Anda di halaman 1dari 25

MODUL PRAKTIKUM

TEKNIK LABORATORIUM

Oleh :
HENDRA SAPUTRA, M.Si

TEKNOLOGI PENGOLAHAN HASIL PERKEBUNAN


POLITEKNIK KELAPA SAWIT
CITRA WIDYA EDUKASI
BEKASI
2023
PRAKTIKUM 1
ANALISA MUTU MINYAK
(KANDUNGAN AIR DAN KANDUNGAN KOTORAN)

A. Pendahuluan
1. Kandungan air (moisture)
Penentuan kadar air atau moisture pada CPO adalah untuk menentukan
kandungan zat mudah menguap pada minyak. Yang dimaksud dengan zat yang
mudah menguap pada minyak adalah sejumlah bahan yang mudah menguap
pada suhu 105 °C dan sebagian besar tersusun oleh air dan bahan organik lain
(Naibaho,1998).
Air dalam minyak hanya dalam jumlah kecil. Hal ini dapat terjadi karena
proses alami sewaktu pembuahan maupun akibat perlakuan di pabrik serta
sewaktu penimbunan. Menurut Codex Alimentarius/FAO/WHO (2011) maksimal
kandungan zat mudah menguap dalam minyak ataupun lemak adalah 0,2%.
Kehadiran air dengan konsentrasi sangat rendah dapat menjadi
berbahaya untuk produk minyak dan lemak. Air adalah katalis hampir semua
reaksi degradasi kimia. Pengujian kadar air umumnya menyediakan baik
sebuah indikasi tingkat parameter kualitas lain dan membantu untuk
meramalkan variasi pada penyimpanan. Kehadiran kadar air yang tinggi
meningkatkan degradasi oksidatif.
Efek berbahaya dari tingginya kadar air pada CPO adalah mengenai
keasaman minyak. Meskipun akumulasi FFA dalam CPO adalah terutama
disebabkan aksi enzim lipase endogen dari mesocarp buah kelapa sawit,
keasaman minyak masih dapat ditingkatkan dengan faktor lain baik setelah
lipase telah tidak aktif dengan langkah sterilisasi selama proses ekstraksi.
Dimana FFA dapat dibentuk di CPO melalui aksi enzim lipase dari
mikroorganisme (Hiol et al., 1999; Houria et al., 2002; Tagoe et al., 2012). Lebih
dari itu, dengan kadar air di atas batas kritis 0,2%, FFA juga dibentuk oleh
proses kimia disebut hidrolisis autokatalitik, dimana gugus FFA pada awalnya
hadir sebagai katalis dan meningkatkan pembentukan selanjutnya dari FFA
lainnya (Loncin, 1952; 1956; 1965; Loncin dan Jacobsberg 1965; Chooi et al.,
2006). Oleh karena itu, sangat penting untuk mempertahankan kadar air sampel
CPO di bawah batas kritis 0,2% untuk mencegah aktivitas enzim lipase mikroba
dan reaksi hidrolisis autokatalitik.
Oleh karena itu, untuk mendapatkan kadar air sesuai dengan yang
diinginkan, maka harus dilakukan pengawasan yang intensif pada saat
penimbunan dan proses pengolahan. Hal ini dilakukan untuk menghambat dan
menekan terjadinya hidrolisis minyak.

2. Kandungan Kotoran (Dirt)


Kotoran yang terdapat pada minyak merupakan bahan-bahan yang
terkandung dalam minyak mentah yang tidak larut dalam pelarut minyak yang
biasanya merupakan pelarut organik di bawah kondisi operasi tertentu. Pelarut
yang biasa digunakan seperti n-Heksan, dietil eter, petroleum eter. Secara
singkat langkah kerja meliputi pelarutan minyak dalam senyawa organik,
dilanjutkan penyaringan dengan media penyaring dan dicuci dengan pelarut
tersebut, dikeringkan kemudian ditimbang.
Ada 3 golongan kotoran yang terdapat di dalam minyak, yaitu :
a. Kotoran yang tidak terlarut dalam minyak (fat insoluble) dan terlarut
dalam minyak.
Kotoran yang terdiri dari biji atau partikel jaringan, lender dan getah
serat-serat yang berasal dari kulit abu atau material yang terdiri dari Fe, cu,
Mg dan Ca, serta air dalam jumlah kecil. Jenis kotoran ini dapat diatasi
dengan cara mekanis seperti pengendapan dan sentrifugasi. Kadar
pengotor dalam minyak sawit berupa logam Fe, Cu, dan kuningan biasanya
berasal dari alat-alat pengolahan yng digunakan. Mutu dan kualitas minyak
sawit yang mengandung logam-logam tersebut akan turun, sebab pada
kondisi tertentu logam-logam ini dapat menjadi katalisator yang menstimulir
reaksi oksidasi. Terjadinya reaksi oksidasi dapat dimonitor dengan melihat
perubahan warnya minyak yang semakin gelap dan akhirnya menyebabkan
ketengikan.
b. Kotoran yang berbentuk suspensi koloid dalam minyak.
Kotoran jenis ini terdiri dari pospolipid, senyawa yang mengandung
nitrogen dan senyawa kompleks lainnya. Kotoran dapat dihilangkan dengan
menggunakan uap panas, sentrifugasi atau penyaringan dengan adsorben.
c. Kotoran terlarut dalam minyak (fat soluble compound).
Kotoran yang termasuk jenis ini terdiri atas ALB, sterol, hidrokarbon,
monogliserida dan digliserida yang dihasilkan dari hidrolisis trigliserida, zat
warna yang terdiri dari karatenoid, klorofil. Zat warna lainnya yang
dihasilkan dari proses oksidasi dan dekomposisi minyak yang terdiri dari
keton, aldehid dan resin serta zat-zat lainnya.
(Ketaren, 1986)
Penghilangan kotoran tersebut dalam dilakukan dengan proses fisik
seperti penyaringan, namun untuk penghilangan kotoran yang dapat larut dalam
minyak dilakukan dengan proses Bleaching.

