Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PRAKTIKUM

TL 3103 – LABORATORIUM LINGKUNGAN


PRAKTIKUM 06
OIL AND GREASE, SURFAKTAN, SULFAT DAN KLORIDA

Nama Praktikan : Aureliansyah Alberami


NIM : 15318093
Tanggal Praktikum : Kamis, 12 November 2020
Tanggal Penyerahan : Minggu, 22 November 2020
PJ Modul : Muhammad Farhan Huda (15317075)
Putri Shafa Kamila (15317054)
Asisten yang Bertugas M. Yusuf Habibbullah (15316095)
Arisa F. Pangaribuan (15316043)
Cindy Maura Bernadine (15317011)
Syams A. (15316033)
Miftahir Rizka (15317076)
Muhammad Farhan Huda (15317075)
Fathiya Mufidah (15317073)
Putri Shafa Kamila (15317054)
Kamis, 12 November 2020
PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN

FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN

INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG

2020
Kamis, 12 November 2020
MODUL 25
OIL AND GREASE

I. Tujuan Praktikum
1. Menentukan kadar oil and grease dalam sampel air
2. Menentukan metode yang digunakan dalam menentukan kadar oil and grease dalam sampel air
3. Menentukan fungsi HCl dalam percobaan

II. Landasan Teori


Minyak dan lemak merupakan senyawa organik yang berasal dari alam dan tidak dapat larut
di dalam air namun dapat larut dalam pelarut organik non-polar. Minyak dan lemak dapat larut
karena memiliki polaritas yang sama dengan pelarut organik non-polar, contohnya adalah dietil eter
(C2H5OC2H5), kloroform (CHCl3), dan benzena (Herlina and Ginting, 2002). Minyak dan lemak
termasuk salah satu anggota golongan lipid yaitu merupakan lipid netral (Ketaren, 1986).
Berdasarkan sifat fisiknya, minyak dan lemak merupakan senyawa yang tak larut dalam air yang
diestrak dari organisme hidup menggunakan pelarut yang kepolarannya lemah atau pelarut non polar
(Ngili, 2009). Minyak dan lemak merupakan campuran lipid yang terdiri dari triacylglycerols 95%
dan sisanya adalah diacylglycerols, monoacylglycerols dan free fatty acids (FFA) (Gunstone, 2004).
Parameter kualitas air limbah dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu parameter organik,
karakteristik fisik ,dan kontaminan spesifik. Contoh dari parameter organik adalah minyak dan
lemak. Minyak dan lemak merupakan salah satu sumber pencemar yang belum tertangani dengan
baik (Abuzar et al., 2012). Minyak dan lemak merupakan salah satu parameter yang konsentrasi
maksimumnya dipersyaratkan untuk air limbah industri dan air permukaan (Hardiana and Mukimin,
2014). Limbah cair yang tidak dikelola akan menimbulkan dampak yang luar biasa pada perairan,
khususnya sumber daya air (Junaidi and Hatmanto, 2006). Minyak dan lemak dengan konsentrasi
yang tinggi dapat merusak ekosistem perairan (Abuzar et al., 2012). Minyak dan lemak yang
terdapat di badan air akan membentuk lapisan di permukaan, karena nilai dari densitas minyak lebih
kecil dari densitas air. Lapisan minyak dan lemak tersebut akan menghalangi masuknya cahaya
matahari sehingga tumbuhan air tidak dapat melakukan fotosintesis. Untuk itu perlu diolah terlebih
dahulu agar sesuai dengan baku mutu yang ditetapkan.
Soxhlet merupakan suatu peralatan yang digunakan untuk mengekstrak suatu bahan dengan
pelarutan yang berulang-ulang dengan pelarut yang sesuai. Sampel yang akan diekstraksi
ditempatkan dalam suatu timbel yang permeabel terhadap pelarut dan diletakkan di atas tabung
destilasi, dididihkan dan dikondensaasikan di atas sampel. Kondesat akan jatuh ke dalam timbel dan
merendam sampel dan diakumulasi sekeliling timbel. Setelah sampai batas tertentu, pelarut akan
kembali masuk ke dalam tabung destilasi secara otomastis. Proses ini berulang terus dengan
sendirinya di dalam alat terutama dalam peralatan Soxhlet yang digunakan untuk ekstraksi lipida
(Wirakusumah, 2007). Sampel yang bisa diperiksa meliputi pemeriksaan
lemak,trigliserida,kolesterol.
Karakteristik fisik minyak dan lemak dapat dilihat berdasarkan (Gunstone, 2004, 2008)
adalah polimerasi, struktur kristal, titik lebur, densitas, viskositas, indeks bias, kelarutan gas dalam
minyak, dan ester gliserol. Untuk karakterisitik kimia minyak dan lemak adalah hidrogenasi,
hidroksilasi, halogenasi, dimerisasi, dan perubahan dalam keadaan thermal.

III. Prinsip Praktikum


Sejumlah sampel air diasamkan dengan hidrogen klorida. Oil and grease dipisahkan dengan disaring
dengan kertas saring. Oil and grease yang berada di dalam kertas saring di ekstraksi dengan alat
Soxhlet dengan menggunakan pelarut organik tertentu. Selanjutnya, jika pelarut organik diuapkan,
oil and grease akan tertinggal dalam bentuk residu, selanjutnya di timbang dan dinyatakan sebagai
oil and grease.

