 % 3–7
NLR (neutrophil limfosit ratio) 11.5
ALC (absolut limfosit count) 1828
Kimia klinik
SGOT 11 U/L 8 – 31
SGPT 15 U/L 6 – 40
BUN 49.0 U/L 10 – 20
Creatinine 1.40 mg/dL 0.6 – 1.1
Glukosa darah sewaktu 510 mg/dL < 140
Natrium darah 125 mg/dL 136 – 145
Kalium darah 5.13 Mmol/L 3.5 – 5.1
Clorida darah 93 Mmol/L 97 - 111
25 Maret 2021
Jenis pemeriksaan Hasil Satuan Nilai acuan
Urinalisis
Urin lengkap (UF)
Glukosa Positive Negative
Bilirubin Negative Negative
Keton Positive Negative
Berat jenis 1.010 1.005 – 1.030
Darah samar Positive Negative
PH 5.5 4.6 – 8.0
Protein Positive Negative
Urobilinogen Negative Negative
Nitrit Negative Negative
6

Leukosit Positive Negative


Sedimen urin :
Sel :
 Eritrosit RBC (/HPF) 60.60 /HPF <= 3
 Leukosit WBC (/HPF) 21.90 /HPF <= 2
 Epitel EC (/HPF) 6.00 /HPF <= 1
Kristal
 Ca. oxalat Negative Negative
 Triple phospat Negative Negative
 Uric acid Negative Negative
 Cystine Negative Negative
Silinder
 Silinder hialin Negative Negative
 Silinder eritrosit Negative Negative
 Silinder leukosit Negative Negative
 Silinder granular Negative Negative
 Silinder waxy Negative Negative
 Silinder lemak Negative Negative
Bakteri BACT (/HPF) 23300.00 /ml <= 26400.00
Jamur Negative Negative
Tricomonas Negative Negative

EKG : atrial tachycardia

3.2 Masalah Keperawatan

Analisis data selanjutnya dilakukan untuk menetapkan masalah

keperawatan pada pasien. Berdasarkan data yang ditemukan, ditetapkan

empat masalah keperawatan Pada masalah pertama, data yang mendukung

ditegakkanya masalah ini yaitu data subjektif dan objektif. Data subjektif

menunjukkan bahwa pasien sudah memiliki luka sejak ±3-4 bulan yang

lalu karena goresan batu di sawah. Sementara data objektif menunjukkan

didapatkan ulkus kaki diabetikum grade 4 tampak luka dengan sedikit

slough, tidak berbau, ukuran luka ± 2 x 2,5 cm pada jari telunjuk kaki kiri

dengan nekrosis yang keras dan grade 1 di daerah pedis sinistra 1.5 x 2 cm
6

di punggung kaki kiri yang sudah terjadi granulasi, luka meluas terutama

dibagian bawah, teraba dingin, kemerahan di sekitar luka, serta terdapat

pengeluaran eksudat berlebih terutama bagian jari kaki. Sehingga masalah

keperawatan pertama yang diangkat adalah kerusakan integritas kulit

berhubungan dengan neuropati perifer dibuktikan dengan adanya

kerusakan lapisan kulit.

Selain masalah kerusakan integritas kulit, masalah kesehatan lainnya

yang ditemukan adalah resiko infeksi. Data subjektif tidak ada. Sementara

data objektif menunjukkan peningkatan leukosit 24.37103/µL, leukosit

dalam urin positif, terlihat lemas, mendapat terapi metronidazole 3 x 1

flash (500mg), injeksi cefoperazone sulbactam 2 x 3gr, GDA 510mg/dL,

serta adanya luka di daerah pedis sinistra. Sehingga masalah keperawatan

kedua yang diangkat adalah resiko infeksi dibuktikan dengan adanya

kerusakan lapisan kulit dan peningkatan leukosit.

Masalah keperawatan yang ketiga adalah pola napas tidak efektif

berhubungan dengan depresi pusat pernapasan dibuktikan dengan adanya

dyspnea dan penggunaan otot bantu pernapasan. Data subyektif tidak ada.

Sedangkan data objektif pasien terlihat sesak, terdapat penggunaan otot

bantu pernapasan, pola napas takipnea, SpO2 99%, terdapat pernapasan

cuping hidung, serta gambaran EKG menunjukkan atrial takikardi.

Masalah keperawatan keempat adalah ketidakstabilan glukosa darah

berhubungan dengan disfungsi pancreas dibuktikan dengan kondisi pasien


6

yang lemas, GDA 510mg/dL. Data subyektif tidak ada, sedangkan data

objektif : pasien terlihat lemas dan GDA 510mg/dL.

Berdasarkan intervensi perawatan luka yang akan dilakukan, maka

masalah keperawatan yang dipioritaskan adalah gangguan integritas kulit

berhubungan dengan neuropati perifer dibuktikan dengan adanya

kerusakan lapisan kulit.

3.3 Rencana Asuhan Keperawatan

Berdasarkan analisis data, masalah keperawatan utama yang diangkat pada

pasien adalah gangguan integritas kulit.

Masalah Tujuan Keperawatan Intervensi


Keperawatan Keperawatan
Gangguan integritas Setelah dilakukan Intervensi utama :
kulit berhubungan asuhan keperawatan Perawatan luka
dengan neuropati selama 3 x 24 jam, Observasi
perifer dibuktikan diharapkan gangguan  Monitor karakteristik
dengan adanya integritas kulit luka (mis. drainase,
kerusakan lapisan menurun dengan warna, ukuran, bau)
kulit. kriteria hasil :  Monitor tanda- tanda
a. Kerusakan lapisan infeksi
kulit menurun (dari  Monitor kadar
3 ke 4) glukosa darah
b. Nekrosis menurun  Monitor kadar
(dari 3 ke 4) leukosit
c. Kemerahan Terapeutik
menurun (dari 3 ke  Lepaskan balutan dan
4) plester secara
d. Suhu kulit perlahan
membaik (dari 3
6

ke 4)  Bersihkan dengan
cairan NaCl atau
pembersih nontoksik
 Bersihkan jaringan
nekrotik
 Pasang balutan sesuai
jenis luka
 Pertahankan teknik
steril saat melakukan
perawatan luka
 Ganti balutan sesuai
jumlah eksudat dan
drainase
Edukasi
 Jelaskan tanda dan
gejala infeksi
 Ajarkan prosedur
perawatan luka
secara mandiri
 Anjurkan
mengkonsumsi
makanan tinggi
kalori dan protein
Kolaborasi
 Kolaborasikan
pemberian
antibiotic
 Kolaborasi
pemberian insulin
6

3.4 Implementasi

Implementasi yang telah dilakukan untuk mengatasi masalah

kesehatan terkait dengan melakukan perawatan luka menggunakan NaCl

0,9% dan dressing modern (ca. alginate dan foam dressing). Perawatan

luka dilakukan oleh penulis karena kurangnya kemampuan pasien untuk

melakukan perawatan luka secara mandiri yang disebabkan kurangnya

informasi mengenai perawatan luka yang benar sehingga penulis merasa

perlu untuk melakukan perawatan kaki untuk mencegah komplikasi lebih

lanjut. Perawatan luka dilakukan setiap hari sebanyak satu kali dan

berlangsung selama 3 hari tanggal 25 – 27 Maret 2021 selama penulis

praktik.

Peralatan yang dipersiapkan untuk melakukan perawatan luka di hari

pertama yaitu satu set perawatan luka steril/bak steril yang berisi

handscoon steril, pinset anatomis, pinset chirurgis, gunting jaringan, kassa

steril, kom. Sedangkan alat non steril terdiri dari handscoon non steril,

cairan Nacl 0,9%, perlak dan pengalas sesuai luas luka , kapas alcohol,

korentang , bengkok, gunting verban/plester, verban/plaster.

Sebelum melakukan perawatan, implementasi yang dilakukan

meliputi menjaga kebersihan lingkungan dengan mengganti linen setiap

hari, melakukan five moment dengan hand hygiene yang benar. Hand

hygiene tidak hanya dilakukan oleh petugas kesehatan tetapi juga

dilakukan oleh penunggu dan pengunjung oleh karena itu perawat

mengevaluasi hand hygiene yang dilakukan oleh penunggu dan


6

pengunjung selanjutnya perawat memberikan edukasi cara melakukan

hand hygiene dengan benar. Pencegahan infeksi juga dilakukan dengan

mengontrol alat medis yang digunakan seperti infus dan kateter yang

memiliki risiko tinggi terhadap kejadian infeksi. Selain itu, penggunaan

APD seperti hanscoon menggunakan prinsip berish untuk membuka

balutan, dan ganti dengan steril ketika melakukan perawatan luka. Serta

dilakukan penggantian setiap hari waktu pagi selama mahasiswa praktik

dan pemberian antibiotic yang diresepkan.

Implementasi perawatan luka dilakukan dengan melepaskan balutan

dan plester secara perlahan dengan membasahi kasa menggunakan NaCl

0,9% yang bertujuan agar luka yang menempel pada kasa tidak ikut

tertarik dan menyebabkan perdarahan.

Memonitor karakteristik luka. Hasil yang didapatkan ulkus kaki

diabetikum grade 4 tampak luka dengan sedikit slough, tidak berbau,

ukuran luka ± 2 x 2,5 cm pada jari telunjuk kaki kiri dengan nekrosis yang

keras dan 1 di pedis sinistra berukuran 1.5 x 2 cm di punggung kaki kiri

yang sudah terjadi granulasi, luka meluas terutama dibagian bawah, teraba

dingin, kemerahan di sekitar luka, serta terdapat pengeluaran eksudat

berlebih terutama bagian jari kaki. Keluarga mengatakan pasien

mengalami luka karena goresan batu dan luka tersebut sudah ada sejak 3 –

4 bulan yang lalu.

