Penerbit/ Tahun Terbit / Jumlah Halaman : Unimed Press/ 2019/ xii ,191
A. Latar Belakang
Dongeng (Hikayat) adalah salah satu jenis sastra kuno yang berasal dari tanah Melayu.
Istilah cerita rakyat ini pertama kali digunakan oleh para penulis di tanah melayu untuk
mendeskripsikan cerita-cerita yang berhubungan dengan sejarah atau cerita-cerita masa lalu
(Braginsky, 1998). Sastra dan psikologi adalah dua bidang ilmu yang berbeda, psikologi
membahas tentang perilaku manusia yang berkaitan dengan lingkungan (Daulay, 2014).
Sedangkan sastra menurut Wellek, n.d. adalah aktivitas manusia kreatif yang menghasilkan suatu
karya seni tulis dan cetak. Berbagai karya sastra yang ada tentunya memiliki cerita yang
diperankan oleh para tokohnya. Tokoh-tokoh dalam cerita memiliki kepribadian yang melekat.
Hal inilah yang sebenarnya menjadi jembatan antara psikologi dan sastra sebagaimana dijelaskan
Endaswara (2008). Hal tersebut juga diungkapkan oleh Saraswati yang menganalisis kepribadian
dalam novel Ayat-Ayat Cinta dan Laskar Pelangi yang dianalisis menggunakan teori psikoanalitik
oleh Sigmund Freud (Saraswati, 2011) Psikologi tokoh utama yang dijelaskan oleh Sigmund Freud
merupakan salah satu teori yang sangat sering dijumpai. digunakan dalam penelitian yang
membahas tentang psikoanalisis yang sering disebut dengan teori Psikoanalisis Freudian (Cloud,
2017; Schetz & Szubka, 2012). Sebagaimana yang terkandung dalam penjelasan yang disampaikan
oleh Arminjon, Ansermet, dan Magistretti (2010) sehingga menurut Toksöz (2018) yang
menyatakan bahwa psikoanalisis Freudian terbagi menjadi tiga aspek yaitu id, ego, dan super
Wego.co.id.
Sisi psikologis tokoh utama dalam suatu Karya sastra yang dijelaskan oleh Minderop
menganggap bahwa psikoanalisis digunakan untuk menganalisis keadaan mental seseorang baik
yang berkaitan dengan penderita gangguan saraf maupun penyimpangan sosial. Hal ini juga
didukung oleh Minderop (2011) yang menyatakan bahwa penggambaran psikologi karakter yang
dilakukan oleh pengarang dideskripsikan melalui karya sastra. Penggambaran psikologi karakter
terbagi menjadi tiga aspek yaitu id, ego, dan superego (Alwisol, 2014).
Sejalan dengan karya sastra lainnya, dongeng Hang Tuah juga memiliki tokoh utama.
Cerita rakyat yang menggambarkan seorang panglima dari tanah Melayu juga memiliki karakter
kepribadian yang demikian. melekat pada karakter utama. Inilah yang kemudian menjadi
penghubung antara psikoanalisis dan sastra. Kisah Hang Tuah menceritakan tentang seorang
komandan di sebuah kerajaan bernama Bintan. Kerajaan tersebut sangat terkenal pada saat itu
karena memiliki seorang panglima yang bijak ganda.Sikap yang dimiliki oleh Hang Tuah sama
dengan manusia pada umumnya, Hang Tuah juga memiliki gejolak yang ada dalam dirinya (Efendi
& Muttaqien, 2018).
B. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah menganalisis psikologi tokoh utama dongeng Hang Tuah berdasarkan
teori psikoanalitik Sigmund Freud.
BAB II
PEMBAHASAN
A. METODE
Ini adalah penelitian deskriptif-kualitatif. Penelitian kualitatif deskriptif merupakan jenis
penelitian yang digunakan untuk mendeskripsikan berbagai fenomena yang dihadapi dalam proses
analisis berdasarkan dokumen-dokumen yang ditemukan. Hal ini sejalan dengan yang
dikemukakan oleh Endaswara (2008) dan Lexy J. Moleong (2019) yang mengatakan bahwa
deskriptif-kualitatif adalah suatu penelitian yang digunakan untuk mengamati dan memahami
suatu proses fenomena yang terjadi yang kemudian dijelaskan dengan menggunakan kata-kata.