IV. Alat dan Bahan


Alat: Bahan:
 Alat Ekstraktor Soxhlet  Sampel air
 Kertas Thimbel  Larutan hydrogen kloride
Kamis, 12 November 2020
 Pemanas mantel lstrik  Pelarut n-heksan
 Pompa vakum
 Corong Buchner
 Penangas Air
 Desikator
V. Cara Kerja dan Hasil Pengamatan
Cara Kerja Hasil Pengamatan

VI. Pengolahan Data


Oil∧Grease ( mgL )= ml1000
sampel
×(berat labu akhir ( mg )−berat labu awal ( mg ))

Tabel VI.1 Data hasil percobaan

Volume sampel 1095 mL


Massa labu awal 173163,6 mg
Massa labu akhir 173223,5 mg

kadar Oil∧Grease ( mgL )= 1000


1095
× ( 173223,5−173163,6 )=54,7032mg / L

VII. Pembahasan
VII.1. Analisis Cara Kerja
Percobaan diawali dengan menimbang massa labu awal dan didapat massa labu sebesar
173163,6 mg. Setelah itu, sampel air diasamkan dengan HCl sampai pH < 2 agar terjadi pemisahan
antara oil and grease dengan air karena terjadi peningkatan kepolaran cairan. Kemudian, sampel air
disaring dengan peralatan filter. Kertas saring dipasangkan pada Corong Buchner. Agar proses
penyaringan dapat lebih cepat, dapat digunakan pompa vakuum dengan cara diisap. Wadah yang
digunakan untuk menyaring sampel ditandai terlebih dahulu batas atasnya sebagai acuan volume.
Setelah penyaringa dilakukan, botol kosong diisi oleh air biasa sampai tanda batas. Didapat volume
sampel sebesar 1095 mL. Kertas saring yang mengandung oil and grease dipindahkan ke dalam
gelas arloko dengan pinset. Walaupun oil and grease sudah tersaring di kertas saring yang terletak di
Kamis, 12 November 2020
corong, namun memungkinkan ada oil and grease yang menembus corong, sehingga digunakan
kertas saring untuk menangkap oil and grease yang menempel pada permukaan corong Buchner.
Kedua kertas saring yang mengandung oil and grease digabungkan. Kertas saring yang mengandung
oil and grease dimasukkan ke dalam kertas Thimbel dan dikeringkan dalam oven 103 ° C selama 30
menit. Tujuan dari pemanasan adalah untuk menghilangkan kandungan air. Kemudian, kertas
thimbel dimasukkan ke dalam alat ekstraktor Soxhlet. Alat Soxhlet memiliki dua pipa kapiler yaitu
pipa kapiler besa dan kecil. Untuk pipa kapiler yang besar digunakan untuk menguapkan pelarut
organik dan pipa keciil digunakan untuk mengalirkan pelarut organik kembali ke labu Soxhlet.
Pelarut organik yang digunakan pada percobaan ini adalah n – heksana. Alasan digunakan pelarut ini
adalah karena karena titik didihnya yang berada di sekitar 70 ° C dan oil and grease titik didihnya
berada di rentang 170 - 180° C . Pemanasan dilakukan di suhu 95 - 103 ° C dengan alasan di suhu
tersebut sudah menguapkan n – heksana tapi belum menghilangkan oil and grease. Alat Soxhlet
dihubungkan ke kondensor bagian atas yang berfungsi untuk memerangkap agar pelarut organik dan
oil and grease tidak keluar dari alat Soxhlet karena kondensor berisi air dingin. Setelah kertas
thimbel dimasukkan, dilakukan ekstraksi dengan pelarut n – heksana selama 4 jam dengan siklus
ekstraksi 20x setiap jamnya. Lalu, labu Soxhlet dikeringkan untuk menguapkan pelarut organik yang
tersisa. Massa akhir labu ditimbang dengan anggapan ada kandungan oil and grease dengan massa
sebesar 173223,5 mg.
VII.2. Analisis Kesalahan dalam Praktikum
Kesalahan yang umum terjadi pada praktikum adalah pengeringan pada labu Soxhlet yang
tidak sempurna, sehingga memungkin pelarut organik yang masih tersisa. Lalu pengeringan pada
oven yang memungkinkan masih adanya kandungan air yang tersisa. Waktu yang tidak tepat dalam
ekstraksi juga memungkinkan terjadinya kontaminasi.
VII.3. Analisis Hasil
Berdasarkan hasil perhitungan, didapat kandungan oil and grease dalam sampel air sebesar
54,7032 mg/L. Berdasarkan Peraturan Pemerintah No 82 Tahun 2001 tentang Persyaratan Kualitas
Air Minum, kadar maksimum untuk oil and grease adalah sebesar 1 mg/L untuk kelas 1, 1 mg/L
untuk kelas 2, dan 1 mg/L untuk kelas 3. Kelas 1 adalah air yang diperuntukkan untuk air baku air
minum, atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut.
Kelas 2 adalah air yang diperuntukkan untuk prasarana/saran rekreasi air, pembudidayaan ikan air
tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanaman, dan atau perunutkan lain yang mempersyaratkan
mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut. Kelas 3 adalah air yang peruntukannya dapat
digunakan untuk pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanaman, dan
atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut. Untuk
kelas 4 tidak ada standarnya. Sementara berdasarkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup
Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2014 tentang Baku Mutu Air Limbah, standar baku mutu untuk
air limbah bagi usaha dan/atau kegiatan industri minyak goreng menggunakan proses basah dan
kering adalah sebesar 5 mg/L dan untuk air limbah bagi usaha dan/atau kegiatan industri elektronika
dan usaha dan/atau kegiatan yang belum memiliki baku mutu air limbah yang ditetapkan adalah
sebesar 10 mg/L.
Berdasarkan kedua peraturan tersebut, dapat disimpulkan bahwa sampel tidak memenuhi
standar baku mutu.
VII.4. Aplikasi di Bidang Teknik Lingkungan
Pengaplikasian di bidang Teknik Lingkungan adalah untuk pengolahan air limbah industri
menggunakan trickling filter dan activated sludge, serta pengolahan air minum dari badan air.
VIII.5. Kaitan dengan Modul Sebelumnya
Modul ini berkaitan dengan modul analisa parameter fisik di bagian pengukuran kekeruhan.
Dalam modul ini, turbidimeter digunakan kembali untuk mengukur kekeruhan.

