Anda di halaman 1dari 377

Hak Cipta © pada:

Lembaga Administrasi Negara


Edisi Tahun 2021

Lembaga Administrasi Negara Republik Indonesia


Jl. Veteran No. 10 Jakarta Pusat 10110

BERORIENTASI PELAYANAN
Modul Pelatihan Dasar Calon Pegawai Negeri Sipil

TIM PENGARAH SUBSTANSI:


1. Dr. Muhammad Taufiq, DEA
2. Erna Irawati, S.Sos., M.Pol.Adm.

PENULIS MODUL:
Andi Adiyat Mirdin, S.H.

EDITOR: Felisia Vestina Santawati, S.Gz., MM.


COVER: Amelia Ayang Sabrina, SIA.
Sumber Foto Cover: http://unsplash.com

Jakarta – LAN – 2021


ISBN
KATA PENGANTAR

Sejalan dengan pengembangan kurikulum Pelatihan Dasar Calon


Pegawai Negeri Sipil (CPNS), CPNS wajib menjalani masa percobaan
yang dilaksanakan melalui proses pelatihan terintegrasi. Pelatihan Dasar
CPNS bertujuan untuk mengembangkan kompetensi CPNS yang
dilakukan secara terintegrasi.
Pembelajaran dalam Pelatihan Dasar CPNS terdiri atas empat
agenda yaitu Agenda Sikap Perilaku Bela Negara, Agenda Nilai-Nilai
Dasar PNS, Agenda Kedudukan dan Peran PNS untuk mendukung
terwujudnya Smart Governance sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang- undangan dan Agenda Habituasi. Setiap agenda terdiri dari
beberapa mata pelatihan yang berbentuk bahan ajar. Bahan ajar
Pelatihan Dasar CPNS merupakan acuan minimal bagi para pengajar
dalam menumbuh kembangkan pengetahuan, keterampilan dan sikap
peserta Pelatihan Dasar CPNS terkait dengan isi dari bahan ajar yang
sesuai agenda dalam pedoman Pelatihan Dasar CPNS. Oleh karena bahan
ajar ini merupakan produk yang dinamis, maka para pengajar dapat
meningkatkan pengembangan inovasi dan kreativitasnya dalam
mentransfer isi bahan ajar ini kepada peserta Pelatihan Dasar CPNS.
Selain itu, peserta Pelatihan Dasar CPNS dituntut kritis untuk menelaah
isi dari bahan ajar Pelatihan Dasar CPNS ini. Sehingga apa yang
diharapkan penulis, yaitu pemahaman secara keseluruhan dan
kemanfaatan dari bahan ajar ini tercapai.
Akhir kata, kami atas nama Lembaga Administrasi Negara,
mengucapkan terima kasih kepada tim penulis yang telah meluangkan
waktunya untuk melakukan pengayaan terhadap isi dari bahan ajar ini.

i
Kami berharap budaya pengembangan bahan ajar ini terus dilakukan

ii
sejalan dengan pembelajaran yang berkelanjutan (sustainable learning)
peserta. Selain itu, kami juga membuka lebar terhadap masukan dan
saran perbaikan atas isi bahan ajar ini. Hal ini dikarenakan bahan ajar ini
merupakan dokumen dinamis (living document) yang perlu diperkaya
demi tercapainya tujuan jangka panjang yaitu peningkatan kualitas
sumberdaya manusia Indonesia yang berdaya saing.
Kami sangat menyadari bahwa Modul ini jauh dari sempurna.
Dengan segala kekurangan yang ada pada Modul ini, kami mohon
kesediaan pembaca untuk dapat memberikan masukan yang konstruktif
guna penyempurnaan selanjutnya. Semoga Modul ini bermanfaat bagi
pembaca sekalian.

Jakarta, Desember 2021


Kepala LAN,

Adi Suryanto

iii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.......................................................................................i

DAFTAR ISI...................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN................................................................................1

A. Deskripsi Singkat...............................................................................1
B. Tujuan Pembelajaran.........................................................................1
C. Metodologi Pembelajaran..................................................................2
D. Kegiatan Pembelajaran......................................................................3
E. Sistematika Modul.............................................................................7
BAB II MATERI POKOK 1 KONSEP PELAYANAN PUBLIK...................9

A. Uraian Materi.....................................................................................9
B. Rangkuman......................................................................................29
C. Evaluasi Materi Pokok 1..................................................................30
D. Umpan Balik dan Tindak Lanjut.....................................................33
BAB III MATERI POKOK 2 BERORIENTASI PELAYANAN.................34

A. Uraian Materi...................................................................................34
B. Rangkuman......................................................................................46
C. Evaluasi Materi Pokok 2..................................................................47
D. Umpan Balik dan Tindak Lanjut.....................................................51
BAB IV PENUTUP........................................................................................52

DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................54

iv
BAB I
PENDAHULUAN

A. Deskripsi Singkat
Mata Pelatihan ini diberikan untuk memfasilitasi pembentukan
nilai Berorientasi Pelayanan pada peserta melalui substansi
pembelajaran yang terkait dengan bagaimana memahami dan
memenuhi kebutuhan masyarakat; ramah, cekatan, solutif, dan dapat
diandalkan; serta melakukan perbaikan tiada henti. Mata Pelatihan ini
merupakan bagian dari Pembelajaran Agenda II Pelatihan Dasar CPNS
yang dalam penyampaiannya dapat dilakuan secara terintegrasi
dengan 6 (enam) Mata Pelatihan Agenda II yang lainnya, baik pada
fase pembejalaran mandiri, jarak jauh, maupun klasikal.
Materi-materi pokok yang disajikan pada modul ini masih
bersifat umum sehingga dapat dikembangkan dan diperinci lebih
lanjut pembahasannya pada saat pelaksanaan pembelajaran dengan
panduan dari pengampu. Untuk membantu peserta memahami
substansi materi, maka pada setiap akhir pembahasan materi pokok
dilengkapi dengan latihan soal dan evaluasi. Latihan dan evaluasi
tersebut hendaknya dikerjakan dengan sebaik-baiknya oleh setiap
peserta.

B. Tujuan Pembelajaran
Setelah mengikuti pembelajaran ini, peserta mampu
mengaktualisasikan nilai Berorientasi Pelayanan dalam pelaksanaan
tugas jabatannya, dengan indikator peserta mampu:

1
1. Memahami dan menjelaskan pelayanan publik secara
konseptual/teoretis;
2. Memahami dan menjelaskan panduan perilaku (kode etik) nilai
Berorientasi Pelayanan, serta memberikan contoh perilaku
spesifik yang kontekstual dengan jabatan dan/atau organisasinya;
3. Mengaktualisasikan nilai Berorientasi Pelayanan dalam
pelaksanaan tugas jabatannya masing-masing; dan
4. Menganalisis kasus dan/atau menilai contoh penerapan
Berorientasi Pelayanan secara tepat.

C. Metodologi Pembelajaran
Metodologi pembelajaran pada setiap fase pembelajaran
modul ini adalah sebagai berikut:
1. Pada Pelatihan Klasikal:
Mata Pelatihan (MP) ini merupakan bagian dari
Pembejaran Agenda II Latsar CPNS (Agenda Nilai-Nilai Dasar
PNS), sehingga dalam proses pembelajarannya dilakukan secara
terintegrasi dengan menggunakan beragam metode, diantaranya
ceramah, tanya jawab, curah pendapat, diskusi kelompok dan
presentasi, bermain peran, studi kasus, dan lain-lain.
2. Pada Pelatihan Blended Learning:
a. Fase MOOC:
Pada fase ini metode yang dapat digunakan adalah
belajar mandiri, dengan membaca materi dan mengerjakan
latihan serta evaluasi yang diberikan pada Aplikasi MOOC.
b. Fase E-learning:
1) Synchronous:

2
Pada fase ini metode yang dapat digunakan
diantaranya ceramah, penanyangan film pendek, tanya
jawab, curah pendapat, studi kasus, diskusi kelompok
serta paparan, kuis-kuis interaktif, dan lain-lain, yang
terintegrasi dengan 6 MP lain pada Agenda Nilai-Nilai
Dasar PNS.
2) Asynchronous:
Pada fase ini metode yang dapat digunakan
diantaranya diskusi kelompok dan belajar mandiri, yang
terintegrasi dengan 6 MP lain pada Agenda Nilai-Nilai
Dasar PNS.
c. Fase Klasikal:
Pada fase ini metode yang dapat digunakan
diantaranya ceramah, penanyangan film pendek, tanya jawab,
curah pendapat, studi kasus, diskusi kelompok dan paparan,
kuis-kuis interaktif, dan lain-lain, yang terintegrasi dengan 6
MP lain pada Agenda Nilai-Nilai Dasar PNS.

D. Kegiatan Pembelajaran
Kegiatan pembelajaran pada setiap fase pembelajaran untuk
modul ini adalah sebagai berikut:
1. Pada Pelatihan Klasikal:
Mata Pelatihan ini merupakan bagian dari Pembelajaran
Agenda II Latsar CPNS (Agenda Nilai-Nilai Dasar PNS), sehingga
dalam proses pembejarannya dilakukan secara terintegrasi
dengan 6 Mata Pelatihan lainnya di Agenda ini, secara umum
tahapan kegiatan pembelajaran yang dapat dilakukan

3
diantaranya:

4
a. Menjelaskan tujuan pembelajaran Agenda II dan tujuan
pembelajaran setiap modulnya termasuk modul Berorientasi
Pelayanan.
b. Menjelaskan sistematika materi untuk setiap modul dan
keterkaitan antar modul-modulnya dalam rangka mencapai
tujuan pembelajaran Agenda II.
c. Melakukan curah pendapat tentang urgensi setiap nilai
BerAKHLAK bagi PNS, khususnya untuk nilai Berorientasi
Pelayanan.
d. Memberikan penugasan-penugasan yang relevan sehingga
peserta dapat berdiskusi kelompok secara mandiri, dapat
berupa studi kasus, penugasan bermain peran, dan lain-lain.
e. Memberikan kesempatan peserta untuk mempresentasikan
hasil diskusi kelompoknya.
f. Memberikan penguatan dan pendalaman materi setelah
peserta mempresentasikan hasil diskusi kelompoknya dengan
metode ceramah, tanya jawab, penayangan film pendek, dan
lain-lain.
g. Melakukan evaluasi terhadap penguasaan materi oleh peserta
dengan beragam cara, seperti pemberian soal komprehensif,
kuis-kuis interaktif dan lain sebagainya.

2. Pada Pelatihan Blended Learning:


a. Fase MOOC:
Pada fase ini kegiatan pembelajaran yang dapat
dilakukan peserta adalah dengan mempelajari bahan-bahan
pembelajaran termasuk modul, melakukan latihan-latihan

5
serta mengerjakan evaluasi akademis yang tersedia pada
Aplikasi MOOC.
b. Fase E-learning:
1) Synchronous:
Mata Pelatihan ini merupakan bagian dari
Pembejaran Agenda II Latsar CPNS (Agenda Nilai-Nilai
Dasar PNS), sehingga dalam proses pembejarannya
dilakukan secara terintegrasi dengan 6 MP lainnya di
Agenda ini, secara umum tahapan kegiatan pembelajaran
pada Fase E-learning Synchronous yang dapat dilakukan
diantaranya:
a) Menjelaskan tujuan pembelajaran Agenda II dan
tujuan pembelajaran setiap modulnya termasuk modul
Berorientasi Pelayanan.
b) Menjelaskan sistematika materi untuk setiap modul
dan keterkaitan antar modul-modulnya dalam rangka
mencapai tujuan pembelajaran Agenda II.
c) Mengukur tingkat penguasaan materi peserta setelah
mereka belajar secara mandiri pada aplikasi MOOC
dengan menggunakan beragam cara atau metode,
diantaranya tanya jawab dan kuis-kuis interaktif.
d) Melakukan curah pendapat tentang urgensi setiap
nilai BerAKHLAK bagi PNS, khususnya untuk nilai
Berorientasi Pelayanan.
e) Memberikan penugasan-penugasan yang relevan
sehingga peserta dapat berdiskusi kelompok secara

6
mandiri, dapat berupa studi kasus, penugasan bermain
peran, dan lain-lain.
f) Memberikan kesempatan peserta untuk
mempresentasikan hasil pengerjaan tugasnya.
g) Memberikan penguatan dan pendalaman materi
setelah peserta mempresentasikan hasil diskusi
kelompoknya dengan metode ceramah, tanya jawab,
penayangan film pendek, dan lain-lain.
h) Melakukan evaluasi terhadap penguasaan materi oleh
peserta dengan beragam cara, seperti pemberian soal
komprehensif, kuis-kuis interaktif dan lain sebagainya.
2) Asynchronous:
Pada fase ini kegiatan pembejaran yang dapat
dilakukan peserta adalah melakukan diskusi kelompok
dan belajar mandiri untuk mengerjakan tugas-tugas yang
diberikan.
c. Fase Klasikal:
Secara umum tahapan kegiatan pembelajaran yang
dapat dilakukan pada fase ini adalah:
1) Menjelaskan tujuan dan skenario pembelajaran Agenda II
fase Klasikal.
2) Mereviu atau mengingatkan peserta terhadap materi-
materi Agenda II termasuk materi tentang Berorientasi
Pelayanan yang telah dipelajari pada fase E-Learning.
3) Memberikan kesempatan kepada peserta untuk saling
bertukar pengalaman dalam mengatualisasikan nilai

7
BerAKHLAK termasuk nilai Berorientasi Pelayanan
selama masa habituasi.
4) Memberikan penugasan-penugasan yang relevan untuk
memperkuat penguasaan materi dan pengalaman
aktualisasi peserta sehingga dapat memiliki komitmen
yang kuat untuk terus
mengaktualisasikan/menghabituasikan nilai BerAKHLAK
setelah Pelatihan Dasar berakhir. Penugasan-penugasan
tersebut dapat berupa studi kasus, penugasan bermain
peran, membuat video, dan lain-lain.
5) Memberikan kesempatan peserta untuk
mempresentasikan hasil pengerjaan tugasnya.
6) Memberikan penguatan dan pendalaman materi setelah
peserta mempresentasikan hasil diskusi kelompoknya
dengan metode ceramah, tanya jawab, penayangan film
pendek, dan lain-lain.
7) Melakukan reviu dan evaluasi terhadap penguasaan
materi peserta dengan beragam cara, seperti pemberian
soal komprehensif, kuis-kuis interaktif dan lain
sebagainya.

