Anda di halaman 1dari 8

BAB I

PENDAHULUAN

Masa dewasa merupakan suatu masa dimana seseorang telah berusia 18 tahun sampai
dengan 60 tahun dan setelah melewati masa dewasa biasanya orang akan mulai
memasuki masa lansia yang dimulai pada usia 60 tahun keatas. Masa dewasa dibagi
menjadi dua tahapan yaitu tahap dewasa awal dan dewasa akhir. Masa dewasa awal
dimulai pada umur 18 - 40 tahun. Pada masa dewasa awal merupakan peralihan dari
masa remaja dan biasanya perkembangan fisiologis selama ini masih berlangsung secara
cepat. Setelah memasuki dewasa awal, manusia akan memasuki dewasa akhir dimana
masa ini dimulai pada usia 40 - 60 tahun. Pada masa ini manusia mulai mengalami
proses degeneratif dari segi fisiologis mengingat dimana pada masa ini manusia mulai
akan memasuki masa lansia. Masa degeneratif paling besar yaitu terjadi pada saat 
memasuki masa lansia (Jannah et al., 2021). 

Seiring dengan bertambahnya usia, banyak dari aspek fisiologis yang berubah dan masa
perubahan yang paling drastis biasanya terjadi pada usia lansia. Perubahan fisiologis
merupakan suatu perubahan fisik yang terjadi pada manusia dan perubahan fisiologis ini
dapat terjadi pada tahap dewasa maupun lansia. Perubahan fisiologis yang biasanya
terjadi pada masa dewasa menuju ke lansia berupa perubahan dari segi penglihatan,
penciuman, perasa, pendengaran, pengecap, dsb. Tidak hanya itu, fungsi dari berbagai
organ dalam tubuh juga mengalami penurunan seperti kerja jantung, ginjal, pencernaan,
dsb. Pada makalah ini akan dibahas mengenai perubahan fisiologis yang terjadi pada
peralihan dari dewasa ke lansia (Soesanto, 2022). 

Terdapat berbagai faktor yang berpengaruh terhadap perubahan fisiologis seseorang.


Beberapa di antaranya yaitu genetik, penyakit genetik, polusi udara, merokok secara
aktif maupun pasif, penggunaan obat-obatan terlarang dan alkohol, pola makan,
aktivitas fisik, kondisi keuangan, dan akses kesehatan. Penyakit genetik dapat dicegah
dengan gaya hidup yang baik seperti mengatur pola makan sehat dan berolahraga.
Kondisi keuangan yang berkekurangan menyebabkan pola hidup sehat cenderung tidak
dilakukan. Akses terhadap informasi ataupun edukasi mengenai kesehatan juga kurang.
Daerah dengan akses kesehatan yang masih jarang membuat masyarakat kesulitan untuk
mengetahui kondisi tubuh secara berkala. Faktor-faktor tersebut akan secara langsung
berperan terhadap usia harapan hidup manusia (Ramli & Fadhillah 2020).

BAB II
PEMBAHASAN

2.1. PENGLIHATAN
Perubahan fisiologis yang paling terlihat saat memasuki masa lansia yaitu dari segi
penglihatan. Saat memasuki masa lansia, penglihatan akan semakin menurun dan
penyakit penglihatan yang sering terjadi pada masa lansia yaitu rabun dekat. Masalah
rabun dekat ini sangat umum terjadi pada masa lansia dan biasanya ditandai dengan
susah untuk membaca pada jarak dekat sehingga objek harus dijaukan terlebih dahulu
sehingga dapat terlihat dengan jelas. Rabun dekat ini juga dapat dikaitkan dengan
elastisitas dari otot-otot mata pada masa lansia, semakin bertambah usia kemampuan
dari otot-otot mata akan semakin menurun sehingga dapat mempengaruhi dari kinerja
mata itu sendiri. Hal ini juga didukung oleh pernyataan dari Rahayu & Ardia (2019)
bahwa seiring dengan bertambahnya usia, kekenyalan dari lensa mata serta
kelengkungannya semakin berkurang sehingga kemampuan untuk melihat akan semakin
menurun (Jager, 2019).