VIII. Kesimpulan
1. Kadar oil and grease dalam sampel air adalah sebesar 54,7032 mg/L dan tidak memenuhi baku
mutu.
2. Metode yang digunakan dalam menentukan kadar oil and grease dalam sampel air adalah
ekstraksi – Soxhlet.
3. Fungsi HCl dalam percobaan adalah agar terjadi pemisahan antara oil and grease dengan air
karena terjadi peningkatan kepolaran cairan
Kamis, 12 November 2020
IX. Daftar Pustaka
Abuzar, S. S., Afrianita, R., Notrilauvia, N. 2012. Penyisihan Minyak dan Lemak Limbah Cair Hotel
Menggunakan Serbuk Kulit Jagung. Jurnal Teknik Lingkungan, 9(1), 13–25.
Gunstone, F. D. 2004. The Chemistry of Oils and Fats (1st ed.). UK: Blackwell Publishing Ltd.
Gunstone, F. D. 2008. Oils and Fats in the Food Industry (First Edition). UK: Blackwell Publishing
Ltd.
Hardiana, S., Mukimin, A. 2014. Pengembangan Metode Analisis Parameter Minyak dan Lemak
pada Contoh Uji Air. 1–6.
Herlina, N., Ginting, M. H. S. 2002. Lemak dan Minyak. Jurnal Fakultas Teknik.
Junaidi, Hatmanto, B. P. D. 2006. Analisis Teknologi Pengolahan Limbah Cair pada Industri Tekstil
(Studi Kasus PT. 67 Iskandar Indah Printing Textile Surakarta). Jurnal Presipitasi, 1(1).
Ketaren, S. 1986. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan (1st ed.). Jakarta: UI-Press.
Ngili, Y. 2009. Biokimia Struktur dan Fungsi Biomolekul (1st ed.). Yogyakarta: Graha Ilmu.
Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2014 tentang Baku Mutu
Air Limbah
Peraturan Pemerintah No 82 Tahun 2001 tentang Persyaratan Kualitas Air Minum.
Wirakusumah. 2007. kadar lemak. Jakarta : Penyebar Swadaya
Kamis, 12 November 2020
MODUL 24
SURFAKTAN
I. Tujuan Praktikum
1. Menentukan kadar surfaktan dalam sampel air
2. Menentukan metode yang digunakan dalam menentukan kadar surfaktan
3. Menentukan fungsi penggunaan CHCl3

II. Landasan Teori


Surfaktan (surfae active agent) merupakan molekul amfifatik yang terdiri atas gugus hidrofilik
dan hidrofobik sehingga dapat berada di antara cairan dengan sifat polar dan ikatn hidrogen yang
berbeda seperti minyak dan air. Surfaktan mampu mereduksi tegangan permukaan dan membentuk
mikroemulsi sehingga hidrokarbon dapat larut di dalam air atau sebaliknya (Desai dan Banat, 1997).
Surfaktan berfungsi untuk mengangkat kotoran pada pakaian baik yang larut dalam air maupun yang
tak larut dalam air. Sifat kimia surfaktan memiliki kemampuan untuk mengemulsi komponen –
komponen yang mempunyai kelarutan yang rendah. Surfaktan diklasifikasikan menjadi dua
kelompok yaitu surfaktan sintetik dan biosurfaktan (Hamme et al., 2003). Surfaktan dipergunakan
baik berbentuk emulsi minyak dalam air maupun berbentuk emulsi air dalam minyak. Jenis surfaktan
anionik merupakan jenis yang paling banyak digunakan dalam kegiatan laundry karena biaya
pembuatannya yang mudah dan murah. Surfaktan anionik yang umum digunakan adalah Alkyl
Benzene Sulfonates (ABS) dan Linear Alkyl Benzene Sulfonates (LAS) (Yu, et al, 2008). ABS
dikenal sebagai deterjen karena yang tahan terhadap penguraian biologis, sehingga dikenal sebagai
senyawa pencemar toksik bagi biota air (Chonnell dalam Hudori, 2008). Penggunaannya kemudian
digantikan dengan LAS pada tahun 1965. LAS dapat menurunkan tegangan permukaan dan
mengemulsi lemak sehingga sebagai dimanfaatkan sebagai pelarut lemak dan denaturasi protein.
Jenis surfaktan lainnya juga digunakan sebagai pembersih pakaian seperti Nonylphenol dan Sodium
Lauryl Ether Sulphate dari kelompok surfaktan nonionik (Hudori, 2008; Yu, et al, 2008). Macam –
macam surfaktan yang sering digunakan dalam sediaan farmasi antara lain :
1. Anionik, yaitu surfaktan yang bagian alkilnya terikat pada suatu anion, contohnya Alkyl benzene
Sulfonate (ABS), Linear Alkyl Sulfonate (LAS), Alpha Olein Sulfonate (AOS)
2. Kationik yaitu surfaktan yang bagian alkilnya terikat pada suatu kation, contohnya garam
ammonium Nonionik yaitu surfaktan yang bagian alikilnya tidak bermuatan, contoh ester
gliserin asam lemak, ester sukrosa asam lemak
3. Amfoter yaitu surfaktan yang bagian alkiknya mempunyai muatan positif dan negative,
contohnya surfaktan yang mengandung asam amIN9.
Penentuan kadar surfaktan anionik (deterjen) dilakukan dengan metode MBAS sebagaimana
yang telah dilakukan oleh Arneli (2010).

