Anda di halaman 1dari 8

2.

4  Distribusi Pendapatan
Distribusi pendapatan nasional adalah mencerminkan merata atau timpangnya pembagian
hasil pembangunan suatu negara di kalangan penduduknya (Dumairy, 1999). Distribusi
pendapatan merupakan kriteria yang mengindikasikan mengenai penyebaran atau pembagian
pendapatan atau kekayaan antar penduduk satu dengan penduduk lainnya dalam wilayah tertentu.
2.4.1     Konsep-Konsep Distribusi Pendapatan
Terdapat berbagai kriteria untuk menilai kemerataan (parah atau lunaknya ketimpangan)
didtribusi yang dimaksud. Tiga diantaranya yang paling lazim, yaitu :
2.4.1.1  Kurva Lorenz
Menggambarkan distribusi kumulatif pendapatan nasional dikalangan lapisan-lapisan
penduduk secara kumulatif pula. kurva Lorenz yang semakin dekat ke diagonal (semakin lurus)
menyiratkan distribusi pendapatan nasional semakin merata, begitu sebaliknya.

                                                               

Gambar 2.1 Kurva Lorenz


2.4.1.2  Indeks atau Rasio Gini
Adalah suatu koefisien yang berkisar dari angka 0 hingga 1, menjelaskan kadar
kemerataan (ketimpangan) distribusi pendapatan nasional. Semakin kecil (semakin mendekati
nol) koefisiennya, pertanda semakin baik atau merata distribusi.
2.4.1.3  Kriteria Bank Dunia
Kriteria ketidakmerataan pendapatan versi Bank Dunia didasarkan atas porsi pendapatan
nasional yang dinikmati oleh 3 lapisan penduduk, yakni 40% penduduk berpendapatan terendah
(termiskin), 40% penduduk berpendapatan menengah, serta 20% penduduk berpendapatan
tertinggi (terkaya).
2.4.2     Ketidakmerataan Distribusi Pendapatan
Menurut Irma Adelma dan Cynthia Taft Morris (dalam Lincoln Arsyad, 1997) ada 8 hal
yang menyebabkan ketimpangan atau ketidakmerataan distribusi pendapatan di Negara Sedang
Berkembang :
1.      Pertumbuhan penduduk yang tinggi yang mengakibatkan menurunnya pendapatan perkapita.
2.      Inflasi dimana pendapatan uang bertambah tetapi tidak diikuti secara proporsional dengan
pertambahan produksi barang-barang.
3.      Ketidakmerataan pembangunan antar daerah.
4.      Investasi yang sangat banyak dalam proyek-proyek yang padat modal (Capital Insentive),
sehingga persentase pendapatan modal dari kerja tambahan besar dibandingkan dengan
persentase pendapatan yang berasal dari kerja, sehingga pengangguran bertambah.
5.      Rendahnya mobilitas sosial.
6.      Pelaksanaan kebijakan industri substitusi impor yang mengakibatkan kenaikan harga-harga
barang hasil industri untuk melindungi usaha-usaha golongan kapitalis.
7.      Memburuknya nilai tukar (term of trade) bagi Negara Sedang Berkembang dalam perdagangan
dengan Negara-negara maju, sebagai akibat ketidak elastisan permintaan Negara-negara maju
terhadap barang-barang ekspor Negara Sedang Berkembang.
8.      Hancurnya industri kerajinan rakyat seperti pertukangan, industri rumah tangga, dll.
2.4.2.1  Ketidakmerataan Pendapatan Nasional
Distribusi pendapatan anatar lapisan pendapatan masyarakat dapat ditelaah dengan
mengamati perkembangan angka-angka rasio gini. Namun juga perlu dicatat, bahwa rasio gini
bukan merupakan indikator paling ideal tentang ketidakmerataan distribusi pendapatan
