Anda di halaman 1dari 24

Tugas Makalah

PENGEMBANGAN BUDIDAYA IKAN LELE INTENSIF YANG


BERKELANJUTAN

Mata Kuliah: Pengembangan Industri Akuakultur


Dosen Mata Kuliah: Ir. Abdul Rahman, M.Si.

Oleh:
Kelompok I

Agnes Reski Renata I1B1 19 001


Kasman Amir I1B1 19 002
Muis I1B1 19 003
Nurmina I1B1 19 005
Putri Nurkhadijah I1B1 19 006
Yulia Rezki Purnama I1B1 19 008
Almika Tasya Br Sebayang I1B1 19 010
Yustika I1B1 19 050
Syukriah Kamilah I1B1 20 007
Khairunnisa I1B1 20 013

JURUSAN BUDIDAYA PERAIRAN


FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2022
ii

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas rahmat,
karunia, serta taufik, dan Hidayah-Nya lah kami dapat menyelesaikan makalah
“Pengembangan Budidaya Ikan Lele Intensif Yang Berkelanjutan” ini tepat pada
waktunya.
Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah
Pengembangan Industri Akuakultur Jurusan Budidaya Perairan Universitas Halu
Oleo pada Semester Ganji. Kami mengucapkan terimakasih kepada Bapak Ir.
Abdur Rahman, M.Si. sebagai Dosen Mata Kuliah Pengembangan Industri
Akuakultur yang telah memberikan tugas ini kepada kami.
Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna untuk menambah
wawasan serta pengetahuan kita mengenai pengembangan budidaya ikan lele
intensif yang berkelanjutan. Makalah ini juga diharapkan dapat dijadikan referensi
bagi kita semua untuk mengkaji mengenai pengembangan budidaya ikan lele
intensif yang berkelanjutan dikemudian hari.
Kami menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini terdapat
kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, kami berharap adanya
kritik, saran dan usulan demi perbaikan makalah yang telah kami buat ini di masa
yang akan dating.

Kendari, 31 Desember 2022

Penulis

ii
iii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ...............................................................................................i


KATA PENGANTAR .............................................................................................ii
DAFTAR ISI ............................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ....................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah ...............................................................................................2
1.3 Tujuan .................................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Prinsip Budidaya Sistem Intensif ........................................................................4
2.2 Pengembangan Budidaya Ikan Lele Intensif Sistem Bioflok .............................6

2.3 Permasalahan dan Solusi dalam Aplikasi Teknologi Bioflok .............................13

2.4 Bioflok Sebagai Model Perikanan Budidaya Berkelanjutan ................................16

BAB III PENUTUP


3.1 Kesimpulan .........................................................................................................19
3.2 Saran ....................................................................................................................19
DAFTAR PUSTAKA ...............................................................................................20

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pemerintah Indonesia menghadapi tantangan yang cukup besar tidak hanya


untuk meningkatkan produksi ikan budidaya untuk memenuhi kebutuhan konsumsi
dalam negeri, namun juga untuk pasar ekspor yang mempunyai berbagai persyaratan.
Pemenuhan persyaratan tersebut merupakan keharusan dalam memenangkan
persaingan di pasar regional dan internasional, yang menentukan keberterimaan dan
daya saing produk perikanan budidaya. Upaya untuk menghasilkan produk perikanan
budidaya yang memenuhi persayaratan mutu dan keamanan pangan harus
dilaksanakan sejalan dengan upaya peningkatan produksi perikanan budidaya.
Berdasarkan FAO The State of World Fisheries and Aquaculture 2016,
produksi perikanan budidaya tahun 2014 Indonesia di Asia Tenggara adalah yang
terbesar, sedangkan dibandingkan dengan seluruh dunia merupakan produsen terbesar
ketiga, setelah China dan India. Hal ini menunjukkan kepentingan Indonesia yang
sangat besar untuk meningkatkan daya saing dan keberterimaan produknya di pasar
regional dan internasional.
Ikan lele merupakan salah satu jenis ikan air tawar yang berasal dari Afrika
yaitu lele dumbo (Clarias gariepinus) dan lele lokal (Clarias batrachus) dan sudah
dibudidayakan secara komersial oleh masyarakat Indonesia terutama di Pulau Jawa.
Budidaya lele berkembang pesat dikarenakan 1) dapat dibudidayakan di lahan dan
sumber air yang terbatas dengan padat tebar tinggi, 2) teknologi budidaya relatif
mudah dikuasai oleh masyarakat, 3) pemasarannya relatif mudah, 4) modal usaha
yang dibutuhkan relatif rendah serta 5) waktu usaha yang dibutuhkan tidak terlalu
lama.
Seiring dengan semakin tingginya permintaan ikan lele, membuat peluang
bisnis budidayanya semakin terbuka. Budidaya ikan lele, baik pembenihan maupun
pembesaran dapat dijalankan dengan modal besar, tetapi dengan jumlah modal
terbataspun dapat dilakukan. Kini, budidaya lele umumnya dikelola secara intensif.
2

