Anda di halaman 1dari 51

ANALISIS FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN

KUALITAS HIDUP PENDERITA KATARAK


DI KABUPATEN INDRAMAYU
TAHUN 2022

PROPOSAL PENELITIAN

Oleh
Nama : LUSI FITRIAH SARI
NIM : BMR 0200072

PRODI MAGISTER ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUNINGAN
2022
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sistem indera yang berperan penting bagi manusia adalah indera

penglihatan yaitu mata. Mata merupakan salah satu organ yang paling sempurna

karena merupakan alat optik alami yang menjadikan manusia dapat melihat obyek

dan keindahan. Mata terdiri dari beberapa bagian yang kompleks, apabila salah

satu bagian rusak atau mengalami kelainan maka dapat mengganggu sistem

penglihatan. Jika mata mengalami gangguan maka dapat menimbulkan

ketidaknyamanan dan dapat menurunkan kualitas hidup seseorang. Katarak

merupakan salah satu penyebab gangguan penglihatan dan kebutaan di seluruh

dunia.

Katarak adalah proses degeneratif berupa kekeruhan di lensa bola

mata sehingga menyebabkan menurunnya kemampuan penglihatan sampai

kebutaan. Kekeruhan ini disebabkan oleh terjadinya reaksi biokimia yang

menyebabkan koagulasi protein lensa.

Katarak bisa terjadi secara kongenital (katarak sejak lahir), namum

pada umumnya katarak terjadi karena proses degenerasi yang berhubungan

dengan penuaan atau bisa juga karena trauma dan induksi dari obat-obatan

(steroid, klorpromazin, alupurinol, amiodaron). Komplikasi dari kondisi sistemik

seperti diabetes atau penyakit mata seperti glaukoma dengan uveitis juga dapat

mempercepat terjadinya proses katarak (Kemenkes RI, 2016a, Kemenkes RI,

2016b).

Halaman 1
Sekitar 253 juta orang hidup dengan gangguan penglihatan di seluruh

dunia, di mana 36 juta orang mengalami kebutaan. Sebesar 80% gangguan

penglihatan termasuk kebutaan dapat dihindari. Secara global penyebab utama

gangguan penglihatan adalah kelainan refraksi (43%), katarak (33%). Penyebab

lainnya adalah glaukoma (2%), degenerasi makular terkait usia (Age-related

Macular Degeneration - AMD), retinopati diabetik, trakoma dan ulkus kornea

sekitar 1% dan sebesar 18% tidak dapat ditentukan. Sedangkan penyebab

kebutaan terbanyak adalah katarak yaitu sebesar 51% (WHO, 2012, WHO, 2017).

Prevalensi kebutaan yang diakibatkan oleh katarak tetap tinggi

meskipun jumlahnya menurun di beberapa wilayah di seluruh dunia. Prevalensi

kebutaan pada orang dewasa yang berusia lebih dari 50 tahun paling tinggi di

Sub-Sahara Afrika bagian barat sebesar 6,0%. Penurunan terbesar kebutaan yang

diakibatkan oleh katarak pada orang dewasa yang berusia ≥ 50 tahun sejak tahun

1990-2010 berada di wilayah Asia Timur, Amerika Latin dan Eropa Barat. Hasil

studi juga menunjukkan bahwa angka kejadian katarak lebih tinggi pada

perempuan dibandingkan laki-laki (Lee and Afshari, 2017).

Angka kebutaan di Indonesia menempati urutan ketiga di dunia.

Bahkan kebutaan di Indonesia merupakan yang terburuk di Asia dan ASEAN.

Hinggatersebut lebih tinggi dibandingkan negara-negara miskin seperti

Bangladeh (1,0%), India (0,7%), dan Thailand (0,3%) (WHO, 2012).

Hasil Riset Kesehatan Dasar tahun 2013 menunjukkan bahwa

prevalensi kebutaan di Indonesia pada penduduk usia ≥6 tahun mengalami

penurunan jika dibandingkan pada tahun 2007 yaitu dari 0,9% pada tahun 2007

Halaman 2
menjadi 0,4% pada tahun 2013. Katarak merupakan penyebab utama kebutaan di

Indonesia. Prevalensi katarak secara nasional sebesar 1,8%. Prevalensi katarak

tertinggi di Sulawesi Utara (3,7%) diikuti oleh Jambi (2,8%) dan Bali (2,7%).

Prevalensi katarak terendah ditemukan di DKI Jakarta sebesar 0,9% dan 1,1% di

Sulawesi Barat (Balitbangkes Kemenkes RI, 2013).

Sebagian besar penduduk dengan katarak di Indonesia belum

menjalani operasi katarak. Tiga alasan utama penderita katarak belum menjalani

operasi adalah karena ketidaktahuan (51,6%), ketidakmampuan (11,6%), dan

ketidakberanian (8,1%) (Balitbangkes Kemenkes RI, 2013).

Selama dua dekade terakhir, prevalensi katarak telah menurun karena

angka operasi katarak yaitu jumlah operasi per juta penduduk per tahun

mengalami peningkatan yang disebabkan karena terus melakukan perbaikan

teknik dan inisiatif operasi aktif. Namun, katarak masih tetap menjadi penyebab

utama kebutaan di negara berpenghasilan menengah dan rendah (Khanna et al.,

2011).

Kualitas hidup atau Quality of Life menurut WHO (1997) adalah

budaya terkait tujuan, harapan, standar yang ditetapkan dan perhatian seseorang.

Kualitas hidup dipengaruhi oleh kesehatan fisik, aspek psikologis, kepercayaan

diri, hubungan sosial dan juga hubungan dengan lingkungannya.

Berbagai faktor risiko yang menyebabkan terjadinya katarak yaitu

usia, paparan sinar matahari, gaya hidup, penggunaan tembakau, konsumsi

alkohol, diabetes, dan trauma pada mata (Raju et al., 2017). Demikan halnya

dengan kualitas hidup penderita gangguan penglihatan misalanya katarak

Halaman 3
dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu umur, jenis kelamin, pendidikan,

pekerjaan, tingkat sosial ekonomi, hipertensi, dukungan keluarga, serta ketajaman

penglihatan (Nutheti et al., 2006).

Chang et al. (2011) menyatakan bahwa faktor umur mempunyai

hubungan terhadap kejadian katarak. Semakin meningkatnya usia, maka sifat

lensa sebagai salah satu organ tubuh juga akan ikut berubah. Perubahan yang

terjadi salah satunya ialah meningkatnya kemampuan lensa untuk

menghamburkan cahaya matahari. Lensa menjadi keras dan keruh karena terjadi

penurunan metabolisme dalam tubuh, artinya semakin bertambahnya usia

seseorang maka risiko terjadinya penyakit katarak akan semakin besar pula. Umur

juga memiliki korelasi positif terhadap kualitas hidup pasien katarak. Penelitian

cohort oleh Fraser et al. (2013) menunjukkan hasil bahwa umur berpengaruh

terhadap kualitas hidup pasien katarak.Jenis kelamin dikaitkan dengan kejadian

katarak, dimana perempuan memiliki prevalensi dan risiko yang lebih tinggi

untuk menderita katarak dibandingkan laki-laki. Peningkatan risiko katarak pada

jenis kelamin perempuan karena efek dari berkurangnya hormon estrogen saat

menopause. Estrogen dapat melindungi lensa terhadap proses pembentukan

katarak (Lai et al., 2013).

Pendidikan merupakan faktor demografi yang dapat mempengaruhi

kualitas hidup pasien katarak. Pasien dengan tingkat pendidikan tinggi memiliki

kesehatan mental yang lebih baik daripada mereka yang memiliki tingkat

pendidikan lebih rendah. Pasien dengan tingkat pendidikan tinggi tahu lebih

banyak tentang kondisi mata, dan mencari pengobatan yang sesuai sebelum

Halaman 4
gangguan penglihatan menjadi terlalu serius (Zhu et al., 2015).

Riwayat penyakit seperti diabates melitus, hipertensi, glaukoma,

trauma mata dapat berujung pada terjadinya katarak. Hasil penelitian yang

dilakukan oleh Chua et al. (2017) menunjukkan ada hubungan antara melitus

dengan terjadinya katarak. Kelainan metabolik diabetes dapat menyebabkan

hilangnya transparansi lensa yang dapat mempengaruhi ketajaman penglihatan.

Hal ini dapat berdampak pada menurunnya kualitas hidup penderita katarak.

Data dari Dinas Kesehatan Kabupaten Indramayu berdasarkan tren

kunjungan penyakit mata tahun 2019-2022 mengalami peningkatan setiap

tahunnya. Data 10 besar penyakit mata di Dinas Kesehatan Kabupaten Indramayu

pada tahun 2021 yaitu katarak (37 %), kelainan refraksi (20%), glaucoma(4%)

dan Retinopati Diabetikum (2%), Low Vision (3%), konjungtivis (29 %),

ROP(1%), Ulkus Kornea, Uveitis, Keratitis masing-masing (5.0%). Berdasarkan

jenis kelamin, perempuan lebih banyak mengalami gangguan penglihatan yaitu

sebanyak 6936 orang. Sedangkan menurut kelompok umur, usia yang paling

banyak mengalami gangguan penglihatan yaitu kelompok umur 45->59 tahun

sebanyak 8945 orang dan yang paling sedikit kelompok umur <15 tahun

sebanyak 889 orang.

Jumlah kasus katarak di Dinas Kesehatan Kabupaten Indramayu 3

tahun terakhir (2019- 2022) selalu berada pada 10 penyakit terbesar gangguan

penglihatan dan posisi pertama dengan jumlah kasus terbanyak. Jumlah kasus

katarak tahun 2019 sebanyak 4.358 kasus, tahun 2020 sebanyak 2.959 kasus

(sedikit turun dikarenakan covid-19) dan pada tahun 2021 sebanyak 3456 kasus.

