Anda di halaman 1dari 50

ANALISIS FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN

KUALITAS HIDUP PENDERITA KATARAK DI


KABUPATEN INDRAMAYU 2022

PROPOSAL PENELITIAN

Disusun dan diajukan oleh

LUSI FITRIAH SARI


NIM. BMR 0200072

PRODI MAGISTER ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUNINGAN
2022
BAB I

Lampiran 3 PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Sistem indera yang berperan penting bagi manusia adalah indera

penglihatan yaitu mata. Mata merupakan salah satu organ yang paling sempurna

karena merupakan alat optik alami yang menjadikan manusia dapat melihat obyek

dan keindahan. Mata terdiri dari beberapa bagian yang kompleks, apabila salah

satu bagian rusak atau mengalami kelainan maka dapat mengganggu sistem

penglihatan. Jika mata mengalami gangguan maka dapat menimbulkan

ketidaknyamanan dan dapat menurunkan kualitas hidup seseorang. Katarak

merupakan salah satu penyebab gangguan penglihatan dan kebutaan di seluruh

dunia.

Katarak adalah proses degeneratif berupa kekeruhan di lensa bola mata

sehingga menyebabkan menurunnya kemampuan penglihatan sampai kebutaan.

Kekeruhan ini disebabkan oleh terjadinya reaksi biokimia yang menyebabkan

koagulasi protein lensa.

Katarak bisa terjadi secara kongenital (katarak sejak lahir), namum pada

umumnya katarak terjadi karena proses degenerasi yang berhubungan dengan

penuaan atau bisa juga karena trauma dan induksi dari obat-obatan (steroid,

klorpromazin, alupurinol, amiodaron). Komplikasi dari kondisi sistemik seperti

diabetes atau penyakit mata seperti glaukoma dengan uveitis juga dapat

mempercepat terjadinya proses katarak (Kemenkes RI, 2016a, Kemenkes RI,

2016b).

Sekitar 253 juta orang hidup dengan gangguan penglihatan di seluruh

Page 3 of 50
dunia, di mana 36 juta orang mengalami kebutaan. Sebesar 80% gangguan

penglihatan
Lampiran 4 termasuk kebutaan dapat dihindari. Secara global penyebab utama

gangguan penglihatan adalah kelainan refraksi (43%), katarak (33%). Penyebab

lainnya adalah glaukoma (2%), degenerasi makular terkait usia (Age-related

Macular Degeneration - AMD), retinopati diabetik, trakoma dan ulkus kornea

sekitar 1% dan sebesar 18% tidak dapat ditentukan. Sedangkan penyebab

kebutaan terbanyak adalah katarak yaitu sebesar 51% (WHO, 2012, WHO, 2017).

Prevalensi kebutaan yang diakibatkan oleh katarak tetap tinggi meskipun

jumlahnya menurun di beberapa wilayah di seluruh dunia. Prevalensi kebutaan

pada orang dewasa yang berusia lebih dari 50 tahun paling tinggi di Sub-Sahara

Afrika bagian barat sebesar 6,0%. Penurunan terbesar kebutaan yang diakibatkan

oleh katarak pada orang dewasa yang berusia ≥ 50 tahun sejak tahun 1990-2010

berada di wilayah Asia Timur, Amerika Latin dan Eropa Barat. Hasil studi juga

menunjukkan bahwa angka kejadian katarak lebih tinggi pada perempuan

dibandingkan laki-laki (Lee and Afshari, 2017).

Angka kebutaan di Indonesia menempati urutan ketiga di dunia. Bahkan

kebutaan di Indonesia merupakan yang terburuk di Asia dan ASEAN.

Hinggatersebut lebih tinggi dibandingkan negara-negara miskin seperti

Bangladeh (1,0%), India (0,7%), dan Thailand (0,3%) (WHO, 2012).

Hasil Riset Kesehatan Dasar tahun 2013 menunjukkan bahwa prevalensi

kebutaan di Indonesia pada penduduk usia ≥6 tahun mengalami penurunan jika

dibandingkan pada tahun 2007 yaitu dari 0,9% pada tahun 2007 menjadi 0,4%

pada tahun 2013. Katarak merupakan penyebab utama kebutaan di Indonesia.

Prevalensi katarak secara nasional sebesar 1,8%. Prevalensi katarak tertinggi di

Page 4 of 50
Sulawesi Utara (3,7%) diikuti oleh Jambi (2,8%) dan Bali (2,7%). Prevalensi

katarak
Lampiranterendah
5 ditemukan di DKI Jakarta sebesar 0,9% dan 1,1% di Sulawesi

Barat (Balitbangkes Kemenkes RI, 2013).

Sebagian besar penduduk dengan katarak di Indonesia belum menjalani

operasi katarak. Tiga alasan utama penderita katarak belum menjalani operasi

adalah karena ketidaktahuan (51,6%), ketidakmampuan (11,6%), dan

ketidakberanian (8,1%) (Balitbangkes Kemenkes RI, 2013).

Selama dua dekade terakhir, prevalensi katarak telah menurun karena angka

operasi katarak yaitu jumlah operasi per juta penduduk per tahun mengalami

peningkatan yang disebabkan karena terus melakukan perbaikan teknik dan

inisiatif operasi aktif. Namun, katarak masih tetap menjadi penyebab utama

kebutaan di negara berpenghasilan menengah dan rendah (Khanna et al., 2011).

Kualitas hidup atau Quality of Life menurut WHO (1997) adalah

budaya terkait tujuan, harapan, standar yang ditetapkan dan perhatian seseorang.

Kualitas hidup dipengaruhi oleh kesehatan fisik, aspek psikologis, kepercayaan

diri, hubungan sosial dan juga hubungan dengan lingkungannya.

Berbagai faktor risiko yang menyebabkan terjadinya katarak yaitu usia,

paparan sinar matahari, gaya hidup, penggunaan tembakau,konsumsi alkohol,

diabetes, dan trauma pada mata (Raju et al., 2017). Demikan halnya dengan

kualitas hidup penderita gangguan penglihatan misalanya katarak dipengaruhi

oleh beberapa faktor yaitu umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, tingkat

sosial ekonomi, hipertensi, dukungan keluarga, serta ketajaman penglihatan

(Nutheti et al., 2006).

Chang et al. (2011) menyatakan bahwa faktor umur mempunyai hubungan

Page 5 of 50
terhadap kejadian katarak. Semakin meningkatnya usia, maka sifat lensa sebagai

salah satu 6organ tubuh juga akan ikut berubah. Perubahan yang terjadi salah
Lampiran

satunya ialah meningkatnya kemampuan lensa untuk menghamburkan cahaya

matahari. Lensa menjadi keras dan keruh karena terjadi penurunan metabolisme

dalam tubuh, artinya semakin bertambahnya usia seseorang maka risiko

terjadinya penyakit katarak akan semakin besar pula. Umur juga memiliki

korelasi positif terhadap kualitas hidup pasien katarak. Penelitian cohort oleh

Fraser et al. (2013) menunjukkan hasil bahwa umur berpengaruh terhadap

kualitas hidup pasien katarak.Jenis kelamin dikaitkan dengan kejadian katarak,

dimana perempuan memiliki prevalensi dan risiko yang lebih tinggi untuk

menderita katarak dibandingkan laki-laki. Peningkatan risiko katarak pada jenis

kelamin perempuan karena efek dari berkurangnya hormon estrogen saat

menopause. Estrogen dapat melindungi lensa terhadap proses pembentukan

katarak (Lai et al., 2013).

Pendidikan merupakan faktor demografi yang dapat mempengaruhi kualitas

hidup pasien katarak. Pasien dengan tingkat pendidikan tinggi memiliki kesehatan

mental yang lebih baik daripada mereka yang memiliki tingkat pendidikan lebih

rendah. Pasien dengan tingkat pendidikan tinggi tahu lebih banyak tentang

kondisi mata, dan mencari pengobatan yang sesuai sebelum gangguan

penglihatan menjadi terlalu serius (Zhu et al., 2015).

Hasil penelitian oleh Essue et al. (2014) menunjukkan adanya hubungan

antara lama sakit dengan kualitas hidup penderita katarak. Lama sakit

meningkatkan risiko terhadap perkembangan penyakit katarak. Semakin lama

perjalanan penyakit maka dapat memperburuk kualitas hidup penderita katarak.

Page 6 of 50
Riwayat penyakit seperti diabates melitus, hipertensi, glaukoma, trauma

mata dapat7 berujung pada terjadinya katarak. Hasil penelitian yang dilakukan
Lampiran

oleh Chua et al. (2017) menunjukkan ada hubungan antara melitus dengan

terjadinya katarak. Kelainan metabolik diabetes dapat menyebabkan hilangnya

transparansi lensa yang dapat mempengaruhi ketajaman penglihatan. Hal ini

dapat berdampak pada menurunnya kualitas hidup penderita katarak.

Data dari Dinas Kesehatan Kabupaten Indramayu berdasarkan tren

kunjungan penyakit mata tahun 2019-2022 mengalami peningkatan setiap

tahunnya.

Data 10 besar penyakit mata di dinas Kesehatan Kabupaten Indramayu

pada tahun 2021 yaitu katarak (37 %) ,kelainan refraksi (20 %), glaucoma(4%)

dan Retinopati Diabetikum (2%) , Low Vision (3.0%), konjungtivis (29 %),

ROP(1%), Ulkus Kornea,, Uveitis, Keratitis masing-masing (5.0%).

Berdasarkan jenis kelamin, perempuan lebih banyak mengalami gangguan

penglihatan yaitu sebanyak 6936 orang. Sedangkan menurut kelompok umur, usia

yang paling banyak mengalami gangguan penglihatan yaitu kelompok umur 45-

>59 tahun sebanyak 8945 orang dan yang paling sedikit kelompok umur <15

tahun sebanyak 889 orang.