Budidaya lele pun sebagai rantai awal bisnis lele mempunyai peluang yang cukup
besar untuk mendukung pemerintah dalam program membuka lapangan kerja dan
meningkatkan pendapatan masyarakat.
Secara ekonomis, usaha budidaya lele sangat menguntungkan karena ikan lele
memiliki nilai ekonomi yang tinggi, tidak memerlukan perawatan yang rumit,
penghasil protein yang tinggi sehingga sangat baik untuk pemenuhan gizi
masyarakat, harga jualnya terjangkau oleh masyarakat, serta mudah didapatkan di
pasaran. Dalam usaha budidaya, kebutuhan pakan merupakan komponen biaya
produksi terbesar yaitu berkisar antara 80-85% dari total biaya produksi. Saat ini
komponen terbesar biaya produksi dikarenakan mahalnya harga pakan sehingga
masih menjadi kendala besar. Hal ini terkait dengan tergantungnya bahan baku pakan
impor yang harganya terus meningkat.
Berbagai upaya telah dilakukan untuk mencari alternatif pemecahan terhadap
masalah tersebut baik oleh pemerintah melalui berbagai kebijakan maupun berbagai
inovasi teknologi oleh UPT, UPTD dan pelaku usaha budidaya namun belum
memberikan hasil yang signifikan sehingga perlu adanya inovasi teknologi yang lebih
fokus terhadap teknologi efisiensi biaya produksi melalui penggunaan pakan.

B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana prinsip budidaya sistem intensif ?
2. Bagaimana pengembangan budidaya ikan lele intensif sistem bioflok ?
3. Bagaimana permasalahan dan solusi dalam aplikasi teknologi bioflok?
4. Bagaimana aplikasi bioflok sebagai model perikanan budidaya berkelanjutan?

C. Tujuan Penulisan

Adapun tujuan penulisan dalam makalah ini adalah sebagai berikut:


1. Untuk mengetahui prinsip budidaya sistem intensif.
2. Untuk mengetahui Bagaimana pengembangan budidaya ikan lele intensif sistem
bioflok.
3

3. Untuk mengetahui permasalahan dan solusi dalam aplikasi teknologi bioflok.


4. Untuk mengetahui aplikasi bioflok sebagai model perikanan budidaya
berkelanjutan
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Prinsip Budidaya Sistem Intensif

Prinsip Budidaya Sistem Intensif adalah tindakan dasar yang dilakukan dalam
memelihara, menjaga dan mengembangkan sesuatu yang dilakukan manusia dalam
suatu lingkungan secara sungguh-sungguh dan terus menerus hingga mencapai hasil
yang optimal untuk kesejahteraan umat manusia. Dalam budidaya intensif biasanya
menggunakan masukan (seperti: tenaga kerja dan modal) yang relatif besar guna
mencapai keuntungan yang besar. Masukan besar diperlukan untuk aplikasi berbagai
tekhnologi pembudidayaan seperti alat-alat berefisiensi tinggi dan automatisasi
(penggantian tenaga manusia dengan tenaga mesin dengan otomatis melakukan dan
mengatur pekerjaan sehingga tidak memerlukan pengawasan manusia). Sebelum
melakukan pembudidayaan sebaiknya kita mengetahui sifat dan perilaku suatu objek
yang akan dibudidayakan, misalnya pada budidaya ikan nila dan mujair tidak
dianjurkan untuk dicampur dengan ikan lain karena memiliki perilaku agresif.
Prinsip budidaya intensif pada pengelolaan usaha budidaya perairan banyak
diterapkan pada bidang budidaya air tawar dan tambak. Lahan yang digunakan
bukanlah berukuran luas sebab budidaya secara intensif ditandai dengan
menggunakan tambak/kolam untuk pemeliharaan yang lebih kecil daripada
tambak/kolam secara biasa, meskipun menggunakan lahan lebih kecil daripada
budidaya secara biasa hasil produksi (hasil panen) lebih tinggi karena penggunaan
masukan yang relatif besar tersebut. Penggunaan lahan yang terbatas dengan hasil
seoptimal mungkin maka dalam proses pembudidayaan hanya mengandalkan pakan
buatan atau complete feed.
Budidaya intensif sungguh sangat membantu dalam meningkatkan hasil
perekonomian masyarakat, namun bukan berarti penerapan budidaya intensif tidak
memiliki masalah, dibalik itu semua ada juga hal-hal yang dapat merugikan. Pada
budidaya udang (panaeus sp.), budidaya udang di negara-negara di asia telah
menimbulkan kerusakan ekosistem mangrove dan pencemaran perairan pesisir yang
5

