Anda di halaman 1dari 21

PENILAIAN KINERJA ATAS PENERIMAAN PAJAK HOTEL DAN PAJAK

RESTORAN DI DINAS PENDAPATAN DAERAH KABUPATEN KARANGASEM

diajukan untuk memenuhi tugas UAS Pengembangan Kualitas SDM Aparatur B1

Oleh

1. Faridatul Hamidah 200910201083


2. Henny L.B.U. Nainggolan 200910201103
3. Devi Nurkasanah 200910201104
4. Dwi Kusumaningrum 200910201066
5. Tiara Fany Permatasari 200910201107
6. Liony Krisnawati 200910201052
7. Satya Ekasari 200910201021)
8. Wildatul fitriyah 200910201075
9. Fadha Syahdan 200910201040
10. M. Daniel Akbar 200910201063
11. Dian Wulandari 200910201122
12. Fika Ayu Lestari 200910201141
13. Trofimus Sule' 200910201092

PROGRAM STUDI ILMU ADMINISTRASI NEGARA


FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS JEMBER
2023
PENDAHULUAN

Pemerintah Daerah mempunyai wewenang relatif luas pada urusan mengenai


pembangunan daerah. Kebebasal dalam mengelola masalah keuangan sendiri patut
menjadi perhatian daerah. Pemerintah Daerah dalam hal ini diharuskan mempunyai
kemampuan mencari pemasukan sendiri supaya pembangunan pada daerah masinh-masing
berjalan sesuai rencana. Akibar dari luasnya otoritas yang diberikan pada daerah
munculnya tuntutan mengenai pemberian pelayanan pada masyarakat semakin besar. Pada
era reformasi dan pelaksanaan otonomi daerah yang luas menyebabkan besarnya tuntutan
masyarakat pada penyelenggaraan pemerintahan yang baik. Pengukuran kinerja instansi
diperlukan untuk meningkatkan kualitas pengambilan keputusan dan akuntabilitas dalam
penilaian keberhasilan atau pelaksanaan kegiatan sesuai dnegan tujuan yang ditetapkan
sebelumnya yakni mewujudkan visi dan misi instansi pemerintah. Menurut Mardiasmo
(2006) mengatakan terkait implementasi konseep value for mmoney dipercaya bisa
memperbaiki akuntabilitas sektor publik dan memperbaiki kinerja sektor publik dengan
meningkatkan efektifitas layanan publik, meningkatkan mtu layanan publik, menurunkan
biaya layanan publik karerna kurangnya ketidakefisienan dan meningkatkan kesadaran
akan penggunaaan uang publik.
Perpindahan sistem sentralisasi ke sistem desentralisasi membuktikan adanya
pelimpahan wewenang dan tanggung jawab pemerintah pusat ke pemerintah daerah.
Sejalan dengan itu, maka daerah menentukan semua kewenangan pengaturan Anggaran
Pendapatan Belanja Daerah (APBD) dari hasil daerahnya sendiri. APBD yang dibuat harus
transparan, akuntabel, dan tentunya mencerminkan kemandirian daerah. Untuk mencapai
kemandirian daerah, pemerintah daerah harus memiliki kemampuan untuk menggali
potensi daerahnya, untuk menghasilkan sejumlah penerimaan Pendapatan Asli Daerah
(PAD). Kontribusi terbesar terhadap PAD di Provinsi Bali adalah di sektor pariwisata.
Karangasem, salah satu kabupaten di Provinsi Bali yang dulunya dikenal sebagai daerah
yang miskin dan tertinggal, telah mampu meningkatkan pembangunannya di berbagai
sektor. Salah satunya dari sektor pariwisata yang terus berkembang dari tahun ke tahun.
Ini terlihat dari jumlah kunjungan wisatawan, baik wisatawan asing maupun wisatawan
domestik. Jumlah pendirian hotel dan restoran pun terus meningkat, sebagaimana disajikan
pada Tabel 1.
Kabupaten Karangasem yang terletak di ujung timur Pulau Bali, memiliki
topografi bervariasi yaitu berupa dataran rendah, perbukitan, pegunungan, persawahan,
dan juga memiliki pantai yang menjadi kawasan wisata yang banyak digemari oleh
wisatawan. Peningkatan kualitas di bidang pariwisata terus dilakukan oleh Pemerintah
Daerah Karangasem, karena Kabupaten Karangasem memiliki potensi kunjungan wisata
yang bisa menarik wisatawan untuk datang ke objek-objek wisata yang ada di Kabupaten
Karangasem. Dalam melaksanakan kegiatan pembangunan daerah di Kabupaten
Karangasem, tentunya harus didukung oleh dana yang cukup besar. Dana pembangunan
tersebut didapatkan oleh pemerintah daerah yang bersumber dari pendapatan daerah,
dimana Kabupaten Karangasem memiliki PAD yang relatif besar dari sektor penerimaan
pajak daerah. Ini diketahui berdasarkan realisasi PAD Kabupaten Karangasem. Realisasi
PAD Kabupaten Karangasem Tahun 2007-2011 dijabarkan pada Tabel 2.
Berdasarkan data dari Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Karangasem kontribusi
terbesar bagi PAD Kabupaten Karangasem dari tahun 2007-2011 adalah dari pajak daerah.