B. Pelaksanaan Praktikum
1. Pengujian Kandungan Air

Tujuan : Menentukan kandungan air dalam minyak produksi dengan


cara penguapan oven terbuka.
Prinsip dasar : Kadar air dinyatakan sebagai selisih massa yang hilang pada
sampel setelah dipanaskan pada suhu 105 °C selama 4 jam
dibandingkan dengan massa sampel sebelum sampel
dipanaskan.
Bahan : sampel minyak kelapa sawit.

Alat : - oven
- neraca analitik
- crystallizing dish
- desikator

Cara kerja :
1. Panaskan crystallizing dish dalam oven konvensional dengan temperatur
105  2 oC, selama ±30 menit, dinginkan selama ±30 menit di dalam desikator.
2. Timbang crystallizing dish tersebut sampai 0,0001 gr terdekat (W1).
3. Tuang sampel minyak 10 – 15 gram ke dalam crystallizing dish dan timbang
sampai 0,0001 gram terdekat (W2).
4. Keringkan sampel minyak di dalam oven oven konvensional pada temperatur
105  2 oC, selama 4 jam.
5. kemudian dinginkan sampel dalam desikator selama ±30 menit.
6. Timbang wadah dan sampel kering sampai 0,0001 gram terdekat (W3).

Perhitungan:
W 2−W 3
% Moisture= × 100(% )
W 2−W 1

Keterangan:
W1 : massa crystallizing dish kering (g)
W2 : massa crystallizing dish + sampel minyak (g)
W3 : massa crystallizing dish + sampel kering (g)

Kadar air minyak harus dikurangi sampai dibawah 0,15 % untuk


mencegah terjadinya reaksi Hidrolisis.

2. Pengujian Kandungan Kotoran


Tujuan : Menentukan kadar kotoran yang terdapat dalam minyak
dengan cara menimbang residu kering setelah dipisahkan dari
sampel dengan menggunakan pelarut organik dengan cara
penyaringan.

Bahan : - sampel minyak hasil uji moisture


- n-Heksane
Alat :
- oven - gooch crucible
- neraca analitik - vacuum pump
- desikator - beaker glass
- glass fibre filter

Cara kerja :
1. Masukkan glass fibre filter dalam gooch crucible. Panaskan dalam oven
konvensional pada temperatur 105  2 o
C selama ±30 menit kemudian
dinginkan selama ±30 menit di dalam desikator.
2. Timbang gooch crucible kering berisi glass fibre filter dan sampai 0,0001 gr
terdekat (W4).
3. Sampel minyak kering setelah pengujian %Moisture, merupakan sampel
untuk pengujian %Dirt.
4. Tambahkan 100 ml hexane suling, kemudian aduk hingga homogen.
5. Tuangkan larutan campuran minyak dan hexane ke dalam crucible dengan hati-
hati dan gunakan pompa vacuum untuk menghisap campuran tersebut.
6. Lakukan beberapa kali pembilasan dengan mempergunakan hexane suling
sampai keseluruhan minyak dan kotoran telah dipindahkan.
7. Pindahkan crucible dan bersihkan bagian luarnya dengan kertas tissue atau lap,
kemudian keringkan dalam oven pada suhu 105oC selama ±30 menit.
8. Timbang crucible sampai 0,0001 gr terdekat (W5).
Perhitungan:
W 5−W 4
% Dirt= ×100( %)
W 2−W 1

Keterangan :
W4 : massa gooch crucible kering berisi glass fibre filter (gr)
W5 : massa gooch crucible kering berisi glass fibre filter + kotoran (gr)

Kadar kotoran maksimal yang terdapat dalam minyak sebesar 0,02%.


PRAKTIKUM 2
ANALISA MUTU MINYAK
PENENTUAN KADAR ASAM LEMAK BEBAS (ALB)

A. Pendahuluan
Asam Lemak bebas (ALB) atau dalam istilah asing disebut Free Fatty Acid
(FFA) adalah asam lemak yang tidak terikat pada molekul lain (asam lemak sebagai
hasil dari minyak yang terhidrolisa).
Faktor-faktor yang dapat menyebabkan naiknya kadar ALB dalam CPO
antara lain:
1. Kadar air dalam CPO.
2. Enzim lipase yang berfungsi sebagai katalis dalam reaksi hidrolisis.
Kadar air dapat dapat mengakibatkan naiknya kadar ALB karena air dapat
menyebabakan terjadinya reaksi hidrolisa pada trigliserida dengan bantuan
enzim lipase yang telah ada dalam CPO tersebut. Reaksi ini akan
menghasilkan asam lemak dan produk samping berupa Gliserol.
Reaksi hidrolisa trigliserida dengan enzim lipase, sebagai berikut :