parah karena penerapan teknologi budidaya intensif tanpa pertimbangan dampak yang
ditimbulkannya. Umumnya tambak-tambak yang mengalami kehancuran adalah
tambak yang dikelola secara intensif, sedangkan tambak yang dikelola secara
ekstensif dan semi-intensif masih dapat berproduksi. Tambak intensif menghasilkan
limbah yang “luar biasa” berasal dari pakan. Kebutuhan pakan buatan yang bisa
mencapai 60% alokasi biaya oprasional tambak intensif adalah pemasok terbesar
bahan organik di tambak. Pakan yang sebagian besar berupa bahan organik (terutama
organik c dan n) akan membanjiri tambak dengan bahan organik berupa senyawa
nitogen sebesar 93%. Selebihnya, sisa senyawa nitrogen yang 2% berasal dari pupuk
serta bahan lain yang terbawa air dan masuk petakan sebesar 5%.
Limbah dari sisa pakan dan fese biota budidaya, baik yang terakumulasi di
dasar perairan maupun larut dalam air, dapat menimbulkan pencemaran serta
berdampak buruk terhadap ekosistem tersebut. Pada budidaya kerang/tiram yang
menggunakan tonggak disuatu daerah telah mengakibatkan akumulasi lumpur dan
erosi pada dasar perairan. Sebenarnya, secara alami terjadi pemulihan limbah yang
biasa disebut self puryfication (pemulihan sendiri). Akan tetapi, proses ini
mwmbutuhkan waktu yang cukup lama untuk keseimbangan antara besarnya limbah
organik dan kecepatan kerja bakteri yang berada dilingkungan perairan tersebut. Jika
akumulasi limbah jumlahnya sangat besar hingga melampaui kemampuan kerja
bakteri pengurai, limbah itu akan tetap tersisa dan akan semakin menumpuk. Jika
kondisi ini berlangsung terus-menerus keseimbangan lingkungan perairan (tambak)
menjadi terganggu tidak bisa dihindari lagi. Gangguan ini tidak hanya sementara
tetapi secara berangsur-angsur akan merusak struktur lingkungan tambak dalam
masa-masa berikutnya. Untuk meminimalisir terjadinya hal tersebut perlu hal-hal dan
syarat-syarat yang harus diperhatikan seperti:
a) Persyaratan teknis
Sesuai dengan sifatnya yang sangat dipengaruhi oleh kondisi perairan, lingkungan
bagi kegiatan pembudidayaan sangat menentukan.
b) Persyaratan sosial-ekonomi
6

Keterjangkauan lokasi, tenaga kerja, sarana dan prasarana serta kondisi


masyarakat sekitar.
c) Persyaratan non-teknis
Keterlindungan, keamanan lokasi, konflik kepentingan, aspek peraturan dan
perundang-undangan.
Beberapa Kelebihan dan Kekurangan dari Budidaya Intensif:
1) Kelebihan Budidaya Intensif
a. Penggunaan lahan yang lebih kecil.
b. Dapat memenuhi permintaan pasar.
c. Hasil panen yang lebih tinggi.
d. Tingginya harga komoditas.
2) Kekurangan Budidaya Intensif
a. Dampak terhadap kerusakan lebih tinggi.
b. Sulitnya pemulihan limbah.
c. Sarana dan prasarana yang lebih mahal.

2.2 Pengembangan Budidaya Ikan Lele Intensif Sistem Bioflok


Metode bioflok adalah salah satu metode alternatif dalam menyelesaikan
masalah kualitas air buangan dalam budidaya ikan lele. Bioflok berasal dari kata bios
yang artinya kehidupan dan flock yang bermakna gumpalan, sehingga bioflok adalah
kumpulan dari berbagai jenis organisme seperti jamur, bakteri, algae, protozoa,
cacing, dan lain lain, yang tergabung dalam gumpalan. Teknologi bioflok atau lumpur
aktif merupakan adopsi dari teknologi pengolahan biologis air limbah lumpur aktif
dengan menggunakan aktivitas mikroorganisme untuk meningkatkan carbon dan
nitrogen.
Budidaya ikan dengan menerapkan teknologi bioflok berarti memperbanyak
bakteri/mikroba yang menguntungkan dalam media budidaya ikan, sehingga dapat
memperbaiki dan menjaga kestabilan mutu air, menekan senyawa beracun seperti
amoniak, menekan perkembangan bakteri yang merugikan (bersifat pathogen)
sehingga ikan dapat tumbuh dan berkembang dengan baik.
7

Dalam penerapan teknologi bioflok memanfaatkan penumpukan bahan


organik yang berasal dari sisa pakan, kotoran ikan maupun jasad yang mati seperti
plankton dan lain-lain sebagai sediaan hara untuk merangsang pertumbuhan bakteri
yang akan menghasilkan flok. Oleh karena itu dalam teknologi ini pergantian air
dapat diminimalkan. Bahan organik diusahakan teraduk secara terus menerus,
sehingga terurai dalam kondisi cukup oksigen (aerob).
Perkembangan mikroba dalam media budidaya diharapkan didominasi oleh
bakteri/mikroba yang menguntungkan. Untuk itu perlu dilakukan penambahan
mikroba/bakteri probiotik secara berkala ke dalam media budidaya. Penambahan
karbon organik seperti molase (tetes tebu) atau gula pasir atau tepung terigu atau leri
(air cucian beras) akan mempercepat perkembangan mikroba/ bakteri heterotrof yang
menguntungkan. Selanjutnya bakteribakteri tersebut akan membentuk konsorsium
dan terjadi pembentukan flok dengan adanya bahan organik yang cukup tinggi di
dalam media budidaya.
Bahan organik yang merupakan limbah diaduk dan diaerasi. Bahan organik
yang tersuspensi akan diuraikan oleh bakteri heterotrof secara aerobik menjadi
senyawa anorganik. Bila bahan organik mengendap (tidak teraduk) maka akan terjadi
kondisi yang anaerobik. Hal ini akan merangsang bakteri anaerobik mengurai bahan
organik menjadi bahan organik yang lebih sederhana (asam organik, alkohol) serta
senyawa yang bersifat racun (amoniak, nitrit, H S, metana).
Keuntungan penerapan teknologi bioflok ini antara lain:
a) Sedikit pergantian air (efisien dalam penggunaan air).
b) Tidak tergantung sinar matahari.
c) Padat tebar lebih tinggi (bisa mencapai 3.000 ekor/m).
d) Produktivitas tinggi.
e) Efisien pakan (FCR bisa mencapai 0,7).
f) Efisien dalam pemanfaatan lahan.
g) Membuang limbah lebih sedikit.
h) Ramah lingkungan.
Beberapa persyaratan umum dalam penerapan teknologi bioflok:
8

a) Konstruksi kolam harus kuat (beton, terpal, fiber).