Halaman 5
Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan di Dinas Kesehatan

Kabupaten Indramayu, ditemukan beberapa responden memiliki kualitas hidup

yang buruk. Beberapa hasil penelitian menjukkan bahwa kualitas hidup pasien

katarak sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor. Penelitian ini dimaksudkan

untuk melihat hubungan beberapa faktor seperti umur, jenis kelamin, pendidikan

dan riwayat penyakit terhadap kualitas hidup pasien katarak di Kabupaten

Indramayu.

Berkaitan dengan latar belakang di atas, maka penulis tertarik untuk

melakukan penelitian mengenai Analisis Faktor Yang Berhubungan dengan

Kualitas Hidup Penderita Katarak di Kabupetan Indramayu Tahun 2022.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka rumusan masalah dalam

penelitian ini adalah :

1. “Bagaimanakah gambaran umur dengan kualitas hidup penderita

katarak di Kabupaten Indramayu Tahun 2022?”

2. “Bagaimanakah gambaran jenis kelamin dengan kualitas hidup

penderita katarak di Kabupaten Indramayu Tahun 2022?”

3. “Bagaimanakah gambaran pendidikan dengan kualitas hidup

penderita katarak di Kabupaten Indramayu Tahun 2022?”

4. “Bagaimanakah gambaran riwayat penyakit dengan kualitas hidup

penderita katarak di Kabupaten Indramayu Tahun 2022?”

5. “Bagaimanakah hubungan umur terhadap kualitas hidup penderita

Halaman 6
katarak di kabupaten Indramayu Tahun 2022?”

6. “Bagaimanakah hubungan jenis kelamin terhadap kualitas hidup

penderita katarak di Kabupaten Indramayu Tahun 2022?”

7. “Bagaimanakah hubungan pendidikan terhadap kualitas hidup penderita

katarak di Kabupaten Indramayu Tahun 2022?”

8. “Bagaimanakah hubungan riwayat penyakit terhadap kualitas hidup

penderita katarak di Kabupaten Indramayu Tahun 2022?”

9. “Bagaimanakah gambaran faktor yang paling berhubungan terhadap

kualitas hidup penderita katarak di Kabupaten Indramayu Tahun

2022?”

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Mengidentifikasi faktor-faktor yang berhubungan dengan kualitas

hidup penderita katarak di Kabupaten Indramayu Tahun 2022.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Mengidentifikasi umur dengan kualitas hidup penderita katarak di

Kabupaten Indramayu Tahun 2022.

2. Mengidentifikasi jenis kelamin dengan kualitas hidup penderita

katarak di Kabupaten Indramayu Tahun 2022.

3. Mengidentifikasi pendidikan dengan kualitas hidup penderita katarak

di Kabupaten Indramayu Tahun 2022.

4. Mengidentifikasi Riwayat penyakit dengan kualitas hidup penderita

Halaman 7
katarak di Kabupaten Indramayu Tahun 2022.

5. Mengidentifikasi hubungan umur terhadap kualitas hidup penderita

katarak di kabupaten Indramayu Tahun 2022.

6. Mengidentifikasi hubungan jenis kelamin terhadap kualitas hidup

penderita katarak di Kabupaten Indramayu Tahun 2022.

7. Mengidentifikasi hubungan pendidikan terhadap kualitas hidup

penderita katarak di Kabupaten Indramayu Tahun 2022.

8. Mengidentifikasi hubungan riwayat penyakit terhadap kualitas hidup

penderita katarak di Kabupaten Indramayu Tahun 2022.

9. Mengidentifikasi faktor yang paling berhubungan dengan kualitas

hidup penderita katarak di Kabupaten Indramayu 2022.

1.4. Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi baru bagi

penerapan ilmu pengetahuan mengenai faktor yang mempengaruhi kualitas hidup

penderita katarak dan sebagai referensi dalam mengembangkan penelitian

selanjutnya.

1.4.2 Manfaat Praktis

1. Bagi masyarakat Indramayu penelitian ini diharapkan menjadi sumber

bacaan dan informasi bagi masyarakat mengenai faktor yang

berhubungan dengan kualitas hidup pasien katarak, sehingga dapat

diterapkan dalam kehidupan dalam rangka untuk meningkatkan

Halaman 8
kualitas hidup pasien katarak yang telah menjalani operasi.

2. Bagi Dinas Kesehatan Kabupaten Indramayu dapat menjadi informasi

dan rekomendasi kepada pengambil kebijakan untuk melakukan

langkah-langkah strategis penanggulangan kebutaan.

3. Bagi Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat STIKKU dapat

menambah referensi untuk sumber-sumber rujukan bagi peneliti

selanjutnya mengenai Analisis factor resiko yang berhubungan

dengan kualitas hidup penderita katarak .

1.5 Keaslian Penelitian

Penulisan tesis dengan judul “Analisis faktor yang berhubungan

dengan kualitas hidup penderita katarak di Kabupaten Indramayu Tahun 2022 ”

adalah asli dan dilakukan oleh peneliti sendiri berdasarkan buku-buku, jurnal,

serta fakta-fakta sosial yang terjadi.

Tabel 1. Orisinalitas penelitian


Karakteristik
Peneliti
Judul Penelitian Desain Hasil
(Tahun) Subjek Instrumen
Penelitian
Fraser et al Vision, quality of life Sebanyak Data rekam medik Cohort Ada hubungan
(2013) and depressive 99 dan wawancara antara umur
symptoms after first responden menggunakan dengan kualitas
eye cataract surgery kuesioner National hidup penderita
Eye Institute Visual katarak (p<0,005)
Function
Questionnaire
Shekhawat Impact of First Eye Sebanya Menggunakan Cohort Ada hubungan
et al (2017) versus Second Eye k 328 National Eye antara umur
Cataract Surgery on responden Institute’s Visual dengan kualitas
Visual Function and Functioning hidup penderita
Quality of Life Questionnaire katarak (p=0,001)
Harutyunyan Factors Associated Sebanyak Menggunakan Cross Ada hubungan
(2017) with Vision-Related 531 National Eye sectional antara umur
Quality of Life responden Institute’s Visual dengan kualitas
Among The Adult Functioning hidup dengan
Population Living in Questionnaire gangguan

Halaman 9
Nagorno Karabagh penglihatan
(p=0.000)
Nejad et al The Impact of Visual Sebanyak Wawancara Cross Ada hubungan
(2016) Impairment on 121 menggunakan sectional antara jenis
Quality of Life responden Vision Impairment kelamin dengan
questionnaire dan kualitas hidup
kuesioner demografi penderita
gangguan
penglihatan
Fardna Factors Influencing Sebanyak Wawancara Cross Ada hubungan
(2018) Quality of Life 502 menggunakan sectional antara jenis
in Patients Followed responden WHOQoL- BREF kelamin dengan
in the Neurosonology kualitas hidup
Laboratory for
Carotid Stenosis
Danquah The Long Term Sebanyak Wawancara Cohort Ada hubungan
et al Impact of Cataract 455 kasus menggunakan antara pendidikan
(2014) Surgery on Quality of menderita WHO/PBD VF20 dengan kualitas
Life, Activities and gangguan hidup penderita
Poverty: Results from penglihatan katarak (p=0,005)
a Six Year katarak dan
Longitudinal Study in 443 kontrol
Bangladesh and the yang tidak
Philippines. mengalami
gangguan
Paudel et Papua New Guinea Sebanyak Wawancara Cross Ada hubungan
al (2015) vision-specific quality 614 menggunakan Papua sectional antara pendidikan
of life questionnaire:a Responden New Guinea dengan kualitas
new patient- reported vision-specific hidup penderita
outcome instrument to quality of life (PNG- gangguan
assess the impact of VS Qol) penglihatan
impaired vision
Essue et al A Multicenter Sebanyak Wawancara Cohort Ada hubungan
(2014) Prospective Cohort 381 menggunakan antara lama sakit
Study of Quality of Responden kuisioner, data dengan kualitas
Life and Economic rekam medik hidup penderita
Outcomes after katarak (0,004)
Cataract Surgery in
Vietnam
Essue et al A Multicenter Sebanyak Wawancara Cohort Ada hubungan
(2014) Prospective Cohort 381 menggunakan antara lama sakit
Study of Quality of Responden kuesioner, data dengan kualitas
Life and Economic rekam medik hidup penderita
Outcomes after katarak (0,004)
Cataract Surgery in
Vietnam

Perbedaan Penelitian ini dengan penelitian-penelitian sebelumnya

adalah sebagai berikut:

Halaman 10
1. Metode Penelitian terdahulu menggunakan desain Cohort, sedangkan

penelitian ini menggunakan analitik observasional dengan desain cross

sectional

2. Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan Consecutive

Sampling

3. Subjek sampel penelitian terdahulu umur < 40 thn, sedangkan penelitian ini

semua penderita katarak.

4. Variabel penelitian terdahulu meneliti satu variable, sedangkan pada penelitian

ini meneliti empat variable yang sangat berkaitan erat dengan kualitas hidup

sebagai faktor mempengaruhi yaitu umur, jenis kelamin, pekerjaan, dan

riwayat penyakit .

Halaman 11
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Umum Tentang Katarak

Katarak merupakan kelainan lensa mata yang keruh di dalam bola

mata. Kekeruhan lensa atau katarak akan mengakibatkan sinar terhalang masuk ke

dalam mata sehingga penglihatan menjadi menurun. Gumpalan protein lensa

mengakibatkan menurunkan ketajaman bayangan mencapai retina. Gumpalan

kecil tidak menganggu penglihatan dan gumpalan ini bertambah besar sehingga

perlahan-lahan penglihatan bertambah kurang. Penglihatan penderita katarak

menjadi terganggu dan bahkan bisa menjadi buta bila semakin parah dan tidak

ditangani secara baik (Ilyas, 2014).