Trigliserida + Air enzim Asam lemak + Gliserol

R1COOH R2COOH R3COOH

CH2R1COO CH2OH CH2OH CH2OH

lipase lipase lipase


CHR2COO CHR2COO CHOH CHOH

CH2R3COO CH2R3COO CH2R3COO CH2O


(trigliserida) (digliserida) (monogliserida) (gliserol)

Trigliserida adalah asam lemak yang terdiri dari asam miristat (1% – 3%),
asam palmitat (35%–40%), asam oleat (38%–40%), asam stearat (3%–6%), dan
asam linoleat (5%–11%) (Kirk dan Othmer, 1951). Beberapa asam lemak yang
umum terdapat pada tumbuhan dalam bentuk ester, ditunjukkan oleh tabel berikut
ini.
Tabel 1. Beberapa asam lemak yang umum dalam minyak.
Nama Rumus Asam lemak, % berat
Asam Miristat C5H11 COOH 1,4
Asam Palmitat C15 H31 COOH 40,1
Asam stearat C17 H35 COOH 5,5
Asam Oleat C17H33 COOH 42,7
Asam Linoleat C17H31 COOH 10,3

Asam palmitat, asam stearat dan miristat adalah asam lemak jenuh,
sedangkan asam oleat dan linoleat adalah asam lemak tak jenuh. Dengan
memanfaatkan sifat-sifat fisika dan kimia jenis-jenis asam lemak yang terkandung
dalam minyak sawit, kita akan dapat memproses dan mengendalikan sifat-sifat
minyak.
Mutu minyak sawit dipengaruhi oleh kadar asam lemak bebasnya, karena
jika kadar ALB tinggi, maka akan timbul bau tengik dan flavor (Ketaren, 1986), serta
dapat merusak peralatan karrena mengakibatkan terjadinya korosi.
Selain kadar air yang mempengaruhi kandungan Asam lemak, terdapat
beberapa faktor lain yang ikut berpengaruh, yakni
1. pengaruh suhu
2. tingkat kematangan buah
3. pengadukan dan pelukaan buah
4. lama penyimpanan.

B. Pelaksanaan Praktikum

Tujuan : menentukan kandungan asam lemak bebas pada minyak sawit


mentah (CPO)

Prinsip : dengan cara melarutkan sampel dalam pelarut tertentu kemudian


dititrasi menggunakan larutan alkali dengan bantuan indikator PP

Bahan :
- sampel minyak - Larutan NaOH 0,1 N
- Indikator PP - Isopropil alkohol
- H2SO4 0,1 N
Alat : - hot plate
- neraca analitik - erlenmeyer
- klem, buret, statif - batang pengaduk
- beaker glass - pipet tetes

Persiapan Bahan :
1. Indikator Phenol phtalein 1% w/v
2. Larutan NaOH 0,1 N (Pembuatan dan Standarisasi)
3. Netralisasi IPA (Isopropil Alkohol)

Cara kerja :
1. Standarisasi Larutan NaOH 0,1 N dengan Kalium Hydrogen Phtalate (KHP)
- Buat larutan standar NaOH 0,1 N.
- Keringkan terlebih dahulu Kalium hydrogen Phtalate (KHP) dalam oven
dengan suhu 120 °C selama 3 jam, kemudian dinginkan.
- Timbang Kalium hydrogen Phtalate sebanyak 0,204 gram dalam
Erlenmeyer, catat sampai ketelitian empat desimal (0,0001 gr).
- Tambahkan 25 ml aquadest ke dalam Erlenmeyer tersebut dan aduk sampai
larut. (jika tidak larut: Panaskan diatas penangas air/kompor sambil
digoyang-goyang hingga semua larut).
- Tambahkan 4 tetes indikator PP.
- Titrasi dengan larutan titran NaOH 0,1 N hingga terjadi perubahan warna
(pink) yang stabil.
- Lakukan titrasi sebanyak 3 kali untuk mendapatkan nilai rata-rata.
- Hitung konsentrasi NaOH yang sesungguhnya dengan persamaan (1).

2. Netralisasi Isopropil Alkohol (IPA)


- Tempatkan 150 ml isopropil alkohol ke dalam gelas beaker
250 ml.
- Tambahkan 5 tetes indikator PP, kemudian setetes demi
setetes tambahkan NaOH 0,1 N sampai muncul warna pink.
- Hentikan tetesan dan aduk larutan IPA tersebut hingga warna
pink hilang, jika warna pink tidak hilang tetesi dengan H2SO4
0,1 N hingga warna pink tepat hilang.

3. Penentuan Kadar Asam Lemak Bebas (ALB)


- Panaskan sampel minyak dengan magnetik stirer pada suhu
45-50 °C supaya mencair dan homogen.
- Timbang 3 – 5,0 gr sampel minyak sampai ketelitian empat
desimal (0,0001 gr) ke dalam erlenmeyer (W).
- tambahkan 50 ml isopropil alkohol yang sudah dinetralisasi ke
dalam sampel minyak, kemudian tambahkan 4 tetes indikator
PP.
- titrasi dengan larutan standar NaOH 0,1 N setetes demi setetes
sampai timbul warna jingga yang dapat bertahan minimal 30
detik.
- Lakukan titrasi sejumlah 3 kali percobaan.
- Hitung % FFA dengan menggunakan persamaan (2).