b) Kedisiplinan dan ketelitian yang tinggi.
c) Perlu keuletan.
d) Perlu peralatan untuk aerasi dan pengadukan.
e) Pemahaman terhadap teknologi budidaya.
Berikut adalah contoh standar prosedur operasional untuk Bbudidaya ikan lele
sistem bioflok di bak bulat ukuran diameter 3 m dan ketinggian air 60-80 cm untuk
padat tebar 500 3 ekor/m atau (3000 ekor benih/bak, ukuran 8-9 cm).s

2.2.1 Persiapan Media Budidaya

a. Pembuatan kolam
Menentukan wadah pembesaran ikan yang akan digunakan.

20 cm

1. Kolam yang digunakan adalah wadah yang berbentuk bulat karena kolam ini
banyak manfaatnya :
- Bentuknya lebih bagus, dengan bahan terpal dan besi wireles bisa
membuat kolam terlihat lebih rapi.
- Biaya lebih murah
- Sistem irigasi kolam bisa dibuat lebih mudah. Dengan membuat dasar
kolam cekung di pusat tengahnya dan sauran pembuangan ditempatkan
disana, kotoran akan mengumpal ditengah boom sekali buka sebagian
besar kotoran kolam bisa dikeluarkan.
- Sirkulasi udara dapat terus berputar dan menjangkau seluruh dasar kolam
agar kualitas air tetap terjaga sehingga pertumbuhan floc dapat mencapai
9

kepadatan yang sesuai dengan yang diharapkan sehingga dapat menunjang


pertumbuhan ikan atau organisme yang sedang kita pelihara.
2. Pemilihan diameter kolam dengan ukuran 2 meter dan tinggi kolam 1,2 m
dengan alasan kondisi disekolah kami yang memiliki lahan yang sempit dan
fasilitas yang masih terbatas dimana kelebihan untuk kolam biofloc bisa
diterapkan dilahan yang sempit dan kolam yang kecil padat tebar tinggi,
menghemat lahan dan air serta pakan dan tidak menimbulkan bau yang tidak
sedap

b. Persiapan media budidaya


1) Bersihkan bak dan jemur selama sekitar 12 jam (Ukuran bak: Diameter 3 m).
2) Isi bak dengan air sumur setinggi 70 cm (volume sekitar 35m).
3) Hidupkan aerasi terus menerus.
4) Pada setiap bak, masukkan secara berurut:
a) Kapur tohor 250 gram per bak (50 gram/m3).
b) Kapur dolomit 400 gram per bak (80 gram/m3).
c) Garam 10 kilogram per bak (2 kg/m3).
d) Biolacto 1 sendok makan penuh (sekitar 5 gram) per bak 3 (1 gram/m 3).
5) Molase 500 mL (100 ml/m3).
6) Air media siap digunakan setelah minimal 4 hari dan maksimal 10 hari.
7) Bila lebih dari 10 hari: Masukkan dolomit 0.4 kg dan Biolacto 1 sendok makan
per bak.

2.2.2 Persiapan Benih


1) Cek kesehatan benih
a. Semua benih berenang lincah (tidak ada yang menggantung).
b. Berlendir normal (tubuh licin).
c. Kumis tidak putus dan sirip lengkap.
d. Tidak luka dan tidak borok.
e. Kematian ikan dalam wadah transportasi tidak lebih dari 5%.
10

2) Ukur panjang benih.


3) Hitung jumlah benih (sampling dengan timbangan gantung kapasitas 25 kg).
4) Puasakan selama 24 jam, adaptasi makan 24 jam, menentukan respon makan 24
jam kemudian.

2.2.3 Pengelolaan Pakan


1) Persiapkan pakan:
- Larutkan probiotik Thionat 1 sendok makan penuh dalam 2 liter air.
- Aduk 1 kg pakan dengan 1 gelas (250 mL) larutan probiotik.
- Simpan pakan pada wadah tertutup.
- Adukan pagi untuk diberikan sore, adukan sore untuk diberikan pagi.
- Adukan pakan dapat bertahan sampai 5 hari atau sampai tidak ada jamur
hitam/kuning.
- Adukan untuk pakan pertama sekitar 2 kg, adukan selanjutnya sesuai respon
makan.
2) Berikan pakan 2 x per hari sesuai respon makan (2-5 menit). Berikan pakan pada
satu wadah hingga selesai baru pindah ke wadah berikutnya. Jeda pemberian akan
menyebabkan ikanyang sudah makan memakan pakan kembali.