Jumlah kasus katarak di Dinas Kesehatan Kabupaten Indramayu 3 tahun

terakhir (2019- 2022) selalu berada pada 10 penyakit terbesar gangguan

penglihatan dan posisi pertama dengan jumlah kasus terbanyak. Jumlah kasus

katarak tahun 2019 sebanyak kasus 4358 , tahun 2020 sebanyak 2959 kasus

(sedikit turun dikarenakan covid-19) dan pada tahun 2021 sebanyak 3456

kasus.

Page 7 of 50
Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan di Dinas Kesehatan Kabupaten

Indramayu
Lampiran ,8ditemukan beberapa responden memiliki kualitas hidup yang buruk.

Beberapa hasil penelitian menjukkan bahwa kualitas hidup pasien katarak sangat

dipengaruhi oleh beberapa faktor. Penelitian ini dimaksudkan untuk melihat

hubungan beberapa faktor seperti umur, jenis kelamin, pendidikan, lama sakit,

riwayat penyakit terhadap kualitas hidup pasien katarak di Kabupaten Indramayu.

Berkaitan dengan latar belakang di atas, maka penulis tertarik untuk

melakukan penelitian mengenai Analisis Yang Berhubungan dengan Kualitas

Hidup Penderita Katarak di Kabupetan Indramayu Tahun 2022.

1.2 RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka rumusan masalah dalam

penelitian ini adalah :

1. “Bagaimanakah gambaran umur dengan kualitas hidup penderita

katarak di kabupaten Indramayu 2022?”

2. “Bagaimanakah gambaran jenis kelamin dengan kualitas hidup

penderita katarak di Kabupaten Indramayu 2022?”

3. “Bagaimanakah gambaran pendidikan dengan kualitas hidup

penderita katarak di Kabupaten Indramayu 2022?”

4. “Bagaimanakah gambaran lama sakit dengan kualitas hidup

penderita katarak di Kabupaten Indramayu 2022?”

5. “Bagaimanakah gambaran riwayat penyakit dengan kualitas hidup

penderita katarak di Kabupaten Indramayu 2022?”

6. “Bagaimanakah gambaran factor yang paling berhubungan dengan

Page 8 of 50
kualitas hidup penderita katarak di Kabupaten Indramayu 2022?”

Lampiran 9

1.3 TUJUAN PENELITIAN

1.4.1 Tujuan Umum

Mengidentifikasi Faktor-faktor yang berhubungan dengan kualitas hidup

penderita katarak di Kabupaten Indramayu 2022

1.4.2 Tujuan Khusus

1. Mengidentifikasi umur dengan kualitas hidup penderita katarak di

Kabupaten Indramayu 2022.

2. Mengidentifikasi jenis kelamin dengan kualitas hidup penderita

katarak di Kabupaten Indramayu 2022.

3. Mengidentifikasi pendidikan dengan kualitas hidup penderita

katarak di Kabupaten Indramayu 2022.

4. Mengidentifikasi lama sakit dengan kualitas hidup penderita

katarak di Kabupaten Indramayu 2022.

5. Mengidentifikasi Riwayat penyakit dengan kualitas hidup penderita

katarak di Kabupaten Indramayu 2022.

6. Mengidentifikasi faktor yang paling berhubungan dengan kualitas

hidup penderita katarak di Kabupaten Indramayu 2022.

1.4. MANFAAT PENELITIAN

1.5.1 Manfaat Teoritis

Page 9 of 50
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi baru bagi

penerapan
Lampiran ilmu pengetahuan mengenai faktor yang mempengaruhi kualitas
10
hidup penderita katarak dan sebagai referensi dalam mengembangkan

penelitian selanjutnya.

1.5.2 Manfaat Praktis

1. Untuk masyarakat Indramayu penelitian ini diharapkan menjadi

sumber bacaan dan informasi bagi masyarakat mengenai faktor

yang berhubungan dengan kualitas hidup pasien katarak,

sehingga dapat diterapkan dalam kehidupan dalam rangka

untuk meningkatkan kualitas hidup pasien katarak yang telah

menjalani operasi.

2. Dinas Kesehatan Kabupaten Indramayu.

Untuk menjadi informasi dan rekomendasi kepada pengambil

kebijakan untuk melakukan langkah-langkah strategis

penanggulangan kebutaan.

3. Untuk Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat STIKKU

Menambah referensi untuk sumber-sumber rujukan bagi peneliti

selanjutnya mengenai Analisis factor resiko yang berhubungan

dengan kualitas hidup penderita katarak .

1.5 Keaslian Penelitian

Penulisan tesis dengan judul “Analisis Faktor yang berhubungan

dengan kualitas hidup penderita katarak di Kabupaten Indramayu 2022 ”

adalah asli dan dilakukan oleh peneliti sendiri berdasarkan buku-buku,

jurnal, serta fakta-fakta sosial yang terjadi.

Page 10 of 50
Tabel 1. Orisinalitas penelitian
Lampiran
11

Hubungan Umur dengan Kualitas Hidup Penderita Katarak


Karakteristik
Peneliti
Judul Penelitian Desain Hasil
(Tahun) Subjek Instrumen
Penelitian
Fraser et al Vision, quality of life Sebanyak Data rekam medik dan Cohort Ada hubungan
(2013) and depressive 99 wawancara antara umur
symptoms after first responden menggunakan kuesioner dengan kualitas
eye cataract surgery National Eye Institute hidup penderita
Visual Function katarak (p<0,005)
Questionnaire
Shekhawat et Impact of First Eye Sebanya Menggunakan National Cohort Ada hubungan
al (2017) versus Second Eye k 328 Eye Institute’s Visual antara umur
Cataract Surgery on responden Functioning dengan kualitas
Visual Function and Questionnaire hidup penderita
Quality of Life katarak (p=0,001)
Harutyunyan Factors Associated Sebanyak Menggunakan National Cross Ada hubungan
(2017) with Vision-Related 531 Eye Institute’s Visual sectional antara umur
Quality of Life responden Functioning dengan kualitas
Among The Adult Questionnaire hidup dengan
Population Living in gangguan
Nagorno Karabagh penglihatan
(p=0.000)

Sintesa Hubungan Jenis Kelamin dengan Kualitas Hidup Penderita Katarak


Karakteristik
Peneliti
Judul Penelitian
(Tahun) Desain Hasil
Subjek Instrumen
Penelitian
Nejad et al The Impact of Sebanyak Wawancara Cross Ada hubungan antara
(2016) Visual 121 menggunakan Vision sectional jenis kelamin dengan
Impairment on responden Impairment kualitas hidup
Quality of Life questionnaire dan penderita gangguan
kuesioner demografi penglihatan
Fardna Factors Sebanyak Wawancara Cross Ada hubungan antara
(2018) Influencing 502 menggunakan sectional jenis kelamin dengan
Quality of Life responden WHOQoL- BREF kualitas hidup
in Patients
Followed in the
Neurosonology
Laboratory for
Carotid Stenosis

Page 11 of 50
Lampiran
12
Sintesa Hubungan Pendidikan dengan Kualitas Hidup Penderita Katarak
Karakteristik
Peneliti
Hasil
(Tahun) Judul Penelitian Desain
Subjek Instrumen
Penelitian
Danquah The Long Term Sebanyak 455 Wawancara Cohort Ada hubungan
et al Impact of Cataract kasus menggunakan antara pendidikan
(2014) Surgery on Quality of menderita WHO/PBD dengan kualitas
Life, Activities and gangguan VF20 hidup penderita
Poverty: Results from penglihatan katarak (p=0,005)
a Six Year katarak dan
Longitudinal Study in 443 kontrol
Bangladesh and the yang tidak
Philippines. mengalami
gangguan
Paudel et Papua New Guinea Sebanyak Wawancara Cross Ada hubungan
al (2015) vision-specific quality 614 menggunakan sectional antara pendidikan
of life questionnaire:a Responden Papua New dengan kualitas
new patient- reported Guinea hidup penderita
outcome instrument to vision-specific gangguan
assess the impact of quality of life penglihatan
impaired vision (PNG-VS Qol)

Sintesa Hubungan Lama Sakit dengan Kualitas Hidup Penderita Katarak


Karakteristik
Peneliti
Desain Hasil
(tahun) Judul Penelitian Subjek Instrumen
Penelitian
Essue et al A Multicenter Sebanyak 381 Wawancara Cohort Ada hubungan
(2014) Prospective Cohort Responden menggunakan antara lama sakit
Study of Quality of Life kuisioner, data dengan kualitas
and Economic Outcomes rekam medik hidup penderita
after Cataract Surgery in katarak (0,004)
Vietnam

Sintesa Hubungan Riwayat Penyakit dengan Kualitas Hidup Penderita Katarak


Karakteristik
Peneliti
Hasil
(Tahun) Judul Penelitian Desain
Subjek Instrumen
Penelitian

Page 12 of 50
Essue et A Multicenter Sebanyak 381 Wawancara Cohort Ada hubungan
al (2014) Prospective Cohort Responden menggunakan antara lama sakit
Study of Quality of kuesioner, data dengan kualitas
Lampiran
Life and Economic rekam medik hidup penderita
13 Outcomes after katarak (0,004)
Cataract Surgery in
Vietnam

Perbedaan Penelitian ini dengan penelitian-penelitian

sebelumnya adalah sebagai berikut:

1. Metode Penelitian terdahulu menggunakan desain Cohort , sedangkan penelitian ini

menggunakan analitik observasional dengan desain cross sectional

2. Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan Consecutive Sampling

3. Subjek sampel penelitian terdahulu umur < 40 thn,sedangkan penelitian ini semua

penderita katarak.

