Anda di halaman 1dari 32

MANAJEMEN RESIKO KESELAMATAN KESEHATAN

KERJA (K3) PADA PEKERJAAN KONSTRUKSI JALAN TOL


PEKANBARU-BANGKINANG
( Studi kasus : Pada pekerjaan pembuatan saluran drainase )
Mursyid Khalid

1922201032

Fakultas Teknik, Teknik Sipil, Universitas Abdurrab

Email: mursyid.khalid19@student.univrab.ac.id

ABSTRAK

Proyek konstruksi sangat rentan terhadap kecelakaan. Pembangunan yang


dilaksanakan dengan menggunakan teknologi yang sederhana maupun yang
menggunakan teknologi yang canggih, memiliki resiko yang dapat menimbulkan
bahaya kecelakaan kerja hingga mengakibatkan kerugian bagi suatu perusahaan
jasa konstruksi. Kerugian jiwa, material, uang dan waktu merupakan akibat-akibat
akan menghambat secara pelaksanaan proyek konstruksi. Keselamatan dan
kesehatan kerja bertujuan untuk menciptakan kondisi yang aman bagi tenaga
kerja, sehingga mampu meningkatkan manajemen risiko.

Angka kecelakaan kerja di Indonesia dari tahun ke tahun semakin


bertambah. Berdasarkan data statistik Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
(BPJS) Ketenagakerjaan mencatat pada tahun 2018 angka kecelakaan kerja yang
dilaporkan berjumlah 173.105 kasus, jumlah kasus kecelakaan kerja yang tercatat
pada tahun 2018 naik 29% dari tahun 2017. Jumlah ini menjadi jumlah terbanyak
catatan kecelakaan kerja dari tahun 2001.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis resiko kesehatn dan


keselamatan kerja (K3), mengevaluasi resiko kesehatan dan keselamatan kerja
(K3) dan mengendalikan resiko kesehatan dan keselamatan kerja (K3) pada
pekerjaan saluran drainase pada proyek jalan Tol Pekanbaru-Bangkinang
(Rahmawati 2018).
Pada penelitian ini Metode penelitian menggunakan standar AS/NZS
4360:2004 Risk Management. Dari hasil penelitian ini diperoleh bahwa

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Dalam pekerjaan infrastruktur di Indonesia berbanding lurus dengan


resiko kecelakaan kerja.oleh karena itu banyak hal yang perlu diperhatikan
agar proyek pembangunan tersebut dapat berjalan dengan baik dan selesai
sesuai waktu yang telah ditentukan. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam
proyek konstruksi salah satunya adalah kesehatan dan keselamatan kerja, hal
tersebut merupakan salah satu faktor yang dapat mendorong kinerja para
pekerja konstruksi dan meminimalisir resiko kecelakaan kerja. Jika dilihat dari
10 tahun kebelakang bidang konstruksi merupakan sektor penyumbang angka
terbesar yaitu 32% dan sector manufaktur sebesar 31,60%, transportasi 5,3%
kehutanan 3,8% dan pertambangan sebesar 2,6%. Sehingga berdasarkan data
statistic diatas maka diperlukannya penerapan system manajemen kesehatan
dan keselamatan kerja (SMK3) yang sesuai dengan peraturan pemerintah
No.50 Tahun 2012 untuk mengurangi angka kecelakaan kerja di sector
manapun khusus nya di sektor konstruksi.

Kesehatan dan keselamatan kerja dalam dunia konstruksi di atur dalam


UU No.2 tahun 2017 yang membahas tentang standar keamanan,
keselamatan, kesehatan, dan keberlanjutan yang harus dipenuhi oleh
pengguna jasa dan penyedia jasa. Sedangkan sistem penerapan nya di atur
dalam peraturan pemerintah No.5 tahun 2012. Sehingga pada penelitian ini
akan membahas Sistem Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja pada
proyek jalan Tol Pekanbaru – Bangkinang.

Berdasarkan hasil dari wawancara dengan pengawas K3 pada proyek jalan


tol Pekanbaru-Bangkinang diketahui bahwa pekerja konstruksi jalan tol masih
banyak yang belum memahami dan menerapakan K3, sehingga resiko
terjadinya kecelakaan kerja akan semakin besar. Perilaku yang kurang baik
ini dapat disebabkan oleh berbagai faktor yang menjadi latar belakang. Oleh
karena itu penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai “Analisis
Manajemen Resiko Kesehatan dan Keselamatan Kerja Pada Pekerjaan Jalan
Tol Pekanbaru-Bangkinang”. Hal ini akan memberikan informasi yang jelas
tentang hal tersebut sehingga diperlukan penelitian ini.

1.2. Rumusan Masalah

Dari latar belakang diatas dapat dibuat rumusan masalah yaitu :


1. Berapakah besar resiko manajemen kesehatan dan keselamatan kerja
dalam pekerjaan saluran drainase pada proyek Jalan Tol Pekanbaru-
Bangkinang ?
2. Apa saja faktor-faktor benyebab resiko dalam pekerjaan saluran
drainase pada proyek Jalan Tol Pekanbaru-Bangkinang ?
3. Apa saja resiko keselamatan yang sering terjadi pada saat pembuatan
saluran drainase pada proyek Jalan Tol Pekanbaru-Bangkinang ?

1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian


1. Menganalisis berapa besar level resiko manajemen kesehatan dan
keselamatan kerja yang terkait dengan pekerjaan pembuatan saluran
drainase pada proyek jalan tol Pekanbaru – Bangkinang.
2. Menganalisis faktor-faktor penyebab resiko keselamatan dan kesehatan
kerja yang terkait dengan pekerjaan pembuatan saluran drainase pada
proyek jalan tol Pekanbaru – Bangkinang dan Memberikan kontribusi
terhadap kesehatan dan keselamatan kerja dan dapat mensosialisasikan
dalam dunia Pendidikan
3. Mengetahui resiko keselamatan yang sering terjadi pada saat pekerjaan
pembuatan saluran drainase pada proyek jalan tol Pekanbaru –
Bangkinang dan Mengidentifikasi Resiko Kesehatan dan Keselamatan
Kerja pada pembangunan alan tol Pekanbaru – Bangkinang.
1.4. Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif kuantitatif
adalah penelitian yang dilakukan terhadap variabel mandiri, yaitu tanpa
membuat perbandingan, atau menghubungkan dengan variabel yang lain
(Sugiyono, 1999:6). Tujuan penelitian deskriptif adalah untuk membuat
deskripsi, gambaran, lukisan secara sistematis, faktual dan akurat
mengenai fakta, sifat serta hubungan antara berbagai fenomena yang
diselidiki. Pada penelitian ini peneliti mengambil sampel responden
dengan cara penyebaran kuesioner kepada pekerja dan staf PT.Hutama
Karya (persero),tbk. Dan kegiatan proyek konstruksi yang di teliti yaitu
pada pekerjaan saluran drainase jalan tol Pekanbaru-Bangkinang.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis beberapa level resiko
manajemen K3, faktor penyebab resiko K3, dan mengetahui resiko
keselamatan yang sering terjadi pada saat pekerjaan saluran drainase pada
proyek jalan tol Pekanbaru-Bangkinang.

