MCC
Standar Emas Makanan Bayi dan Anak yaitu :
• ASI Eksklusif 0-6 bulan, didahului inisiasi menyusui dini segera setelah lahir.
• Pemberian Makanan Pendamping ASI (MPASI) mulai usia 6 bulan, tepat jumlah, kualitas
dan tepat waktu pemberian serta aman. Meneruskan menyusui sampai usia anak 2 tahun
Pemberian makan yang terlalu dini dan tidak tepat mengakibatkan banyak anak yang
menderita kurang gizi. Untuk itu perlu dilakukan pemantauan pertumbuhan sejak lahir secara
rutin dan berkesinambungan. Fenomena “gagal tumbuh” atau growth faltering pada anak
Indonesia mulai terjadi pada usia 4-6 bulan ketika bayi diberi makanan selain ASI dan terus
memburuk hingga usia 18-24 bulan. Hasil Riskesdas 2013 menunjukkan 19,6% balita di
Indonesia yang menderita gizi kurang (BB/U <-2 Z-Score) dan 37,2% termasuk kategori
pendek (TB/U <- 2 Z-Score).
Lancet “Maternal and Child Nutrition” Series tahun 2004 memuat satu konsep model bahwa
kekurangan gizi kronis atau pendek lebih dipengaruhi oleh faktor gangguan pertumbuhan
pada masa janin, kekurangan asupan zat gizi mikro dan kekurangan asupan energy dan
protein yang dapat menyebabkan kekurangan gizi, kecacatan atau disability serta kematian.
Setiap keluarga yang mempunyai bayi dan anak usia 6-24 bulan hendaknya mempunyai
pengetahuan tentang Pemberian Makan Bayi dan Anak (PMBA), agar mampu memberikan
ASI ekslusif dan menyiapkan MP-ASI yang sesuai di masing-masing keluarga.
Pendampingan oleh orang yang terdekat dalam hal ini termasuk kader posyandu sangat
dibutuhkan Untuk itu kader posyandu perlu dilatih agar mempunyai pengetahuan tentang
ASI ekslusif dan MP-ASI serta ketrampilan pemantauan pertumbuhan dan ketrampilan
memberikan konseling.
Peranan tenaga kader posyandu terampil sangat besar terhadap keberhasilan Pemberian
makan bayi dan Anak (PMBA), peningkatan pemberdayaan ibu, peningkatan dukungan
anggota keluarga serta peningkatan kualitas makanan bayi dan anak yang pada gilirannya
akan meningkatkan status gizi balita. Oleh karena itu keberadaan kader posyandu perlu
dipertahankan dan ditingkatkan.
Untuk melatih kader yang tersebar diseluruh desa di Indonesia agar menjadi seorang konselor
PMBA yang baik, maka perlu dilakukan pelatihan berjenjang. Dimulai dari melatih pelatih
Konseling PMBA kader tingkat Propinsi/Kabupaten dilanjutkan dengan melatih pelatih
PMBA kader tingkat Puskesmas yang diharapkan dapat melatih bidan desa dan kader
posyandu didaerahnya.
Pelatihan pelatih Konseling PMBA kader diperoleh melalui suatu proses pelatihan
menggunakan standar kurikulum dengan modul pelatihan Konseling pemberian Makan Bayi
dan Anak (PMBA) yang dikeluarkan oleh Direktorat Bina Gizi Direktorat Jenderal Bina Gizi
dan KIA tahun 2014 selama 6 hari (48 jam) dengan materi pelatihan yang telah diakui
secara internasional.
Tujuan Proyek:
1. , Mengurangi anak lahir dengan berat badan kurang (low birth weight) dan anak
pendek (stunting); dan
2. Meningkatkan pendapatan rumah tangga melalui pengurangan pengeluaran (cost
savings), peningkatan produktifitas (productivity growth), dan higher lifetime earning.
Tujuan Khusus:
• Meningkatkan kemampuan petugas, cakupan dan kualitas layanan kesehatan dan gizi
Memperhatikan hal tersebut pelatihan PMBA akan dilakukan di 11 propinsi, 64 kabupaten
dan 499 kecamatan serta 6000 desa di Indonesia.