Membersihkan luka menggunakan NaCl 0,9%, berkolaborasi dalam

pemberian insulin dan antibiotik serta mempersiapkan dasar luka dengan


6

metode TIME. 1) Tissue management dengan menggunakan dressing Ca.

alginate yang berfungsi membersihkan luka dari jaringan nekrotik

menggunakan merangsang proses autolysis debridement dengan

menciptakan lingkungan yang lembab (moisture retaining dressing)

menggunakan hydrocolloid dressing. 2) Infection-inflamation control

dengan mengobservasi adanta tanda-tanda infeksi tiap melakukan

perawatan luka. Hasilnya berupa kemerahan di daerah sekitar luka,

terdapat slough, akral di ekstremitas bawah dingin, terdapat pengeluaran

eksudat berlebih. Berkolaborasi untuk mengontrol glukosa darah dengan

injeksi insulin 4 unit dikarenakan penumpukan glukosa dalam darah yang

menjadi media berkembangbiak bakteri (Singh, 2018) serta pemberian

antibiotic berupa terapi metronidazole 500mg, injeksi cefoperazone

sulbactam 3gr. 3) Moisture balance management dengan memasang

balutan yang sesuai jenis luka menggunakan dressing modern. Dressing

modern yang digunakan untuk menutup luka adalah ca. alginate dan foam

dreasing dikarenakan eksudat yang dihasilkan oleh luka merembes ke luar

kassa serta menjaga kelembaban luka agar mempercepat penyembuhan

luka. 4) Epitelization advancement management dengan enciptakan

lingkungan yang lembab agar merangsang proses epitelisasi

Menjelaskan tanda dan gejala infeksi kepada keluarga seperti 1)

rubor (kemerahan ada area yang mengalami infeksi karena peningkatan

aliran darah ke area tersebut), 2) kalor (daerah yang mengalami infeksi

akan terasa panas. Ini terjadi karena tubuh mengkompensasi aliran darah
6

lebih banyak ke area yang mengalami infeksi untuk mengirim lebih

banyak antibodi dalam memerangi antigen atau penyebab infeksi), 3) dolor

(nyeri akan terasa pada jaringan yang mengalami infeksi. Ini terjadi karena

sel yang mengalami infeksi bereaksi mengeluarkan zat tertentu sehingga

menimbulkan nyeri), 4) tumor (ada area yang mengalami infeksi akan

mengalami pembengkakan karena peningkatan permeabilitas sel dan

peningkatan aliran darah), 5) fungsiolaesa (perubahan fungsi dari jaringan

yang mengalami infeksi. Contohnya jika luka di kaki mengalami infeksi

maka kaki tidak akan berfungsi dengan baik seperti sulit berjalan atau

bahkan tidak bisa berjalan).

Anjurkan mengkonsumsi makanan tinggi kalori dan protein, untuk

saat ini pasien mendapatkan diet susu cair yang diberikan lewat slang

NGT. Serta mengajarkan perawatan luka secara mandiri dengan cara 1)

Bilas luka dengan air bersih dan mengalir, 2) Oleskan krim atau salep

antibiotik untuk membantu menjaga permukaan kulit tetap lembap. Obat

ini memang tidak membuat luka cepat sembuh, tapi bisa mencegah infeksi

sehingga proses penyembuhan luka dapat berjalan dengan baik, 3) Perban

luka untuk menjaganya tetap bersih dan terhindar dari bakteri (Devina,

2019), serta tidak lupa selalu memonitor glukosa darah pasien.

Monitor kadar glukosa darah. Hasil yang didapatkan 455 gr/dl di hari

pertama perawatan. Monitor kadar leukoit dilakukan di hari ke-3

perawatan, didapatkan hasil 18,21 103/µL.


7

Pada hari ke dua, perawatan luka masih sama dilakukan dengan

sebelumnya. Peralatan dan waktu yang dibutuhkan untuk melakukan

perawatan luka masih sama dengan sebelumnya. Ketersediaan peralatan

seperti NaCl 0,9% ca. alginate dan foam dressing masih mencukupi

sampai hari ketiga perawatan. Perawatan luka yang dilakukan yaitu

menjaga kebersihan lingkungan, melakukan hand hygiene, melepas

balutan dan plaster, memonitor karakteristik luka, memonitor tanda - tanda

infeksi, membersihkan luka dengan NaCl 0,9%, mengopres luka dengan

NaCl 0,9% selama 15 menit, memasang memasang ca. alginate dan foam

dreassing, serta berkolaborasi dalam pemberian antibiotic serta tidak lupa

selalu memonitor glukosa darah pasien.

Pada hari ke tiga, perawatan luka masih sama dilakukan dengan

sebelumnya. Peralatan dan waktu yang dibutuhkan untuk melakukan

perawatan luka masih sama dengan sebelumnya. Ketersediaan peralatan

seperti NaCl 0,9% ca. alginate dan foam dressing masih mencukupi.

Perawatan luka yang dilakukan yaitu menjaga kebersihan lingkungan,

melakukan hand hygiene, melepas balutan dan plaster, memonitor

karakteristik luka, memonitor tanda - tanda infeksi, membersihkan luka

dengan NaCl 0,9%, mengopres luka dengan NaCl 0,9% selama 15 menit,

memasang memasang ca. alginate dan foam dreassing, serta berkolaborasi

dalam pemberian antibiotic serta tidak lupa selalu memonitor glukosa

darah pasien
7

3.5 Evaluasi

Evaluasi merupakan hasil dari pasien terhadap implementasi yang

sudah dilakukan selama 3 hari dengan masalah keperawatan gangguan

integritas kulit dengan intervensi perawatan luka dengan NaCl 0,9% dan

penggunaan dressing modern. Evaluasi dilakukan setiap hari selama

melakukan perawatan luka. Evaluasi hari pertama, tanggal 25 Maret 2021

didapatkan kemerahan di sekitar luka, luas luka masih sama, akral dingin,

jaringan nekrosis masih keras, tidak ada tanda – tanda perburukan lapisan

kulit seperti terjadi granulasi pada luka di area punggung kaki di satu area,

namun pengeluaran eksudat masih banyak merembes keluar balutan, GDA

455 gr/dl.

Evaluasi hari ke dua tanggal 26 Maret 2021, didapatkan kemerahan

di sekitar luka, luas luka masih sama, akral dingin, jaringan nekrosis masih

keras, tidak ada tanda – tanda perburukan lapisan kulit seperti terjadi

granulasi pada luka di area punggung kaki masih sama satu area,

pengeluaran eksudat masih banyak tetapi tidak sampai merembes keluar

balutan, GDA 420 gr/dl.

Evaluasi hari ke tiga tanggal 26 Maret 2021, didapatkan perubahan

berupa kemerahan di sekitar luka, akral hangat, jaringan nekrosis mulai

lunak terutama bagian tepi dan mulai terkelupas, tidak ada tanda – tanda

perburukan lapisan kulit seperti terjadi granulasi melebar pada luka di

area punggung kaki tengah luka serta bertambah menjadi dua area,
7

pengeluaran eksudat masih banyak tetapi tidak sampai merembes keluar

balutan, GDA 397 gr/dl, kadar leukosit darah 18,21 103/µL.


BAB VI
ANALISIS SITUASI

4.1 Analisa Keperawatan Kesehatan Masalah Pedesaan Terkait Kasus

Pasien adalah Tn. S (54 tahun). Pasien berasal dari suku jawa, sejak

kecil tinggal di Desa Punden Kecamatan Jiwan Kabupaten Madiun dan

menetap disana. Desa merupakan perwujudan dari kesatuan

goegrafi,sosial, ekonomi, politik dan kultur yang mengenai suatu daerah,

dalam menjalin hubungan dan pengaruh timbal balik dengan daerah lain

(Setiawan. S, 2021). Suatu pedesaan masih sulit untuk berkembang, bukan

karena mereka tidak mau berkembang tetapi hal yang baru terkadang

bertentangan dengan apa yang leluhur mereka ajarkan karena itu

masyarakat pedasaan sangat tertutup dengan hal baru dan masih berpegang

teguh pada adat yang leluhur mereka ajarkan.

Disuatu desa masih sangat jarang fasilitas seperti rumah sakit,

sekolah, apotik, prasarana pendidikan dan kesehatan maupun teknologi

mereka masih mengandalkan dukun atau paranormal dalam hal kesehatan

mungkin hanya puskesmas yang ada di desa tetapi belum tentu ada di

setiap desa. Selain itu, pendidikan sarana pendidikan didesa didalam suatu

kecamatan terkadang hanya satu atau dua sekolahan saja, karena

terkendala bantuan masuk dari pemerintah untuk membangun sekolah-

sekolah di daerah desa serta sering guru yang mau mengajar di daerah

pedesaan hanya sedikit.

73
7

Pasien Tn. S sebelumnya bekerja serabutan dan sekarang menetap

sebagai buruh tani sejak 20 tahun terakhir. Seperti itulah hal sama yang

dirasakan Tn. S, sejak muda selalu fokus dengan pekerjaan dan jarang

memperhatikan kebutuhan untuk kontrol kesehatan dan berolah raga.

Keluarga pasien berfikir hal tersebut dapat dilakukan nanti jika ditemukan

keluhan kesehatan yang perlu penanganan khusus saja yang perlu dibawa

ke pelayanan kesehatan. Selain itu, keluarga menganggap aktivitas harian

seperti bekerja dan mengerjakan pekerjaan rumah tangga sudah seperti

berolah raga.

Dalam memenuhi tugas di sawah, pasien Tn. S sering ditemani

berbagai cemilan seperti aneka gorengan, kopi, teh, minuman berperasa

seperti marimas agar semangat bekerja. Selama bekerja pasien sering

mendapat jamuan untuk sarapan dan makan siang bersama teman kerjanya

dengan lauk seadanya. Pasien Tn. S merokok sejak masih bujang paling

banyak habis ± ½ pack/hari, menyukai makanan manis, gorengan dan

makanan bersantan (gulai). (Singh, 2018) mengatakan gaya hidup

seseorang berhubungan erat dalam kejadian DM. Gaya hidup yang

dimaksud ialah sering mengkonsumsi makanan berlemak (margarine dan

butter), kue, cookies, dan soft drink meningkatkan kejadian DM. Selain itu

kurangnya aktivitas dan merokok juga menjadi faktor risiko kejadian DM.
7

4.2 Analisa Asuhan Keperawatan Kasus

Tn. S (54 tahun) dengan diagnosa medis sepsis + hiperglikemi +

gangrene pedis sinistra. (Yunita, 2019) mengatakan usia >40 tahun

memiliki risiko lebih tinggi dibandingkan usia dibawah 40. Bertambahnya

usia akan mengalami penurunan fungsi tubuh yang terjadi sesuai dengan

teori penuaan wear and tear bahwa organ tubuh lama kelamaan akan

mengalami kerusakan jika terus digunakan. Tidak terkecuali dengan fungsi

endokrin pankreas dalam menghasilkan insulin akan semakin menurun

seiring bertambahnya usia.

