PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penyakit kusta adalah salah satu penyakit menular yang menimbulkan masalah yang sangat
kompleks. Masalah yang dimaksud bukan hanya dari segi medis tetapi meluas sampai
masalah sosial, ekonomi, budaya, keamanan dan ketahanan nasional. Penyakit kusta pada
umumnya sering dijumpai di negara-negara yang sedang berkembang sebagai akibat
keterbatasan kemampuan negara dalam pemberian pelayanan kesehatan yang baik dan
memadai kepada masyarakat. Penyakit kusta sampai saat ini masih ditakuti masyarakat,
keluarga termasuk sebagian petugas kesehatan. Hal ini disebabkan masih kurangnya
pengetahuan/pengertian, kepercayaan yang keliru terhadap kusta dan cacat yang
ditimbulkannya. Kuman kusta biasanya menyerang saraf tepi kulit dan jaringan tubuh
lainnya. Penyakit ini merupakan penyakit menular yang sifatnya kronis dan dapat
menimbulkan masalah yang komplek. Penyebab penyakit kusta ialah suatu kuman yang
disebut Mycobaterium leprae. Sumber penularan penyakit ini adalah penderita kusta multi
basilet (MB) atau kusta basah. Di Indonesia penderita kusta terdapat hampir diseluruh daerah
dengan penyebaran yang tidak merata. Suatu kenyataan, di Indonesia bagian Timur terdapat
angka kesakitan kusta yang lebih tinggi. Penderita kusta 90% tinggal diantara keluarga
mereka dan hanya beberapa persen saja yang tinggal dirumah sakit kusta, koloni
penampungan atau perkampungan kusta. Prevalensi kusta di Indonesia cenderung menurun
dari tahun ke tahun. Tahun 1986 ditemukan 7,6 per 10.000 penduduk menjadi 5,9 per 10.000
penduduk. Pada tahun 1994 terjadi lagi penurunan menjadi 2,2 per 10.000 penduduk dan
menjadi 1,39 per 10.000 penduduk pada tahun 1997.Penurunan prevalensi penyakit kusta ini
karean kemajuan di bidang teknologi promotif, pencegahan, pengobatan serta pemulihan
kesehatan di bidang penyakit kusta. Dengan dapatnya diatasi penyakit kusta ini seharusnya
tidak lagi menjadi masalah kesehatan masyarakat. Tetapi sampai saat ini penyakit kusta
masih menjadi masalah kesehatan masyarakat yang perlu di perhatikan oleh pihak yang
terkait. Karena mengingat kompleksnya masalah penyakit kusta, maka di perlukan program
penanggulangan secara terpadu dan menyeluruh dalam hal pemberantasan, rehabilitasi medis,
rehabilitasi sosial ekonomi dan permasyarakatan dari bekas penderita kusta. Suatu penyataan
bahwa sebagian besar penderita kusta adalah dari golongan ekonomi lemah. Perkembangan
penyakit pada diri penderita bila tidak ditangani secara cermat dapat menimbulkan cacat dan
keadaan ini menjadi halangan bagi penderita kusta dalam kehidupan bermasyarakat untuk
memenuhi kebutuhan sosial ekonomi mereka, juga tidak dapat berperan serta dalam
pembangunan bangsa dan negara.
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Untuk menurunkan angka kesakitan karena penyakit kusta bersama lintas program
dan sektor terkait.
2. Tujuan Khusus
- Menyembuhkan penyakit pada penderita kusta
- Memutus mata rantai penularan
- Mencegah terjadinya cacat atau mencegah bertambahnya cacat yang sudah ada
sebelum penanganan
C. Sasaran Pedoman
Sasaran dari pedoman ini adalah dokter, perawat, bidan dan tenaga kesehatan lainnya
yang bekerja di Puskesmas.
E. Batasan Opersional
Kusta atau Morbus Hansen merupakan infeksi menahun yang disebabkan oleh bakteri
Mycobacterium Leprae. Bakteri ini secara primer menyerang sistem saraf perifer
manusia dan sekunder menyerang kulit serta organ lain kecuali sistem saraf pusat.