Yang menjadi fokus analisis dalam penelitian ini adalah penggambaran psikologis tokoh yang
dianalisis berdasarkan percakapan yang dilakukan tokoh utama, tingkah laku yang dilakukan tokoh
utama, dan gambaran tingkah laku tokoh utama dalam pandangan karakter lain. Pengumpulan data
yang dilakukan dalam penelitian ini dilakukan sebagai berikut:
1) menganalisis tingkah laku yang dilakukan tokoh utama berdasarkan percakapan yang
dilakukan tokoh utama dalam dongeng Hang Tuah;
2) menganalisis psikologi tokoh utama berdasarkan tindakan tokoh utama dalam dongeng Hang
Tuah;
3) menyimpulkan psikologi tokoh utama dongeng Hang Tuah sesuai dengan psikoanalisis
tokoh menurut Sigmund Freud. Sumber data yang terdapat dalam penelitian ini didasarkan pada
a. Buku berjudul Hikayat Hang Tuahby Bot GenootSchap (Schap, 2010);
b. buku utama yang sesuai dengan penelitian ini, dan
c. jurnal yang terkait dengan penelitian ini. Teknik analisis data yang digunakan dalam
penelitian ini menggambarkan tiga aspek mental karakter menurut Sigmund Freud.
B. Subjek Penelitian
Penelitian ini menggunakan penelitian kualitatif deskriptif dengan menganalisis isi yang
terkandung dalam dongeng Hang Tuah karya Bot GenootSchap. Data dalam penelitian ini berupa
perilaku yang dilakukan oleh tokoh utama, dan psikologi tokoh utama berdasarkan tindakan yang
dilakukan. Sumber data dalam penelitian ini berupa buku yang berjudul Dongeng Hang Tuah,
Buku Penunjang Utama, serta jurnal dan penelitian yang relevan serta.
C. Hasil diskusi
Berdasarkan tiga aspek kepribadian yang dikemukakan oleh Sigmund Freud yaitu id, ego,
dan superego maka dilakukan analisis terhadap salah satu dari tiga aspek tersebut yaitu ego,
komponen kepribadian yang didasarkan pada realitas. Penjelasan tentang analisis aspek ego
dijelaskan sebagai berikut:
“Maka Hang Tuah seraya tersenyum, Hai saudaraku, pada bicara hamba baik juga kita
berperang di atas pulau ini, karena perahu kita kecil, bunuh juga kita; ia tiga buah serta dengan
banyak dan senjatanya pun lengkapp, lagi orangnya pun banyak sukar juga kita melawan dia.
“(halaman 24)" Hang Tuah lalu berbicara sambil tersenyum. Kita juga berperang di pulau ini,
tetapi karena kapal kita kecil, maka kemungkinan besar kita akan kalah. Selain itu senjata dan
jumlah pasukan dari pihak lawan juga lebih banyak dan lebih canggih, sehingga sangat sulit untuk
dikalahkan. ”(halaman 24) Berdasarkan kutipan di atas, terlihat bahwa Ciri-ciri kepribadian ego
menurut teori Freud digambarkan melalui perkataan Hang Tuah yang mengajak teman-teman lain
untuk menyelamatkan diri dengan berperang melawan musuh. Sebenarnya berperang itu bukan
hal yang baik tapi kalau faktanya mendesak agar perang bisa dilaksanakan.
”Hang Tuah kelima bersaudara itu pun sudah memegang senjata, tiga-tiga bilah seligi dan
seorang. Apabila terhambat musuh itu kedepan hadapan Hang Tuah, maka di tetak Hang Tuah
kena pahanya, lalu terduduk tiada dapat bangkit lagi. ” (halaman 24) "... Hang Tuah juga
memegang senjata, tiga bilah tombak. Saat musuh hampir mendekat, Hang Tuah menggunakan
tombak yang dibawanya untuk mengusir musuh." (halaman 24) Berdasarkan kutipan di atas, dapat
diketahui bahwa ciri-ciri kepribadian ego menurut teori Freudian tergambar dari perang yang
dilakukan oleh Hang Tuah dan kawan-kawan dalam upaya menyelamatkan diri.