III. Prinsip Praktikum


Salah satu metode pengukuran surfaktan jenis anionik dengan sifatnya yang mampu bereaksi
dengan senyawa metilen biru, sehingga hasul pengukuran dapat dinyatakan dengan MBAS
(Methylen Blue Active Substances), yaitu senyawa aktif yang dapat beriktaan dengan metilen blue.

IV. Alat dan Bahan


Alat: Bahan:
 Spektrofotometer  Sampel air
 Corong pisah A  Larutan NaOH 1 N
 Corong pisah B  Larutan H2SO4 1 N
 Corong gelas wool  Larutan CHCl3
 Labu ukur  Larutan metilen biru
 Larutan pencuci
Kamis, 12 November 2020
V. Cara Kerja dan Hasil Pengamatan
Cara Kerja Hasil Pengamatan

VI. Pengolahan Data


Konsentrasi surfaktan ( mgL )=absorbansi contoh × slope
Dengan data konsentrasi surfaktan terhadap absorbansi, didapat persamaan:
y=0,2371 x +0,0358
Absorbansi yang terukur adalah 0,156
Dengan x sebagai konsentrasi surfaktan dan y adalah absorbansi, maka konsentrasi surfaktan
didapatkan dengan cara
0,156=0,2371 x +0,0358
0,156−0,0358=0,2371 x
x=0,506959 mg/ L MBAS

VII. Pembahasan
VII.1. Analisis Cara Kerja
Percobaan diawali dengan memasukkan 25 atau 50 mL sampel air ke dalam corong pisah A.
Sampel kemudian ditambah satu tetes indikator fenolftalein, tetes demi tetes NaOH 1 N, dan tetes
demi tetes H2SO4 1 N. Fungsi dari ketiga larutan ini adalah untuk membuat pH sampel netral.
Ketika, indikator fenolftalein dan penetesan NaOH dilakukan, membuat warna sampel berubah
menjadi merah muda dan ketika diteteskan larutan H 2SO4, warna merah muda akan menghilang yang
menandakan pH larutan sudah netral. Setelah pH sampel telah netral, ditambahkan 10 mL CHCl 3 dan
25 mL pereaksi larutan metilen blue, kemudian dikocok dengan kuat agar larutan tercampur merata.
Fungsi dari pemberian metilen blue adalah Intensitas warna biru yang dihasilkan dalam fase organik
merupakan ukuran dari MBAS (sebanding dengan jumlah surfaktan) dan larutan CHCl 3 adalah
sebagai pelarut zat organik. Dibiarkan beberapa saat sampai terjadi pemisahan antara fasa air dengan
fasa organik yaitu CHCl3. Fasa organik dikeluarkan dari corong pisah A dan dimasukkan ke dalam
corong pisah B. Terhadap corong A dilakukan cara yang sama dengan diekstraksi sebanyak 2x.
Tujuan ekstraksi dilakukan 3x agar dapat memisahkan surfaktan dari air lebih efektif dibandingkan
hanya 1x saja. Fasa organik dari setiap ekstraksi digabungkan dalam corong pisah B. Terhadap
corong pisah B yang mengandung fasa organik dari corong pisah A, ditambahkan 50 mL larutan
pencuci, kemudian dikocok dan dibiarkan terjadi pemisahan. Larutan pencuci digunakan untuk
membersihkan corong pisah B dari sisa metilen blue yang mungkin terbawa dari corong pisah A.
Fasa organik dari corong pisah B, dikeluarkan dan dimasukkan ke corong yang berisi gelas wool
sebagai saringan agar padatan tersuspensi yang masih ada dapat tersarinng dan tidak mengganggu
pengukuran absorbansi surfaktan. Hasil penyaringan dimasukkan ke dalam labu ukur 100 mL dan
cairan harus jernih agar dapat terukur absorbansinya. Corong pisah B diekstraksi sebanyak 2x
dengan ditambahkan CHCl3. Lalu corong sring dan gelas wool dicuci dengan CHCl 3 dan dimasukkan
ke dalam labu ukur dan ditambahkan CHCl 3 sampai tanda batas. Kemudian diukur intensitas
warnanya dengan panjang gelombang 625 nm.
VII.2. Analisis Kesalahan dalam Praktikum
Kesalahan yang umum terjadi pada praktikum adalah ketika pemindahan fasa organik dari
corong pisah A ke corong pisah B, mungkin bisa terjadi tumpah akibat ceroboh dan hal lainnya. Lalu
Kamis, 12 November 2020
ketika pengocokan dilakukan, larutan tidak tercampur secara merata sehingga mempengaruhi hasil
percobaan. Lalu ketika dilakukan pembersihan dengan larutan pencuci, sisa metilen blue masih ada
yang tertinggal di larutan.