2.2.4 Pengelolaan Air Media


1) Identifikasi Air yang Baik
a. Air tidak bau.
b. Ikan dominan berada di dasar bak atau kolom air (tidak sering muncul ke
permukaan).
c. Air stabil berwarna kecoklatan.
2) Indikator Ketidak-stabilan Air
a. Air berwarna coklat memutih/pucat
Penyebab: Kebanyakan pakan
Penanganan: Kurangi jumlah pakan
b. Air bau
Penyebab: Kebanyakan pakan
11

Penanganan:
Buang air 30-40%
- tambahkan air baru
- tambahkan dolomit dan probiotik
c. Ikan menggerombol di permukaan atau nyembulnyembul
Penyebab:
- Nilai pH menurun atau perubahan kualitas air lainnya
Penanganan:
- Buang air 30-40%,
- tambahkan air baru,
- tambahkan dolomit dan probiotik
3) Penggantian air
a. Pertama kali air diganti 7 hari setelah pemberian pakan normal. Air diganti
sebanyak 10 – 15%.
b. Penggantian air selanjutnya dilakukan setiap 7 hari. Setelah air penuh
masukkan secara berurutan:
 Kapur dolomit 200 gram per bak yang dilarutkan dulu di dalam ember.
 Molase (yang sudah dididihkan dan didinginkan) 150 mL per bak yang
dilarutkan dulu di dalam ember.
 Probiotik Biolacto 1 sendok teh penuh per bak yang dilarutkan dulu di
dalam ember.
 Sebelum ganti air dan sebelum air penuh, ikan tidak diberi makan.
4) Persiapan Air untuk Pemeliharaan Lanjutan
a. Bersihkan bak yang kosong.
b. Isi bak dengan air dari bak yang ada ikannya (ikan sehat) sampai 15 cm.
c. Tambahkan air bersih sampai kedalaman 50 cm.
d. Masukkan pipa aerasi, berikan aerasi terus menerus.
e. Tambahkan garam 3 kg per bak.
f. Tambahkan kapur dolomit 400 gram per bak.
g. Tambahkan probiotik Biolacto 1 sendok makan peres.
12

h. Masukkan ikan yang tidak terpilih.


i. Puasakan ikan sekitar 24 jam.
j. Pemberian makan seperti pada pemeliharaan

2.2.5 Penanganan Ikan Tidak Sehat atau Sakit


1) Bila saat baru ditebar atau selama pemeliharaan terdapat ikan sakit, maka ikan
dipuasakan ikan sekitar 3 hari;
2) Bila kematian <50 ekor per hari;
a. Buang air sekitar 40% (menjadi 35-40 cm).
b. Tambahkan air kembali 10-20% air (menjadi 45-50 cm).
c. Tambahkan garam 2.5 kg per bak.
d. Tambahkan dolomit 75 gram per bak.
e. Probiotik biolacto 1 sendok makan peres per bak.
f. Ikan dipuasakan 24 jam.
3) Bila kematian >50 ekor per hari;
a. Buang air 100% (semua ikan mati dibuang).
b. Masukkan air terus-menerus sampai busa terbuang matikan atau cabut aerasi.
c. Tambahkan air (menjadi sekitar 20 cm) bersamaan dengan everlac 3 tutup.
4) Bila kematian sudah terhitung >70%;
a. Bak dikeringkan dan ikan dipanen;
b. Ikan tidak disatukan ke dalam bak lain
2.2.6 Pemanenan Ikan
1) Lakukan panen parsial bila ada kebutuhan atau permintaan pasar dan panen total
setelah 90 hari;
2) Pada panen parsial, pilih ikan sesuai ukuran yang dikehendaki. Gunakan
keranjang grading sesuai ukuran seleksi yang diinginkan;
3) Ikan yang tidak terpilih dipelihara lebih lanjut pada bak yang dipersiapkan:
a. Bersihkan bak yang kosong,
b. Isi bak dengan air dari bak yang ada ikannya (ikan sehat) sampai 15 cm,
c. Tambahkan air bersih sampai kedalaman 50 cm,
13

d. Masukkan aerasi terus menerus,


e. Tambahkan garam 3 kg per bak,
f. Tambahkan kapur dolomit 400 gram per bak,
g. Tambahkan probiotik Biolacto 1 sendok makan peres;
h. Masukkan ikan yang tidak terpilih,
i. Puasakan ikan sekitar 24 jam,
j. Pemberian makan seperti pada pemeliharaan.

2.3 Permasalahan dan Solusi dalam Aplikasi Teknologi Bioflok

Dalam aplikasi penerapan teknologi bioflok pada usaha Dbudidaya ikan lele
sering ditemukan beberapa masalah antara lain:
2.3.1 Probiotik
Pada umumnya pembudidaya banyak yang salah dalam memilih jenis
probiotik yang digunakan. Untuk membentuk floc, probiotik yang digunakan
harus spesifik. Oleh karena itu bakteri yang digunakan harus dari kelompok
bakteri heterotrof. Dari kelompok bacillus terdiri dari Bacillus subtilis,
Bacillus Lycheniformis, Bacillus megaterium dan Lactobacillus dan dari
kelompok fotosintetik yang terdiri dari Rhodobacter dan Rhodospirilum.
Untuk mengatasi hal tersebut, sebaiknya pembudidaya menggunakan produk
yang sudah terbukti di lapang
2.3.2 Air hitam (flok hitam)
Warna air kehitaman menunjukkan kondisi lingkungan dalam kolam
kekurangan oksigen. Bila terjadi air dengan kondisi tersebut, lakukan
pembuangan kotoran yang ada di dasar kolam dengan cara membuka pipa
pembuangan, tambahkan kapur dan aerasi yang cukup agar terjadi oksidasi
secara merata dan sempurna
2.3.3 Pengadukan/aerasi tidak merata
Pengadukan dan aerasi sangat penting dalam penerapan teknologi
bioflok. Bila pengadukan/aerasi berhenti, biasanya terjadi endapan karena
14