Menurut RISKESDAS DEPKES RI tahun 2013 menyatakan bahwa setidaknya


1.204.711 orang lansia mengalami penurunan penglihatan.Selain masalah rabun dekat,
penyakit yang banyak diderita pada usia lanjut adalah katarak. Katarak merupakan suatu
kondisi dimana lensa mata menjadi keruh sehingga visibilitas akan terganggu
(Munandar & Khairani, 2016). Katarak paling banyak diderita oleh para lansia
dikarenakan menurunnya kesehatan dari indra penglihatan itu sendiri sehingga sangat
rawan untuk terkena katarak. 

2.2. PENDENGARAN
Telinga adalah organ penting bagi manusia. Seiring bertambahnya usia, fungsi dari
sistem pendengaran akan terganggu dan menurun. Gangguan pendengaran dibagi
menjadi 3 jenis, yaitu gangguan sensori neural, gangguan konduktif, dan gangguan
campuran keduanya. Gangguan sensori neural berasal dari kelainan koklearis, saraf
kedelapan atau saluran auditori sentral. Sementara gangguan konduktif diakibatkan
kelainan telinga luar maupun tengah (Nayoan et al., 2022). Gangguan pendengaran juga
diakibatkan oleh kondisi kesehatan seperti penyakit jantung, gagal ginjal, diabetes
melitus, perubahan densitas tulang, dan disfungsi sistem imun. Penurunan pendengaran
lansia akan mengakibatkan kehilangan pendengaran secara bertahap (Putri et al., 2023).
Perubahan dari telinga dapat dimulai dari telinga bagian luar. Rambut telinga akan
menjadi panjang dan tebal. Kulit akan mengering dan menjadi tipis. Pada bagian tengah
telinga terjadi pengapuran tulang pendengaran, daya tangkap dari membran timpani
menurun, serta otot dan ligamen akan menjadi kaku (Soesanto, 2022).

2.3. PENCIUMAN
Penurunan fungsi penciuman adalah tanda penyakit. Salah satunya adalah kelompok
lanjut usia yang rentan sakit karena keterbatasan fisik. Masih banyak orang yang kurang
memperhatikan dan menyepelekan peran penciuman (Palandeng, 2018). Penyakit
hidung yang umum termasuk rinitis alergi, polip hidung, sinusitis, dan mimisan.
Berdasarkan data epidemiologi RA (rinitis alergi), Indonesia berada di antara 1,14-
23,34 persen. Sinusitis banyak terjadi di Indonesia. Bahkan menurut Departemen
Kesehatan RI, penyakit ini menduduki peringkat ke-25 dari 50 penyakit di Indonesia
pada tahun 2003. Diperkirakan 60% orang di seluruh dunia menderita mimisan. Polip
hidung tetap menjadi masalah kesehatan global dan dapat mempengaruhi kualitas hidup
mereka yang terkena dampaknya. Oleh karena itu, pemeriksaan rutin minimal enam
bulan sekali diperlukan untuk memeriksa kesehatan hidung dan mencegah penyakit
semakin parah.

2.4. ORAL & DENTAL


Pada masa penuaan biasanya terjadi perubahan pada rongga mulut serta jaringan perifer.
Di usia lansia sering terjadi masalah pada gigi serta mulut seperti contohnya susah
dalam menelan serta mengunyah makanan dan gigi ompong. Pada Data Riset Kesehatan
Dasar (2018) didapatkan penyakit yang sering terjadi pada orang lansia yaitu masalah
pada gigi dan mulut. Data tersebut menunjukkan karies gigi pada usia 55-64 tahun
sebesar 96,8% serta usia 65 tahun ke atas sebesar 95%. Tidak hanya itu, penyakit
periodontal dapat menyebabkan seseorang kesusahan dalam mengunyah, berbicara serta
kehilangan gigi. Menurut teori Blum, lingkungan, keturunan, pelayanan kesehatan serta
perilaku adalah faktor-faktor yang dapat berpengaruh terhadap kesehatan mulut dan
gigi. Pada lansia berumur > 65 tahun, gigi yang masih dapat berfungsi dengan normal
sebesar 31,14%.  Pada usia lansia, gigi yang masih tersisa pada rongga mulut sebanyak
9 hingga 12 gigi, padahal  jumlah gigi lansia umur > 65 tahun menurut standar WHO
minimal memiliki 20 gigi yang masih dapat digunakan (Auralia, 2023). 