VII.3. Analisis Hasil


Berdasarkan hasil perhitungan, didapat kandungan surfaktan dalam sampel air sebesar
0,506959 mg/L MBAS. Berdasarkan Peraturan Pemerintah No 82 Tahun 2001 tentang Persyaratan
Kualitas Air Minum, kadar maksimum untuk surfaktan adalah sebesar 0,2 mg/L untuk kelas 1, 0,2
mg/L untuk kelas 2, dan 0,2 mg/L untuk kelas 3. Kelas 1 adalah air yang diperuntukkan untuk air
baku air minum, atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan
tersebut. Kelas 2 adalah air yang diperuntukkan untuk prasarana/saran rekreasi air, pembudidayaan
ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanaman, dan atau perunutkan lain yang
mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut. Kelas 3 adalah air yang
peruntukannya dapat digunakan untuk pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi
pertanaman, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan
tersebut. Untuk kelas 4 tidak ada standarnya. Sementara berdasarkan Lampiran III Keputusan
Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 51 Tahun 2004 tentang Baku Mutu Air Laut untuk
perairan pelabuhan, standar baku mutu untuk surfaktan adalah 1 mg/L MBAS. Berdasarkan
Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 03 Tahun 2010 tentang Baku Mutu Air Limbah
Bagi Kawasan Industri, standar baku mutu surfaktan yang diperbolehkan adalah sebesar 10 mg/L
MBAS. Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
492/MENKES/PER/IV/2010 tentang Persyaratan Kualitas Air Minum, standar baku mutu deterjen
yang diperbolehkan adalah sebesar 0,05 mg/L.
Berdasarkan beberapa peraturan tersebut, dapat disimpulkan bahwa sampel tidak memenuhi
standar baku mutu untuk digunakan sebagai air minum, namun sampel memenuhi standar baku mutu
untuk air kawasan industri dan air laut.
VII.4. Aplikasi di Bidang Teknik Lingkungan
Pengaplikasian di bidang Teknik Lingkungan adalah untuk mempercepat proses
biodegradasi oil sludge dengan mengubah minyak dan hidrofobik menjadi hidrofilik sehingga
minyak menjadi lebih soluble dan membuat mikroorganisme mudah untuk mendegradasinya.
VIII.5. Kaitan dengan Modul Sebelumnya
Modul ini berkaitan dengan modul analisa parameter fisik di bagian pengukuran kekeruhan.
Dalam modul ini, turbidimeter digunakan kembali untuk mengukur kekeruhan.

VIII. Kesimpulan
1. Kadar surfaktan dalam sampel air adalah sebesar 0,506959 mg/L MBAS dan sampel tidak
memenuhi standar baku mutu untuk digunakan sebagai air minum, namun sampel memenuhi
standar baku mutu untuk air kawasan industri dan air laut.
2. Metode yang digunakan dalam menentukan kadar surfaktan adalah metode MBAS (Methylen
Blue Active Substances) – spektrofotometri.
3. Fungsi penggunaan CHCl3 sebagai pelarut zat organik.

IX. Daftar Pustaka


Anggraeni, Putri, dkk. 2012. Hidrolisis Selulosa Eceng Gondok (Eichhornia Crassipe) Menjadi
Glukosa dengan Katalis Arang Aktif Tersulfonasi. Jurnal Teknologi Kimia dan Industri, Vol.
2 No. 3 Hal 63-69. Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik Universitas Diponegoro.
Arneli .2010. Sublasi Surfaktan dari Larutan Deterjgen dan Larutan Detergen Sisa Cucian serta
Penggunaannya Kembali sebagai Detergen. Jurnal Kimia Sains dan Aplikasi, 13 (1), 4-7
Hudori, Soewondo, P. 2009. Pengolahan Deterjen Menggunakan Teknologi Elektrokoagulasi
dengan
Elektroda Aluminium. Jurnal Sains dan Teknologi Lingkungan, 1(2), 117‐125.
Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 51 Tahun 2004 tentang Baku Mutu Air Laut
Letterman,R.D. 1999. Water Quality And Treatment. Fifth Edition. New York : Mc Graw Hill.Inc.
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 492/MENKES/PER/IV/2010 tentang
Persyaratan Kualitas Air Minum
Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 03 Tahun 2010 tentang Baku Mutu Air Limbah
Bagi Kawasan Industri
Kamis, 12 November 2020
Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Persyaratan Kualitas Air Minum
Sawyer, C. N., & McCarty, P. L. 1978. Chemistry for Environmental Engineering (3rd ed.). New
York: McGraw-Hill Book Co.
Smulders, E. 2002. Laundry Detergents. Germany: Wiley-VCH Verlag GmbH, Weinheim.
Kamis, 12 November 2020
MODUL 13
SULFAT
I. Tujuan Praktikum
1. Menentukan kadar sulfat dalam sampel air
2. Menentukan fungsi kristal BaCl2
3. Menentukan pengaruh sulfat di dalam sampel air

II. Landasan Teori


Salah satu jenis ion yang dapat diketahui kandungannya adalah ion sulfat. Ion sulfat merupakan
jenis ion padatan dengan rumus empiris SO4 dengan massa molekul 96.06 satuan massa atom. Sulfat
terdiri dari atom pusat sulfur yang dikelilingi oleh empat atom oksigen dalam susunan tetrahidron
ion sulfat bermuatan dua negatif (Putri, 2012). Ion sulfat adalah salah satu anion utama yang muncul
di air secara alami. Sulfat adalah salah satu ion penting dalam ketersediaan air karena efek
pentingnya bagi manusia saat ketersediaannya dalam jumlah besar. Batas maksimal sulfat dalam air
sekitar 250 mg/L untuk air yang dikonsumsi manusia (Sawyer and Mc.Carthy, 1978). Menurut PP
No. 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air, konsentrasi
sulfat yang diperbolehkan adalah 400 mg/L. Menurut Permenkes No. 907 Tahun 2002 tentang
Syarat-Syarat dan Pengawasan Kualitas Air Minum, konsentrasi sulfat yang diperbolehkan adalah
250 mg/L. Pengujian sulfat pada air dan air limbah secara turbidimetri yang mengacu pada SNI
6989.20:2009 mempunyai kisaran kadar 1 mg/L sampai dengan 40 mg/L dengan tebal kuvet 2,5 – 10
mm dan kisaran 5 mg/L sampai dengan 70 mg/L dengan tebal kuvet 1 mm.
Ciri dari sulfat, yaitu :
1. Kebanyakan sulfat sangat larut dalam air, kecuali Kalsium Sulfat, Stronsium Sulfat, dan
Barium Sulfat. Barium Sulfat yang sangat berguna dalam analisis gravimetri sulfat dengan
panambahan Barium Klorida pada suatu larutan yang mengandung ion sulfat. Kelihatan
endapan putih, yaitu Barium Sulfat menunjukkan adanya anion sulfat
2. Ion sulfat bias menjadi satu ligan, menghubungkan satu dengan oksigen (mono dentat) atau
dua oksigen sebagai kelas atau jembatan
3. Sulfat berwujud sebagai zat mikroskopik (aerosol) yang merupakan dari hasil pembakaran
bahan bakar fosil dan biomassa. Zat yang dihasilkan menambahkan keasaman atmosfer dan
mengakibatkan hujan asam.
Diare yang akut dapat menyebabkan dehidrasi, terutama pada bayi dan anak kecil yang sudah
mempunyai mengidap mikroba diare dalam tubuh. Orang dewasa yang tinggal diare yang
mempunyai level konsentrasi sulfat dalam air minumnya dapat diubah tidak ada efek sakit
(Letterman, 1999).