kekurangan oksigen dan tingginya kandungan karbondioksida. Bila kurang


aerasi, maka dapat menyebabkan kematian ikan. Oleh karena itu, bila terjadi
hal tersebut maka perlu dilakukan pengapuran 10-20 ppm untuk mengikat CO
dalam air dan meningkatkan pH serta alkalinitas. Bila dalam penerapan
teknologi bioflok tidak menggunakan pengadukan mekanik dan aerasi, maka
sebaiknya jangan melakukan padat tebar tinggi.
Kelemahan dari penerapan teknologi bioflok ini bila aerasi /
pengadukan terhenti dikarenakan listrik mati dalam waktu tertentu, maka akan
terjadi kematian ikan secara massal. Hal ini disebabkan terjadinya
peningkatan amonia dan karbon dioksida yang cukup tinggi di dalam media
budidaya ikan sehingga ikan keracunan senyawa tersebut.
Langkah antisipasi:
a. Sediakan generator/UPS sebagai tenaga listrik cadangan.
b. Bila tidak tersedia generator/UPS, segera tambahkan kapur 50 3 gr/m
untuk mengikat gas CO.
c. Bila perlu ditambahkan zeolite 2 untuk mengikat amoniak.
2.3.4 Air bau
Kasus air bau biasanya disebabkan oleh pemberian pakan yang
berlebihan, terjadinya kematian bakteri secara massal, dasar kolam terlalu
kotor serta pH air rendah. Menumpuknya kotoran didasar kolam
menyebabkan perombakan bahan organik secara berlebihan sehingga terjadi
penumpukan amoniak yang sangat tinggi. Tindakan yang harus dilakukan
yaitu mengganti air sebanyak 30%, menambah aerasi, probiotik dan molase
(tetes), diikuti dengan pengapuran pada malam hari. Lakukan penyifonan dan
berikan garam secukupnya 3 (250-500 gram/m).
2.3.5 Lele menggantung
Ikan lele menggantung sebagian atau seluruhnya biasanya disebabkan
oleh kualitas air kurang baik, kelebihan pakan, atau terserang penyakit baik
yang disebabkan oleh bakteri maupun parasit. Sebaiknya ambil beberapa ekor
15

untuk dijadikan sampel pemeriksaan di laboratorium, demikian juga terhadap


kualitas air medianya.
2.3.6 Flok tidak terbentuk
Flok tidak terbentuk biasanya disebabkan oleh bahan organik masih
belum cukup, penyusun inti flok kurang, C/N ratio tidak sesuai (terlalu
rendah), gangguan cuaca (hujan) dan adanya pemangsaan yang cukup tinggi
oleh hewan protozoa. Mengatasi hal tersebut dapat dilakukan dengan cara
memberikan aerasi yang cukup, tingkatkan C/N ratio dengan penambahan
molase, menutup kolam saat hujan, 3 serta memberikan garam dosis 3 kg/m.
2.3.7 Flok terlalu kental
Bila flok pekat, sebaiknya ikan tidak diberi pelet agar ikan
memanfaatkan flok atau kurangi porsi pakan hingga 30-40% per hari sampai
flok tersisa 5% saja. Bila flok terlalu kental tetapi ikan sudah lemah
kondisinya, maka segera lakukan pergantian air dengan membuang air dasar
dan flok yang mengendap hingga 30%.
2.3.8 Pemberian molase
Pemberian molase dapat menimbulkan masalah bila tidak hatihati
karena molase dapat merangsang perkembangan bakteri. Sebagai contoh
bakteri Methanobacter, dapat memfermentasi molase menjadi gas metana
yang dapat menyebabkan kematian ikan. Sebaiknya sebelum diberikan
kedalam kolam, rebuslah molase agar bakteri mati. Saat perlakukan, berikan
aerasi yang cukup.
2.3.9 Nafsu makan turun
Penurunan nafsu makan disebabkan beberapa faktor antara lain suhu
yang rendah, pH terlalu rendah atau terlalu tinggi, kualitas air tidak memenuhi
persyaratan (bahan organik terlalu tinggi). Mengatasi hal ini, segera lakukan
penggantian air dan lakukan monitoring kualitas air secara berkala.
SDM Kompetensi sumberdaya manusia masih belum memadai. Sehingga
perlu dilakukan sosialisasi, pelatihan, transformasi teknologi, serta
pembentukan sikap mental.
16

2.4 Bioflok Sebagai Model Perikanan Budidaya Berkelanjutan


2.4.1. Konsep Perikanan Budidaya Berkelanjutan
Perikanan Budidaya Berkelanjutan atau sustainable aquaculture
diturunkan dari definisi umum “sustainability” yang berarti pemanfaatan
sumber daya perikanan khususnya sektor budidaya yang ditujukan untuk
memenuhi kebutuhan generasi saat ini dan secara bersamaan menjamin bahwa
generasi masa depan dapat terus memanfaatkan sumber daya tersebut
(Kadarusman et al., 2021). Lebih lanjut, FAO mendefiniskan bahwa
perikanan budidaya berkelanjutan harus memuat konsep tidak merusak
lingkungan, secara teknis sesuai, menguntungkan secara ekonomi dan secara
sosial dapat diterima oleh masyarakat pengguna.
Ide perikanan budidaya berkelanjutan dicetuskan lebih dari 30 tahun
silam berdasarkan pada proyeksi bahwa budidaya ikan akan menjadi tumpuan
di masa depan dalam penyediaan sumber protein hewani dan adanya
kecenderungan stagnasi produksi perikanan tangkap. Sebagai salah satu
aktivitas ekonomi, peningkatan produksi tentu saja akan berimbas pada
meningkatnya pengaruh negatif perikanan budidaya baik secara ekonomi,
sosial dan lingkungan yang tidak hanya merugikan sektor lain, namun juga
perikanan budidaya itu sendiri.
Di Indonesia, perikanan budidaya berkelanjutan ditransformasikan ke
dalam langkah-langkah strategis, pengembangan, dan preventif untuk
menjamin keberlanjutan fungsinya baik secara ekonomi, sosial dan
lingkungan. perspektif internasional yang saat ini dilakukan oleh Indonesia
dalam mengendalikan pembangunan perikanan budidaya sehingga dapat
berkelanjutan didasarkan pada 5 aspek utama (Kadarusman et al., 2021) yaitu:
1) Input control, mengendalikan pembangunan input produksi benih, pakan,
investasi, media budidaya serta lokasi budidaya.
2) Output control, mengendalikan jumlah output seperti total hasil budidaya
dan limbah.
17