4. Variabel penelitian terdahulu meneliti satu variable , sedangkan pada penelitian ini

meneliti lima variable yang sangat berkaitan erat dengan kualitas hidup sebagai

faktor mempengaruhi yaitu umur , jenis kelamin, pekerjaan , lama sakit, riwayat

penyakit .

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. TINJAUAN UMUM TENTANG KATARAK

Katarak merupakan kelainan lensa mata yang keruh di dalam bola mata.

Kekeruhan lensa atau katarak akan mengakibatkan sinar terhalang masuk ke

dalam mata sehingga penglihatan menjadi menurun. Gumpalan protein lensa

Page 13 of 50
mengakibatkan menurunkan ketajaman bayangan mencapai retina. Gumpalan

kecil tidak menganggu penglihatan dan gumpalan ini bertambah besar sehingga
Lampiran
14
perlahan-lahan penglihatan bertambah kurang. Penglihatan penderita katarak

menjadi terganggu dan bahkan bisa menjadi buta bila semakin parah dan tidak

ditangani secara baik (Ilyas, 2014).

Keadaan lensa seperti ini bukan tumor atau pertumbuhan jaringan di dalam

mata, akan tetapi merupakan keadaan lensa menjadi berkabut. Bila kekeruhan

katarak bertambah tebal, penglihatan akan menjadi keruh seperti melihat melalui

kaca jendela yang berkabut. Berat ringannya gangguan tajam penglihatan pada

penderita katarak tergantung dari derajat kekeruhan lensa matanya. Gangguan

tajam penglihatan bervariasi dari mulai kesulitan melihat benda-benda yang

kecil sampai pada kebutaan. Katarak tidak menular ke mata yang

disebabkan karena mata yang terlalu lama dipakai dan mata yang tidak dipakai

akan memperberat katarak (Ilyas, 2006).

1. Tanda dan Gejala Katarak

Katarak berkembang secara perlahan dan tidak menimbulkan nyeri. Pasien

dengan katarak mengeluh penglihatan seperti berasap dan tajam penglihatan yang

menurun secara progresif. Gangguan penglihatan pada katarak tergantung pada

letak kekeruhan lensa apakah di bagian tepi, tengah atau sudah menyeluruh.

Kekeruhan lensa ini mengakibatkan lensa tidak transparan, sehingga pupil akan

berwarna putih atau abu-abu (Ilyas, 2014).

Menurut Kemenkes RI (2016a) terdapat berbagai gejala awal yang menjadi

petunjuk bahwa sesorang menderita penyakit katarak. Gejala tersebut adalah:

a. Pandangan mata menjadi buram pada saat melihat suatu objek atau

Page 14 of 50
membaca tulisan.

b. Sensitifitas terhadap cahaya atau sinar menjadi tinggi.


Lampiran
15
c. Pada saat melihat objek benda dan cahaya dengan menggunakan satu mata

saja, objek dapat terlihat seperti ganda.

d. Kesulitan melihat pada malam hari.

e. Pada saat memandang sinar matahari akan muncul lingkaran cahaya pada

penglihatan. Kecepatan terjadinya gangguan penglihatan akibat katarak

pada berbeda. Tanda yang jelas terlihat pada katarak yang telah lanjut

adalah adanya kekeruhan lensa atau warna putih pada pupil (Ilyas, 2006).

2. Klasifikasi Katarak

Berdasarkan umur, katarak dapat diklasifikasikan, yakni :

a. Katarak kongenital

Katarak yang terjadi setelah lahir pada satu atau kedua mata. Katarak

kongenital adalah katarak yang mulai terjadi sebelum atau segera setelah lahir dan

bayi berusia kurang dari satu tahun. Katarak kongenital sering ditemukan pada

bayi yang dilahirkan oleh ibu-ibu yang menderita penyakit rubella, galaktosemia,

homosisteinuri, diabetes mellitus, hipoparatirodism, homosisteinuri,

toksoplasmosis, inklusi sitomegalik, dan histopalsmosis. Penyakit lain yang

menyertai katarak kongenital biasanya merupakan penyakit-penyakit herediter

seperti mikroftalmus, aniridia, koloboma iris, keratokonus, iris heterokrimia,

lensa ektopik, displasia retina, dan megalo kornea.

b. Katarak juvenil

Katarak yang ditemukan sejak bayi atau dimasa kanak-kanak. Kekeruhan

lensa terjadi pada saat serat-serat lensa masih berkembang. Katarak mulai

Page 15 of 50
terbentuk pada usia kurang dari 9 tahun dan lebih dari 3 bulan. Katarak juvenil

biasanya
Lampiranmerupakan penyulit penyakit sistemik ataupun metabolik dan penyakit
16
lainnya seperti :

1) Katarak metabolik

a) Katarak diabetik dan galaktosemik (gula)

b) Katarak hipokalsemik (tetanik)

c) Katarak defisiensi gizi

d) Katarak aminoasiduria (termasuk sindrom Lowe dan homosistinuria)

e) Penyakit Wilson

f) Katarak berhubungan dengan kelainan metabolik lain.

2) Otot Distrofi miotonik (umur 20 sampai 30 tahun)

3) Katarak traumatik

4) Katarak komplikata

a) Kelainan kongenital dan herediter (siklopia, koloboma, mikroftalmia,

aniridia, pembuluh hialoid persisten, heterokromia iridis).

b) Katarak degeneratif (dengan miopia dan distrofi vitreoretinal), seperti

Wagner dan retinitis pigmentosa, dan neoplasma).

c) Katarak anoksik

d) Toksik (kortikosteroid sistemik atau topikal, ergot, naftalein,

dinitrofenol, triparanol, antikholinesterase, klorpromazin, miotik,

klorpromazin, busulfan, dan besi).

e) Lain-lain kelainan kongenital, sindrom tertentu, disertai kelainan kulit

(sindermatik), tulang (disostosis kraniofasial, osteogenesis inperfekta,

khondrodistrofia kalsifikans kongenita pungtata), dan kromosom.

Page 16 of 50
f) Katarak radiasi

c. Katarak senil
Lampiran
17
Katarak senil adalah jenis katarak yang paling sering dijumpai. Pada

umumnya terjadi pada usia lanjut, gejala yang biasa dirasakan adalah penglihatan

yang semakin menurun atau kabur. Perubahan lensa yang terjadi pada usia lanjut

yaitu:

1) Kapsul

a) Menebal dan kurang elastis

b) Mulai presbiopia

c) Bentuk lamel kapsul berkurang atau kabur.

d) Terlihat bahan granular

2) Epitel – makin tipis

a) Sel epitel (germinatif) pada equator bertambah besar dan berat.

b) Bengkak dan vakuolisasi mitokondria yang nyata.

3) Serat lensa

a) Lebih irregular

b) Pada korteks jelas kerusakan serat sel.

c) Brown sclerotic nucleus, sinar ultraviolet lama kelamaan merubah

protein nukleus ( histidin, triptofan, metionin, sistein, tirosin) lensa,

sedang warna coklat protein lensa nukleus mengandung histidin dan

triptofan dibanding normal.

d) Korteks tidak berwarna karena kadar asam askorbat tinggi dan

menghalangi fotooksidasi serta sinar tidak banyak mengubah protein

pada serat muda.

Page 17 of 50
Katarak senil biasanya berkembang lambat selama beberapa tahun,

kekeruhan
Lampiran lensa dengan nukleus yang mengeras akibat usia lanjut yang biasanya
18
mulai terjadi pada usia lebih dari 60 tahun.

Katarak senil secara klinik dikenal dalam 4 stadium, yaitu :

1) Stadium insipien yaitu awal proses degenerasi lensa. Kekeruhan lensa

terbentuk bercak-bercak. Kekeruhan yang tidak teratur. Pasien akan

mengeluh gangguan penglihatan seperti melihat ganda dengan satu

matanya. Pada stadium ini proses degenerasi belum menyerap cairan

mata ke dalam lensa sehingga akan terlihat bilik mata depan dengan

kedalaman yang normal. Iris dalam posisi biasa disertai dengan

kekeruhan ringan pada lensa. Tajam penglihatan belum terganggu.

2) Stadium intumesen (imatur) yaitu pada stadium ini lensa yang

degeneratif mulai menyerap cairan ke dalam lensa sehingga menjadi

cembung dan terjadi pembengkakan. Pada stadium ini dapat terjadi

miopisasi akibat lensa mata menjadi cembung, sehingga pasien tidak

menyatakan tidak perlu kacamata sewaktu membaca dekat. Akibat

lensa mata yang bengkak, iris terdorong ke depan bilik mata dangkal

dan sudut bilik mata akan sempit atau tertutup. Pada pemeriksaan uji

bayangan iris atau shadow test akan terlihat bayangan iris pada lensa.

Uji bayangan iris positif.

3) Stadium matur merupakan proses degenerasi lanjut lensa. Pada

stadium ini terjadi kekeruhan seluruh lensa. Tekanan cairan di dalam

lensa sudah dalam keadaan seimbang. Tajam penglihatan menurun

dan hanya tinggal proyeksi sinar positif. Stadium ini tepat untuk

Page 18 of 50
melakukan operasi karena kekaburan lensa sudah lebih padat dan

Lampiran lebih mudah dipisahkan dari kapsulnya.