Realisasi penerimaan pajak daerah Kabupaten Karangasem menunjukkan bahwa


penerimaan pajak daerah dari sektor pariwisata yaitu pajak hotel dan pajak restoran
memberikan kontribusi yang besar setiap tahun bagi PAD Kabupaten Karangasem, sejalan
dengan jumlah kunjungan wisatawan ke Kabupaten Karangasem yang meningkat tiap
tahunnya. Pembangunan hotel-hotel dan restoran-restoran pun semakin bertambah di
seluruh kawasan wisata yang berada di Kabupaten Karangasem.
Perolehan PAD di Kabupaten Karangasem yang terus meningkat, mengakibatkan
kesejahteraan masyarakat Karangasem semakin meningkat juga, ini terlihat dari Indeks
Pembangunan Manusia (IPM) yang mengalami peningkatan setiap tahunnya. Namun
dilihat dari IPM Provinsi Bali, kesejahteraan masyarakat di Kabupaten Karangasem paling
rendah dibandingkan dengan kabupaten lainnya, walaupun setiap tahunnya PAD
mengalami peningkatan, hal tersebut dapat dilihat dari tabel di atas. Jika melihat keadaan
yang sebenarnya di Kabupaten Karangasem, saat ini masih banyak ditemukan rumah
tangga miskin yang tersebar di berbagai kecamatan di Karangasem. Hal ini menunjukkan
bahwa Pemerintah Daerah Kabupaten Karangasem tidak melakukan pemerataan secara
tepat terkait dengan kesejahteraan masyarakat Karangasem.

Penelitian ini dilakukan untuk menilai kinerja Dinas Pendapatan Daerah


Kabupaten Karangasem atas penerimaan pajak daerah dari sektor pariwisata yaitu pajak
hotel dan pajak restoran berdasarkan konsep value for money. Hal ini didasarkan dari
kondisi di Kabupaten Karangasem yang telah diuraikan sebelumnya, maka perlu adanya
pengukuran kinerja untuk menilai akuntabilitas organisasi.

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka permasalahan dalam


penelitian ini adalah “Bagaimanakah kinerja Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten
Karangasem atas penerimaan pajak hotel dan pajak restoran berdasarkan konsep value for
money?”.
KAJIAN TEORI