Analisa perhitungan :
1. Standarisasi larutan
W x 1000
N NaOH=
t x 204 , 24
.................
.. (1)

Dengan :

1) N = normalitas larutan natrium hidroksida, N


2) W = berat Potassium hydrogen phalate, gram
3) t = volume larutan natrium hidroksida yang digunakan, ml
4) Normalitas larutan natrium hidroksida harus diperiksa 2 kali seminggu
5) Normalitas larutan harus dinyatakan dalam 4 desimal

2. Penentuan Asam Lemak Bebas (ALB)


Ekuivalen asam lemak bebas merupakan kandungan asam lemak yang tidak
terikat atau tidak tergeser dengan gliserol yang dinyatakan dalam miligram
ekuivalen asam lemak/ gram minyak. Dan dikalikan dengan berat molekul
asam lemak bebas yang dianggap sebesar 256 (dihitung sebagai asam
palmitat) maka akan didapat kadar asam lemak bebas.

N x t x 25,6
Kadar asamlemak bebas=
W
..................(2)
Dimana : N = normalitas larutan titran NaOH, N
t = volume larutan titran NaOH yang terpakai, ml
W = berat sampel minyak yang digunakan, gram
C. Analisa Asam Lemak Bebas
ALB yang tinggi adalah suatu ukuran tentang ketidakberesan dalam panen
dan pengolahan, misalnya pada proses Klarifikasi yang terlalu lama. Kadar ALB
maksimal yang diperbolehkan sebesar 3%.
Adanya kadar ALB yang terlalu besar dapat terjadi karena :
1. Menimbulkan kerugian pada waktu Rafinasi (pada proses netralisasi)
2. Menimbulkan korosi pada alat – alat
3. Menimbulkan masalah pembuangan acid oil (limbah hasil netralisasi)
4. Menimbulkan masalah pencemaran air oleh limbah Rafinasi.

Cara untuk menjaga kadar ALB yang rendah, antara lain dengan :
1. Pelukaan pada buah harus dihindarkan
2. Berondolan jangan terlalu banyak, karena selain kurang terlindung, berondolan
akan lebih mudah terluka karena lebih lunak
3. Menjaga berondolan dari serangan mikroorganisme.
PRAKTIKUM 3
Penentuan Bilangan Peroksida

A. Pendahuluan
Peroksida atau disebut juga hidroperoksida adalah hasil oksidasi pertama
yang nontransient dan terbentuk karena bertambahnya radikal aktif molekul oksigen
pada gugus metilen aktif pada rantai asam lemak terutama pada asam lemak tak
jenuh.
Reaksi Oksidasi ini menghasilkan peroksida yang tidak stabil yang
menyebabkan terbentuk radikal baru sehingga proses oksidasi berulang pada siklus
selanjutnya.
Reaksi Oksidasi pada minyak sawit mentah (CPO) dapat terjadi karena
kontak langsung dengan udara atau terdapat oksigen yang terjebak pada saat
pengemasan. Reaksi ini menimbulkan pengikatan oksigen pada ikatan rangkap
asam lemak dan membentuk peroksida yang kemudian akan terdekomposisi
menjadi senyawa hidrokarbon, alkanal, atau keton, serta sedikit epoksi dan alkohol
(alkanol). Apabila reaksi-reaksi ini berlangsung lama, maka struktur molekul CPO
akan rusak.
Bau dan rasa yang tidak enak yang timbul disebut ketengikan, ini
disebabkan oleh hidrolisa komponen komponen gliserida yang dipercepat oleh
enzim lipase, disamping itu ketengikan dapat disebabkan oleh oksidasi asam lemak
tak jenuh dan prosesnya akan dipercepat oleh cahaya.
Misalnya, bila asam oleat dioksidasi oleh alkali permanganat pada
temperatur rendah, dua gugus hidroksil akan terikat pada ikatan rangkap dan
membentuk asam dihiroksi stearat. Pada temperatur yang lebih tinggi molekul ini
selanjutnya dioksidasi lanjut menjadi asam pelargonat dan asam azelat.
Reaksi :

CH3(CH2)7 – CH = CH(CH2)7COOH + H2O + O

CH3(CH2)7 – CH - CH(CH2)7COOH + 3O
OH OH

CH3(CH2)7COOH + HOOC(CH2)7COOH + H2O


Bilangan peroksida menggambarkan tingkat kesegaran minyak/ lemak.
Jumlah bilangan peroksida ini dapat ditentukan dengan cara mereaksikan sampel
dengan larutan KI dalam suasana asam. Ion iodide tersebut akan dioksidasi
menjadi iodine (I2). Iodine yang terbentuk dapat ditentukan jumlahnya secara
kuantitatif dengan larutan Natrium thiosulfat standar yang setara dengan jumlah
peroksida yang terbentuk.

B. Cara Uji Penentuan Bilangan Peroksida

Tujuan : menentukan bilangan Peroksida dengan cara titrasi yang


didasarkan pada titrasi ion Iodida bebas dengan Sodium thiosulfat.

