Anda di halaman 1dari 3

ZIKIR berasal dari akar kata dzakara-yadzkuru-dzikran yang berarti menyebut,

mengucapkan, mengagungkan, menyucikan, dan mengingat. Dzikrullah biasa diartikan


berarti menyebut-nyebut (nama) Allah SWT seraya mengingat-Nya, sedangkan wirid
berasal dari akar kata warada-yaridu-wuruda. Wirdun berarti datang, sampai,
mendatangi, menyebutkan. Wirid seakar kata dengan wardah yang berarti bunga
mawar. Kata dzikr dan wirid dari segi bahasa memiliki makna yang sama, yaitu
menyebut atau mennyucikan. Dalam pengertian populer, zikir lebih banyak berarti
penyebutan dan penyucian nama Allah SWT. Sama dengan pengertian populer dari
wirid. Makna zikir dan wirid termasuk membaca kalam Allah, yakni Alquran. Keduanya
juga sama-sama bertujuan mendekatkan diri kepada Allah SWT. Bedanya hanya dari
segi ketentuan penyebutan dan pengungkapan. Jumlah, waktu, dan tempat
pelaksanaan zikir biasanya tidak ditentukan. Kapan pun dan di mana pun bebas
menjalankan zikir. Sementara itu, jenis, jumlah, waktu, dan ketentuan pengamalan wirid
biasanya ditentukan. Bacaan yang dibaca pada waktu zikir tidak ditentukan, bergantung
pada apa yang dihafal atau apa yang dikuasainya. Sementara itu, dalam wirid, jenis
bacaan sudah ditentukan, tidak bisa ditawar soal panjang pendeknya. Wirid inilah yang
lebih memerlukan alat bantu seperti tasbih, buku-buku, dan amalan-amalan tertentu.
Tentu yang lebih baik ialah wirid. Zikir terkesan temporer, dilakukan saat hati sedang
dalam keadaan khusus, misalnya ketika seorang sedang menghadapi masalah,
mempunyai hajat lebih besar, atau sedang bahagia dan mengungkapkan rasa syukur
dalam bentuk berzikir. Jika tidak dalam keadaan (mood) bagus, bisanya seseorang
berzikir seadanya atau tidak sama sekali. Sementara itu, wirid lebih bersifat permanen,
dalam keadaan apa pun dan di mana pun seseorang selalu mengamalkan rutinitas wirid.
Jika ia meninggalkan wirid, itu seperti meninggalkan sebuah kewajiban, ada sesuatu
yang kurang. Dengan demikian, ahli wirid lebih kuat ketimbang ahli zikir. Di dalam
Alquran, zikir dan wirid sangat dianjurkan sebagaimana disebutkan dalam ayat: "(yaitu)
orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah.
Ingatlah, hanya dengan mengingat Allahlah hati menjadi tenteram (QS Al Rad/13:28).
Ayat itu menginformasikan zikir dan mengingat Allah SWT akan menenteramkan hati.
Dalam ayat lain, Allah SWT memberikan informasi lebih lanjut: Wasabbihu bukratan wa
ashila (Dan bertasbihlah kepada-Nya di waktu pagi dan petang (QS Al Ahdzab/33:42).
Ayat pertama menyerukan zikir dan ayat berikutnya menyerukan untuk meningkatkan
zikir menjadi wirid. Rasulullah SAW telah mengisyaratkan agar pengamalan zikir
dilembagakan dan amalkan secara terukur menjadi wirid. Dalam kitab Riyadh al-
Shalihin, kumpulan hadis-hadis sahih yang disusun Imam Al-Nawawi dan hingga saat ini
menjadi salah satu kitab wajib di pondok-pondok pesantren di Indonesia, disebutkan
sebuah riwayat bahwa suatu ketika para pekerja dan pelayan menghadap Rasulullah
SAW untuk diajari sesuatu yang bisa membuat diri mereka setara dengan tuannya, yang
bukan hanya melakukan ibadah, melainkan juga bersedekah dan berinfak, sedangkan
kami para pekerja dan pelayan hanya bisa beribadah, tetapi tidak punya kemampuan
untuk bersedekah dan berinfak. Rasulullah SAW mengajari mereka dengan zikir. "Jika
kalian membaca subhanallah, alhamdulillah, dan Allahu Akbar masing-masing tiga kali
seusai salat fardu, kedudukan kalian sama dengan tuan-tuan kalian di mata Allah SWT."
Para pekerja dan pelayan mengamalkan wirid itu setiap usai salat fardu. Tuan-tuan para
pekerja dan pelayan mengamati kebiasan baru karyawan. Akhirnya mereka juga
mengamalkan wirid itu. Kelompok pekerja dan pelayan kembali mendatangi Rasulullah
SAW mengadukan tuan mereka juga mengamalkan hal yang sama. Mereka meminta
sesuatu yang lain agar nanti di akhirat tidak kalah dengan tuan-tuan mereka. Rasulullah
SAW menjawab, "Sesungguhnya Allah memberikan petunjuk kepada siapa yang
dikehendakinya." Hadis itu mengisyaratkan pentingnya meningkatkan kualitas zikir
menjadi wirid. Allahualam

Sumber: https://mediaindonesia.com/renungan-ramadan/109519/dari-zikir-ke-wirid

Berikut ini perbedaan wirid dan dzikir yang perlu diketahui.

Dzikir, dalam bahasa arab berarti “mengingat”. Dzikir didalam Al-Qur’an


diartikan sebagai “mengingat Allah”. Sebagaimana firman Allah SWT.

‫يَا َأيُّ َها الَّ ِذينَ آ َمنُوا ْاذ ُك ُروا هَّللا َ ِذ ْك ًرا َكثِي ًرا‬

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, berzdikirlah (dengan menyebut


nama) Allah, zikir yang sebanyak-banyaknya.” (Q. S. Al Ahzab : 41)
Didalam Al-Qur’an tidak disebutkan kapan waktu khusus untuk ber-dzikir
(mengingat) Allah.

Akan tetapi yang sering adalah perintah untuk berdzikir (mengingat)


Allah, kapanpun, tidak bergantung pada waktu.

Sedangkan kata wirid sebenarnya adalah berasal dari bahasa Melayu yang
berarti mengulang.

Awal mula pemakaian kata wirid, adalah pada saat penyebaran agama
islam di Nusantara.

Wirid digunakan sebagai kata untuk menjelaskan tata cara


pembacaan kalimat thayyibah yg dilakukan secara berulang-ulang,
diwaktu2 tertentu, dengan tujuan tertentu (hajat).

Hal ini masih bisa dilihat pada para pelaku tarikat yg membaca kalimat-
kalimat Allah tertentu (contohnya: Laa ilaaha illallaah).

Bisa disimpulkan, bahwa sebenarnya perbedaan antara kata Dzikir dan


Wirid hanya pada waktu dan tujuannya.
Dzikir dilakukan kapan saja dan bertujuan murni untuk mengingat Allah.
Sedangkan Wirid diartikan sebagai ritual mengucapkan kalimat Allah
diwaktu-waktu tertentu dengan tujuan tertentu

Anda mungkin juga menyukai