E. Sistematika Modul
Sistematika modul Berorientasi Pelayanan ini adalah sebagai
berikut:
1. Konsep Pelayanan:
a. Pengertian Pelayanan Publik
b. Membangun Budaya Pelayanan Prima

8
c. ASN sebagai Pelayan Publik

9
d. Nilai Berorientasi Pelayanan dalam Core Values ASN
2. Berorientasi Pelayanan:
a. Panduan Perilaku Berorientasi Pelayanan
1) Memahami dan Memenuhi Kebutuhan Masyarakat
2) Ramah, Cekatan, Solutif, dan Dapat Diandalkan
3) Melakukan Perbaikan Tiada Henti
b. Tantangan Aktualisasi Nilai Berorientasi Pelayanan

1
BAB II
MATERI POKOK 1
KONSEP PELAYANAN PUBLIK

Setelah mempelajari Materi Pokok 1 ini, peserta mampu memahami dan


A. Uraian Materi menjelaskan pelayanan publik secara konseptual/teoretis.
1. Pengertian Pelayanan Publik
Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) mengamanatkan bahwa tujuan
didirikan Negara Republik Indonesia, antara lain adalah untuk
memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan
bangsa. Amanat tersebut mengandung makna negara
berkewajiban memenuhi kebutuhan setiap warga negara melalui
suatu sistem pemerintahan yang mendukung terciptanya
penyelenggaraan pelayanan publik yang prima dalam rangka
memenuhi kebutuhan dasar dan hak sipil setiap warga negara
atas barang publik, jasa publik, dan pelayanan administrative,
sebagaimana tercantum dalam Penjelasan atas Undang-Undang
Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik (UU Pelayanan
Publik). Pelayanan publik yang prima dan memenuhi harapan
masyarakat merupakan muara dari Reformasi Birokrasi,
sebagaimana tertulis dalam Peraturan Presiden Nomor 81 Tahun
2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010-2025, yang
menyatakan bahwa visi Reformasi Birokrasi adalah pemerintahan
berkelas dunia yang ditandai dengan pelayanan publik yang
berkualitas.

1
Sebelum melangkah lebih jauh, kita perlu memahami
terlebih dahulu apa yang dimaksud dengan pelayanan publik.
Dalam Oxford Learner’s Dictionary, kata pelayanan (service)
diartikan sebagai “a system that provides something that the public
needs, organized by the government or a private company (sistem
yang menyediakan sesuatu yang dibutuhkan publik, yang
diselenggarakan oleh pemerintah atau perusahaan swasta)”.
Selain itu, Hardiyansyah (2011:11) mendefinisikan pelayanan
adalah aktivitas yang diberikan untuk membantu, menyiapkan,
dan mengurus. Baik itu berupa barang atau jasa dari satu pihak
kepada pihak yang lain. Istilah lain yang sejenis dengan pelayanan
itu adalah pengabdian dan pengayoman.
Sementara itu, frasa pelayanan publik (public service)
dalam kamus tersebut memiliki arti “a service such as education or
transport that a government or an official organization provides
for people in general in a particular society (layanan seperti
pendidikan atau transportasi yang disediakan oleh pemerintah
atau organisasi resmi untuk orang-orang pada umumnya dalam
masyarakat tertentu)”. Davit McKevitt dalam Modul Pelatihan
Dasar Calon Pegawai Negeri Sipil “Pelayanan Publik” (2017),
menyatakan bahwa “Core Public Services maybe defined as those
sevices which are important for the protection and promotion of
citizen well-being, but are in are as where the market is in capable
of reaching or even approaching a socially optimal state; heatlh,
education, welfare and security provide the most obvious best know
example”.

1
Definisi dari pelayanan publik sebagaimana tercantum
dalam UU Pelayanan Publik adalah kegiatan atau rangkaian
kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai
dengan peraturan perundang-undangan bagi setiap warga negara
dan penduduk atas barang, jasa, dan/atau pelayanan administratif
yang disediakan oleh penyelenggara pelayanan publik.
Agus Dwiyanto (2010:21) menawarkan alternatif definisi
pelayanan publik sebagai semua jenis pelayanan untuk
menyediakan barang/jasa yang dibutuhkan oleh masyarakat yang
memenuhi kriteria yaitu merupakan jenis barang atau jasa yang
memiliki eksternalitas tinggi dan sangat diperlukan masyarakat
serta penyediaannya terkait dengan upaya mewujudkan tujuan
bersama yang tercantum dalam konstitusi maupun dokumen
perencanaan pemerintah, baik dalam rangka memenuhi hak dan
kebutuhan dasar warga, mencapai tujuan strategis pemerintah,
dan memenuhi komitmen dunia internasional. Dalam penjelasan
lebih lanjut, Dwiyanto (2010:22) mengatakan bahwa dari segi
mekanisme penyediaannya, pelayanan publik tersebut tidak harus
dilakukan oleh pemerintah sendiri, akan tetapi dapat dilakukan
oleh sektor swasta (mekanisme pasar).
Adapun penyelenggara pelayanan publik menurut UU
Pelayanan Publik adalah setiap institusi penyelenggara negara,
korporasi, lembaga independen yang dibentuk berdasarkan
undang-undang untuk kegiatan pelayanan publik, dan badan
hukum lain yang dibentuk semata-mata untuk kegiatan pelayanan
publik. Dalam batasan pengertian tersebut, jelas bahwa Aparatur
Sipil Negara (ASN) adalah salah satu dari penyelenggara

1
pelayanan

1
publik, yang kemudian dikuatkan kembali dalam UU Nomor 5
Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (UU ASN), yang
menyatakan bahwa salah satu fungsi ASN adalah sebagai pelayan
publik.
Asas penyelenggaraan pelayanan publik seperti yang
tercantum dalam Pasal 4 UU Pelayanan Publik, yaitu:
a. kepentingan umum;
b. kepastian hukum;
c. kesamaan hak;
d. keseimbangan hak dan kewajiban;
e. keprofesionalan;
f. partisipatif;
g. persamaan perlakuan/tidak diskriminatif;
h. keterbukaan;
i. akuntabilitas;
j. fasilitas dan perlakuan khusus bagi kelompok rentan;
k. ketepatan waktu; dan
l. kecepatan, kemudahan, dan keterjangkauan.
Pelayanan publik yang baik juga didasarkan pada prinsip-
prinsip yang digunakan untuk merespons berbagai kebutuhan
dalam penyelenggaraan pelayanan publik di lingkungan birokrasi.
Berbagai literatur administrasi publik menyebut bahwa prinsip
pelayanan publik yang baik adalah:
a. Partisipatif
Dalam penyelenggaraan pelayanan publik yang dibutuhkan
masyarakat, pemerintah perlu melibatkan masyarakat dalam
merencanakan, melaksanakan, dan mengevaluasi hasilnya.

1
b. Transparan
Dalam penyelenggaraan pelayanan publik, pemerintah sebagai
penyelenggara pelayanan publik harus menyediakan akses
bagi warga negara untuk mengetahui segala hal yang terkait
dengan pelayanan publik yang diselenggarakan tersebut,
seperti persyaratan, prosedur, biaya, dan sejenisnya.
Masyarakat juga harus diberi akses yang sebesar- besarnya
untuk mempertanyakan dan menyampaikan pengaduan
apabila mereka merasa tidak puas dengan pelayanan publik
yang diselenggarakan oleh pemerintah.
c. Responsif
Dalam penyelenggaraan pelayanan publik, pemerintah wajib
mendengar dan memenuhi tuntutan kebutuhan warga
negaranya. Tidak hanya terkait dengan bentuk dan jenis
pelayanan publik yang mereka butuhkan, akan tetapi juga
terkait dengan mekanisme penyelenggaraan layanan, jam
pelayanan, prosedur, dan biaya penyelenggaraan pelayanan.
Birokrasi wajib mendengarkan aspirasi dan keinginan
masyarakat yang menduduki posisi sebagai klien.
d. Tidak diskriminatif.
Pelayanan publik yang diselenggarakan oleh pemerintah tidak
boleh dibedakan antara satu warga negara dengan warga
negara yang lain atas dasar perbedaan identitas warga negara,
seperti status sosial, pandangan politik, agama, profesi, jenis
kelamin atau orientasi seksual, difabel, dan sejenisnya.
e. Mudah dan Murah

1
Penyelenggaraan pelayanan publik di mana masyarakat harus
memenuhi berbagai persyaratan dan membayar biaya untuk
memperoleh layanan yang mereka butuhkan, harus diterapkan
prinsip mudah, artinya berbagai persyaratan yang dibutuhkan
tersebut masuk akal dan mudah untuk dipenuhi. Murah dalam
arti biaya yang dibutuhkan oleh masyarakat untuk
mendapatkan layanan tersebut terjangkau oleh seluruh warga
negara. Hal ini perlu ditekankan karena pelayanan publik yang
diselenggarakan oleh pemerintah tidak dimaksudkan untuk
mencari keuntungan melainkan untuk memenuhi mandat
konstitusi.
f. Efektif dan Efisien
Penyelenggaraan pelayanan publik harus mampu mewujudkan
tujuan-tujuan yang hendak dicapainya (untuk melaksanakan
mandat konstitusi dan mencapai tujuan-tujuan strategis negara
dalam jangka panjang) dan cara mewujudkan tujuan tersebut
dilakukan dengan prosedur yang sederhana, tenaga kerja yang
sedikit, dan biaya yang murah.
g. Aksesibel
Pelayanan publik yang diselenggarakan oleh pemerintah harus
dapat dijangkau oleh warga negara yang membutuhkan dalam
arti fisik (dekat, terjangkau dengan kendaraan publik, mudah
dilihat, gampang ditemukan, dan lain-lain) dan dapat dijangkau
dalam arti non-fisik yang terkait dengan biaya dan persyaratan
yang harus dipenuhi oleh masyarakat untuk mendapatkan
layanan tersebut.
h. Akuntabel

1
Penyelenggaraan pelayanan publik dilakukan dengan
menggunakan fasilitas dan sumber daya manusia yang dibiayai
oleh warga negara melalui pajak yang mereka bayar. Oleh
karena itu, semua bentuk penyelenggaraan pelayanan publik
harus dapat dipertanggungjawabkan secara terbuka kepada
masyarakat. Pertanggungjawaban di sini tidak hanya secara
formal kepada atasan (pejabat atau unit organisasi yang lebih
tinggi secara vertikal), akan tetapi yang lebih penting harus
dipertanggungjawabkan secara terbuka kepada masyarakat
luas melalui media publik baik cetak maupun elektronik.
Mekanisme pertanggungjawaban yang demikian sering disebut
sebagai social accountability.
i. Berkeadilan
Penyelenggaraan pelayanan publik yang dilakukan oleh
pemerintah memiliki berbagai tujuan. Salah satu tujuan yang
penting adalah melindungi warga negara dari praktik buruk
yang dilakukan oleh warga negara yang lain. Oleh karena itu,
penyelenggaraan pelayanan publik harus dapat dijadikan
sebagai alat melindungi kelompok rentan dan mampu
menghadirkan rasa keadilan bagi kelompok lemah ketika
berhadapan dengan kelompok yang kuat.
Dari penjelasan di atas, kita dapat mengetahui bahwa
terdapat tiga unsur penting dalam pelayanan publik khususnya
dalam konteks ASN, yaitu 1) penyelenggara pelayanan publik
yaitu ASN/Birokrasi, 2) penerima layanan yaitu masyarakat,
stakeholders, atau sektor privat, dan 3) kepuasan yang diberikan
dan/atau diterima oleh penerima layanan.