“Maka Hang Tuah pun menghunus kerisnya, lalu menyerbukan dirinya pada musuh yang
dua puluh itu, serta ditikamnya oleh Hang Tuah, dua orang mati. “(Halaman 25)“ Dengan
senjatanya yaitu keris, Hang Tuah juga maju melawan musuh yang berjumlah dua puluh, lalu
menikam kerisnya hingga dua musuh tewas. ” (halaman 25) Berdasarkan kutipan di atas dapat
diketahui bahwa ciri-ciri kepribadian ego menurut teori Freudian tergambar dalam tindakan Hang
Tuah. Padahal membunuh adalah hal yang buruk, namun jika berada dalam situasi yang sangat
mendesak dapat dilakukan sebagai upaya menyelamatkan diri.
“Maka Hang Tuah pun tersenyum seraya berkata, sungguh saudara, tetapi bukannya orang
mengamuk pada mengembari dengan keris, patutlah dengan kapak ataud engan kayu.” (halaman
33) “Hang Tuah yang tersenyum lalu berkata, Apakah lebih baik melawan seseorang atau maju
melawan musuh dengan menggunakan senjata seperti keris, kapak atau kayu”. (halaman 33)
Berdasarkan kutipan di atas, terlihat bahwa ciri-ciri kepribadian ego menurut teori Freudian
digambarkan melalui perkataan Hang Tuah yang menyapa emosi seseorang dengan logika berpikir
yang sangat baik.
“Maka sembah Tun Tuah,“ Daulat tuanku , terlalu baik seperti sembah patik bendahara itu,
bukan barang-barang hokum akan segala raja-raja yang dimakzulkan dari padat akhtak kingdom
itu. ” (halaman 77) “Kemudian TunTuah berkata,“ Terlalu baik bagi bendahara, bukan hal-hal
yang sah dari raja-raja yang diproklamasikan dari singgasana kerajaan. ”(halaman 77)
Berdasarkan kutipan di atas, dapat dilihat bahwa Ciri-ciri kepribadian ego menurut teori Freudian
diilustrasikan dengan sikap Hang Tuah yang memandang sesuatu bukan berdasarkan
keinginannya, melainkan sesuai dengan kenyataan yang terjadi.
“Maka saudagar itu pun memandang kepada bantara Tun Tuah. Maka di dalam hatinya, apa
juga asalnya bentara tun Tuah ini, tiada patut dijadikan bentar , hulu baling juga lainnya. Pada
penglihatan bentar akiri ini bergelar laksamana juga pada akhirnya, karena orang bijaksana “.
(halaman 84)“ Jadi menurut seorang saudagar, karena sifatnya yang dikenal arif, Hang Tuah
terpaksa diangkat menjadi laksamana atau panglima kerajaan. ”(halaman 84) 84) Berdasarkan
kutipan di atas dapat dilihat bahwa ciri-ciri kepribadian ego menurut teori Freudian tergambar
menurut pandangan orang lain yang melihat Hang Tuah sebagai seseorang yang memiliki
kepribadian yang bijak maka Hang Tuah layak untuk dijadikan panglima kerajaan.
“Maka kata bentara Tun Tuah, jika demikian baiklah, esok hari patik persembahkan kebawah
duli paduka kakanda, tetapi kepada bicara patik, lulus juga sembah patik, karena pekerjaan
kebajikan juga.” (halaman 88)
Seperti yang dikatakan Hang Tuah,“ Besok saya akan pergi dan ini semata-mata untuk kebaikan.
”(Halaman 88) Berdasarkan kutipan di atas, dapat dilihat bahwa ciri-ciri kepribadian ego menurut
teori Freudian diilustrasikan oleh sikap tergantung dalam pengambilan keputusan bukan semata-
mata karena keinginan dan kepentingan mereka tetapi berdasarkan situasi dan kenyataan.
Maka sembah Tun Tuah, Daulat tuanku, patik mohonkan ampun dan kurnia, patik lihat
terlalu sangatlah yang dirasainya. Jika tidak dimasak, tidak bisa dimakan. Artinya, adalah baik
bagi raja untuk melepaskan benua Keling itu dari perintah seperti itu, karena pedagang kaya dari
negara itu, ingin membawamu ke pulau Keling. " (halaman 88) Bukankah lebih baik Yang Mulia
melepaskan Raja Muda dan membawanya ke Rivet agar hidupnya membaik. ”(halaman 88)
Berdasarkan kutipan di atas, terlihat bahwa ciri-ciri kepribadian Ego menurut teori Freudian
tergambar dari pernyataan Hang Tuah kepada raja yang harus melepaskan Raja Muda yang
dihukum karena dibawa ke benua Keling karena bahkan di tanah Bintan pun hidupnya sulit.