Keadaan lensa seperti ini bukan tumor atau pertumbuhan jaringan di

dalam mata, akan tetapi merupakan keadaan lensa menjadi berkabut. Bila

kekeruhan katarak bertambah tebal, penglihatan akan menjadi keruh seperti

melihat melalui kaca jendela yang berkabut. Berat ringannya gangguan tajam

penglihatan pada penderita katarak tergantung dari derajat kekeruhan lensa

matanya. Gangguan tajam penglihatan bervariasi dari mulai kesulitan melihat

benda-benda yang kecil sampai pada kebutaan. Katarak tidak menular ke

mata yang disebabkan karena mata yang terlalu lama dipakai dan mata yang tidak

dipakai akan memperberat katarak (Ilyas, 2006).

2.2.1 Tanda dan Gejala Katarak

Katarak berkembang secara perlahan dan tidak menimbulkan nyeri.

Pasien dengan katarak mengeluh penglihatan seperti berasap dan tajam

Halaman 12
penglihatan yang menurun secara progresif. Gangguan penglihatan pada katarak

tergantung pada letak kekeruhan lensa apakah di bagian tepi, tengah atau sudah

menyeluruh. Kekeruhan lensa ini mengakibatkan lensa tidak transparan, sehingga

pupil akan berwarna putih atau abu-abu (Ilyas, 2014).

Menurut Kemenkes RI (2016a) terdapat berbagai gejala awal yang

menjadi petunjuk bahwa sesorang menderita penyakit katarak. Gejala tersebut

adalah:

1. Pandangan mata menjadi buram pada saat melihat suatu objek atau

membaca tulisan.

2. Sensitifitas terhadap cahaya atau sinar menjadi tinggi.

3. Pada saat melihat objek benda dan cahaya dengan menggunakan satu

mata saja, objek dapat terlihat seperti ganda.

4. Kesulitan melihat pada malam hari.

5. Pada saat memandang sinar matahari akan muncul lingkaran cahaya

pada penglihatan. Kecepatan terjadinya gangguan penglihatan akibat

katarak pada berbeda. Tanda yang jelas terlihat pada katarak yang

telah lanjut adalah adanya kekeruhan lensa atau warna putih pada

pupil (Ilyas, 2006).

2.2.2 Klasifikasi Katarak

Berdasarkan umur, katarak dapat diklasifikasikan, yakni :

1. Katarak kongenital

Katarak yang terjadi setelah lahir pada satu atau kedua mata. Katarak

kongenital adalah katarak yang mulai terjadi sebelum atau segera setelah lahir dan

Halaman 13
bayi berusia kurang dari satu tahun. Katarak kongenital sering ditemukan pada

bayi yang dilahirkan oleh ibu-ibu yang menderita penyakit rubella, galaktosemia,

homosisteinuri, diabetes mellitus, hipoparatirodism, homosisteinuri,

toksoplasmosis, inklusi sitomegalik, dan histopalsmosis. Penyakit lain yang

menyertai katarak kongenital biasanya merupakan penyakit-penyakit herediter

seperti mikroftalmus, aniridia, koloboma iris, keratokonus, iris heterokrimia,

lensa ektopik, displasia retina, dan megalo kornea.

2. Katarak juvenil

Katarak yang ditemukan sejak bayi atau dimasa kanak-kanak.

Kekeruhan lensa terjadi pada saat serat-serat lensa masih berkembang. Katarak

mulai terbentuk pada usia kurang dari 9 tahun dan lebih dari 3 bulan. Katarak

juvenil biasanya merupakan penyulit penyakit sistemik ataupun metabolik dan

penyakit lainnya seperti :

a. Katarak metabolik

1) Katarak diabetik dan galaktosemik (gula)

2) Katarak hipokalsemik (tetanik)

3) Katarak defisiensi gizi

4) Katarak aminoasiduria (termasuk sindrom Lowe dan

homosistinuria)

5) Penyakit Wilson

6) Katarak berhubungan dengan kelainan metabolik lain.

b. Otot Distrofi miotonik (umur 20 sampai 30 tahun)

c. Katarak traumatik

Halaman 14
d. Katarak komplikata

1) Kelainan kongenital dan herediter (siklopia, koloboma,

mikroftalmia, aniridia, pembuluh hialoid persisten,

heterokromia iridis).

2) Katarak degeneratif (dengan miopia dan distrofi

vitreoretinal), seperti Wagner dan retinitis pigmentosa,

dan neoplasma).

3) Katarak anoksik

4) Toksik (kortikosteroid sistemik atau topikal, ergot,

naftalein, dinitrofenol, triparanol, antikholinesterase,

klorpromazin, miotik, klorpromazin, busulfan, dan besi).

5) Lain-lain kelainan kongenital, sindrom tertentu, disertai

kelainan kulit (sindermatik), tulang (disostosis

kraniofasial, osteogenesis inperfekta, khondrodistrofia

kalsifikans kongenita pungtata), dan kromosom.

6) Katarak radiasi

3. Katarak senil

Katarak senil adalah jenis katarak yang paling sering dijumpai. Pada

umumnya terjadi pada usia lanjut, gejala yang biasa dirasakan adalah penglihatan

yang semakin menurun atau kabur. Perubahan lensa yang terjadi pada usia lanjut

yaitu:

a. Kapsul

1) Menebal dan kurang elastis

Halaman 15
2) Mulai presbiopia

3) Bentuk lamel kapsul berkurang atau kabur.

4) Terlihat bahan granular

b. Epitel – makin tipis

1) Sel epitel (germinatif) pada equator bertambah besar dan

berat.

2) Bengkak dan vakuolisasi mitokondria yang nyata.

c. Serat lensa

1) Lebih irregular

2) Pada korteks jelas kerusakan serat sel.

3) Brown sclerotic nucleus, sinar ultraviolet lama kelamaan

merubah protein nukleus ( histidin, triptofan, metionin,

sistein, tirosin) lensa, sedang warna coklat protein lensa

nukleus mengandung histidin dan triptofan dibanding

normal.

4) Korteks tidak berwarna karena kadar asam askorbat tinggi

dan menghalangi fotooksidasi serta sinar tidak banyak

mengubah protein pada serat muda.

Katarak senil biasanya berkembang lambat selama beberapa tahun,

kekeruhan lensa dengan nukleus yang mengeras akibat usia lanjut yang biasanya

mulai terjadi pada usia lebih dari 60 tahun.

Katarak senil secara klinik dikenal dalam 4 stadium, yaitu :

 Stadium insipien yaitu awal proses degenerasi lensa. Kekeruhan lensa

Halaman 16
terbentuk bercak-bercak. Kekeruhan yang tidak teratur. Pasien akan

mengeluh gangguan penglihatan seperti melihat ganda dengan satu

matanya. Pada stadium ini proses degenerasi belum menyerap cairan mata

ke dalam lensa sehingga akan terlihat bilik mata depan dengan kedalaman

yang normal. Iris dalam posisi biasa disertai dengan kekeruhan ringan pada

lensa. Tajam penglihatan belum terganggu.

 Stadium intumesen (imatur) yaitu pada stadium ini lensa yang degeneratif

mulai menyerap cairan ke dalam lensa sehingga menjadi cembung dan

terjadi pembengkakan. Pada stadium ini dapat terjadi miopisasi akibat lensa

mata menjadi cembung, sehingga pasien tidak menyatakan tidak perlu

kacamata sewaktu membaca dekat. Akibat lensa mata yang bengkak, iris

terdorong ke depan bilik mata dangkal dan sudut bilik mata akan sempit

atau tertutup. Pada pemeriksaan uji bayangan iris atau shadow test akan

terlihat bayangan iris pada lensa. Uji bayangan iris positif.

 Stadium matur merupakan proses degenerasi lanjut lensa. Pada stadium ini

terjadi kekeruhan seluruh lensa. Tekanan cairan di dalam lensa sudah dalam

keadaan seimbang. Tajam penglihatan menurun dan hanya tinggal proyeksi

sinar positif. Stadium ini tepat untuk melakukan operasi karena kekaburan

lensa sudah lebih padat dan lebih mudah dipisahkan dari kapsulnya.

 Stadium hipermatur terjadi proses degenerasi lanjut dan korteks lensa dapat

mencair sehingga nucleus lensa tenggelam didalam korteks lensa (katarak

morgagni). Pada stadium ini terjadi juga degenerasi kapsul lensa sehingga

bahan lensa ataupun korteks lensa yang cair keluar dan masuk kedalam bilik

Halaman 17
mata depan. Lensa terlihat lebih kecil dari pada normal, yang akan

mengakibatkan iris tremulans, dan bilik mata terbuka. Pada uji bayangan iris

terlihat positif walaupun seluruh lensa telah keruh sehingga pada stadium ini

disebut uji bayangan iris pseudopositif. Akibat bahan lensa keluar dari

kapsul, maka akan timbul reaksi pada jaringan uvea berupa uveitis. Bahan

lensa juga dapat menutup jalan keluar cairan bilik mata sehingga timbul

glaucoma facolitic.

Katarak yang tidak berkaitan dengan umur, terdapat etiologi/ faktor

risiko katarak (Ilyas, 2014, Khurana, 2007) sebagai berikut:

 Katarak Metabolik merupakan katarak yang disebabkan oleh penyakit

gangguan sistemik seperti diabetes mellitus, hipertensi, hipoparatiroid,

galaktosemia, dll.

 Katarak trauma adalah katarak yang terbentuk sesudah suatu trauma.

Trauma akibat cedera mata seperti pukulan keras, trauma tumpul atau

trauma tajam dan lain-lain yang dapat mengakibatkan kerusakan pada lensa.

 Katarak komplikata merupakan katarak akibat penyakit mata lain seperti

radang, miopia tinggi, glaukoma, ablasi retina, dll.

 Katarak toksik adalah merokok, konsumsi alkohol berat, pemakaian obat-

obatan dalam waktu lama atau bahan kimia yang bersifat racun pada mata

seperti kortikosteroid, miotonik, dll.