A. Pengukuran Kinerja Sektor Publik


1. Kinerja
Kinerja berasal dari kata performance, adapun yang memberikan pengertian
performance sebagai hasil kerja atau prestasi kerja. Namun, kata kinerja memiliki
makna atau arti yang sangat luas, bukan hanya proses pekerjaan berlangsung tetapi
hasil kerja juga termaksud dalam kinerja. Mangkunegara (dalam Jurusan et al., 2015),
mengemukakan bahwa kinerja pegawai (prestasi kerja ) adalah hasil kerja secara
kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seseorang pegawai dalam melakukan tugasnya
sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan padanya. Sedangkan menurut Sutrisno
(2016:151) kinerja atau prestasi kerja merupakan hasil kerja yang telah dicapai oleh
seseorang berdasarkan tingkah laku kerjanya dalam menjalankan aktivitas dalam
bekerja. Selain itu Robbin (2016:260) mendefinisikan kinerja adalah suatu hasil yang
dicapai oleh pegawai dalam pekerjaanya menurut kriteria tertentu yang berlaku untuk
suatu pekerjaan.
Berdasarkan beberapa defisi kinerja di atas, dapat disimpulkan bahwa kinerja
adalah hasil kerja secara kualitas yang dicapai oleh seseorang karyawan dalam
kemampuan melaksanakan tugas-tugas sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan
oleh atasan kepadanya. Selain itu, kinerja juga dapat diartikan sebagai suatu hasil dan
usaha seseorang yang dicapai dengan adanya kemampuan dan perbuatan dalam situasi
tertentu.
Secara teori terdapat banyak faktor yang mempengaruhi kinerja seseorang.
Menurut (Simanjuntak, 2005) kinerja dipengaruhi oleh: 1) Kualitas dan kemampuan
pegawai; 2) Sarana pendukung; dan 3) Supra sarana. Menurut (Sedarmayanti, 2017),
faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja antara lain :1) Sikap dan mental (motivasi
kerja, disiplin kerja, dan etika kerja), 2) Pendidikan, 3) Keterampilan, 4) Manajemen
kepemimpinan, 5) Tingkat penghasilan, 6) Gaji dan kesehatan, 7) Jaminan sosial, 8)
Iklim kerja, 9) Sarana dan prasarana, 10) Teknologi, dan 11) Kesempatan berprestasi.
Sedangkan menurut (Mathis & Jackson, 2012) dalam pembahasan mengenai
permasalahan kinerja karyawan maka tidak terlepas dari berbagai macam faktor yang
menyertai diantaranya: 1) Faktor kemampuan (ability); dan 2) Faktor motivasi.
2. Pengukuran Kinerja Sektor Publik
Menurut Robertson dalam Mahmudi (2010), pengukuran kinerja didefinisikan
sebagai sustu proses penilaian kemajuan pekerjaan terhadap tujuan dan sasaran yang
telah ditentukan sebelumnya, termasuk informasi atas efisiensi, penggunaan sumber
daya dalam menghasilkan barang dan jasa, kualitas barang dan jasa, perbandingan
hasil kegiatan dengan target, dan efektivitas tindakan dalam mencapai tujuan.
Sementara menurut Lohman ( dalam Kinerja et al., 2010) pengukuran kinerja
merupakan suatu aktivitas penilaian pencapaian target-target tertentu yang diderivasi
dari tujuan strategis organisasi. Beberapa pendapat juga menyatakan bahwa
pengukuran kinerja merupakan suatu alat manajemen yang digunakan untuk
meningkatkan kualitas pengambilan keputusan dan akuntabilitas dalam organisasi
(Whitakker dan Simons dalam BPKP, 2000). Jadi pengukuran kinerja dapat
disimpulkan sebagai suatu metode atau alat yang digunakan untuk menilai pencapaian
pelaksanaan kegiatan berdasarkan rencana strategis sehingga dapat diketahui kemajuan
organisasi serta untuk meningkatkan kualitas pengambilan keputusan dan
akuntabilitas.
Pengukuran kinerja merupakan bagian penting bagi proses pengendalian
manajemen bagi sektor publik, menurut Mahmudi (2010) terdapat enam tujuan dalam
pengukuran kinerja sektor publik yaitu: 1. Untuk mengetahui tingkat ketercapain
tujuan organisasi; 2. Menyediakan sarana pembelajaran pegawai; 3. Memperbaiki
kinerja pada periode berikutnya; 4. Memberikan pertimbangan yang sistematik dalam
pembuatan keputusan reward dan punishment; 5. Memotivasi pegawai; 6.
Menciptakan akuntabilitas publik.
Sedangkan manfaat dari pengukuran kinerja sektor publik bagi pihak internal dan
eksternal organisasi (BPKP, 2000), antara lain: 1. Memastikan pemahaman para
pelaksana akan ukuran yang digunakan untuk penilaian kinerja; 2. Memastikan
tercapainya rencana kinerja yang telah disepakati; 3. Memantau dan mengevaluasi
pelaksanaan kinerja dan membandingkannya dengan rencana kerja serta melakukan
tindakan untuk memperbaiki kinerja; 4. Memberikan penghargaan dan hukuman yang
obyektif atas prestasi pelaksana yang telah diukur sesuai dengan sistem pengukuran
kinerja yang telah disepakati; 5. Menjadi alat komunikasi antar bawahan dan pimpinan
dalam upaya memperbaiki kinerja organisasi; 6. Mengindentifikasi apakah kepuasan
pelanggan sudah terpenuhi; 7. Membantu memahami proses kegiatan instansi
pemerintah; 8. Memastikan bahwa pengambilan keputusan dilakukan secara objektif;
9. Menunjukkan peningkatan yang perlu dilakukan; 10. Mengungkapkan permasalahan
yang terjadi.

B. Value For Money

1. Value for Money

Sebelum membahas mengenai Value for Money, terlebih dahulu akan dibahas
mengenai kinerja. Kinerja adalah gambaran pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan
dalam mewujudkan sasaran, tujuan, misi, dan visi organisasi . Kinerja bisa diketahui
hanya jika individu atau kelompok individu tersebut mempunyai kriteria keberhasilan
yang telah ditetapkan. Kriteria keberhasilan ini berupa tujuan-tujuan yang hendak
dicapai. Tanpa ada tujuan atau target, kinerja seseorang atau organisasi tidak mungkin
dapat diketahui karena tidak ada tolok ukurnya. Menurut Robertson dalam Moh.
Mahsun , pengukuran kinerja adalah suatu proses penilaian kemajuan pekerjaan
terhadap tujuan dan sasaran yang telah ditentukan sebelumnya, termasuk informasi
atas: efisiensi penggunaan sumber daya dalam menghasilkan barang dan jasa; kualitas
barang dan jasa ; hasil kegiatan dibandingkan dengan maksud yang diinginkan; dan
efektivitas tindakan dalam mencapai tujuan.

Value for Money adalah suatu konsep pengukuran kinerja sektor publik yang
memiliki tiga elemen utama: ekonomi, efisiensi, dan efektivitas, dalam memanfaatkan
sumber daya yang tersedia, di mana pengertian dari masing-masing elemen tersebut
adalah:

 Ekonomi
Ekonomi adalah pemerolehan sumber daya (input) tertentu pada harga yang
terendah. Ekonomi merupakan perbandingan input dengan input value yang
dinyatakan dalam satuan moneter. Ekonomi terkait dengan sejauh mana
organisasi sektor publik dapat meminimalisir input resources dengan
menghindari pengeluaran yang boros dan tidak produktif (Mardiasmo, 2009:
4). Indikator ekonomi merupakan indikator tentang input. Pertanyaan yang
diajukan adalah “apakah organisasi telah mengeluarkan biaya secara
ekonomis?” (Indra Bastian, 2006: 78).
 Efisiensi
Efisiensi adalah hubungan antara input dan output di mana barang dan jasa
yang dibeli oleh organisasi digunakan untuk mencapai output tertentu (Indra
Bastian, 2006: 280). Efisiensi merupakan perbandingan output/input yang
dikaitkan dengan standar kinerja atau target yang telah ditetapkan (Mardiasmo,
2009: 4).
 Efektivitas
Efektivitas adalah hubungan antara output dan tujuan, di mana efektivitas
diukur berdasarkan seberapa jauh tingkat output, kebijakan, dan prosedur
organisasi mencapai tujuan yang telah ditetapkan (Indra Bastian, 2006: 280).
Jika suatu organisasi berhasil mencapai tujuannya, maka organisasi tersebut
dikatakan telah berjalan efektif. Efektivitas hanya melihat apakah suatu
program telah mencapai tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya (Mardiasmo,
2009: 134). Tuntutan masyarakat dalam Value for Money adalah ekonomis
(hemat) dalam pengadaan dan alokasi sumber daya, efisien dalam arti bahwa
penggunaan/pengorbanannya miminimalkan dan hasilnya dimaksimalkan, serta
efektif (berhasil guna) dalam arti pencapaian tujuan dan sasaran. Peranan
indikator kinerja pada Value for Money adalah untuk menyediakan informasi
sebagai pertimbangan untuk pembuatan keputusan (Mardiasmo, 2009: 130).

Penerapan konsep Value for Money dalam pengukuran kinerja pada organisasi
sektor publik tentunya memberikan manfaat bagi organisasi itu sendiri maupun
masyarakat. Manfaat yang dikehendaki dalam pelaksanaan Value for Money pada
organisasi sektor public yaitu: ekonomis (hemat cermat) dalam pengadaan dan alokasi
sumber daya, efisien (berdaya guna) dalam penggunaan sumber daya, dan efektif (berhasil
guna) dalam mencapai tujuan dan sasaran (Mardiasmo 2009: 130)

Penelitian yang digunakan dalam riset ini adalah dengan menggunakan metode
penelitian kualitatif. Pendekatan kualitatif merupakan pendekatan penelitian yang
berlandaskan fenomenologi dan paradigma konstruktivisme dalam mengembangkan ilmu
pengetahuan . Sejalan dengan itu, maka sasaran penelitian ini bukanlah pada pengukuran ,
melainkan pada pemahaman terhadap fenomena sosial dari perspektif para partisipan atau
menurut perspektif emik. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh informasi-informasi
mengenai keadaan saat ini, dan melihat kaitan antara variabel-variabel yang ada, atau
dengan kata lain penelitian ini mendeskripsikan apa adanya sesuai dengan variabel-
variabel yang diteliti. Penelitian semacam ini sering digunakan guna mengambil kebijakan
atau keputusan untuk melakukan atau memberikan solusi dalam memecahkan masalah. .
Penelitian ini dimaksudkan untuk mengangkat fakta, keadaan, variabel, dan fenomena-
fenomena yang terjadi saat sekarang dan menyajikannya apa adanya. Penelitian deskriptif
kualitatif menuturkan dan menafsirkan data yang berkenaan dengan situasi yang terjadi
sekarang. Masalah-masalah yang diamati dan diselidiki diatas memungkinkan penelitian
ini memiliki metode yang mengarah pada: studi komparatif, yaitu membandingkan
persamaan dan perbedaan gejala-gejala tertentu; studi kualitatif yang mengukur dan
menampilkan fakta melalui teknik survei, tes, interview, dan angket; bisa pula menjadi
studi korelasional satu unsur dengan unsur lainnya. Kegiatan studi deskriptif meliputi
pengumpulan data, analisis data, interpretasi data, serta diakhiri dengan kesimpulan yang
didasarkan pada penganalisisan data tersebut. Jadi penelitian deskriptif kualitatif adalah
penelitian tentang gejala dan keadaan yang dialami sekarang oleh subjek yang sedang
diteliti. Jika data yang akan diolah tinggal mengambil, memeriksa, mengumpulkan, atau
paling tidak peneliti memberi tugas, memberi tes, wawancara, kemudian dikumpulkan,
maka penelitian yang dilakukan adalah jenis deskriptif kualitatif.

Reduksi data meliputi berbagai kegiatan yang bertujuan untuk mempertajam


analisis . Proses wawancara terhadap informan terkadang keluar dari konteks panduan
wawancara yang telah disusun. Reduksi pada hasil wawancara ini dilakukan dengan
menghilangkan jawaban-jawaban informan yang keluar dari konteks pertanyaan pedoman
wawancara.