1.5. Sistematika Penulisan


Sistematika penulisan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari
beberapa bab dan sub bab yaitu :
BAB I : Pendahuluan
Pada bab pendahuluan terdiri dari beberapa sub
bab yaitu latar belakang, rumusan masalah, tujuan
dan manfaat penelitian, ruang lingkup penelitian,
dan sistematika penulisan.
BAB II : Tinjauan Pustaka
Pada bab tinjauan pustaka akan dibahas tentang
manajemen resiko kesehatan dan keselamatan
kerja, tahapan manajemen resiko, jenis-jenis
bahaya, alat pelindung diri, dan tujuan penerapan
system manajemen kesehatan dan keselamatan
kerja.

BAB IV : Analisa dan pembahasan


Pada bab analisis dan pembahasan berisikan
tentang tahapan analisis data dan pembahasan dari
hasil analisis.
BAB V : Penutup
Pada bab penutup berisikan tentang kesimpulan
dan saran dari penelitian yang dilakukan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. penelitian Sejenis
Penelitian ini mengacu kepada beberapa penelitian sejenis 10 tahun yang
telah dilakukan, yang dijelaskan secara rinci sebagai berikut :
2.1.1. Eko walujodjati, Satrio Putra Rahadian
“MANAJEMEN RESIKO K3 PEKERJAAN JALAN TOL
CISUMDAWU PHASE III”. Jalan bebas hambatan cisumdawu
phase III yang sedang dibangun terbentang dari Cileunyi hingga
Rancakalong, dalam proyek ini peneliti memfokuskan penelitian
pada analisis pekerjaan bagaimana cara mengidentifikasi mencegah,
mengevaluasi serta mengendalikan resiko resiko pada keselamatan
dan kesehatan kerja. Pada analisis risiko dapat menggunakan cara
menstukturkan terlebih dahulu faktor yang berisiko untuk lebih
memudahkan peneliti menggunakan metode SPSS (Statistical
Program For Social Science) dimana nilai dari dampak frekuensi dari
tingkat risiko tersebut. Hasil analisis dari SPSS kemudian dituangkan
dalam bentuk analisis pada proses pelaksaannya hal ini bertujuan
untuk mengetahui perbandingan jumlah risiko serta tingkat
kepentingan risiko berdasarkan risiko yang terjadi dilapangan.
Rekapitulasi tanggapan responden mengenai analisis pekerjaan
pembangunan Jalan Tol Cisumdawu phase III yaitu Identifikasi
bahaya 63,27% yang dikategorikan kuat, pencegahan risiko 62,00%
yang dikategorikan kuat, evaluasi risiko 63,00% yang dikategorikan
kuat, pengendalian risiko 68,10% yang dikategorikan kuat dan
empati yang dikategorikan kuat.
2.1.2. Afra Faradilla Ihsan
“ANALISA RISIKO KECELAKAAN KERJA MENGGUNAKAN
METODE FMEA PADA PROYEK PEMBANGUNAN JALAN
TOL RUAS SIGLI-BANDA ACEH STRUKTUR ELEVATED”.
Sektor konstruksi memiliki peranan penting dalam pembangunan,
namun turut mencatatkan tingkat kecelakaan kerja yang tinggi.
Kecelakaan kerja pada proyek konstruksi dapat terjadi kapanpun,
cukup sulit untuk dihilangkan sepenuhnya, serta memberikan dampak
dari yang cukup ringan hingga serius. Kecelakaan kerja dapat terjadi
akibat kelalaian individu maupun penerapan peraturan keselamatan
kerja yang kurang maksimal. Kecelakaan kerja pada proyek
konstruksi dapat diminimalisir dan dikurangi dampaknya dengan
penerapan manajemen risiko. Analisis risiko merupakan salah satu
bagian dari manajemen risiko yang berfungsi untuk mengetahui
tingkat risiko kecelakaan kerja. Analisis risiko dalam penelitian ini
dilakukan pada Proyek Pembangunan Jalan Tol Ruas Sigli - Banda
Aceh Struktur Elevated. Metode yang digunakan dalam penelitian ini
yaitu Failure Mode and Effect Analysis (FMEA). Identifikasi risiko
pada proyek konstruksi dilakukan berdasarkan penelitian terdahulu
dan tinjauan lapangan, untuk selanjutnya divalidasi melalui kuesioner
pendahuluan kepada responden. Selanjutnya dilakukan penilaian
tingkat keparahan (severity), tingkat kejadian (occurrence), dan
tingkat deteksi (detection) oleh responden melalui pengisian
kuesioner utama, dengan menggunakan skala penilaian yang telah
ditentukan sebelumnya. Kemudian hasil penilaian diurutkan untuk
mendapatkan variabel nilai Risk Priority Number (RPN) tertinggi.
Risiko kecelakaan kerja dengan nilai RPN tertinggi yaitu pekerja
terjatuh dari ketinggian pada pekerjaan erection girder dengan nilai
RPN 158.667. Pengendalian risiko yang dilakukan untuk
meminimalisir kecelakaan kerja yaitu dengan cara mengubah desain
(ukuran, material, dan spesifikasi teknis) dan mengembangkan
peralatan deteksi.
2.1.3. Budi Cahyono
“ANALISIS MANAJEMEN RISIKO PELAKSANAAN PROYEK
PEMBANGUNAN JALAN TOL MANADO-BITUNG SEKSI 2
STA 14+067 – 39+700”. Secara umum permasalahan yang muncul
didalam pelaksanaan pembangunan jalan Tol adalah perijinan,
pembebasan lahan dan review desain. Dan permasalahn tersebut
berdampak terhadap waktu dan biaya kontruksi. Dengan adanya
penelitian ini mencoba untuk mengetahui daftar risiko (risk register),
tingkat penerimaan risiko (risk acceptability) dipelaksanaan
pembangunan Jalan Tol Manado – Bitung seksi 2 agar bisa disusun
respon risiko (risk response) sebagai upaya dasar rekomendasi bagi
Direksi Pekerjaan secara khususnya dan pada proyek proyek sejenis
pada umumnya. Identifikasi Risiko dilakukan untuk mendapatkan
Risk register dengan metode Studi pustaka dan analisa checklist
keterkaitan dengan review dokumen kontrak. Pendekatan metode nya
menggunakan Analisis Risiko Quantitatif yang bertujuan menentukan
tingkat penerimaan risiko (risk acceptability) dengan perhitung
probabilitas kejadian atau konsekuensinya dengan data numerik. Dari
tingkatan penerimaan risiko (Risk Acceptability) maka akan
diketahui risiko dominan (mayor risk) yang menjadi perioritas dalam
penyusunan Risk Respon. Hasil penelitian adalah ditetapkan 16 risiko
sebagai Risk Register. Tingkat penerimaan risiko ( risk
acceptability ) masuk kategori risiko dominan dengan Unacceptable
sejumlah 9 risiko, Undesirable sejumlah 7 risiko dimana tingkat