 Katarak radiasi, katarak yang terjadi akibat radiasi sinar UV.

Adapun terdapat 3 tipe katarak, yakni ;

 Katarak nuklear yaitu bentuk katarak yang sangat umum. Kekeruhan

Halaman 18
terutama pada nukleus inti yang terletak dibagian sentral lensa.

 Katarak kortikal yaitu katarak atau kekeruhan lensa yang terbentuk pada

korteks lensa. Diabetes mellitus akan mengakibatkan katarak kortikal ini.

 Katarak subkapsular, biasanya mulai di bagian belakang lensa.

2.2.3 Faktor Risiko Katarak

1. Penuaan

Lensa mata mempunyai bagian yang disebut pembungkus lensa atau

kapsul lensa, korteks lensa yang terletak antara nukleus lensa atau inti lensa

dengan kapsul lensa. Pada anak dan remaja nukleus bersifat lembek sedang pada

orang tua nukleus ini menjadi keras. Dengan menjadi tuanya seseorang, maka

lensa mata akan kekurangan air dan menjadi lebih padat. Lensa akan menjadi

keras pada bagian tengahnya, sehingga kemampuannya memfokuskan benda

dekat berkurang. Dengan bertambahnya usia, lensa mulai berkurang

kebeningannya, keadaan ini akan berkembang dengan bertambah beratnya

katarak.

Seiring dengan pertambahan usia, lensa akan mengalami penuaan

juga. Keistimewaan lensa adalah terus menerus tumbuh dan membentuk serat

lensa dengan arah pertumbuhannya yang konsentris. Tidak ada sel yang mati

ataupun terbuang karena lensa tertutupi oleh serat lensa. Akibatnya, serat lensa

paling tua berada di pusat lensa (nukleus) dan serat lensa yang paling muda berada

tepat di bawah kapsul lensa (korteks). Dengan pertambahan usia, lensa pun

bertambah berat, tebal, dan keras terutama bagian nukleus. Pengerasan nukleus

lensa disebut dengan nuklear sklerosis. Selain itu, seiring dengan pertambahan

Halaman 19
usia, protein lensa pun mengalami menjadi tidak larut air dan beragregasi

membentuk protein dengan berat molekul yang besar. Hal ini menyebabkan

transparansi lensa berkurang sehingga lensa tidak lagi meneruskan cahaya tetapi

malah mengaburkan cahaya dan lensa menjadi tidak tembus cahaya.

2. Sinar Ultraviolet

Banyak ilmuan yang sekarang ini mencurigai bahwa salah satu

sumber radikal bebas penyebab katarak adalah sinar ultraviolet yang terdapat

dalam jumlah besar di dalam sinar matahari. Memang sudah diketahui bahwa

radiasi ultraviolet menghasilkan radikal bebas di dalam jaringan. Jaringan di

permukaan mata yang transparan sangat peka terhadap sinar ultraviolet. Pada

mereka yang mempunyai riwayat terpajan sinar matahari untuk waktu lama dapat

mempercepat terjadinya katarak.

3. Radikal Bebas

Mekanisme terjadinya katarak karena penuaan memang masih

diperdebatkan, tetapi telah semakin nyata bahwa oksidasi dari protein lensa adalah

salah satu faktor penting. Serat-serat protein yang halus yang membentuk lensa

internal itu sendiri bersifat bening. Kebeningan lensa secara keseluruhan

bergantung pada keseragaman penampang dari serat-serat ini serta keteraturan

dan kesejajaran letaknya di dalam lensa. Ketika protein rusak,

meneruskan cahaya secara merata, tetapi menyebabkan cahaya terpencar dan

bahkan terpantul. Hasilnya adalah kerusakan penglihatan yang parah (Youngson,

2005).

Kerusakan protein akibat elektronnya diambil oleh radikal bebas dapat

Halaman 20
mengakibatkan sel-sel jaringan dimana protein tersebut berada menjadi rusak

yang banyak terjadi adalah pada lensa mata sehingga menyebabkan katarak

(Kumalaningsih, 2006). Pandangan yang mengatakan bahwa katarak karena usia

mungkin disebabkan oleh kerusakan radikal bebas memang tidak langsung, tetapi

sangat kuat dan terutama didasarkan pada perbedaan antara kadar antioksidan di

dalam tubuh penderita katarak dibandingkan dengan mereka yang memiliki lensa

bening.

4. Penyakit sistemik seperti diabates

Diabetes melitus dapat menyebabkan berbagai macam komplikasi,

salah satunya adalah katarak. Dengan meningkatnya kadar gula darah, maka

meningkat pula kadar glukosa dalam akuos humor. Glukosa dari akuos masuk ke

dalam lensa dengan cara difusi, maka kadar glukosa dalam lensa juga meningkat.

Sebagian glukosa tersebut dirubah oleh enzim aldose reduktase menjadi sorbitol,

yang tidak di metabolisme tetapi tetap berada dalam lensa (American Academy

of Oftalmology, 2008). Peningkatan enzim aldose reduktase dapat

mereduksi gula menjadi sorbitol, hal ini lama-kelamaan akan menjadi keruh

dan menimbulkan katarak (Pollreisz and Schmidt-Erfurth, 2010).

5. Myopia

Pada penderita myopia dijumpai peningkatan kadar MDA dan

penurunan kadar glutation tereduksi sehingga memudahkan terjadinya kekeruhan

pada lensa (American Academy of Oftalmology, 2007)

6. Merokok

Kerusakan lensa pada katarak adalah kerusakan akibat oksidasi pada

Halaman 21
protein lensa. Rokok kaya akan radikal bebas dan substansi oksidatif lain seperti

aldehid. Kita tahu bahwa radikal bebas dari asap rokok dapat merusak protein.

Dilihat dari semua ini, tidaklah mengherankan bahwa perokok lebih rentan

terhadap katarak dibanding dengan yang bukan perokok.

7. Trauma

Trauma dapat menyebabkan kerusakan langsung pada protein lensa

sehingga timbul katarak. Kerusakan lensa akibat trauma pada kapsul lensa yang

dapat menyebabkan katarak. Trauma katarak dapat meliputi sebagian atau seluruh

lensa. Trauma mata yang paling sering dijumpai adalah cedera tumpul pada bola

mata akibat terkena peluru senapan angin, anak panah, batu, benturan, dan

terkena obyek yang berterbangan. Obyek yang pasir/kerikil dari proses

penggurindaan (grinding), atau terkena bahan kimia, dll memiliki peran terhadap

terjadinya katarak (Ilyas, 2014).

8. Infeksi

Uveitis kronik sering menyebabkan katarak. Pada uveitis sering

dijumpai sinekia posterior yang menyebabkan pengerasan pada kapsul anterior

lensa.

9. Obat-obat-obatan seperti kortikosteroid

Penggunaan steroid jangka panjang dapat meningkatkan resiko

terjadinya katarak. Jenis katarak yang sering pada pengguna kortikosteroid adalah

katarak subkapsular.

2.2.4 Patogenesis

Patogenesis terjadinya katarak adalah multifaktorial. Berat dan tebal

Halaman 22
lensa akan meningkat sesuai pertambahan umur dengan kekuatan akomodasi lensa

yang semakin menurun. Lapisan korteks baru akan terus bertambah dan terbentuk

secara konsentris, sehingga nukleus lensa terkompresi dan menjadi keras

(sklerosis). Protein lensa akan berubah dan terjadi agregasi menjadi protein

dengan berat molekul tinggi. Agregasi protein menyebabkan fluktuasi indeks

refraksi lensa, hamburan sinar dan berkurangnya transparansi lensa. Perubahan

protein lensa akan memproduksi pigmen, sehingga lensa berubah menjadi

kuning sampai cokelat sesuai pertambahan usia. Pertambahan meningkatkan

konsentrasi sodium dan kalsium serta meningkatkan hidrasi lensa.

2.2.5 Pengobatan Katarak

Ada beberapa cara untuk mendiagnostik katarak antara lain :

 Keratometri

 Oftalmoskop

 A-Scan Ultrasoundm (Echography)

 Hitung sel endotel

Adapun pengobatan katarak adalah sebagai berikut (Ilyas,2014) :

 Gejala dapat dikurangi dengan memakai kacamata antiglare, dan kaca

pembesar.

 Pembedahan/ operasi katarak, dilakukan untuk mengeluarkan lensa yang

keruh, apabila tidak dioperasi maka akan terjadi kebutaan total.

2.2.6 Pencegahan Katarak

1. Pencegahan Primer

Pencegahan primer adalah usaha mencegah timbulnya katarak dengan

Halaman 23
menghilangkan (melindungi) tubuh dari faktor-faktor yang dapat menimbulkan

katarak. Sampai saat ini belum ditemukan obatyang dapat mencegah timbulnya

katarak. Beberapa penelitian sedang dilakukan untuk memperlambat proses

bertambah keruhnya lensa untuk menjadi katarak. Beberapa faktor yang perlu

dihindari sinar ultra violet B dari matahari, efek racun dari rokok, alkohol, gizi

kurang, kekurangan vitamin E dan radang menahun di bola mata. Obat-obatan

tertentu juga dapat berkontribusi untuk timbulnya katarak, yaitu : beta metason,

kloroquin, klorpomazin, kortison, ergotamine, indometasin dan beberapa obat

lain. Selain itu, makan makanan yang dapat melindungi kelainan degeneratif pada

mata dan anti oksidan seperti vitamin C, zink dan selenium serta tumbuh-

tumbuhan yang kaya akan bioflavonoid (buah jeruk, stroberry, cery, anggur,

pepaya, melon dan tomat).