Berdasarkan pengkajian Tn. S tidak memiliki anggota keluarga

dengan riwayat DM. Penelitian (Adji, 2011) mengatakan bahwa 67%

penderita DM tidak memiliki riwayat keluarga dengan DM. Penelitian lain

mengatakan pola makan memiliki hubungan yang erat dengan kejadian

DM (Rahmi, 2016). Hal ini dikarenakan kejadian tingginya kadar glukosa

dalam darah tidak hanya disebabkan oleh abnormalitas genetik yang

berkaitan dengan sistem regulasi metabolisme glukosa tetapi juga

disebabkan karena peningkatan beban kerja pangkreas, stres fisik (infeksi

pangkreas) maupun stres psikologis (kaitannya dengan kortisol) pada

pangkreas.

Lima pilar penatalaksanaan DM terdiri dari pemberian edukasi,

perencanaan diet makan, latihan fisik, pengobatan medis, dan pemantauan

gula darah. Berdasarkan hasil pengkajian dari kelima pilar

penatalaksanaan DM ini tidak ada yang benar-benar dilakukan oleh Tn S


7

dan keluarga. Dalam hal pengetahuan atau edukasi. Keluarga mengetahui

apa itu DM, namun tanda - gejala, dan komplikasinya masih kurang

mengerti. Berdasarkan penelitian yang dilakukan (Suciana. F, 2019)

tingkat pengetahuan tentang DM sebanding dengan tingkat kepatuhan

dalam pengobatan DM. Dalam hal perencanaan makan, pasien sering

mengkonsumsi makanan yang manis dan berminyak. Keluarga pasien

mengatakan bahwa pasien jarang melakukan latihan fisik/olahraga,

aktivitas sehari-hari bekerja di sawah setelah itu persantai dirumah atau

sekedar kumpul-kumpul dengan tetangga. Satu hal yang tidak dilakukan

selama beberapa tahun belakangan ini adalah melakukan kontrol/cek kadar

gula dan konsumsi obat anti hiperglikemik. Hal ini dilakukan karena

pasien tidak pernah kontrol kesehatan ke faskes dan baru tahu kalau Tn. S

mengalami DM setelah pemeriksaan lab di RS dengan hasil GDA 510

gr/dl. Keluarga pasien beranggapan bahwa jika mengalami keluhan

kesehatan berarti menandakan sedang sakit.Perawatan yang dilakukan

hanyalah membersihkan luka dengan air bersih serta menggunakan salep

untuk luka saja.

Penatalaksanaan tidak efektif dapat meningkatkan risiko klien

mengalami berbagai komplikasi dari DM. Komplikasi akut yang terjadi

akibat ketidakseimbangan kadar gula dalam darah antara lain

hipoglikemia, diabetes ketoasidosis, dan sindrom hiperglikemik

hiperosmolar non ketotik (Smelzer & Bare, dalam (Utami, 2018).

Komplikasi kronik atau jangka panjang dikelompokkan menjadi


7

komplikasi makrovaskular (aterosklerosis) dan mikrovaskular (retinopati,

nefropati, gangguan sistem sirkulasi perifer, dan neuropati) (PERKENI,

2019). Komplikasi yang banyak terjadi terkait mikrovaskular dapat

menyebabkan terjadinya ulkus diabetikum.

Dasar terjadinya ulkus diabetikum adalah terjadinya neuropati

diabetik yang menyebabkan penurunan sensasi dan hilangnya fungsi saraf

sensorik yang menunjang terjadi trauma. Pada kasus ini ulkus pedis yang

dialami oleh Tn. S berasal dari goresan batu saat pasien bekerja di sawah

sejak ± 3-4 bulan yang lalu. Awalnya luka itu hanya kecil dan berupa

goresan, tetapi semakin hari goresan itu semakin melebar serta mengeras

pada daerah yang nekrosis. Pengkajian luka didapatkan ulkus kaki

diabetikum wagner grade 4 di jari telunjuk dan 1 di punggung kaki

sinistra, tampak luka dengan sedikit slough, tidak berbau, ukuran luka ± 2

x 2,5 cm pada jari telunjuk kaki kiri dengan nekrosis yang keras, dan 1.5 x

2 cm di punggung kaki kiri yang sudah terjadi granulasi, luka meluas

terutama dibagian bawah, teraba dingin, kemerahan di sekitar luka, serta

terdapat pengeluaran eksudat berlebih terutama bagian jari kaki.

Standar penatalaksanaan ulkus kaki diabetikum dilakukan dalam tim

dari berbagai multidisiplin ilmu. Penatalaksanaan ini meliputi

debridement, ganti balutan / dressing, mengurangi beban (offloading), dan

tindakan bedah (skin graft, revaskulasrisasi / bypass, dan amputasi) (Sigh,

Pai, & Yuhhui, 2013). Perawatan yang sudah dilakukan pada luka ulkus

diabetikum Tn.S meliputi proteksi terhadap infeksi dengan mengganti


7

balutan dengan ca. alginate dan foam dreassing setiap pagi, mengurangi

beban dengan menginstirahatkan pasien di tempat tidur (bed rest), dan

tindakan debridemen autolysis dengan kompres Nacl 0,9% selama 15

menit.

Fokus utama masalah keperawatan yang ditegakkan terkait adanya

gangguan integritas kulit berupa ulkus diabetikum dalam kasus Tn.S ini

adalah pengendalian agar tidak terjadi perluasan infeksi. Perawatan luka

dengan NaCl 0,9% dan dreassing modern berdasarkan berbagai penelitian

sangat baik karena NaCl 0,9% baik digunakan untuk perawatan luka

karena sesuai dengan fisiologi cairan tubuh, dreassing modern berperan

menyerap eksudat berlebih, serta menjaga kelembaban luka agar

merangsang proses epitelisasi/granulasi. Saat perawatan luka dilakukan

perawat juga senantiasa melihat dan mengamati adanya tanda-tanda

infeksi. Perawatan luka dilakukan 1 kali sehari setiap pagi.

Kolaborasi dalam intervensi perawatan luka meliputi manajemen

obat/farmakologi anti hiperglikemik dan pemberian antibiotik. Intervensi

obat antihiperglikemik bertujuan meningkatkan penggunaan glukosa oleh

sel, sehingga kadarnya tidak terlalu tinggi di sistem vaskular. Selain itu,

penggunaan antibiotic diperlukan untuk mencegah infeksi dengan cara

membunh dan mencegah bakteri berkembangbiak dalam tubuh.


7

4.3 Analisa Intervensi : Perawatan Luka Dengan NaCl 0,9% Dan

Dressing Modern

Intervensi yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah berfokus

pada perawatan luka dengan NaCl 0,9% dan dreassing modern pada klien

ulkus diabetikum wagner grade 4 di jari telunjuk dan 1 di punggung kaki

sinistra, tampak luka dengan sedikit slough, tidak berbau, ukuran luka ± 2

x 2,5 cm pada jari telunjuk kaki kiri dengan nekrosis yang keras, dan 1.5 x

2 cm di punggung kaki kiri yang sudah terjadi granulasi, luka meluas

terutama dibagian bawah, teraba dingin, kemerahan di sekitar luka, serta

terdapat pengeluaran eksudat berlebih terutama bagian jari kaki, GDA 455

gr/dl, serta kadar leukosit darah 24.37103/µL.

Intervensi perawatan luka dilakukan selama 3 hari sesuai dengan

penelitian (Syahputra, 2018) bahwa 15 responden yang mengalami ulkus

diabetikum dengan perawatan luka menggunakan NaCl sebagai pembersih

luka dan dressing modern sesuai kondisi luka. Hasil penelitian didapatkan

terdapat perbedaan kondisi luka sebelum dan sesudah perawatan dengan

menggunakan teknik modern dressing dan NaCl pada penderita ulkus

diabetikum di Klinik Griya.

Setelah 3 hari pemberian intervensi perawatan didapatkan perubahan

berupa kemerahan di sekitar luka, akral hangat, jaringan nekrosis mulai

lunak terutama bagian tepi dan mulai terkelupas, tidak ada tanda – tanda

perburukan lapisan kulit seperti terjadi granulasi melebar pada luka di

area punggung kaki tengah luka serta bertambah menjadi dua area,
8

pengeluaran eksudat masih banyak tetapi tidak sampai merembes keluar

balutan, GDA 397 gr/dl, dan kadar leukosit darah 18,21 103/µL.

Menurut (Soep & Triwibowo, 2019), faktor-faktor yang

mempengaruhi penyembuhan luka dapat terjadi dengan cepat atau tidak

disebabkan oleh usia, nutrisi yang dikonsumsi dengan diet tinggi, dan cara

perawatan luka yang yang benar.

Menurut Haris (2018). Pembersihan luka umumnya menggunakan

antiseptic seperti hydrogen peroxide, povidone iodone, acetic acid dan

chlorohexadine dapat mengganggu proses penyembuhan dikarenakan

antiseptic selain membunuh kuman juga membunuh leukosit yang dapat

membunuh bakteri pathogen dan jaringan fibroblast yang membentuk

jaringan kulit baru. Cara yang terbaik untuk membersihkan luka adalah

dengan menggunakan cairan saline dan untuk luka yang sangat kotor dapat

digunakan water-presure. Cairan NaCl 0,9% juga merupakan cairan

fisiologis yang efektif untuk perawatan luka karena sesuai dengan

kandungan garam tubuh (Thomas, 2007).

Penggunaan dressing modern sendiri memiliki prinsip moisture

dalam perawatan luka yang mencegah luka menjadi kering dan keras,

meningkatkan laju epitelisasi, mencegah pembentukan jaringan eschar,

meningkatkan pembentukan jaringan dermis, mengontrol inflamasi dan

memberikan tampilan yang lebih kosmetis, mempercepat proses autolysis

debridement, dapat menurunkan kejadian infeksi, cost effective, dapat

mempertahankan gradien voltase normal, mempertahankan aktivitas


8

neutrofil, menurunkan nyeri, memberikan keuntungan psikologis dan

mudah digunakan (Syahputra, 2018).

Berdasarkan studi kasus oleh (Hendri, 2019) pada Ny. Y (34 tahun)

dengan gangrene pedis grade 3, hasil yang didapatkan setelah melakukan

intervensi terdapat adanya pengeringan luka selama dilakukan perawatan

luka menggunakan cairan NaCl 0,9% selama 3 hari serta penggunaan

antibiotik telah di lakukan oleh rumah sakit terjadi pengeringan luka yang

cepat serta bau yang dihasilkan luka berkurang.

