Fakultas Teknik
PENGOLAHAN Departemen Teknik Industri
Akan tetapi, dengan munculnya industri ini perlu dipikirkan juga efek sampingnya
yang berupa limbah. Limbah tersebut dapat berupa limbah padat (solid wastes),
limbah cair (liquid wastes), maupun limbah gas (gaseous wastes). Ketiga jenis limbah
ini dapat dikeluarkan sekaligus oleh satu industri ataupun satu persatu sesuai dengan
proses yang ada di perusahaannya. Perlu kiranya diperhatikan efek sampingnya yang akan
ditimbulkan oleh adanya suatu industri sebelum industri tersebut mulai beroperasi. Oleh
karena itu, perlu dipikirkan juga apakah industri sabun menghasilkan limbah yang
berbahaya atau tidak.
Dalam operasi industri sabun menghasilkan limbah berupa soap gliserin, minyak
lemak, NaC1, H2O. Soap gliserin ini hendaknya dipisahkan dari campuran limbah
tersebut dan diproses lebih lanjut. Tidak setiap pabrik sabun mengolah limbah tersebut.
Hal ini disebabkan karena proses pengolahan dan peralatan yang digunakan untuk
memurnikan cukup kompleks. Untuk masa sekarang soap gliserin masih diperlukan
untuk diekspor. Oleh karena itu dibuatlah triasetin (glyceryl triacetate) dari limbah pabrik
sabun dengan memakai proses asetilasi, dimana diperlukan variabel suhu, waktu dan
kecepatan pengadukan yang sangat mempengaruhi hasil asetilasi disamping pereaksi dan
bahan baku.
Manfaat yang dapat diharapkan dari pembuatan triasetin ini, antara lain :
a. Pencemaran terhadap lingkungan yang disebabkan oleh limbah pabrik sabun dapat
dikurangi.
b. Dapat menambah Ilmu Pengetahuan dan Teknologi.
c. Banyak digunakan dalam industri obat-obatan, kosmetik, fiksasi dalam parfum dan
masih banyak lagi.
PEMBAHASAN
Gliserin merupakan limbah pabrik sabun yang relatif berharga, limbah ini dapat
diproses lebih lanjut dan banyak digunakan pada industri-industri kimia. Gliserin pertama
kali dibuat tahun 1779 oleh Scheele, dengan cara memanaskan campuran litharge dan
oliveoil kemudian mengekstraksi dengan air. Dengan menguapkan air, Scheele
mendapatkan cairan yang rasanya manis kemudian oleh Chevrene, Polauze, Berthelot dan
lainnya dipekatkan dan didapat trihidric alkohol (Gliserin). (Scheele, 1779).
Gliserin sintetis mulai diproduksi dalam skala besar sejak pertengahan 1948 yaitu
dengan dipertemukannya metode Klorinasi Propylene yang menghasilkan Allyl Cloride
dalam jumlah besar sehingga diperoleh gliserin yang cukup banyak dan masih banyak
digunakan bermacam-macam produk. Reaksi yang terjadi pada zat-zat organik tersebut
merupakan reaksi yang berlangsung lambat apabila dibandingkan dengan reaksi zat-zat
anorganik, sehingga reaksi zat-zat organik pada umumnya membutuhkan katalis untuk
mempercepat reaksi (Groggins, 1985).
Beberapa ester asetat dari alkohol sederhana yang tersedia secara komersial adalah
etil, propil, isopropil, butil, isobutil, amil dan benzyl. Mono-ester, di-ester dan tri-ester dari
gliserol juga tersedia secara komersial. Semua ester ini berupa liquid, kebanyakan
mempunyai titik didih rendah, sifat racun yang rendah dan relatif tidak mahal. Juga banyak
digunakan sebagai pelarut organik pada industri-industri proses kimia dan pada beberapa
produk seperti cat, pernis, dan lain-lain.