paling tinggi yaitu Risiko Kendala dalam pembebasan lahan untuk
bangunan yang dilewati Jalan Tol dengan skala penerimaan risiko (I)
sebesar 25, Respon Risiko ( Risk Response ) berdasarkan tingkatan
penerimaan risiko didapatkan 16 respon risiko dengan 2 jenis respon
risiko yaitu (Risk Mitigation) pada 12 risiko, Menghindari Risiko
(Risk Avoidance) pada 4 risiko.
2.1.4. Maret Wisnu Prayoga
“PENERAPAN SISTEM MANAJEMEN KESELAMATAN DAN
KESEHATAN KERJA”. Proyek kontruksi merupakan pekerjaan
berkarakter unik yang biasanya dilaksanakan di ruang terbuka dan
berpotensi menimbulkan risiko kecelakaan kerja yang tinggi sehingga
menjadi sektor yang paling besar
menyumbang angka kecelakaan kerja. Sektor kontruksi merupakan
sektor penyumbang angka kecelakaan
terbesar maka diperlukannya penerapan Sistem Manajemen
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3)
yang sesuai dengan PP No. 50 Tahun 2012 yang berpedoman pada
UU No. 02 tahun 2017. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui penerapan dan variabel pendukung
tingkat keberhasilan SMK3 pada proyek
Jalan Tol Bogor Ring Road Seksi IIIA. Penelitian ini menggunakan
metode kuantitatif dengan
mengumpulkan data kuesioner yang disebar kepada 30 responden
yang terlibat langsung dengan proyek
tersebut, kemudian hasil data dianalisis menggunakan Ms.Excel
2016. Berdasarkan hasil analisis, diketahui
bahwa penerapan SMK3 pada proyek tersebut sudah terencana,
terukur, terstruktur dan terintegrasi sesuai
PP No.50 tahun 2012 dengan kategori mayor dimana terdapat salah
satu prinsip SMK3 yang tidak
dilaksanakan dan setelah dilakukan penelitian terhadap beberapa
varibel yang diperoleh dari berbagai
sumber, didapat hasil bahwa variabel – variabel tersebut dapat
mendukung keberhasilan penerapan SMK3
di proyek Jalan Tol Bogor Ring Road Seksi IIIA. Adapun variabel
pendukungnya terdiri dari Penetapan
Kebijakan K3, Perencanaan K3, Pelaksanaan K3, Peninjauan dan
evaluasi K3, dan Peninjauan Peningkatan
Kinerja K3. Variabel-variabel tersebut juga didukung beberapa
indikator yang terdiri dari beberapa
pertanyaan/pernyataan. Meskipun penerapan SMK3 sudah berjalan
dengan baik, namun masih perlunya
mempertahankan nilai – nilai yang sudah dilaksankaan dan
melaksankan nilai – nilai yang belum terpenuhi
agar penerpan SMK3 dapat berjalan dengan baik dan maksimal
sesuai PP No.50 Tahun 2012 serta pihak
manajemen perlu mengidentifikasi berbagai macam kemungkinan
dan masukan dari tenaga kerja maupun
pelaksana, sehingga potensi terjadinya bahaya dapat terindentifikasi
dan dapat dicegah secara berkelanjutan.
2.1.5. Ramadhan Syahriadi
“ANALISIS MANAJEMEN RESIKO KESELAMATAN DAN
KESEHATAN KERJA LINGKUNGAN MUTU PROYEK JALAN
TOL DAN JEMBATAN PADA PT.HUTAMA KARYA
INFRASTRUKTUR DI KOTA DEPOK”. Pembangunan jalan tol
dapat meningkatkan efisiensi transportasi dan dapat meningkatkan
perekonomian di suatu wilayah. Pelaksanaan pembangunan jalan tol
tidak akan lepas dari risiko. Kemungkinan kecelakaan kerja yang
terjadi dalam proyek konstruksi akan menjadi salah satu penyebab
kegiatan kerja proyek terganggu. Penelitian ini dilakukan untuk
menganalisis risiko keselamatan dan kesehatan kerja dan lingkungan
mutu pada tahap pelaksanaan pembangunan jalan tol dan cara
mitigasi/penanganannya sehingga dapat meminimalisir dampak
negatif. Metode penelitian yang digunakan yaitu Analytic Hierarchy
Process (AHP) dan dengan program SPSS. Hasil analisis didapat 5
variabel risiko tinggi (high), 41 risiko sedang (medium), dan 19
risiko rendah (low). Risiko dengan level tinggi (H) yaitu terjadinya
kebakaran BBM (X10), terkena utilitas dibawahnya (pipa gas / air)
(X19), girder yang diangkat terjatuh (X50), pekerja tertimpa pipa
tremi (X51), dan pekerja jatuh dari ketinggian (X54). Semua risiko
dominan tersebut ditangani melalui tindakan preventif dan tindakan
korektif. Risiko yang dominan tersebut kemudian dilakukan mitigasi
melalui tindakan preventif dan tindakan korektif.
2.1.6. Euwis Rahmawati
“MANAJEMEN RISIKO KESEHATAN DAN KESELAMATAN
KERJA PADA PROYEK PEMBANGUNAN JALAN TOL
BALIKPAPAN-SAMARINDA SEKSI 4”. Angka kecelakaan kerja
di Indonesia dari tahun ke tahun semakin bertambah. BPJS
Ketenagakerjaan mencatat pada tahun 2015 angka kecelakaan kerja
yang dilaporkan mencapai 110,285 kasus, dan pada triwulan 1 tahun
2018 terdapat 5318 kasus, 1361 sembuh, 52 cacat, dan 87 meninggal.
Kecelakaan kerja pada sektor konstruksi di Indonesia masih sangat
buruk, data mengenai proporsi kecelakaan kerja di Indonesia sektor
konstruksi dan manufaktur menjadi penyumbang tertinggi dengan
presentase sebesar 32% dan 31,6%.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis risiko Kesehatan dan
Keselamatan Kerja (K3), mengevaluasi risiko Kesehatan dan
Keselamatan Kerja (K3) dan mengendalikan risiko Kesehatan dan
Keselamatan Kerja (K3) pada pekerjaan saluran drainase pada proyek
jalan tol Balikpapan-Samarinda seksi 4.
Pada penelitian ini Metode penelitian menggunakan standar AS/NZS
4330:2004 Risk Management. Dari hasil penelitian ini diperoleh
bahwa risiko yang tergolong tinggi berjumlah 3 risiko (41,8%), dan
risiko yang tergolong sedang berjumlah 4 risiko (38,8%), serta risiko
yang tergolong rendah berjumlah 9 risiko (19,4%). 3 risiko dengan
kategori tinggi yaitu risiko kebisingan alat berat pada saat pengecoran
dengan indeks risiko (13,2), mata kelilipan serbuk besi pada saat
pengerjaan pembesian atau pemasangan tulangan dengan indeks
risiko (10,4), dan pada saat pengecoran mata terkena percikan beton
dengan indeks risiko (10,4). Berdasarkan identifikasi dan penilaian
ditemukan bahwa pekerjaan pengecoran memiliki risiko lebih tinggi
dan indeks risiko yang lebih besar.