Kasus ke dua dari Ny. E (30 tahun) dengan luka grade 3 di daerah

manus sinistra dengan intervensi perawatatn luka menggunakan dressing

modern jenis foam. Setelah dilakukan perawatan luka dengan

menggunakan teknik modern dressing selama 4 hari didapatkan hasil

bahwa tampak cairan atau pus mulai berkurang, tampak tidak ada

ganggen, pada punggung tangan tampak mulai megalami perbaikan pada

kulit (Andini. B, 2018).

Kasus ke tiga dari dua reponden dengan gangren grade 4 dengan

membandingakan efektivitas perawatan luka dengan dressing

konvensional seperti kassa dengan dressing modern didapatkan

kesimpulan bahwa luka ulkus akan mengalami kesembuhan dua kali lebih

cepat pada penggunaan dressing modern disbanding dressing

konvensional. Namun perlu dilakukan terapi lainnya secara komprehensif

dengan cara mengatasi penyakit komorbid, menghilangkan tekanan beban

(offloading), manjaga luka agar selalu lembab (moist), penanganan infeksi,


8

debridement, revaskularisasi dan tindakan bedah sesuai indikasi (Ningsih,

2014).

4.4 Alternative Pemecahan Yang Dapat Dilakukan

Kendala budaya yang dihadapi terkait makanan. Keluarga

mengatakan selama ini pasien meyakini ketika sedang ada luka tidak

diperbolehkan makan-makanan yang amis seperti telur, ikan, dan daging

karena akan membuat lukanya menjadi basah, gatal-gatal dan lama

sembuhnya. Hal yang dilakukan mahasiswa adalah dengan berdiskusi

terkait nutrisi yang dibutuhkan untuk proses penyembuhan luka. setelah

dilakukan diskusi keluarga mengerti dan dan menyetakan tidak ragu lagi

untuk memberikan makanan tinggi protein ke pasien.

Kendala kedua terkait dengan pengetahuan mengenai tanda-tanda

infeksi serta penerapan perawatan luka di rumah yang keliru yaitu

menggunakan salep luka serta menggunakan penutup plastik ketika

hendak bekerja di sawah.

Menurut (Azis, 2020), Faktor sosial yang berpengaruh terhadap

konsumsi pangan adalah tingkat pendapatan, pengeluaran pangan,

pendidikan dan pengetahuan. Masalah-masalah tersebut sering ditemui di

wilayah pedesaan. Hal tersebut dibuktikan dengan makan tidak teratur dan

kurang mengomsumsi buah dan sayur. Serta tidak melakukan aktivitas

fisik secara rutin atau tidak berolahraga, serta informasi kesehatan

kebanyakan hanya diberikan ketika masyarakat melakukan pemeriksaan

kesehatan atau menjalani pengobatan di layanan kesehatan.


BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan

1. Pasien Tn. S (54 tahun) mengalami masalah gangguan integritas kulit

yang ditandai adanya ulkus kaki diabetikum grade 4 dengan sedikit

slough, tidak berbau, ukuran luka ± 2 x 2,5 cm pada jari telunjuk kaki

kiri dengan nekrosis keras dan grade 1 daerah pedis sinistra 1.5 x 2 cm

di punggung kaki kiri terjadi granulasi, luka meluas dibagian bawah,

teraba dingin, kemerahan sekitar luka, serta pengeluaran eksudat

berlebih terutama bagian jari kaki, serta GDA 510mg/dL dan leukosit

24.37103/µL.

2. Rencana asuhan keperawatan untuk mengatasi gangguan integritas

kulit dengan melakukan intervensi perawatan luka dengan NaCl 0,9%

dan dressing modern serta mempersiapkan dasar luka dengan metode

TIME. .Tissue management yang berfungsi membersihkan luka serta

merangsang autolysis debridement menggunakan dressing

hydrocolloid. Infection-inflamation control dengan mengobservasi

tanda-tanda infeksi serta kolaborasi mengontrol glukosa darah dan

pemberian antibiotic. Moisture balance management dengan menjaga

kelembaban untuk mempercepat penyembuhan dengan pemilihan

dressing yang tepat. Epitelization advancement management dengan

menciptakan lingkungan yang lembab agar merangsang proses

epitelisasi

83
8

3. Efektivitas perawatan luka menggunakan NaCl 0,9% dan dressing

modern ditandai dengan produksi eksudat berkurang, jaringan nekrosis

yang sebelumya keras menjadi lunak, serta peningkatan granulasi pada

luka, GDA 397 gr/dl serta kadar leukosit darah 18,21 103/µL.

4. Komplikasi jangka panjang dari hiperglikemi dapat menyebabkan

komplikasi berupa aterosklerosis akibat insufisiensi insulin sehingga

darah menggumpal dan menyumbat pembuluh darah sehingga

menyebabkan gangrene dikarenakan suplai oksigen dan nutrisi ke

jaringan luka menjadi berkurang. Sedangkan kondisi sepsis berupa

peningkatan jumlah leukosit yang menandakan adanya proses infeksi

yang merupakan respon normal tubuh. Hal tersebut dapat terjadi pada

kasus DM dikarenakan glukosa merupakan media berkembangbiak

bakteri.

5.2 Saran

1. Rumah sakit

Saran untuk RS sebagai pemberi layanan kesehatan dapat

mengimplementasikan hasil penelitian ini di ruang rawat. Serta

memberikan edukasi terkait perawatan luka sederhana di rumah supaya

keluarga dapat merawat pasien saat pasien sudah pulang.

2. Pendidikan

Saran untuk pendidikan untuk terus memberikan tugas karya ilmiah

diakhir periode, agar mahasiswa terbiasa melakukan penelitian

sederhana seperti ini sehingga ketika mahasiswa sudah lulus dan


8

menjadi perawat terbiasa untuk melakukan ini kepada pasien yang

dirawat yang pada akhirnya akan memperbanyak pengalaman terkait

teori-teori yang ada.

3. Penelitian selanjutnya

Saran untuk penelitian selanjutnya adalah untuk melakukan penelitian

dengan waktu intervensi yang lebih diperpanjang sehingga didapatkan

hasil penelitian yang lebih baik.


86

Lampiran 1
I. PENGKAJIAN
A. Informasi Umum
Nama : Tn. S
Usia : 54 th
Tanggal Lahir : 27 Mei
1967 Jenis Kelamin : L
Suku bangsa : Jawa
Tgl MRS : 24 Maret 2021 (10.40 WIB) di IGD, di HCU (20.30 WIB)
Alamat : Ds. Punden Kec. Jiwan Kab.
Madiun Sumber Informasi : Tn. G (anak), Ny.
S (istri) Keabsahan(1–4dimana4= sangat dipercaya)
:4 Tanggal pengkajian :25 Maret 2021 ( 11.00 WIB)

Keadaan Umum
DX medis :Sepsis + Hiperglikemi + Gangrene Pedis
Sinistra GCS : E4 V2 M4
Kesadaran : Delirium
TTV
TD : 110/60 mmHg
RR : 24 x/menit
Nadi : 78 x/menit
Suhu : 36,2oC

Keluhan Utama :
Riwayat Penyakit Sekarang :Pasien dibawa keluarga ke RS karena
mengalami sesak napas sejak semalam yang tidak kunjung reda, serta merasa
badannya lemas. Kondisi pasien saat pengkajian terdapat retraksi dinding
dada waktu bernafas, GCS 424, lemas, GDA 510 gr/dl, terdapat gangrene jari
kaki sinistra, terpasang masker NRM 10 lpm, SpO2 99 %
Riwayat Penyakit Dahulu : keluarga mengatakan luka di kaki pasien sudah
ada ± 3-4 bulan yang lalu. Keluarga baru mengetahui Tn. S mengalami DM
saat MRS
87

Riwayat penyakit keluarga : keluarga mengatakan tidak ada anggota


keluarga yang mengalami DM dan luka kaki yang lama
B. Aktivitas Istirahat
Subjektif (Gejala)
Pekerjaan : Petani
Aktivitas / hobi : Aktivitas pasien sehari-hari bekerja selama ± 3-4
bulan yang lalu mengalami keterbatasan dalam
berjalan karena adanya luka di jari telunjuk dan
punggung kaki kiri sehingga pasien bekerja 3-4
hari saja dalam seminggu
Aktivitas waktu luang : digunakan untuk bersantai di rumah,
menonton tv, dan terkadang kumpul-kumpul
bersama tetangga
Perasaan bosan/ tidak puas: Tidak terkaji
Keterbatasan karena kondisi:selama ± 3-4 bulan yang lalu mengalami
keterbatasan dalam berjalan karena adanya luka di
jari telunjuk dan punggung kaki kiri sehingga
pasien bekerja 3-4 hari saja dalam seminggu

Tidur : Pukul 22.00 WIB


Tidur siang : tidak tentu
Kebiasaan tidur : Tidak terkaji
Insomnia : Tidak terkaji

Obyektif (Tanda)
Respon terhadap aktivitas yang diamati :Selama di rumah sakit aktivitas
pasien hanya berbaring di bed,
makan minum lewat NGT, serta
hygiene dibantu perawat
Kardiovaskuler : pasien terlihat lemas
Respirasi : pasien terlihat sesak, bernapas
dengan membuka mulut dan
gelisah, saat ini pasien terpasang
NRM dengan oksigen 8 liter/menit,
posisi head up 30o. Frekuensi
pernapasan pasien saat ini adalah
24 x/menit dengan pergerakan
88

simetris saat inspirasi dan


ekspirasi, terdapat napas cuping
hidung. Terdapat penggunaan otot
bantu pernapasan, suara napas
vesikuler pada lapang paru
Status mental(mis.,menarik diri/letargi) :pasien terlihat lemas

Pengkajian Neuromuskular
Tidur :Jam: 22.00 WIB
Tidur siang :Tidak tentu
Kebiasaan tidur : 22.00 – 04.00 WIB
Massa/ tonus otot : Tidak terkaji
Postur : Tidak terkaji
Tremor : Tidak ada tremor
Rentang gerak :Tidak terkaji
Kekuatan : Tidak terkaji
Deformitas : Tidak ada deformitas

C. Sirkulasi
Subjektif (Gejala)
Riwayat tentang
Hipertensi : Tidak ada hipertensi
Masalah Jantung : Tidak ada masalah jantung
Demam rematik : Tidak ada demam remtik
Edema mata kaki/ kaki : Tidak ada edem
Flebitis : Tidak ada flebitis
Penyembuhan lambat : luka pasien sudah ± 3- 4 bulan yang
lalu belum sembuh
Klaudikasi : Tidak terkaji
Direfleksia : Tidak terkaji
Ekstremitas
Kesemutan : Tidak ada kesemutan
Kebas : Tidak terkaji
Batuk/ hemoptisis : Tidak ada
Perubahan frekuensi/ jumlah urine : 500cc/7jam
89