1
2. Membangun Budaya Pelayanan Prima
Hingga saat ini, potret birokrasi kita masih belum baik.
Birokrasi lebih banyak berkonotasi dengan citra negatif seperti
rendahnya kualitas pelayanan publik, berperilaku korup, kolutif
dan nepotis, masih rendahnya profesionalisme dan etos kerja,
mahalnya biaya yang harus dikeluarkan masyarakat dalam
pengurusan pelayanan publik, proses pelayanan yang berbelit-
belit, hingga muncul jargon “KALAU BISA DIPERSULIT KENAPA
DIPERMUDAH”. Selama ini permasalahan penyelenggaraan
pelayanan publik di Indonesia sangat berkaitan erat dengan
proses pelayanan publik yang diberikan oleh penyelenggara, baik
dari sisi prosedur, persyaratan, waktu, biaya dan fasilitas
pelayanan, yang dirasakan masih belum memadai dan jauh dari
harapan masyarakat.
Budaya paternalisme telah mengakar kuat dalam birokrasi
pelayanan publik di Indonesia. Dalam konteks pelayanan publik,
paternalisme dilihat dari hubungan antara birokrasi sebagai
petugas pelayanan dengan masyarakat pengguna layanan.
Masyarakat pengguna layanan dalam pola paternalisme
mempunyai posisi tawar-menawar yang lemah, artinya
masyarakat pengguna layanan tidak bisa berbuat lebih banyak
jika mendapatkan pelayanan yang tidak memuaskan. Kualitas
pelayanan publik saat ini masih banyak berada di area
bureaucratic paternalism, sehingga mengakibatkan tidak
tercapainya kualitas pelayanan publik yang berorientasi terhadap
kepentingan masyarakat sebagai pengguna layanan.

1
Pelayanan publik yang berkualitas harus berorientasi
kepada pemenuhan kepuasan pengguna layanan. Apabila
dikaitkan dengan tugas ASN dalam melayani masyarakat,
pelayanan yang berorientasi pada customer satisfaction adalah
wujud pelayanan yang terbaik kepada masyarakat atau dikenal
dengan sebutan pelayanan prima. Pelayanan prima didasarkan
pada implementasi standar pelayanan yang dimiliki oleh
penyelenggara.
Budaya pelayanan oleh ASN akan sangat menentukan
kualitas pemberian layanan kepada masyarakat. Menurut
Djamaluddin Ancok dkk. (2014), budaya pelayanan yang baik juga
tentu akan berdampak positif terhadap kinerja organisasi dengan
mekanisme sebagai berikut:
a. Budaya pelayanan akan berjalan dengan baik apabila
terbangun kerja tim di dalam internal organisasi. Melalui kerja
sama yang baik, pekerjaan dalam memberikan pelayanan
dapat diselesaikan dengan hasil terbaik bagi pengguna
layanan. Fokus utama untuk memberikan kepuasan kepada
masyarakat harus menjadi prinsip utama ASN dalam bekerja.
b. Faktor lain adalah pemahaman tentang pelayanan prima.
Budaya berorientasi pada pelayanan prima harus menjadi
dasar ASN dalam penyediaan pelayanan. Pelayanan Prima
adalah memberikan pelayanan sesuai atau melebihi harapan
pengguna layanan. Berdasarkan pengertian tersebut, dalam
memberikan pelayanan prima terdapat beberapa tingkatan
yaitu: (1) memenuhi kebutuhan dasar pengguna, (2)
memenuhi harapan pengguna, dan (3) melebihi harapan

2
pengguna, mengerjakan apa yang lebih dari yang diharapkan.

2
c. Pemberian pelayanan yang prima akan berimplikasi pada
kemajuan organisasi, apabila pelayanan yang diberikan prima
(baik), maka organisasi akan menjadi semakin maju. Implikasi
kemajuan organisasi akan berdampak antara lain: (1) makin
besar pajak yang dibayarkan pada negara, (2) makin bagus
kesejahteraan bagi pegawai, dan (3) makin besar fasilitas yang
diberikan pada pegawai.
Terdapat enam elemen untuk menghasilkan pelayanan
publik yang berkualitas yaitu:
a. Komitmen pimpinan yang merupakan kunci untuk
membangun pelayanan yang berkualitas;
b. Penyediaan layanan sesuai dengan sasaran dan kebutuhan
masyarakat;
c. Penerapan dan penyesuaian Standar Pelayanan di dalam
penyelenggaraan pelayanan publik;
d. Memberikan perlindungan bagi internal pegawai, serta
menindaklanjuti pengaduan masyarakat;
e. Pengembangan kompetensi SDM, jaminan keamanan dan
keselamatan kerja, fleksibilitas kerja, penyediaan
infrastruktur teknologi informasi dan sarana prasarana; dan
f. Secara berkala melakukan pemantauan dan evaluasi terhadap
kinerja penyelenggara pelayanan publik.
Meningkatkan kualitas pelayanan publik tentunya tidak
lepas dari strategi pelaksanaan kebijakan pelayanan publik.
Berkaitan dengan hal tersebut, Kementerian PANRB telah
melahirkan beberapa produk kebijakan pelayanan publik sebagai

2
wujud pelaksanaan amanat Undang-Undang Nomor 25 Tahun
2009 tentang Pelayanan Publik, diantaranya adalah:
a. penerapan Standar Pelayanan dan Maklumat Pelayanan;
b. tindak lanjut dan upaya perbaikan melalui kegiatan Survei
Kepuasan Masyarakat;
c. profesionalisme SDM;
d. pengembangan Sistem Informasi Pelayanan Publik (SIPP)
untuk memberikan akses yang seluas-luasnya kepada
masyarakat;
e. mendorong integrasi layanan publik dalam satu gedung
melalui Mal Pelayanan Publik;
f. merealisasikan kebijakan “no wrong door policy” melalui
Sistem Pengelolaan Pengaduan Pelayanan Publik Nasional
(SP4N-LAPOR!);
g. penilaian kinerja unit penyelenggara pelayanan publik melalui
Evaluasi Pelayanan Publik sehingga diperoleh gambaran
tentang kondisi kinerja penyelenggaraan pelayanan publik
untuk kemudian dilakukan perbaikan;
h. kegiatan dialog, diskusi pertukaran opini secara partisipatif
antara penyelenggara layanan publik dengan masyarakat
untuk membahas rancangan kebijakan, penerapan kebijakan,
dampak kebijakan, ataupun permasalahan terkait pelayanan
publik melalui kegiatan Forum Konsultasi Publik; dan
i. terobosan perbaikan pelayanan publik melalui Inovasi
Pelayanan Publik.
Budaya pelayanan prima menjadi modal utama dalam
memberikan kepuasan pelanggan. Pemberian kepuasan kepada

2
pelanggan menjadi salah satu kewajiban dan tanggung jawab
organisasi penyedia pelayanan. Melalui pemberian pelayanan
yang baik, pelanggan atau pengguna layanan kita akan secara
sukarela menginformasikan kepada pihak lain akan kualitas
pelayanan yang diterima, hal ini secara langsung akan
memperomosikan kinerja organisasi penyedia pelayanan publik.
Penilaian positif dari pelanggan menjadi semakin penting
mengingat saat ini pelanggan turut menjadi penilai utama
organisasi penyedia pelayanan publik. Keberhasilan pelayanan
publik akan bermuara pada kepercayaan masyarakat
sebagai subjek pelayanan publik.
Peningkatan kualitas pelayanan publik adalah suatu proses yang
secara terus-menerus guna mewujudkan konsep good governance
yang menjadi dambaan masyarakat sebagai pemegang hak utama
atas pelayanan publik.
Penyelenggaraan pemerintahan yang berorientasi pada
layanan prima sudah tidak bisa ditawar lagi ketika lembaga
pemerintah ingin meningkatkan kepercayaan publik. Apabila
setiap lembaga pemerintah dapat memberikan layanan prima
kepada masyarakat maka akan menimbulkan kepuasan bagi
pihak- pihak yang dilayani. Sebagaimana diamanatkan dalam UUD
1945 dan peraturan perundang-undangan terkait lainnya, bahwa
layanan untuk kepentingan publik menjadi tanggung jawab
pemerintah. Ditambah lagi, masyarakat semakin menyadari
haknya dan semakin kritis untuk mendapatkan layanan terbaik
dari aparatur pemerintah.

2
3. ASN sebagai Pelayan Publik
Untuk mewujudkan tujuan nasional sebagaimana
tercantum dalam Pembukaan UUD 1945, pegawai ASN diserahi
tugas untuk melaksanakan tugas pelayanan publik, tugas
pemerintahan, dan tugas pembangunan tertentu. Tugas pelayanan
publik dilakukan dengan memberikan pelayanan atas barang, jasa,
dan/atau pelayanan administratif. Adapun tugas pemerintahan
dilaksanakan dalam rangka penyelenggaraan fungsi umum
pemerintahan yang meliputi pendayagunaan kelembagaan,
kepegawaian, dan ketatalaksanaan. Sedangkan dalam rangka
pelaksanaan tugas pembangunan tertentu dilakukan melalui
pembangunan bangsa (cultural and political development) serta
melalui pembangunan ekonomi dan sosial (economic and social
development) yang diarahkan pada meningkatkan kesejahteraan
dan kemakmuran seluruh masyarakat. Selain itu, pembangunan
sumber daya manusia ASN sebagai bagian dari upaya reformasi
birokrasi, diharapkan mampu mengakselerasi pelaksanaan tugas,
fungsi, dan peran ASN sebagaimana dimaksud dalam UU ASN.
Sebagaimana kita ketahui dalam Pasal 10 UU ASN, pegawai
ASN berfungsi sebagai pelaksana kebijakan publik, pelayan publik,
serta sebagai perekat dan pemersatu bangsa. Untuk menjalankan
fungsi tersebut, pegawai ASN bertugas untuk:
a. melaksanakan kebijakan publik yang dibuat oleh Pejabat
Pembina Kepegawaian sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan;
b. memberikan pelayanan publik yang profesional dan
berkualitas; dan

2
c. mempererat persatuan dan kesatuan Negara Kesatuan
Republik Indonesia.
Selain tugas dan fungsi yang melekat pada pegawai ASN,
pegawai ASN juga berperan sebagai perencana, pelaksana, dan
pengawas penyelenggaraan tugas umum pemerintahan dan
pembangunan nasional. Peran tersebut dilaksanakan melalui
pelaksanaan kebijakan dan pelayanan publik yang profesional,
bebas dari intervensi politik, serta bersih dari praktik korupsi,
kolusi, dan nepotisme. Sehingga ASN tentu akan terlibat dalam
pelaksanaan tugas dan fungsi tersebut, yang membutuhkan
kesadaran bersama untuk meningkatkan peran pegawai ASN
khususnya dalam peningkatan kualitas penyelenggaraan
pelayanan publik melalui perbaikan birokrasi di Indonesia untuk
kesejahteraan masyarakat secara umum.
Pasal 34 UU Pelayanan Publik juga secara jelas mengatur
mengenai bagaimana perilaku pelaksana pelayanan publik,
termasuk ASN, dalam menyelenggarakan pelayanan publik, yaitu:
a. adil dan tidak diskriminatif;
b. cermat;
c. santun dan ramah;
d. tegas, andal, dan tidak memberikan putusan yang berlarut-
larut;
e. profesional;
f. tidak mempersulit;
g. patuh pada perintah atasan yang sah dan wajar;
h. menjunjung tinggi nilai-nilai akuntabilitas dan integritas
institusi penyelenggara;

2
i. tidak membocorkan informasi atau dokumen yang wajib
dirahasiakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan;
j. terbuka dan mengambil langkah yang tepat untuk
menghindari benturan kepentingan;
k. tidak menyalahgunakan sarana dan prasarana serta fasilitas
pelayanan publik;
l. tidak memberikan informasi yang salah atau menyesatkan
dalam menanggapi permintaan informasi serta proaktif dalam
memenuhi kepentingan masyarakat;
m. tidak menyalahgunakan informasi, jabatan, dan/atau
kewenangan yang dimiliki;
n. sesuai dengan kepantasan; dan
o. tidak menyimpang dari prosedur.
Dalam mengimplementasikan budaya berorientasi
pelayanan, ASN perlu memahami mengenai beberapa hal
fundamental mengenai pelayanan publik, antara lain:
a. Pelayanan publik merupakan hak warga negara sebagai
amanat konstitusi. Dengan demikian menjadi kewajiban
pemerintah untuk menyelenggarakannya baik dilakukan
sendiri (oleh birokrasi pemerintah) maupun bekerja sama
dengan sektor swasta;
b. Pelayanan publik diselenggarakan dengan pajak yang
dibayar oleh warga negara. Artinya, para birokrat
penyelenggara pelayanan publik harus paham bahwa semua
fasilitas yang mereka nikmati (gedung, peralatan, gaji bagi
ASN, protokoler, dsb.) dibayar dengan pajak yang dibayarkan
oleh warga negara. Oleh karena itu, ASN harus paham bahwa

2
warga

2
negara adalah agent (tuan) dan Saudara adalah client
(pelayan). Konsekuensinya, Saudara sebagai ASN yang harus
mengikuti kehendak masyarakat pengguna layanan, bukan
sebaliknya masyarakat yang harus mengikuti kehendak
Saudara.
c. Pelayanan publik diselenggarakan dengan tujuan untuk
mencapai hal-hal yang strategis bagi kemajuan bangsa di masa
yang akan datang. Karena sifatnya yang demikian, sebagai
seorang ASN Saudara harus paham bahwa kegagalan dalam
berkontribusi untuk menyelenggarakan pelayanan publik
yang berkualitas akan berakibat pada kegagalan kita sebagai
bangsa dalam mewujudkan cita-cita bersama. Dalam konteks
dunia yang dihadapkan pada tantangan globalisasi maka
kegagalan Saudara sebagai ASN dalam membantu
mewujudkan kualitas pelayanan publik yang baik juga berarti
berdampak pada kegagalan Indonesia dalam memenangkan
pertarungan memperebutkan supremasi globalisasi. Jika ini
terjadi, masa dengan bangsa Indonesia menjadi taruhannya.
d. Pelayanan publik memiliki fungsi tidak hanya memenuhi
kebutuhan-kebutuhan dasar warga negara sebagai manusia,
akan tetapi juga berfungsi untuk memberikan perlindungan
bagi warga negara (proteksi). Coba Saudara bayangkan ketika
pemerintah tidak memberikan pelayanan yang baik untuk
memberikan perlindungan kepada warga negaranya?
Masyarakat menjadi korban main hakim sendiri karena polisi
tidak hadir. TKI menjadi korban kekejaman para tuan mereka
di negara asing, bahkan ketika menginjakkan kaki di bandara

2
tanah airnya sendiri karena pemerintah gagal memberikan
pelayanan untuk melindungi mereka. Dan banyak contoh lagi
penderitaan warga negara ketika pemerintah gagal
menyelenggarakan pelayanan publik yang baik.
Dengan memahami empat hal pokok tersebut maka
diharapkan Saudara akan memposisikan diri Saudara secara tepat
ketika berhadapan dengan warga yang membutuhkan pelayanan
publik. Mulai saat ini Saudara diharapkan paham bahwa warga
negara yang membutuhkan pelayanan publik perlu Saudara layani
dengan baik dengan memenuhi kebutuhan mereka.

