iya namaku terlalu indah buatku rania terdengar begitu
menyejukkan jiwa begitu tentram untuk didengarkan laksana suatu oase yang berada ditengah gurun. Aku mencintai namaku mencintai kata “Rania”, bagiku namaku memiliki arti sendiri Rania aku mendefenisikan sebagai luka. . Tentu aku masih mengingat luka yang kau torehkan saat itu kenangan yang menyakitkan 5 tahun lalu saat kau memintaku menjadi pelengkap dalam hidupmu, saat itu aku masih terlalu dini untuk masuk dalam kata rumah tangga. Usia tujuh belas tahun bagi masyarakat didesaku bukan lagi hal yang asing untuk memulai rumah tangga tujuh belas tahun sudah memasuki fase dewasa bagi kami untuk membina mahligai rumah tangga untuk erlayar dan berlabuh pada satu hati yang akan menjadi imam dunia akhiratku, aku menikah ddengan Mas Yudha dia berasal dari keluarga terpandang dan memiliki karir yang bagus menjadi salah satu direktur pada bank swasta, kami menikah atas nama perjodohan ya memang hatiku terpaut padanya dikala pertemuan pertama kali dengannya. Senin, 24 Mei 2012 adalah waktu pengumuman kelulusanku aku terkenal sebagai siswi yang pintar di salah satu sekolah ternama di Sulawesi tengah meraih nilai kelulusan tertinggi menjadi salah kebanggaanku aku bercita-cita menjadi seorang dokter yang akan bekerja di pelosok desa membuka tempat praktek gratis aku telah memimpikannya sejak masih duduk dibangku sekolah dasar hingga aku berusaha menjadi yang terbaik meraih dan memenangkan olimpiade-olimpiade. Aku pulang dengan penuh senyum kemenangan dan kebanggaan yang akan kupamerkan pada abangku raihan, aku berlari secepat mungkin untuk segera sampai dirumah “Assallamualaikum ibu, abang, Rania pulang teriakku “Wa allaikumussallam, nduk ndak usah teriak-teriak ayo kesini” (ibuku melambaikan tangannya memintaku untuk mendekati ibuku yang berada diruang tamu) “Iki Rania mbak yu’ wes gedde yoo” (sahut wanita yang berada disamping ibuku) “enggeh, rania kenalkan ini tante lastri dan itu anaknya Yudha” (kata ibuku) Aku melirik lelaki yang berada dihadapanku, wajahnya sangat tampan dan bijaksana itu adalah pandangan pertamaku dengannya yang membatku langsung jatuh cinta dipandangan pertama tampa aku sadari bahwa inilah awal dari semua luka yang akan kujalani usai pertemuan keluarga dan keluarga mas yudha pamit untuk pulang aku mengangkat suara kepada ibuku sambil merapikan meja “Bu, Rania nggak mau nikah, usiaku masih 17 tahun bu masih belum pantas untuk berumah tangga” “Siapa yang bilang kalau kamu nggak pantas untuk menikah, umurmu itu sudah boleh untuk menikah, lihat anaknya pak juki masih smp udah nikah temanmu vita udah nikah waktu kelas 1 SMA, indah juga teman kecilmu lulus SD dia langsung nikah, jadi kamu udah boleh untuk nikah” “iya tapi rania nggak mau bernasib sama seperti anaknya pak juki, vita dan indah, ibu lihatkan vita selalu mengalami KDRT, anaknya pak juki yang sekarang sudah jadi janda, indah juga malah udah punya anak dua masih kecil sudah ditinggalkan suaminya” “ee..ee itu kan baru sebagian kecil banyak juga kok yang sampai sekarang masih langgeng” “Ibu, rania maunya kuliah bu jadi dokter supaya ada yang bantu masyarakat disini, kasihankan desa kita nggak punya dokter biar cuma satu, berobat masih selalu andalkan dukun padahal ini udah zaman modern” “APA? Kuliah? Untuk apa kamu udah belajar 12 tahun apa masih nggak cukup,, perempuan itu tugasnya dirumah, biar kamu jadi dokter sekalipun ya ujung-ujungnya bakalan kerja didapur, lagian pamali perempuan keluar kalau nggak ada