Anda di halaman 1dari 4

SEBUAH CATATAN HISTORIS ORDE LAMA PADA KEJIWAAN TOKOH UTAMA

CERKAK “BEDHUG” KARYA DJAJUS PETE : ANALISIS PSIKOLOGI KEPRIBADIAN


CARL GUSTAV JUNG
Wahyu Tigar Purnama

Abstrak
Tulisan ini bertujuan membuktikan bahwa pada cerita cekak “Bedhug” karya Djajus Pete
memuat catatan historis era orde lama dalam perwatakan tokoh aku sebagai tokoh utama dan
upaya penyikapan tokoh aku terhadap permasalahan psikologisnya yang bisa dianalisis secara
psikologi menggunakan teori kepribadian Carl Gustave Jung.
Objek dari tulisan ini adalah cerkak “Bedhug” karya Djajus Pete yang terbit dimajalah
Panjebar Semangat tahun 1997. Teknik analisis data yang digunakan adalah deskriptif
kualitatif. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah membaca dan mencatat.
Validitas dan reliabilitas digunakan untuk menentukan keakuratan data. Validitas yang
digunakan dalam penelitian ini adalah validitas semantik dan expert judgment. Reliabilitas
yang digunakan dalam penelitian ini adalah intrarater dan interrater. 
Hasil penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Perubahan perilaku pada tokoh utama aku
adalah ... 2. Upaya protagonis untuk mengatasi masalah psikologisnya adalah … dan upaya
antagonis yang dipilih adalah ….

Pendahuluan
Sastra adalah cerminan kehidupan. Karya sastra merupakan tiruan tentang apa yang
terjadi di dalam kehidupan dan alam semesta. Dalam pandangan ini, sastra mempunyai sifat
mimetic (tiruan). Pada pendapat ini, Plato adalah tokoh yang paling besar memberikan andil.
Dikutip dari buku Teori Sastra Masa Depan (Ratna, 2007:26) mengatakan gagasan Plato
tentang estetika menyiratkan bahwa sastra itu hanya mimesis, yaitu tiruan realitas. Selain itu,
menurut Teeuw (1988: 219) mengakui bahwa pemikiran Plato tentang ide dan mimesis itu
masih relevan hingga kini. Melalui ide, pengarang melakukan tiruan (mimetic), yaitu meniru
kenyataan. Namun, kenyataan sebagai mimesis, tentu tidak akan sama persis.
Dengan latar belakang sastra sebagai mimesis ini, pengarang akan meluapkan ide,
perasaan, dan wawasan intelektualnya pada karya sastra mengacu terhadap realitas yang
terjadi pada saat karya sastra tersebut dibuat. Dengan kata lain, karya sastra yang dihasilkan
akan meniru kenyataan yang dialami oleh pengarang. Begitu halnya yang terjadi dengan
Djajus Pete yang menulis cerkak “Bedhug”. Namun itu, bahasa sebagai bahan baku dari
sebuah sastra justru dijadikan pembeda antara sastra dan bukan sastra atau, sastra dengan
bahasa sehari-hari. Dalam tulisannya “Interdisipliner Sastra” Ninawati Syahrul yang
mengutip mengenai pembeda dalam bahan baku bahasa bahwa penggunaannya pada sastra,
keseharian, dan ilmiah. Bahasa sastra akan terlihat kurang dalam beberapa hal : penuh dengan
ambiguitas, penuh dengan homonym, gramatikal yang sewenang-wenang, dan lain-lain yang
menunjukkan bahwa bahasa yang digunakan dalam sastra adalah manasuka. Dengan
demikian, secara kuantitas bahasa sebagai bahan baku sastra akan menyebabkan sebuah karya