4. Nilai Berorientasi Pelayanan dalam Core Values ASN


Berdasarkan Surat Edaran (SE) Menteri PANRB Nomor 20
Tahun 2021 tanggal 26 Agustus 2021 tentang Implementasi Core
Values dan Employer Branding Aparatur Sipil Negara, disebutkan
bahwa dalam rangka penguatan budaya kerja sebagai salah satu
strategi transformasi pengelolaan ASN menuju pemerintahan
berkelas dunia (World Class Government), Pemerintah telah
meluncurkan Core Values (Nilai-Nilai Dasar) ASN BerAKHLAK dan
Employer Branding (Bangga Melayani Bangsa).
Pada tanggal 27 Juli 2021, Presiden Joko Widodo
meluncurkan Core Values dan Employer Branding ASN tersebut,
yang bertepatan dengan Hari Jadi Kementerian PANRB ke-62. Core
Values ASN yang diluncurkan yaitu ASN BerAKHLAK yang
merupakan akronim dari Berorientasi Pelayanan, Akuntabel,
Kompeten, Harmonis, Loyal, Adaptif, Kolaboratif. Core Values
tersebut seharusnya dapat dipahami dan dimaknai sepenuhnya

3
oleh seluruh ASN serta dapat diimplementasikan dalam
pelaksanaan tugas dan kehidupan sehari-hari. Oleh karena tugas
pelayanan publik yang sangat erat kaitannya dengan pegawai
ASN, sangatlah penting untuk memastikan bahwa ASN
mengedepankan nilai Berorientasi Pelayanan dalam pelaksanaan
tugasnya, dimaknai bahwa setiap ASN harus berkomitmen
memberikan pelayanan prima demi kepuasan masyarakat.
Secara lebih operasional, Berorientasi Pelayanan dapat
dijabarkan dengan beberapa kriteria, yakni:
a. ASN harus memiliki kode etik (code of ethics) untuk
menjabarkan pedoman perilaku sesuai dengan tujuan yang
terkandung dari masing-masing nilai. Kode etik juga
terkadang dibuat untuk mengatur hal-hal apa saja yang secara
etis boleh dan tidak boleh dilakukan, misalnya yang terkait
dengan konflik kepentingan. Dalam menyelenggarakan
pelayanan publik jika terjadi konflik kepentingan maka
aparatur ASN harus mengutamakan kepentingan publik dari
pada kepentingan dirinya sendiri.
b. Untuk mendetailkan kode etik tersebut, dapat dibentuk
sebuah kode perilaku (code of conducts) yang berisi contoh
perilaku spesifik yang wajib dan tidak boleh dilakukan oleh
pegawai ASN sebagai interpretasi dari kode etik tersebut.
Contoh perilaku spesifik dapat juga berupa bagaimana
penerapan SOP dalam memberikan pelayanan kepada
masyarakat.
c. Pegawai ASN harus menerapkan budaya pelayanan, dan
menjadikan prinsip melayani sebagai suatu kebanggaan.

3
Munculnya rasa kebanggaan dalam memberikan pelayanan
akan menjadi modal dalam melaksanakan pekerjaan. Hal ini
juga sejalan dengan employee value proposition atau employer
branding ASN yakni “Bangga Melayani Bangsa”. Kebanggaan
memberikan pelayanan terbaik membantu kita memberikan
hasil optimal dalam melaksanakan tugas pelayanan. Prinsip
melayani juga menjadi dasar dan perlu diatur dengan
prosedur yang jelas.
Berorientasi Pelayanan sebagai nilai dan menjadi dasar
pembentukan budaya pelayanan tentu tidak akan dengan mudah
dapat dilaksanakan tanpa dilandasi oleh perubahan pola pikir
ASN, didukung dengan semangat penyederhanaan birokrasi yang
bermakna penyederhanaan sistem, penyederhanaan proses bisnis
dan juga transformasi menuju pelayanan berbasis digital.
Sikap pelayanan bagi pegawai ASN berarti pengabdian
yang tulus terhadap bidang kerja dan yang paling utama adalah
kebanggaan atas pekerjaan. Sikap Saudara dapat menggambarkan
instansi/organisasi Saudara, karena sikap pelayanan tersebut
mewakili citra organisasi Saudara secara langsung maupun tidak
langsung. Oleh karena itu, budaya pelayanan dalam birokrasi
pemerintahan akan sangat ditentukan oleh sikap pelayanan yang
ditunjukkan oleh pegawai ASN.
Pelayanan yang diberikan aparatur harus merujuk pada
standar yang ditetapkan pemerintah. Standar mutu layanan pada
institusi pemerintah dapat dibedakan dalam dua paradigma,
yaitu:
(1) standar berbasis peraturan perundang-undangan (producer

3
view), dan (2) standar berbasis kebutuhan dan kepuasan
masyarakat sebagai pelanggan (consumer view or public view).
Alasan lain yang mendasari pentingnya nilai Berorientasi
Pelayanan bagi seorang ASN adalah untuk menghasilkan suatu
paradigma berpikir bahwa ASN harus seoptimal mungkin
memberikan pelayanan prima kepada masyarakat. Sehingga
diharapkan ada perubahan mindset yang mempengaruhi ASN
dalam bersikap, dan menghasilkan output/outcome atas
perubahan mindset atau paradigma dan perubahan sikap
tersebut. Baik atau buruknya kualitas pelayanan publik di
Indonesia secara nyata akan tercermin juga kepada hasilnya.
Dalam contoh negatif yang sudah/sedang terjadi, misalnya dalam
hal pelayanan dasar, yaitu pelayanan di bidang pendidikan oleh
guru-guru yang tidak berorientasi pelayanan dan tidak memiliki
kompetensi memadai, akan menghasilkan murid-murid yang
kualitasnya juga kurang memadai, sehingga angkatan kerja yang
dihasilkan akan sulit bersaing dengan talenta global lainnya dalam
upaya untuk mengangkat kesejahteraan dirinya maupun bagi
pembangunan bangsa dan negara.
Ke depan, diharapkan nilai berorientasi pelayanan tersebut
dapat menjadi paradigma ASN dalam melaksanakan tugas fungsi
jabatannya termasuk dalam tugas pelayanan, agar mendasari
bagaimana ASN bersikap dan berperilaku, yang secara langsung
akan berdampak pada tujuan unit kerja pada khususnya, dan cita-
cita organisasi pada umumnya yakni menghasilkan birokrasi yang
profesional. Dalam rangka menjabarkan dan mengoperasionalkan
nilai berorientasi pelayanan tersebut, maka Saudara akan

3
mempelajari konsep dari ketiga kode etiknya, yaitu: (1)
memahami dan memenuhi kebutuhan masyarakat, (2) ramah,
cekatan, solutif dan dapat diandalkan, dan (3) melakukan
perbaikan tiada henti.

B. Rangkuman
Definisi pelayanan publik sebagaimana tercantum dalam UU
Pelayanan Publik adalah kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam
rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan bagi setiap warga negara dan penduduk atas
barang, jasa, dan/atau pelayanan administratif yang disediakan oleh
penyelenggara pelayanan publik.
Terdapat tiga unsur penting dalam pelayanan publik
khususnya dalam konteks ASN, yaitu 1) penyelenggara pelayanan
publik yaitu ASN/Birokrasi, 2) penerima layanan yaitu masyarakat,
stakeholders, atau sektor privat, dan 3) kepuasan yang diberikan
dan/atau diterima oleh penerima layanan.
Pelayanan publik yang prima sudah tidak bisa ditawar lagi
ketika lembaga pemerintah ingin meningkatkan kepercayaan publik,
karena dapat menimbulkan kepuasan bagi pihak-pihak yang dilayani.
Dalam Pasal 10 UU ASN, pegawai ASN berfungsi sebagai
pelaksana kebijakan publik, pelayan publik, serta sebagai perekat dan
pemersatu bangsa. Untuk menjalankan fungsi tersebut, pegawai ASN
bertugas untuk:
a. melaksanakan kebijakan publik yang dibuat oleh Pejabat Pembina
Kepegawaian sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan;

3
b. memberikan pelayanan publik yang profesional dan berkualitas;
dan
c. mempererat persatuan dan kesatuan Negara Kesatuan Republik
Indonesia.
Dalam rangka penguatan budaya kerja sebagai salah satu
strategi transformasi pengelolaan ASN menuju pemerintahan
berkelas dunia (World Class Government), Pemerintah telah
meluncurkan Core Values (Nilai-Nilai Dasar) ASN BerAKHLAK dan
Employer Branding (Bangga Melayani Bangsa). Core Values ASN
BerAKHLAK merupakan akronim dari Berorientasi Pelayanan,
Akuntabel, Kompeten, Harmonis, Loyal, Adaptif, Kolaboratif. Core
Values tersebut seharusnya dapat dipahami dan dimaknai
sepenuhnya oleh seluruh ASN serta dapat diimplementasikan dalam
pelaksanaan tugas dan kehidupan sehari-hari. Oleh karena tugas
pelayanan publik yang sangat erat kaitannya dengan pegawai ASN,
sangatlah penting untuk memastikan bahwa ASN mengedepankan
nilai Berorientasi Pelayanan dalam pelaksanaan tugasnya, yang
dimaknai bahwa setiap ASN harus berkomitmen memberikan
pelayanan prima demi kepuasan masyarakat.

C. Evaluasi Materi Pokok 1


Untuk membantu mengevalusi/mengukur tingkat pemahaman
Anda terhadap Materi Pokok 1 ini, cobalah Anda kerjakan soal-soal
Pilihan Ganda di bawah ini. Pada setiap soalnya, pilihlah satu jawaban
yang menurut Anda benar.
1. ASN sebagai profesi, salah satunya berlandaskan pada prinsip
Nilai Dasar. Hal tersebut tertuang dalam:

3
a. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2014
b. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014
c. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2015
d. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2015
2. Undang-Undang yang mengatur tentang Pelayanan Publik
adalah:
a. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2009
b. Undang-Undang Nomor 52 Tahun 2009
c. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009
d. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2019
3. Sebutkan yang bukan merupakan fungsi ASN:
a. pelaksana kebijakan publik
b. pelayan publik
c. pengawas kegiatan publik
d. perekat dan pemersatu bangsa
4. Yang dimaksud dengan berorientasi pelayanan adalah
a. Bertanggung jawab terhadap kepercayaan yang diberikan
b. Komitmen memberikan pelayanan prima demi kepuasan
masyarakat
c. Saling peduli dan menghargai perbedaan
d. Terus berinovasi dan antusias dalam menggerakkan serta
menghadapi perubahan
5. Secara sederhana, definisi pelayanan publik berdasarkan Agus
Dwiyanto adalah
a. Semua jenis pelayanan untuk menyediakan barang/jasa
yang dibutuhkan oleh masyarakat yang memenuhi kriteria
yaitu merupakan jenis barang atau jasa

3
b. Pelayanan yang dirasakan melalui loket-loket pelayanan
c. Sumber daya air dan sumber daya mineral yang dikelola
oleh Negara/pemerintah
d. Perintah pimpinan/atasan untuk memberikan pelayanan
kepada masyarakat pada jam-jam pelayanan
6. Yang bukan merupakan unsur penting dalam pelayanan publik
adalah
a. Penyelenggara
b. Penerima layanan
c. Tempat pelayanan
d. Kepuasan pelanggan
7. Yang bukan prinsip pelayanan publik yang baik adalah
a. Partisipatif dan transparan
b. Responsif dan tidak diskriminatif
c. Kompleks namun murah
d. Aksesibel
8. “Pelayanan publik yang diselenggarakan oleh pemerintah
tidak boleh dibedakan antara satu warga negara dengan
warga negara yang lain atas dasar perbedaan identitas warga
negara, seperti status sosial, pandangan politik, agama,
profesi, jenis kelamin atau orientasi seksual, difabel, dan
sejenisnya” adalah
prinsip dari …
a. Akuntabel
b. Aksesibel
c. Berkeadilan
d. Tidak diskriminatif

3
9. “Dalam penyelenggaraan pelayanan publik, pemerintah
sebagai penyelenggara pelayanan publik harus menyediakan
akses bagi warga negara untuk mengetahui segala hal yang
terkait dengan pelayanan publik yang diselenggarakan
tersebut, seperti persyaratan, prosedur, biaya, dan
sejenisnya”
adalah prinsip dari …
a. Responsif
b. Transparan
c. Efektif dan efisien
d. Tidak diskriminatif
10. Nilai berorientasi pelayanan dijabarkan dalam ... panduan
perilaku
a. 3
b. 4
c. 5
d. 6

D. Umpan Balik dan Tindak Lanjut


Cocokkan jawaban Anda dengan Kunci Jawaban Tes Hasil
Belajar Materi Pokok 1 yang terdapat di bagian akhir modul ini.
Hitunglah jawaban Anda yang benar. Apabila tingkat penguasaan
Anda mencapai 80% atau lebih, berarti Anda telah memahami Materi
Pokok 1 dan Anda dapat meneruskan untuk mempelajari Materi
Pokok 2. Tetapi bila tingkat penguasaan Anda masih di bawah 80%,
Anda harus mengulangi lagi Materi Pokok 1, terutama bagian yang
belum Anda kuasai.