Pemberian Makanan Bayi dan Anak sesuai standar emas yaitu Inisiasi Menyusu Dini (IMD), ASI Eksklusif,
MP-ASI dan ASI sampai dengan 2 tahun atau lebih masih menjadi tantangan di Indonesia, salah satu strategi
untuk memperluas cakupan pemberian makan bagi bayi anak sesuai standar adalah melalui pelatihan PMBA di
tingkat masyarakat.
Pemberian makan yang baik sejak lahir hingga usia dua tahun merupakan salah satu upaya
mendasar untuk menjamin pencapaian kualitas tumbuh kembang sekaligus memenuhi hak.
Menurut World Health Organization (WHO)/ United Nations Children’s Fund (UNICEF),
lebih dari 50 % kematian anak balita terkait dengan keadaan kurang gizi, dan dua pertiga
diantara kematian tersebut terkait dengan praktik pemberian makan yang kurang tepat pada
bayi dan anak, seperti tidak dilakukan inisiasi menyusu dini dalam satu jam pertama setelah
lahir dan pemberian MP-ASI yang terlalu cepat atau terlambat diberikan. Keadaan ini akan
membuat daya tahan tubuh lemah, sering sakit dan gagal tumbuh. Oleh karena itu upaya
mengatasi masalah kekurangan gizi pada bayi dan anak balita melalui pemberian makanan
bayi dan anak yang baik dan benar, menjadi agenda penting demi menyelamatkan generasi
masa depan.
Pada tahun 2010, Kementerian Kesehatan berserta lintas program dan lintas sektor terkait
telah menyusun buku Strategi Peningkatan Makanan Bayi dan Anak, yang bertujuan untuk
membangun komitmen dan menjadi rujukan bagi pihak-pihak yang akan melaksanakan upaya
strategi PMBA. Salah satu rekomendasi dalam Global Strategy on Infant and Child
Feeding, pola pemberian makan terbaik bagi bayi dan anak sejak lahir sampai umur 24 bulan
sebagai berikut : (1) Menyusui segera dalam waktu satu sampai dua jam pertama setelah bayi
lahir (IMD), (2) Menyusui secara eksklusif sejak lahir sampai bayi berumur 6 bulan, (3)
Mulai memberikan Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) yang baik dan benar sejak bayi
berumur 6 bulan; dan (4) Tetap menyusui sampai anak berumur 24 bulan atau lebih.
Untuk menindak lanjuti strategi peningkatan makanan bayi dan anak, WHO/UNICEF telah
melatih tenaga-tenaga kesehatan untuk menjadi fasilitator yang akan melatih kader dalam
pelaksanaan praktek-praktek pemberian makan bayi dan anak secara nyata di masyarakat.
Pada awal tahun 2013 ini diadakan pelatihan ToT bagi petugas kesehatan di 5 Provinsi yakni,
Provinsi Sumatera Selatan, Sulawesi Barat, Gorontalo, Jawa Barat dan Jawa Timur.
Perbedaan dengan jenis pelatihan lainnya, pelatihan yang pada akhirnya ditujukan bagi para
kader ini diadakan dengan santai namun serius. Hal ini terlihat saat pelaksanaan pelatihan
yaitu seluruh peserta dan pelatih akan duduk lesehan di lantai. Pelaksanaan pelatihan dapat
memanfaatkan ruangan yang ada, bahkan posyandu ataupun rumah kader sendiri.
Penggunaan berbagai bentuk dinamika kelompok, permainan (games) diselingi lagu-lagu
(energizer ) membuat peserta dapat menikmati pelatihan dan pesan disampaikan dengan lebih
menarik.
Pada beberapa daerah, misalnya Kabupaten Klaten dan Provinsi NTB, pelatihan PMBA telah
dilaksanakan langsung kepada kader di masyarakat. Pelatihan PMBA ini diharapkan akan
terus dikembangkan di berbagai daerah.