Anda di halaman 1dari 5

MAYA

Oleh Anita Mansyur, Sambas Kalimantan Barat

Tahun 1995 aku menyelesaikan pendidikanku di MAN2 Pontianak salah satu sekolah yang
ternama di ibu kota provinsiku. Setelah tamat MAN aku tidak berkeinginan melanjutkan
pendidikanku ke bangku kuliah, aku kasihan pada nenek cukup sudahlah aku membebaninya.

Suatu hari sahabat dekatku datang menemuiku, mengabariku ada penerimaan mahasiswa
baru jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar di FKIP universitas Tanjung Pura
Pontianak. Dengan modal tabungan empat tahun bekerja aku yakin bisa melanjutkan
pendidikan D-2 PGSD tanpa harus membebani nenek dan orang tuaku.

Tahun 2002 aku diwisuda, dan setahuan kemudian aku mengikuti tes penerimaan CPNS,
Mencoba peruntungan bersama ratusan teman seperjuangan ku. Sebenarnya aku tidak yakin
bisa lulus mengingat ketatnya persaingan diantara pelamar, namun tak ada salahnya aku
mencoba memperjuangkannya fikirku saat itu. Andaipun tidak lulus tidaklah menjadi
masalah bagi ku, CPNS bukan segalanya.

Aku melihat sebagian orang diluar sana memilih untuk tidak menjadi PNS, bagi mereka
memilih profesi selain PNS lebih menjanjikan kesuksesan dan terbukti banyak diantara
mereka bisa jauh lebih sukses. Pemikiran ini membuat aku tak takut gagal dalam tes ini. Dan
disaat aku siap menerima kegagalan, Allah menentukan aku berhasil lulus. Kelulusan yang
menurutku bukan semata-mata takdir Yang Kuasa, tapi juga merupakan hasil perjuangan dan
doa, perjuangan yang membuahkan hasil dan doa yang terkabulkan.

Tempat tugas pertamaku di SDN 8 Dusun Kecil di sebuah pulau kecil diperairan selat
Karimata, selat diantara pulau Sumatra dan Kalimantan. Pulau Maya namanya. sebuah pulau
yang tak pernah ku tapaki sebelumnya. Pulau yang jauh dari keramaian, minim transportasi,
komunikasi dan penerangan listrik, awalnya aku merasa terdampar disini. Ada sedikit
penyesalan dan kehawatiran akankah aku mampu bertahan di tempat tugasku ini.

Namun semua ini memang harus aku terima sebagai konsekuensi profesiku, aku tak bisa
memilih dimana tempatku mengabdi. Tatapan polos anak-anak seribu pulau yang kulihat
setiap kali aku masuk kelas menggugah perasaanku , dan kurangnya tenaga guru yang
mengajar meyakinkanku bahwa kehadiranku benar-benar dibutuhkan disini. Aku merasa
berada ditengah-tengah ‘’Bolang’’ Bocah-Bocah Petualang di pulau ini. Menjadi guru adalah
pengabdian dan profesi yang membuatku merasa bersemangat menjalani hidup. Semangat ini
pulalah yang membuatku bertahan di pulau kecil nan sepi meninggalkan jauh limpah ruah
kasih sayang keluarga dan nenek sangat aku cintai.

Pulau Maya satu diantara pulau-pulau indah di Selat Karimata. Keindahannya itu serta
luapan perasaanku saat pertama kali tiba disana, aku tuangkan dalam sebuah puisi yang ku
bacakan pada acara penutupan prajabatanku. Aku masih ingat betul kata-kata dalam setiap
baitnya. Puisi itu ku beri judul Maya.
Berikut ini bait-baitnya :

MAYA

Oleh: Anita Mansyur, Sambas Kalimantan barat

Sekira sebulan yang lalu Engkau uji imanku Tuhan


Selembar kertas buram tak bermakna Engkau berikan
Aku tak tau dengan goresan apa akan Engkau tulis jalan hidup ku
Seribu tanya mendera saat Engkau giring langkahku
Menyelusuri ribuan pulau yang tak pernah ku tapaki
Saat itu aku merasa kayuhku tak lagi ganas
Terpaan badai selalu menggoda
Menghantam sendi-sendi kehidupanku
Tercabik sudah kencaana harapan

Engkau kenalkan aku pada ramahnya dusunMu


Pada indahnya BetokMu
Pada tatapan polos anak-anak seribu pulau
Yang mampu menampar wajah pengecutku
Dah aku tersadar ada dunia lain disini menantiku penuh harap.