Pengobatan kusta di Indonesia disesuaikan dengan rekomendasi WHO (1995) yaitu
program Multi Drug Therapy (MDT) dengan kombinasi obat medikamentosa utama
yang terdiri dari Rifampisin, Klofazimin (lamprene) dan DDS (Dapson Diamino
Difenil Sulfon) yang telah diterapkan sejak tahun 1981.
Diagnosis
Diagnosis bisa ditegakkan bila ditemukan tanda kardinal (cukup salah satu saja) dari
tanda berikut :
a. Makula hipopigmentasi atau eritematosa yang mati rasa atau kurang rasa
b. Penebalan saraf perifer
c. Pemeriksaan BTA (Basil Tahan Asam) positif
Diagnosis Banding
a. BTA : BI/MI
b. Uji Lepromin
c. Uji Serologis MLPA (Mycobacterium Leprae Particle Agglutination)
d. Pemeriksaan Histopatologis (PA)
e. PCR
Program MDT ini bertujuan untuk mengatasi resistensi Dapson yang semakin
meningkat, mengurangi ketidaktaatan pasien, menurunkan angka putus obat,
mengefektifkan waktu pengobatan dan mengeliminasi persistensi kuman kusta dalam
jaringan.
Regimen Pengobatan
Dewasa :
Dewasa :
Sebagai pedoman praktis untuk dosis MDT bagi penderita kusta diberikan bagan
sebagai berikut :
25 50 Minum di depan
mg/hari mg/hari petugas
DDS Berdasarka
n Berat 25 50
Badan Minum di rumah
mg/hari mg/hari
100 150 Minum di depan
mg/bln mg/bln petugas
Clofazimin
e 50 mg 2 50 mg
kali setiap 2 Minum di rumah
seminggu hari
Kemudian beberapa hal yang perlu diperhatikan dan ditanyakan sebelum memulai
pengobatan antara lain :
Kusta bukanlah suatu penyakit keturunan atau kutukan dari tuhan, melainkan penyakit yang
menyerang kulit yang disebabkan oleh serangan bakteri Mycobacterium Leprae. Penularan
kusta sampai saat ini belum diketahu secara pasti, namun dijelaskan bahwa penularan di
dalam rumah tangga dan hubungan dekat dengan penderita dalam jangka waktu yang lama
akan lebih berisiko untuk tertular. Penularan kusta melalui bakteri yang biasanya terdapat di
sekrit hidung dan berulang-ulang kontak dengan kulit yang dalam keadaan terluka. Pada
kasus anak-anak dibawah umur 1 tahun penularannya melalui plasenta.
Masa inkubasi penyakit kusta berkisar antara 9 bulan sampai 20 tahun dengan rata – rata
penularan adalah 4 tahun. Seseorang dapat terhindar dari penularan kusta apabila tubuhnya
memiliki kemampuan untuk membentuk kekebalan yang efektif.
Monitoring Pengobatan
Bagi penderita yang tidak datang mengambil obat, petugas harus melacak untuk
mengetahui penyebaba ketidakhadiran penderita tersebut, paling lambat sebulan setelah
tanggal pengambilan sebelumnya.
Masa pengamatan : pengamatan dilakukan secara pasif. Tipe PB selama 2 tahun dan
MB selama 5 tahun tanpa pemeriksaan laboratorium
b. Default
Bila penderita PB selama > 3 bulan dan penderita MB > 6 bulan tidak mengambil
obat sehingga tidak dapat menyelesaikan pengobatannya dalam jangka waktu
maksimal yang telah ditetapkan maka dinyatakan default.
BAB II
STANDAR KETENAGAAN
A. Kualifikasi Sumber Daya Manusia
B. Distribusi Ketenagaan
C. Jadwal Kegiatan
BAB III
STANDAR FASILITAS
A. Denah Ruang
Ruang pelayanan pencegahan dan penanganan penyakit kusta terintegrasi dengan
ruang pemeriksaan umum dan KIA.