” Maka sembah bentara Tun Tuah, "Pada bicara patik akan pekerjaan dulu yang dipertuan
melepaskan paduka adinda ke continua Keling ini, bukan barang-barang pekerjaan juga. (halaman
89) “Bukankah lebih baik melepaskan Raja Muda dan dibawa ke Keling sebelum ayah dari rajamu
mengetahuinya?” (halaman 89) Berdasarkan kutipan di atas, dapat dilihat bahwa ciri-ciri
kepribadian ego menurut teori Freudian tergambar dari pernyataan Hang Tuah kepada Raja yang
menyarankan agar raja melepaskan adik laki-lakinya, Raja Muda, untuk dibawa ke Keling
sebelum ayah raja mengetahui apa yang telah dilakukan raja terhadap adik laki-lakinya. ”.
“Jadi sebenarnya Tun Tuah apakah salahnya salah, karena masih banyak orang yang tidak
terdengar bahkan di Bukit Seguntang, maka nama orangnya disebut juga orang”. " (halaman 92)
“Jika orang tersebut benar-benar bersalah, maka ia layak mendapatkan hukuman begitu pula
sebaliknya.” (halaman 92) Berdasarkan kutipan di atas, dapat dilihat bahwa ciri-ciri kepribadian
ego menurut teori Freud diilustrasikan oleh Sikap Hang Tuah yang memberi nasehat tidak semata-
mata berdasarkan keinginannya tetapi berdasarkan kenyataan.
BAB III
PENUTUP
A. HASIL
Dongeng Hang Tuah merupakan sastra lama yang menceritakan tentang seorang panglima
dari kerajaan Malaka bernama Hang Tuah. Hang Tuah memiliki kepribadian yang cukup baik. Hal
ini terlihat dari penggambaran karakter Hang Tuah berdasarkan percakapan yang dilakukan dan
pernyataan tokoh-tokoh lain yang mendukung keadaan tersebut. Berdasarkan analisis yang
dilakukan terhadap hikayat naskah cerita Hang Tuah dapat disimpulkan bahwa tokoh Hang Tuah
memiliki kepribadian yang sesuai dengan apa yang disampaikan dalam teori psikoanalitik
Sigmund Freud, khususnya pada aspek ego. Kepribadian ini tercermin dari perilaku Hang Tuah
yang selalu mengambil keputusan bukan berdasarkan keinginan atau norma, melainkan
mengambil keputusan berdasarkan situasi dan kenyataan.
11 Metode penelitian
-Langkah Penelitian Ini adalah penelitian deskriptif-kualitatif.
Penelitian kualitatif deskriptif merupakan jenis
penelitian yang digunakan untuk mendeskripsikan
berbagai fenomena yang dihadapi dalam proses
analisis berdasarkan dokumen-dokumen yang
ditemukan. Hal ini sejalan dengan yang
dikemukakan oleh Endaswara (2008) dan Lexy J.
Moleong (2019) yang mengatakan bahwa
deskriptif-kualitatif adalah suatu penelitian yang
digunakan untuk mengamati dan memahami suatu
proses fenomena yang terjadi yang kemudian
dijelaskan dengan menggunakan kata-kata. Yang
menjadi fokus analisis dalam penelitian ini adalah
penggambaran psikologis tokoh yang dianalisis
berdasarkan percakapan yang dilakukan tokoh
utama, tingkah laku yang dilakukan tokoh utama,
dan gambaran tingkah laku tokoh utama dalam
pandangan karakter lain. Pengumpulan data yang
dilakukan dalam penelitian ini dilakukan sebagai
berikut:
Jurnal Pembanding
Saraswati, E. (2011). “Pribadi dalam Novel
Ayat-Ayat Cinta dan Laskar Pelangi: Telaah
Psikoanalisis Sigmund Freud.” Jurnal
Artikulasi, 12(2), 883--901. Retrieved from
http://download.portalgaruda.org/article.php?ar
ticle=97448&val=260&title=PRIBADI
DALAM NOVEL AYAT-AYAT CINTA
DAN LASKAR PELANGI: TELAAH
PSIKOANALISIS SIGMUND FREUD