2020
Kamis, 12 November 2020
MODUL 25
OIL AND GREASE
I. Tujuan Praktikum
1. Menentukan kadar oil and grease dalam sampel air
2. Menentukan metode yang digunakan dalam menentukan kadar oil and grease dalam sampel air
3. Menentukan fungsi HCl dalam percobaan
VII. Pembahasan
VII.1. Analisis Cara Kerja
Percobaan diawali dengan menimbang massa labu awal dan didapat massa labu sebesar
173163,6 mg. Setelah itu, sampel air diasamkan dengan HCl sampai pH < 2 agar terjadi pemisahan
antara oil and grease dengan air karena terjadi peningkatan kepolaran cairan. Kemudian, sampel air
disaring dengan peralatan filter. Kertas saring dipasangkan pada Corong Buchner. Agar proses
penyaringan dapat lebih cepat, dapat digunakan pompa vakuum dengan cara diisap. Wadah yang
digunakan untuk menyaring sampel ditandai terlebih dahulu batas atasnya sebagai acuan volume.
Setelah penyaringa dilakukan, botol kosong diisi oleh air biasa sampai tanda batas. Didapat volume
sampel sebesar 1095 mL. Kertas saring yang mengandung oil and grease dipindahkan ke dalam
gelas arloko dengan pinset. Walaupun oil and grease sudah tersaring di kertas saring yang terletak di
Kamis, 12 November 2020
corong, namun memungkinkan ada oil and grease yang menembus corong, sehingga digunakan
kertas saring untuk menangkap oil and grease yang menempel pada permukaan corong Buchner.
Kedua kertas saring yang mengandung oil and grease digabungkan. Kertas saring yang mengandung
oil and grease dimasukkan ke dalam kertas Thimbel dan dikeringkan dalam oven 103 ° C selama 30
menit. Tujuan dari pemanasan adalah untuk menghilangkan kandungan air. Kemudian, kertas
thimbel dimasukkan ke dalam alat ekstraktor Soxhlet. Alat Soxhlet memiliki dua pipa kapiler yaitu
pipa kapiler besa dan kecil. Untuk pipa kapiler yang besar digunakan untuk menguapkan pelarut
organik dan pipa keciil digunakan untuk mengalirkan pelarut organik kembali ke labu Soxhlet.
Pelarut organik yang digunakan pada percobaan ini adalah n – heksana. Alasan digunakan pelarut ini
adalah karena karena titik didihnya yang berada di sekitar 70 ° C dan oil and grease titik didihnya
berada di rentang 170 - 180° C . Pemanasan dilakukan di suhu 95 - 103 ° C dengan alasan di suhu
tersebut sudah menguapkan n – heksana tapi belum menghilangkan oil and grease. Alat Soxhlet
dihubungkan ke kondensor bagian atas yang berfungsi untuk memerangkap agar pelarut organik dan
oil and grease tidak keluar dari alat Soxhlet karena kondensor berisi air dingin. Setelah kertas
thimbel dimasukkan, dilakukan ekstraksi dengan pelarut n – heksana selama 4 jam dengan siklus
ekstraksi 20x setiap jamnya. Lalu, labu Soxhlet dikeringkan untuk menguapkan pelarut organik yang
tersisa. Massa akhir labu ditimbang dengan anggapan ada kandungan oil and grease dengan massa
sebesar 173223,5 mg.
VII.2. Analisis Kesalahan dalam Praktikum
Kesalahan yang umum terjadi pada praktikum adalah pengeringan pada labu Soxhlet yang
tidak sempurna, sehingga memungkin pelarut organik yang masih tersisa. Lalu pengeringan pada
oven yang memungkinkan masih adanya kandungan air yang tersisa. Waktu yang tidak tepat dalam
ekstraksi juga memungkinkan terjadinya kontaminasi.