Maka dari itu, proses reduksi berkaitan dengan pemilahan data yang dilihat dari
relevansinya dengan pertanyaan penelitian. Bahkan dalam suatu reduksi akan dibuat suatu
narasi awal yang bersifat tentatif. Hal ini penting dilakukan dalam konteks pemfokusan
penggalian data, yang nantinya akan mengarah pada pengujian proposisi penelitian atau
menambah variasi penjelasan maupun pemaknaan yang sudah ada. Kesemuannya itu tidak
dapat dilepas dari bangunan landasan teori yang sudah dibuat. Landasan teori memberikan
arah tentang data apa yang dikumpulkan dan bagaimana membangunnya dalam bentuk
narasi. Berkenaan dengan itu, maka triangulasi data sangat penting dilakukan dalam proses
reduksi. Hal ini penting dilakukan untuk menambah validitas data lebih terjamin
keabsahannya. Data yang didapat dari hasil wawancara dan observasi dapat pula
ditriangulasikan dengan data dokumen, begitu sebaliknya sehingga data yang didapat lebih
banyak dan keabsahannya lebih kuat.

Dalam konteks penelitian ini, analisis dilakukan dengan merujuk pada proposisi
yang telah dibuat sebelumnya. Proposisi ini diuji untuk mengetahui sejauh mana dapat
dipertahankan melalui bukti-bukti dalam menjawab pertanyaan penelitian. Selanjutnya
hasil analisis, dimanfaatkan dalam penarikan suatu kesimpulan penelitian yang
menguraikan makna subjektif, temuan konsep atas permasalahan yang diteliti. Selain itu
juga, kegiatan pengumpulan data, reduksi dna penarikan kesimpulan merupakan rangkaian
terkait dan bisa berlangsung secara ulang-alik, sampai mendapatkan hasil penelitian akhir
yang berisfat holistic dan sarat makna dalam konteks pemberian jawaban terhadap
masalah yang dikaji .

Value for money menurut Mardiasmo merupakan konsep pengelolaan organisasi sektor
publik yang mendasarkan pada tiga elemen utama, yaitu ekonomis, efisiensi, dan
efektivitas. Ekonomi: pemerolehan input dengan kualitas dan kuantitas tertentu pada harga
yang terendah. Ekonomi merupakan perbandingan input dengan input value yang
dinyatakan dalam satuan moneter. Efisiensi: pencapaian otput yang maksimum dengan
input tertentu untuk penggunaan input yang terendah untuk mencapai output tertentu.
Efisiensi merupakan perbandingan output/input yang dikaitkan dengan standar kinerja atau
target yang telah ditetapkan. Efektivitas: tingkat pencapaian hasil program dengan target
yang ditetapkan. Secara sederhana efektivitas merupakan perbandingan outcome dengan
output.

‘Nilai untuk uang' adalah istilah yang digunakan untuk menilai apakah organisasi
telah memperoleh manfaat maksimal dari barang dan jasa yang baik memperoleh dan
memberikan, dalam sumber daya yang tersedia untuk itu. Beberapa elemen mungkin
subyektif, sulit diukur, tidak berwujud dan disalahpahami. Penghakiman Oleh karena itu
diperlukan ketika mempertimbangkan apakah VFM telah tercapai atau tidak memuaskan.
Tidak hanya mengukur biaya barang dan jasa, tetapi juga memperhitungkan campuran
kualitas, biaya, penggunaan sumber daya, kesesuaian untuk tujuan, ketepatan waktu, dan
kenyamanan untuk menilai apakah atau tidak, bersama-sama, mereka merupakan nilai
yang baik.
ANALISIS MASALAH

A. Penilaian Kinerja atas Penerimaan Pajak Hotel dan Pajak Restoran


Berdasarkan Rasio Ekonomi

 Pajak hotel
Perhitungan rasio ekonomi dari kinerja penerimaan pajak hotel di Dinas
Pendapatan Daerah Kabupaten Karangasem tahun 2007-2011 dapat dilihat pada
Tabel .

Rasio Ekonomi Realiasi biaya untuk pajak hotel x100%


= memungut
Anggaran biaya pajak hotel
untukmemungut

Tabel Rasio Ekonomi Atas Penerimaan Pajak Hotel di Dinas Pendapatan


Daerah Kabupaten Karangasem Tahun 2007-2011
Tahun Anggaran Biaya Realisasi Biaya Rasio Kriteria
(Rp) (Rp) Ekonomi
(%)
2007 895.349.527 747.260.717 83,46 Ekonomis
(< 100%)
2008 1.166.764.054 1.013.709.385 86,88 Ekonomis
(< 100%)
2009 1.341.601.833 1.261.685.383 94,04 Ekonomis
(< 100%)
2010 1.311.493.445 1.158.271.730 88,32 Ekonomis
(< 100%)
2011 1.054.590.599 669.696.580 63,50 Ekonomis
(< 100%)
Rata-rata 5.769.799.458 4.850.623.795 84,07 Ekonomis
(< 100%)
Sumber: Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Karangasem, 2012 (data diolah)

Tabel diatas memperlihatkan rata-rata rasio ekonomi atas penerimaan

pajak hotel di Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Karangasem tahun 2007-2011

adalah sebesar 84,07 persen. Berdasarkan hasil perhitungan, rasio ekonomi

mengalami fluktuasi tiap tahunnya. Rasio ekonomi tertinggi terjadi pada tahun
2009 yaitu sebesar 94,04 persen, sedangkan rasio ekonomi terendah terjadi pada

tahun 2011 yaitu 63,50 persen.