Gamabar denah ruangan pelayanan pencegahan dan penanganan penyakit kusta di
Puskesmas Gribig
Ukuran 3 meter
Pintu
7
4
Ukuran 5 meter 3
6
5
8
1 2
Pintu
Keterangan :
1. Meja Pemeriksa
2. Kursi Pemeriksa
3. Meja Pemeriksa
4. Kursi Pemeriksa
5. Kursi Pemeriksa
6. Kursi Periksa
7. Kursi Periksa
8. Kursi Periksa
B. Standar Fasilitas
1. Letak ruang
Letak ruang teritegrasi dengan ruang pemeriksaan umum dan KIA.
2. Ruang
a. Luas ruangan adalah 3 x 5 m
b. Peralatan yang dibutuhkan adalah sebagai berikut :
1) Mebelair : meja, kursi
2) Stetoskope
3) Tensiometer
4) Form pemeriksaan
5) ATK
6) Leaflet
7) Kapas
BAB IV
TATA LAKSANA PELAYANAN
Kegiatan pelayanan pencegahan dan penanganan penyakit kusta di Puskesmas Gribig
dilakukan di dalam dan diluar gedung sebagaimana di jelaskan berikut ini :
A. Lingkup Kegiatan
1. Kegiatan Pelayanan di dalam gedung
a. Sosisalisasi Tentang Kesehatan Kusta Pada Petugas Kesehatan
b. Pemeriksaan Kesehatan
Anamnese :
- Nama, alamat, daerah asal
- Riwayat tanda-tanda kulit / saraf yang dicurigai
- Riwayat kontak dengan pemderita
- Riwayat penyakit lain sebelumnya
Pemeriksaan Klinis
- Tempat pemeriksaan yang cukup terang dengan penerangan sinar
matahari tidak langsung (pada siang hari), dan menjaga privasi (pasien
merasa aman)
- Sedapat mungkin seluruh permukaan tubuh diperiksa, dengan
memperhatikan batas-batas kesopanan
- Periksa secara sistematik, penderita berhadapan dengan petugas. Periksa
mulai dari bagian kepala sampai kaki, kemudian bagian belakang kepala
mulai dari leher sampai telapak kaki
- Periksa rasa raba pada kelainan kulit untuk mengetahui hilangnya rasa
(dengan menggunakan kapas yang diruncingkan ujungnya)
- Periksa saraf tepi denga perabaan, apakah ada penebalan atau nyeri raba
c. Diagnosis dibuat berdasarkan anamnese pemeriksaan klinis
d. Melakukan rujukan kasus kusta yang tidak bisa ditangani di Puskesmas
- Mempersiapkan surat rujukan dan pasien yang akan di rujuk
- Menentukan tempat rujukan yang akan dituju sesuai dengan
keinginan pasien
- Mempersiapkan transportasi untuk rujukan
- Petugas kesehatan yang akan merujuk
e. Pelayanan konseling
- Memberikan konseling kepada keluarga tentang kepatuhan
minum obat dan cara perawatan pasien kusta
f. Melakukan pencatatan dan pelaporan kegiatan
- Melakukan pencatatan dan pelaporan seluruh kasus kusta yang ditemukan
di wilayah kerja Puskesmas Gribig setiap bulan dan di laporkan ke Dinas
Kesehatan Kota Malang
2. Kegiatan Pelayanan di luar gedung
a. Penyuluhan pada masyarakat dan atau sekolah
- Merencanakan waktu dan tempat pelaksanaan
- Mengundang kader atau tokoh masyarakat
- Melaksanakan penyuluhan
- Diskusi dan tanya jawab
- Evaluasi dan tindak lanjut
- Pencatatan dan pelaporan
c. Melakukan screening pada anak sekolah
d. Melakukan kunjungan rumah
- Menentukan sasaran yang akan dikunjungi
- Melakukan pemeriksaan POD
- Melakukan konseling
- Melakukan evaluasi
- Mencatat hasil kunjungan rumah
BAB V
LOGISTIK PELAYANAN PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KUSTA
Kebutuhan dana dan logistik untuk kegiatan pelayanan pencegahan dan penganan
penyakit kusta di Puskesmas direncanakan sesuai dengan tahapan kegiatan dan metode yang
akan dilaksanakan.