2. Pencegahan Sekunder

Pencegahan sekunder berupa usaha untuk mencegah timbulnya

kerusakan mata lebih lanjut dengan mengidentifikasi kelompok populasi beresiko

tinggi. Pada usia 40 tahun, sebaiknya mata diperiksa setiap tahun untuk

menemukan kelainan mata, termasuk katarak. Bila terdapat keluhan yang

mencurigakan adanya katarak, maka sebaiknya dilakukan pemeriksaan yang

seksama oleh seorang dokter.

Menurut Vaughan D dan Asbury T, Sebagian besar katarak tidak

dapat dilihat oleh pengamatan awam sampai kekeruhannya cukup padat (matur

atau hipermatur) yang menyebabkan kebutaan. Walaupun demikian, katarak

stadium dini dapat dipantau degan oftalmoskop, loop (kaca pembesar) atau

Halaman 24
lampu celah (slit lamp).

Banyak pasien katarak yang datang untuk melakukan pemeriksaan

setelah mengalamai gejala berkurangnya kemampuan dalam melihat dan sudah

mengganggu aktifitas kesehariannya. Pasien tersebut harus menjalani

pemeriksaan penglihatan yang komprehensif dengan perhatian khusus

diberikan kepada pemeriksaan lensa mata (American Academy of Oftalmology,

2010). Katarak harus dicurigai bila refleks merah tidak mudah terlihat dengan

oftalmoskop langsung. Ruang pupil setelah muncul gelap akan terlihat abu-abu

atau putih, tergantung pada jenis dan tahap kegelapan lensa. Katarak dapat

terdiagnosa dengan mudah menggunakan ophtalmoscope langsung jika pupil

melebar, namun penentuan akurat jenis dan tingkat perubahan lensa

memerlukan pemeriksaan lampu celah.

Ruang anterior atau rongga vitreous mengalami perdarahan dan

inflamasi, membran pupil dan tumor segmen posterior juga dapat mengaburkan

refleks merah.

Bila penglihatan tergangu sehingga menggangu kegiatan sehari-hari

maka tidak ada alasan untuk tidak meklakukan operasi katarak. Khusus untuk

katarak yang belum perlu dibedah maka ada beberapa hal yang perlu dilakukan

oleh penderita untuk mempertajam kondisinya, yaitu:

a. Penerangan pada saat membaca yang sesuai dengan keadaan

katarak. Mata kadang-kadang melihat benda terlalu silau.

b. Cegah sinar matahari langsug menghadap ke mata karrna akan

mengakibakan penglihatan kabur pada katarak dengan manik-

Halaman 25
manik kecil.

c. Pakai televisi yang dapat melindungi mata dari cahaya langsung.

d. Kaca mata berwarna kadang-kadang dapat mengurangi silau.

e. Pada saat menonton televisi hindari sinar yang cahayanya

datang dari arah yang sama.

f. Pada saat membaca sebaiknya sinar datang atau berada di

bagain belakang kepala.

3. Pencegahan Tersier

Pencegahan tersier dalah usaha untuk mencegah timbulnya komplikasi

akibat katarak dan pengobatannya. Setelah pembedahan mata perlu mendapatkan

obat tetes mata selama beberapa minggu. Mata selama 2-4 minggu perlu

diilindungi sewaktu tidur untuk mencegah kecelakaan pada mata tanpa disadari.

Perbaikan yang nyata akan dirasakan nyata pada hari berikutnya setelah

pembedahan mata. Penyembuhan sempurna akan didapatkan setelah 4-5 minggu.

Pemeriksaan ulang perlu dilakukan secara teratur. Bila mata telah sembuh

diperlukan kacamata utuk melihat dekat.

a. Kacamata pasca bedah

Lensa keruh yang dikeluarkan setelah pembedahan diperlukan pada

bintik kuningan sehingga penglihatan menjadi tegas dan jelas.

b. Lensa kontak pasca bedah

Lensa kontak dengan ukuran tertentu dapat dipergunakan sebagai

pengganti lensa mata untuk melihat jauh. Lensa kontak sebagai lensa penggganti

setelah katarak dikeluarkan akan lebih bermanfaat untuk penglihatan. Akan tetapi,

Halaman 26
pemasangannya pada mata orang usia lanjut akan mendapatkan kesukaran. Pada

keadaan tertentu lensa kontak tidak dapat dipergunakan seperti pada mata sakit,

berair, merah dan silau.

c. Lensa tanam intraokular

Biasanya setelah lensa dikeluarkan maka ditanam lensa pengganti ke

dalam mata. Lensa ini dinamakan lensa tanam intraokular. Pemasangan lensa

dalam mata ini akan memberikan keuntungan berupa segera dapat menyesuaikan

diri terhadap lingkungan karena lensa intraokular menggantikan kedudukan lensa

katarak yang dikeluarkan.

2.2 Tinjauan Umum Tentang Kualitas Hidup

2.2.1 Defenisi Kualitas Hidup

Quality of life (QoL) menurut WHO Instrument Group adalah

adalah suatu persepsi individu terhadap keberadaan atau posisinya mereka

hidup dan berkaitan dengan tujuan, harapan, standar, dan kepentingan masing-

masing. Quality of life merupakan suatu konsep luas yang terpengaruh secara

kompleks oleh status kesehatan fisik seseorang, status psikologis, tingkat

kemandirian, hubungan sosial, dan hubungan mereka terhadap lingkungan mereka

yang penting (WHO, 1997).

Kualitas hidup adalah refleksi dari kesejahteraan seseorang, kemampuan

untuk menjalankan hidup yang bahagia. Kualitas hidup mencakup dimensi kemampuan

fisik, kesehatan mental, persepsi kesehatan secara umum, fungsi sosial, dan kemandirian.

Masing- masing individu mempunyai komponen kualitas hidup yang berbeda- beda

(Skalicky et al., 2012).

Halaman 27
Menurut gagasan ilmiah secara umum, kualitas hidup adalah multidimensi

yang tidak bisa langsung diukur tetapi hanya dapat ditampilkan dalam komponen tunggal

(Augustin et al., 2013). Kualitas hidup meliputi bagaimana individu mempersepsikan

kebaikan dari beberapa aspek kehidupan mereka. Kualitas hidup dalam mempertahankan

individu yang lebih luas merupakan faktor yang penting dalam memastikan bahwa orang

tersebut dapat hidup dengan baik dengan perawatan dan dukungan hingga datangnya

kematian (Bowling, 2014). Theofilou (2013) menjelaskan bahwa kualitas hidup

merupakan konsep yang luas meliputi bagaimana individu mengukur emosional

individu dalam peristiwa kehidupan, disposisi, kepuasan hidup, kepuasan dengan

pekerjaan dan hubungan pribadi.

Kualitas hidup diukur dengan menggunakan instrumen yang dirancang dan

diuji khusus. Instrument ini mengukur kemampuan seseorang untuk berfungsi dalam

tugas-tugas biasanya dengan normal dalam kehidupan. Mengukur kualitas hidup terkait

kesehatan dapat membantu menentukan beban penyakit yang dapat dicegah, luka dan

cacat serta dapat memberikan wawasan baru yang berharga ke dalam hubungan antara

kualitas hidup terkait kesehatan dan faktor risiko. Analisis data surveilans kualitas hidup

terkait kesehatan dapat mengidentifikasi subkelompok dengan kesehatan yang dirasakan

relatif buruk dan membantu memandu intervensi untuk meningkatkan situasi mereka dan

mencegah konsekuensi yang lebih serius. Interpretasi dan publikasi data ini dapat

membantu mengindetifikasi kebutuhan kebijakan kesehatan dan undang-undang

membantu mengalokasikan sumber daya berdasarkan kebutuhan yang tak terpenuhi,

mengarahkan pengembangan rencana strategis, dan membantu efektivitas intervensi

masyarakat luas.

Kualitas hidup terkait kesehatan merupakan suatu variabel abstrak. Kualitas

hidup mengandung dua komponen yaitu ungkapan subjektif atau persepsi seseorang dan

Halaman 28
komponen objektif. Data objektif yang diukur adalah status kesehatan seseorang.

Ungkapan subjektif menggunakan sekumpulan pertanyaan yang terangkum dalam

sebuah kuesioner. Jawaban dari orang tersebut kemudian dikonversi menjadi suatu

nilai/skala sehingga bisa diukur secara objektif (Rochmayanti, 2013).

2.2.2 Dimensi Kualitas Hidup

Menurut WHOQOL-BREF (1996) aspek-aspek yang dapat dilihat

dari kualitas hidup, seperti:

1. Kesehatan Fisik

Kesehatan fisik, seperti nyeri dan ketidaknyamanan, tidur dan

beristirahat, tingkat energi dan kelelahan, mobilitas, aktivitas sehari-hari,

kapasitas dalam bekerja, dan ketergantungan pada obat dan perawatan medis.

Kesehatan fisik dapat mempengaruhi kemampuan individu untuk melakukan

aktivitas. Aktivitas yang dilakukan individu akan memberikan pengalaman-

pengalaman baru yang merupakan modal perkembangan ke tahap selanjutnya.

2. Kesehatan Psikologis

Kesehatan psikologis, seperti, berfikir; belajar; mengingat; dan

konsentrasi, harga diri, penampilan dan citra tubuh, perasaan negatif, perasaan

positif serta spiritualitas. Aspek psikologis terkait dengan keadaan mental

individu. Keadaan mental mengarah pada mampu atau tidaknya individu

menyesuaikan diri terhadap berbagai tuntutan perkembangan sesuai dengan

kemampuannya, baik tuntutan dari dalam diri maupun dari luar dirinya.

3. Hubungan Sosial

Hubungan sosial, seperti hubungan pribadi, aktivitas seksual dan

dukungan sosial. Aspek hubungan sosial yaitu hubungan antara dua individu atau

Halaman 29
lebih dimana tingkah laku individu tersebut akan saling mempengaruhi.

Mengingat manusia adalah mahluk sosial maka dalam hubungan sosial ini,

manusia dapat merealisasikan kehidupan serta dapat berkembang menjadi

manusia seutuhnya.