Obyektif (Tanda)
TD :110/60 mmHg
Berbaring/duduk/berdiri : Berbaring di bed
Tekanan nadi : kuat, teratur
Gap auskultatori : Tidak terkaji
Nadi (palpasi) : 78 x/mnt
Karotis : Tidak terkaji
Temporal : Tidak terkaji
Jugularis : Tidak terkaji
Radialis : 78 x/mnt
Femoralis : Tidak terkaji
Popliteal : Tidak terkaji
Postibial : Tidak terkaji
Dorsalis pedis : Tidak
terkaji Jantung (palpasi)
Getaran : Tidak terkaji
Dorongan : Tidak terkaji
Bunyi jantung : S1 S2 tunggal
Frekuensi :78x/mnt
Irama : Reguler
Kualitas : Kuat
Murmur : Tidak ada bunyi murmur
Bunyi napas :vesikuler
Desiran vascular : Tidak terkaji
Distensi vena jugularis : Tidak ada distensi
Ekstremitas
Suhu : 36,2oC
Warna : Sawo matang
Pengisian kapiler : <3 detik
Tanda Homan’s :Tidak terkaji
Varises : Tidak ada varises di kedua kaki
Abnormalitas kuku : Tidak ada
Penyebaran/ kualitas rambut : Penyebaran rambut
merata Warna : Hitam beruban
Membran mukosa : Pucat
Bibir : Mukosa bibir lembab
Punggung kuku : Pucat terutama pada daerah yang
90

mengalami luka
Konjungiva : Tidak anemis
Sklera : Tidak ikterik
Diaforesis : Tidak berkeringat

D. Integritas Ego
Subjektif (Gejala)
Faktor stres : Keluarga merasa sedih karena
penyakit pasien tidak kunjung
sembuh
Cara menangani stres : Keluarga sekarang pasrah dengan
tindakan medis yang dilakukan
Masalah-masalahfinansial : pasien beruntung karena biaya
perawatan ditanggung oleh BPJS,
sehingga tidak terlalu memberatkan
finansial keluarga
Status hubungan : Baik
Faktor-faktor budaya : Keluarga mengatakan selama ini
pasien meyakini ketika sedang ada
luka tidak diperbolehkan makan-
makanan yang amis seperti telur,
ikan, dan daging karena akan
membuat lukanya menjadi basah,
gatal-gatal dan lama sembuhnya.
Agama : Islam
Kegiatankeagamaan : Keluarga pasien percaya pada
tidakan medis yang dilakukan serta berdoa memohon kesembuhan
Gaya hidup : Sederhana
Perubahanterakhir
Perasaan-perasaan : Tidak terkaji
Ketidakberdayaan : Tidak terkaji
Keputusasaan : Tidak terkaji

Obyektif (Tanda)
Status emosional (beri tanda cek untuk yang sesuai): Tidak terkaji
Tenang :
Cemas :
91

Marah :
Menarik diri :
Takut :
Mudah tersinggung :
Tidak sabar :
Euforik :

E. Eliminasi
Subjektif (Gejala)
Pola BAB : pasien BAB tadi pagi
Penggunaan laksatif : Tidak ada indikasi
Karakter fases : Lunak
BAB terakhir : tanggal 25 Maret 2021 pagi
Riwayat perdarahan : Tidak ada
Hemoroid : Tidak ada
Konstipasi : Tidak ada
Diare : Tidak ada
Pola BAK : terpsang DC
Inkontimensia/ kapan :
Dorongan :
Frekuensi :
Retensi :
Karakter urine : berwarna kuning,jumlah 500cc/7jam
Nyeri/ rasa terbakar/ kesulitan BAK : Tidak terkaji
Riwayat penyakit ginjal/kandungkemih: Tidak ada
Penggunaan diuretic : Tidak ada

Obyektif (Tanda)
Abdomen
Nyeri tekanLunak/ keras : Teraba lunak
Massa :Tidak ada
Ukuran/ lingkar abdomen : Tidak terkaji
Bising usus : 8 x/mnt
Hemoroid :Tidak ada
Perubahan kandungan kemih : Tidak terkaji
BAK terlalu sering :
92

F. Makanan / Cairan
Subjektif (Gejala)
Diit biasa (tipe) : Diit TKTP
Jumlah makanan per hari : 300cc
Makan terakhir/ masukan : susu cair
Pola diit : makanan cair
Kehilangan selera makan : Tidak terkaji
Mual/ muntah : Tidak ada
Nyeri ulu hati/ salah cerna : Tidak terkaji
Yang berhubungan dengan :
Disembuhkan oleh :
Alergi/ intoleransimakanan : Tidak ada
Masalah-masalah mengunyah/ menelan: pasien mengalami penurunan
kesadaran
Gigi : Lengkap
Berat badan biasa : Tidak terkaji
Berat badan :60 kg
Penggunaan diuretic : Tidak ada

Obyektif (Tanda)
Beratbadansekarang : 60 kg
Tinggibadan : 165 cm
Bentuktubuh : Ideal
Turgor kulit : Cepat
Kelembaban/ kering membran mukosa: Kulit kering bersisik pada
ekstremitas
Edemaumum
Dependen : Tidak ada edem
Periorbital : Tidak ada edem
Asites : Tidak ada asites
Distensi vena jugularis : Tidak ada distensi
Pembesaran tiroid : Tidak ada pembesaran tiroid
hernia/massa : Tidak ada massa
Halitosis : Tidak ada bau mulut
Kondisi gigi/ gusi : selama sakit oral hygiene dilakukan
perawat waktu pagi hari
Penampilan lidah : putih kotor
93

Membran mukosa : Lembab


Bising usus : 8 x/ mnt
Bunyi napas : vesikuler
Urin S/ A atauKemstiks : Warna urin
kuning Serum glucose(Glucometer) : GDA 455 gr/dl

G. Kebersihan
Subjektif (Gejala)
Aktivitas sehari-hari : Imobilisasi di bed
Tergantung/ Mandiri : Tergantung pada orang lain
Mobilitas : Dibantu / terbatas
Makan : Diit makanan cair
Higiene : Dibantu
Berpakaian : Dibantu
Toileting : Dibantu
Waktu mandi yang diinginkan : Pagi dengan mandi
lap Pemakaian alat bantu/ prostetik : Tidak ada
Bantuan diberikan oleh : Perawat

Obyektif (Tanda)
Penampilan umum :-
Cara berpakaian : Pasien menggunakan pakaian dari
ruangan dan perlu bantuan unutk
mengenakannya
Kebiasaan pribadi : Tidak terkaji
Bau badan : Terdapat bau badan
Kondisi kulit kepala :Kulit Kepala bersih
Adanyakutu : Tidak ada

H. Neurosensori
Subjektif (Gejala)
Rasa ingin pingsan/ pusing : Tidak terkaji
Sakit kepala : Tidak terkaji
Frekuensi : Tidak terkaji
Kesemutan/ kebas/ kelemahan (lokasi): Tidak terkaji
Stroke (gejala sisa) : Tidak terkaji
Kejang : Tidak ada
94

Tipe :Tidak ada


Frekuensi :Tidak ada
Status postiktal :Tidak terkaji
Cara mengontrol :Tidakada
Mata : membuka secara spontan
Kehilangan penglihatan : Tidak
terkaji Pemeriksaanterakhir
Glaukoma : Tidak terkaji
Katarak : Tidak terkaji
Telinga : Tidak terkaji
Kehilangan pendengaran : Tidak terkaji
Pemeriksaanterakhir : Tidak terkaji
Penciuman : Tidak terkaji
Epistaksis : Tidak ada

Obyektif (Tanda)
Status mental : Pasien terlihat gelisah karena sesak
napas
Orientasi/ disorientasi : Tidak terkaji
Waktu : Tidak terkaji
Tempat : Tidak terkaji
Orang : Tidak terkaji
Kesadaran : Delirium
Mengantuk : Tidak terkaji
Letargi : pasien terlihat lemas
Stupor : pasien mengalami penurunan
kesadaran
Koma: : Tidak
Kooperatif :Tidak
Menyerang : Tidak
Delusi : Tidak ada
Halusinasi : Tidak terkaji
Afek (gambarkan) : Tidak terkaji
Memori : Tidak terkaji
Saat ini : Tidak terkaji
Yang lalu : Tidak terkaji
Kacamata : Tidak terkaji
95

Kontak lensa : Tidak terkaji

Alat bantu dengar : Tidak ada


Ukuran/ rekasi pupil : mengecil ketika terkena cahaya
Kanan/Kiri : Isokor,+/+
Facial drop : Tidak ada
Menelan : Tidak terkaji
Genggaman tangan/lepasKanan/Kiri : Tidak terkaji
Postur : Ideal
Refleks tendom dalam : Tidak terkaji
Paralisis : Tidak terkaji

I. Nyeri / Ketidaknyamanan
Tidak terkaji

J. Respirasi
Subjektif (Gejala)
Dispnea yang berhubungan dengan batuk/ sputum : pasien terlihat sesak,
bernapas dengan membuka mulut,
terdapat napas cuping hidung.
Terdapat penggunaan otot bantu
pernapasan
Riwayatbronkitis : Tidak ada
Asma ; Tidak ada
Tuberkulosis : Tidak ada
Emifisema : Tidak ada
Pneumonia kambuhan : Tidak
ada Pemanjanan terhadap udara berbahaya: Tidak
ada
Perokok : pasien merokok sejak masih bujang
Pak/ hari : paling banyak ½ pack/hari
Lama dalamtahun : sejak masih bujang
Penggunaanalat bantu pernapasan : Terpasang NRM 8 lpm
Oksigen : Terpasang NRM 8 lpm

Obyektif (Tanda)
Pernapasan
Frekuensi : 24x / mnt
96

Kedalaman : dangkal
Simetris : Pergerakan kanan kiri simetris
Penggunaan otot-otot asesori : Terdapat penggunaan otot bantu
pernapasan
Napas cuping hidung : Terdapat pernapasan cupin hidung
Fremitus : Tidak terkaji
Bunyinapas : vesikuler
Egofoni : Tidak terkaji
Sianosis : Tidak ada sianosis
Jari tabuh : Tidak ada clubbing finger
Karakteristik sputum :Tidak ada sekret
Fungsi mental/ gelisah : Pasien terlihat gelisah karena sesak
napas