2.2. Manajemen Resiko Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3)

Manajemen berasal dari kata To Manage yang berarti kontrol,


mengendalikan, menangani atau mengelola. Dan Resiko adalah kemungkinan
kerugian (Risk is the possibility of loss) yaitu probabilitas sesuatu peristiwa di
antara nol dan satu.

Di bidang konstruksi permasalahan Kesehatan dan Keselamatan kerja


memiliki banyak dampak yang cukup signifikan. Setiap kecelakaan kerja
dapat menimbulkan berbagai macam kerugian sehingga terjadi pengeluaran
biaya-biaya yang tak terduga. Manajemen resiko K3 adalah suatu upaya
untuk mengelola kerugian yang mungkin terjadi K3 untuk mencegah terjadi
nya kecelakaan yang tidak di inginkan, terencana dan ter struktur dalam
sistem yang baik. Manajemen resiko K3 berkaitan dengan bahaya dan resiko
yang ada di tempat kerja yang dapat menimbulkan kerugian bagi perusahaan.

Manajemen K3 pada dasarnya mengumpulkan kelemahan operasional


yang memungkinkan terjadinya kecelakaan. Hal ini dapat kerjakan dengan
mengungkapkan penyebab suatu kecelakaan (akar masalah) dan meneliti
apakah pengendalian dapat dilakukan secara cermat atau tidak. Keputusan
yang tidak tepat, salah perhitungan, dan manajemen yang kurang pas dapat
mengakibatkan resiko terjadinya kecelakaan.

Untuk mencapai tujuan manajemen resiko diperlukan suatu proses


didalam menangani resiko-resiko yang ada, sehingga tidak terjadi kesalahan
dalam penanganan resiko. Proses tersebut yaitu proses menentukan konteks,
identifikasi resiko, analisa resiko, evaluasi resiko dan pengendalian resiko.
Manajemen resiko sangat penting bagi keberlangsungan suatu usaha atau
kegiatan yang merupakan alat untuk melindungi perusahaan dari setiap
kemungkinan yang merugikan.
2.3. Tahapan Manajemen Resiko

Untuk menerapkan suatu manajemen resiko secara tepat, diperlukan beberapa


tahapan yang harus dilakukan oleh perusahaan yaitu :

a. Identifikasi Bahaya
Pada tahap ini pihak manajemen perusahaan diharapkan mampu
menjelaskan secara detail bentuk-bentuk resiko yang telah
diidentifikasi sebelumnya, seperti ciri-ciri resiko dan faktor-faktor
yang menimbulkan resiko tersebut.
b. Menempatkan ukuran dari suatu bahaya
Pada tahap ini pihak manajemen sudah bias menentukan ukuran atau
skala yang dipakai termasuk metodologi yang digunakan dalam
penelitian.
c. Menempatkan alternative-alternatif
Pada tahap ini manajemen sudah melakukan pengolahan data yang
kemudian dijabarkan dan dikemukakan sebagai alternatif.

Pengendalian manajemen resiko K3 (Risk control) merupakan langkah


penting dalam menentukan keseluruhan manajemen resiko. Dalam proses ini
perlu adanya strategi untuk mengendalikan resiko dalam manajemen resiko
K3. Setelah melakukan pengendalian resiko yang telah direncanakan, proyek
yang dijalankan harus terus menerus dilakukan monitoring sisa resiko-resiko
yang belum teridentifikasi jika terjadi perubahan dan munculnya resiko baru.