antarlapisan.
2.4.2.2  Ketidakmerataan Pendapatan Spasial
Ketidakmerataan distribusi pendapatan antarlapisan masyarakat tidak saja berlangsung
secara nasional, tetapi juga secara spasial atau antardaerah, yakni antara daerah perkotaan dan
pedesaan. Di Indonesia pembagian pedapatan relatif lebih merata di daerah pedesaan daripada
daerah perkotaan. Ketidakmerataan pendapatan yang berlangsung antardaerah tidak hanya dalam
hal distribusinya, tapi juga dalam hal tingkat atau besarnya pendapatan itu sendiri.
2.4.2.3  Ketidakmerataan Pendapatan Regional
Secara regional atau antarwilayah, berlangsung pula ketidakmerataan pendapatan
antarlapisan masyarakat. Dalam perspektif antarwilayah, ketidakmerataan terjadi baik dalam hal
tingkat pendapatan masyarakat antara wilayah satu dengan wilayah lainnya, maupun dalam hal
distribusi pendapatan dikalangan penduduk masing-masing wilayah.
2.5     Teori Distribusi Neoklasik
Teori distribusi Neoklasik adalah teori modern tentang bagaimana pendapatan nasional
dibagi diantara faktor-faktor produksi. Ini didasarkan pada pemikiran klasik (abad ke-18) bahwa
harga disesuaikan untuk menyeimbangkan penawaran dan permintaan, yang disini diterapkan
pada faktor produksi. Teori ini telah diterima oleh sebagian besar ekonom dewasa ini sebagai
awal yang baik untuk memulai memahami bagaimana pendapatan ekonomi didistribusikan dari
perusahaan ke rumah tangga.
2.5.1        Harga Faktor Produksi (Faktor Prices)
Ditribusi pendapatan nasional dipengaruhi oleh harga-harga faktor. Harga faktor produksi
adalah jumlah yang dibayar ke faktor-faktor produksi. Pada suatu perekonomian dimana faktor
produksi adalah modal dan tenaga kerja, sementara dua harga faktor produksi adalah
upah (wage) yang diterima para pekerja dan sewa (rent) yang dikumpulkan oleh para pemilik
modal.
2.5.2        Keputusan-Keputusan yang Dihadapi Perusahaan Kompetitif
Perusahaan kompetitif (Competitive firm) reletif kecil ukurannya terhadap pasar dimana
perdagangan berlangsung sehingga memiliki pengaruh yang kecil terhadap harga pasar. Kita
tidak dapat mempengaruhi harga yang telah ditetapkan di pasar. Demikian pula, perusahaan kita
tidak dapat mempengaruhi upah para pekerja karena banyak perusahaan lokal lain yang juga
menarik pekerja.
Untuk membuat produknya, perusahaan itu memerlukan dua faktor produksi, modal dan
tenaga kerja. Dimana perusahaan itu memproduksi lebih banyak output jika memiliki lebih
banyak mesin atau jika para pekerjanya bekerja lebih lama. Tujuan perusahaan adalah
memaksimalkan laba. Laba bergantung pada harga produk P, harga faktor produksi W, dan
bunga sewa R, serta jumlah jam kerja (L) dan banyaknya mesin (K). Perusahaan kompetitif
menggunakan harga produk dan harga faktor yang sudah ditentukan serta memilih jumlah tenaga
kerja dan modal yang memaksimalkan laba.
2.5.3        Permintaan Perusahaan Terhadap Faktor-Faktor Produksi
2.5.3.1  Produk Marjinal Tenaga Kerja (MPL)
Adalah jumlah output tambahan yang diperoleh perusahaan dari satu unit tenaga kerja
tambahan, dengan mempertahankan modal tetap. Semakin banyak tenaga kerja yang digunakan,