sastra berhak menyandang sebagai proses kreatif yang perlu diperhitungkan, direnungkan,
bahkan dipelajari. Dalam artikelnya yang berjudul “Pengertian dan Ciri-Ciri Bahasa Sastra”
(Diakses dari https://www.trigonalmedia.com/2015/08/pengertian-dan-ciri-ciri-bahasa-
sastra.html?m=1, pada 27/06/2023) menyatakan bahwa ciri bahasa sastra: 1). Bersifat
konotatif, 2). Bersifat simbolis, 3). Bersifat multitafsir, 4). Memperhatikan efek musikalitas.
Dengan demikian maka tidak menjadi muskil apabila terlahir beragam teori untuk
membongkar suatu karya sastra. Tidak terkecuali dengan teori psikologi sastra Carl Gustav
Jung. Psikologi sastra pada umumnya memberikan 3 ruang lingkup pada analisismya yaitu,
psikologi pengarang, psikologi karya sastra itu sendiri, dan psikologi pembaca.
Bahasa sebagai mediumnya akan sangat dekat dengan psikologi baik dari pengarang
yang dimana fokus analisisnya pada latar belakang pengarang, waktu penulisan. Psikologi
karya sastra meliputi karakter tokoh dalam karya sastra tersebut, dan psikologi pembaca yang
menganalisis dampak bagi pembaca setelah membaca karya sastra tersebut. Karena bahasa
yang diucapkan akan memberi kesan yang sudah terklasifikasi dan terverifikasi dengan sah.
Seperti saat psikologi dari penuturnya marah, maka bahasa yang diucapkan akan dengan
intonasi tinggi. Apabila dalam bahasa tulis maka akan menggunakan tanda seru diakhir
kalimatnya. Saat psikologi penuturnya merasa bimbang atau bingung, maka bahasa yang
akan terucap akan dengan terbata-bata, dan intonasi rendah. Apabila dalam bahasa tulis maka
akan menggunakan tanda tanya atau kalimat yang terputus-putus.
Permasalahan yang dialami masyarakat dan solusinya menarik untuk dituliskan dalam
bentuk karya sastra. Perubahan kehidupan manusia memberikan nuansa pada karya sastra.
Penulis mengungkapkan ide dalam bentuk karakter yang berbeda dan mencoba
menyampaikan pesan kepada pembaca tentang solusi mereka. Oleh karena itu sastrawan
memegang peranan yang sangat penting dalam perkembangan sastra. Dengan bantuan
gagasan, pembaca menerima pesan dari karya sastra, baik secara implisit maupun eksplisit. 
Cerita cekak “Bedhug” karya Djajus Pete yang dijadikan objek tulisan ini merupakan
cerita yang meraih penghargaan juara III dalam lomba mengarang cerpen berbahasa Jawa
yang diselenggarakan oleh Taman Budaya Yogyakarta. Cerpen terbaik yang dimuat Panyebar
Semangat tahun 1993.
Berdasarkan latar belakang masalah yang dikemukakan di atas dapat diketahui fokus
permasalahan yang akan ditulis dalam tulisan ini adalah perwatakan tokoh aku dan upaya
upaya penyikapan tokoh aku terhadap permasalahan psikologisnya
Tulisan ini mempunyai tujuan yaitu, untuk membuktikan bahwa cerita cerkak
“Bedhug” karya Djajus Pete memiliki struktur penceritaan yang mengandung psikologis yang
kental melalui tokoh tokoh dalam cerita beserta karakter karakter yang dimiliki oleh setiap
tokoh, terutama tokoh aku sebagai tokoh utama dalam cerita cekak tersebut.