VII.3. Analisis Hasil
Berdasarkan hasil perhitungan, didapat kandungan oil and grease dalam sampel air sebesar
54,7032 mg/L. Berdasarkan Peraturan Pemerintah No 82 Tahun 2001 tentang Persyaratan Kualitas
Air Minum, kadar maksimum untuk oil and grease adalah sebesar 1 mg/L untuk kelas 1, 1 mg/L
untuk kelas 2, dan 1 mg/L untuk kelas 3. Kelas 1 adalah air yang diperuntukkan untuk air baku air
minum, atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut.
Kelas 2 adalah air yang diperuntukkan untuk prasarana/saran rekreasi air, pembudidayaan ikan air
tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanaman, dan atau perunutkan lain yang mempersyaratkan
mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut. Kelas 3 adalah air yang peruntukannya dapat
digunakan untuk pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanaman, dan
atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut. Untuk
kelas 4 tidak ada standarnya. Sementara berdasarkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup
Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2014 tentang Baku Mutu Air Limbah, standar baku mutu untuk
air limbah bagi usaha dan/atau kegiatan industri minyak goreng menggunakan proses basah dan
kering adalah sebesar 5 mg/L dan untuk air limbah bagi usaha dan/atau kegiatan industri elektronika
dan usaha dan/atau kegiatan yang belum memiliki baku mutu air limbah yang ditetapkan adalah
sebesar 10 mg/L.
Berdasarkan kedua peraturan tersebut, dapat disimpulkan bahwa sampel tidak memenuhi
standar baku mutu.
VII.4. Aplikasi di Bidang Teknik Lingkungan
Pengaplikasian di bidang Teknik Lingkungan adalah untuk pengolahan air limbah industri
menggunakan trickling filter dan activated sludge, serta pengolahan air minum dari badan air.
VIII.5. Kaitan dengan Modul Sebelumnya
Modul ini berkaitan dengan modul analisa parameter fisik di bagian pengukuran kekeruhan.
Dalam modul ini, turbidimeter digunakan kembali untuk mengukur kekeruhan.
VIII. Kesimpulan
1. Kadar oil and grease dalam sampel air adalah sebesar 54,7032 mg/L dan tidak memenuhi baku
mutu.
2. Metode yang digunakan dalam menentukan kadar oil and grease dalam sampel air adalah
ekstraksi – Soxhlet.
3. Fungsi HCl dalam percobaan adalah agar terjadi pemisahan antara oil and grease dengan air
karena terjadi peningkatan kepolaran cairan
Kamis, 12 November 2020
IX. Daftar Pustaka
Abuzar, S. S., Afrianita, R., Notrilauvia, N. 2012. Penyisihan Minyak dan Lemak Limbah Cair Hotel
Menggunakan Serbuk Kulit Jagung. Jurnal Teknik Lingkungan, 9(1), 13–25.
Gunstone, F. D. 2004. The Chemistry of Oils and Fats (1st ed.). UK: Blackwell Publishing Ltd.
Gunstone, F. D. 2008. Oils and Fats in the Food Industry (First Edition). UK: Blackwell Publishing
Ltd.
Hardiana, S., Mukimin, A. 2014. Pengembangan Metode Analisis Parameter Minyak dan Lemak
pada Contoh Uji Air. 1–6.
Herlina, N., Ginting, M. H. S. 2002. Lemak dan Minyak. Jurnal Fakultas Teknik.
Junaidi, Hatmanto, B. P. D. 2006. Analisis Teknologi Pengolahan Limbah Cair pada Industri Tekstil
(Studi Kasus PT. 67 Iskandar Indah Printing Textile Surakarta). Jurnal Presipitasi, 1(1).
Ketaren, S. 1986. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan (1st ed.). Jakarta: UI-Press.
Ngili, Y. 2009. Biokimia Struktur dan Fungsi Biomolekul (1st ed.). Yogyakarta: Graha Ilmu.
Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2014 tentang Baku Mutu
Air Limbah
Peraturan Pemerintah No 82 Tahun 2001 tentang Persyaratan Kualitas Air Minum.
Wirakusumah. 2007. kadar lemak. Jakarta : Penyebar Swadaya
Kamis, 12 November 2020
MODUL 24
SURFAKTAN
I. Tujuan Praktikum
1. Menentukan kadar surfaktan dalam sampel air
2. Menentukan metode yang digunakan dalam menentukan kadar surfaktan
3. Menentukan fungsi penggunaan CHCl3
VII. Pembahasan
VII.1. Analisis Cara Kerja
Percobaan diawali dengan memasukkan 25 atau 50 mL sampel air ke dalam corong pisah A.
Sampel kemudian ditambah satu tetes indikator fenolftalein, tetes demi tetes NaOH 1 N, dan tetes
demi tetes H2SO4 1 N. Fungsi dari ketiga larutan ini adalah untuk membuat pH sampel netral.
Ketika, indikator fenolftalein dan penetesan NaOH dilakukan, membuat warna sampel berubah
menjadi merah muda dan ketika diteteskan larutan H 2SO4, warna merah muda akan menghilang yang
menandakan pH larutan sudah netral. Setelah pH sampel telah netral, ditambahkan 10 mL CHCl 3 dan
25 mL pereaksi larutan metilen blue, kemudian dikocok dengan kuat agar larutan tercampur merata.
Fungsi dari pemberian metilen blue adalah Intensitas warna biru yang dihasilkan dalam fase organik
merupakan ukuran dari MBAS (sebanding dengan jumlah surfaktan) dan larutan CHCl 3 adalah
sebagai pelarut zat organik. Dibiarkan beberapa saat sampai terjadi pemisahan antara fasa air dengan
fasa organik yaitu CHCl3. Fasa organik dikeluarkan dari corong pisah A dan dimasukkan ke dalam
corong pisah B. Terhadap corong A dilakukan cara yang sama dengan diekstraksi sebanyak 2x.
Tujuan ekstraksi dilakukan 3x agar dapat memisahkan surfaktan dari air lebih efektif dibandingkan
hanya 1x saja. Fasa organik dari setiap ekstraksi digabungkan dalam corong pisah B. Terhadap
corong pisah B yang mengandung fasa organik dari corong pisah A, ditambahkan 50 mL larutan
pencuci, kemudian dikocok dan dibiarkan terjadi pemisahan. Larutan pencuci digunakan untuk
membersihkan corong pisah B dari sisa metilen blue yang mungkin terbawa dari corong pisah A.
Fasa organik dari corong pisah B, dikeluarkan dan dimasukkan ke corong yang berisi gelas wool
sebagai saringan agar padatan tersuspensi yang masih ada dapat tersarinng dan tidak mengganggu
pengukuran absorbansi surfaktan. Hasil penyaringan dimasukkan ke dalam labu ukur 100 mL dan
cairan harus jernih agar dapat terukur absorbansinya. Corong pisah B diekstraksi sebanyak 2x
dengan ditambahkan CHCl3. Lalu corong sring dan gelas wool dicuci dengan CHCl 3 dan dimasukkan
ke dalam labu ukur dan ditambahkan CHCl 3 sampai tanda batas. Kemudian diukur intensitas
warnanya dengan panjang gelombang 625 nm.
VII.2. Analisis Kesalahan dalam Praktikum
Kesalahan yang umum terjadi pada praktikum adalah ketika pemindahan fasa organik dari
corong pisah A ke corong pisah B, mungkin bisa terjadi tumpah akibat ceroboh dan hal lainnya. Lalu
Kamis, 12 November 2020
ketika pengocokan dilakukan, larutan tidak tercampur secara merata sehingga mempengaruhi hasil
percobaan. Lalu ketika dilakukan pembersihan dengan larutan pencuci, sisa metilen blue masih ada
yang tertinggal di larutan.