3
BAB III
MATERI POKOK 2
BERORIENTASI PELAYANAN

Setelah mempelajari Materi Pokok 2 ini, peserta mampu memahami dan


A. Uraian Materi
menjelaskan panduan perilaku (kode etik) nilai Berorientasi Pelayanan, serta
memberikan contoh perilaku spesifik yang kontekstual dengan jabatan dan/atau
1. Panduan Perilaku Berorientasi Pelayanan
Sebagaimana kita ketahui, ASN sebagai suatu profesi
berlandaskan pada prinsip sebagai berikut:
a. nilai dasar;
b. kode etik dan kode perilaku;
c. komitmen, integritas moral, dan tanggung jawab pada
pelayanan publik;
d. kompetensi yang diperlukan sesuai dengan bidang tugas;
e. kualifikasi akademik;
f. jaminan perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas; dan
g. profesionalitas jabatan.
Dari berbagai sumber, definisi nilai dasar sendiri adalah
kondisi ideal atau kewajiban moral tertentu yang diharapkan dari
ASN untuk mewujudkan pelaksanaan tugas instansi atau unit
kerjanya. Sedangkan kode etik adalah pedoman mengenai
kewajiban moral ASN yang ditunjukkan dalam sikap atau perilaku
terhadap apa yang dianggap/dinilai baik atau tidak baik, pantas
atau tidak pantas baik dalam melaksanakan tugas maupun dalam
pergaulan hidup sehari-hari. Adapun kode perilaku adalah

3
pedoman mengenai sikap, tingkah laku, perbuatan, tulisan, dan
ucapan ASN dalam melaksanakan tugasnya dan pergaulan hidup
sehari-hari yang merujuk pada kode etik.
Penjabaran berikut ini akan mengulas mengenai panduan
perilaku/kode etik dari nilai Berorientasi Pelayanan sebagai
pedoman bagi para ASN dalam pelaksanaan tugas sehari-hari,
yaitu:
a. Memahami dan Memenuhi Kebutuhan Masyarakat
Nilai Dasar ASN yang dapat diwujudkan dengan
panduan perilaku Berorientasi Pelayanan yang pertama ini
diantaranya:
1) mengabdi kepada negara dan rakyat Indonesia;
2) menjalankan tugas secara profesional dan tidak berpihak;
3) membuat keputusan berdasarkan prinsip keahlian; dan
4) menghargai komunikasi, konsultasi, dan kerja sama.
Untuk dapat memahami dan memenuhi kebutuhan
masyarakat (customer needs) sebagai salah satu unsur
penting dalam terciptanya suatu pelayanan publik, terlebih
dahulu kita melihat pengertian Masyarakat atau publik
sebagai penerima layanan. Masyarakat dalam UU Pelayanan
Publik adalah seluruh pihak, baik warga negara maupun
penduduk sebagai orang-perseorangan, kelompok, maupun
badan hukum yang berkedudukan sebagai penerima manfaat
pelayanan publik, baik secara langsung maupun tidak
langsung.
Zulian Yamit (2010:75) mengemukakan, bahwa:
“Pelanggan adalah orang yang membeli dan menggunakan

4
produk atau jasa.” Di era global dengan tingkat persaingan

4
yang semakin tinggi, kinerja organisasi lebih diarahkan pada
terciptanya kepuasan pelanggan. Kepuasan pelanggan antara
lain dapat dilihat dari kesenangannya ketika mendapatkan
produk/jasa yang sesuai atau bahkan melebihi harapannya,
sehingga mendorong keinginannya untuk melakukan
pembelian ulang atas produk/jasa yang pernah diperolehnya,
tidak merasa kapok, bahkan mereka akan menganjurkan
kepada pihak lain untuk menggunakan produk/jasa tersebut.
Hal tersebut menunjukkan bahwa efektivitas organisasi tidak
hanya diukur dari performans untuk mencapai target
(rencana) mutu, kuantitas, ketepatan waktu, dan alokasi
sumberdaya, melainkan juga diukur dari kepuasan dan
terpenuhinya kebutuhan pelanggan (customers).
Dalam Quality Management Journal, “Customer
satisfaction is defined as a measurement that determines how
happy customers are with a company’s products, services, and
capabilities. Customer satisfaction information, including
surveys and ratings, can help a company determine how to best
improve or changes its products and services. An organization’s
main focus must be to satisfy its customers.” Selanjutnya
pendapat Ancok (2014) juga menguatkan pandangan bahwa
kepuasan pelanggan alasan utama pentingnya pelayanan
prima.
Siklus pelayanan itu sendiri menurut A. Imanto dalam
Modul Pelatihan Dasar Calon Pegawai Negeri Sipil “Pelayanan
Publik” (2017) adalah “Sebuah rangkaian peristiwa yang
dilalui pelanggan sewaktu menikmati atau menerima layanan

4
yang diberikan”. Dikatakan bahwa siklus layanan dimulai
pada saat konsumen mengadakan kontak pertama kali
dengan service delivery system dan dilanjutkan dengan
kontak-kontak berikutnya sampai dengan selesai jasa
tersebut diberikan.
Standar mutu pelayanan yang berbasis kebutuhan dan
kepuasan masyarakat sebagai pelanggan (consumer view or
public view), diarahkan untuk memberikan kesejahteraan
kepada setiap warga negara, misalnya: layanan kesehatan,
pendidikan, dan perlindungan konsumen. Kebutuhan dan
harapan tersebut berbeda-beda sesuai dengan karakteristik
individu yang bersangkutan. Oleh sebab itu konsep mutu
dalam konteks ini menuntut sikap responsif dan empati dari
petugas pemberi layanan kepada harapan individu atau
sekelompok individu pengguna layanan. Aparatur harus
menjadi pendengar yang baik atas keluhan ataupun harapan
masyarakat terhadap layanan yang ingin mereka dapatkan.
Dengan demikian kunci pelayanan kesejahteraan adalah
kepuasan para pengguna layanan.
Dalam penyelenggaraan pelayanan publik pemerintah
wajib mendengar dan memenuhi tuntutan kebutuhan warga
negaranya. Tidak hanya terkait dengan bentuk dan jenis
pelayanan publik yang mereka butuhkan akan tetapi juga
terkait dengan mekanisme penyelenggaraan layanan, jam
pelayanan, prosedur, dan biaya penyelenggaraan pelayanan.
Sebagai klien masyarakat, birokrasi wajib mendengarkan
aspirasi dan keinginan masyarakat.

4
b. Ramah, Cekatan, Solutif, dan Dapat Diandalkan
Adapun beberapa Nilai Dasar ASN yang dapat
diwujudkan dengan panduan perilaku Berorientasi Pelayanan
yang kedua ini diantaranya:
1) memelihara dan menjunjung tinggi standar etika yang
luhur;
2) memiliki kemampuan dalam melaksanakan kebijakan
dan program pemerintah; dan
3) memberikan layanan kepada publik secara jujur, tanggap,
cepat, tepat, akurat, berdaya guna, berhasil guna, dan
santun.
Djamaludin Ancok dkk (2014) memberi ilustrasi
bahwa perilaku yang semestinya ditampilkan untuk
memberikan layanan prima adalah:
1) Menyapa dan memberi salam;
2) Ramah dan senyum manis;
3) Cepat dan tepat waktu;
4) Mendengar dengan sabar dan aktif;
5) Penampilan yang rapi dan bangga akan penampilan;
6) Terangkan apa yang Saudara lakukan;
7) Jangan lupa mengucapkan terima kasih;
8) Perlakukan teman sekerja seperti pelanggan; dan
9) Mengingat nama pelanggan.
Dengan penjabaran tersebut, pegawai ASN dituntut
untuk memberikan pelayanan dengan ramah, ditandai
senyum, menyapa dan memberi salam, serta berpenampilan
rapi; cekatan ditandai dengan cepat dan tepat waktu; solutif

4
ditandai dengan mampu memberikan kemudahan bagi
masyarakat untuk memilih layanan yang tersedia; dan dapat
diandalkan ditandai dengan mampu, akan dan pasti
menyelesaikan tugas yang mereka terima atau pelayanan
yang diberikan.
Untuk menghasilkan mutu dalam pelayanan publik
yang bersifat jasa, sangat membutuhkan kerja sama dan
partisipasi masyarakat. Oleh sebab itu, ASN harus mampu
memelihara komunikasi dan interaksi yang baik dengan
masyarakat, bersifat kreatif, proaktif dan inovatif dalam
memenuhi kebutuhan masyarakat yang berbeda beda. Tidak
hanya itu saja, karena kondisi sosial ekonomi yang terus
membaik, masyarakat pun terus menerus menuntut standard
pelayanan yang semakin tinggi dan semakin responsif
terhadap kemampuan dan kebutuhan yang beragam.
Pelayanan yang baik harus cepat, tepat, dapat diandalkan,
tidak berbelit belit (bertele-tele), dan tidak ditunda-tunda.
Sehingga kode etik ramah, cepat, solutif, dan dapat
diandalkan sebagai penjabaran dari nilai Berorientasi
Pelayanan sangat diharapkan dapat tercermin dari perilaku
Saudara sebagai ASN bukan hanya yang bertanggung jawab di
garis depan (front liner), melainkan menjadi tanggung jawab
semua pegawai ASN pada setiap level organisasi. Ke depan,
citra positif ASN sebagai pelayan publik terlihat dengan
perilaku melayani dengan senyum, menyapa dan memberi
salam, serta berpenampilan rapih; melayani dengan cepat dan
tepat waktu; melayani dengan memberikan kemudahan bagi

4
Anda untuk memilih layanan yang tersedia; serta melayani
dengan dengan kemampuan, keinginan dan tekad
memberikan pelayanan yang prima.

c. Melakukan Perbaikan Tiada Henti


Nilai Dasar ASN yang dapat diwujudkan dengan
panduan perilaku Berorientasi Pelayanan yang ketiga ini
diantaranya:
1) mempertanggungjawabkan tindakan dan kinerjanya
kepada publik; dan
2) mengutamakan pencapaian hasil dan mendorong kinerja
pegawai.
Karakteristik dalam memberikan pelayanan prima
ditunjukkan dengan upaya perbaikan secara berkelanjutan
melalui berbagai cara, antara lain: pendidikan, pelatihan,
pengembangan ide kreatif, kolaborasi, dan benchmark.
Alangkah baiknya apabila seluruh ASN dapat menampilkan
kinerja yang merujuk pada nilai dasar orientasi mutu dalam
memberikan layanan kepada publik. Setiap individu aparatur
turut memikirkan bagaimana langkah perbaikan yang dapat
dilakukan dari posisinya masing-masing. Di lain pihak,
pimpinan melakukan pemberdayaan aparatnya secara
optimal, dan memberikan arah menuju terciptanya layanan
prima yang dapat memuaskan stakeholders dengan
memberikan superior customer value.
Hal ini berarti bahwa memberikan layanan yang
bermutu tidak boleh berhenti ketika kebutuhan masyarakat

4
sudah dapat terpenuhi, melainkan harus terus ditingkatkan
dan diperbaiki agar mutu layanan yang diberikan dapat
melebihi harapan pengguna layanan. Layanan hari ini harus
lebih baik dari hari kemarin, dan layanan hari esok akan
menjadi lebih baik dari hari ini (doing something better and
better).
Dalam perkembangannya budaya pelayanan harus
dipandang sebagai sebuah proses belajar yang menghasilkan
bentuk baru serta pengetahuan dan kepandaian yang baru.
Sebagai sebuah proses belajar budaya pelayanan harus dapat
melakukan perubahan kebiasaan, perubahan nilai, dan
perubahan pola pikir atau paradigma pelayanan.
Dalam Richard L. Daft dalam Tita Maria Kanita (2010:
8), “demikian juga halnya inovasi dalam layanan publik
mestinya mencerminkan hasil pemikiran baru yang
konstruktif, sehingga akan memotivasi setiap individu untuk
membangun karakter dan mind-set baru sebagai apartur
penyelenggara pemerintahan, yang diwujudkan dalam bentuk
profesionalisme layanan publik yang berbeda dari
sebelumnya, bukan sekedar menjalankan atau menggugurkan
tugas rutin”. Sebagaimana dikemukakan oleh Christopher dan
Thor (2001: 65), “They can also organize to encourage and
support creativity and innovation, to do things differently.”
Demikian juga di lingkungan lembaga pemerintahan, aparatur
dapat mengembangkan daya imajinasi dan kreativitasnya,
untuk melahirkan terobosan- terobosan baru dalam
meningkatkan

4
efektivitas dan efisiensi layanan, sepanjang tidak bertentangan
dengan peraturan perundang-undangan.