19
4) Stadium hipermatur terjadi proses degenerasi lanjut dan korteks lensa

dapat mencair sehingga nucleus lensa tenggelam didalam korteks

lensa (katarak morgagni). Pada stadium ini terjadi juga degenerasi

kapsul lensa sehingga bahan lensa ataupun korteks lensa yang cair

keluar dan masuk kedalam bilik mata depan. Lensa terlihat lebih kecil

dari pada normal, yang akan mengakibatkan iris tremulans, dan bilik

mata terbuka. Pada uji bayangan iris terlihat positif walaupun seluruh

lensa telah keruh sehingga pada stadium ini disebut uji bayangan iris

pseudopositif. Akibat bahan lensa keluar dari kapsul, maka akan

timbul reaksi pada jaringan uvea berupa uveitis. Bahan lensa juga

dapat menutup jalan keluar cairan bilik mata sehingga timbul

glaucoma fakolitik.

Katarak yang tidak berkaitan dengan umur, terdapat etiologi/ faktor risiko

katarak (Ilyas, 2014, Khurana, 2007) sebagai berikut:

a. Katarak Metabolik merupakan katarak yang disebabkan oleh penyakit

gangguan sistemik seperti diabetes mellitus, hipertensi, hipoparatiroid,

galaktosemia, dll.

b. Katarak trauma adalah katarak yang terbentuk sesudah suatu trauma.

Trauma akibat cedera mata seperti pukulan keras, trauma tumpul atau

trauma tajam dan lain-lain yang dapat mengakibatkan kerusakan pada

lensa.

c. Katarak komplikata merupakan katarak akibat penyakit mata lain seperti

Page 19 of 50
radang, miopia tinggi, glaukoma, ablasi retina, dll.

d. Katarak toksik adalah merokok, konsumsi alkohol berat, pemakaian obat-


Lampiran
20
obatan dalam waktu lama atau bahan kimia yang bersifat racun pada

mata seperti kortikosteroid, miotonik, dll.

e. Katarak radiasi, katarak yang terjadi akibat radiasi sinar UV. Adapun

terdapat 3 tipe katarak, yakni ;

1) Katarak nuklear yaitu bentuk katarak yang sangat umum.

Kekeruhan terutama pada nukleus inti yang terletak dibagian sentral

lensa.

2) Katarak kortikal yaitu katarak atau kekeruhan lensa yang terbentuk

pada korteks lensa. Diabetes mellitus akan mengakibatkan katarak

kortikal ini.

3) Katarak subkapsular, biasanya mulai di bagian belakang lensa.

3. Faktor Risiko Katarak

1. Penuaan

Lensa mata mempunyai bagian yang disebut pembungkus lensa atau kapsul

lensa, korteks lensa yang terletak antara nukleus lensa atau inti lensa dengan

kapsul lensa. Pada anak dan remaja nukleus bersifat lembek sedang pada orang

tua nukleus ini menjadi keras. Dengan menjadi tuanya seseorang, maka lensa

mata akan kekurangan air dan menjadi lebih padat. Lensa akan menjadi keras

pada bagian tengahnya, sehingga kemampuannya memfokuskan benda dekat

berkurang. Dengan bertambahnya usia, lensa mulai berkurang kebeningannya,

keadaan ini akan berkembang dengan bertambah beratnya katarak.

Seiring dengan pertambahan usia, lensa akan mengalami penuaan juga.

Page 20 of 50
Keistimewaan lensa adalah terus menerus tumbuh dan membentuk serat lensa

dengan arah pertumbuhannya yang konsentris. Tidak ada sel yang mati ataupun
Lampiran
21
terbuang karena lensa tertutupi oleh serat lensa. Akibatnya, serat lensa paling tua

berada di pusat lensa (nukleus) dan serat lensa yang paling muda berada tepat di

bawah kapsul lensa (korteks). Dengan pertambahan usia, lensa pun bertambah

berat, tebal, dan keras terutama bagian nukleus. Pengerasan nukleus lensa disebut

dengan nuklear sklerosis. Selain itu, seiring dengan pertambahan usia, protein

lensa pun mengalami menjadi tidak larut air dan beragregasi membentuk protein

dengan berat molekul yang besar. Hal ini menyebabkan transparansi lensa

berkurang sehingga lensa tidak lagi meneruskan cahaya tetapi malah

mengaburkan cahaya dan lensa menjadi tidak tembus cahaya.

2. Sinar Ultraviolet

Banyak ilmuan yang sekarang ini mencurigai bahwa salah satu sumber

radikal bebas penyebab katarak adalah sinar ultraviolet yang terdapat dalam

jumlah besar di dalam sinar matahari. Memang sudah diketahui bahwa radiasi

ultraviolet menghasilkan radikal bebas di dalam jaringan. Jaringan di permukaan

mata yang transparan sangat peka terhadap sinar ultraviolet. Pada mereka yang

mempunyai riwayat terpajan sinar matahari untuk waktu lama dapat mempercepat

terjadinya katarak.

3. Radikal Bebas

Mekanisme terjadinya katarak karena penuaan memang masih

diperdebatkan, tetapi telah semakin nyata bahwa oksidasi dari protein lensa adalah

salah satu faktor penting. Serat-serat protein yang halus yang membentuk lensa

internal itu sendiri bersifat bening. Kebeningan lensa secara keseluruhan

Page 21 of 50
bergantung pada keseragaman penampang dari serat-serat ini serta keteraturan

dan kesejajaran
Lampiran letaknya di dalam lensa. Ketika protein rusak,
22
meneruskan cahaya secara merata, tetapi menyebabkan cahaya terpencar dan

bahkan terpantul. Hasilnya adalah kerusakan penglihatan yang parah (Youngson,

2005).

Kerusakan protein akibat elektronnya diambil oleh radikal bebas dapat

mengakibatkan sel-sel jaringan dimana protein tersebut berada menjadi rusak

yang banyak terjadi adalah pada lensa mata sehingga menyebabkan katarak

(Kumalaningsih, 2006). Pandangan yang mengatakan bahwa katarak karena usia

mungkin disebabkan oleh kerusakan radikal bebas memang tidak langsung, tetapi

sangat kuat dan terutama didasarkan pada perbedaan antara kadar antioksidan di

dalam tubuh penderita katarak dibandingkan dengan mereka yang memiliki lensa

bening.

4. Penyakit sistemik seperti diabates

Diabetes melitus dapat menyebabkan berbagai macam komplikasi, salah

satunya adalah katarak. Dengan meningkatnya kadar gula darah, maka meningkat

pula kadar glukosa dalam akuos humor. Glukosa dari akuos masuk ke dalam lensa

dengan cara difusi, maka kadar glukosa dalam lensa juga meningkat. Sebagian

glukosa tersebut dirubah oleh enzim aldose reduktase menjadi sorbitol, yang tidak

di metabolisme tetapi tetap berada dalam lensa (American Academy of

Oftalmology, 2008). Peningkatan enzim aldose reduktase dapat mereduksi

gula menjadi sorbitol, hal ini lama-kelamaan akan menjadi keruh dan

menimbulkan katarak (Pollreisz and Schmidt-Erfurth, 2010).

5. Myopia

Page 22 of 50
Pada penderita myopia dijumpai peningkatan kadar MDA dan penurunan

kadar glutation tereduksi sehingga memudahkan terjadinya kekeruhan pada lensa


Lampiran
23
(American Academy of Oftalmology, 2007)

6. Merokok

Kerusakan lensa pada katarak adalah kerusakan akibat oksidasi pada protein

lensa. Rokok kaya akan radikal bebas dan substansi oksidatif lain seperti aldehid.

Kita tahu bahwa radikal bebas dari asap rokok dapat merusak protein. Dilihat dari

semua ini, tidaklah mengherankan bahwa perokok lebih rentan terhadap katarak

dibanding dengan yang bukan perokok.

7. Trauma

Trauma dapat menyebabkan kerusakan langsung pada protein lensa

sehingga timbul katarak. Kerusakan lensa akibat trauma pada kapsul lensa yang

dapat menyebabkan katarak. Trauma katarak dapat meliputi sebagian atau seluruh

lensa. Trauma mata yang paling sering dijumpai adalah cedera tumpul pada bola

mata akibat terkena peluru senapan angin, anak panah, batu, benturan, dan

terkena obyek yang berterbangan. Obyek yang pasir/kerikil dari proses

penggurindaan (grinding), atau terkena bahan kimia, dll memiliki peran terhadap

terjadinya katarak (Ilyas, 2014).

8. Infeksi

Uveitis kronik sering menyebabkan katarak. Pada uveitis sering dijumpai

sinekia posterior yang menyebabkan pengerasan pada kapsul anterior lensa.

9. Obat-obat-obatan seperti kortikosteroid

Penggunaan steroid jangka panjang dapat meningkatkan resiko terjadinya

katarak. Jenis katarak yang sering pada pengguna kortikosteroid adalah katarak

Page 23 of 50
subkapsular.

5. Patogenesis
Lampiran
24
Patogenesis terjadinya katarak adalah multifaktorial. Berat dan tebal lensa

akan meningkat sesuai pertambahan umur dengan kekuatan akomodasi lensa yang

semakin menurun. Lapisan korteks baru akan terus bertambah dan terbentuk

secara konsentris, sehingga nukleus lensa terkompresi dan menjadi keras

(sklerosis). Protein lensa akan berubah dan terjadi agregasi menjadi protein

dengan berat molekul tinggi. Agregasi protein menyebabkan fluktuasi indeks

refraksi lensa, hamburan sinar dan berkurangnya transparansi lensa. Perubahan

protein lensa akan memproduksi pigmen, sehingga lensa berubah menjadi

kuning sampai cokelat sesuai pertambahan usia. Pertambahan meningkatkan

konsentrasi sodium dan kalsium serta meningkatkan hidrasi lensa.

6. Pengobatan Katarak

Ada beberapa cara untuk mendiagnostik katarak antara lain:

a. Keratometri

b. Oftalmoskop

c. A-Scan Ultrasoundm (Echography)

d. Hitung sel endotel

Adapun pengobatan katarak, adalah sebagai berikut (Ilyas, 2014):

a. Gejala dapat dikurangi dengan memakai kacamata antiglare, dan kaca

pembesar.

b. Pembedahan/ operasi katarak, dilakukan untuk mengeluarkan lensa yang

keruh, apabila tidak dioperasi maka akan terjadi kebutaan total.