semakin banyak output yang dihasilkan. Kebanyakan fungsi produksi memiliki sifat produk
marjinal yang semakin menurun (diminishing marginal product): dengan mempertahankan
jumlah modal tetap, produk marjinal tenaga kerja menurun ketika jumlah tenaga kerja
meningkat.
2.5.3.2  Dari Produk Marjinal Tenaga Kerja Ke Permintaan Tenaga Kerja
Bagaimana perusahaan itu mengetahui berapa banyak jumlah tenaga kerja dan modal
yang akan memaksimalkan laba? Ketika sedang memutuskan apakah menggunakan satu unit
tenaga kerja atau tidak, perusahaan kompetitif yang memaksimalkan laba mempertimbangkan
bagaimana keputusan itu akan mempengaruhi laba. Peningkatan penerimaan dari satu unit tenaga
kerja tambahan bergantung pada dua variabel: produk marjinal tenaga kerja dan harga output.
Manajer perusahaan mengetahui bahwa jika penerimaan tambahan P x MPL melebihi
upah W, unit tenaga kerja tambahan akan meningkatkan laba. Permintaan perusahaan terhadap
tenaga kerja ditentukan dengan
P x MPL = W              atau                  MPL = W/P
W/P adalah upah riil (real wage), yaitu pembayaran kepada tenaga kerja yang diukur dalam unit
output, bukan dalam mata uang. Untuk memaksimalkan laba, perusahaan terus menarik tenaga
kerja sampai pada titik dimana MPL=W/P.
2.5.3.3  Produk Marjinal Modal Dan Permintaan Modal (MPK)
Adalah jumlah output tambahan yang diperoleh dari unit modal tambahan, dengan
mempertahankan jumlah tenaga kerja konstan. Perusahaan memutuskan berapa banyak modal
yang akan digunakan dengan cara yang sama seperti memutuskan jumlah tenaga kerja. Seperti
tenaga kerja, modal adalah subjek dari produk marjinal yang semakin menurun.
Kenaikan laba dari menyewa mesin tambahan adalah penerimaan tambahan dari menjual
output mesin dikurangi harga sewa mesin. Untuk memaksimalkan laba, perusahaan akan terus
menggunakan lebih banyak modal hingga MPK turun sama dengan harga sewa riil :              
MPK = R/P
Harga sewa modal riil (real rental price of capital) adalah harga sewa diukur dalam unit
barang, bukan dalam mata uang. Kesimpulannya, perusahaan kompetititf yang memaksimalkan
laba mengikuti kaidah sederhana tentang berapa banyak tenaga kerja dan modal yang perlu
digunakan
2.4  Distribusi Pendapatan
Distribusi pendapatan nasional adalah mencerminkan merata atau timpangnya pembagian
hasil pembangunan suatu negara di kalangan penduduknya (Dumairy, 1999). Distribusi
pendapatan merupakan kriteria yang mengindikasikan mengenai penyebaran atau pembagian
pendapatan atau kekayaan antar penduduk satu dengan penduduk lainnya dalam wilayah tertentu.
2.4.1     Konsep-Konsep Distribusi Pendapatan
Terdapat berbagai kriteria untuk menilai kemerataan (parah atau lunaknya ketimpangan)
didtribusi yang dimaksud. Tiga diantaranya yang paling lazim, yaitu :
2.4.1.1  Kurva Lorenz
Menggambarkan distribusi kumulatif pendapatan nasional dikalangan lapisan-lapisan
penduduk secara kumulatif pula. kurva Lorenz yang semakin dekat ke diagonal (semakin lurus)
menyiratkan distribusi pendapatan nasional semakin merata, begitu sebaliknya.
                                                               