2. Tantangan Aktualisasi Nilai Berorientasi Pelayanan


Visi Reformasi Birokrasi, sebagaimana tercantum dalam
Peraturan Presiden Nomor 81 Tahun 2010 tentang Grand Design
Reformasi Birokrasi 2010-2025, bahwa pada tahun 2025 akan
dicapai pemerintahan kelas dunia, yang ditandai dengan pelayanan
publik yang prima. Pada praktiknya, penyelenggaraan pelayanan
publik menghadapi berbagai hambatan dan tantangan, yang dapat
berasal dari eksternal seperti kondisi geografis yang sulit,
infrastruktur yang belum memadai, termasuk dari sisi masyarakat
itu sendiri baik yang tinggal di pedalaman dengan adat kebiasaan
atau sikap masyarakat yang kolot, ataupun yang tinggal di
perkotaan dengan kebutuhan yang dinamis dan senantiasa
berubah. Tantangan yang berasal dari internal penyelenggara
pelayanan publik dapat berupa anggaran yang terbatas, kurangnya
jumlah SDM yang berkompeten, termasuk belum terbangunnya
sistem pelayanan yang baik. Namun, Pemerintah berkomitmen
untuk terus meningkatkan kualitas penyelenggaraan pelayanan
untuk memenuhi kebutuhan dan harapan masyarakat serta
mengatasi berbagai hambatan yang ada.
Pandemi COVID-19 yang ada telah menjadikan pola
kehidupan sehari-hari mengalami perubahan yang sangat
signifikan. Momentum ini harus kita manfaatkan secara maksimal
untuk melakukan lompatan kemajuan sebagaimana arahan
Presiden RI. Ada hikmah di balik pandemi COVID-19 yang melanda

4
dunia termasuk Indonesia, utamanya dalam mendorong
percepatan reformasi birokrasi di Indonesia, Pemanfaatan
informasi teknologi dan internet of things menjadi “keterpaksaan”
baru, telah terjadi perubahan secara masif budaya kerja dan cara
berpikir ASN.
Percepatan pemanfaatan teknologi informasi dan
komunikasi dalam praktik tata kelola pemerintahan, yang lebih
berorientasi pada hasil dengan mengedepankan pemanfaatan
informasi teknologi dan kecepatannya. Pandemi ini seyogianya
dapat dijadikan momentum bagi ASN dalam mendukung
akselerasi reformasi birokrasi yang tidak hanya sekedar birokrasi
profesional yang mampu melayani raktyat, tapi menjadi faktor
determinan dalam meletakkan fondasi yang diperlukan bangsa
untuk memenangkan persaingan global.
Dalam rangka mencapai visi reformasi birokrasi serta
memenangkan persaingan di era digital yang dinamis, diperlukan
akselerasi dan upaya luar biasa (keluar dari rutinitas dan business
as usual) agar tercipta breakthrough atau terobosan, yaitu
perubahan tradisi, pola, dan cara dalam pemberian pelayanan
publik. Terobosan itulah yang disebut dengan inovasi pelayanan
publik. Konteks atau permasalahan publik yang dihadapi instansi
pemerintah dalam memberikan layanannya menjadi akar dari
lahirnya suatu inovasi pelayanan publik.
Peraturan Menteri PANRB Nomor 91 Tahun 2021
memaknai inovasi pelayanan publik sebagai terobosan jenis
pelayanan baik yang merupakan gagasan/ide kreatif orisinal
dan/atau adaptasi/modifikasi yang memberikan manfaat bagi

4
masyarakat, baik secara langsung maupun tidak langsung. Dengan
kata lain, inovasi pelayanan publik tidak harus berupa suatu
penemuan baru (dari tidak ada kemudian muncul gagasan dan
praktik inovasi), tetapi dapat merupakan suatu pendekatan baru
yang bersifat kontekstual berupa hasil perluasan maupun
peningkatan kualitas inovasi yang sudah ada.
Inovasi di sektor publik memiliki poin berbeda dengan
inovasi di sektor swasta yaitu transferabilitas atau sifat mudah
disebarkan. Semakin banyak penyelenggara pelayanan publik lain
yang terinspirasi dan menerapkan suatu inovasi di wilayah kerja
masing-masing, maka akan semakin tinggi nilai inovasi tersebut
karena dampak dan manfaat inovasi dapat dirasakan oleh lebih
banyak pengguna layanan. Dalam perspektif pelayanan publik,
“meniru” suatu inovasi bukanlah hal yang tabu, karena tujuan
berinovasi di sini bukanlah mencari keuntungan pribadi,
melainkan memberikan pelayanan terbaik bagi masyarakat.
Proses meniru tersebut, atau dengan kata lain proses transfer
pengetahuan dari suatu inovasi, akan menghasilkan inovasi
dengan nilai kebaruan sesuai dengan konteks masing-masing unit
kerja atau wilayah, sehingga tidak ada inovasi yang benar-benar
sama persis satu dengan lainnya.
Pada perkembangannya, inovasi pelayanan publik juga
berkontribusi untuk mengakselerasi pencapaian Tujuan
Pembangunan Berkelanjutan atau yang lebih dikenal dengan SDGs
(Sustainable Development Goals). SDGs saat ini menjadi agenda
bersama dari seluruh negara anggota PBB, termasuk Indonesia.
Inovasi pelayanan publik diarahkan untuk mendukung pencapaian

5
SDGs, dengan berlandaskan pada Peraturan Presiden Nomor 59
Tahun 2017 tentang Pelaksanaan Pencapaian Tujuan
Pembangunan Berkelanjutan.
Namun berdasarkan hasil penelitian World Intellectual
Property Organization (WIPO), Global Innovation Index (GII)
Indonesia berada di posisi ke-85 dari 131 negara anggota, stagnan
sejak tahun 2018 hingga 2020. Kondisi tersebut tertinggal jauh
dari negara ASEAN lainnya seperti Singapura, Malaysia, Thailand,
dan Vietnam. Hal ini menunjukkan bahwa Indonesia belum bisa
maksimal memanfaatkan inovasi sebagai salah satu alat dalam
memberikan pelayanan publik yang berkualitas. Masih banyak
pelayanan publik yang perlu diakselerasi melalui inovasi, perlu
langkah dan metode baru yang diambil terutama dalam
menghadapi era kenormalan baru.
Dalam lingkungan pemerintahan sendiri, banyak faktor
yang mempengaruhi tumbuh dan berkembangnya inovasi,
diantaranya komitmen dari pimpinan, adanya budaya inovasi, dan
dukungan regulasi. Instansi pemerintah dituntut untuk lebih jeli
mengamati permasalahan dalam pelayanan publik sehingga
inovasi yang dilahirkan benar-benar sesuai kebutuhan dan tepat
sasaran. Inovasi juga tidak boleh monoton karena setiap daerah
memiliki kebutuhan yang berbeda-beda antara satu sama lain.
Untuk itu, adanya kolaborasi antara pemerintah, partisipasi
masyarakat, dan stakeholders terkait lainnya perlu dibangun
sebagai strategi untuk mendorong tumbuh dan berkembangnya
inovasi.

5
B. Rangkuman
Dalam penyelenggaraan pelayanan publik pemerintah wajib
mendengar dan memenuhi tuntutan kebutuhan warga negaranya.
Tidak hanya terkait dengan bentuk dan jenis pelayanan publik yang
mereka butuhkan akan tetapi juga terkait dengan mekanisme
penyelenggaraan layanan, jam pelayanan, prosedur, dan biaya
penyelenggaraan pelayanan. Sebagai klien masyarakat, birokrasi
wajib mendengarkan aspirasi dan keinginan masyarakat.
Citra positif ASN sebagai pelayan publik terlihat dengan
perilaku melayani dengan senyum, menyapa dan memberi salam,
serta berpenampilan rapih; melayani dengan cepat dan tepat waktu;
melayani dengan memberikan kemudahan bagi Anda untuk memilih
layanan yang tersedia; serta melayani dengan dengan kemampuan,
keinginan dan tekad memberikan pelayanan yang prima.
Pemberian layanan bermutu tidak boleh berhenti ketika
kebutuhan masyarakat sudah dapat terpenuhi, melainkan harus terus
ditingkatkan dan diperbaiki agar mutu layanan yang diberikan dapat
melebihi harapan pengguna layanan. Layanan hari ini harus lebih
baik dari hari kemarin, dan layanan hari esok akan menjadi lebih baik
dari hari ini (doing something better and better).
Dalam rangka mencapai visi reformasi birokrasi serta
memenangkan persaingan di era digital yang dinamis, diperlukan
akselerasi dan upaya luar biasa (keluar dari rutinitas dan business as
usual) agar tercipta breakthrough atau terobosan, yaitu perubahan
tradisi, pola, dan cara dalam pemberian pelayanan publik. Terobosan
itulah yang disebut dengan inovasi pelayanan publik. Konteks atau
permasalahan publik yang dihadapi instansi pemerintah dalam

5
memberikan layanannya menjadi akar dari lahirnya suatu inovasi
pelayanan publik.
Dalam lingkungan pemerintahan banyak faktor yang
mempengaruhi tumbuh dan berkembangnya inovasi pelayanan
publik, diantaranya komitmen dari pimpinan, adanya budaya inovasi,
dan dukungan regulasi. Adanya kolaborasi antara pemerintah,
partisipasi masyarakat, dan stakeholders terkait lainnya perlu
dibangun sebagai strategi untuk mendorong tumbuh dan
berkembangnya inovasi.

C. Evaluasi Materi Pokok 2


Untuk membantu mengevalusi/mengukur tingkat pemahaman
Anda terhadap Materi Pokok 2 ini, cobalah Anda kerjakan soal-soal
Pilihan Ganda di bawah ini. Pada setiap soalnya, pilihlah satu jawaban
yang menurut Anda benar.
1. Yang mana kah diantara panduan perilaku berikut yang
merupakan kode etik dari nilai berorientasi pelayanan?
a. Meningkatkan kompetensi diri untuk menjawab tantangan
yang selalu berubah
b. Membangun lingkungan kerja yang kondusif
c. Memahami dan memenuhi kebutuhan masyarakat
d. Melaksanakan tugas dengan kualitas terbaik
2. Yang mana kah diantara panduan perilaku berikut yang
merupakan kode etik dari nilai berorientasi pelayanan?
a. Terbuka dalam bekerja sama untuk menghasilkan nilai
tambah
b. Ramah, cekatan, solutif dan dapat diandalkan

5
c. Memegang teguh ideologi Pancasila, Undang-Undang
Dasar 1945, setia kepada NKRI serta pemerintahan yang
sah
d. Membangun lingkungan kerja yang kondusif
3. Yang mana kah diantara panduan perilaku berikut yang
merupakan kode etik dari nilai berorientasi pelayanan?
a. Menjaga nama baik sesama ASN, Pimpinan, Instansi, dan
Negara
b. Terus berinovasi dan mengembangkan kreativitas
c. Cepat menyesuaikan diri menghadapi perubahan
d. Melakukan perbaikan tiada henti
4. Dalam memahami dan memenuhi kebutuhan masyarakat,
kedudukan masyarakat dalam konteks tersebut adalah sebagai

a. masyarakat sebagai wajib pajak
b. masyarakat sebagai pengawas kinerja pemerintah
c. masyarakat sebagai elemen adanya negara
d. masyarakat sebagai penerima layanan
5. Pengertian masyarakat dalam Undang-Undang Nomor
25/2009 tentang Pelayanan Publik adalah …
a. seluruh pihak, baik warga negara maupun penduduk
sebagai orang-perseorangan, kelompok, maupun badan
hukum yang berkedudukan sebagai penerima manfaat
pelayanan publik, baik secara langsung maupun tidak
langsung
b. warga negara Indonesia sebagai orang-perseorangan,
kelompok, maupun badan hukum yang berkedudukan

5
sebagai penerima manfaat pelayanan publik, baik secara
langsung maupun tidak langsung
c. seluruh pihak, baik warga negara maupun penduduk
sebagai orang-perseorangan, kelompok, maupun badan
hukum yang berkedudukan sebagai penerima manfaat
pelayanan publik secara langsung
d. warga negara Indonesia sebagai orang-perseorangan,
kelompok, maupun badan hukum yang berkedudukan
sebagai penerima manfaat pelayanan publik secara
langsung
6. Beberapa perilaku pelayanan prima yang perlu dibudayakan
dalam organisasi antara lain sebagai berikut, kecuali …
a. Menyapa dan memberi salam
b. Ramah
c. Cepat dan terlihat sibuk
d. Berpenampilan rapih
7. Karakteristik dalam memberikan pelayanan prima
ditunjukkan dengan upaya perbaikan secara berkelanjutan
melalui berbagai cara berikut ini, kecuali …
a. Pendidikan dan pelatihan
b. Standardisasi dan sertifikasi kompetensi pemberi layanan
c. Pengembangan ide kreatif
d. Kolaborasi dan benchmark
8. Seorang ASN diharapkan dapat diandalkan untuk memberikan
pelayanan prima yang dicontohkan dengan …
a. Melakukan pelayanan maksimal sesuai dengan tugas
fungsinya

5
b. Melakukan pelayanan maksimal untuk kepuasan
masyarakat meskipun dengan menyerobot tugas fungsi
rekan yang lain
c. Melakukan pelayanan maksimal jika diminta oleh
atasan/pimpinan
d. Melakukan pelayanan terbaik jika akan dilakukan evaluasi
eksternal
9. Memberikan layanan melebihi harapan customer ditunjukkan
dengan ...
a. meningkatkan mutu layanan dan tidak boleh berhenti
ketika kebutuhan customer sudah dapat terpenuhi
b. Selalu menanyakan dan melakukan survey kepuasan
masyarakat
c. Mencari tahu ekspektasi customer di masa yang akan
datang tentang layanan apa yang diharapkan
d. Menunggu perintah atasan terkait terobosan baru
10. Tujuan utama dari Nilai Dasar ASN adalah …
a. Menjadi dasar pembentukan peraturan internal tentang
kewajiban masuk kerja
b. Menjadi pedoman perilaku bagi para ASN dan
menciptakan budaya kerja yang mendukung tercapainya
kinerja terbaik
c. Menjadi pertimbangan pimpinan unit kerja dalam
menentukan rekanan dalam proyek strategis
d. Menjadi instrumen pengukuran kinerja ASN oleh
masyarakat

5
D. Umpan Balik dan Tindak Lanjut
Cocokkan jawaban Anda dengan Kunci Jawaban Tes Hasil
Belajar Materi Pokok 2 yang terdapat di bagian akhir modul ini.
Hitunglah jawaban Anda yang benar. Apabila tingkat penguasaan
Anda mencapai 80% atau lebih, berarti Anda telah memahami Materi
Pokok
2. Tetapi bila tingkat penguasaan Anda masih di bawah 80%, Anda
harus mengulangi lagi Materi Pokok 2, terutama bagian yang belum
Anda kuasai.