1. Kebutuhan Media
Media yang dibutuhkan berupa kapas, leaflet, kms, lembar balik untuk menunjang
kegiatan pelayanan kesehatan.
2. Kebutuhan ATK
Peralatan yang dibutuhkan adalah kertas, map, dan folder untuk memudahkan dalam
menyimpan berbagai data kegiatan.
3. Kebutuhan MDT, disesuaikan dengan jumlah pasien baik PB maupun MB
4. Semua logistik promosi kesehatan dicatat dan dilaporkan ke Kepala Puskesmas dan Dinas
Kesehatan Kota Malang
BAB VI
KESELAMATAN SASARAN
Dalam perencanan sampai dengan pelaksanaan kegiatan pelayanan kesehatan perlu
diperhatikan keselamatan sasaran dengan melakukan identifikasi risiko terhadap segala
kemungkinan yang dapat terjadi pada saat pelaksanaan kegiatan. Upaya pencegahan risiko
terhadap sasaran harus dilakukan untuk tiap-tiap kegiatan yang akan dilaksanakan baik
kegiatan pelayanan kesehatan yang dilaksanakan didalam gedung maupun diluar gedung
puskesmas.
1. Kegiatan Pelayanan Kesehatan didalam Gedung Puskesmas
Media dan isi pelayanan kesehatan didalam gedung seperti, alur pelayanan
puskesmas, jenis pelayanan kesehatan, denah puskesmas harus dapat terbaca dan
dimengerti oleh seluruh pengunjung puskesmas agar kenyamanan pengunjung
puskesmas terjaga. Begitu pula mengenai informasi masalah kesehatan yang menjadi
isu pada saat itu harus sesuai sehingga tidak membingungkan pengunjung, dilarang
meludah sembarangan, rnembuang sampah pada tempatnya dan lain-lain merupakan
upaya untuk menjaga keselamatan seluruh pengunjung.
Petugas kesehatan puskesmas yang melayani pasien meluangkan waktunya
untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan pasien berkenaan dengan penyakitnya atau
obat yang harus ditelannya dengan jelas merupakan salah satu cara menjaga
keselamatan pasien. Begitu pula dengan informasi yang diberikan kepada pengantar
juga harus dilakukan dengan jelas. Dengan mendapatkan informasi yang benar dan
jelas tentang berbagai hal tersebut, pengantar diharapkan dapat membantu Puskesmas
memberikan informasi kepada pasien/individu tersebut.
Keselamatan kerja adalah segala upaya atau tindakan yang harus diterapkan dalam
rangka menghindari kecelakaan yang terjadi akibat kesalahan kerja petugas ataupun kelalaian
atau kesengajaan. Pekerjaan yang teroganisir, dikerjakan sesuai dengan prosedur, tempat
kerja yang terjamin dan aman, istirahat yang cukup dapat mengurangi bahaya dan kecelakaan
kerja. Dalam perencaaan sampai dengan pelaksanaaan kegiatan pelayanan kesehatan perlu
diperhatikan keselamatan kerja karyawan Puskesmas dan lintas sektor terkait dengan
melakukan identifikasi risiko terhadap segala kemungkinan yang dapat terjadi pada saat
pelaksanaan tiap-tiap kegiatan.
BAB VIII
PENGENDALIAN MUTU
Kinerja pelayanan upaya kesehatan jiwa dimonitor dan dievaluasi dengan menggunakan
indikator sebagai berikut :
1. Cakupan pemeriksaan kontak dari kasus kusta baru > 80%
2. Kasus kusta yang dilakukan Pemeriksaan Fungsi Saraf (PFS) secara rutin > 90%
3. RFT penderita kusta > 90%
4. Penderita baru pasca pengobatan dengan score kecacatannya tidak bertambah
atau tetap > 97%
5. Proporsi kasus Defaulter kusta < 5%
6. Proporsi tenaga kesehatan di desa endemis kusta tersosialisasi > 90%
7. Proporsi kader kesehatan di desa endemis kusta tersosialisasi > 90%
8. Proporsi SD / MI di desa endemis kusta dilakukan screening kusta 100%
BAB IX
PENUTUP