gambar 1: HIrarrki Pengendalian Resiko


2.4. Jenis-Jenis Bahaya
1. Bahaya kimia
Bahaya kimia meliputi semua jenis materi kimia, seperti bahan bakar
minyak dan LPG. Bahan-bahan kimia ini jika tidak di tangani secara
baik, akan mengakibatkan terjadinya insiden kebakaran dan akan
sangat membahayakan pekerja beserta lingkungan pekerjaan.
2. Bahaya fisik
Faktor fisik di lokasi proyek yang dapat menimbulkan masalah
kesehatan meliputi; kebisingan, getaran akibat mesin dapat
mengakibatkan stress dan gangguan pendengaran. Bahaya fisik ini
juka tidak ditangani dangan baik, juga dapat menimbulkan terjadi nya
kecelakaan kerja, penyakit akibat kerja maupun kerusakan
lingkungan(Bahri,2005).
3. Bahaya ergonomic
Menurut Gunawan (2013) bahaya ergonomic merupakan bahaya yang
timbul karena alat kerja dan lingkungan yang dirancang atau cara
kerja yang di terapkan tidak sesuai dengan kemampuan tubuh
manusia. Sebagian besar pekerja konstruksi bekerja dalam posisi yang
kurang ergonomis, misalnya tenaga operator alat, hal ini disebabkan
karena peralatan yang digunakan pada umum nya barang impor yang
desain nya tidak sesuai dengan ukuran tubuh pekerja Indonesia. Posisi
kerja yang salah dapat menyebabkan mudah lelah sehingga kerja
menjadi kurang efisien dan dalam jangka Panjang dapat menyebabkan
gangguan fisik dan psikologi (stress) dengan keluhan yang paling
sering adalah nyeri pinggang (Pangabean,2008).
4. Bahaya Biologi
Lingkungan kerja pada proyek konstruksi sangat rentan dengan
bakteri dan kuman, terutama kuman-kuman yang bersumber dari
limbah proyek, benda yang terkontaminasi dari udara. Virus yang
menyebar melalui kontak antar pekerja yang senantiasa kontak dengan
bahan yang tercemar debu beracun yang mempunyai peluang terkena
infeksi (Pulungsih et al,2005).
2.5. Alat Pelindung Diri
2.5.1. Definisi
Alat pelindung diri (APD) adalah alat yang mempunyai
kemampuan untuk melindungi seseorang dalam pekerjaan yang
fungsi nya mengisolasi tubuh tenaga kerja dari bahaya di tempat
kerja (Depnaker,2006). Alat pelindung diri adalah seperangkat alat
yang digunakan oleh tenaga kerja untuk melindungi tubuh terhadap
kemungkinan adanya potensi bahaya atau kecelakaan kerja
(Budiono,2006).
2.5.2. Tujuan
Pemakaian APD bertujuan untuk melindungi bagian tubuh
terhadap kemungkinan adanya potensi bahaya atau kecelakaan kerja.
2.5.3. Jenis-Jenis Alat Pelindung Diri
Adapun jenis-jenis APD yang digunakan dalam perlindungan saat
melakukan pekerjaan konstruksi yaitu:
1. Alat pelindung kepala (Helm)
Helm menjadi komponen
terpenting yang harus digunakan oleh
setiap orang di lokasi proyek
konstruksi. Helm digunakan untuk
melindungi kepala dari benturan benda
gambar 2: Helm Saffety
yang keras.
2. Alat pelindung mata dan wajah
Alat pelindung wajah diperlukan
oleh setiap orang pada proyek
konstruksi untuk melindungi mata dan
wajah dari lemparan benda kecil ,
pengaruh cahaya, pengaruh radiasi
tertentu dan percikan cairan. gambar 3: Face Shield
3. Alat pelindung telinga
Alat pelindung telinga terkadang
dibutuhkan dilokasi proyek konstruksi
ketika terdapat suara bising yang dapat
gambar 4: Pelindung
menganggu kesehatan telinga. Telinga
4. Alat pelindung pernapasan
Pernapasan merupakan salah satu
system organ pekerja proyek
konstruksi yang juga harus dilindungi
dengan mencegah potensi kerusakan gambar 5: Pelindung
organ pernapasan Pernapasan

5. Alat pelindung tangan


Sarung tangan merupakan alat
pelindung tangan yang berfungsi
melindungi tangan dari bahaya paparan
cairan tubuh, menghindari luka lecet, gambar 6: Sarung
Tangan
luka teriris,dll.
6. Alat pelindung kaki
Sepatu keselamatan kerja
merupakan alat pelindung kaki yang
melindungi kaki dari bahaya kejatuhan
benda-benda berat, percikan cairan,
tertusuk benda tajam atau resiko gambar 7:Sepatu
Saffety
terpleset.
7. Pakaian pelindung
Pakaian pelindung digunakan
untuk melindungi seluruh atau
sebagian tubuh dari percikan cairan
dan suhu panas atau dingin.
gambar 8:Baju Saffety
8. Alat pelindung jatuh perorangan
Sabuk pengaman merupakan alat
pelindung jatuh perorangan yang
digunakan pada proyek konstruksi. gambar 9:Saffety
Belt

2.6. Tujuan Penerapan Sistem Manajemen Kesehatan dan Keselamatan


Kerja (SMK3)
Sesuai dengan Peraturan Pemerintah No. 50 Tahun 2012 dijelaskan
beberapa tujuan penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan
Kesehatan Kerja (SMK3) diantaranya:
1. Meningkatkan efektifitas perlindungan keselamatan dan kesehatan
kerja yang terencana dan terukur, terstruktur, dan terintegrasi 16
2. Mencegah dan mengurangi kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja
dengan melibatkan unsur manajemen, pekerja/buruh, dan atau/serikat
pekerja/serikat buruh
3. Menciptakan tempat kerja yang aman, nyaman, dan efisien untuk
mendorong produktivitas
2.7. Manfaat Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3)

Adanya Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) pada proyek konstruksi


yang baik akan memberikan beberapa manfaat sebagai berikut (Suhardi,
2005):
1. Perlindungan pekerja
Pengaruh positif tersebar adalah mengurangi angka kecelakaan kerja. Pekerja
terjamin keselamatan dan kesehatannya akan bekerja lebih optimal dan tentu
akan memberikan kepuasan dan meningkatkan loyalitas terhadap perusahaan.
2. Memperlihatkan kepatuhan kepada peraturan dan undang-undang
Menunjukan itikad baik dalam memenuhi peraturan perundang-undangan
dengan menerapkan K3 pada perusahaannya sehingga perusahaan tersebut
dapat beroperasi normal tanpa menghadapi kendala dari segi ketenagakerjaan.
3. Mengurangi biaya

Memang dalam jangka pendek penerapan K3 mengeluarkan biaya yang


cukup besar, tetapi apabila penerapan K3 dilaksanakan secara efektif dan
penuh komitmen, uang yang keluar tersebut jauh lebih kecil dibandingkan
dengan biaya yang timbul akibat kecelakaan kerja.