5
BAB IV
PENUTUP

Berorientasi Pelayanan merupakan salah satu nilai yang terdapat


dalam Core Values ASN BerAKHLAK yang dimaknai bahwa setiap ASN
harus berkomitmen memberikan pelayanan prima demi kepuasan
masyarakat. Materi modul ini diharapkan dapat memberikan gambaran
bagaimana panduan perilaku Berorientasi Pelayanan yang semestinya
dipahami dan dimplementasikan oleh setiap ASN di instansi tempatnya
bertugas, yang terdiri dari:
1. memahami dan memenuhi kebutuhan masyarakat;
2. ramah, cekatan, solutif dan dapat diandalkan; dan
3. melakukan perbaikan tiada henti.
Oleh karena itu, peserta Pelatihan Dasar diharapkan dapat
mempelajari setiap materi pokok dalam modul ini dengan seksama dan
mengerjakan setiap latihan dan evaluasi yang diberikan. Jika terdapat
hal- hal yang belum dipahami dapat ditanyakan dan didiskusikan dengan
pengampu Mata Pelatihan ini pada saat fase pembelajaran jarak jauh
maupun klasikal.

5
KUNCI JAWABAN

I. MATERI POKOK 1. KONSEP PELAYANAN PUBLIK


No. Jawaban No. Jawaban

1. B 6. C
2. C 7. C
3. C 8. D
4. B 9. B
5. A 10. A

II. MATERI POKOK 2. BERORIENTASI PELAYANAN


No. Jawaban No. Jawaban

1. C 6. C
2. B 7. B
3. D 8. A
4. D 9. A
5. A 10. B

5
DAFTAR PUSTAKA

Buku:
Ancok, D., Hendrojuwono, W., dan Hartanto, F. D. 2014. ”Mengapa Kita
Perlu Memberikan Pelayanan yang Baik‟. Makalah
dipresentasikan dalam Focus Group Discussion, LAN-RI, Jakarta,
Juni.
Daft, Richard L., (2010) Diterjemahkan oleh Tita Maria Kanita. New Era
of Management. Era Baru Manajemen. Buku 1, Edisi 9. Jakarta:
Salemba Empat
Dwiyanto, Agus. 2010. Manajemen Pelayanan Publik: Peduli, Inklusif, dan
Kolaboratif. Yogyakarta: Gamapress.
Hardiansyah. 2011. Kualitas Pelayanan Publik. Yogyakarta: Gava Media.
Lembaga Administrasi Negara. 2017. Modul Pelatihan Dasar Calon
Pegawai Negeri Sipil “Komitmen Mutu”.
Lembaga Administrasi Negara. 2017. Modul Pelatihan Dasar Calon
Pegawai Negeri Sipil “Pelayanan Publik”.
Yamit, Zulian. 2010. Manajemen Kualitas Produk dan Jasa. Cetakan kelima.
Yogyakarta: Ekonisia.

Peraturan Perundang-Undangan:
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik.
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara.
Peraturan Presiden Nomor 81 Tahun 2010 tentang Grand Design
Reformasi Birokrasi 2010-2025.
Peraturan Presiden Nomor 59 Tahun 2017 tentang Pelaksanaan

6
Pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan.

6
Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi
Birokrasi Nomor 91 Tahun 2021 tentang Pembinaan Inovasi
Pelayanan Publik.
Surat Edaran Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi
Birokrasi Nomor 20 Tahun 2021 tanggal 26 Agustus 2021
tentang Implementasi Core Values dan Employer Branding
Aparatur Sipil Negara.

Web:
ASQ – Customer Satisfaction https://asq.org/quality-
resources/customer-satisfaction diakses pada 11 November
2021
Oxford Learner’s Dictionaries
https://www.oxfordlearnersdictionaries.com/
definition/english/service_1?q=service diakses pada 20
Desember 2021
Oxford Learner’s Dictionaries
https://www.oxfordlearnersdictionaries.com/
definition/english/public-service?q=public+service diakses pada
20 Desember 2021

6
Berorientasi
Pelayanan
Lembaga Administrasi Negara
Sumber:
Sumber:
Efek Domino dari ASN yang Tidak Profesional
Sumber:
Efek Domino dari ASN yang Profesional
Perlu Akselerasi Transformasi Manajemen ASN
Menuju Birokrasi Berkelas Dunia di 2024

BIROKRASI BERKELAS DUNIA


Transformasi : Struktural, Kultural dan Digital perlu 2024
adaptasi kebijakan & kompetensi baru, serta adopsi
teknologi dan sistem yang agile

Tantangan Dunia yang semakin VUCA Perlu Arsitektur Human Capital, ASN Profesional :
dengan Triple Disruption: Strategi dan Rencana Eksekusi  Berorientasi Pelayanan
 Technology (Revolusi Industri 4.0 yang bisa mengakselerasi  Akuntabel
menuju Era Society 5.0)  Kompeten
 Millennials  Harmonis
 Pandemic Covid-19  Loyal
 Adaptif
Dukungan Regulasi  Kolaboratif
8
Ekspektasi K/L/D dalam Merekrut Talent

Menghasilkan kinerja yang mendukung


0 pencapaian tujuan organisasi
Terus belajar dan mengembangkan
02 kompetensi untuk mendukung
pelaksanaan strategi organisasi
Menunjukkan perilaku sesuai dengan budaya
0 organisasi

Memberikan pelayanan prima kepada


0 masyarakat
Ekspektasi Talent Menjadi ASN

Terbukanya kesempatan mengembangkan


0 diri (belajar)

Terbukanya kesempatan untuk pengembangan


0 karir
Kesejahteraan melalui sistem reward &
03 recognition (pengakuan dan
penghargaan) yang adil
Adanya rasa bangga untuk berkontribusi
0 dalam melayani bangsa
Employee Value Proposition adalah titik temu
:
Employee Value Proposition ASN adalah Employer Branding ASN :

“Bangga Melayani Bangsa”


Arsitektur Human Capital
ASN Sebagai Profesi Berlandaskan Pada Prinsip Sebagai Berikut :
Satu Core Values ASN
Panduan Perilaku/Kode Etik
Panduan Perilaku/Kode Etik
Indikator Hasil Belajar Modul Berorientasi Pelayanan
menjelaskan nilai berorientasi pelayanan secara

konseptual/teoretis sebagai komitmen


1
memberikan pelayanan prima demi kepuasan
masyarakat

2 menjelaskan panduan perilaku (kode etik)


berorientasi pelayanan

3 memberikan contoh perilaku yang memahami dan


memenuhi kebutuhan masyarakat; ramah, cekatan, solutif,
dan dapat diandalkan; dan melakukan perbaikan tiada
henti; serta

menganalisis atau menilai contoh penerapan


4
berorientasi pelayanan secara tepat
Materi Pokok Modul Berorientasi Pelayanan

01
Konsep pelayanan publik

02
Nilai berorientasi pelayanan

Berorientasi pelayanan sebagai pedoman


perilaku dijabarkan dalam 3 (tiga) kode 03
etik yaitu:
Memahami dan Memenuhi Kebutuhan Masyarakat
Ramah, Cekatan, Solutif, dan Dapat Diandalkan
Melakukan Perbaikan Tiada Henti
Fungsi dan Tugas ASN Berdasarkan Undang-Undang ASN
1. melaksanakan kebijakan publik yang
dibuat oleh Pejabat Pembina Kepegawaian
sesuai dengan ketentuan peraturan
1. pelaksana kebijakan publik, perundang- undangan;
2. pelayan publik, 2. memberikan pelayanan publik yang
3. perekat dan pemersatu profesional dan berkualitas; dan
bangsa. 3. mempererat persatuan dan kesatuan
Negara Kesatuan Republik
Indonesia.
Definisi Pelayanan Publik dari berbagai sumber (1)

“Core Public Services maybe defined as those


”service adalah produk yang tidak berwujud, berlangsung sevices which are important for the protection and
sebentar dan dirasakan atau dialami” Artinya service merupakan promotion of citizen well-being, but are in are as
produk yang tidak ada wujud atau bentuknya sehingga tidak ada where the market is in capable of reaching or
bentuk yang dapat dimiliki, dan berlangsung sesaat atau tidak even approaching a socially optimal state; heatlh,
tahan lama, tetapi dialami dan dapat dirasakan oleh penerima education, welfare and security provide the most
layanan. (Christoper H. Lovelock ) obvious best know example”. (Davit Mc Kevitt )
Definisi Pelayanan
Agus Publik
Dwiyanto dari berbagai sumber (2)
(2010:21)
pelayanan publik sebagai: semua jenis pelayanan untuk
menyediakan barang/jasa yang dibutuhkan oleh masyarakat
yang memenuhi kriteria yaitu merupakan jenis barang atau jasa
yang memiliki eksternalitas tinggi dan sangat diperlukan
masyarakat serta penyediaannya terkait dengan upaya
mewujudkan tujuan bersama yang tercantum dalam konstitusi
maupun dokumen perencanaan pemerintah, baik dalam rangka
memenuhi hak dan kebutuhan dasar warga, mencapai tujuan
strategis pemerintah, dan memenuhi komitmen dunia
internasional.

(Lembaga Administrasi Negara: 1998)


Pelayanan publik adalah “Sebagai segala
bentuk kegiatan pelayanan umum yang
dilaksanakan oleh Instansi Pemerintahan di
Pusat dan Daerah, dan di lingkungan
BUMN/BUMD dalam bentuk barang dan/atau
jasa, baik dalam pemenuhan kebutuhan
masyarakat.
Unsur penting yang harus ada:
Penyelenggaraan Pelayanan Publik 1. ASN sebagai penyelenggara
2. publik/masyarakat sebagai penerima layanan
3. kepuasan masyarakat/pelanggan (customer
satisfaction)

Masyarakat dalam UU 25/2009 adalah seluruh pihak, baik


warga negara maupun penduduk sebagai orang-
perseorangan, kelompok, maupun badan hukum yang
berkedudukan sebagai penerima manfaat pelayanan publik,
baik secara langsung maupun tidak langsung

Penyelenggara Pelayanan Publik menurut Undang-Undang Nomor 25


Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik (UU 25/2009) adalah setiap
institusi penyelenggara negara, korporasi, lembaga independen yang
dibentuk berdasarkan undang-undang untuk kegiatan pelayanan
publik, dan badan hukum lain yang dibentuk semata-mata untuk
kegiatan pelayanan publik
Hal Fundamental dalam Pelayanan Publik

Pelayanan publik merupakan hak warga negara


0 sebagai amanat konstitusi

Pelayanan publik diselenggarakan dengan pajak


0 yang dibayar oleh warga negara

Pelayanan publik diselenggarakan dengan tujuan untuk

0 mencapai hal-hal yang strategis bagi kemajuan bangsa


di masa yang akan datang
Pelayanan publik memiliki fungsi tidak hanya memenuhi

0 kebutuhan-kebutuhan dasar warga negara sebagai


manusia, akan tetapi juga berfungsi untuk memberikan
perlindungan bagi warga negara (proteksi)
Pentingnya Pelayanan Prima
Alasan rasional mengenai pentingnya pelayanan prima antara lain adalah:
Kepuasan pelanggan
merupakan sarana untuk Kepuasan pelanggan Pelanggan makin Pelanggan yang puas
menghadapi kompetisi di merupakan aset kritis dalam memilih mudah memberikan
masa yang akan datang terpenting produk atau jasa referensi
1 3 5 7

2 4 6
Kepuasan pelanggan Kepuasan pelanggan Pelanggan puas akan
merupakan promosi menjamin pertumbuhan dan kembali (costumer
terbaik perkembangan organisasi retention)
Prinsip Dalam Pelayanan Publik (1) Partisipatif

1
Pemerintah perlu melibatkan masyarakat dalam
merencanakan, melaksanakan, dan mengevaluasi hasilnya

Transparan
Penyelenggara pelayanan publik harus menyediakan akses bagi
warga negara untuk mengetahui segala hal yang terkait dengan

2 pelayanan publik yang diselenggarakan tersebut, seperti


persyaratan, prosedur, biaya, dan sejenisnya. Masyarakat juga
harus diberi akses yang sebesar- besarnya untuk mempertanyakan
dan menyampaikan pengaduan

Responsif

3 Pemerintah wajib mendengar dan memenuhi tuntutan


kebutuhan warga negaranya. Tidak hanya terkait dengan
bentuk dan jenis pelayanan publik yang mereka butuhkan,
akan tetapi juga terkait dengan mekanisme
penyelenggaraan layanan, jam pelayanan, prosedur, dan
biaya penyelenggaraan pelayanan.