Gambar 2.1 Kurva Lorenz

2.4.1.2  Indeks atau Rasio Gini


Adalah suatu koefisien yang berkisar dari angka 0 hingga 1, menjelaskan kadar
kemerataan (ketimpangan) distribusi pendapatan nasional. Semakin kecil (semakin mendekati
nol) koefisiennya, pertanda semakin baik atau merata distribusi.
2.4.1.3  Kriteria Bank Dunia
Kriteria ketidakmerataan pendapatan versi Bank Dunia didasarkan atas porsi pendapatan
nasional yang dinikmati oleh 3 lapisan penduduk, yakni 40% penduduk berpendapatan terendah
(termiskin), 40% penduduk berpendapatan menengah, serta 20% penduduk berpendapatan
tertinggi (terkaya).
2.4.2     Ketidakmerataan Distribusi Pendapatan
Menurut Irma Adelma dan Cynthia Taft Morris (dalam Lincoln Arsyad, 1997) ada 8 hal
yang menyebabkan ketimpangan atau ketidakmerataan distribusi pendapatan di Negara Sedang
Berkembang :
1.      Pertumbuhan penduduk yang tinggi yang mengakibatkan menurunnya pendapatan perkapita.
2.      Inflasi dimana pendapatan uang bertambah tetapi tidak diikuti secara proporsional dengan
pertambahan produksi barang-barang.
3.      Ketidakmerataan pembangunan antar daerah.
4.      Investasi yang sangat banyak dalam proyek-proyek yang padat modal (Capital Insentive),
sehingga persentase pendapatan modal dari kerja tambahan besar dibandingkan dengan
persentase pendapatan yang berasal dari kerja, sehingga pengangguran bertambah.
5.      Rendahnya mobilitas sosial.
6.      Pelaksanaan kebijakan industri substitusi impor yang mengakibatkan kenaikan harga-harga
barang hasil industri untuk melindungi usaha-usaha golongan kapitalis.
7.      Memburuknya nilai tukar (term of trade) bagi Negara Sedang Berkembang dalam perdagangan
dengan Negara-negara maju, sebagai akibat ketidak elastisan permintaan Negara-negara maju
terhadap barang-barang ekspor Negara Sedang Berkembang.
8.      Hancurnya industri kerajinan rakyat seperti pertukangan, industri rumah tangga, dll.
2.4.2.1  Ketidakmerataan Pendapatan Nasional
Distribusi pendapatan anatar lapisan pendapatan masyarakat dapat ditelaah dengan
mengamati perkembangan angka-angka rasio gini. Namun juga perlu dicatat, bahwa rasio gini
bukan merupakan indikator paling ideal tentang ketidakmerataan distribusi pendapatan
antarlapisan.
2.4.2.2  Ketidakmerataan Pendapatan Spasial
Ketidakmerataan distribusi pendapatan antarlapisan masyarakat tidak saja berlangsung
secara nasional, tetapi juga secara spasial atau antardaerah, yakni antara daerah perkotaan dan
pedesaan. Di Indonesia pembagian pedapatan relatif lebih merata di daerah pedesaan daripada
daerah perkotaan. Ketidakmerataan pendapatan yang berlangsung antardaerah tidak hanya dalam
hal distribusinya, tapi juga dalam hal tingkat atau besarnya pendapatan itu sendiri.
2.4.2.3  Ketidakmerataan Pendapatan Regional
Secara regional atau antarwilayah, berlangsung pula ketidakmerataan pendapatan
antarlapisan masyarakat. Dalam perspektif antarwilayah, ketidakmerataan terjadi baik dalam hal
tingkat pendapatan masyarakat antara wilayah satu dengan wilayah lainnya, maupun dalam hal
distribusi pendapatan dikalangan penduduk masing-masing wilayah.
2.5     Teori Distribusi Neoklasik
Teori distribusi Neoklasik adalah teori modern tentang bagaimana pendapatan nasional
dibagi diantara faktor-faktor produksi. Ini didasarkan pada pemikiran klasik (abad ke-18) bahwa
harga disesuaikan untuk menyeimbangkan penawaran dan permintaan, yang disini diterapkan
pada faktor produksi. Teori ini telah diterima oleh sebagian besar ekonom dewasa ini sebagai
awal yang baik untuk memulai memahami bagaimana pendapatan ekonomi didistribusikan dari
perusahaan ke rumah tangga.
2.5.1        Harga Faktor Produksi (Faktor Prices)
Ditribusi pendapatan nasional dipengaruhi oleh harga-harga faktor. Harga faktor produksi