4. Meningkatkan kepercayaan dan kepuasan pelanggan

Dengan adanya penerapan K3, citra perusahaan terhadap kinerjanya akan

semakin meningkat dan tentunya ini akan meningkatkan kepercayaan


pelanggan.

2.8. Faktor yang mempengaruhi penggunaan alat pelindung diri


Pekerja konstruksi dalam menggunakan alat pelindung diri dipengaruhi
oleh beberapa faktor antara lain:
1. Pengetahuan, yaitu hasil dari pemahaman seseorang yang telah
melakukan penginderaan terhadap suatu objek.
2. Sikap, yaitu reaksi atau respon dari seseorang terhadap suatu stimulus
atau objek.
3. Kondisi APD, yaitu berkaitan dengan fasilitas atau ketersediaan APD
yang akan meningkatkan prestasi kerja dari setiap tenaga kerja
4. Pengawasan, berupa pengamatan dan evaluasi secara kualitatif dan
kuantitatif.
5. Dukungan social, baik dari rekan kerja maupun pimpinan. Para rekan
kerja berupa ajakan untuk menggunakan APD sedangkan peran atasan
atau pimpinan adalah berupa anjuran, pemberian sanksi maupun
pemberian hadiah bagi yang menggunakan APD.

Menurut Ramdayana (2008) faktor yang dapat mempengaruhi


kepatuhan individu yaitu faktor instrinsik (pengetahuan, masa kerja,
Pendidikan, usia, jenis kelamin, dan sikap) dan faktor ekstrinsik
(kelengkapan alat, kenyamanan pemakaian alat, peraturan tentang APD,
dan pengawasan terhadap APD). Hasil penelitian Purwanto (2009),
beberapa faktor yang dapat mempengaruhi individu dalam penggunaan
APD yaitu faktor internal/individu seperti pengetahuan, kemampuan,
motivasi, komunikasi. Dan faktor eksternal/lingkungan seperti pelatihan,
pengambilan keputusan, dan kelengkapan alat.

2.9. Perilaku penggunaan alat pelindung diri


2.9.1. Defnisi
Perilaku adalah suatu kegiatan atau aktifitas organisme (makhluk
hidup yang bersangkutan. Oleh sebab itu, dari sudut pandang
biologis semua makhluk hidup mulai dari tumbuhan, hewan
sampai dengan manusia mempunyai perilaku, karena mereka
mempunyai aktifitas masing-masing (Notoatmojo, 2010).
Perilaku penggunaan APD adalah tindakan dalam penggunaan
peralatan kerja oleh tenaga kerja untuk melindungi seluruh atau
sebagian tubuh nya terhadap kemungkinan terjadinya
bahaya/kecelakaan kerja. Penggunaan APD merupakan tahap akhir
dari pengendalian kecelakaan maupun penyakit akibat kerja. Pada
kenyataan nya masih banyak pekerja yang tidak menggunakannya,
walaupun telah diketahui besarnya manfaat dan telah tersedianya
APD. Hal tersebut disebabkan karena banyak faktor yang
mempengaruhi perilaku pekerja sehingga tidak menggunakan APD
dalam bekerja (Yusmardian, 2005).

1.
2.
2.1.
2.2.
2.3.
2.4.
2.5.
2.6.
2.7.
2.8.
2.9.
2.9.1.
2.9.2. Batasan Perilaku
Menurut Skiner, seorang ahli psikologi merumuskan bahwa
perilaku merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus
(rangsangan dari luar). Teori skinner ini dikenal dengan teori “S-
OR” atau stimulus-organisme-respon (Notoatmojo, 2007). Dalam
teori skinner dibedakan adanya dua respon yaitu :
1. Respondent respons, yitu respon yang ditimbulkan oleh
rangsangan (stimulus) tertentu disebut eliciting stimulation
karena respon yang relatif tetap.
2. Operani respons, yaitu respon yang timbul dan berkembang
kemudian diikuti oleh stimulus atau perangsang. Peransang ini
disebut reinforcing stimulation karena memperkuat respon.

Dilihat dari bentuk respon stimulasi ini, maka Notoatmojo


(2007) membagi perilaku menjadi dua :

1. Perilaku tertutup (covert behavior)


Respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk
terselubung atau tertutup. Respon atau reaksi terhadap stimulus
ini masih terbatas pada perhatian, persepsi,
pengetahuan/kesadaran, dan sikap yang terjadi pada orang yang
menerima stimulus tersebut, dan belum dapat diamati secara
jelas oleh orang lain.
2. Perilaku terbuka (overt behavior)
Respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk tindakan
nyata atau terbuka. Respon terhadap stimulus tersebut sudah
jelas dalam tindakan atau praktik (practice) yang dengan
mudah diamati atau dilihat orang lain.
2.9.3. Determinan perilaku
Faktor-faktor yang membedakan respon terhadap stimulus yang
berbeda disebut determinan perilaku. Determinan perilaku ini dapat
dibedakan menjadi dua faktor yaitu :
1. Faktor internal yaitu karakeristik orang yang bersangkutan,
yang bersifat bawaan, misalnya tingkat kecerdasan, tingkat
emosiaonal, jenis kelamin dan sebagainya.
2. Faktor eksternal yaitu lingkungan, baik lingkungan fisik, sosial,
budaya, ekonomi, politik dan sebagainya.