K. Keamanan
Subjektif (Gejala)
Alergi/ sensitivitas : Tidak ada alergi
Reaksi : Tidak ada
Perubahan system imun sebelumnya : Tidak
ada Penyebab : Tidak
ada
Riwayat penyakit hubunga nseksual(tanggal/tipe): Tidak ada
Pemeriksaan : Tidak ada
Perilaku resiko tinggi : Pasien resiko tinggi jatuh karena
mengalami penurunan kesadaran
Tranfusi darah/ jumlah : Tidak ada
Kapan : Tidak ada
Gambaranreaksi : Tidak ada
Riwayat cedera kecelakaan : Tidak ada
Fraktur/ dislokasi : Tidak ada
Artritis/ sendi tak stabil : Tidak ada
Masalah punggung : Tidak terkaji
Perubahan pada tahilalat : Tidak ada
Pembesaran nodus : Tidak ada pembesaran
kelenjar Kerusakan penglihatan, pendengaran: : Tidak terkaji
Protese : Tidak ada mata palsu
Alatambulatori : Tidak menggunakan alat bantu
ambulasi
97

Obyektif (Tanda)
Suhutubuh : 36,2oC
Diaforesis : Tidak ada
Integritas kulit : Terdapat gangguan integritas kulit di
daerah pedis sinistra
Jaringan parut : Tidak ada
Kemerahan : Kemerahan di sekitar area luka
Laserasi : Terdapat laserasi , ukuran luka ± 2
x 2,5 cm pada jari telunjuk kaki kiri
dengan nekrosis yang keras, dan 1.5 x
2 cm di punggung kaki kiri yang
sudah terjadi granulasi
Ulserasi :Tidak ada
Ekimosis : Tidak ada lebam
Lepuh : Tidak ada luka melepuh
Luka bakar(derajat/ persen) : Tidak ada luka bakar
Drainase : Tidak ada

Tandai lokasi pada diagram di bawahini :

KekuatanUmum
Tonus otot :Tidak terkaji
Cara berjalan : Tidak terkaji
ROM : Tidak terkaji
Parestesia/ paralisis : Tidak terkaji
Hasil kultur, Pemeriksaan system imun : Tidak ada
98

L. Seksualitas (Komponen dari Integritasdan Interaksi Sosial)


Subjektif (Gejala)
Tidak terkaji

M. Interaksi Sosial
Subjektif (Gejala)
Status perkawinan : Kawin
Lama : 27Th
Hidupdengan : Istri dan anak
Masalah-masalah/ stres : Keluarga merasa sedih karena
penyakit pasien tidak kunjung
sembuh
Keluargabesar : Tidak terkaji
Orang pendukung lain : Tidak terkaji
Peran dalam struktur keluarga : ayah dan kepala keluarga
Masalah-masalah yang berhubungan dengan penyakit/ kondisi :
Peran ayah terganggu terutama dalam mencari nafkah dikarenakan
hanya bekerja 3-4 hari saja dalam seminggu karena penyakit yang
diderita
Perubahan bicara :Tidak terkaji
Penggunaan alat bantu komunikasi: Tidak ada
Adanya laringektomi :Tidak ada

Obyektif (Tanda)
Bicara :Pasien hanya mengerang
Tidakdapatdimengerti : Pasien hanya
mengerang Afasia : Tidak terkaji
Pola bicara tak biasa/ kerusakan : Tidak
terkaji Pengunaan alat bantu bicara :
Tidak ada
Komunikasi verbal/ nonverbal dengankeluarga/ orang terdekat lain:
Tidak terkaji
Pola interaksi keluarga (perilaku):Tidak terkaji
99

N. Penyuluhan/Pembelajaran
Subjektif (Gejala)
Bahasa dominan (khusus) : Bahasa Indonesia dan Jawa
Melek huruf : Melek huruf
Tingkat pendidikan : SMP
Ketidakmampuan belajar (khusus): Tidak terkaji
Keterbatasan kognitif : Tidak terkaji
Keyakinan kesehatan/ yang dilakukan: Keluarga mengatakan selama
ini pasien meyakini ketika sedang ada
luka tidak diperbolehkan makan-
makanan yang amis seperti telur,
ikan, dan daging karena akan
membuat lukanya menjadi basah,
gatal-gatal dan lama sembuhnya.
Selain itu pasien merawat luka
menggunakan salep saja setelah
mandi dan ditutup plastic ketika di
sawah.
Faktor resiko keluarga (tandai hubungan)
Diabetes : Tidak
ada
Tuberkulosis : Tidak ada
Penyakitjantung : Tidak ada
Stroke : Tidak ada
TD tinggi : Tidak ada
Epilepsi : Tidak ada
Penyakitginjal : Tidak ada
Kanker : Tidak ada
Penyakitjiwa : Tidak ada
Lain-lain : Tidak ada

Obat yang diresepkan (lingkaridosisterakhir) :


 Infus NaCl 0,9% 1500 cc/24 jam
 Injeksi insulin 3 x 4 unit (hormone yang mengubah glukosa
menjadi ATP)
 Injeksi cefoperazone sulbactam 2 x 3gr (sebagai antibiotik)
 Metronidazole 3 x 1 flash (500mg)(sebagai antibiotik)
10

 Syringpump Vascon 50 nano (untuk meningkatkan tekanan


darah) Obat obatan resep:
Obat-obat bebas : Salep luka yang dibeli di apotik
Obat-obat jalanan :Tidak ada
Tembakau : Tidak ada
Perokok tembakau : Sejak masih bujang pasien
perokok
Penggunaan alkohol (jumlah/ rekuensi) :Tidak ada
Diagnosa saat masuk perdokter : Sepsis + Hiperglikemi +
Gangrene Pedis Sinistra
Alasan di rawat per pasien : Pasien mengalami sesak
napas sejak semalam yang
tidak mereda
Riwayat keluhan terakhir : Sesak napas
Harapan pasien terhadap perawatan/ pembedahansebelumnya: cepat
sembuh dari penyakit
Bukti kegagalan untuk perbaikan : Luka semakin meluas
Pemeriksaan fisik lengkap terakhir : Tidak ada

PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Tanggal 24 Maret 2021
Jenis pemeriksaan Hasil Satuan Nilai acuan
Hematologi
Darah lengkap
Hemoglobin 13.9 g/dL 13.4 - 17.7
Hitung leukosit 24.37 103/µL 4.3 - 10.3
Trombosit 555 103/µL 142 – 424
Hematokrit 41.3 % 40 – 47
Hitung eritrosit 4.88 106/µL 4.0 - 5.5
MCV 84.6 fL 80 – 93
MCH 28.5 pg 27 – 31
MCHC 33.7 g/dL 32 – 36
Hitung jenis leukosit :
 Eosinophil 0.6 % 0–3
 Basophil 0.9 % 0–1
 Neutrophil 86.3 % 50 – 62
 Limfosit 7.5 % 25 – 40
 Monosit 4.6 % 3–7
10

NLR (neutrophil limfosit ratio) 11.5


ALC (absolut limfosit count) 1828
Kimia klinik
SGOT 11 U/L 8 – 31
SGPT 15 U/L 6 – 40
BUN 49.0 U/L 10 – 20
Creatinine 1.40 mg/dL 0.6 – 1.1
T
Glukosa darah sewaktu 510 mg/dL < 140
a Natrium darah 125 mg/dL 136 – 145
nKalium darah 5.13 Mmol/L 3.5 – 5.1
gClorida darah 93 Mmol/L 97 - 111
gal 25 Maret 2021
Jenis pemeriksaan Hasil Satuan Nilai acuan
Urinalisis
Urin lengkap (UF)
Glukosa Positive Negative
Bilirubin Negative Negative
Keton Positive Negative
Berat jenis 1.010 1.005 – 1.030
Darah samar Positive Negative
PH 5.5 4.6 – 8.0
Protein Positive Negative
Urobilinogen Negative Negative
Nitrit Negative Negative
Leukosit Positive Negative
Sedimen urin :
Sel :
 Eritrosit RBC (/HPF) 60.60 /HPF <= 3
 Leukosit WBC (/HPF) 21.90 /HPF <= 2
 Epitel EC (/HPF) 6.00 /HPF <= 1
Kristal
 Ca. oxalat Negative Negative
 Triple phospat Negative Negative
 Uric acid Negative Negative
 Cystine Negative Negative
Silinder
 Silinder hialin Negative Negative
 Silinder eritrosit Negative Negative
 Silinder leukosit Negative Negative
 Silinder granular Negative Negative
10

 Silinder waxy Negative Negative


 Silinder lemak Negative Negative
Bakteri BACT (/HPF) 23300.00 /ml <= 26400.00
Jamur Negative Negative
tricomonas Negative Negative

Pemeriksaan EKG : atrial tachycardia


Analisa data
Data Etiologi Masalah
DS :keluarga mengatakan Hiperglikemi kerusakan integritas kulit
pasien sudah memiliki b/d neuropati perifer d/d
luka sejak ±3-4 bulan yang Suplai O2 & nutrien ke adanya kerusakan lapisan
lalu karena goresan batu di jaringan berkurang kulit.
sawah.
DO : penurunan sistem
 Terdapat ulkus kaki imunitas gangguan
diabetikum grade 4 vaskuler neuropati
dan 1 di pedis sinistra
 Luka dengan sedikit Penurunan sensori
slough, tidak berbau
 Ukuran luka ± 2 x 2,5 Gesekan atau tekanan
cm pada jari telunjuk
kaki kiri dengan Dipicu adanya luka
nekrosis yang keras,
dan 1.5 x 2 cm di Penyembuhan lama
punggung kaki kiri
yang sudah terjadi Gangrene
granulasi
 Kemerahan di sekitar Gangguan integritas kulit
luka
 Terdapat pengeluaran
eksudat berlebih
terutama bagian jari
kaki
DS : Hiperglikemi resiko infeksi d/d adanya
DO : kerusakan lapisan kulit
 Leukosit 24.37103/µL, Suplai O2 & nutrien ke dan peningkatan leukosit
 Leukosit dalam urin jaringan berkurang
positif
10

 lemas penurunan sistem imunitas


 Mendapat terapi gangguan vaskuler
metronidazole 3 x 1 neuropati
flash (500mg)
 Injeksi cefoperazone Penurunan
sulbactam 2 x 3gr,
510mg/dL sensori
 Adanya luka di daerah
pedis sinistra. Gesekan atau

tekanan Dipicu

adanya luka

Penyembuhan lama

Resiko infeksi

DS : Percepatan laju jantung pola napas tidak efektif


DO : b/d depresi pusat
 Pasien tampak sesak Peningkatan sirkulasi pada pernapasan d/d adanya
 Terdapat penggunaan paru dyspnea dan penggunaan
otot bantu pernapasan otot bantu pernapasan
 Pola napas takipnea, Pernapasan meningkat
dangkal dan cepat
 SpO2 99% Ketidakstabilan pertukaran
 Terdapat pernapasan gas
cuping hidung
 Gambaran EKG Sesak, napas dangkal
menunjukkan atrial
takikardi. Pola napas tidak efektif
Ds : Diit DM tidak adekuat, Ketidakstabilan glukosa
Do : kurang aktivitas darah b/d disfungsi
 Pasien terlihat lemas pancreas d/d kondisi lemas
 GDA 510mg/dL. Sel ß pancreas terganggu dan GDA 510mg/dL.