VIII. Kesimpulan
1. Kadar surfaktan dalam sampel air adalah sebesar 0,506959 mg/L MBAS dan sampel tidak
memenuhi standar baku mutu untuk digunakan sebagai air minum, namun sampel memenuhi
standar baku mutu untuk air kawasan industri dan air laut.
2. Metode yang digunakan dalam menentukan kadar surfaktan adalah metode MBAS (Methylen
Blue Active Substances) – spektrofotometri.
3. Fungsi penggunaan CHCl3 sebagai pelarut zat organik.
VII. Pembahasan
VII.1. Analisis Cara Kerja
Pertama, kocok sampel agar homogen. Lalu, saring sampel sebanyak 50 mL ke dalam gelas
beaker menggunakan kertas saring. Masukkan sampel terukur ke dalam gelas erlenmeyer.
Tambahkan 10 mL buffer asetat untuk membuat suasana asam sehingga mengurangi potensi
terbentuknya endapan BaCO3. Lalu tambahkan 50 mg kristal BaCl 2 yang bertujuan agar dapat
bereaksi dengan ion sulfat membentuk endapan BaSO 4 dan dikocok hingga terjadi perubahan warna
menjadi keruh yang menandakan adanya sulfat di dalam sampel air. Ukur kekeruhan sampel
menggunakan spektrofotometri.
VII.2. Analisis Kesalahan dalam Praktikum
Kesalahan yang umum terjadi pada praktikum adalah penambahan larutan buffer asetat dan
kristal BaCl2 yang tidak tepat sesuai petunjuk yang telah tertera sehingga mengakibatkan hasil yang
kurang representatif. Lalu praktikan yang tidak membersihkan kuvet untuk spektrofotometri juga
mempengaruhi hasil absorbansinya.
VII.3. Analisis Hasil
Berdasarkan hasil perhitungan, didapat kandungan sulfat dalam sampel air sebesar 4,35922
mg/L. Berdasarkan Peraturan Pemerintah No 82 Tahun 2001 tentang Persyaratan Kualitas Air
Minum, kadar maksimum untuk sulfat adalah sebesar 400 mg/L untuk kelas 1. Kelas 1 adalah air
yang diperuntukkan untuk air baku air minum, atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air
yang sama dengan kegunaan tersebut. Untuk kelas 2, 3, dan 4 tidak ada standarnya. Berdasarkan
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 492/MENKES/PER/IV/2010 tentang
Persyaratan Kualitas Air Minum, standar baku mutu sulfat yang diperbolehkan adalah sebesar 250
mg/L. Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 416/MENKES/PER/IX/1990 tentang Syarat
– Syarat dan Pengawasan Kualitas Air, standar baku mutu sulfat yang diperbolehkan adalah sebesar
400 mg/L sebagai air minum dan air bersih. Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor 32 Tahun 2017 tentang Standar Baku Mutu Kesehatan Lingkungan dan
Persyaratan Kesehatan Air untuk Keperluan Higiene Sanitasi, Kolam Renang, Solus Per Aqua, dan
Pemandian Umum, standar baku mutu sulfat untuk media air untuk keperluan higiene sanitasi yang
diperbolehkan adalah sebesar 400 mg/L.
Kamis, 12 November 2020
Berdasarkan beberapa peraturan tersebut, dapat disimpulkan bahwa sampel memenuhi
standar baku mutu untuk digunakan sebagai air minum, air bersih, dan untuk keperluan higiene
sanitasi.
VIII. Kesimpulan
1. Kadar sulfat dalam sampel air adalah sebesar 4,35922 mg/L dan sampel memenuhi standar baku
mutu untuk digunakan sebagai air minum dan untuk keperluan higiene sanitasi
2. Fungsi kristal BaCl2 agar dapat bereaksi dengan ion sulfat membentuk endapan BaSO 4
3. Konsentrasi sulfat yang berlebih dalam air dapat menyebabkan penyakit gangguan dalam
saluran pencernaan, sedangkan dalam air limbah pengelolaan sulfat agar tidak terlalu banyak
tereduksi menjadi hidrogen sulfida yang bau.