7. Pencegahan Katarak

Page 24 of 50
a. Pencegahan Primer

Pencegahan primer adalah usaha mencegah timbulnya katarak dengan


Lampiran
25
menghilangkan (melindungi) tubuh dari faktor-faktor yang dapat menimbulkan

katarak. Sampai saat ini belum ditemukan obatyang dapat mencegah timbulnya

katarak. Beberapa penelitian sedang dilakukan untuk memperlambat proses

bertambah keruhnya lensa untuk menjadi katarak. Beberapa faktor yang perlu

dihindari sinar ultra violet B dari matahari, efek racun dari rokok, alkohol, gizi

kurang, kekurangan vitamin E dan radang menahun di bola mata. Obat-obatan

tertentu juga dapat berkontribusi untuk timbulnya katarak, yaitu : beta metason,

kloroquin, klorpomazin, kortison, ergotamine, indometasin dan beberapa obat

lain. Selain itu, makan makanan yang dapat melindungi kelainan degeneratif pada

mata dan anti oksidan seperti vitamin C, zink dan selenium serta tumbuh-

tumbuhan yang kaya akan bioflavonoid (buah jeruk, stroberry, cery, anggur,

pepaya, melon dan tomat).

b. Pencegahan Sekunder

Pencegahan sekunder berupa usaha untuk mencegah timbulnya kerusakan

mata lebih lanjut dengan mengidentifikasi kelompok populasi beresiko tinggi.

Pada usia 40 tahun, sebaiknya mata diperiksa setiap tahun untuk menemukan

kelainan mata, termasuk katarak. Bila terdapat keluhan yang mencurigakan

adanya katarak, maka sebaiknya dilakukan pemeriksaan yang seksama oleh

seorang dokter.

Menurut Vaughan D dan Asbury T, Sebagian besar katarak tidak dapat dilihat

oleh pengamatan awam sampai kekeruhannya cukup padat (matur atau

hipermatur) yang menyebabkan kebutaan. Walaupun demikian, katarak stadium

Page 25 of 50
dini dapat dipantau degan oftalmoskop, loop (kaca pembesar) atau lampu

celah (slit lamp).


Lampiran
26
Banyak pasien katarak yang datang untuk melakukan pemeriksaan setelah

mengalamai gejala berkurangnya kemampuan dalam melihat dan sudah

mengganggu aktifitas kesehariannya. Pasien tersebut harus menjalani

pemeriksaan penglihatan yang komprehensif dengan perhatian khusus diberikan

kepada pemeriksaan lensa mata (American Academy of Oftalmology, 2010).

Katarak harus dicurigai bila refleks merah tidak mudah terlihat dengan

oftalmoskop langsung. Ruang pupil setelah muncul gelap akan terlihat abu-abu

atau putih, tergantung pada jenis dan tahap kegelapan lensa. Katarak dapat

terdiagnosa dengan mudah menggunakan ophtalmoscope langsung jika pupil

melebar, namun penentuan akurat jenis dan tingkat perubahan lensa

memerlukan pemeriksaan lampu celah.

Ruang anterior atau rongga vitreous mengalami perdarahan dan inflamasi,

membran pupil dan tumor segmen posterior juga dapat mengaburkan refleks

merah.

Bila penglihatan tergangu sehingga menggangu kegiatan sehari-hari maka

tidak ada alasan untuk tidak meklakukan operasi katarak. Khusus untuk katarak

yang belum perlu dibedah maka ada beberapa hal yang perlu dilakukan oleh

penderita untuk mempertajam kondisinya, yaitu:

1) Penerangan pada saat membaca yang sesuai dengan keadaan katarak. Mata

kadang-kadang melihat benda terlalu silau.

2) Cegah sinar matahari langsug menghadap ke mata karrna akan

mengakibakan penglihatan kabur pada katarak dengan manik- manik kecil.

Page 26 of 50
3) Pakai televisi yang dapat melindungi mata dari cahaya langsung.

4) Kaca mata berwarna kadang-kadang dapat mengurangi silau.


Lampiran
27
5) Pada saat menonton televisi hindari sinar yang cahayanya datang dari arah

yang sama.

6) Pada saat membaca sebaiknya sinar datang atau berada di bagain

belakang kepala.

c. Pencegahan Tersier

Pencegahan tersier dalah usaha untuk mencegah timbulnya komplikasi

akibat katarak dan pengobatannya. Setelah pembedahan mata perlu mendapatkan

obat tetes mata selama beberapa minggu. Mata selama 2-4 minggu perlu

diilindungi sewaktu tidur untuk mencegah kecelakaan pada mata tanpa disadari.

Perbaikan yang nyata akan dirasakan nyata pada hari berikutnya setelah

pembedahan mata. Penyembuhan sempurna akan didapatkan setelah 4-5 minggu.

Pemeriksaan ulang perlu dilakukan secara teratur. Bila mata telah sembuh

diperlukan kacamata utuk melihat dekat.

1) Kacamata pasca bedah

Lensa keruh yang dikeluarkan setelah pembedahan diperlukan pada bintik

kuningan sehingga penglihatan menjadi tegas dan jelas.

2) Lensa kontak pasca bedah

Lensa kontak dengan ukuran tertentu dapat dipergunakan sebagai pengganti

lensa mata untuk melihat jauh. Lensa kontak sebagai lensa penggganti

setelah katarak dikeluarkan akan lebih bermanfaat untuk penglihatan. Akan

tetapi, pemasangannya pada mata orang usia lanjut akan mendapatkan

kesukaran. Pada keadaan tertentu lensa kontak tidak dapat dipergunakan

Page 27 of 50
seperti pada mata sakit, berair, merah dan silau.

3) Lensa tanam intraokular


Lampiran
28
Biasanya setelah lensa dikeluarkan maka ditanam lensa pengganti ke dalam

mata. Lensa ini dinamakan lensa tanam intraokular. Pemasangan lensa

dalam mata ini akan memberikan keuntungan berupa segera dapat

menyesuaikan diri terhadap lingkungan karena lensa intraokular

menggantikan kedudukan lensa katarak yang dikeluarkan.

B. TINJAUAN UMUM TENTANG KUALITAS HIDUP

1. Defenisi Kualitas Hidup

Quality of life (QoL) menurut WHO Instrument Group adalah adalah

suatu persepsi individu terhadap keberadaan atau posisinya mereka hidup dan

berkaitan dengan tujuan, harapan, standar, dan kepentingan masing-masing.

Quality of life merupakan suatu konsep luas yang terpengaruh secara kompleks

oleh status kesehatan fisik seseorang, status psikologis, tingkat kemandirian,

hubungan sosial, dan hubungan mereka terhadap lingkungan mereka yang penting

(WHO, 1997).

Kualitas hidup adalah refleksi dari kesejahteraan seseorang, kemampuan

untuk menjalankan hidup yang bahagia. Kualitas hidup mencakup dimensi

kemampuan fisik, kesehatan mental, persepsi kesehatan secara umum, fungsi

sosial, dan kemandirian. Masing- masing individu mempunyai komponen kualitas

hidup yang berbeda- beda (Skalicky et al., 2012).

Menurut gagasan ilmiah secara umum, kualitas hidup adalah multidimensi

yang tidak bisa langsung diukur tetapi hanya dapat ditampilkan dalam komponen

Page 28 of 50
tunggal (Augustin et al., 2013). Kualitas hidup meliputi bagaimana individu

mempersepsikan
Lampiran kebaikan dari beberapa aspek kehidupan mereka. Kualitas hidup
29
dalam mempertahankan individu yang lebih luas merupakan faktor yang penting

dalam memastikan bahwa orang tersebut dapat hidup dengan baik dengan

perawatan dan dukungan hingga datangnya kematian (Bowling, 2014). Theofilou

(2013) menjelaskan bahwa kualitas hidup merupakan konsep yang luas

meliputi bagaimana individu mengukur emosional individu dalam peristiwa

kehidupan, disposisi, kepuasan hidup, kepuasan dengan pekerjaan dan hubungan

pribadi.

Kualitas hidup diukur dengan menggunakan instrumen yang dirancang dan

diuji khusus. Instrument ini mengukur kemampuan seseorang untuk berfungsi

dalam tugas-tugas biasanya dengan normal dalam kehidupan. Mengukur kualitas

hidup terkait kesehatan dapat membantu menentukan beban penyakit yang dapat

dicegah, luka dan cacat serta dapat memberikan wawasan baru yang berharga ke

dalam hubungan antara kualitas hidup terkait kesehatan dan faktor risiko. Analisis

data surveilans kualitas hidup terkait kesehatan dapat mengidentifikasi

subkelompok dengan kesehatan yang dirasakan relatif buruk dan membantu

memandu intervensi untuk meningkatkan situasi mereka dan mencegah

konsekuensi yang lebih serius. Interpretasi dan publikasi data ini dapat membantu

mengindetifikasi kebutuhan kebijakan kesehatan dan undang-undang membantu

mengalokasikan sumber daya berdasarkan kebutuhan yang tak terpenuhi,

mengarahkan pengembangan rencana strategis, dan membantu efektivitas

intervensi masyarakat luas.

Kualitas hidup terkait kesehatan merupakan suatu variabel abstrak. Kualitas

Page 29 of 50
hidup mengandung dua komponen yaitu ungkapan subjektif atau persepsi

seseorang
Lampiran dan komponen objektif. Data objektif yang diukur adalah status
30
kesehatan seseorang. Ungkapan subjektif menggunakan sekumpulan pertanyaan

yang terangkum dalam sebuah kuesioner. Jawaban dari orang tersebut kemudian

dikonversi menjadi suatu nilai/skala sehingga bisa diukur secara objektif

(Rochmayanti, 2013).