4. Lingkungan

Lingkungan, seperti kebebasan; keselamatan fisik dan keamanan,

lingkungan rumah, sumber keuangan, kesehatan dan kepedulian sosial, peluang

untuk memperoleh keterampilan dan informasi baru, keikutsertaan dan peluang

untuk berekreasi, aktivitas di lingkungan, transportasi. Aspek lingkungan yaitu

tempat tinggal individu, termasuk di dalamnya keadaan, ketersediaan tempat

tinggal untuk melakukan segala aktivitas kehidupan, termasuk didalamnya adalah

saran dan prasarana yang dapat menunjang kehidupan.

2.2.3 Kualitas Hidup Berhubungan dengan Penglihatan

National Eye Institute Visual Function Questionnaire 25 (NEI-

VFQ25) adalah salah satu kuesioner fungsi visual yang paling banyak digunakan.

Berkurang dari format asli versi 51 item, reliabilitas dan validitas NEI VFQ-25

dapat dibandingkan dengan versi yang lebih panjang. Kuesioner ini telah

digunakan dalam survey mata berbasis populasi yang besar dan telah divalidasi

dalam beberapa bahasa.

Sebelum VF-25 diperkenalkan, pada awalnya digunakan VF-51 yang

berusaha mengukur pengaruh penglihatan pada berbagai dimensi kualitas hidup

seperti kesejahteraan secara emosional dan fungsi social. Namun, beberapa umpan

balik dari pengguna menyatakan bahwa versi yang lebih singkat sangat diperlukan

Halaman 30
untuk riset dan klinis. NEI VFQ memiliki kandungan yang multidimensi,

reliabilitas, dan validitas yang baik dan dapat diselesaikan dalam waktu yang

sesingkat mungkin.

Dua puluh lima pertanyaan dalam NEI VFQ dikelompokkan dalam 12

sub-skala (termasuk kesehatan umum, penglihatan umum, nyeri mata, aktivitas

dekat, aktivitas jauh, fungsi sosial, kesehatan mental, kesulitan peran,

ketergantungan, mengemudi, penglihatan warna, dan lapang pandang perifer).

Tiap subskala dihitung berdasarkan metode yang telah dijelaskan oleh

pengembang NEI-VFQ dan dapat berkisar dari 0 sampai 100, dimana 0 adalah

paling buruk dan 100 menunjukkan tidak ada ketidakmampuan berhubungan

dengan penglihatan.

Coleman et al. (2002) melakukan pengukuran kualitas hidup dengan

menggunakan kuesioner VFQ-25, karena kuesioner ini akan memberikan data

yang reproducible dan sahih, terutama jika digunakan pada berbagai kondisi

dengan berbagai tingkat keparahan penyakit mata. NEI-VFQ25 sensitif terhadap

pengaruh katarak senilis, degenerasi macula, kehilangan lapang pandang dan low

vision dengan berbagai sebab. Kuesioner ini juga banyak dipilih karena spesifik.

Kuesioner ini memiliki validitas isi yang didapat dari berbagai penelitian dan dari

hasil konsultasi terhadap pasien dan ahli low vision. Kuesioner ini memiliki hal-

hal (item) yang berkaitan dengan aktivitas harian, fungsi social, dan cara

mengatasi vision loss.

2.3 Tinjauan Umum Faktor Yang Behubungan Dengan Kualitas Hidup


Penderita Katarak

Halaman 31
2.3.1 Umur

Bolton et al. (2014) mengatakan bahwa umur merupakan salah satu

faktor yang dapat mempengaruhi kualitas hidup seseorang. Secara umum, umur

mempengaruhi kematangan psikologis dari seseorang.

Chang et al. (2011) menyatakan bahwa faktor umur mempunyai

hubungan terhadap kejadian katarak. Semakin meningkatnya usia, maka sifat

lensa sebagai salah satu organ tubuh juga akan ikut berubah. Perubahan yang

terjadi salah satunya ialah meningkatnya kemampuan lensa untuk

menghamburkan cahaya matahari. Lensa menjadi keras dan keruh karena terjadi

penurunan metabolisme dalam tubuh, artinya semakin bertambahnya usia

seseorang maka risiko terjadinya penyakit katarak akan semakin besar pula. Umur

juga memiliki korelasi positif terhadap kualitas hidup pasien katarak.

Umur juga memiliki korelasi positif terhadap kualitas hidup pasien

katarak. Penelitian cohort oleh Fraser et al. (2013) menunjukkan hasil bahwa

umur berpengaruh terhadap kualitas hidup pasien katarak.

2.3.2 Jenis Kelamin

Menurut Hungu (2007) jenis kelamin (seks) adalah perbedaan antara

perempuan dengan laki-laki secara biologis sejak lahir. Perbedaan biologis dan

fungsi biologis laki-laki dan perempuan tidak dapat dipertukarkan diantara

keduanya, dan fungsinya tetap dengan laki-laki dan perempuan pada segala ras

yang ada di muka bumi. Prevalensi penderita katarak lebih banyak ditemukan

pada perempuan dibandingkan laki-laki. Hal ini dikaitkan dengan usia harapan

hidup perempuan yang lebih lama dimana jumlah perempuan usia lanjut yang

Halaman 32
lebih banyak. Peningkatan risiko katarak pada jenis kelamin perempuan karena

efek dari berkurangnya hormon estrogen saat menopause. Estrogen dapat

melindungi lensa terhadap proses pembentukan katarak (Lai et al., 2013).

Dear (2002), Roysamb (2003) mengatakan bahwa wanita memiliki kualitas

hidup yang lebih rendah dibandingkan laki-laki. Namun hal berbeda ditunjukkan oleh

(Campos et al., 2014) yang menyatakan bahwa wanita dengan kesehatan fisik dan

psikososial yang baik cenderung memiliki kualitas hidup yang lebih baik.

Hasil penelitian Ahmad et al. (2016) menyatakan bahwa ada hubungan

antara jenis kelamin dengan kualitas hidup. Kesehatan mental pada perempuan lebih

rendah daripada laki-laki. Perempuan berisiko mengalami depresi lebih besar daripada

laki-laki. Perbedaan yang terjadi dapat terjadi dikarenakan coping strategies laki-laki dan

perempuan yang berbeda. Pria cenderung berfokus pada masalah yang terjadi sedangkan

wanita lebih fokus pada emosi saat menghadapi masalah sehingga wanita lebih cenderung

mempunyai emosi negatif yang dalam jangka waktu lama dapat menyebabkan stress dan

menurunnya kualitas hidup. Secara biologis, perempuan lebih berpeluang mengalami

stres karena adanya dysregualted pitutary- hipotalamus-adrenal axis (HPA) untuk

merespon stres lebih baik laki- laki.

2.3.3 Pendidikan

(Moons et al., 2004) mengatakan bahwa tingkat pendidikan adalah

salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kualitas hidup subjektif. Penelitian

yang dilakukan oleh Noghani, Asgharpour, Safa, dan Kermani (2007)

menemukan adanya pengaruh positif dari pendidikan terhadap kualitas hidup

subjektif namun tidak banyak.

Onakoya et al. (2012) mengemukakan bahwa semakin tinggi

Halaman 33
pendidikan maka akan semakin baik kualitas hidupnya. Semakin tinggi

pendidikan, maka seseorang memiliki pemahaman yang baik mengenai penyakit

yang dideritanya.

Moons et al. (2004), Abrori (2017) menyatakan bahwa tingkat

pendidikan adalah salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kualitas hidup.

Kualitas hidup akan meningkat seiring tingkat pendidikan individu. Seseorang

yang mempunyai pendidikan lebih tinggi mempunyai kemampuan belajar lebih

cepat dan pada umumnya memiliki basis pengetahuan yang lebih luas yang dapat

membantu memperkuat informasi baru. Hasil penelitian serupa oleh Sharma et al.

(2014), pengetahuan merupakan domain untuk membentuk tindakan. Penderita

berpendidikan tinggi memiliki pengetahuan lebih luas sehingga dapat mengontrol

diri dalam mengatasi masalah yang dihadapi.

Tingkat pendidikan juga mempengaruhi matangnya perubahan diri

seseorang untuk menerima pengaruh luar yang positif terkait dengan informasi

kesehatan sehingga dengan mudahnya penerimaan informasi tersebut, akan

memudahkan penderita DM tipe 2 melakukan manajemen perawatan

(Meidikayanti and Wahyuni, 2017).

2.3.4 Riwayat Penyakit

Riwayat penyakit yang diderita pasien dapat mempengaruhi waktu

kesembuhan, seperti jika pasien menderita penyakit diabetes mellitus. Adanya

riwayat penyakit kronis, menurut karakteristik sosiodemografi, berkaitan dengan

semakin menurun kualitas hidupnya. Hal ini berhubungan dengan penurunan

kemampuan fisik, sosial dan mental lansia sehingga semakin tua mereka, semakin

Halaman 34
cenderung tidak dapat melakukan berbagai macam hal yang berperan dalam

pemenuhan maupun yang dapat meningkatkan kualitas hidupnya.

Riwayat penyakit seperti diabates melitus, hipertensi, glaukoma,

trauma mata dapat berujung pada terjadinya katarak. Hasil penelitian yang

dilakukan oleh Chua et al. (2017) menunjukkan ada hubungan antara diabetes

melitus dengan terjadinya katarak. Kelainan metabolik diabetes melitus dapat

menyebabkan hilangnya transparansi lensa yang dapat mempengaruhi ketajaman

penglihatan. Hal ini dapat berdampak pada menurunnya kualitas hidup penderita

katarak.