Konsentrasi klorida (
L )
mg
=12,35 mg / L
VII. Pembahasan
VII.1. Analisis Cara Kerja
Siapkan 100 mL sampel air. Tuangkan larutan ke labu erlenmeyer. Tambahkan dua tetes
asam nitrat pekat dan dikocok agar homogen. Penambahan asam nitrat bertujuan untuk membuat
suasana asam. Lalu, ditambahkan kurang lebih lima tetes kalium kromat sebagai indikator dan
dikocok agar homogen. Lalu ditambahkan ZnO yang bertujuan untuk membuat suasana netral.
Suasana netral diperlukan agar bila kondisi asam akan membuat senyawa CrO 42- berubah menjadi
Cr2O72- yang menyebabkan tidak akan terbentuknya endapan merah karena Cr 2O72- merupakan
senyawa yang tidak memiliki warna. Tambahkkan ZnO sampai warna berubah menjadi kuning susu.
Setelah itu titrasi sampel dengan AgNO 3 sampai terjadi perubahan adanya endapan berwarna merah
bata. Tujuan penambahan AgNO 3 adalah AgNO3 akan bereaksi dengan NaCl membentuk endapan
AgCl yang berwarna putih. Jika semua Cl - sudah habis bereaksi dengan Ag + dari AgNO3, maka
kelebihan Ag+ akan bereaksi dengan kalium kromat yang ditambahkan. Dengan ZnO berfungsi untuk
membuat suasana netral, maka senyawa kalium kromat stabil dengan CrO 42- nya. Pada titik akhir
terbentuk endapan merah bata yang ekivalen dengan volume klorida yang habis bereaksi Ag +.
VII.2. Analisis Kesalahan dalam Praktikum
Kesalahan yang umum terjadi pada praktikum adalah ketidakakuratan dalam titrasi, sehingga
hasil yang didapat tidak terlalu representatif.
VII.3. Analisis Hasil
Berdasarkan hasil perhitungan, didapat kandungan klorida dalam sampel air sebesar 12,35
mg/L. Berdasarkan Peraturan Pemerintah No 82 Tahun 2001 tentang Persyaratan Kualitas Air
Minum, kadar maksimum untuk klorida adalah sebesar 1 mg/L untuk kelas 1. Kelas 1 adalah air
yang diperuntukkan untuk air baku air minum, atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air
yang sama dengan kegunaan tersebut. Untuk kelas 2, 3, dan 4 tidak ada standarnya. Berdasarkan
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 492/MENKES/PER/IV/2010 tentang
Persyaratan Kualitas Air Minum, standar baku mutu klorida sebagai air minum yang diperbolehkan
adalah sebesar 250 mg/L. Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
416/MENKES/PER/IX/1990 tentang Syarat – Syarat dan Pengawasan Kualitas Air, standar baku
mutu klorida yang diperbolehkan adalah sebesar 600 mg/L untuk air bersih dan 250 mg/L untuk air
minum.
Kamis, 12 November 2020
Berdasarkan beberapa peraturan tersebut, dapat disimpulkan bahwa sampel memenuhi
standar baku mutu untuk digunakan sebagai air minum dan untuk keperluan higiene sanitasi.
VII.4. Aplikasi di Bidang Teknik Lingkungan
Pengaplikasian di bidang Teknik Lingkungan adalah untuk mengecek kualitas kandungan
sampel air sebagai bahan baku air minum.
VIII. Kesimpulan
1. Konsentrasi klorida dalam sampel air adalah 12,35 mg/L.
2. Metode yang digunakan untuk menentukan konsentrasi klorida dalam air adalah titrasi
argentometri cara Mohr.
3. Penambahan K2CrO4 sebagai indikator dan oksidator larutan.