Bahan : - sampel minyak sawit mentah


- campuran Asam Asetat : cloroform ( 3/2 v/v)
- larutan Kalium Iodida (KI) jenuh
- aquadest
- larutan amilum 1%
- larutan Na2S2O3.5H2O 0,01 N

Alat :
- microburet - pipet volum
- neraca analitik - eksikator
- erlenmeyer - Gelas ukur 50 ml

Persiapan bahan :
1. Asam Asetat : chloroform ( 3/2 v/v)
Buat larutan Asam asetat dan Chloroform dengan perbandingan 3 : 2
2. Larutan Kalium Iodida (KI) jenuh
Larutkan sejumlah KI dalam 20ml aquadest (yang telah dididihkan) hingga
tidak ada lagi kristal yang melarut (bila perlu disaring)
3. Pembuatan larutan Na2S2O3.5H2O 0,01 N
Timbang sebanyak 0,62 gram Na2S2O3.5H2O dilarutkan dalam aquadest
250ml, bila perlu dapat ditambahkan 0,1 gram NaOH sebagai pengawet.
(Diamkan larutan ini selama 1 hari sebelum dilakukan standarisasi)
4. Standarisasi larutan Na2S2O3.5H2O 0,01 N dengan K2Cr2O7
Keringkan K2Cr2O7 dalam oven pada suhu 105 °C selama 2 jam, dinginkan
dalam eksikator.
Timbang 0,294 gram K2Cr2O7 ke dalam erlenmeyer, kemudian larutkan
dalam 100ml aquadest.
Pipet larutan sebanyak 25ml, kemudian tambahkan 1gr KI dan 10ml H 2SO4
4N. Kocok dan simpan larutan di tempat gelap selama 5 menit.
Titrasi larutan diatas dengan larutan Na2S2O3.5H2O yang akan ditentukan
konsentrasinya. Jika warna sudah hampir berubah maka ditambah dengan
1ml indikator amilum. Dan lanjutkan titrasi hingga titik ekuivalen-nya.
5. Indikator amilum 1%
Timbang 1 gram Amilosa, kemudian larutkan dalam 100ml aquadest. (Bila
sukar larut maka didihkan diatas penangas air, angkat dan dinginkan).
Sebagai pengawet dapat ditambahkan 0,065 gram Asam salisilat dan
simpan dalam lemari es.

Cara kerja : - Sampel ditimbang sebanyak ±15 gram ke dalam gelas piala
yang ditentukan berat kosongnya
- Tambahkan 30ml campuran Asam asetat + Chloroform
kemudian kocok dengan sempurna
- Kedalam sampel ditambahkan 0,5 ml KI jenuh, lalu gelas
ditutup dan dikocok perlahan-lahan selama 1 menit
- Sampel tersebut dibuka tutupnya dan ditambahkan 30ml
aquadest dan 0,5ml indikator larutan amilum
- Sampel dititrasi dengan Sodium thiosulfat 0,01 N sampai warna
yang hitam kebiruan menghilang ( titik akhir titrasi )

Analisa perhitungan :
Penentuan standarisasi Na2S2O3.5H2O :
b x 1000 x V b
N 1=
294,2 x 100 x V 1

Dimana : N1 = konsentrasi larutan Natrium tiosulfat, N


b = bobot K2Cr2O7 dalam 100ml aquadest, gr
Vb = volume larutan K2Cr2O7 yang digunakan dalam titrasi, ml
V1 = volume larutan Na2S2O3.5H2O hasil titrasi, ml
294,2 = konstanta, bobot ekuivalen K2Cr2O7
100 = volume larutan K2Cr2O7 yang dibuat dalam labu ukur 100ml
Penentuan bilangan peroksida :
V x N x 1000
ml eq/kg P . V .=
W

Dimana : V = volume Sodium thiosulfat, ml


N = normalitas Sodium thiosulfat, N
W = berat sampel, kg
C. Analisa Bilangan Peroksida
Batas maksimal bilangan Peroksida pada minyak sawit sebesar 5 ml eq/ Kg.
Bilangan perosida ini menandakan tingkat kerusakan minyak.
PRAKTIKUM 4
Penentuan DOBI dan Kadar Karoten

A. Pendahuluan
Buah sawit menghasilkan produk utama berupa crude palm oil (CPO) yang
diperoleh dari bagian mesokarp buah yang dihasilkan di pabrik kelapa sawit (PKS)
(Basiron et al., 2000 dan Lubis, 2008). Mutu CPO sangat dipengaruhi oleh faktor
kebun dan faktor pengolahan di PKS. Faktor kebun diantaranya adalah kematangan
buah yang dipanen dan waktu pengiriman buah ke PKS (Hasibuan & Nuryanto,
2015). Buah sawit yang dipanen sebaiknya diolah langsung di PKS agar mutu CPO
tinggi namun karena kondisi di lapangan seperti infrastruktur yang tidak baik dan
curah hujan tinggi menyebabkan buah menjadi restan. Sedangkan, faktor di PKS
adalah waktu, temperatur di sterilisasi dan digester dan tekanan di stasiun press-an
(Owolarafe, et al., 2008; Jusoh, et al., 2013; dan Adetola, et al., 2014).
Mutu CPO sesuai SNI 01-2901-2006 masih didasarkan pada 3 parameter yaitu
kadar asam lemak bebas, air dan kotoran. Sementara itu, Malaysia telah
menetapkan nilai deterioration of bleachability index (DOBI) menjadi suatu
ketetapan mutu CPO.
Nilai DOBI merupakan indeks daya pemucatan CPO yang berguna pada proses
rafinasi untuk menentukan jumlah bleaching earth yang digunakan dan waktu
proses pengolahannya. Selain itu, DOBI juga dapat menjadi salah satu parameter
untuk mengukur tingkat kerusakan minyak yang disebabkan oleh oksidasi.
Rendahnya nilai DOBI mengindikasikan naiknya kandungan produk oksidasi
sekunder (Lin, 2004; Siahaan, 2006; dan Ng dalam Jusoh, et al., 2013)
Nilai DOBI (Deterioration of Bleachabillity Index) atau indeks daya pemucatan
merupakan rasio dari kandungan karoten dan produk oksidasi sekunder pada CPO.
Nilai DOBI yang rendah menunjukkan naiknya kandungan produk oksidasi
sekunder sehingga memiliki daya pemucatan yang rendah atau dengan kata lain
membutuhkan lebih banyak pemucatan alami karena produkproduk karotenoid
teroksidasi sulit untuk dipucatkan. Nilai DOBI digunakan sebagai parameter
penduga kerusakan minyak oleh para konsumen dan merupakan angka
perbandingan serapan absorbsi terhadap asam lemak bebas (Siahaan, 2005).
Bilangan DOBI merupakan gambaran kerusakan minyak akibat proses oksidasi
yang terjadi sejak panen lalu dilajutkan pada proses pengolahan, penimbunan, dan
pemompaan ke kapal tanker angkut. Kerusakan kualitas tersebut akan berperan
pada proses pengolahan lanjutan di industri hilir. Perubahan kualitas minyak selama
proses dipengaruhi oleh sistem pengolahan dan peralatan yang digunakan. Sistem
pengolahan yang tidak dikelola dengan baik akan menghasilkan produk yang
berkualitas rendah dan daya saing yang rendah. Semakin lama minyak diproses,
nilai DOBI nya akan menurun. Recycle minyak harus diminimalkan karena akan
menurunkan nilai DOBI. Hal yang harus dilakukan yaitu menurunkan losses
sehingga tidak akan banyak minyak kotor (parit) yang tersedia untuk di recycle
(Pahan, 2012).