mahromnya, udah nggak usah kuliah-kuliahan biar masmu (raihan) saja yang kuliah, kamu itu anak cewek tapi kok liar mau minta kuliah diluar mau jadi apa kamu nanti kamu malah jadi nggak benar di kos-kosan” “Ibu.. rania nggak mungkin kayak gitu, rania Cuma mau kuliah jadi dokter bu, Cuma jadi dokter” “kalau kamu masih mau kuliah silahkan tapi jangan anggap aku ini ibumu dan pergi dari rumah ini atau kamu nikah sama yudha dan nggak usah ungkit-ungkit masalah kuliah kalau kamu masih anggap aku ini ibumu” Air mataku lolos tanpa permisi ini pertengkaran pertamaku dengan ibuku. Sebulan usai pertengkaranku dengan ibuku aku menikah dengan mas yudha di awal pernikahan mas yudha begitu baik dan bersikap manis kepadaku.namun semua berubah sebulan setelah pernikahan kami mas yudha menjadi sangat kasar padaku sering melakukan KDRT, bahkan berulang kali mas yudha selingkuh, dan ibu mertuaku pun berubah juga aku ingat hari itu tiga bulan usia pernikahan kami mas yudha membawa windi selingkuhannya kerumah dan memperkenalkannya kepada keluarga dan aku bahwa windi akan menjadi istri kedua suamiku, aku hancur ketika mendengar pernyataannya dan anehnya ibu mertuaku justru sangat mendukung keputusan suamiku, duniaku hancur seketika ketika mas yudha dengan gampangnya mencemooh ku dihadapan keluarga dan wanita selingkuhannya “Aku malu menikah sama kamu, kamu itu kampungan masak iya aku seorang direktur menikahi perempuan yang hanya berpendidikan SMA mau taruh dimana mukaku ini ditambah sampai sekarang kamu belum hamil juga jangan-jangan kamu MANDUL” (rasanya hatiku teriris-iris mendengar omongan suamiku yang begitu ku hormati aku ingat percakapan diawal pernikahan kami aku mengungkapkan niatku untuk kuliah tapi keluarga suamiku menolak keinginanku) “lebih baik kamu ceraikan dia saja dari pada jadi aib buat kamu” (sahut ibu mertuaku” Aku terkejut mendengarnya aku menatap mas yudha dan memohon untuk tidak menceraikanku tapi semua itu sia-sia, mas yudha menjjatuhkan talaknya padaku. Aku pulang kerumah ibu dan mas raihan menceritakan semua yang terjadi padaku tapi naas ibuku terlalu shock mendengarnya dan seranga jantungnya kambuh dan selang berapa hari kemudian ibuku meninggal. Aku semakin putus asa dengan kematian ibu dan omongan-omangan orang yang terus mencibirku. setahun setelah meninggalnya ibu, dan aku mulai melanjutkan pendidikanku (kuliah) dan yang membiayai semua kuliahku adalah mas raihan aku beruntung memiliki abang sebaik dia yang selalu mensuportku, aku mengambil jurusan pendidikan biologi dan lulus dengan status cumlaude IPK 3,90 teman- teman kuliahku pun mengetahui bahwa aku berstatus seorang janda, meski diawal mereka tidak menerimaku namun secara perlahan mereka menerimaku, aku tercatat sebagai mahasiswa yang beprestasi mengikuti beberapa ajang lomba yang bergensi, pertukaran pelajar antar Negara, juara satu dalam agenda debat dan LKTI, aktif dalam organisasi aku adalah mantan ketua BEM, aku juga telah menyelesaikan gelar doctorku disalah satu universitas dinegara sakura mendapatkan beberapa beasiswa,, aku membuktikan bahwa status tidak menghalangiku untuk berprestasi aku biasa diundang menjadi motivator bagi siswa-siswa dan mahasiswa, aku dan beberapa temanku juga mendirikan perpustakan keliling, beberapa dosenku menawariku untuk mengabdi dibeberapa kampus namun aku memilih untuk mengajar didesaku membebaskan belenggu-belenggu yang mengikat dikaki para gadis desa. Tapi berbeda dengan ditengah masyarakat didesaku, karir dan kecermelanganku