2.5. KULIT
Penuaan kulit adalah salah satu fase menurunnya ukuran, jumlah sel kulit, serta fungsi
organik kulit yang dikarenakan berbagai faktor. Perubahan pada kulit yang bersifat
fisiologis dapat berupa terganggunya fungsi barrier, penurunan regenerasi sel epidermal,
berkurangnya pembuluh darah yang terdapat pada pangkal rambut dan kelenjar,
menurunnya respon sensori, kurangnya produksi keringat, dan banyak lagi. Berubahnya
struktur, fisiologik, serta menurunnya fungsi kulit pada lansia merupakan dasar dari
kelainan kulit geriatrik. Perawatan pada kelainan kulit geriatrik diperlukan penanganan
yang berbeda. Kulit kering merupakan satu dari banyak kelainan yang paling banyak
dijumpai pada lansia. Pengetahuan tentang patogenesis terlebih pada berubahnya
struktur serta fungsi pada kulit geriatrik dapat membantu dalam metode terapi yang
sesuai dan tepat.

Proses penuaan pada kulit muncul dengan alami yang dikarenakan bertambahnya usia
secara internal maupun eksternal, yang kerap kali dipengaruhi lingkungan sekitar.
Terdapat beberapa teori yang berkaitan dengan menurunnya fungsi serta struktur pada
kulit. teori nutritional component mengatakan bahwa asupan makanan dapat berdampak
pada proses penuaan kulit dimana kurangnya asupan makanan dapat menjadi penyebab
rusak serta berkurangnya regenerasi sel. teori sintesa protein mengatakan bahwa terjadi
pembentukan protein yang tidak normal dikarenakan adanya gangguan mekanisme pada
sintesis protein dikarenakan berubahnya aktivitas enzim serta proses glikolisis. teori
molekul radikal bebas mengatakan bahwa fragmen radikal bebas yang telah bereaksi
dengan asam lemak yang terdapat di membran sel akan membentuk peroksidasi yang
dapat menghambat sirkulasi makanan melewati membran sel yang menyebabkan sel
mudah mati. Teori imunologi mengatakan proses penuaan kulit dikarenakan rusaknya
proses imunologis yang terjadi karena menurunnya sintesa antibodi. Teori stochastic
mengatakan menimbunnya produk dari lingkungan seperti radiasi serta bahan radioaktif
dapat menyebabkan proses penuaan kulit.

Perubahan sel menjadi salah satu faktor perubahan fisiologi kulit lansia. Jika
dibandingkan dengan kulit orang dewasa, kulit lansia mengalami penurunan pada
jumlah sel disertai juga ukuran sel yang menjadi lebih besar serta penurunan jumlah
cairan intraseluler pada sel kulit lansia dan adanya gangguan serta menurunnya
mekanisme regenerasi pada sel kulit. Perubahan struktur lipid pada kulit lansia memiliki
peran dalam berubahnya kondisi fisiologi pada kulit dimana saat memasuki usia lansia
terdapat degradasi komponen total lipid. Meningkatnya enzim metalloproteinase dan
juga menurunnya enzim inhibitornya menyebabkan menurunnya matrik pada kulit
lansia sehingga ketebalan kulit menjadi berkurang. Pada kulit lansia terdapat penurunan
produksi kolagen kulit yang menyebabkan kulit lansia terlihat kendor. Menurunya
kondisi fisiologi kulit lansia mencakup keratinisasi, imunitas, regenerasi luka, reaktivasi
vaskular, kemampuan membentuk keringat, produksi vitamin D, serta menurunnya
kemampuan sensori. 

Kulit kering yang kerap muncul pada lansia muncul karena menurunnya aktivitas
kelenjar keringat sehingga berkurangnya jumlah keringat yang dapat diproduksi. Faktor
dari lingkungan seperti rendahnya kelembaban udara, banyak terpapar sinar matahari,
serta penggunaan sabun mandi tanpa menggunakan pelembab dapat menjadi faktor
munculnya xerosis atau kulit kering pada lansia (Anggowarsito, 2016).

