Anda di halaman 1dari 3

Artikel

Perekonomian Terbuka Dan Pengangguran

Oleh :

Muhammad Fajar Arifiyanto

222360201015

Ekonomi Pembangunan
Universitas Darul Ulum
Jombang
2023
Peneliti CIPS: Kebijakan Perdagangan Terbuka Kunci Pemulihan Ekonomi
Indonesia

JAKARTA, KOMPAS.com - Peneliti Muda Center for Indonesian Policy Studies (CIPS)
Arumdriya Murwani menilai, kebijakan perdagangan terbuka dan minim hambatan
nontarif dibutuhkan untuk memulihkan perekonomian Indonesia.  Untuk mendukung hal
tersebut, dijelaskan dia, Indonesia harus menunjukkan komitmen dan keseriusannya
dalam mentaati perjanjian dagang internasional, salah satunya melalui penghapusan
hambatan nontarif dan juga menghilangkan restriksi (pembatasan) pada perdagangan
internasional.

“Wacana pembatasan impor perlu pertimbangan mendalam. Di satu sisi,


pembatasan impor dilakukan terkait adanya kekhawatiran soal defisit neraca
perdagangan. Di sisi lain, rencana pembatasan impor jangan sampai menjadi bumerang
untuk pemerintah. Salah satu dampak yang berpotensi terjadi akibat pembatasan impor
adalah menurunnya kualitas produk Indonesia,” jelas Arumdriya dalam keterangannya
kepada Kompas.com, Rabu (10/11/2021)

Arumdriya menuturkan, proteksi dan hambatan nontarif yang diterapkan dalam


kebijakan perdagangan ini tercermin dalam peringkat Indonesia di International Trade
Barrier Index yang diterbitkan Property Rights Alliance. Indonesia berada di posisi 80
dari 90 negara pada International Trade Barrier Index 2021, tertinggal jauh dari negara
tetangga, seperti Singapura yang berada di posisi pertama dan Malaysia serta Vietnam
yang berada di posisi 53 dan 65. Sementara itu, pada indeks serupa yang dikeluarkan
pada 2019 lalu, Indonesia berada di posisi 72 dari 86 negara. Penurunan peringkat ini
mencerminkan adanya peningkatan pada hambatan perdagangan.

Lanjut Arumdriya, Kebijakan seperti ini, tidak akan berdampak positif dalam jangka
panjang karena Indonesia masih sangat bergantung pada impor untuk berbagai bahan
baku. Penerapan langkah-langkah non-tarif di Indonesia dalam beberapa tahun terakhir
telah menyebabkan kenaikan biaya produksi dan dengan demikian mengurangi daya
saing produk Indonesia di pasar internasional.

Birokrasi yang berbelit dan memakan waktu, pembatasan kuota dan perizinan,
penentuan waktu impor dan hambatan non tarif lainnya akan berdampak negatif pada
investasi dan nilai ekspor dan pada gilirannya dapat mempengaruhi perekonomian
Indonesia secara agregat. “Saat ini, banyak produk Indonesia membutuhkan bahan
baku yang tidak dapat disediakan oleh dalam negeri sehingga butuh melewati impor.

Pembatasan terhadap impor yang berlebihan tidak hanya akan berdampak pada
kerugian yang dirasakan oleh negara eksportir, tetapi dapat menghambat pertumbuhan
investasi di dalam negeri. Belum lagi produk Indonesia yang diekspor akan mengalami
penurunan nilai,” kata Arumdriya.

Arumdriya menambahkan, dalam kaitannya dengan ketahanan pangan, penerapan


hambatan nontarif berdampak pada harga komoditas pokok, misalnya saja beras, yang
akan mengurangi keterjangkauan dan memengaruhi asupan gizi dan kalori, terutama
pada masyarakat berpenghasilan rendah

Anda mungkin juga menyukai