III. Prinsip Praktikum


Sulfat dalam air dengan penambahan BaCl, akan menghasilkan endapan BaSO 4 yang berwarna
keruh putih. Warna keruh putih yang terbentuk diukur intensitasnya dengan menggunakan alat
spektrofotometer pada panjang gelombang 420 nm dengan light path 2,5 – 10 cm.

IV. Alat dan Bahan


Alat: Bahan:
 Spektrofotometer / Turbidimeter  Larutan Buffer asetat
Helliege  Kristal BaCl2
 Labu erlenmeyer  Larutan standar sulfat
 Kertas saring
Kamis, 12 November 2020

V. Cara Kerja dan Hasil Pengamatan


Cara Kerja Hasil Pengamatan
Ketika dilakukan penambahan
BaCl2 dan dikocok, larutan menjadi
keruh.
Melalui data percobaan didapat
absorbansi sebesar 0,027

VI. Pengolahan Data


Konsentrasi sulfat ( mgL )=absorbansi contoh × slope
Dengan data konsentrasi surfaktan terhadap absorbansi, didapat persamaan:
y=0,0103 x−0,0179
Absorbansi yang terukur adalah 0,027
Dengan x sebagai konsentrasi surfaktan dan y adalah absorbansi, maka konsentrasi surfaktan
didapatkan dengan cara
0,027=0,0103−0,0179
0,027+ 0,0179=0,0103 x
x=4,35922mg/ L

VII. Pembahasan
VII.1. Analisis Cara Kerja
Pertama, kocok sampel agar homogen. Lalu, saring sampel sebanyak 50 mL ke dalam gelas
beaker menggunakan kertas saring. Masukkan sampel terukur ke dalam gelas erlenmeyer.
Tambahkan 10 mL buffer asetat untuk membuat suasana asam sehingga mengurangi potensi
terbentuknya endapan BaCO3. Lalu tambahkan 50 mg kristal BaCl 2 yang bertujuan agar dapat
bereaksi dengan ion sulfat membentuk endapan BaSO 4 dan dikocok hingga terjadi perubahan warna
menjadi keruh yang menandakan adanya sulfat di dalam sampel air. Ukur kekeruhan sampel
menggunakan spektrofotometri.
VII.2. Analisis Kesalahan dalam Praktikum
Kesalahan yang umum terjadi pada praktikum adalah penambahan larutan buffer asetat dan
kristal BaCl2 yang tidak tepat sesuai petunjuk yang telah tertera sehingga mengakibatkan hasil yang
kurang representatif. Lalu praktikan yang tidak membersihkan kuvet untuk spektrofotometri juga
mempengaruhi hasil absorbansinya.
VII.3. Analisis Hasil
Berdasarkan hasil perhitungan, didapat kandungan sulfat dalam sampel air sebesar 4,35922
mg/L. Berdasarkan Peraturan Pemerintah No 82 Tahun 2001 tentang Persyaratan Kualitas Air
Minum, kadar maksimum untuk sulfat adalah sebesar 400 mg/L untuk kelas 1. Kelas 1 adalah air
yang diperuntukkan untuk air baku air minum, atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air
yang sama dengan kegunaan tersebut. Untuk kelas 2, 3, dan 4 tidak ada standarnya. Berdasarkan
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 492/MENKES/PER/IV/2010 tentang
Persyaratan Kualitas Air Minum, standar baku mutu sulfat yang diperbolehkan adalah sebesar 250
mg/L. Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 416/MENKES/PER/IX/1990 tentang Syarat
– Syarat dan Pengawasan Kualitas Air, standar baku mutu sulfat yang diperbolehkan adalah sebesar
400 mg/L sebagai air minum dan air bersih. Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor 32 Tahun 2017 tentang Standar Baku Mutu Kesehatan Lingkungan dan
Persyaratan Kesehatan Air untuk Keperluan Higiene Sanitasi, Kolam Renang, Solus Per Aqua, dan
Pemandian Umum, standar baku mutu sulfat untuk media air untuk keperluan higiene sanitasi yang
diperbolehkan adalah sebesar 400 mg/L.
Kamis, 12 November 2020
Berdasarkan beberapa peraturan tersebut, dapat disimpulkan bahwa sampel memenuhi
standar baku mutu untuk digunakan sebagai air minum, air bersih, dan untuk keperluan higiene
sanitasi.