2.6. JANTUNG (KARDIOVASKULAR)


Permasalahan pada jantung pada lansia merupakan salah satu kasus yang banyak
diterima oleh rumah sakit hampir di seluruh dunia. Permasalahan yang terjadi pada
jantung lebih banyak menyerang pria ketimbang wanita (Noale et al., 2020). Perubahan 
fisiologi kerja jantung atau kardiovaskuler pada lansia adalah perubahan yang muncul
dan biasanya merupakan penurunan kekuatan serta kemampuan kerja jantung yang
berbeda jika dibandingkan dengan orang dewasa. Tingkat kerja jantung pada manusia
dewasa merupakan fase puncak dari kemampuan maksimal jantung pada manusia.
Munculnya perubahan yang terjadi pada sistem kardiovaskular ditunjukan dengan
munculnya perubahan pada anatomi pada jantung serta pembuluh darah pada lansia
yang menyebabkan terjadinya penurunan denyut nadi maksimal jantung, terjadinya
peningkatan tekanan darah pada lansia, hipotesis postural, menurunnya kemampuan
pengembalian denyut nadi normal pada lansia setelah melakukan aktivitas fisik, terjadi
penurunan jumlah darah yang mampu dipompa dalam sekali denyut jantung, serta
terjadi perubahan pada darah seperti sel darah merah atau hemoglobin (Kurnianto,
2015). 

Usia merupakan faktor yang sangat mempengaruhi kinerja jantung atau kardiovaskuler
pada manusia. Dimana perubahan yang terjadi pada sistem kardiovaskuler untuk usia
lansia berapa pada kemampuan kerja serta elastisitas dari katup jantung. Dimana
kemampuan katup jantung untuk memompa darah akan mengalami penurunan sebanyak
1% setiap tahun setelah manusia memasuki umur 20 tahun. Terjadinya penurunan
elastisitas pada katup jantung serta meningkatnya tekanan darah pada lansia merupakan
akibat dari munculnya resistensi yang terjadi pada pembuluh darah perifer yang terjadi
pada tubuh lansia (Damayanti et al, 2020). 

2.7. SISTEM MUSKULOSKELETAL


Menurunnya sistem muskuloskeletal yang terjadi pada orang-orang dengan usia lanjut
berdampak pada menurunnya fleksibilitas, kekuatan dan ketahanan otot serta sendi,
menurunnya fungsi kartilago, serta terjadinya degradasi kepadatan tulang yang
menyebabkan kemampuan fisik terus menurun yang menyebabkan para lansia menjadi
mengalami kesulitan untuk melakukan aktivitas harian. Dengan rendahnya aktivitas
fisik yang dilakukan lansia akan menjadi faktor pemicu munculnya berbagai penyakit
kronis yang dapat menyebabkan kesehatan lansia terganggu.

Dengan menurunnya sistem muskuloskeletal pada lansia menyebabkan terjadinya


penurunan untuk menjaga keseimbangan tubuh yang dikarenakan adanya perubahan
pada sistem sensorimotor serta sistem saraf pusat. Keseimbangan merupakan
kemampuan seseorang untuk mempertahankan tubuh dari gravitasi baik saat diam
maupun melakukan aktivitas. Saat lansia mengalami kesulitan menjaga keseimbangan
tubuhnya maka akan berdampak pada menurunnya aktivitas lansia sehari - hari.
Menurunnya aktivitas yang dilakukan lansia dikarenakan adanya rasa takut jatuh yang
menyebabkan cedera seperti patah tulang hingga cedera pada kepala serta kecelakaan
lainnya yang disebabkan karena jatuh. 

Menurunnya densitas tulang pada lansia dapat berpengaruh pada kekuatan serta
kestabilan tulang, hiperkifosis, terganggunya pola berjalan, tendon mengalami
pengerutan dan menyebabkan skoliosis, atrofi serabut otot dapat menyebabkan
lambatnya kemampuan bergerak, kram otot serta muncul tremor, aliran darah yang
masuk ke tulang mengalami penurunan karena proses penuaan. dalam berubahnya
sistem neurologis yang terdapat pada otak akan mempengaruhi tingkat keseimbangan
tubuh yang terdapat pada komponen saraf motorik yaitu terdapat pada sistem motorik. 