D. Cara Uji Penentuan Bilangan Peroksida

Tujuan : menentukan kadar karoten dan DOBI pada sampel minyak


menggunakan alat spektrofotometer.

Bahan : - sampel minyak


- Pelarut n-heksana

Alat :
- spektrofotometer - pipet
- Kuvet - labu ukur 25 mL

Penentuan nilai DOBI pada CPO tidak sulit namun untuk mendukung analisa
tersebut, laboratorium mutu harus dilengkapi dengan alat spektrofotometer. Analisa
nilai DOBI dapat dilakukan secara sekaligus (bersamaan) dengan penentuan kadar
karoten. Kadar karoten ditentukan pada panjang gelombang 446 nm sedangkan
DOBI pada panjang gelombang 446 nm dan 269 nm. Metode penentuan keduanya
cukup mudah dan sederhana sehingga dapat diterapkan oleh produsen CPO
(Hasibuan, 2012). Analisa DOBI dapat dilakukan dengan mengacu pada metode
standar dan salah satunya adalah MPOB Test Method p.2.9. part 2:2004 (MPOB,
2004). Sebanyak 0,1 g CPO yang telah dicairkan dimasukkan ke dalam labu ukur
25 mL. Ke dalam labu ditambahkan isooktan atau heksan hingga tanda garis batas.
Selanjutnya campuran dimasukkan ke dalam kuvet dan dibaca absorbansinya pada
λ = 269 nm dan λ = 446 nm menggunakan alat spektrofotometer. Kadar karoten dan
DOBI dihitung sesuai dengan persamaan 1 dan 2.
25 . A . 383
Kadar karoten = ......................... (1)
w .100
Keterangan: A = absorbansi 446 nm dan w = berat contoh (g)
Absorbance 446 nm
DOBI = ........ (2)
Absorbance 269 nm
PRAKTIKUM 5
Penentuan Kadar Minyak / Lemak pada Mesocarp

A. Pendahuluan
Ekstraksi adalah pemisahan campuran menjadi komponen - komponen
penyusunnya berdasarkan daya larut komponen tersebut dalam pelarut yang
digunakan. Pada keadaan ini pelarut berperan sebagai media pemisah (Separating
agent).
Selama proses ekstraksi terjadi perpindahan massa antara bahan ektraksi dan
pelarut yang terjadi dalam 3 tahapan :
1. Komponen yang masih ada dalam bahan mulai larut dalam pelarut
2. Larutan tersebut kemudian lepas dari bahan menuju permukaan dan
dipisahkan dari bahan
3. Pemisahan hasil ekstraksi dari pelarutnya
Hasil operasi ekstraksi (ekstrak) berupa campuran minyak dan pelarut yang
digunakan perlu dimurnikan sehingga didapatkan minyak murni. Biasanya
dilakukan operasi pemisahan seperti distilasi.

Hal - hal yang perlu diperhatikan dalam proses ekstraksi :