3) Technical measures, mengendalikan teknik budidaya yang dilakukan


seperti penggunaan probiotik, pembatasan spesies hibrid, desain/konstruksi
budidaya yang efisien dan ramah lingkungan.
4) Ecosystem based management, pengendalian kegiatan budidaya yang selalu
mengedepankan konektivitas keseimbangan antara kepentingan socio-
ekonomi perikanan budidaya dengan perlindungan lingkungan, misalnya
pengurangan jumlah Keramba Jaring Apung (KJA) ketika hasil evaluasi
buangan limbah melebihi ambang batas lingkungan.
5) Indirect economic instruments, mengendalikan instrumen ekonomi yang
berdampak langsung dalam sistem budidaya, seperti pajak progresif dengan
makin besarnya skala usaha atau subsidi input dan infrastruktur di wilayah
dimana perikanan budiaya belum berkembang atau mengalami stagnasi.
2.4.2. Bioflok Sebagai Implementasi Perikanan Budidaya Berkelanjutan
Bioflok merupakan inovasi teknologi budidaya yang menerapkan
pendekatan biologis untuk menjaga kualitas air (Adharani et al., 2016). Pada
sistem pembesaran intensif dan super intensif, penurunan kualitas air secara
drastis akibat tingginya limabh nutrien pakan dan feses menjadi permasalahan
utama yang sering kali memicu penurunan kuantitas dan kualitas produksi
termasuk munculnya penyakit-penyakit ikan budidaya yang berasosiasi
dengan lingkungan yang buruk. Selain itu, buangan limbah dari aktivitas
budidaya yang tidak terkontrol dan dalam jumlah banyak, akan menurunkan
kualitas lingkungan sekitar. Pengembangan teknologi untuk mengurangi
dampak limbah budidaya yang menjadi perhatian utama saat ini adalah
penggunaan teknologi bioflok.
Menurut Kadarusma et al. (2021) teknologi bioflok adalah
pemanfaatan mikroorganisme dalam media budidaya yang ditujukan untuk:
1) Menjaga kualitas air di lingkungan budidaya melalui absorpsi nitrogen
yang kemudian memproduksi protein in situ (nutrien),
2) Pengambilan nutrien bioflok tersebut oleh spesies ika budidaya akan
menekan biaya pakan dan menurunkan rasio konversi pakan,
18

3) Meminimalisasi penggunaan air dikarenakan teknologi bioflok ditujukan


dalam sistem budidaya tertutup (closed system) sehingga mencegah
pembuangan limbah budidaya berlebihan di lingkungan sekitar.
Dalam budidaya ikan, termasuk ikan lele teknologi bioflok memiliki
manfaat dalam meningkatkan respon imun non-spesifik, resistansi terhadap
penyakit, dan peningkatan kelangsungan hidup ikan budidaya. Manfaat besar
mikroorganisme bioflok ini yakni pada efisiensi pakan yang berpengaruh
terhadap penambahan bobot ikan, hasil produksi meningkat, sehat dan
penggunaan air lebih sedikit daripada metode konvensional. Menurut Faridah
et al. (2019) pada metode bioflok yang dilakukan tebar bibit sekitar 4000 ekor
yang dihasilkan setelah pembesaran selama 2,5 bulan menghasilkan ikan lele
sekitar 3000 ekor. Penggunaan air setiap 1 m 3 dengan kepadatan ikan sekitar
700-1500 kg, sedangkan secara konvesional hanya 100 ekor pada penggunaan
air dalam 1 m3.
BAB III
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Budidaya sistem Intensif adalah tingkat teknologi budidaya ikan lele dengan
padat penebaran benih lebih tinggi dari pada tingkat semi intensif, serta
memanfaatkan pakan alami, pakan tambahan, dan input produksi lainnya. Salah satu
budidaya sistem budidaya sistem intensif ikan lele adalah bioflok. Budidaya ikan lele
dengan menggunakan metode bioflok memberikan manfaat yang sangat besar bagi
pembudidaya lele dan memberikan hasil yang cukup signifikan. Budidaya ikan lele
dengan menggunakan metode bioflok memberikan keuntungan yang lebih banyak
dari metode konvesional. Dapat dilihat dari kapasitas tebar bibit lele yang lebih
banyak dari konvensional.
4.2 Saran
Penulis menyadari dalam penulisan laporan ini masih banyak terdapat
kekurangan, oleh karena itu kritik dan saran sangat diharapkan agar kedepannya lebih
baik lagi.
DAFTAR PUSTAKA

Adharani, N., Soewardi, K., Syakti, A. D., & Hariyadi, S. (2016). Manajemen
Kualitas Air dengan Teknologi Bioflok: Studi Kasus Pemeliharan Ikan Lele
(Clarias sp.). Jurnal Ilmu Pertanian Indonesia, 21(1), 35-40.

