Anda di halaman 1dari 6

SMKK

Keselamatan Konstruksi adalah segala kegiatan keteknikan untuk mendukung Pekerjaan


Konstruksi dalam mewujudkan pemenuhan standar keamanan, keselamatan, kesehatan
dan keberlanjutan (K4) yang menjamin keselamatan keteknikan konstruksi, keselamatan
dan kesehatan tenaga kerja, keselamatan publik dan lingkungan. 

Sistem Manajemen Keselamatan Konstruksi merupakan pemenuhan terhadap Standar


Keamanan, Keselamatan, Kesehatan, dan Keberlanjutan dengan menjamin keselamatan
keteknikan konstruksi, keselamatan dan Kesehatan kerja, keselamatan publik, dan
keselamatan lingkungan.

Petugas Keselamatan Konstruksi


Petugas Keselamatan Konstruksi adalah orang yang memiliki kompetensi khusus di
bidang Keselamatan Konstruksi dalam melaksanakan dan mengawasi penerapan SMKK
yang dibuktikan dengan  sertifikat Kompetensi Kerja Konstruksi, sesuai dengan Permen
PUPR Nomor 10 Tahun 2021 tentang Pedoman SMKK .

Dasar Hukum SMKK 


1. PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 14 TAHUN 2021

 Pasal 84I ayat (1) menyatakan bahwa setiap pengguna Jasa dan Penyedia Jasa
dalam penyelenggaraan Jasa Konstruksi harus menerapkan SMKK.
 Pasal 84I Ayat (4) SMKK merupakan pemenuhan terhadap standar
Kemananan, Keselamatan, Kesehatan dan Keberlanjutan…
2. PERMEN PUPR NOMOR 10 TAHUN 2021 TENTANG PEDOMAN SISTEM MANAJEMEN
KESELAMATAN KONSTRUKSI

 Pasal 1 Angka 3 menyebutkan bahwa Sistem Manajemen Keselamatan


Konstruksi yang selanjutnya disingkat SMKK adalah bagian dari sistem
manajemen pelaksanaan pekerjaan konstruksi untuk menjamin terwujudnya
Keselamatan Konstruksi.

Standar K4
Standar Keamanan, Keselamatan, Kesehatan, dan Keberlanjutan ( K4 ) adalah
pedoman teknis keamanan, keselamatan, kesehatan tempat kerja konstruksi, dan
perlindungan sosial tenaga kerja, serta tata lingkungan setempat dan pengelolaan
lingkungan hidup dalam penyelenggaraan Jasa Konstruksi.

Diagram Ven Peraturan dan Perundangan

Diagram Venn SMKK

Tugas Komite Keselamatan Konstruksi


Sesuai Kepmen PUPR No. 33/KPTS/M/2021 berikut Tugas Keselamatan Konstruksi  adalah
sebagai berikut :

 Melaksanakan pemantauan dan evaluasi pelaksanaan konstruksi yang


diperkirakan memiliki Risiko Keselamatan Konstruksi besar;
 Menyusun laporan pemantauan dan evaluasi dan hasil investigasi kecelakaan
konstruksi termasuk saran, pertimbangan dan rekomendasi bersama dengan
Subkomite dan Sekretariat Komite Keselamatan Konstruksi untuk dilaporkan
kepada Ketua Komite;
 Memberikan saran, pertimbangan dan rekomendasi atas hasil pemantauan
dart eveluasi serta investigasi kecelakaan konstruksi;
 Melaksanakan tugas lain yang diberikan oleh Menteri

Wewenang  Komite Keselamatan Konstruksi 


Sesuai Kepmen PUPR No. 33/KPTS/M/2021 berikut Wewenang Komite Keselamatan
Konstruksi  adalah sebagai berikut :

 Memasuki tempat kerja konstruksi;


 Meminta keterangan dari pihak-pihak terkait;
 Meminta data yang berhubungan dengan tugas Komite;
 Melakukan koordinasi dengan pihak terkait Keselamatan Konstruksi.

Dampak Positif Implementasi Keselamatan Konstruksi


dalam Proyek antara lain :
 Mempercepat jadwal proyek ( selama 1 minggu atau lebih )
 Menurunkan biaya proyek ( sebesar 1% tau lebih )
 Meningkatkan ROI ( Return of Investment ) proyek – sebesar 1% tau lebih
 Meningkatkan nama baik perusahaan
 Meningkatkan kualitas proyek

Rekomendasi Komite Keselamatan Konstruksi


Action Plan SMKK

Action Plan rekomendasi Komite Keselamatan Konstruksi untuk menuju Zero Accident ,


perlunya perbaikan dalam sistem penyelenggaraan jasa konstruksi di Indonesia, di
antaranya pada:

1. SISTEM MANAJEMEN KESELAMATAN KONSTRUKSI

 Minimnya pemahaman Kontraktor Pelaksana dan Konsultan Pengawas/MK


melakukan identifikasi dan penetapan isu eksternal dan interal yang
berpengaruh pada pelaksanaan pekerjaan.
 Minimnya pemahaman Kontraktor Pelaksana dan Konsultan Pengawas/MK
dalam menyusun Identifikasi Bahaya, Penilaian Risiko, dan Peluang (IBPRP)
dengan menerapkan analisis multi risiko secara rinci (multiple risk analysis)
pada setiap langkah kerja di dalam Work Breakdown Structure (WBS) untuk
keselamatan pekerja, properti/ harta benda, publik, dan lingkungan.
 Minimnya pemahaman Kontraktor Pelaksana dan Konsultan Pengawas/MK
dalam menyusun Analisa Keselamatan Konstruksi (AKK) sesuai dengan risiko
pekerjaan di tiap tahapan pekerjaan sesuai dengan nilai kekerapan
(probability) kejadian bahaya dan keparahan (severity) atas potensi dampak
terhadap manusia (pekerja dan/atau publik), harta benda, dan lingkungan.
 Menyusun dokumen RKK Pengawasan oleh Konsultan Pengawas yang
diintegrasikan dengan RKK Pelaksanaan sebagai alat (tools) dalam
melaksanakan pengawasan yang lebih teknis, termasuk apabila terjadi
ketidaknormalan pada saat pelaksanaan pekerjaan.
 Menyusun indikator kriteria pelaksanaan pekerjaan secara jelas dengan
mempertimbangkan kondisi cuaca, hujan, petir, kecepatan angin, antrian
kendaraan, dll, sehingga tim lapangan dapat melakukan penanganan yang
tepat dan tindak lanjutnya.
 Menyusun indikator kriteria pelaksanaan pekerjaan mencakup kondisi
lingkungan (cuaca, kecepatan angin, hujan) yang dituangkan dalam dokumen
kerja.
 Mempekerjakan Pimpinan Unit Keselamatan Konstruksi dengan kualifikasi
sesuai dengan risiko keselamatan konstruksi, serta memperhatikan jumlah
Ahli K3 Konstruksi/Petugas Keselamatan Konstruksi terhadap pekerja dalam
UKK sesuai dengan risiko keselamatan konstruksi.
 Memperbaiki struktur organisasi proyek dengan memposisikan Pimpinan Unit
Keselamatan Konstruksi (UKK) yang sejajar dengan Manajer Proyek, bukan di
bawah kendali Manajer Proyek.
 Menempatkan biaya keselamatan konstruksi pada biaya umum.
 Menempatkan peralatan kerja pada tempat yang sesuai, sehingga mengurangi
kejadian material jatuh, serta dalam rangka mewujudkan 5R (Ringkas, Rapi,
Resik, Rawat, dan Rajin) pada lokasi kerja.

2. PERILAKU BERKESALAMATAN

 Memasang rambu-rambu keselamatan yang dapat terlihat secara jelas oleh


pekerja, maupun masyarakat sekitar, terutama pada saat pekerjaan sedang
berlangsung. Contohnya rubber cone/concrete barrier, rambu peringatan
bahaya, dan informasi (spanduk) pekerjaan sebelum lokasi kerja, pagar
pengamanan pekerjaan, lampu selang, dan lainnya.
 Melakukan penyeragaman pakaian dan helm dari para pekerja, sesuai dengan
instansi dan tugas dari pekerja, serta menggunakan APD dan APK yang sesuai
dengan jenis dan potensi bahaya.
 Melakukan edukasi dan sosialisasi secara regular kepada pekerja terampil
terkait keselamatan konstruksi dan resikonya saat tool box meeting (TBM).
 Menempelkan SILO, SIO/SIA, nama operator, dan foto operator berukuran 8R
pada seluruh alat berat yang digunakan.
 Memasang penangkal petir pada posisi tertinggi dan terendah dengan
peletakan horizontal dan vertikal pada saat pelaksanaan pekerjaan.

3. MANAJEMEN PROYEK

 Menyusun pembagian peran, tanggung jawab, dan kewenangan yang jelas


antara Pengguna Jasa dan Penyedia Jasa di dalam dokumen kontrak.
 Menyusun prosedur Stop Work Authority (SWA) dan alur penanganan tindak
lanjut, termasuk pihak yang bertanggungjawab.
 Merencanakan yang akan dilaksanakan dan melaksanakan pekerjaan sesuai
dengan yang direncanakan.
 Melakukan pengawasan secara berlapis, dengan melakukan tugas
pengawasan sebelum dan sesudah pekerjaan konstruksi dilaksanakan.
 Melakukan koordinasi dengan seluruh pihak yang terlibat dan terdampak
pekerjaan terkait dengan izin kerja dan manajemen lalu lintas.
 Menyusun jadwal pelaksanaan yang menjabarkan tahap pekerjaan secara
detail yang diintegrasikan dengan manajemen lalu lintas (traffic management),
sehingga pihak-pihak terkait dapat melakukan pemantauan dan pengendalian.
 Melakukan sosialisasi secara regular kepada warga sekitar terdampak
pekerjaan jauh sebelum pekerjaan dimulai, serta pada saat pekerjaan
dilaksanakan.
 Melakukan pengaturan jadwal pengiriman material, sehingga tidak ada
penumpukan material di lokasi
 ketinggian, serta pelarangan menempatkan material di atas segmen yang
masih bergerak.

4. KESELAMATAN TEKNIS

 Memperhatikan safety factor dari seluruh peralatan dan komponen dengan


telah memasukkan gaya-gaya yang timbul akibat pekerjaan.
 Melakukan uji beban dari seluruh alat angkat dan angkut dengan durasi
selama 2 (dua) kali dari perkiraan durasi total pekerjaan.
 Memastikan seluruh platform dari alat angkat dan angkut dalam keadaan rata
dan padat, serta melakukan monitoring penurunan pada saat pengangkatan
beban tertentu.
 Melakukan analisis keselamatan keteknikan dalam dokumen keselamatan
konstruksi sesuai dengan metode pelaksanaan pekerjaan.
 Tidak membenarkan kebiasaan sebagai pembiasaan atas pekerjaan
konstruksi, tetapi membiasakan melakukan hal yang benar karena pekerjaan
konstruksi memiliki karakteristik dan perlakuan yang berbeda.

Anda mungkin juga menyukai