 Pajak restoran
Perhitungan rasio ekonomi dari kinerja penerimaan pajak restoran di Dinas
Pendapatan Daerah Kabupaten Karangasem tahun 2007-2011 dapat dilihat pada
Tabel .

Rasio Ekonomi Realiasi biaya untuk pajak restoran x100%


= memungut
Anggaran biaya pajak restoran
untukmemungut

Tabel Rasio Ekonomi Atas Penerimaan Pajak Restoran di Dinas


Pendapatan Daerah Kabupaten Karangasem Tahun 2007-2011
Tahun Anggaran Biaya Realisasi Biaya Rasio Kriteria
(Rp) (Rp) Ekonomi
(%)
2007 377.617.125 279.497.906 74,02 Ekonomis
(< 100%)
2008 447.180.021 361.196.109 80,77 Ekonomis
(< 100%)
2009 479.081.498 512.782.372 107,03 Tidak ekonomis
( >100%)
2010 480.228.762 500.189.028 104,16 Tidak ekonomis
( >100%)
2011 409.932.545 363.380.114 88,64 Ekonomis
(< 100%)
Rata-rata 2.194.039.950 2.017.045.529 91,93 Ekonomis
(< 100%)
Sumber: Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Karangasem, 2012 (data diolah)

Tabel diatas menunjukkan rata-rata rasio ekonomi kinerja atas penerimaan

pajak restoran di Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Karangasem tahun 2007-

2011 adalah sebesar 91,93 persen dengan kriteria ekonomis. Berdasarkan hasil

perhitungan, rasio ekonomi tahun 2007-2010 cenderung meningkat, namun tahun

2011 mengalami penurunan. Rasio ekonomi terendah terjadi pada tahun 2008 yaitu

sebesar 74,02 persen, sedangkan rasio ekonomi tertinggi terjadi pada tahun 2009

yaitu 107,03 persen. Tahun 2009 dan 2010 kinerja penerimaan pajak restoran tidak

ekonomis. Ini menunjukkan adanya pemborosan biaya selama dua tahun itu atau

mungkin saja adanya biaya tak terduga selama proses pemungutan pajak restoran.
B. Penilaian Kinerja atas Penerimaan Pajak Hotel dan Pajak Restoran
Berdasarkan Rasio Efisiensi

 Pajak hotel

Perhitungan rasio efisiensi dari kinerja penerimaan pajak hotel di Dinas

Pendapatan Daerah Kabupaten Karangasem tahun 2007-2011 dapat dilihat pada

Tabel.

Rasio Efisiensi Realiasi biaya untuk memungut pajak x100%


= hotel
Realisasi penerimaan pajak hotel

Tabel Rasio Efisiensi Atas Penerimaan Pajak Hotel di Dinas Pendapatan


Daerah Kabupaten Karangasem Tahun 2007-2011

Tahun Realisasi Realisasi Rasio Kriteria


Biaya (Rp) Penerimaan Pajak Efisiensi
Hotel (Rp) (%)
2007 747.260.717 5.302.783.716 14,09
Sangat efisien
( < 60%)
2008 1.013.709.385 8.632.572.121 11,74 Sangat efisien
( < 60%)
2009 1.261.685.383 9.960.710.044 12,67 Sangat efisien
( < 60%)
2010 1.158.271.730 9.121.366.106 12,70 Sangat efisien
( < 60%)
2011 669.696.580 12.123.362.502 5,52 Sangat efisien
( < 60%)
Rata-rata 4.850.623.795 45.140.794.489 10,74 Sangat Efisien
( < 60%)
Sumber: Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Karangasem, 2012 (data diolah)
Tabel diatas menunjukkan bahwa rata-rata rasio efisiensi kinerja

penerimaan pajak hotel di Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Karangasem

tahun 2007-2011 sebesar 10,74 persen yaitu dengan kriteria sangat efisien.

Berdasarkan perhitungan, rasio efisiensi mengalami fluktuasi tiap tahunnya.

Semakin rendah rasio, menunjukkan kinerja yang semakin efisien. Rasio

efisiensi terendah terjadi


pada tahun 2011 yaitu 5,52 persen dan rasio efisiensi tertinggi terjadi pada tahun

2007 yaitu 14,09 persen.

 Pajak restoran

Perhitungan rasio efisiensi dari kinerja penerimaan pajak restoran di Dinas

Pendapatan Daerah Kabupaten Karangasem tahun 2007-2011 dapat dilihat pada

Tabel.