Andini, A., Cahya, A., Ningsih, A. O., Iqbal, M., Sugiarti, S., dan Fitrani, M. (2021).
Konversi Limbah Budidaya Ikan Sistem Intensif Menjadi Biogas Skala
Rumah Tangga. In Seminar Nasional Lahan Suboptimal (Vol. 9, No. 2021,
Pp. 400-410).

Cahyadi, J. (2021). Manajemen Perikanan Budidaya Air Payau Dan Laut: Prinsip &
Praktik. Syiah Kuala University Press.

Churiyah, M., Sholikhan, S., Basuki, A., dan Dharma, B. A. (2019). Adopsi
Teknologi Budidaya Ikan Lele Dengan System Bioflok. Jurnal Graha
Pengabdian, 1(2), 160-169.

Damis, D., dan Saenong, M. (2022). Pemberdayaan Masyarakt Melalui Pengelolaan


Budidaya Ikan Lele Sistem Biofolok Pada Kelopok Pokdakan Di Kabupaten
Pinrang. Jurnal Pengabdian Masyarakat (Abdimas Kauniah), 1(1), 100-109.

Faridah, F., Diana, S., & Yuniati, Y. (2019). Budidaya Ikan Lele Dengan Metode
Bioflok Pada Peternak Ikan Lele Konvesional. CARADDE: Jurnal
Pengabdian Kepada Masyarakat, 1(2), 224-227.

Fathurohman, A., Herpandi, H., Syaifudin, M., Sari, D. K., Fauziyah, F.,
Susiloningsih, E., dan Oklilas, A. F. (2022). Aplikasi Teknologi Budidaya
Ikan Lele Organik Superintensif Berbasis Bioflock 165 Untuk Menunjang
Pendapatan Warga Kebon Raya Bukit Lama Palembang. Jompa Abdi: Jurnal
Pengabdian Masyarakat, 1(3), 157-166.

Kadarusman., Rachmawati, R., Setyawidati, N. A.R., Sektiana, S. P., Tapilatu, R. F.,


Albasri, H., Nurdin, E., Saputra, R. S. H., Noviendri, D., & Nursid, M. (2021).
Sumber Daya Hayati Maritim. Amafrad Press. 390 hal.

Mokolensang, J. F., dan Manu, L. (2021). Budidaya Ikan Lele (Clarias Gariepinus)
Sistim Bioflok Skala Rumah Tangga. E-Journal Budidaya Perairan, 9(1).

Novriadi, R., Albasri, H., dan Eman, C. M. (2021). Tinjauan Indikator Kesiapan
Produksi Udang Putih Litopenaeus Vannamei (Boone, 1931) Di Sistem
Intensif. Sains Akuakultur Tropis: Indonesian Journal Of Tropical
Aquaculture, 5(2), 252-271.
21

Pardiansyah, D., Ahmad, N., Firman, F., dan Martudi, S. (2019). Pupuk Organik Cair
Dari Air Limbah Lele Sistem Bioflok Hasil Fermentasi Aerob Dan An
Aerob. Jurnal Agroqua: Media Informasi Agronomi Dan Budidaya
Perairan, 17(1), 76-81.

Perwitasari, W. K., Muhammad, F., dan Hidayat, J. W. (2021). Budidaya Silvofishery


Di Desa Mororejo Kabupaten Kendal Untuk Mendukung Program Budidaya
Berkelanjutan. Indonesian Journal Of Fisheries Community
Empowerment, 1(3), 196-201.

Siswoyo, B. H., Hasan, U., dan Manullang, H. M. (2021). Budidaya Ikan Lele
Dengan Teknologi Bioflok Di Kelurahan Nelayan Indah. Reswara: Jurnal
Pengabdian Kepada Masyarakat, 2(1), 1-6.

Suprapto dan Samtafsir, S.L. 2013. Bioflok-165 Rahasia Sukses Teknologi Budidaya
Lele. Depok : AGRO 165.

Viena, V., dan Rahmiati, T. M. (2021). Manajemen Kualitas Media Air Budidaya
Ikan Lele Dengan Metode Bioflok Pada Kolam Terpal. Rambideun: Jurnal
Pengabdian Kepada Masyarakat, 4(3), 112-122.

Zaidy, A. B., dan Eliyani, Y. (2021). Pengaruh Waktu Pemberian Karbon Terhadap
Kualitas Air Volume Bioflok Dan Dampaknya Terhadap Produksi Ikan Lele
Dumbo (Clarias Gariepinus) Pada Budidaya Sistem Bioflok. Jurnal
Penyuluhan Perikanan Dan Kelautan, 15(1), 101-110.

______., Eliyani, Y., dan Kasmawijaya, A. (2022). Pengaruh Pemberian Bioflok


Sebagai Pakan Tambahan Terhadap Performa Produksi Ikan Lele Dumbo
(Clarias Gariepinus). Jurnal Perikanan Dan Kelautan, 11(2), 211-220.

Anda mungkin juga menyukai