2. Dimensi Kualitas Hidup

Menurut WHOQOLBREF (1996) aspek-aspek yang dapat dilihat dari

kualitas hidup, seperti:

a. Kesehatan Fisik

Kesehatan fisik, seperti nyeri dan ketidaknyamanan, tidur dan beristirahat,

tingkat energi dan kelelahan, mobilitas, aktivitas sehari-hari, kapasitas dalam

bekerja, dan ketergantungan pada obat dan perawatan medis. Kesehatan fisik

dapat mempengaruhi kemampuan individu untuk melakukan aktivitas. Aktivitas

yang dilakukan individu akan memberikan pengalaman-pengalaman baru yang

merupakan modal perkembangan ke tahap selanjutnya.

b. Kesehatan Psikologis

Kesehatan psikologis, seperti, berfikir; belajar; mengingat; dan konsentrasi,

harga diri, penampilan dan citra tubuh, perasaan negatif, perasaan positif serta

spiritualitas. Aspek psikologis terkait dengan keadaan mental individu. Keadaan

mental mengarah pada mampu atau tidaknya individu menyesuaikan diri terhadap

berbagai tuntutan perkembangan sesuai dengan kemampuannya, baik tuntutan

dari dalam diri maupun dari luar dirinya.

c. Hubungan Sosial

Page 30 of 50
Hubungan sosial, seperti hubungan pribadi, aktivitas seksual dan dukungan

sosial.
LampiranAspek hubungan sosial yaitu hubungan antara dua individu atau lebih
31
dimana tingkah laku individu tersebut akan saling mempengaruhi. Mengingat

manusia adalah mahluk sosial maka dalam hubungan sosial ini, manusia dapat

merealisasikan kehidupan serta dapat berkembang menjadi manusia seutuhnya.

d. Lingkungan

Lingkungan, seperti kebebasan; keselamatan fisik dan keamanan,

lingkungan rumah, sumber keuangan, kesehatan dan kepedulian sosial, peluang

untuk memperoleh keterampilan dan informasi baru, keikutsertaan dan peluang

untuk berekreasi, aktivitas di lingkungan, transportasi. Aspek lingkungan yaitu

tempat tinggal individu, termasuk di dalamnya keadaan, ketersediaan tempat

tinggal untuk melakukan segala aktivitas kehidupan, termasuk didalamnya adalah

saran dan prasarana yang dapat menunjang kehidupan.

3. Kualitas Hidup Berhubungan dengan Penglihatan

National Eye Institute Visual Function Questionnaire 25 (NEI- VFQ25)

adalah salah satu kuesioner fungsi visual yang paling banyak digunakan.

Berkurang dari format asli versi 51 item, reliabilitas dan validitas NEI VFQ-25

dapat dibandingkan dengan versi yang lebih panjang. Kuesioner ini telah

digunakan dalam survey mata berbasis populasi yang besar dan telah divalidasi

dalam beberapa bahasa.

Sebelum VF-25 diperkenalkan, pada awalnya digunakan VF-51 yang

berusaha mengukur pengaruh penglihatan pada berbagai dimensi kualitas hidup

seperti kesejahteraan secara emosional dan fungsi social. Namun, beberapa umpan

balik dari pengguna menyatakan bahwa versi yang lebih singkat sangat diperlukan

Page 31 of 50
untuk riset dan klinis. NEI VFQ memiliki kandungan yang multidimensi,

reliabilitas,
Lampiran dan validitas yang baik dan dapat diselesaikan dalam waktu yang
32
sesingkat mungkin.

Dua puluh lima pertanyaan dalam NEI VFQ dikelompokkan dalam 12 sub-

skala (termasuk kesehatan umum, penglihatan umum, nyeri mata, aktivitas dekat,

aktivitas jauh, fungsi sosial, kesehatan mental, kesulitan peran, ketergantungan,

mengemudi, penglihatan warna, dan lapang pandang perifer). Tiap subskala

dihitung berdasarkan metode yang telah dijelaskan oleh pengembang NEI-VFQ

dan dapat berkisar dari 0 sampai 100, dimana 0 adalah paling buruk dan 100

menunjukkan tidak ada ketidakmampuan berhubungan dengan penglihatan.

Coleman et al. (2002) melakukan pengukuran kualitas hidup dengan

menggunakan kuesioner VFQ-25, karena kuesioner ini akan memberikan data

yang reproducible dan sahih, terutama jika digunakan pada berbagai kondisi

dengan berbagai tingkat keparahan penyakit mata. NEI-VFQ25 sensitif terhadap

pengaruh katarak senilis, degenerasi macula, kehilangan lapang pandang dan low

vision dengan berbagai sebab. Kuesioner ini juga banyak dipilih karena spesifik.

Kuesioner ini memiliki validitas isi yang didapat dari berbagai penelitian dan dari

hasil konsultasi terhadap pasien dan ahli low vision. Kuesioner ini memiliki hal-

hal (item) yang berkaitan dengan aktivitas harian, fungsi social, dan cara

mengatasi vision loss.

C. TINJAUAN UMUM FAKTOR YANG BEHUBUNGAN DENGAN


KUALITAS HIDUP PENDERITA KATARAK

1. Umur

Bolton et al. (2014) mengatakan bahwa umur merupakan salah satu faktor

Page 32 of 50
yang dapat mempengaruhi kualitas hidup seseorang. Secara umum, umur

mempengaruhi
Lampiran kematangan psikologis dari seseorang.
33
Chang et al. (2011) menyatakan bahwa faktor umur mempunyai hubungan

terhadap kejadian katarak. Semakin meningkatnya usia, maka sifat lensa sebagai

salah satu organ tubuh juga akan ikut berubah. Perubahan yang terjadi salah

satunya ialah meningkatnya kemampuan lensa untuk menghamburkan cahaya

matahari. Lensa menjadi keras dan keruh karena terjadi penurunan metabolisme

dalam tubuh, artinya semakin bertambahnya usia seseorang maka risiko terjadinya

penyakit katarak akan semakin besar pula. Umur juga memiliki korelasi positif

terhadap kualitas hidup pasien katarak.

Umur juga memiliki korelasi positif terhadap kualitas hidup pasien katarak.

Penelitian cohort oleh Fraser et al. (2013) menunjukkan hasil bahwa umur

berpengaruh terhadap kualitas hidup pasien katarak.

2. Jenis Kelamin

Menurut Hungu (2007) jenis kelamin (seks) adalah perbedaan antara

perempuan dengan laki-laki secara biologis sejak lahir. Perbedaan biologis dan

fungsi biologis laki-laki dan perempuan tidak dapat dipertukarkan diantara

keduanya, dan fungsinya tetap dengan laki-laki dan perempuan pada segala ras

yang ada di muka bumi. Prevalensi penderita katarak lebih banyak ditemukan

pada perempuan dibandingkan laki-laki. Hal ini dikaitkan dengan usia harapan

hidup perempuan yang lebih lama dimana jumlah perempuan usia lanjut yang

lebih banyak. Peningkatan risiko katarak pada jenis kelamin perempuan karena

efek dari berkurangnya hormon estrogen saat menopause. Estrogen dapat

Page 33 of 50
melindungi lensa terhadap proses pembentukan katarak (Lai et al., 2013).

Dear (2002), Roysamb (2003) mengatakan bahwa wanita memiliki kualitas hidup
Lampiran
34
yang lebih rendah dibandingkan laki-laki. Namun hal berbeda ditunjukkan oleh (Campos

et al., 2014) yang menyatakan bahwa wanita dengan kesehatan fisik dan psikososial yang

baik cenderung memiliki kualitas hidup yang lebih baik.

Hasil penelitian Ahmad et al. (2016) menyatakan bahwa ada hubungan antara jenis

kelamin dengan kualitas hidup. Kesehatan mental pada perempuan lebih rendah daripada

laki-laki. Perempuan berisiko mengalami depresi lebih besar daripada laki-laki.

Perbedaan yang terjadi dapat terjadi dikarenakan coping strategies laki-laki dan

perempuan yang berbeda. Pria cenderung berfokus pada masalah yang terjadi sedangkan

wanita lebih fokus pada emosi saat menghadapi masalah sehingga wanita lebih cenderung

mempunyai emosi negatif yang dalam jangka waktu lama dapat menyebabkan stress dan

menurunnya kualitas hidup. Secara biologis, perempuan lebih berpeluang mengalami

stres karena adanya dysregualted pitutary- hipotalamus-adrenal axis (HPA) untuk

merespon stres lebih baik laki- laki.

3. Pendidikan

(Moons et al., 2004) mengatakan bahwa tingkat pendidikan adalah salah

satu faktor yang dapat mempengaruhi kualitas hidup subjektif. Penelitian yang

dilakukan oleh Noghani, Asgharpour, Safa, dan Kermani (2007) menemukan

adanya pengaruh positif dari pendidikan terhadap kualitas hidup subjektif namun

tidak banyak.

Onakoya et al. (2012) mengemukakan bahwa semakin tinggi pendidikan

maka akan semakin baik kualitas hidupnya. Semakin tinggi pendidikan, maka

seseorang memiliki pemahaman yang baik mengenai penyakit yang dideritanya.