2.4 Kerangka Teori

Gambar 2.1. Kerangka Teori Kualitas Hidup Katarak

Halaman 35
Diadaptasi dan dimodifikasi dari Ilyas (2008), Pujiyanto (2004), dan Stelmack et al.
(2003)

Halaman 36
U
p
tH
y
w
R
k
d
P
la
K
is
3.1

n
e
J
r
u
m Kerangka Konsep
BAB III

KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL, DAN

HIPOTESIS

Kualitas hidup penderita katarak adalah persepsi atau pandangan

subjektif penderita katarak terhadap kesehatan umum dan kesehatan mata,

hambatan dalam beraktivitas, dan respon terhadap gangguan penglihatan yang

dialami. Kualitas hidup diukur menggunakan kuesioner The National Eye

Institute-Visual Function Questionnaire 25 (NEI-VFQ 25).

Keterangan:

Variabel
Terikat
Gambar 3.1 Kerangka Konsep

Variabel
Bebas

Halaman 37
Kriteria Objektif :

Baik : Bila responden mendapatkan skor ≥ 50

Buruk : Bila responden mendapatkan skor <50

3.2 Definisi Operasional

No Penelitian
1. Judul Faktor-Faktor yang berhubungan dengan kejadian penyakit
katarak di pola mata RSUP Prof.Dr. R.D Kandaun Manado
Peneliti Astria Mo'otapu, Sefti Rompas, Jeavery Bawotong
Subjek Semua pasien yang menderita penyakit katarak khususnya di
poli mata RSUP Prof.Dr.R.D Kandou Manado
Metode Restrospektif
Hasil Hasil Penelitian uji statistik menggunakan uji Chi Square
pada tingkat kemaknaan 95% (α ≤ 0,05),menunjukkan bahwa
ada ada hubungan antara jenis kelamin dengan katarak dengan
nilai p value = 0,003, usia dengan katarak dengan nilai p value
= 0,033 , dan kebiasaan merokok dengan katarak dengan nilai
p value = 0,010.
2. Judul Prevalence, Risk Factors, and Impact of Undiagnosed
Visually Significant Cataract: The Singapore Epidemiology
Of Eyes Disease Study
Peneliti Jacqueline Chua, Blanche Lim, Eva K. Fenwick, Alfred Tau
Liang Gan, Ava Berkah Tan, Ecosse Lamoureux, Paul
Mitchell, Jie Jin Wang, Tien Yin Wong, Ching-Yu Cheng
Subjek 8.697 orang dewasa dari Melayu, Indian, dan etnis Tionghoa
berumur > 40 bertahun-tahun
Metode Analitik Observasional
Hasil Antara itu 925 peserta dengan secara visual penting katarak,
636 (68,8%) adalah tidak sadar dari milik mereka katarak
status. Standar usia prevalensi bervariasi menurut ke etnis,
dengan Melayu memiliki lebih tinggi tarif dibandingkan Cina
dan orang India. Faktor mandiri terkait dengan memiliki tidak
terdiagnosis secara visual penting katarak adalah: Melayu
etnis, lebih rendah mendidik- nasional pencapaian, di
pekerjaan, dan tanpa sebuah sejarah dari diabetes (semua
P<0,05). Di itu dengan tidak terdiagnosis secara visual
penting katarak, setengah telah bilateral visual gangguan,
yang dulu secara signifikan terkait dengan 24,8% lebih miskin
visual berfungsi dibandingkan ke itu dengan sepihak visual
gangguan (P<0,001).

Halaman 38
3. Judul Faktor-faktor yang mempengaruhi Katarak Senilis di Wilayah
Kerja Puskesmas Modayag Kabupaten Bolaang Mongondow
Timur
Peneliti Volta R. Lukas, Sofietje B. Pangkerego, Rooije R.H Rumende
Subjek Semua pasien katarak senilis di Wilayah Kerja Puskesmas
Modayag Kabupaten Bolaang Mongondow Timur tahun 2017
Metode Komparatif (kohort)
Hasil Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa faktor usia, jenis
kelamin dan pekerjaan berpengaruh terhadap kejadian katarak
senilis dengan nilai signifikan 0,00 artinya 0,00 < dari α =
0,01 (1%).
4. Judul Analisis Faktor-Faktor Risiko Kejadian Katarak di Daerah
Pesisir Kendari
Peneliti Alfi Laila, Ilyas Raupong, Juminten Saimin
Subjek Populasi penelitian ini adalah seluruh pasien katarak dewasa
dan pasien non katarak yang berkunjung di puskesmas Abeli,
Nambo dan Mata yang tercatatat dalam buku registrasi rekam
medik dalam kurun waktu tahun 2015 hingga oktober 2016
Metode Analitik Observasional
Hasil Hasil penelitian menunjukkan bahwa pekerjaan, pendapatan,
dan pendidikan merupakan faktor risiko terjadinya katarak
yang bermakna secara statistik. Kebiasaan merokok dan
minum alkohol merupakan faktor risiko terjadinya katarak
yang belum bermakna secara statistik. Hasil uji bivariat untuk
pekerjaan adalah OR:2.908 (CI95%:1.031-8.204), pendapatan
OR:3.067 (CI95%:1.053-8.934), pendidikan OR:3.431
(OR95%:1.100-10.704), merokok OR:1.816 (IC95%: 0.616-
5.355) dan alkohol ATAU: 2.467 (IC95%:0.733-8.369)
5. Judul Pengaruh Faktor Risiko Terjadinya Katarak Terhadap Katarak
Senil Pada Petani di Wilayah Kerja Puskesmas Tempurejo
Kabupaten Jember
Peneliti Agung Sudrajat, Al-Munawir, Supangat
Subjek Populasi dalam penelitian adalah kasus katarak berdasarkan
file record kesehatan indra di puskesmas Tempurejo dan
petani yang tinggal di wilayah kerja puskesmas Tempurejo
Metode Analitik Observasional
Hasil Hasil penelitian pada petani menunjukan bahwa petani
perempuan 2,8 kali (95%C1 1.221-6.423), petani
berpendidikan dan berpengetahuan rendah 2.7 kali (95%C1
1.163-6.552) dan 2.7 kali (95%C1 1.217-6.366), petani
berstatus sosial ekonomi kurang 3.2 kali (95%C1 1.309-
7.898). Petani memiliki riwayat hipertensi 1.9 kali (95%C1
0.764-5.081), petani dengan status mantan/perokok 1.6 kali
(95%C1 0.740-3.805) petani bekerja di luar gedung >4 jam
perhari 2.8 kali (95%C1 1.189-6.866).

Halaman 39
3.3 Hipotesis

Berdasarkan kerangka konsep yang telah ditetapkan maka penulis

menetapkan Hipotesis penelitian sebagai berikut :

1. Terdapat hubungan umur dengan kualitas hidup penderita katarak di

Kabupaten Indramayu Tahun 2022.

2. Terdapat hubungan jenis kelamin dengan kualitas hidup penderita katarak di

Kabupaten Indramayu Tahun 2022.

3. Terdapat hubungan pendidikan dengan kualitas hidup penderita katarak di

Kabupaten Indramayu Tahun 2022.

4. Terdapat hubungan riwayat penyakit dengan kualitas hidup penderita

katarak di Kabupaten Indramayu Tahun 2022.

Halaman 40
BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1 Jenis dan Desain Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah studi observasional analitik dengan

melakukan pendekatan cross sectional study. Menurut Notoatmodjo (2012), cross

sectional merupakan jenis penelitian yang menekankan waktu pengukuran/observasi dari

data variabel independen dan variabel dependen secara sekaligus dalam satu waktu.

Penelitian ini akan melihat faktor-faktor yang berhubungan dengan kualitas hidup

penderita katarak.

4.2 Variabel Penelitian

Variabel Penelitian adalah kegiatan menguji hipotesis (kesimpulan

atau dugaan sementara). Dalam penelitian Analisis Faktor Yang Berhubungan

dengan Kualitas Hidup Penderita Katarak di Kabupaten Indramayu ini, variable-

variabelnya adalah sebagai berikut :

1. Variabel bebas terdiri Umur, Jenis Kelamin, Pendidikan, dan Riwayat

Penyakit

2. Variabel terikatnya yaitu Kualitas Hidup Penderita Katarak

3. Variabel pengganggu terdiri dari Toksik, Gangguan Metabolik

4.3 Populasi dan Sampel Penelitian

4.3.1 Populasi

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek atau

subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh

Halaman 41
peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2014).

Menurut Margono (2004), Populasi adalah keseluruhan data yang

menjadi pusat perhatian seorang peneliti dalam ruang lingkup dan waktu yang

telah ditentukan. Populasi berkaitan dengan data-data, jika seorang manusia

memberikan suatu data, maka ukuran atau banyaknya populasi akan sama

banyaknya manusia.

Menurut Nazir (2005), Populasi adalah sekumpulan individu dengan

kualitas dan karakter yang sudah ditetapkan oleh peneliti. Ciri, karakteristik, dan

kualitas itu yang dinamakan sebagai variabel. Ia membagi populasi menjadi dua

yakni populasi finit dan infinit.

Menurut Sabar (2007), Populasi adalah keseluruhan objek penelitian.

Apabila seseorang ingin meneliti semua elemen yang ada dalam wilayah

penelitian, maka penelitiannya merupakan penelitian populasi atau studi populasi

atau studI sensus.

Populasi pada penelitian ini adalah semua penderita katarak yang telah

menjalani operasi katarak pada Januari s.d. Maret tahun 2022 di Klinik “Eye

Center”, RS Sentot, dan RS.MM Indramayu dan Puskesmas Sukra sebanyak 500

orang.

4.3.2 Sampel

Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh

populasi atau sampel merupakan bagian dari populasi yang ada (Sugiyono, 2014).

Arikunto (2006: 131), Sampel adalah sebagian atau sebagai wakil

populasi yang akan diteliti. Jika penelitian yang dilakukan sebagian dari populasi

Halaman 42
maka bisa dikatakan bahwa penelitian tersebut adalah penelitian sampel.