Tuhan…
Hari ini ijinkan aku kembali kejalanMu
Meninggalkan limpah ruah kasih sayang ayah dan ibuku
Tentramkan jiwaku dalam pelukan MayaMu
...
Dua tahun kemudian tepatnya 2005 aku menikah dengan teman kuliahku yang juga
berprofesi sebagai guru Sekolah Dasar. Inilah takdir ketiga dalam hidupku. Walau telah
menikah aku tetap saja hidup sendiri, sebab kami berbeda tempat tugas, suamiku mengajar di
kabupaten Sambas bagian ujung utara pulau kalimantan sedangkan aku di kabupaten
ketapang sebelah ujung selatan Kalimantan Barat. Hampir empat tahun kami hidup terpisah
dan ini kami lalui dengan tenang dan sabar.

Namun setelah kelahiran anak pertamaku, aku merasa hidup berdua saja bersama anak ku
jauh dari suami terasa begitu berat, dan aku tak tega melihat anakku hidup dan tumbuh di
daerah terpencil. Aku ingin mengenalkan anakku pada dunia luar dan baru. Aku berfikir
cukuplah sudah pengabdianku di pulau ini, aku pun mengajukan pindah tempat tugas dengan
alasan mengikuti tempat tugas suami.

Pengajuan pindahku diterima dan aku dipindah tugaskan ke kabupaten Sambas tempat
dimana suami ku bertugas. Tempat yang menjadi tempat tugasku saat ini.
Di bulan ke-dua setelah kepindahanku di tempat tugas baru, aku menderita sakit , ada
gangguan cukup serius di rahimku. Penyakit inilah yang menyebab aku sulit untuk
mendapatkan anak kembali. Sepertinya Allah mentakdirkan aku memiliki anak semata
wayang saja. Ini takdir hidup ke empat yang harus ku terima . Aku yakin apa yang diberikan
Allah adalah yang terbaik untukku Hidup penuh rasa syukur membuat aku bahagia.
Berkumpul bersama keluarga kecilku di Sambas, sebuah kota kabupaten yang tenang,
masyarakatnya dikenal sangat religius, hingga kota ini mendapat julukan Serambi Mekah
Kalimantan Barat. Aku memilih kota inilah tempat tugas terakhirku hingga masa baktiku
selesai nanti. Aku ingin di kota inilah kelak aku melewati masa pensiunku, menghabiskan
masa tuaku. Semoga Allah tidak mengubah takdir ku.

Sesungguhnya semua takdir yang telah ku jalani bukanlah hal yang indah, ada pahit dan ada
manisnya. Meski begitu aku tetap menganggap semuanya adalah takdir indah, aku meyakini
pahit manisnya kehidupan semuanya akan berakhir kebaikan asalkan kita dapat menyikapi
dan menjalaninya dengan benar. Mendapatkan kebaikan dalam hidup membuat aku
bersyukur, dan pahitnya kehidupan membuat aku bersabar. Rasa syukur dan kesabaran
adalah dua hal yang pasti akan berakhir indah.
.
Hidup penuh rasa syukur membuat aku bahagia. Berkumpul bersama keluarga kecilku di
Sambas, sebuah kota kabupaten yang tenang, masyarakatnya dikenal sangat religius, hingga
kota ini mendapat julukan Serambi Mekah Kalimantan Barat. Aku memilih kota inilah tempat
tugas terakhirku hingga masa baktiku selesai nanti. Aku ingin di kota inilah kelak aku
melewati masa pensiunku, menghabiskan masa tuaku. Semoga Allah tidak mengubah takdir
ku.

Sesungguhnya semua takdir yang telah ku jalani bukanlah hal yang indah, ada pahit dan ada
manisnya. Meski begitu aku tetap menganggap semuanya adalah takdir indah, aku meyakini
pahit manisnya kehidupan semuanya akan berakhir kebaikan asalkan kita dapat menyikapi
dan menjalaninya dengan benar. Mendapatkan kebaikan dalam hidup membuat aku
bersyukur, dan pahitnya kehidupan membuat aku bersabar. Rasa syukur dan kesabaran
adalah dua hal yang pasti akan berakhir indah.

Anda mungkin juga menyukai