Terdapat gangguan pengolahan gerak tubuh pada lansia dikarenakan penurunan sistem
muskuloskeletal serta terjadi penurunan degeneratif pada neuromuskuler yang
menyebabkan penurunan kecepatan gerak, langkah kaki yang memendek, terjadinya
penurunan kekuatan pada otot khususnya pada ekstremitas bagian bawah. telapak kaki
pada lansia tidak mampu menapak dengan sempurna serta cenderung lebih mudah untuk
goyah, selain itu akan melambatnya respon lansia untuk mengantisipasi jika tiba-tiba
terpeleset atau tersandung yang akhirnya meningkatkan resiko terjatuh pada lansia
(Ivanali et al, 2021).

2.8. GINJAL (RENAL)


Ginjal merupakan salah satu organ penting bagi manusia dan salah satu fungsi ginjal
adalah sebagai filter darah untuk menyaring berbagai senyawa beracun bagi tubuh.
Seiring dengan bertambahnya usia, fungsi dari organ tubuh akan semakin menurun
termasuk fungsi dari ginjal itu sendiri. Penurunan dari fungsi ginjal ini dapat membuat
tubuh kesulitan untuk menyaring berbagai senyawa yang bersifat toksik dan hal yang
paling parah yaitu penyakit berupa penyakit ginjal kronis yang mengharuskan
penderitanya untuk melakukan hemodialisis secara rutin. Pada jurnal yang ditulis oleh
Irawan & Ludong (2020) menyatakan bahwa pada tahun 2016, penyakit ginjal menjadi
penyakit penyebab kematian tertinggi di urutan ke 18 dan sebagian besar penyakit ini
mulai muncul pada masa dewasa menuju lansia. Selain itu, penurunan dari fungsi ginjal
juga dapat diakibatkan oleh komorbiditas yang dimiliki terutama oleh para lansia seperti
diabetes, hipertensi, arterosklerosis, dsb. Menurut Irawan & Ludong (2020) juga
disebutkan bahwa penurunan fungsi ginjal pada perempuan lebih cepat dibanding
dengan laki-laki. Indikator penurunan fungsi ginjal ini dapat dilihat dari kreatinin yang
dimana pada laki-laki 1,32 mg/dL sedangkan pada perempuan didapati kreatinin sebesar
0,87 mg/dL pada survey yang telah dilakukan dengan responden diatas 60 tahun.
Meskipun kreatinin pada lansia ini tidak berbeda nyata dengan orang dewasa pada
umumnya yang berkisar 0,7 - 1,3 untuk laki-laki dan 0,6 - 1,1 untuk perempuan namun
tetap saja akan terjadi penurunan dari kerja ginjal dalam menyaring berbagai senyawa
toksik yang masuk kedalam tubuh (Mallappallil et al., 2014). Maka dari itu, perlu
adanya pola hidup yang sehat guna merawat ginjal agar terhindar dari berbagai penyakit
yang tidak diinginkan.

2.9. GASTROINTESTINAL
Proses penuaan diikuti oleh berbagai perubahan dalam tubuh, salah satunya adalah
sistem pencernaan. Pada lansia, fungsi sistem pencernaan akan menurun. Proses sekresi
mukus akan menurun, tingkat keelastisan dari dinding rektum menurun, peristaltik
kolon melemah, dan kelokan dari pembuluh darah rektum akan meningkat. Waktu
transit dari feses pada kolon sigmoid dan rektum terjadi lebih lama. Motilitas kolon
berkurang sehingga menyebabkan absorpsi air dan elektrolit meningkat. Oleh karena
perubahan-perubahan tersebut, muncul keluhan berupa konstipasi. Konstipasi adalah
kesulitan untuk mengeluarkan feses sehingga feses menjadi keras dan membutuhkan
tenaga kuat untuk mengeluarkannya (Setyani & Theresia, 2020; Dumic et al., 2019;
Sitorus & Malinti, 2019).