Pengambilan sampel dalam penelitian ini dilakukan dengan teknik

consecutive sampling yaitu setiap pasien yang datang dan memenuhi kriteria

pemilihan dimasukkan dalam penelitian sampai jumlah sampel yang diperlukan

terpenuhi.

Sampel pada penelitian ini yakni penderita katarak yang telah

menjalani operasi katarak di Klinik Eye Center, RS.Sentot, RS MM dan

Puskesmas Sukra Kabupaten Indramayu.

Dikarenakan besarnya populasi diketahui atau terbatas (finite), maka

rumus ukuran sampel untuk menaksir sebuah populasi, peneliti menggunakan

rumus mencari sampel berdasarkan teori (Kothari, 1990) oleh Bhisma, 2006 :

sebagai berikut:

N.Z2.p.q
n=
d2(N-1) + Z2.p.q

Keterangan :

n = Besar sampel

N = Besar populasi (500 orang)

Z = Standar deviasi normal (1,96)

d = Tingkat ketelitian yang digunakan (0,1)

p = Proporsi dari populasi 65% (0,65)

q=1-p

Maka :

Halaman 43
500 ∙ (1,96)2 ∙ 0,65 ∙ (1 - 0,65)
n=
(0,1)2 ∙ (500 - 1) + (1,96)2 ∙ 0,65 ∙ (1 - 0,65)

436,98
n=
4,99 + 0,87

n = 74,52

n = disesuaikan oleh peneliti menjadi 75 responden

Dari hasil perhitungan Rumus Khotari diatas didapatkan jumlah

responden minimal adalah sebanyak 75 orang dan dibulatkan menjadi 80

orang untuk menghindari adanya kuesioner yang hilang atau kosong.

Adapun kriteria inklusi dan ekslusi penelitian sebagai berikut:

1. Kriteria Inkusi

 Terdaftar sebagai penderita katarak pada buku register/rekam

medik klinik mata “eyecenter “ dan RS.MM , RS Sentot dan

Puskesmas Sukra

 Memiliki catatan medis yang lengkap dan memenuhi kriteria

variabel yang diteliti

 Bersedia menjadi responden selama penelitian berlangsung

2. Kriteria Ekslusi

 Tidak bersedia menjadi responden dalam penelitian

4.3.3 Instrumen Penelitian

Halaman 44
Instrumen dalam penelitian ini adalah lembar observasi dan panduan

wawancara. Tidak dilakukan uji validitas dan uji reliabilitas karena lembar observasi dan

wawancara ini sudah baku dari Kuesioner terkait kualitas hidup menggunakan National

Eye Institute Visual Function Questionnaire 25 (NEI-VFQ25).

4.4 Teknik Pengumpulan Data

4.4.1 Persiapan Pengumpulan Data

Persiapan yang utama dalam penelitian adalah perijinan di tempat

penelitian. Persiapan dilakukan agar saat penelitian tidak mengalami banyak

hambatan.

4.4.2 Sumber Data

1. Data Primer

Data primer diperoleh dengan cara melakukan wawancara langsung ke

rumah responden dengan berpedoman pada kuesioner yang telah tersedia yang

memuat pertanyaan-pertanyaan yang digunakan untuk menggali informasi

mengenai variabel-variabel yang akan dianalisis pada penelitian ini yang mana

erat kaitannya dengan kejadian katarak. Kuesioner terkait kualitas hidup

menggunakan National Eye Institute Visual Function Questionnaire 25 (NEI-

VFQ25). Data variabel independen yaitu umur, jenis kelamin, pendidikan, lama

sakit, riwayat penyakit dan dinilai dengan kuesioner yang diberikan.

Dalam pengambilan data, peneliti dibantu oleh beberapa orang dari

dinas kesehatan, petugas puskesmas setempat. Sebelum kegiatan wawancara dan

pengukuran dilaksanakan, peneliti memberikan pelatihan kepada tim

pewawancara tentang kuesioner dan hal-hal yang berkaitan dengan tema

Halaman 45
penelitian.

2. Data Sekunder

Data sekunder (tidak langsung), diperoleh dari Dinas Kesehatan,

puskesmas, dan desa, baik berupa Laporan Tahunan, Profil Kesehatan ataupun

catatan lainnya.

4.5 Pengolahan Data

Pengolahan data kuantitatif dilakukan dengan menggunakan sistem

komputerisasi melalui program SPSS. Adapun tahap pengolahan datanya, yaitu:

4.5.1 Screening

Pada tahap ini dilakukan pemeriksaan seberapa banyak data yang

missing yang ditemukan dalam kuesioner.

4.5.2 Editing

Pada tahap ini semua kesalahan yang telah didapatkan pada tahap

screening divalidasi dengan cara membuka kembali kuesioner yang datanya tidak

sesuai. Hal ini dilakukan agar data yang diperoleh merupakan informasi yang

benar dan lengkap sesuai dengan variabel yang direncanakan.

4.5.3 Coding

Pada tahap ini variabel yang datanya kualitatif diberikan kode

numerik. Pengkodean ini dimaksudkan untuk menyingkat data yang diperoleh

untuk mempermudah mengolah dan menganalisa data dengan memberi dalam

bentuk angka.

4.5.4 Entry Data

Halaman 46
Pada tahap ini, data atau jawaban dari responden yang sebelumnya

telah diubah dalam bentuk kode (angka) dimasukkan ke dalam program atau

software kompoter.

4.5.5 Cleaning

Apabila data dari semua responden sudah dimasukkan, perlu

dilakukan pengecekan kembali untuk melihat kemungkinan-kemungkinan adanya

kesalahan kode, ketidaklengkapan, kemudia dilakukan pembetulan atau koreksi.

4.6 Analisis Data

Setelah melakukan pengolahan data, selanjutnya dilakukan analisis

data. Analisis data terbagi dalam tiga tahap analisis, yaitu:

4.6.1 Analisis Univariat

Analisis univariat dilakukan untuk memperoleh informasi tentang

kelayakan data untuk dianalisis dengan mendekripsikan gambaran distribusi setiap

variabel penelitian, sebelum melihat kaitannya dengan variabel yang lain. Analisis

univariabel disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi dan disertai narasi.

4.6.2 Analisis Bivariat

Analisis bivariat adalah analisis yang dilakukan untuk melihat

hubungan variabel meliputi variabel independen dan variabel dependen.

Uji statistik pada analisis bivariat menggunakan Chi-Square Test

dengan rumus:

(O – E)2
X2 =
Ʃ E

Halaman 47
Keterangan:

E = Nilai harapan

Ʃ = Jumlah sampel yang diteliti

X2 = Nilai uji X2

O = Nilai observasional

Interpretasi analisis bivariat adalah:

a. Jika nilai p > 0,05 maka hipotesis penelitian ditolak.

b. Jika nilai p < 0,05 maka hipotesis penelitian diterima.

4.6.3 Analisis Multivariat

Analisis multivariat merupakan analisis yang dilakukan untuk

menghubungkan antara beberapa variabel independen dengan satu variabel

dependen pada waktu yang bersamaan. Tujuan analisis multivariat adalah untuk

mengetahui variabel independen yang mana yang paling besar pengaruhnya

terhadap variabel dependen dan apakah variabel independen berhubungan dengan

variabel dependen dipengaruhi oleh variabel lain atau tidak. Uji statistik yang

digunakan adalah Logistic Regression karena variabel dependennya berupa

variabel kategorik.

Prosedur yang dilakukan terhadap uji regresi logistik, apabila masing-

masing variabel bebas dengan hasil menunjukkan nilai p < 0,25 maka variabel

tersebut dapat dilanjutkan dengan model multivariat. Analisi multivariat

dilakukan untuk mendapatkan model terbaik.

Halaman 48
4.7 Etika Penelitian

Peneliti mengajukan surat permohonan penelitian ke institusi terkait

yang menaungi wilayah penelitian maupun ke institusi tempat pengambilan data-

data sekunder. Prinsip etik penelitian terdiri dari tiga bagian, yaitu prinsip

manfaat, prinsip menghargai hak-hak subjek, dan prinsip keadilan. Peneliti

menerapkan prinsip menghargai hak-hak responden (respect human dignity).

Peneliti memberikan informasi mengenai maksud dilakukannya penelitian dan

tujuan penelitian. Peneliti memberikan lembar persetujuan untuk menjadi

responden atau menolak untuk menjadi responden tanpa ada sangsi.

Peneliti juga memberikan kesempatan kepada responden untuk

mengajukan pertanyaan yang berhubungan dengan penelitian.

Prinsip keadilan (right to justice) yang diterapkan dalam penelitian ini

adalah menjaga kerahasiaan (right to privacy). Peneliti meyakinkan responden

dengan memberikan penjelasan bahwa data dan informasi yang peneliti peroleh

dijamin kerahasiaannya. Informasi yang telah diperoleh dalam penelitian diolah

sendiri oleh peneliti tanpa diketahui orang lain. Peneliti meminta kepada

responden untuk mengisi nama dengan inisial saja. Informasi yang telah diberikan

tidak akan dipergunakan dalam hal-hal yang dapat merugikan dalam bentuk

apapun kecuali untuk kepentingan penelitian.

4.8 Lokasi Penelitian

Waktu Penelitian selama 1 bulan, dengan lokasi penelitian di

Kabupaten Indramayu, alasan pemilihan lokasi berkaitan dengan populasi yang

Halaman 49
mengindikasikan ciri lokasi, ciri, individu, dan ciri karakter yang sama.

4.9 Jadwal Penelitian

No Kegiatan Mar Apr Mei Jun Jul Agt Okt


1. Penyusunan Proposal
2. Bimbingan Proposal
3. Seminar Proposal
4. Perbaikan Proposal dan
Persiapan Penelitian :
- Ijin penelitian
- Instrumen Penelitian
5. Penelitian
6. Tahap Pelaksanaan :
a. Pengumpulan Data
b. Analisis Data
7. Seminar Hasil

Halaman 50

Anda mungkin juga menyukai