adalah jumlah yang dibayar ke faktor-faktor produksi. Pada suatu perekonomian dimana faktor
produksi adalah modal dan tenaga kerja, sementara dua harga faktor produksi adalah
upah (wage) yang diterima para pekerja dan sewa (rent) yang dikumpulkan oleh para pemilik
modal.
2.5.2        Keputusan-Keputusan yang Dihadapi Perusahaan Kompetitif
Perusahaan kompetitif (Competitive firm) reletif kecil ukurannya terhadap pasar dimana
perdagangan berlangsung sehingga memiliki pengaruh yang kecil terhadap harga pasar. Kita
tidak dapat mempengaruhi harga yang telah ditetapkan di pasar. Demikian pula, perusahaan kita
tidak dapat mempengaruhi upah para pekerja karena banyak perusahaan lokal lain yang juga
menarik pekerja.
Untuk membuat produknya, perusahaan itu memerlukan dua faktor produksi, modal dan
tenaga kerja. Dimana perusahaan itu memproduksi lebih banyak output jika memiliki lebih
banyak mesin atau jika para pekerjanya bekerja lebih lama. Tujuan perusahaan adalah
memaksimalkan laba. Laba bergantung pada harga produk P, harga faktor produksi W, dan
bunga sewa R, serta jumlah jam kerja (L) dan banyaknya mesin (K). Perusahaan kompetitif
menggunakan harga produk dan harga faktor yang sudah ditentukan serta memilih jumlah tenaga
kerja dan modal yang memaksimalkan laba.
2.5.3        Permintaan Perusahaan Terhadap Faktor-Faktor Produksi
2.5.3.1  Produk Marjinal Tenaga Kerja (MPL)
Adalah jumlah output tambahan yang diperoleh perusahaan dari satu unit tenaga kerja
tambahan, dengan mempertahankan modal tetap. Semakin banyak tenaga kerja yang digunakan,
semakin banyak output yang dihasilkan. Kebanyakan fungsi produksi memiliki sifat produk
marjinal yang semakin menurun (diminishing marginal product): dengan mempertahankan
jumlah modal tetap, produk marjinal tenaga kerja menurun ketika jumlah tenaga kerja
meningkat.
2.5.3.2  Dari Produk Marjinal Tenaga Kerja Ke Permintaan Tenaga Kerja
Bagaimana perusahaan itu mengetahui berapa banyak jumlah tenaga kerja dan modal
yang akan memaksimalkan laba? Ketika sedang memutuskan apakah menggunakan satu unit
tenaga kerja atau tidak, perusahaan kompetitif yang memaksimalkan laba mempertimbangkan
bagaimana keputusan itu akan mempengaruhi laba. Peningkatan penerimaan dari satu unit tenaga
kerja tambahan bergantung pada dua variabel: produk marjinal tenaga kerja dan harga output.
Manajer perusahaan mengetahui bahwa jika penerimaan tambahan P x MPL melebihi
upah W, unit tenaga kerja tambahan akan meningkatkan laba. Permintaan perusahaan terhadap
tenaga kerja ditentukan dengan
P x MPL = W              atau                  MPL = W/P
W/P adalah upah riil (real wage), yaitu pembayaran kepada tenaga kerja yang diukur dalam unit
output, bukan dalam mata uang. Untuk memaksimalkan laba, perusahaan terus menarik tenaga
kerja sampai pada titik dimana MPL=W/P.
2.5.3.3  Produk Marjinal Modal Dan Permintaan Modal (MPK)
Adalah jumlah output tambahan yang diperoleh dari unit modal tambahan, dengan
mempertahankan jumlah tenaga kerja konstan. Perusahaan memutuskan berapa banyak modal
yang akan digunakan dengan cara yang sama seperti memutuskan jumlah tenaga kerja. Seperti
tenaga kerja, modal adalah subjek dari produk marjinal yang semakin menurun.
Kenaikan laba dari menyewa mesin tambahan adalah penerimaan tambahan dari menjual
output mesin dikurangi harga sewa mesin. Untuk memaksimalkan laba, perusahaan akan terus
menggunakan lebih banyak modal hingga MPK turun sama dengan harga sewa riil :              
MPK = R/P
Harga sewa modal riil (real rental price of capital) adalah harga sewa diukur dalam unit
barang, bukan dalam mata uang. Kesimpulannya, perusahaan kompetititf yang memaksimalkan
laba mengikuti kaidah sederhana tentang berapa banyak tenaga kerja dan modal yang perlu
digunakan
v

Anda mungkin juga menyukai