Metode
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif deskriptif. Sumber deskriptif berfokus pada
prinsip umum di balik penggabungan Satuan gejala atau pola yang terjadi dalam kehidupan
seseorang. Moleong (2011, p. 4) Penelitian dengan menggunakan metode kualitatif
memberikan data deskriptif dalam bentuk kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan
perilaku yang bisa dikenali Siswantro (2010, hal. 56) Metode deskriptif adalah metode solusi
masalah pendeskripsian objek penelitian atau subjek berdasarkan fakta-fakta yang ditemukan.
Secara lebih spesifik, penelitian ini merupakan analisis isi. Analisis dihadirkan pada tokoh
utama yaitu aku. Data utama penelitian ini menyangkut kata, kalimat, dan dialog yang
menggambarkan estetika postmodernisme dalam cerita cekak “Bedhug” karya Djajus Pete.
Sumber bahan penelitian adalah cerita cekak “Bedhug” karya Djajus Pete, yang merupakan
subjek penelitian. Data sekunder yang digunakan pendukung informasi dasar, yaitu buku,
surat kabar, majalah dan Internet. Sumber informasi tersebut adalah cerita cekak “Bedhug”
karya Djajus Pete yang terbit dimajalah Panjebar Semangat tahun 1997. Penelitian ini
menggunakan teknik analisis isi berdasarkan data yang ada bersumber dari dokumen tertulis.
Endraswara (2008, p. 105) menyebutkan analisis tekstual adalah kajian yang berkaitan
dengan isi dan makna. Urutan langkah-langkah penelitian ini adalah: (1) mentukan
sumbernya data penelitian yaitu cerita cekak “Bedhug” karya Djajus Pete; (2) membaca karya
sastra; (3) klasifikasi kepribadian protagonis berdasarkan tipe kepribadian Carl Gustav Jung;
(4) analisis data pribadi protagonist berdasarkan teori Carl Gustav Jung; (5) interpretasi hasil
analisis; dan (6) melengkapi hasil penelitian. Lebih lanjut, Endraswara menjelaskan langkah-
langkahnya ketika menganalisis sebuah karya berdasarkan pendekatan psikologis. sebuah
langkah yakni, pertama, pendekatan psikologi sastra menekankan pada penelitian total baik
unsur internal maupun eksternal. Kedua, selain budi pekerti dan watak penting juga untuk
memeriksa sifat bermasalah dari subjek karya tersebut. Ketiga, konflik ciri-ciri karakter
diperlukan terkait cerita (2008:104). Berdasarkan hal tersebut, posisi sentral karya sastra
dapat dipahami dan juga psikologi dalam mengungkap isi cerita yang ditulis oleh pengarang
Hasil dan Pembahasan
Sebagai bagian dari analisis mendalam tentang kepribadian dalam cerita cekak “Bedhug”
karya Djajus Pete, kita harus paham bahwa sastra dan psikologi itu saling berkaitan pada
tokoh di dalam karya sastra tersebut. Sebelum karya sastra dibawa ke permukaan masyarakat,
terlebih dahulu melalui proses asimilasi budaya yang panjang. Pengarang memikirkan baik-
baik tentang konsep cerita dan aspek karakter untuk membuatnya berhasil didistribusikan
untuk bisa dibaca. Pada dasarnya teori psikologi sastra bertujuan untuk menyampaikan pesan
yang disampaikan dalam karya sastra sesuai dengan tujuan. Seperti yang dikemukakan oleh
Endraswara, penelitian psikologi sastra juga dapat berfokus pada dampak sebuah karya secara
umum (2008:103). Struktur cerita cekak “Bedhug” karya Djajus Pete menjadi modal yang
berfungsi sebagai sebuah langkah menuju analisis komprehensif menggunakan teori
psikologi analitis Carl Gustav Jung. Hal yang paling mendasar untuk memahami teori Jung
adalah memulai asumsi bahwa perilaku manusia selalu disebabkan oleh hubungan sebab
akibat ras dan (masa depan) teologi. Menurut Jung, kepribadian manusia dimulai dengan
kesadaran kedua sisinya. Jung menyadari bahwa dirinya memiliki sisi dominan yang muncul
sekali dalam hidupnya (Septriani, 2017:81). Itu sebabnya orang bisa menjadi introvert atau
ekstrovert karena kepribadian tidak mutlak. Hal tersebut terjadi disebabkan oleh dinamika
pembentukan kausalitas kepribadian manusia, sehingga manusia memiliki ketidaksadaran.
Setelah penjelasan di atas, kunci psikoanalisis Jung berbicara tentang sifat sadar dan tidak
sadar. Keduanya saling melengkapi, kesadaran berfungsi sebagai adaptasi terhadap dunia luar
(eksternalisasi), sedangkan alam bawah sadar berfungsi sebagai adaptasi dunia batin
(internalisasi). Ketidaksadaran yang dimiliki manusia tidak hanya secara pribadi tetapi juga
secara kolektif.
Dalam cerkak ini, menjadi fokus analisis adalah kepribadian tokoh utama aku. Lebih jelasnya
kepribadian tokoh utama aku dapat dilihat pada deskripsi berikut.
Sikap ekstrover Tokoh Utama
Sikap ekstrovert adalah sikap yang lebih mengarah pada keterbukaan
Karakter terhadap dunia luar atau lingkungan. Sikap yang lebih ekstrovert
Berkomunikasi dengan dunia luar memfasilitasi interaksi dengan ekstroversi
orang lain dan lingkungan di sekitarnya. Kepribadian ini selalu aktif bersama
Orang yang dikelilingi oleh lingkungannya dan sangat dipengaruhi olehnya.
Tipe ini senang berguling-guling dan merasa aman di lingkungan yang asing atau baru. Pada
Secara umum, tipe ini berhubungan baik dengan dunia dan terlepas dari konfliknya. Masih
wajar untuk mengatakan bahwa dia berhubungan baik satu sama lain karena dia berusaha
membangun hubungan baik dengan orang baru yang dia temui dan tidak mundur. kepribadian
ekstrovert
Apa yang peneliti temukan tentang tokoh utama, bernama Nawawi, adalah seorang ekstrovert
berpikir, pengetahuan ekstrover, ekstrover dan ekstrover intuitif. apa pun
Ekstrak data sikap ekstrovert tokoh utama adalah sebagai berikut. 
 Ekstrover pikiran
Semangat ekstrover adalah seseorang yang terbuka untuk orang lain
sekitar Tokoh utama bernama Nawawi adalah sosok yang tidak seperti biasanya
terasa impersonal, dingin, sombong, sering menekan perasaan
untuk mengalami secara emosional. Tokoh utamanya adalah orang yang cuek dan sombong
Orang baru saja mengenal satu sama lain, dingin dan berusaha terbuka untuk orang baru
pengalaman sedikit demi sedikit. Seperti yang terdapat dalam kutipan berikut: 
Psikologi seni
Psikologi sastra
Psikologi lebih kepada kejiwaan tokoh. Melihat fenomena kejiwaan tokoh.. kondisi
kejiwaan si tokoh.

Berbasis psikologi kemudian dielaborasi dengan konteks cerita fenomena pada saat itu.

Anda mungkin juga menyukai