2.10. BODY COMPOSITION


Pada dasarnya tubuh manusia terdiri dari dua bagian yaitu massa lemak bebas dan
massa lemak. Komposisi tubuh manusia mengandung sejumlah lemak bebas, dan
komponen utamanya meliputi H2O, protein, dan berbagai mineral. Komponen lain
seperti cairan intra dan ekstraseluler, otot, organ vital, adiposit dan kandungan protein
tulang juga mengandung massa lemak bebas. Bagian tubuh ini tidak dapat dipisahkan.
Penarikan dapat meningkatkan atau menurunkan asupan energi, aktivitas fisik, dan
proses penuaan akibat penyakit. Beberapa perubahan sistemik, jaringan, seluler, dan
molekuler terjadi selama proses penuaan, dan sitokin pro dan antiinflamasi serta bentuk
peradangan lainnya terkait dengan perkembangan penyakit kardiovaskular dan
peningkatan morbiditas dan mortalitas. disfungsi karena ketidakseimbangan dalam
tingkat penanda. di antara orang dewasa yang lebih tua (Macêdo et al., 2018).
Perubahan karakteristik komposisi tubuh dengan penuaan adalah penurunan massa
lemak bebas dan peningkatan massa lemak. Sebuah studi terhadap 813 orang dewasa
menemukan bahwa tren massa lemak bebas dan massa lemak berubah seiring
bertambahnya usia. Massa lemak terus meningkat antara usia 25 dan 65 tahun,
meningkat 17-29% pada pria dan 29-38% pada wanita. Perubahan massa lemak bebas
tidak terlihat sampai usia paruh baya. Setelah usia 45 tahun, massa lemak bebas
berkurang dari 62 kg menjadi 55 kg pada pria dan dari 48 kg menjadi 39 kg pada
wanita. Pengurangan massa lemak bebas lebih besar pada wanita dibandingkan pria.
Perubahan komposisi tubuh pada lansia dipengaruhi oleh perubahan hormonal dan gaya
hidup. Penuaan dikaitkan dengan penurunan pelepasan hormon pertumbuhan dan
hormon steroid seks. Hormon ini terlibat dalam metabolisme protein, penumpukan
lemak dan pembentukan tulang baik pada pria maupun wanita. Penuaan dapat
menyebabkan perubahan struktur otot, dan pada tingkat sel, gangguan transkripsi gen
yang mensintesis protein otot telah dilaporkan. Gaya hidup sedentary adalah gaya hidup
yang umum di kalangan orang tua.
Perubahan komposisi tubuh mengurangi pengeluaran energi awal. Intensitas energi total
dibagi menjadi tiga bagian yaitu basal metabolic rate (BMR), energi yang dibutuhkan
untuk aktivitas fisik, dan energi yang dibutuhkan untuk mengolah makanan agar dapat
digunakan tubuh sebagai sumber energi (efek termal makanan). akan BMR adalah
komponen terbesar (50-60%) dari pengeluaran energi basal dan mewakili ambang
energi minimum untuk mempertahankan homeostasis. Homeostasis sangat penting
(proses seperti fungsi jantung, pernapasan dan otot, pembentukan urin, pergantian sel,
sintesis protein, asam nukleat dan zat organik) untuk mempertahankan energi supaya
bekerja dengan baik. Kedua, organ dengan metabolisme tinggi seperti otak, jantung,
hati, dan ginjal menyumbang 60-65% dari BMR. Berikutnya adalah massa otot yang
jumlahnya mencapai 40% dari berat badan dan bisa mencapai 20-25% (Asiah &
Tjakradidjaja, 2020).

2.11. SISTEM SARAF


Pada orang lansia, kemampuan dalam keseimbangan mulai menurun karena perubahan
sistem saraf pusat serta saraf sensorik seperti sistem visual, muskuloskeletal,
propriosepsi serta vestibular. Perubahan pada muskuloskeletal yang dialami oleh lansia
dapat mempengaruhi fungsi otot seperti kekuatan yang menurun serta kontraksi otot,
kecepatan serta waktu reaksi, dan elastisitas serta fleksibilitas. Perubahan sistem saraf
pusat dapat menyebabkan penurunan waktu reaksi, masalah keseimbangan, perubahan
kognitif serta gangguan tidur. Sementara perubahan saraf sensorik terjadi pada
penglihatan, sentuhan serta pendengaran (Lupa et al., 2017). 