Moons et al. (2004), Abrori (2017) menyatakan bahwa tingkat pendidikan adalah

salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kualitas hidup. Kualitas hidup akan

Page 34 of 50
meningkat seiring tingkat pendidikan individu. Seseorang yang mempunyai

pendidikan
Lampiran lebih tinggi mempunyai kemampuan belajar lebih cepat dan pada
35
umumnya memiliki basis pengetahuan yang lebih luas yang dapat membantu

memperkuat informasi baru. Hasil penelitian serupa oleh Sharma et al. (2014),

pengetahuan merupakan domain untuk membentuk tindakan. Penderita

berpendidikan tinggi memiliki pengetahuan lebih luas sehingga dapat mengontrol

diri dalam mengatasi masalah yang dihadapi.

Tingkat pendidikan juga mempengaruhi matangnya perubahan diri seseorang

untuk menerima pengaruh luar yang positif terkait dengan informasi kesehatan

sehingga dengan mudahnya penerimaan informasi tersebut, akan memudahkan

penderita DM tipe 2 melakukan manajemen perawatan (Meidikayanti and

Wahyuni, 2017).

4. Lama Sakit

Hasil penelitian oleh Essue et al. (2014) menunjukkan adanya hubungan

antara lama sakit dengan kualitas hidup penderita katarak. Lama sakit

meningkatkan risiko terhadap perkembangan penyakit katarak. Semakin lama

perjalanan penyakit maka dapat memperburuk kualitas hidup penderita katarak.

5. Riwayat Penyakit

Riwayat penyakit yang diderita pasien dapat mempengaruhi waktu

kesembuhan, seperti jika pasien menderita penyakit diabetes mellitus. Adanya

riwayat penyakit kronis, menurut karakteristik sosiodemografi, berkaitan dengan

semakin menurun kualitas hidupnya. Hal ini berhubungan dengan penurunan

Page 35 of 50
kemampuan fisik, sosial dan mental lansia sehingga semakin tua mereka, semakin

cenderung
Lampiran tidak dapat melakukan berbagai macam hal yang berperan dalam
36
pemenuhan maupun yang dapat meningkatkan kualitas hidupnya.

Riwayat penyakit seperti diabates melitus, hipertensi, glaukoma, trauma

mata dapat berujung pada terjadinya katarak. Hasil penelitian yang dilakukan oleh

Chua et al. (2017) menunjukkan ada hubungan antara diabetes melitus dengan

terjadinya katarak. Kelainan metabolik diabetes melitus dapat menyebabkan

hilangnya transparansi lensa yang dapat mempengaruhi ketajaman penglihatan.

Hal ini dapat berdampak pada menurunnya kualitas hidup penderita katarak.

D. KERANGKA TEORI

Page 36 of 50
Gambar 2.1. Kerangka Teori Kualitas Hidup Katarak
Diadaptasi dan dimodifikasi dari Ilyas (2008), Pujiyanto (2004), dan Stelmack et al.
(2003)
Lampiran
37

Page 37 of 50
BAB III
Lampiran
KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL, DAN HIPOTESIS
38

3.1 Kerangka Konsep

Kualitas hidup penderita katarak adalah persepsi atau pandangan subjektif

penderita katarak terhadap kesehatan umum dan kesehatan mata, hambatan dalam

beraktivitas, dan respon terhadap gangguan penglihatan yang dialami. Kualitas

hidup diukur menggunakan kuesioner The National Eye Institute-Visual Function

Questionnaire 25 (NEI-VFQ 25).

Kriteria Objektif

Baik : Bila responden mendapatkan skor ≥ 50

Buruk : Bila responden mendapatkan skor <50

Umur

Jenis Kelamin

Pendidikan KUALITAS HIDUP


PENDERITA
KATARAK

Lama Sakit

Riwayat Penyakit

Keterangan:
Variabel Independen

Variabel Dependen

Page 38 of 50
Lampiran
1.
39 Definisi Operasional

Macam Pengertian Alat Ukur Cara Ukur Hasil Ukur Skala


Variabel ukur
1.Umur Usia Pedoman Wawancara ≥ 75 tahun : Ordinal
Wawancara dan
responden pewawancara Responden yang
mengisi hasil
wawancara di
dari awal berusia ≥ 75
lembar
instrumen
kelahiran tahun

sampai pada < 75 tahun :

saat penelitian Responden yang

ini dilakukan. berusia < 75

tahun.

2.Jenis Jenis kelamin Pedoman Wawancara Kriteria Objektif Ordinal


Kelamin yang dimaksud Wawancara dan
dalam pewawancara Laki-laki : Jika
penelitian ini mengisi hasil
adalah jenis wawancara di
responden
kelamin yang lembar
diperiksa instrumen
berdasarkan berjenis kelamin
catatan dalam
kartu rekam laki-laki sesuai
medis pasien.
dengan catatan

kartu rekam

medis pasien

maupun kartu

Page 39 of 50
identitas pengenal

Lampiran lainnya SIM,


40
KTP, dll.

Perempuan: Jika

responden

berjenis kelamin

perempuan sesuai

dengan catatan

kartu rekam

medis pasien

maupun kartu

identitas pengenal

lainnya SIM,

KTP, dll.

3.Pendidikan Pendidikan Pedoman Wawancara Tinggi : Jika Ordinal


yang dimaksud wawancara dan
adalah tingkat pewawancara responden
pendidikan mengisi hasil
yang pernah wawancara di menyelesaikan 9
diikuti oleh lembar
responden instrumen
secara tahun wajib
formaengertian
belajar (SMP)

Rendah : Jika

responden tidak

menyelesaikan 9

tahun wajib

belajar (SMP)

Page 40 of 50
4.Lama Sakit Lama sakit yang Pedoman Wawancara ≥ 10 tahun : Jika Ordinal
Lampiran dimaksud dalam Wawancara dan
41 penelitian ini pewawancara dari diagnosis
adalah rentang mengisi hasil
waktu wawancara di hingga saat
responden lembar
menderita instrumen
katarak dihitung penelitian
mulai pertama
kali terdiagnosis responden lebih
sampai
dilakukan dari 10 tahun.
penelitian
< 10 tahun : Jika

dari diagnosis

hingga saat

penelitian

responden kurang

dari 10 tahun

5.Riwayat Riwayat Pedoman Wawancara Ya : Jika Ordinal


Penyakit Wawancara dan
penyakit pewawancara responden
mengisi hasil
wawancara di
merupakan memiliki salah
lembar
instrument
penyakit- satu atau lebih

penyakit yang riwayat penyakit

pernah diderita yang merupaka

responden faktor risiko

yang memiliki katarak.

risiko terhadap Tidak : Jika

penyakit responden tidak

katarak memiliki riwayat

Page 41 of 50
(diabetes penyakit yang

Lampiran mellitus, merupakan faktor


42
hipertensi, risiko katarak.

trauma mata,

dll).

3.3. HIPOTESIS

Berdasarkan kerangka konsep yang telah ditetapkan maka penulis menetapkan

Hipotesis penelitian sebagai berikut :

1. Terdapat hubungan umur dengan kualitas hidup penderita katarak di


Kabupaten Indramayu Tahun 2022.
2. Terdapat hubungan jenis kelamin dengan kualitas hidup penderita katarak di
Kabupaten Indramayu Tahun 2022.
3. Terdapat hubungan pendidikan dengan kualitas hidup penderita katarak di
Kabupaten Indramayu Tahun 2022.
4. Terdapat hubungan lama sakit dengan kualitas hidup penderita katarak di
Kabupaten Indramayu Tahun 2022 .
5. Terdapat hubungan riwayat penyakit dengan kualitas hidup penderita
katarak di Kabupaten Indramayu Tahun 2022.

Page 42 of 50
Lampiran
43 BAB IV

METODE PENELITIAN

5.1 Jenis dan Desain

Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah studi observasional analitik dengan melakukan

pendekatan cross sectional study. Menurut Notoatmodjo (2012), cross sectional

merupakan jenis penelitian yang menekankan waktu pengukuran/observasi dari data

variabel independen dan variabel dependen secara sekaligus dalam satu waktu. Penelitian

ini akan melihat faktor-faktor yang berhubungan dengan kualitas hidup penderita katarak.

5.2. Variabel Penelitian

Variabel Penelitian adalah kegiatan menguji hipotesis (kesimpulan atau dugaan

sementara ). Dalam penelitian Analisis Faktor Yang Berhubungan dengan

Kualitas Hidup Penderita Katarak di Kabupaten Indramayu ini , variable-

variabelnya adalah sebagai berikut :

1. Variabel bebas terdiri Umur , Jenis Kelamin,Pendidikan,Lama

Sakit,Riwayat Penyakit

2. Variabel terikatnya yaitu Kualitas Hidup Penderita Katarak

3. Variabel pengganggu terdiri dari Toksik, Gangguan Metabolik

5.3. Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek atau subyek yang

mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti

untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2014). Populasi

Page 43 of 50
pada penelitian ini adalah semua penderita katarak yang telah menjalani operasi

katarak
Lampiranpada Januari – Maret Tahun 2022 di Klinik “Eye Center”, RS Sentot,
44
RS.MM danPuskessebanyak 500 orang

Pada Januari- Maret Tahun 2022 diklinik “Eye Center”, RS Sentot , RS MM dan

Puskesmas Sukra.

2. Sampel

Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh

populasi atau sampel merupakan bagian dari populasi yang ada (Sugiyono, 2014).

Pengambilan sampel dalam penelitian ini dilakukan dengan teknik

consecutive sampling yaitu setiap pasien yang datang dan memenuhi kriteria

pemilihan dimasukkan dalam penelitian sampai jumlah sampel yang diperlukan

terpenuhi.

Sampel pada penelitian ini yakni penderita katarak yang telah menjalani

operasi katarak di Klinik Eye Center , RS.Sentot, RS MM dan Puskesmas Sukra

Kabupaten Indramayu.