Produksi insulin turun

Hiperglikemi

Tubuh gagal meregulasi


hiperglikemi
10

Ketidakstabilan glukosa
darah

Masalah priorotas berdasarkan intervensi perawatan luka yang akan dilakukan


kerusakan integritas kulit b/d neuropati perifer d/d adanya kerusakan lapisan kulit

Interbvensi keperawatan
Masalah Keperawatan Tujuan Keperawatan Intervensi Keperawatan
Gangguan integritas Setelah dilakukan asuhan Intervensi utama :
kulit berhubungan keperawatan selama 3 x Perawatan luka
dengan neuropati perifer 24 jam, diharapkan Observasi
dibuktikan dengan gangguan integritas kulit  Monitor karakteristik
adanya kerusakan menurun dengan kriteria luka (mis. drainase,
lapisan kulit. hasil : warna, ukuran, bau)
e. Kerusakan lapisan  Monitor tanda- tanda
kulit menurun (dari 3 infeksi
ke 4)  Monitor kadar glukosa
f. Nekrosis menurun darah
(dari 3 ke 4)  Monitor kadar leukosit
g. Kemerahan menurun Terapeutik
(dari 3 ke 4)  Lepaskan balutan dan
h. Suhu kulit membaik plester secara perlahan
(dari 3 ke 4)  Bersihkan dengan
cairan NaCl atau
pembersih nontoksik
 Bersihkan jaringan
nekrotik
10

 Pasang balutan sesuai


jenis luka
 Pertahankan teknik
steril saat melakukan
perawatan luka
 Ganti balutan sesuai
jumlah eksudat dan
drainase
Edukasi
 Jelaskan tanda dan
gejala infeksi
 Ajarkan prosedur
perawatan luka secara
mandiri
 Anjurkan
mengkonsumsi
makanan tinggi kalori
dan protein
Kolaborasi
 Kolaborasikan
pemberian
antibiotic
 Kolaborasikan
pemberian insulin
10

Implementasi dan evaluasi


No Tanggal Diagnose Implementasi Evaluasi
1. 25/03/2021 Gangguan  Monitor karakteristik luka (mis. S : -
integritas kulit drainase, warna, ukuran, bau) O:
Hasil :didapatkan ulkus kaki  Kemerahan di sekitar luka
diabetikum grade 4 dan 1 di pedis  grade 4 dan 1 di pedis sinistra,
sinistra, tampak luka dengan sedikit
slough, tidak berbau, ukuran luka ± 2 tampak luka dengan sedikit
x 2,5 cm pada jari telunjuk kaki kiri slough, tidak berbau, ukuran
dengan nekrosis yang keras, dan 1.5 x luka ± 2 x 2,5 cm pada jari
2 cm di punggung kaki kiri yang sudah
telunjuk kaki kiri dengan
terjadi granulasi, luka meluas terutama
dibagian bawah, teraba dingin, nekrosis yang masih keras, dan
kemerahan di sekitar luka, serta 1.5 x 2 cm di punggung kaki
terdapat pengeluaran eksudat berlebih
kiri
sampai keluar verban
 Monitor tanda- tanda infeksi  Akral dingin
Hasil :berupa kemerahan di daerah  Jaringan nekrosis masih keras
sekitar luka, terdapat slough, akral di
 Terjadi granulasi di area
ekstremitas bawah dingin, terdapat
pengeluaran eksudat berlebih. punggung kaki, namun
 Lepaskan balutan dan plester secara pengeluaran eksudat masih
perlahan banyak terutama daerah jari
 Bersihkan dengan cairan NaCl
 GDA 455 gr/dl.
 Bersihkan jaringan nekrotik
10

Hasil : dilakukan pengompresan A : gangguan integritas kulit teratasi


jaringan nekrotik menggunakan NaCL sebagian
0,9% selama 15 menit P : intervensi dilanjutkan
 Pasang balutan sesuai jenis luka  Monitor karakteristik luka (mis.
Hasil : menggunkakan ca. alginate dan drainase, warna, ukuran, bau)
foam dressing  Monitor tanda- tanda infeksi
 Pertahankan teknik steril saat  Lepaskan balutan dan plester
melakukan perawatan luka secara perlahan
Hasil : melakukan hand hygiene  Bersihkan dengan cairan NaCl
sebelum tindakan, memakai handscoon  Bersihkan jaringan nekrotik
bersih untuk membuka balutan dan  Pasang balutan sesuai jenis luka
handscoon steril saat perawatan luka  Pertahankan teknik steril saat
 Ganti balutan sesuai jumlah eksudat melakukan perawatan luka
dan drainase  Ganti balutan sesuai jumlah
Hasil : penggantian balutan dilakukan eksudat dan drainase
1x sehari waktu pagi  Kolaborasikan pemberian
 Jelaskan tanda dan gejala infeksi antibiotic
 Monitor kadar glukosa darah injeksi cefoperazone sulbactam
Hasil : 455 gr/dl 3gr
 Ajarkan prosedur perawatan luka loading metronidazole 1 flash
secara mandiri (500mg)
 Anjurkan mengkonsumsi makanan
tinggi kalori dan protein
Hasil : pasien mendapatkan diet
makanan TKTP cair (susu)
10

 Kolaborasikan pemberian antibiotic


Hasil :
injeksi cefoperazone sulbactam 3gr
loading metronidazole 1 flash
(500mg)
2. 26/03/2021 Gangguan  Monitor karakteristik luka (mis. S : -
integritas kulit drainase, warna, ukuran, bau) O:
Hasil :didapatkan ulkus kaki  Kemerahan di sekitar luka
diabetikum grade 4 dan 1 di pedis
 Luas luka grade 4 dan 1 di
sinistra, tampak luka dengan sedikit
slough, tidak berbau, ukuran luka ± 2 pedis sinistra, tampak luka
x 2,5 cm pada jari telunjuk kaki kiri dengan sedikit slough, tidak
dengan nekrosis yang masih keras, dan berbau, ukuran luka ± 2 x 2,5
1.5 x 2 cm di punggung kaki kiri yang
cm pada jari telunjuk kaki kiri
sudah terjadi granulasi, luka meluas
terutama dibagian bawah, akral masih dengan nekrosis yang masih
dingin, kemerahan di sekitar luka, serta keras, dan 1.5 x 2 cm di
terdapat pengeluaran eksudat berlebih
punggung kaki kiri
tetapi tidak sampai merembes keluar
verban  Akral dingin
 Monitor tanda- tanda infeksi  Jaringan nekrosis masih keras
Hasil :berupa kemerahan di daerah tidak
sekitar luka, terdapat slough, akral di
ekstremitas bawah dingin, terdapat  Terdapat granulasi pada luka di
pengeluaran eksudat berlebih. area punggung kaki
 Monitor kadar glukosa darah  Pengeluaran eksudat masih
10

Hasil : 420 gr/dl banyak tetapi tidak sampai


 Lepaskan balutan dan plester secara merembes keluar balutan
perlahan
 GDA 420 gr/dl.
 Bersihkan dengan cairan NaCl
 Bersihkan jaringan nekrotik A : gangguan integritas kulit teratasi
Hasil : dilakukan pengompresan sebagian
jaringan nekrotik menggunakan NaCL P : intervensi dilanjutkan
0,9% selama 15 menit  Monitor karakteristik luka (mis.
 Pasang balutan sesuai jenis luka drainase, warna, ukuran, bau)
Hasil : menggunkakan ca. alginate dan  Monitor tanda- tanda infeksi
foam dressing  Lepaskan balutan dan plester
 Pertahankan teknik steril saat secara perlahan
melakukan perawatan luka  Bersihkan dengan cairan NaCl
Hasil : melakukan hand hygiene  Bersihkan jaringan nekrotik
sebelum tindakan, memakai handscoon  Pasang balutan sesuai jenis luka
bersih untuk membuka balutan dan  Pertahankan teknik steril saat
handscoon steril saat perawatan luka melakukan perawatan luka
 Ganti balutan sesuai jumlah eksudat  Ganti balutan sesuai jumlah
dan drainase eksudat dan drainase
Hasil : penggantian balutan dilakukan  Kolaborasikan pemberian
1x sehari waktu pagi antibiotic
 Kolaborasikan pemberian antibiotic injeksi cefoperazone sulbactam
Hasil : 3gr
injeksi cefoperazone sulbactam 3gr loading metronidazole 1 flash
loading metronidazole 1 flash (500mg)
(500mg)
11

3. 27/03/2021 Gangguan  Monitor karakteristik luka (mis. S:-


integritas kulit drainase, warna, ukuran, bau) O:
Hasil :didapatkan ulkus kaki  kemerahan di sekitar luka
diabetikum grade 4 dan 1 di pedis
 akral hangat
sinistra, tampak luka dengan sedikit
slough, tidak berbau, ukuran luka ± 2  jaringan nekrosis mulai lunak
x 2,5 cm pada jari telunjuk kaki kiri terutama bagian tepi dan mulai
dengan nekrosis yang mulai lunak dan terkelupas
mengelupas pada bagian tepi, dan 1.5 x
2 cm di punggung kaki kiri yang sudah  granulasi mulai melebar pada
terjadi granulasi yang mulai melebar, luka di area punggung kaki
luka meluas terutama dibagian bawah,  pengeluaran eksudat masih
teraba dingin, kemerahan di sekitar
banyak tetapi tidak sampai
luka, serta terdapat pengeluaran
eksudat berlebih tetapi tidak sampai merembes keluar balutan
merembes keluar  GDA 397 gr/dl.
 Monitor tanda- tanda infeksi
A : gangguan integritas kulit teratasi
Hasil :berupa kemerahan di daerah
sebagian
sekitar luka, terdapat slough, akral di
P : intervensi dilanjutkan perawat
ekstremitas bawah dingin, terdapat ruangan
pengeluaran eksudat berlebih.
 Monitor kadar glukosa darah
Hasil : GDA 397 gr/dl
 Monitor kadar leukosit darah
Hasil : kadar leukosit darah 18,21
11