2.12. EXERCISE UNTUK DEWASA DAN LANSIA


Pada tahun 2020, populasi lanjut usia Indonesia diperkirakan mencapai 18 juta jiwa,
sekitar 7,8% dari total penduduk Indonesia. Hingga 25% lansia memiliki penyakit
degeneratif dan sangat bergantung pada orang-orang di sekitarnya. Hampir 99% lansia
menjalani pengobatan dan hanya beristirahat. Di usia tua, energi aktivitas menurun,
produktivitas menurun, dan fungsi fisiologis menurun. Gaya hidup sehat, termasuk
aktivitas fisik, diperlukan untuk mencegah penurunan fungsi fisiologis. Olahraga
merupakan salah satu jenis aktivitas fisik yang dapat meningkatkan komposisi tubuh
seperti lemak, kualitas tulang, massa dan kekuatan otot, daya tahan tubuh, serta
kelenturan tubuh. Olahraga juga dapat mengurangi risiko penyakit seperti diabetes,
tekanan darah tinggi, dan penyakit jantung. Olahraga dapat merangsang nafsu makan,
meningkatkan kualitas tidur, dan mengurangi kebutuhan akan obat-obatan. Ada banyak
jenis aktivitas fisik yang bisa dilakukan oleh lansia. Aktivitas yang paling penting
adalah memenuhi kriteria frekuensi, intensitas, waktu, dan jenis latihan. Olahraga yang
mudah dilakukan lansia antara lain senam aerobik, penguatan otot, kelentukan, dan
keseimbangan.

1. Aerobik
Aktifitas ini setidaknya dapat dijalankan 30 menit setiap hari dalam seminggu.
Aktivitasnya dapat berupa berjalan , berkebun, melakukan pekerjaan rumah, naik
turun tangga (harus diawasi oleh orang dewasa). Untuk lansia yang memiliki umur
lebih dari 65 tahun dapat melakukan olahraga yang lebih ringan yaitu berjalan,
latihan dalam air dan sepeda statis.
2. Penguatan Otot
Latihan ini dapat berupa menggerakan atau mengangkat beban atau berdiri-duduk
dari kursi lalu ditahan beberapa detik dan dilakukan berulang. contoh lainnya
dengan menggunakan tali elastik. Setidaknya latihan ini dilakukan dua hari dalam
seminggu.
3. Fleksibilitas dan Keseimbangan
Latihan ini dirancang melibatkan banyak sendi terutama sendi panggul, punggung,
paha, lutut dan leher. Contoh latihan adalah Yoga yang dapat dilakukan 2-3 hari
dalam seminggu. Kemudian latihan keseimbangan seperti senam dan harus
melakukan 8 gerakan utama yaitu pemanasan, memutar bahu, berjalan
menyamping, berjalan menyilang, berjalan dengan tumit dan jari, berdiri dengan
satu kaki, bangun dari duduk, dan pendinginan (Sahar et al, 2018).

BAB III
KESIMPULAN

Faktor yang dapat mempengaruhi perubahan fisiologis seseorang antara lain  genetik,
penyakit genetik, polusi udara, merokok secara aktif maupun pasif, penggunaan obat-
obatan terlarang dan alkohol, pola makan, aktivitas fisik, kondisi keuangan, dan akses
kesehatan. Perubahan fisiologis pada lansia yang sering terjadi   penurunan  pada
penglihatan, oral dental, sistem saraf, penciuman, kulit, pendengaran, jantung,
muskuloskeletal, ginjal, gastrointestinal dan body composition. Untuk menghambat
terjadinya penurunan fungsi fisiologi diperlukan pola hidup yang sehat salah satunya
latihan fisik. Jenis latihan fisik yang dapat dilakukan oleh lansia yaitu latihan
keseimbangan, fleksibilitas,  penguatan otot dan latihan aerobik.

Anda mungkin juga menyukai