2.9.4. Pembentukan perilaku


ada beberapa cara pembentukan perilaku menurut Ircham
(2005) diantaranya :
1. Kebiasaan (condisioning)
Pembentukan perilaku dengan cara membiasakan diri untuk
berperilaku seperti yang diharapkan.
2. Pengertian (insight)
Pembentukan perilaku dapat ditempuh dengan pengertian. Cara
ini berdasarkan teori belajar kognitif, yaitu belajar dengan
disertai adanya pengertian.
3. Mengguanakan model
cara ini di dasarkan ats social learning throry atau
observational learning theory yang dikemukakan oleh
Bandura.
2.10. Teori pendukung
PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN
PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR
02/PRT/M/2018 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN
MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR 05/PRT/M/2014
TENTANG PEDOMAN SISTEM MANAJEMEN
KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA (SMK3)
KONSTRUKSI BIDANG PEKERJAAN UMUM
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN
RAKYAT REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang :
a. bahwa dalam penyelenggaraan pekerjaan konstruksi dapat
berpotensi terjadinya kecelakaan konstruksi yang membahayakan
keselamatan pekerja, keselamatan publik, keselamatan harta benda,
dan keselamatan lingkungan sehingga untuk menjamin keselamatan
pekerjaan konstruksi perlu membentuk Komite Keselamatan
Konstruksi;
b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam
huruf a, perlu menetapkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan
Perumahan Rakyat tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri
Pekerjaan Umum Nomor 05/PRT/M/2014 tentang Pedoman Sistem
Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) Konstruksi
Bidang Pekerjaan Umum;
Mengingat :
1. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 11,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6018);
2. Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 2000 tentang
Penyelenggaraan Jasa Konstruksi (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2000 Nomor 64, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 3956) sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir
dengan Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2016 tentang
Perubahan Ketiga atas Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun
2000 tentang Penyelenggaraan Jasa Konstruksi (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 243, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5949);
3. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 05/PRT/M/2014
tentang Pedoman Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan
Kerja (SMK3) Konstruksi Bidang Pekerjaan Umum (Berita Negara
Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 628);
4. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat
Nomor 15/PRT/M/2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja
Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 881) sebagaimana
diubah dengan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan
Rakyat Nomor 05/PRT/M/2017 tentang Perubahan Atas Peraturan
Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor
15/PRT/M/2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian
Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 466);
MEMUTUSKAN :
Menetapkan :
PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN
PERUMAHAN RAKYAT TENTANG PERUBAHAN ATAS
PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR
05/PRT/M/2014 TENTANG PEDOMAN SISTEM MANAJEMEN
KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA (SMK3)
KONSTRUKSI BIDANG PEKERJAAN UMUM.
Pasal I
Beberapa ketentuan dalam Peraturan Menteri Pekerjaan Umum
Nomor 05/PRT/M/2014 tentang Pedoman Sistem Manajemen
Keselamatan Dan Kesehatan Kerja (SMK3) Konstruksi Bidang
Pekerjaan Umum diubah sebagai berikut:
1. Diantara angka 13 dan angka 14 Pasal 1 disisipkan 1 (satu)
angka yakni angka 13a dan mengubah angka 14, sehingga Pasal 1
berbunyi sebagai berikut:
Dalam Peraturan Menteri ini, yang dimaksud dengan:
1. Keselamatan dan Kesehatan Kerja Konstruksi yang selanjutnya
disingkat K3 Konstruksi adalah segala kegiatan untuk menjamin
dan melindungi keselamatan dan kesehatan tenaga kerja melalui
upaya pencegahan kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja pada
pekerjaan konstruksi.
2. Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Konstruksi Bidang Pekerjaan Umum yang selanjutnya disingkat
SMK3 Konstruksi Bidang PU adalah bagian dari sistem
manajemen organisasi pelaksanaan pekerjaan konstruksi dalam
rangka pengendalian risiko K3 pada setiap pekerjaan konstruksi
bidang Pekerjaan Umum.

3. Pekerjaan Konstruksi adalah keseluruhan atau sebagian


rangkaian kegiatan perencanaan dan/atau pelaksanaan beserta
pengawasan yang mencakup bangunan gedung, bangunan sipil,
instalasi mekanikal dan elektrikal serta jasa pelaksanaan lainnya
untuk mewujudkan suatu bangunan atau bentuk fisik lain dalam
jangka waktu tertentu.
4. Ahli K3 Konstruksi adalah tenaga teknis yang mempunyai
kompetensi khusus di bidang K3 Konstruksi dalam merencanakan,
melaksanakan dan mengevaluasi SMK3 Konstruksi yang
dibuktikan dengan sertifikat pelatihan dan kompetensi yang
diterbitkan oleh lembaga atau instansi yang berwenang sesuai
dengan Undang-Undang.
5. Petugas K3 Konstruksi adalah petugas di dalam organisasi
Pengguna Jasa dan/atau organisasi Penyedia Jasa yang telah
mengikuti pelatihan/bimbingan teknis SMK3 Konstruksi Bidang
PU, dibuktikan dengan surat keterangan mengikuti
pelatihan/bimbingan teknis SMK3 Konstruksi Bidang PU.
6. Potensi bahaya adalah kondisi atau keadaan baik pada orang,
peralatan, mesin, pesawat, instalasi, bahan, cara kerja, sifat kerja,
proses produksi dan lingkungan yang berpotensi menimbulkan
gangguan, kerusakan, kerugian, kecelakaan, kebakaran, peledakan,
pencemaran dan penyakit akibat kerja.
7. Penyakit Akibat Kerja adalah penyakit yang disebabkan oleh
pekerjaan, alat kerja, bahan, proses maupun lingkungan kerja.
8. Risiko K3 Konstruksi adalah ukuran kemungkinan kerugian
terhadap keselamatan umum, harta benda, jiwa manusia dan
lingkungan yang dapat timbul dari sumber bahaya tertentu yang
terjadi pada pekerjaan konstruksi.
9. Manajemen Risiko adalah proses manajemen terhadap risiko
yang dimulai dari kegiatan mengidentifikasi bahaya, menilai
tingkat risiko dan mengendalikan risiko.
10. Biaya SMK3 Konstruksi Bidang PU adalah biaya yang
diperlukan untuk menerapkan SMK3 dalam setiap pekerjaan
konstruksi yang harus diperhitungkan dan dialokasikan oleh
Penyedia Jasa dan Pengguna Jasa.
11. Rencana K3 Kontrak yang selanjutnya disingkat RK3K adalah
dokumen lengkap rencana penyelenggaraan SMK3 Konstruksi
Bidang PU dan merupakan satu kesatuan dengan dokumen kontrak
suatu pekerjaan konstruksi, yang dibuat oleh Penyedia Jasa dan
disetujui oleh Pengguna Jasa, untuk selanjutnya dijadikan sebagai
sarana interaksi antara Penyedia Jasa dengan Pengguna Jasa dalam
penyelenggaraan SMK3 Konstruksi Bidang PU.
12. Monitoring dan Evaluasi K3 Konstruksi yang selanjutnya
disingkat Monev K3 Konstruksi adalah kegiatan pemantauan dan
evaluasi terhadap kinerja Penyelenggaraan K3 Konstruksi yang
meliputi pengumpulan data, analisa, kesimpulan dan rekomendasi
perbaikan penerapan K3 Konstruksi.
13. Kelompok Kerja Unit Layanan Pengadaan (ULP) yang
selanjutnya disingkat Pokja ULP adalah perangkat dari ULP yang
berfungsi melaksanakan pemilihan Penyedia Barang/Jasa.
13a.Komite Keselamatan Konstruksi adalah unit yang bertugas
membantu Menteri dalam penyelenggaraan keselamatan
konstruksi.
14. Menteri adalah Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan
Rakyat.
2. Menambah 1 Bagian pada BAB IV yakni Bagian Ketiga,
sehingga berbunyi sebagai berikut:
Bagian Ketiga
Komite Keselamatan Konstruksi
3. Diantara Pasal 19 dan Pasal 20 disisipkan 2 (dua) Pasal yakni
Pasal 19a dan Pasal 19b, sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 19a
(1) Untuk menerapkan SMK3 pada setiap penyelenggaraan
pekerjaan konstruksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat
(1), dibentuk Komite Keselamatan Konstruksi.