tak bersinar, tapi redup dengan adat istiadat yang masih begitu kental aku mengajar disalah satu sekolah di desaku diawal mengajar banyak orang tua murid yang datang kesekolah dan mempermasalahkan statusku sebagai janda, mereka merasa itu aib dan mereka khawatir bahwa aku akan memberikan pengaruh buruk kepada anak-anak mereka, dengan penuh hati-hati aku menjelaskan dan kepala sekolah dan beberapa rekan guru berusaha meyakinkan wali murid dan dengan penuh kecewa mereka mulai menerima sedikit kehadiranku disekolah maklumlah guru disekolah mayoritas berjenis kelamin laki-laki. Aku merasa miris dengan pergaulan anak muda didesaku, pergaulan mereka begitu bebas ntuk merokok dan minum-minum ditambah para gadis didesa masih mengalami hal yang pernah aku alami menikah muda, aku masih ingat saat diawal-awal aku mendekati para remaja laki-laki didesaku aku mengobrol mulai begaul dengan mereka untuk sedikit demi sedikit memahami mereka, dianta mereka banyak yang masih putus sekolah dan tidak memiliki pekerjaan, aku menawari mereka sedikit pekerjaan sebagai pengrajin kayu beberapa seniman yang kudapatkan dari kenalan semasa aku kuliah aku datangkan mereka untuk memberikan edukasi dan pelatihan kepada para remaja lelaki yang putus sekolah, diawal pertemuan kami tentu mereka sulit menerima kehadiranku tetapi secara perlahan-lahan mereka menerima dan saat ini desaku mulai terkenal sebagai desa pengrajin dan beberapa hasil dari kerajinan kami pasarkan keluar kota dan provinsi selain pembinaan yang dilakukan melalui kerajinan aku mulai menyisipkan sisi keagaman dimana seminggu sekali kami akan mengundang ustadz untuk mengisi kajian. Sedangkan untuk mengubah adat-istiadat yang beranggapan bahwa wanita tidak bisa untuk melanjutkan kuliahnya dan menikah muda, aku bekerjasama dengan aparat pemerintahan didesa untuk melakukan sosialiasi dari bidang medis, pendidikan, melakukan beberapa penyuluhan semua itu butuh perjuangan untuk bisa mencapai semua hal itu bahkan membutuhkan waktu yang cukup lama. Diawal dilakukannya sosialisasi yakni dari sekolah dengan aku sebagai salah satu pembicaranya, aku mulai membberikan gambaran terkait nikah muda, cita-cita hingga kuliah dan aku bersyukur mereka sudah mulai terbuka sedikit, selain itu tentu saja ibu-ibu dan para wali murid mendaptakan penyuluhan terkait pendidikan anak, pernikahan dini da masih banyak lainnya diawal aku mengajak para orang tua wali murid mereka menolak mentah-mentah tawaranku bahkan ada yang membantingkan pintu begitu melihatku. Aku bersyukur bahwa dengan hal yang pernah kualami dan tujuanku untuk merubah pola pemikiran masyarakat mengenai pernikahan dini mulai terkikis. Rania yang redup kini mulai bersinar, dalam usaha yang begitu menguras tenaga dan fikiran semua berbuah manis aku bahagia melihat para gadis yang kini mulai memutuskan untuk kuliah, para lelaki remaja yang mulai sibuk dengan segala aktivitas kebaikan yang bertolak belakang dengan masa lalu mereka, masyarakat yang mulai yakin bahwa pendidikan itu begitu penting, bahkan masyarakat begitu antusias dengan agenda-agenda penyuluhan dan pengajian. Inilah kisahku kisah tentang rania, kisah tentang rania yang penuh luka yang kini mulai bersinar, ini kisah tentang rania yang menentang pernikahan dini. Setiap orang berhak mengukir kisah mereka, setiap orang berhak untuk mengambil kesempatan, kesuksesan dan perubahan, orang yang sukses adalah mereka yang mau bertindak dan bergerak bukan hanya sekedar ide dan juga diam ditempat.