Reaksi asetilasi merupakan reaksi yang sama dengan reaksi esterifikasi yaitu reaksi
antara alkohol dengan asam menghasilkan ester dan air, misalnya
1. Pengaruh Suhu
Jika suhu diperbesar dan bila reaksi membutuhkan panas, maka kecepatan reaksi
meningkat dan hasil yang diperoleh akan bertambah besar, tetapi kenaikan suhu dibatasi
oleh sifat-sifat fisis zat-zat yang ada dalam sistem. Mengingat reaksi asetilasi adalah reaksi
kesetimbangan, maka apabila suhu terlalu tinggi kemungkinan akan terjadi reaksi
samping. Reaksi esterifikasi dengan katalisator asam, suhu mendekati 100°C. Katalisator
asam yang sering dipakai adalah asam sulfat.
2. Waktu
Pada proses batch, makin lama waktu reaksi makin banyak hasil yang diperoleh,
tetapi dalam reaksi asetilasi (esterifikasi), waktu reaksi dibatasi dalam keadaan seimbang.
3. Pengadukan
Pengadukan akan menurunkan energi aktifasi karena dengan melakukan
pengadukan akan memperbesar jumlah tumbukan antara dua reaktan sehingga reaksi yang
terjadi lebih cepat daripada tanpa pengadukan.
5. Faktor Tumbukan
Untuk memperbesar konversi, tenaga aktifasi perlu diperkecil. Hal ini dapat
dilakukan dengan menggunakan katalisator, yang akan mengaktifkan zat- zat yang
bereaksi, sehingga tumbukan yang terjadi makin cepat dan reaksi makin mudah terjadi.
Katalisator yang banyak dipakai adalah H2SO4 dan HCI. Tetapi yang sering digunakan
adalah H2SO4, sebab asam ini relatif kurang korosif dibanding HCI dan harganya lebih
murah.
METODE PENELITIAN
2. Proses Asetilasi
■ Pasang perlengkapan alat-alat untuk proses asetilasi dengan baik.
■ Ambil 100 ml gliserin yang sudah didinginkan, masukkan ke dalam labu asetilasi
(labu leher tiga).
■ Ambil 200 ml CH3 COOH glacial dan katalis H2SO4 pekat 6 ml campurkan ke
dalam asetilasi.
■ Kemudian campurkan, dipanaskan pada derajat panas dan waktu yang telah
ditentukan sehingga diperoleh triasetin.
3. Penetapan Kadar Triasetin :
■ Setelah dingin, ambil hasil asetilasi sebanyak 10 ml, kemudian dinetralkan dengan
larutan NaOH1,0N dan menggunakan indikator p.p.
■ Setelah netral, ditambahkan lagi 100 ml NaOH1,0N kemudian dididihkan selama
15 menit.
■ Setelah dingin tambahkan indikator p.p, kemudian dititrasi dengan larutan
HC11,0N.
■ Catat dengan baik dan benar pada pembacaan tritasinya.
Hasil perhitungan kadar triasetin pada kecepatan 100 rpm, 200 rpm, 300 rpm dan
400 rpm digambarkan sebagai berikut :
400 rpm
300 rpm
Dari gambar, diambil 400 rpm kemudian ditabelkan sebagai kondisi tertinggi
kadar triasetin pada berikut : kecepatan 100 rpm, 200 rpm, 300 rpm,
Kondisi tertinggi dicapai pada suhu 120°C dan waktu 75 menit serta kecepatan
400 rpm, didapat kadar triasetin maksimum = 31,72%.
KESIMPULAN
1. Limbah pabrik sabun yang berupa soap gliserin dapat diolah menjadi triasetin
dengan proses asetilasi.
2. Semakin tinggi suhu reaksi (batasan antara 60°C - 120°C) dan semakin tinggi
kecepatan pengadukan (batasan antara 100 - 400 rpm), maka semakin tinggi kadar
triasetin yang terbentuk. Tetapi waktu reaksi dibatasi oleh keadaan optimal (75
menit), apabila keadaan tersebut melebihi keadaan optimal, maka kadar triasetin
akan menurun.
3. Keadaan proses yang relatif baik, yaitu Suhu 120°C dan Waktu 75 menit serta pada
kecepatan pengadukan 400 rpm, sehingga kadar traisetin yang dicapai sebesar
31,72%.