(2) Komite Keselamatan Konstruksi sebagaimana dimaksud pada


ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan Menteri.
Pasal 19b
Pekerjaan konstruksi yang menjadi kewenangan Komite
Keselamatan Konstruksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19a
meliputi:
a. potensi bahaya tinggi; dan/atau
b. mengalami kecelakaan konstruksi yang dapat menimbulkan
hilangnya nyawa orang;
Pasal II
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan
Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara
Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 24 Januari 2018
MENTERI PEKERJAAN UMUM
DAN PERUMAHAN RAKYAT
REPUBLIK INDONESIA,
ttd
M. BASUKI HADIMULJONO

Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 25 Januari 2018
DIREKTUR JENDERAL
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
Ttd
WIDODO EKATJAHJANA
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2018
NOMOR 179
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. BAGAN ALIR PENELITIAN
Gambar 2: Bagan Alir Metode Penelitian
3.2. Lokasi Penelitian
Lokasi proyek jalan tol Pekanbaru-Bangkinang ini tepatnya di
perbatasan desa Rimbo Panjang dengan desa Sungai Pinang kabupaten
Kampar dan berakhir di seberang kota Bangkinang, akses yang sedang di
bangun tersebut yaitu jalan bebas hambatan.

Gambar 3: Lokasi Penelitian

3.3. Objek Penelitian


Proses penelitian merupakan tahapan dan prosedur yang dilakukan
untuk menjawab tujuan penelitian. Fokus dari penelitian ini adalah
mengumpulkan data kuesioner dan mengevaluasi resiko kesehatan dan
keselamatan kerja pada pekerjaan pembuatan saluran drainase jalan Tol
Pekanbaru-Bangkinang.
3.4. Populasi dan Sampel
Adapun populasi pada penelitian ini adalah seluruh pekerja
konstruksi yang ada dilokasi kerja. Jumlah pekerja pada pekerjaan
drainase jalan Tol Pekanbaru-Bangkinang berjumlah Empat Puluh
Delapan orang.
Teknik pengambilan sampel penelitian ini menggunakan total
sampling. Menurut Arikunto (2006), total sampling adalah pengambilan
sampel yang sama dengan jumlah populasi yang ada yaitu Empat Puluh
Delapan responden.
3.5. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan Teknik
wawancara, pengamatan langsung, dan pengisian kuesioner yang
disebarkan kepada responden.
3.5.1. Wawancara
Wawancara adalah proses memperoleh keterangan untuk
tujuan penelitian dengan tanya jawab sambal bertatap muka antara
si penanya atau pewawancara dengan si penjawab atau informan
dengan menggunakan alat yang dinamakan interview gluide
(panduan wawancara) (Nazir, 1999). Wawancara yang dilakukan
dalam penelitian ini yaitu dengan mewawancarai mandor dari
pekerja konstruksi pada jalan Tol Pekanbaru-Bangkinang.
3.5.2. Pengamatan Langsug
Selanjutnya dilakukan penilaian langsung ke lokasi proyek. Penilaian
tindakan baik atau tidak baik, dikatakan baik jika menggunakan alat
pelindung diri dan tidak baik jika tidak menggunakan alat pelindung
diri (APD).
3.5.3. Pengisian Kuesioner
Penilaian kuesioner baik, cukup dan kurang. Penilaian kuesioner
sikap dengan menggunakan skala likert yang teridi dari lima poin
(sangat setuju, setuju, ragu-ragu, tidak setuju, sangat tidak setuju).
Semua item dirubah dalam bentuk angka yaitu :
1. Sangat setuju = 5 (Lima)
2. Setuju = 4 (Empat)
3. Ragu-ragu = 3 (Tiga)
4. Tidak setuju = 2 (Dua)
5. Sangat tidak setuju = 1 (Satu)
Setelah dilakukan penilaian sikap, langkah selanjutnya dilakukan
pengelompokan secara median baik dan tidak baik.
3.6. Analisis data
1. Menganalisis berapa besar level resiko manajemen kesehatan dan
keselamatan kerja pada pekerjaan drainase jalan tol Pekanbaru-
Bangkinag.
a. Resiko Tinggi
Mencakup pekerjaan konstruksi yang pelaksanaan nya beresiko
sangat membahayakan keselamatan umum, harta benda, dan jiwa
manusia, dan lingkungan serta terganggu nya kegiatan konstruksi.
b. Resiko Sedang
Mencakup pekerjaan konstruksi yang pelaksanaannya dapat
beresiko membahayakan keselamatan umum, harta benda dan jiwa
manusia serta terganggunya kegiatan konstruksi.
c. Resiko Rendah
Mencakup pekerjaan konstruksi yang pelaksanaannya tidak
membahayakan keselamatan umum dan harta benda serta
terganggunya kegiatan konstruksi.

Penilaian resiko
1. Nilai 1 dan 2 = Resiko rendah
2. Nilai 3 dan 4 = Resiko sedang
3. Nilai 6 dan 9 = Resiko tinggi
2. Menganalisis faktor-faktor penyebab resiko kesehatan dan
keselamatan kerja yang terkait dengan pekerjaan pembuatan saluran
drainase jalan Tol Pekanbaru-Bangkinang.

Anda mungkin juga menyukai