Rasio Efisiensi Realiasi biaya untuk memungut pajak restoran x100%


=
Realisasi penerimaan pajak restoran

Tabel Rasio Efisiensi Atas Penerimaan Pajak Restoran di Dinas


Pendapatan Daerah Kabupaten Karangasem Tahun 2007-2011
Tahun Realisasi Realisasi Rasio Kriteria
Biaya (Rp) Penerimaan Pajak Efisiensi
Restoran (Rp) (%)
2007 279.497.906 1.983.095.710 14,09
Sangat efisien
( < 60%)
2008 361.196.109 3.078.356.868 11,73 Sangat efisien
( < 60%)
2009 512.782.372 4.047.697.294 12,67 Sangat efisien
( < 60%)
2010 500.189.028 3.940.718.804 12,69 Sangat efisien
( < 60%)
2011 363.380.114 5.224.307.864 9,96 Sangat efisien
( < 60%)
Rata-rata 2.017.045.529 18.274.176.540 11,04 Sangat Efisien
( < 60%)
Sumber: Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Karangasem, 2012 (data diolah)

Tabel diatas memperlihatkan bahwa rata-rata rasio efisiensi kinerja

penerimaan pajak restoran di Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Karangasem

tahun 2007-2011 sebesar 11,04 persen yaitu dengan kriteria sangat efisien.

Berdasarkan perhitungan, rasio efisiensi mengalami fluktuasi tiap tahunnya. Rasio


efisiensi terendah terjadi pada tahun 2011 yaitu 9,96 persen dan rasio efisiensi

tertinggi terjadi pada tahun 2007 yaitu 14,09 persen.

C. Penilaian Kinerja atas Penerimaan Pajak Hotel dan Pajak Restoran


Berdasarkan Rasio Efektivitas

 Pajak hotel

Perhitungan rasio efektivitas dari kinerja penerimaan pajak hotel di

Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Karangasem tahun 2007-2011 disajikan

Tabel.

Efektivitas = Realiasi penerimaan pajak hotel x100%


Target penerimaan pajak hotel

Tabel Rasio Efektivitas Atas Penerimaan Pajak Hotel di Dinas


Pendapatan Daerah Kabupaten Karangasem Tahun 2007-2011
Tahun Target Realisasi Rasio Kriteria
Penerimaan Penerimaan Efektivitas
Pajak Hotel (Rp) Pajak Hotel (Rp) (%)
2007 5.250.000.000 5.302.783.716 101,01 Sangat efektif
( >100%)
2008 7.959.746.000 8.632.572.121 108,45 Sangat efektif
( >100%)
2009 8.820.000.000 9.960.710.044 112,93 Sangat efektif
( >100%)
2010 8.255.000.000 9.121.366.106 110,49 Sangat efektif
( >100%)
2011 10.383.026.000 12.123.362.502 116,76 Sangat efektif
( >100%)
Rata-rata 40.667.772.000 45.140.794.489 110,99 Sangat efektif
( >100%)
Sumber: Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Karangasem, 2012 (data diolah)

Tabel diatas memperlihatkan rata-rata rasio efektivitas kinerja

penerimaan pajak hotel di Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Karangasem

adalah 110,99 persen yaitu dengan kriteria sangat efektif. Berdasarkan

perhitungan rasio efekvitas cenderung mengalami peningkatan tiap tahunnya,

kecuali tahun 2010


yang mengalami penurunan namun tetap dalam kriteria sangat efektif. Rasio

efektivitas terendah terjadi pada tahun 2007 yaitu sebesar 101,01 persen,

sedangkan rasio tertinggi terjadi pada tahun 2011 yaitu sebesar 116,76 persen.

 Pajak restoran

Perhitungan rasio efektivitas dari kinerja penerimaan pajak restoran di

Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Karangasem tahun 2007-2011 disajikan

Tabel.

Efektivitas = Realiasi penerimaan pajak restoran x100%


Target penerimaan pajak restoran

Tabel Rasio Efektivitas Atas Penerimaan Pajak Restoran di Dinas


Pendapatan Daerah Kabupaten Karangasem Tahun 2007-2011

Tahun Target Realisasi Rasio Kriteria


Penerimaan Penerimaan Efektivitas
Pajak Restoran Pajak Restoran (%)
(Rp) (Rp)
2007 2.250.000.000 1.983.095.710 88,14 Cukup efektif
( 80%-90%)
2008 3.050.000.000 3.078.356.868 100,93 Sangat efektif
( >100%)
2009 3.150.000.000 4.047.697.294 128,50 Sangat efektif
( >100%)
2010 3.010.000.000 3.940.718.804 130,92 Sangat efektif
( >100%)
2011 4.040.974.000 5.224.307.864 129,28 Sangat efektif
( >100%)
Rata-rata 15.500.974.000 18.274.176.540 117,89 Sangat efektif
( >100%)
Sumber: Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Karangasem, 2012 (data diolah)

Tabel diatas menunjukkan rata-rata rasio efektivitas kinerja penerimaan

pajak restoran di Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Karangasem tahun 2007-

2011 adalah 117,89 persen dengan kriteria sangat efektif. Berdasarkan

perhitungan, rasio efektivitas cenderung mengalami peningkatan tiap tahunnya,

kecuali tahun
2011 yang mengalami sedikit penurunan namun tetap dalam kriteria sangat efektif.

Rasio efektivitas terendah terjadi pada tahun 2007 yaitu sebesar 88,14 persen dengan

kriteria cukup efektif, sedangkan rasio tertinggi terjadi pada tahun 2010 yaitu sebesar

130,92 persen.