VII.4. Aplikasi di Bidang Teknik Lingkungan


Pengaplikasian di bidang Teknik Lingkungan adalah untuk mengecek kualitas kandungan
sampel air sebagai bahan baku air minum. Dalam pengolahan air limbah, juga dibutuhkan
pengelolaan sulfat agar tidak terlalu banyak tereduksi menjadi hidrogen sulfida yang bau.
VII.5. Kaitan dengan Modul Sebelumnya
Modul ini berkaitan dengan modul analisa parameter fisik di bagian pengukuran kekeruhan.
Dalam modul ini, turbidimeter digunakan kembali untuk mengukur kekeruhan.

VIII. Kesimpulan
1. Kadar sulfat dalam sampel air adalah sebesar 4,35922 mg/L dan sampel memenuhi standar baku
mutu untuk digunakan sebagai air minum dan untuk keperluan higiene sanitasi
2. Fungsi kristal BaCl2 agar dapat bereaksi dengan ion sulfat membentuk endapan BaSO 4
3. Konsentrasi sulfat yang berlebih dalam air dapat menyebabkan penyakit gangguan dalam
saluran pencernaan, sedangkan dalam air limbah pengelolaan sulfat agar tidak terlalu banyak
tereduksi menjadi hidrogen sulfida yang bau.

IX. Daftar Pustaka


Anggraeni, Putri, dkk. 2012. Hidrolisis Selulosa Eceng Gondok (Eichhornia Crassipe) Menjadi
Glukosa dengan Katalis Arang Aktif Tersulfonasi. Jurnal Teknologi Kimia dan Industri, Vol.
2 No. 3 Hal 63-69. Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik Universitas Diponegoro.
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 416/MENKES/PER/IX/1990 tentang Syarat – Syarat dan
Pengawasan Kualitas Air
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2017 tentang Standar Baku Mutu
Kesehatan Lingkungan dan Persyaratan Kesehatan Air untuk Keperluan Higiene Sanitasi,
Kolam Renang, Solus Per Aqua, dan Pemandian Umum
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 492/MENKES/PER/IV/2010 tentang
Persyaratan Kualitas Air Minum
Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Persyaratan Kualitas Air Minum
Letterman,R.D. 1999. Water Quality And Treatment. Fifth Edition. New York : Mc Graw Hill.Inc.
Sawyer, C. N., & McCarty, P. L. 1978. Chemistry for Environmental Engineering (3rd ed.). New
York: McGraw-Hill Book Co.
Kamis, 12 November 2020
MODUL 10
KLORIDA
I. Tujuan Praktikum
1. Menentukan konsentrasi klorida dalam sampel air
2. Menentukan metode yang digunakan untuk menentukan konsentrasi klorida dalam air
3. Menentukan pengaruh penambahan K2CrO4

II. Landasan Teori


Klorida (Cl-) merupakan salah satu senyawa yang terdapat di perairan alam. Klorida merupakan
anion yang mudah larut dalam sampel air dan merupakan anion anorganik utama yang terdapat
dalam sampel perairan. Kelebihan ion klorida dalam air minum dapat merusak ginjal. Senyawa-
senyawa tersebut mengalami proses disosiasi (suatu proses senyawa kompleks atau garam yang
terpecah menjadi partikel yang lebih kecil) dalam air membentuk ion. Kation dari garamgaram
klorida pada air terdapat dalam keadaan mudah larut. Ion klorida tidak membentuk senyawa
kompleks yang kuat dengan ion-ion logam. Ion klorida juga tidak bersifat toksik dan tidak bisa
dioksidasi dalam keadaan normal. Akan tetapi garam klorida dalam jumlah besar dapat
menyebabkan penurunan kualitas air. Melakukan analisa terhadap klorida sangat penting, karena
kelebihan klorida dalam air dapat menyebabkan pembentukan noda berwarna putih di perpipaan air
(Sinaga, 2016).
Klorida merupakan komponen lain dari garam yang berkaitan dengan hipertensi. Pengaturan
hormon dipengaruhi oleh klorida pada retensi air dan garam melalui pengaruhnya pada ginjal. Ginjal
menghasilkan enzim renin yang mengatur kadar air dalam badan. Enzim renin juga membantu
pengaturan tekanan darah namun klorida mungkin mengurangi sekresi enzim renin sehingga
menyebabkan tekanan darah tetap tinggi (Djuma, 2014).
Menurut Permenkes RI No.492/MENKES/SK/VI/2010 dan Permenkes RI
No.416/MENKES/PER/IX/1990, kadar maksimal klorida untuk air minum yaitu sebesar 250 mg/L,
sedangkan untuk air bersih sebesar 600 mg/L (Huljani, 2018).
III. Prinsip Praktikum
Metode yang digunakan adalah titrasi argentometri cara Mohr. Prinsipnya adalah klorida dalam
sampel air dititrasi dengan AgNO 3 membentuk endapan AgCl berwarna putih. Indikator yang
digunakan adalah K2CrO4 dengan kelebihan sedikit Ag + dari AgNO3 akan membentuk endapan
merah bata pada titik akhir titrasi. Titrasi harus pada pH netral, jika tidak netral maka harus
dinetralkan dengan ZnO, MgO, atau HNO 3.