Perkiraan besar sampel pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan

rumus Kothari (1990) dalam Murti (2013) sebagai berikut:

𝑁 ∙ 𝑍2 ∙ 𝑝 ∙ 𝑞

𝑛=
𝑑2(𝑁 − 1) + 𝑍2 ∙ 𝑝 ∙ 𝑞

Keterangan :

n = Besar sampel

N = Besar populasi (500 orang)

Page 44 of 50
Z = Standar deviasi normal (1,96)

dLampiran
= Tingkat ketelitian yang digunakan (0,05)
45
p = Perkiraan proporsi variabel yang diteliti (0,56) q= 1 - p

Maka :

500 ∙ (1,96)2 ∙ 0,56 (1-0,56)

n=
(0,05)2.( 500-1)+(1.96)2.0,56(1-0,56)

500 ∙ 0,95

n=
0,0025 ∙ 697 + 0,95

475

n=
2,69

n = 176,4 atau 176 orang

n=176, 4 disesuaikan oleh peneliti menjadi 176 responden

Berdasarkan perhitungan diatas sampel yang mejadi responden dalam penelitian

ini di sesuaikan menjadi sebanyak 176 orang atau sekitar 35% dari seluruh total

penderita katarak , hal dilakukan untuk mempermudah dalam pengolahan data dan

untuk hasil pengujian yang lebih baik.

Melalui perhitungan Rumus Khotari didapatkan sampel penderita katarak

sebanyak 176 orang.

Adapun kriteria inklusi dan ekslusi penelitian sebagai berikut:

Page 45 of 50
• Kriteria Inkusi

• Terdaftar sebagai penderita katarak pada buku register/rekam medik


Lampiran
46
klinik mata “eyecenter “ dan RS.MM , RS Sentot dan Puskesmas Sukra

• Memiliki catatan medis yang lengkap dan memenuhi kriteria variabel

yang diteliti

• Bersedia menjadi responden selama penelitian berlangsung

• Kriteria Ekslusi

 Tidak bersedia menjadi responden dalam penelitian

5.4 Instrumen Penelitian

Instrumen dalam penelitian ini adalah Lembar observasi dan panduan

wawancara. Tidak dilakukan uji validitas dan uji reliabilitas karena lembar observasi dan

wawancara ini sudah baku dari Kuesioner terkait kualitas hidup menggunakan National

Eye Institute Visual Function Questionnaire 25 (NEI-VFQ25). .

5.5 Teknik Pengumpulan Data

1. Persiapan Pengumpulan Data

Persiapan yang utama dalam penelitian adalah perijinan di tempat

penelitian. Persiapan dilakukan agar saat penelitian tidak mengalami banyak

hambatan.

2. Sumber Data

a. Data Primer

Data primer diperoleh dengan cara melakukan wawancara langsung ke

rumah responden dengan berpedoman pada kuesioner yang telah tersedia yang

Page 46 of 50
memuat pertanyaan-pertanyaan yang digunakan untuk menggali informasi

mengenai
Lampiran variabel-variabel yang akan dianalisis pada penelitian ini yang mana
47
erat kaitannya dengan kejadian katarak. Kuesioner terkait kualitas hidup

menggunakan National Eye Institute Visual Function Questionnaire 25 (NEI-

VFQ25). Data variabel independen yaitu umur, jenis kelamin, pendidikan, lama

sakit, riwayat penyakit dan dinilai dengan kuesioner yang diberikan.

Dalam pengambilan data, peneliti dibantu oleh beberapa orang

dari dinas kesehatan, petugas puskesmas setempat. Sebelum

kegiatan wawancara dan pengukuran dilaksanakan, peneliti

memberikan pelatihan kepada tim pewawancara tentang

kuesioner dan hal-hal yang berkaitan dengan tema penelitian.

b. Tidak langsung (data sekunder), diperoleh Dinas Kesehatan,

puskesmas, dan desa baik berupa Laporan Tahunan, Profil

Kesehatan ataupun catatan lainnya.

5.6 PENGOLAHAN DATA

Pengolahan data kuantitatif dilakukan dengan menggunakan sistem

komputerisasi melalui program SPSS. Adapun tahap pengolahan datanya, yaitu:

1. Screening

Pada tahap ini dilakukan pemeriksaan seberapa banyak data yang

missing yang ditemukan dalam kuesioner.

2. Editing

Pada tahap ini semua kesalahan yang telah didapatkan pada tahap screening

Page 47 of 50
divalidasi dengan cara membuka kembali kuesioner yang datanya tidak sesuai.

Hal ini dilakukan agar data yang diperoleh merupakan informasi yang benar dan
Lampiran
48
lengkap sesuai dengan variabel yang direncanakan.

3. Coding

Pada tahap ini variabel yang datanya kualitatif diberikan kode numerik.

Pengkodean ini dimaksudkan untuk menyingkat data yang diperoleh untuk

mempermudah mengolah dan menganalisa data dengan memberi dalam bentuk

angka.

4. Entry Data

Pada tahap ini, data atau jawaban dari responden yang sebelumnya telah

diubah dalam bentuk kode (angka) dimasukkan ke dalam program atau software

kompoter.

5. Cleaning

Apabila data dari semua responden sudah dimasukkan, perlu dilakukan

pengecekan kembali untuk melihat kemungkinan-kemungkinan adanya kesalahan

kode, ketidaklengkapan, kemudia dilakukan pembetulan atau koreksi.

5.7 ANALISIS DATA

Setelah melakukan pengolahan data, selanjutnya dilakukan analisis data.

Analisis data terbagi dalam tiga tahap analisis, yaitu:

1. Analisis Univariat

Analisis univariat dilakukan untuk memperoleh informasi tentang kelayakan

data untuk dianalisis dengan mendekripsikan gambaran distribusi setiap variabel

penelitian, sebelum melihat kaitannya dengan variabel yang lain. Analisis

Page 48 of 50
univariabel disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi dan disertai narasi.

2. Analisis Bivariat
Lampiran
49
Analisis bivariat adalah analisis yang dilakukan untuk melihat hubungan

variabel meliputi variabel independen dan variabel dependen.

Uji statistik pada analisis bivariat menggunakan Chi-Square Test dengan

rumus:

Keterangan:

𝑋2 = ∑

(0 − 𝐸)2

E = Nilai harapan

 = Jumlah sampel yang diteliti X2 = Nilai uji X2

 = Nilai observasional Interpretasi analisis bivariat adalah:

 a.Jika nilaip>0,05 maka hipotesis penelitian ditolak.

 b. Jika nilai p<0,05 maka hipotesis penelitian diterima.

3. Analisis Multivariat

Analisis multivariat merupakan analisis yang dilakukan untuk

menghubungkan antara beberapa variabel independen dengan satu variabel

dependen pada waktu yang bersamaan. Tujuan analisis multivariat adalah untuk

mengetahui variabel independen yang mana yang paling besar pengaruhnya

terhadap variabel dependen dan apakah variabel independen berhubungan dengan

variabel dependen dipengaruhi oleh variabel lain atau tidak. Uji statistik yang

digunakan adalah Logistic Regression karena variabel dependennya berupa

Page 49 of 50
variabel kategorik, dengan menggunakan rumus:

𝑃 =1
Lampiran
50

(1 + 𝑒𝑥(𝑦))

Prosedur yang dilakukan terhadap uji regresi logistik, apabila masing-

masing variabel bebas dengan hasil menunjukkan nilai p<0,25 maka variabel

tersebut dapat dilanjutkan dengan model multivariat. Analisi multivariat

dilakukan untuk mendapatkan model terbaik.

5.8 ETIKA PENELITIAN

Peneliti mengajukan surat permohonan penelitian ke institusi terkait yang menaungi

wilayah penelitian maupun ke institusi tempat pengambilan data-data sekunder.

Prinsip etik penelitian terdiri dari tiga bagian, yaitu prinsip manfaat, prinsip

menghargai hak-hak subjek, dan prinsip keadilan. Peneliti menerapkan prinsip

menghargai hak-hak responden (respect human dignity). Peneliti memberikan

informasi mengenai maksud dilakukannya penelitian dan tujuan penelitian. Peneliti

memberikan lembar persetujuan untuk menjadi responden atau menolak untuk

menjadi responden tanpa ada sangsi.

Peneliti juga memberikan kesempatan kepada responden untuk mengajukan

pertanyaan yang berhubungan dengan penelitian.

Prinsip keadilan (right to justice) yang diterapkan dalam penelitian ini adalah

menjaga kerahasiaan (right to privacy). Peneliti meyakinkan responden dengan

memberikan penjelasan bahwa data dan informasi yang peneliti peroleh dijamin

kerahasiaannya. Informasi yang telah diperoleh dalam penelitian diolah sendiri oleh

Page 50 of 50
peneliti tanpa diketahui orang lain. Peneliti meminta kepada responden untuk mengisi

nama dengan inisial saja. Informasi yang telah diberikan tidak akan dipergunakan
Lampiran
51
dalam hal-hal yang dapat merugikan dalam bentuk apapun kecuali untuk kepentingan

penelitian.

5.9 Lokasi Penelitian

Waktu Penelitian selama 1 bulan, dengan lokasi penelitian di kabupaten

Indramayu , alasan pemilihan lokasi berkaitan dengan populasi yang mengindikasikan

ciri lokasi, ciri, individu, dan ciri karakter yang sama.

5.10.Jadwal Penelitian

No Kegiatan Maret April Mei Juni Juli Agust Okt

1. Penyusunan Proposal
2. Bimbingan Proposal
3. Seminar Proposal
4. Perbaikan Proposal dan
Persiapan Penelitian :
- Ijin penelitian
- Instrumen Penelitian
5. Penelitian
6. Tahap Pelaksanaan :
a. Pengumpulan Data
b. Analisis Data
5 Seminar Hasil

Page 51 of 50

Anda mungkin juga menyukai