103/µL
 Lepaskan balutan dan plester secara
perlahan
 Bersihkan dengan cairan NaCl
 Bersihkan jaringan nekrotik
Hasil : dilakukan pengompresan
jaringan nekrotik menggunakan NaCL
0,9% selama 15 menit
 Pasang balutan sesuai jenis luka
Hasil : menggunkakan ca. alginate dan
foam dressing
 Pertahankan teknik steril saat
melakukan perawatan luka
Hasil : melakukan hand hygiene
sebelum tindakan, memakai handscoon
bersih untuk membuka balutan dan
handscoon steril saat perawatan luka
 Ganti balutan sesuai jumlah eksudat
dan drainase
Hasil : penggantian balutan dilakukan
1x sehari waktu pagi
 Anjurkan mengkonsumsi makanan
tinggi kalori dan protein
Hasil : pasien mendapatkan diet
makanan TKTP cair (susu)
11

 Kolaborasikan pemberian antibiotic


Hasil :
injeksi cefoperazone sulbactam 3gr
loading metronidazole 1 flash
(500mg)
11

Lampiran 2
11

Lampiran 3
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR PERAWATAN LUKA DENGAN
NaCl 0,9% DAN MODERN DRESSING
Tahap Pra Interaksi 1. Mengecek care plan pasien
2. Menyiapkan alat :
Satu set perawatan luka steril/bak steril:
1) Sarung tangan
2) Pinset anatomi
3) Pinset chirurgis
4) Gunting jaringan
5) Kassa steril
6) Kom berisi larutan pembersih (NaCl 0,9%)
Alat non steril:
1) Sarung tangan non steril
2) Cairan Nacl 0,9%
3) Pengalas sesuai luas luka
4) Kapas alkohol
5) Korentang
6) Perlak atau penghalas
7) Bengkok
8) Gunting verban/plester
9) Verban
10) Plester
11) Obat sesuai program terapi
12) Tempat sampah
Tahap orientasi 1) Memberikan salam dan menyapa pasien
2) Menjelaskan tujuan, waktu yang dibutuhkan dan
prosedur tindakan pada keluarga/klien
3) Menanyakan kesiapan klien sebelum kegiatan
dilakukan
Tahap kerja 1) Menjaga privacy
2) Mengatur posisi pasien sehingga luka dapat terlihat
jelas
3) Membuka peralatan
4) Memakai sarung tangan
5) Membasahi balutan dengan alkohol/swah bensin dan
buka dengan menggunakan pinset
6) Membuka balutan lapisan terluar
7) Membersihkan sekitar luka dan bekas plester
8) Membuka balutan lapisan dalam
11

9) Menekan tepi luka (sepanjang luka) untuk


mengeluarkan pus
10) Melakukan debridement
11) Membersihkan luka dengan menggunakan NaCl
12) Bila terdapat jaringan nekrosis ( berwarna kuning
atau hitam), lakukan debridement (dengan gunting
atau pisau) atau
13) Melakukan kompres menggunakan NaCl dan tutup
dengan kassa 10-15 menit jika nekrosis keras
14) Keringkan luka dengan kassa steril
15) Berikan topical terapi yang sesuai berdasarkan warna
luka, banyak eksudat da nada tidaknya infeksi.
16) Balut luka secara tertutup (Moisture Balance) pada
beberapa jenis topical tidak memerlukan kasa lagi
sebagai balutan kedua misalnya hydrocolloid dan
poliurathane foam 1
17) Berikan tambahan padding/gause bila eksudat sangat
banyak/plester/elastis verban (Sesuaikan dengan
kondisi)
18) Tutup dengan perekat
19) Kaji pergerakan dan rasa nyaman klien setelah
dibalut
Tahap terminasi 1) Melakukan evaluasi tindakan yang dilakukan
2) Berpamitan dengan klien
3) Membereskan alat-alat
4) Mencuci tangan
5) Mencatat kegiatan dalam lembar/catatan keperawatan
Evaluasi 1) Tanda-tanda penyembuhan luka.
2) Karakteristik drainage.
3) Tanda-tanda inflamasi
4) Tingkat nyeri.
Sumber : HCU. (2015). SOP Perawatan Luka Modern. RS Dr. Soedono Madiun
11

Lampiran 4
Hari ke-1 perawatan

Hari ke-3 perawatan


11

Lampiran 5
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN PEMKAB JOMBANG
PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN
Jalan Dr. Sutomo Nomor 75-77 Jombang 61410 Jawa Timur Telepon: 0321-870214, Fax: 0321870214
Laman:

LEMBAR KONSULTASI

Nama : Fatqur Rohman


NIM 201204028

Program Studi : Profesi


Ners Judul :
Pembimbing :
Kegiatan Konsultasi

Tanda Tangan
No. Hari/Tanggal Materi Konsultasi
Pembimbing
Rabu, 10 Maret Konsultasi judul
1 2021
Kamis, 25 Maret Konsultasi logbook hari pertama
2 2021 pengkajian
Kamis, 05 Mei Konsultasi logbook hari kedua
3 2021 implementasi

Selasa, 15 Juni Konsultasi BAB I


4 2021

Senin, 21 Juni Konsultasi BAB II dan III


5 2021

Minggu, 27 Juni Konsultasi revisi penulisan BAB I-


6 2021 III, dan mengirim BAB IV dan V
11

Lampiran 6

SURAT PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN

Judul : Asuhan keperawatan diabetes melitus dengan masalah


……….keperawatan gangguan integritas kulit menggunakan intervensi
perawatan luka dengan NaCl 0,9% dan dressing modern

Peneliti : Fatqur Rohman

NIM 201204028

Bahwa saya diminta untuk BERSEDIA/TIDAK BERSEDIA berperan serta


dalam penelitian ini sebagai responden dengan bersedia dilakukan perawatan luka serta
mengikuti kegiatan penelitian dari penulis.

Sebelumnyasaya telah diberi penjelasan tentang tujuan penelitian ini dan saya telah
mengerti bahwa peneliti akan merahasiakan identitas, maupun informasi yang saya berikan.
Apabila saat kegiatan penelitian berlangsung menimbulkan ketidaknyamanan bagi saya, peneliti
akan menghentikan pada saat ini dan saya berhak mengundurkan diri.

Demikian persetujuan ini saya buat secara sadar dan sukarela, tanpa adanya unsur
paksaan dari siapapun, saya menyatakan setuju menjadi responden dalam penelitian proposal.

Madiun,25 Maret 2021


Saksi Partisipan
11

Daftar Pustaka

, Jombang, D. (2019). Profil Kesehatan Kabupaten Jombang 2019. Jombang : Dinas Kesehatan
Kab. Jombang.
Azis, W. (2020). Hubungan Tingkat Pengetahuan dengan Gaya Hidup Penderita Diabetes
Mellitus. Jurnal Penelitian Perawat Profesional, 2(1), 105–114.
https://doi.org/10.37287/jppp.v2i1.52
Brunner, S. (2016). Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC.
Chadwick,et all. (2015). International Best Practice Guidelines : Wound Management in
Diabetic Foot Ulcer Wound International. Retrieved from www.woundsinternational.com
Devina, V. (2019). Cara Perawatan Luka Yang Baik Dan Aman. Alodokter. Retrieved from
https://www.alodokter.com/serba-serbi-perawatan-luka-terbuka-yang-baik
Dokter, K. (2021). Obat NaCl 0,9%. Retrieved from https://www.klikdokter.com/obat/nacl-09
Kowalak. (2016). Jakarta: EGC. Buku Ajar Patofisiologi. Jakarta: EGC.
Madiun, D. (2018). Profil Kesehatan Kota Madiun Tahun 2018. Madiun : Dinkes Madiun.
PERKENI. (2019). Konsensus Pengelolaan Dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 Di
Indonesia 2015.Pengurus Besar Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (PB Perkeni).
Jurnal Kensus., Vol. 1. do.
Singh, S. (2018). Diabetic Foot Ulcer-Diagnosis and Management. Clinical Research on Foot &
Ankle 1: 120. https://doi.org/10.4172/2329- 910X.1000120
Soedarsono. (2016). Cara Alami Mencegah Dab Mengobati Diabetes. Surabaya : Stomata.
Soelistijo.(2019). Pedoman Pengelolaan Dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 Dewasa Di
Indonesia, 1–117. Retrieved from https://pbperkeni.or.id/wp-
content/uploads/2020/07/Pedoman-Pengelolaan-DM-Tipe-2-Dewasa-di-Indonesia-eBook-
PDF-1.pdf
Soep, & Triwibowo. (2019). Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penyembuhan Luka Gangrene
Pada Penderita Diabetes Mellitus Di Ruang Rawat Inap Rsud Dr. Pirngadi Medan. Jurnal
Ilmiah PANNMED (Pharmacist, Analyst, Nurse, Nutrition, Midwivery, Environment,
Dentist), 10(2), 241–245. https://doi.org/10.36911/pannmed.v10i2.306
Supriyanto, J. (2015). Ketepatan Perawat Merawat Luka Dengan NaCl 0,9% Pada Asuhan
Keperawatan Tn. R Dengan Vulnus Laceratum Di IGD RSUD Sukoharjo. D3 STIKES
Husada Surakarta.
Syahputra. (2018). Perbedaan Kondisi Luka Sebelum Dan Setelah Perawatan Dengan
Menggunakan Teknik Modern Dressing Pada Penderita Ulkus Diabetikum Di Klinik Griya
Afiat Makassar. FIK Universitas Islam Negeri Alaudding Makasar.
Utami, P. (2018). Tanaman Obat Untuk Mengatasi Diabetes Mellitus. Jakarta : Tim Lentera.
Yunita, S. (2019). Penerapan Prosedur Perawatan Luka Pada Pasien Dengan Gangguan
Integritas Jaringan Akibat Diabetes Mellitus Di Rsud Dr. Chasbullah Abdulmadjid Kota
Bekasi. D3 Poltekes Bekasi.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2016. Standar Diagnose Keperawatan Indonesia. Jakarta : PPNI

Anda mungkin juga menyukai