Pada tahun 2010, realisasi penerimaan pajak hotel dan pajak restoran

mengalami penurunan, sejalan dengan target yang mengalami penurunan pula. Ini

disebabkan karena adanya Kejadian Luar Biasa (KLB) yaitu mewabahnya virus

rabies di Bali khususnya Kabupaten Karangasem. Dengan adanya virus ini,

dikawatirkan terjadi penurunan jumlah kunjungan wisata ke Kabupaten Karangasem

yang akan mempengaruhi penerimaan pajak hotel dan pajak restoran.


PENUTUP

1. Kesimpulan

Penilaian kinerja penerimaan pajak hotel dan pajak restoran berdasarkan konsep value
for money, dari segi ekonomi, menunjukkan hasil yang ekonomis. Rasio ekonomi rata-rata
untuk pajak hotel adalah 84,07 persen, sedangkan untuk pajak restoran adalah 91,93
persen. Namun, perlu dilakukan penelusuran lebih lanjut terhadap kinerja yang ekonomis
ini. Ada kemungkinan adanya fenomena faktual di pemerintahan yang menyebabkan
anggaran menjadi longgar, sehingga kinerjanya selalu terlihat ekonomis. Kinerja
penerimaan pajak hotel dan pajak restoran, jika ditinjau dari sudut efisiensi, sangat efisien.
Rasio efisiensi rata-rata untuk pajak hotel adalah 10,74 persen, sedangkan untuk pajak
restoran adalah 11,04 persen. Efisiensi yang tinggi ini disebabkan oleh upaya Dinas
Pendapatan Daerah Kabupaten Karangasem dalam meminimalisir biaya yang digunakan
untuk mengumpulkan pajak hotel dan pajak restoran dengan maksimal.
Begitu pula, jika ditinjau dari sudut efektivitas, kinerja tersebut sangat efektif. Rasio
efektivitas rata-rata untuk pajak hotel adalah 110,99 persen, sedangkan untuk pajak
restoran adalah 117,89 persen. Namun, kinerja yang sangat efektif ini juga perlu ditelusuri
lebih lanjut karena target penerimaan pajak hotel dan pajak restoran yang ditetapkan masih
rendah. Target tersebut seharusnya ditingkatkan agar dapat benar-benar mencerminkan
potensi riil daerah Kabupaten Karangasem di sektor pariwisata. Secara keseluruhan,
penilaian kinerja penerimaan pajak hotel dan pajak restoran berdasarkan konsep value for
money menunjukkan bahwa kinerjanya ekonomis. Namun, perlu dilakukan penelusuran
lebih lanjut untuk memahami kondisi yang mendasarinya. Faktor-faktor seperti potensi riil
sektor pariwisata, penggunaan anggaran secara efisien, dan peningkatan target penerimaan
pajak perlu diperhatikan agar dapat memperoleh pemahaman yang lebih komprehensif
terhadap kinerja penerimaan pajak hotel dan pajak restoran di Kabupaten Karangasem.

2. Saran
Dinas Pendapatan Daerah Karangasem sehabiknya mempertahankan kinerjanya yang
efektif, efisien, dan ekonomis. Dispenda Karangasem juga harus teliti, transapara, dan tepat
sasaran dalam menenrukan anggaran dan target penerimaan pajak hotel dan restorean
sehingga anggran yang diperoleh mencerminkan potensi yang dimiliki daerah secara riil.
Dan target penerimaan pajak hendaknya lebih ditungkatkan sesuai denganpotensi riil
daerah.
DAFTAR PUSTAKA

Jurusan, M., Administrasi, I., Unismuh, N., Jurusan, D., Administrasi, I., Unismuh, N.,
Jurusan, D., Administrasi, I., & Unismuh, N. (2015). Daerah Kabupaten Enrekang.
Administrasi Publik, 1(April), 269.

Kinerja, P., Sektor, O., & Dengan, P. (2010). Bab 2 pengukuran kinerja organisasi sektor
publik dengan metode. 12–35.

Bastian, Indra, 2006a, Sistem Perencanaan dan Penganggaran Pemerintahan Daerah di Indonesia,
Salemba Empat, Jakarta.

Pemerintah Republik Indonesia. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 Tentang Pemerintahan


Daerah

Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 Tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat
dan Daerah

Atmadja, 2006. Bambu, Tanaman Tradisional Yang Terlupakan.


http://www.freelists.org/archives/ppi/09-2006/msg00010.html. [Diakses 15 Juni 2023]

Bastian, Indra. 2006. Akuntansi Sektor Publik: Suatu Pengantar. Erlangga: Jakarta

Coopers PriceWaterHouse. (2006). The World in 2050. Price Water House Coopers

Mahsun, Mohamad. 2006. Pengukuran Kinerja Sektor Publik.Yogyakarta: Penerbit BPFE

Mahsun, Mohamad, 2012, Pengukuran Kinerja Sektor Publik, BPFE-Yogyakarta

Mardiasmo. 2002. Otonomi dan Manajemen Keuangan Daerah. Yogyakarta: ANDI

Mardiasmo. 2009. Akuntansi Sektor Publik. Yogyakarta: ANDI

Moleong, Lexy J. (2010). Metodologi penelitian kualitatif. Remaja Rosdakarya: Bandung

Anda mungkin juga menyukai