1. Suhu ekstraksi
Hal ini berkaitan dengan titik didih antara pelarut maupun bahan yang akan
diekstraksi. Titik didih keduanya tidak boleh terlalu dekat. Dan bila ditinjau dari
segi ekonomi, akan lebih menguntungkan jika proses ekstraksi menggunakan
pelarut dengan titik didih yang tidak terlalu tinggi.
2. Jenis pelarut
Dasar pemilihan pelarut antara lain :
a. Selektivitas
Pelarut hanya boleh melarutkan ekstrak yang diinginkan, dan bukan
komponen - komponen lain dari bahan yang diekstraksi
b. Kelarutan
Pelarut sedapat mungkin memiliki kemampuan yang besar dalam
melarutkan ekstrak (sehingga kebutuhan pelarut akan lebih sedikit)
c. Reaktivitas
Pelarut tidak boleh menyebabkan perubahan secara kimia pada komponen
bahan ekstraksi
Selain itu pelarut sebaiknya juga berharga murah, tidak mengganggu kualitas
produk, dan dapat dipisahkan dengan mudah dari minyaknya.
Untuk proses pemurnian hasil ekstraksi dapat digunakan proses Distilasi.
Distilasi adalah salah satu cara operasi untuk pemisahan campuran menjadi
komponen-komponennya berdasarkan beda volatilitas atau tekanan uapnya.
Minyak yang terdapat dalam buah sawit (mesocarp) dan inti sawit dapat
dipisahkan secara fisik dan pada umumnya minyak tersebut masih mengandung air.
Oleh karena itu sebelum dilakukan proses pengambilan minyak maka kandungan
air yang ada harus dihilangkan terlebih dahulu.

B. Perlakuan Sebelum Uji Kadar Minyak pada Mesocarp

Tujuan : melakukan persiapan awal sebelum dilakukan uji kadar minyak

Bahan : sampel brondolan buah sawit

Alat : - neraca analitik


- alat kukus
- cawan petri
- oven
- eksikator

Cara kerja : - brondolan ditimbang terlebih dahulu untuk mengetahui berat


awalnya(W1)
- brondolan dipanaskan dalam alat pengukus selama 90 menit
- dinginkan brondolan dalam eksikator
- cawan petri ditimbang untuk mengetahui berat kosongnya (W2)
- setelah brondolan dingin, maka brondolan ditimbang untuk
mengetahui berat setelah pengukusan (W3)
- brondolan kemudian dipisahkan sehingga didapat serabut dan
biji, kemudian masing - masing ditimbang kembali sebagai (W4)
dan (W5)
- masing - masing bahan kemudian dimasukkan ke dalam oven
selama 3 jam pada suhu 105 °C untuk mengurangi kadar
airnya
- kemudian bahan didinginkan kembali dalam eksikator dan
kemudian ditimbang sebagai (W6) dan (W7)
untuk serabut dilanjutkan ke uji kadar minyak, sedangkan untuk
biji setelah ditimbang kemudian disimpan

C. Cara Uji Kadar Minyak pada Mesocarp

Tujuan : menentukan kadar minyak / lemak pada mesocarp dengan cara


ekstraksi Soxhlet

Bahan : - sampel mesocarp


- pelarut organik

Alat : - neraca analitik


- kompor listrik
- rangkaian alat ekstraksi ( labu reaksi, soxhlet, pendingin bola )
- oven
- eksikator

Cara kerja ekstraksi :


- labu ekstraksi kosong ditimbang dengan teliti (W8) dan
kemudian ditambahkan pelarut
- sampel dilipat dalam kertas saring dan ditempatkan dalam
tabung ekstraksi soxhlet
- air pendingin dialirkan ke dalam kondensor
- ekstraksi dilakukan sampai warna pelarut dalam soxhlet bening

Proses pemurnian :
Untuk mendapatkan minyak yang lebih murni maka campuran tersebut harus
dipisahkan dari pelarutnya.
- Kertas saring yang berisi bahan diambil terlebih dahulu dari
soxhlet
- Lanjutkan pemanasan hingga pelarut akan berada dalam
soxhlet dan secara berkala diambil dari soxhlet sampai pelarut
yang ada dalam labu ekstraksi tinggal sedikit
- labu yang berisi minyak dan sedikit pelarut kemudian diuapkan
dalam oven dan didinginkan dalam eksikator selama 15 menit
- kemudian ditimbang dan penimbangan diulangi sampai didapat
berat yang konstan (W9)
Analisa perhitungan :
[ W 4−W 6 ]
% Moisture mesocarp= x 100 %
W4
[ W 5−W 7 ]
% Moisture biji= x 100 %
W5
W 9−W 8
Kadar minyak = x 100 %
W4
PRAKTIKUM 7
ANALISA MUTU PRESSAN

A. Tujuan Praktikum
1. Memperkirakan komposisi press cake sebagai mutu hasil pressan
2. Memperkirakan kehilangan minyak di fibre dan nut

B. Pendahuluan
Setiap Pabrik Kelapa Sawit selalu berupaya untuk mendapatkan jumlah
randemen yang optimal. Salah satunya adalah dengan menekan terjadinya
kehilangan minyak (oil losses) seminimal mungkin. Kehilangan minyak biasanya
terjadi di beberapa titik di stasiun produksi, antara lain: fruit in empty bunch, empty
bunch stalk, fiber, nut dan final effluent. Untuk memastikan bahwa kehilangan
minyak masih di bawah standar yang ditetapkan, maka dilakukan analisa terhadap
beberapa titik sampel.
Pabrik kelapa sawit adalah pabrik yang memproduksi minyak kelapa sawit
mentah (crude palm oil) dari buah sawit secara mekanik, yakni dengan
menggunakan mesin press/pengempa ulir ganda. Tujuan pengempaan ini adalah
untuk memeras minyak sebanyak mungkin dari mesocarp, sehingga kehilangan
minyak dapat ditekan sekecil mungkin. Semakin tinggi tekanan press, maka
semakin rendah kadar minyak dalam ampas press (fibre), akan tetapi makin banyak
biji yang pecah dalam press. Tentunya hal ini tidak diinginkan karena dapat
mengurangi mutu kernel dan meningkatkan losses kernel, yang juga merupakan
salah satu produk PKS selain CPO.