IV. Alat dan Bahan


Alat: Bahan:
 Labu Erlenmeyer  Sampel air
 Pipet tetes  Larutan AgNO4
 Buret  Larutan standar NaCl
 Larutan K2Cr2O4
 Asam Nitrat pekat
 Kristal ZnO atau MgO
 Standarisasi larutan AgNO4

V. Cara Kerja dan Hasil Pengamatan


Cara Kerja Hasil Pengamatan
Saat terjadi penambahan
ZnO, larutan berubah
menjadi kuning susu. Saat
dilakukan titrasi oleh
AgNO3, terbentuk endapan
merah bata.
Kamis, 12 November 2020

VI. Pengolahan Data


10
Faktor Ketelitian AgN O3=
ml AgN O3

Konsentrasi klorida ( mgL )=( 1000


100 ) × ( ml AgN O −0,3 ) × faktor ketelitian ×
3
1
35,45
×35,45

Tabel VI.1 Data hasil percobaan

Volume awal AgNO3 28 mL


Volume akhir AgNO3 29,6 mg
Konsentrasi AgNO3 0,0137 N
Faktor Ketelitian 0,95

Berdasarkan data yang didapat, maka konsentrasi klorida adalah

Konsentrasi klorida ( mgL )=( 1000


100 ) × ( 1,6−0,3 ) × 0,95×
1
35,45
×35,45

Konsentrasi klorida (
L )
mg
=12,35 mg / L

VII. Pembahasan
VII.1. Analisis Cara Kerja
Siapkan 100 mL sampel air. Tuangkan larutan ke labu erlenmeyer. Tambahkan dua tetes
asam nitrat pekat dan dikocok agar homogen. Penambahan asam nitrat bertujuan untuk membuat
suasana asam. Lalu, ditambahkan kurang lebih lima tetes kalium kromat sebagai indikator dan
dikocok agar homogen. Lalu ditambahkan ZnO yang bertujuan untuk membuat suasana netral.
Suasana netral diperlukan agar bila kondisi asam akan membuat senyawa CrO 42- berubah menjadi
Cr2O72- yang menyebabkan tidak akan terbentuknya endapan merah karena Cr 2O72- merupakan
senyawa yang tidak memiliki warna. Tambahkkan ZnO sampai warna berubah menjadi kuning susu.
Setelah itu titrasi sampel dengan AgNO 3 sampai terjadi perubahan adanya endapan berwarna merah
bata. Tujuan penambahan AgNO 3 adalah AgNO3 akan bereaksi dengan NaCl membentuk endapan
AgCl yang berwarna putih. Jika semua Cl - sudah habis bereaksi dengan Ag + dari AgNO3, maka
kelebihan Ag+ akan bereaksi dengan kalium kromat yang ditambahkan. Dengan ZnO berfungsi untuk
membuat suasana netral, maka senyawa kalium kromat stabil dengan CrO 42- nya. Pada titik akhir
terbentuk endapan merah bata yang ekivalen dengan volume klorida yang habis bereaksi Ag +.
VII.2. Analisis Kesalahan dalam Praktikum
Kesalahan yang umum terjadi pada praktikum adalah ketidakakuratan dalam titrasi, sehingga
hasil yang didapat tidak terlalu representatif.
VII.3. Analisis Hasil
Berdasarkan hasil perhitungan, didapat kandungan klorida dalam sampel air sebesar 12,35
mg/L. Berdasarkan Peraturan Pemerintah No 82 Tahun 2001 tentang Persyaratan Kualitas Air
Minum, kadar maksimum untuk klorida adalah sebesar 1 mg/L untuk kelas 1. Kelas 1 adalah air
yang diperuntukkan untuk air baku air minum, atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air
yang sama dengan kegunaan tersebut. Untuk kelas 2, 3, dan 4 tidak ada standarnya. Berdasarkan
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 492/MENKES/PER/IV/2010 tentang
Persyaratan Kualitas Air Minum, standar baku mutu klorida sebagai air minum yang diperbolehkan
adalah sebesar 250 mg/L. Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
416/MENKES/PER/IX/1990 tentang Syarat – Syarat dan Pengawasan Kualitas Air, standar baku
mutu klorida yang diperbolehkan adalah sebesar 600 mg/L untuk air bersih dan 250 mg/L untuk air
minum.
Kamis, 12 November 2020
Berdasarkan beberapa peraturan tersebut, dapat disimpulkan bahwa sampel memenuhi
standar baku mutu untuk digunakan sebagai air minum dan untuk keperluan higiene sanitasi.
VII.4. Aplikasi di Bidang Teknik Lingkungan
Pengaplikasian di bidang Teknik Lingkungan adalah untuk mengecek kualitas kandungan
sampel air sebagai bahan baku air minum.

VIII. Kesimpulan
1. Konsentrasi klorida dalam sampel air adalah 12,35 mg/L.
2. Metode yang digunakan untuk menentukan konsentrasi klorida dalam air adalah titrasi
argentometri cara Mohr.
3. Penambahan K2CrO4 sebagai indikator dan oksidator larutan.

IX. Daftar Pustaka


Djuma, Agustina Welhelmina., Talaen, Marce Selvince. 2014. The Analysis Of Chloride In
Argentometry On Dig Well Water In Kupang Regency Of Kupang Tengah District Oebelo
Village In 2014. Jurnal Info Kesehatan No 2 Vol 14. Diakses tanggal 06 November 2020.
Huljani, Mifta. 2018. Analisis Kadar Klorida Air Sumur Bor Sekitar Tempat Pembuangan Akhir
(TPA) II Musi II Palembang dengan Metode Titrasi Argentometri. Jurnal Ilmu Kimia da
Terapan vol 2 no 2. Diakses tanggal 06 November 2020.
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 492/MENKES/PER/IV/2010 tentang Persyaratan Kualitas Air
Minum.
Sinaga, Eskadoany. 2016. Penetapan Kadar Klorida pada Air Minum Isi Ulang dengan Metode
Argentometri (Metode Mohr). Universitas Sumatera Utara. Diakses tanggal 06 November
2020.

Anda mungkin juga menyukai