C. Pelaksanaan Praktikum

Prinsip : Ekstraksi sokletasi minyak dari ampas press (fibred an nut)


dengan menggunakan pelarut non-polar (N-heksan)
Bahan : - Press cake keluaran dari screw press pada line yang sama
- Pelarut n-heksan

Alat : - oven - thimble dan kapas


- neraca analitik - extraction flask
- petri dish - soxhlet extraction
- eksikator (desikator) - spatula
- heating mantle 6 holes
Keterangan :
- Sampel fibre dan nut diambil dari titik sampel no.5. Sampel yang digunakan
merupakan sampel yang digunakan dan telah dianalisa komposisi press cake.
- Cangkang diambil dari 100 gr nut bulat yang diambil secara acak dan bersihkan
serabut yang masih tersisa. Pecahkan nut tersebut secara manual dan simpan
dalam kantong plastik.

Cara Kerja :
1. Analisis Komposisi Press Cake
a. Sampel press cake ditimbang sampai 1 Kg terdekat (W1)
b. Sampel disortir ke dalam kategori berikut:
* Fibre W2
* Nut bulat W3
* Nut setengah pecah W4
* Kernel bulat W5
* Kernel pecah W6
* Cangkang lepas W7
* Batu W9
c. Masing-masing kategori ditimbang sampai ketelitian satu desimal (0.0 g)
d. Tempatkan fibre ke dalam kantong plastik berlabel untuk pengujian
kehilangan minyak
e. Nut bulat juga ditempatkan ke dalam kantong plastik berlabel pengujian
kehilangan minyak.
Perhitungan :
a. press cake bebas batu = W10 = W1 – W9
b. %fibre terhadap press cake = 100 x (W2/W10)
c. %nut bulat terhadap press cake = 100 x (W3/W10)
d. %nut setengah pecah terhadap press cake = 100 x (W4/W10)
e. %kernel bulat terhadap press cake = 100 x (W5/W10)
f. %kernel pecah terhadap press cake = 100 x (W6/W10)
g. %cangkang terhadap press cake = 100 x (W7/W10)
h. Total nut = W3+W4+W5+W6+W7 = W8
i. %nut pecah terhadap total nut = 100 x [(W4+W5+W6+W7)/W8]
j. %total nut terhadap press cake = 100 x (W8/W10)

2. Penentuan % Moisture
Metode Pengujian :
a. Panaskan petri dish selama ±30 menit pada temperatur 105 ± 2 oC pada
oven dan kemudian dinginkan selama ±30 menit di dalam eksikator.
Timbang wadah yang akan digunakan sampai 0,0001 gr terdekat (W1).
b. Letakkan sampel (untuk fibre: 10 – 12 gr, dan cangkang: 15 - 20 gr) ke
dalam wadah dan timbang sampai 0,0001 gr terdekat (W2).
c. Keringkan sampel dalam oven selama 12 jam pada temperature 105 ± 2oC,
kemudian dinginkan sampel kering dalam desikator selama ±30 menit.
d. Timbang wadah bersama sampel kering sampai 0,0001 gr terdekat (W3).

Perhitungan :
[ W 2−W 3 ]
% Moisture= x 100 %
[ W 2−W 1 ]

3. Penentuan Kandungan Minyak dalam Fibred an Nut


Metode Pengujian :

a. Pindahkan sampel kering beserta kapas ke dalam thimble berlabel dengan


menggunakan spatula dan bila diperlukan tambahkan beberapa tetes
pelarut ke dalam sampel.
b. Panaskan extraction flask selama ±30 menit pada temperatur 105 ± 2 oC
pada oven dan kemudian dinginkan selama ±30 menit di dalam eksikator.
Timbang extraction flask kering sampai 0,0001 gr terdekat (W4).
c. Isi ±150 ml pelarut n-heksan pada flask dan tempatkan thimble pada
soxhlet ekstraktor.
d. Ekstraksi sampel selama 4 jam pada skala regulator 8 di elektromantel dan
pastikan bahwa air pendingin mengalir selama ekstraksi berlangsung.
e. Setelah ekstraksi selesai, sisa pelarut dalam flask diuapkan dengan
pemanasan berlanjut (distilasi) hingga secara visual tidak ada lagi uap
pelarut yang keluar dari flask, lalu miringkan flask untuk mencegah minyak
ekstrak terbakar selama penguapan sisa pelarut.
f. Minyak ekstrak dalam flask dikeringkan dalam oven pada suhu 105 ± 2oC
selama ±30 menit.
g. Timbang flask yang berisi minyak ekstrak sampai 0,0001 gr terdekat (W5).

Perhitungan :
%O/WM = [(W5 - W4) / (W2 - W1)] x 100%
%DM/WM = [(W3 – W1) / (W2 - W1)] x 100% ; atau
= 100% – % Moisture
%O/DM = [(W5 - W4) / (W3 - W1)] x 100%
= (% O/WM) / (% DM/WM)
%NOS = 100% – ( % Moisture + % O/WM )

4. Perhitungan Kehilangan Minyak di Fibre dan Nut :


a. % kehilangan minyak di fibre terhadap TBS:
= (% DM/WM) x (% O/DM) x 12,5 % x 100

b. % kehilangan minyak di nut terhadap TBS:


= (% DM/WM) x (% O/DM) x 5,75 % x 100

Anda mungkin juga menyukai