4
Tidak diskriminatif
Pelayanan publik yang diselenggarakan oleh
pemerintah tidak boleh dibedakan antara satu warga
negara dengan warga negara yang lain.
Mudah dan Murah
Prinsip Dalam Pelayanan Publik (2)
5 Mudah artinya berbagai persyaratan yang dibutuhkan tersebut
masuk akal dan mudah untuk dipenuhi. Murah dalam arti biaya
yang dibutuhkan oleh masyarakat untuk mendapatkan layanan
tersebut terjangkau oleh seluruh warga negara

Efektif dan Efisien

6 Penyelenggaraan pelayanan publik harus mampu mewujudkan


tujuan-tujuan yang hendak dicapainya dan dilakukan dengan
prosedur yang sederhana, tenaga kerja yang sedikit, dan biaya
yang murah
Aksesibel

7 Pelayanan publik yang diselenggarakan oleh pemerintah


harus dapat dijangkau oleh warga negara yang membutuhkan
dalam arti fisik dan non fisik.

8 Akuntabel
Penyelenggaraan pelayanan publik dilakukan dengan menggunakan
fasilitas dan sumber daya manusia yang dibiayai oleh warga negara
melalui pajak yang mereka bayar

9
Berkeadilan
Salah satu tujuan yang penting adalah melindungi warga negara
dari praktik buruk yang dilakukan oleh warga negara yang lain
Strategi Peningkatan Pelayanan Prima
Kepatuhan terhadap UU Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik:

Menerapkan Standar
Pelayanan & Maklumat Pengelolaan
pengaduan masyarakat Pengembangan Inovasi Perbaikan Berkelanjutan
Pelayanan
1 3 5 7

2 4 6
Melaksanakan Survei Replikasi Best Practice
Menyediakan sarana dan
Kepuasan Masyarakat, prasarana pelayanan
minimal 1 tahun
sekali
Contoh Perilaku Pelayanan Prima

Menyapa dan Ramah dan Mendengar


Cepat dan Penampilan
memberi salam dengan sabar dan
senyum tepat waktu yang rapih
aktif

Mengucapkan Perlakukan Dan lain-lain


Mengingat nama
terima kasih pelanggan pelanggan
dengan baik
Keterlibatan Masyarakat Dalam Peningkatan Pelayanan Prima

01 Penyusunan kebijakan
Penyusunan standar pelayanan dan
0 maklumat pelayanan

03 Pelaksanaan survei kepuasan masyarakat

Penyampaian & pengelolaan pengaduan


04 pelayanan publik
“Customer satisfaction is defined as a measurement that determines
how happy customers are with a company’s products, services, and
capabilities. Customer satisfaction information, including surveys and
ratings, can help a company determine how to best improve or changes its
products and
services. An organization’s main focus must be to satisfy its customers.”
Dimaknai sebagai terobosan jenis pelayanan baik yang
Inovasi Pelayanan Publik merupakan gagasan/ide kreatif orisinal dan/atau
adaptasi/modifikasi yang memberikan manfaat bagi
masyarakat, baik secara langsung maupun tidak
langsung. Dengan kata lain, inovasi pelayanan publik
tidak harus berupa suatu penemuan baru (dari tidak ada
kemudian muncul gagasan dan praktik inovasi), tetapi
dapat merupakan suatu pendekatan baru yang bersifat
kontekstual berupa hasil perluasan maupun peningkatan
kualitas inovasi yang sudah ada.

Dalam sektor publik memiliki ciri transferabilitas. Semakin banyak penyelenggara


pelayanan publik lain yang terinspirasi dan menerapkan suatu inovasi di wilayah
kerja masing-masing, maka akan semakin tinggi nilai inovasi tersebut karena
dampak dan manfaat inovasi dapat dirasakan oleh lebih banyak pengguna layanan

Inovasi pelayanan publik yang matang dan berkualitas didorong agar lebih
banyak penyelenggara pelayanan publik lain yang terinspirasi dan menularkan
virus baiknya sehingga dampak dan manfaat inovasi dapat dirasakan oleh lebih
banyak pengguna layanan
“inovasi dalam layanan publik mestinya mencerminkan hasil pemikiran
baru yang konstruktif, sehingga akan memotivasi setiap individu untuk
membangun karakter dan mind-set baru sebagai apartur penyelenggara
pemerintahan, yang diwujudkan dalam bentuk profesionalisme layanan
publik yang berbeda dari sebelumnya, bukan sekedar menjalankan atau
menggugurkan tugas rutin.”
“memberikan layanan yang bermutu tidak boleh berhenti
ketika kebutuhan customer sudah dapat terpenuhi, melainkan
harus terus ditingkatkan dan diperbaiki agar mutu layanan
yang diberikan dapat melebihi harapan customer. Layanan hari
ini harus lebih baik dari hari kemarin, dan layanan hari esok
akan menjadi lebih baik dari hari ini (doing something better
and better).”
Nilai Dasar ASN (salah satunya Berorientasi Pelayanan)
bertujuan agar menjadi pedoman perilaku bagi para ASN dan
menciptakan budaya kerja yang mendukung tercapainya
kinerja terbaik. Keberhasilan implementasi Nilai Dasar ASN
apabila telah terinternalisasi dan teraktualisasi dalam perilaku
pegawai ASN, khususnya dalam memberikan pelayanan kepada
masyarakat.
TERIMA KASIH
AKUNTABEL
Lembaga Administrasi Negara
Tujuan Pembelajaran
• Menjelaskan akuntabel secara
konseptual-teoritis yang
bertanggungjawab atas kepercayaan
yang diberikan;
• Menjelaskan panduan perilaku (kode
etik akuntabel);
• Memberikan contoh perilaku dengan
pelaksanaan tugas dengan jujur,
bertanggung jawab, cermat, disiplin dan
berintegritas tinggi, penggunaan
kekayaan dan barang milik negara secara
bertanggung jawab, efektif, dan efisien
serta tidak menyalahgunakan
kewenanngan jabatan
• Menganalisis kasus atau menilai
contoh penerapan
AKUNTABEL + INTEGRITAS

Kompetensi
Kegiatan Belajar Cakupan Bahasan
yang ingin dicapai

1. Potret Pelayanan Kemampuan memahami  Potret Layanan Publik


kebutuhan merubah pola di Indonesia
Publik Negeri Ini pikir menjadi ASN yang  Tantangan Layanan
baik Publik
 Keutamaan Mental
Melayani
| 1. Potret Layanan Publik Negeri Ini

UU No.25/2009 – Layanan Publik

Pasal 4 menyebutkan Asas Pelayanan Publik yang


meliputi: a. kepentingan Umum, b. kepastian hukum, c.
kesamaan hak, d. keseimbangan hak dan kewajiban, e.
keprofesionalan, f. partisipatif, g. persamaan
perlakuan/tidak diskriminatif h. keterbukaan, i.
akuntabilitas, j. fasilitas dan perlakuan khusus bagi
kelompok rentan, k. ketepatan waktu, dan l. kecepatan,
kemudahan, dan keterjangkauan.
| 1. Potret Layanan Publik Negeri Ini

Realitas Layanan Publik Indonesia


| 1. Potret Layanan Publik Negeri Ini

Mental Melayani

Mulai dari Diri Sendiri


Mulai dari yang kecil
Mulai dari SEKARANG!
| 1. Potret Layanan Publik Negeri Ini

AKUNTABEL + INTEGRITAS

Latihan Soal
• Banyak perbaikan yang terjadi di layanan publik yang bisa ditemukan di keseharian Anda,
pilihlah salah satu kasus yang pernah Anda alami, dan tulislah perubahan/perbaikan yang terjadi
dari kondisi sebelumnya.
• Masih ada beberapa layanan publik yang belum berubah dari versi buruknya, pilihlah salah satu
layanan yang Anda ketahui masih belum berubah tersebut, dan tuliskan harapan perubahan
yang Anda inginkan.
• Lihatlah video unik pada tautan ini yang berakting terkait sebuah layanan yang sudah berubah
dari bentuk selebelumnya: https://www.instagram.com/reel/CX3Oa0rJoQ7/?
utm_medium=share_sheet dan tuliskan pendapat Anda.
AKUNTABEL + INTEGRITAS

Kompetensi
Kegiatan Belajar Cakupan Bahasan
yang ingin dicapai

2. Konsep Akuntabilitas Kemampuan memahami  Pengertian akuntabilitas


akuntabilitas dari sisi  Aspek-aspek
konseptual- teoretis akuntabilitas
sebagai llandasan untuk  Pentingnya akuntabilitas
mempraktikkan perilaku  Tingkatan akuntabilitas
akuntabel
| 2. Konsep Akuntabilitas

Pengertian Akuntabilitas

Dalam banyak hal, kata akuntabilitas sering disamakan dengan


responsibilitas atau tanggung jawab. Namun pada dasarnya, kedua
konsep tersebut memiliki arti yang berbeda. Responsibilitas adalah
kewajiban untuk bertanggung jawab yang berangkat dari moral
individu, sedangkan akuntabilitas adalah kewajiban untuk
bertanggung jawab kepada seseorang/organisasi yang memberikan
amanat. Dalam konteks ASN Akuntabilitas adalah kewajiban untuk
mempertanggungjawabkan segala tindak dan tanduknya sebagai
pelayan publik kepada atasan, lembaga pembina, dan lebih luasnya
kepada publik (Matsiliza dan Zonke, 2017)
| 2. Konsep Akuntabilitas

Aspek-Aspek Akuntabilitas

• Akuntabilitas adalah sebuah hubungan (Accountability is a


relationship) Hubungan yang dimaksud adalah hubungan dua pihak
antara individu/kelompok/institusi dengan negara dan masyarakat.
• Akuntabilitas berorientasi pada hasil (Accountability is results-oriented)
Hasil yang diharapkan dari akuntabilitas adalah perilaku aparat pemerintah yang
bertanggung jawab, adil dan inovatif.
• Akuntabilitas membutuhkan adanya laporan (Accountability requiers reporting)
Laporan kinerja adalah perwujudan dari akuntabilitas.
• Akuntabilitas membutuhkan adanya laporan (Accountability requiers reporting)
Laporan kinerja adalah perwujudan dari akuntabilitas.
• Akuntabilitas memperbaiki kinerja (Accountability improves performance)
Tujuan utama dari akuntabilitas adalah untuk memperbaiki kinerja ASN dalam
memberikan pelayanan kepada masyarakat.
| 2. Konsep Akuntabilitas

Pentingnya Akuntabilitas

Akuntabilitas publik memiliki tiga fungsi utama (Bovens,


2007), yaitu:
1.Untuk menyediakan kontrol demokratis (peran
demokrasi);
2.untuk mencegah korupsi dan
penyalahgunaan kekuasaan (peran
konstitusional);
3.untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas (peran
belajar).
| 2. Konsep Akuntabilitas

Tingkatan Akuntabilitas

1. Akuntabilitas Personal
2. Akuntabilitas Individu
3. Akuntabilitas Kelompok
4. Akuntabilitas Organisasi
5. Akuntabilitas Stakeholder
| 2. Konsep Akuntabilitas

AKUNTABEL + INTEGRITAS
Latihan Soal
• Dalam hal penyelenggaraan pemerintahan, sering kita dengan istilah kata responsibilitas dan
akuntabilitas. Kedua kata tersebut mempunyai arti dan makna yang berbeda. Apa yang
membedakan antara responsibilitas dan akuntabilitas dilihat dari pengertiannya? Dan berikan
pendapat anda terkait konsep responsibiltas dan akuntabilitas tersebut?
• Bacalah kembali pembuka Bab II pada modul yang dikutip dari Laporan Tahun 2020
Ombudsman Republik Indonesia, menurut Anda, bagaimana kasus itu bila dilihat dari konteks
Akuntabilitas?
• Dalam hal pelayanan publik, masih sering diketemukan keluhan dari masyarakat terhadap kinerja
pelayan publik. Masyarakat merasakan kinerja yang lambat, berbelit-belit, maupun tidak efisien
ketika berhadapan dengan pelayan publik ataupun birokrasi publik. Padahal sejatinya sebagai
abdi negara, birokrasi publik harus memberikan pelayanan yang baik kepada masyarakat,
Menurut anda, seberapa penting nilai-nilai akuntabilitas publik jika dikaitkan dengan fenomena
tersebut? Jelaskan.
AKUNTABEL + INTEGRITAS
Kompetensi
Kegiatan Belajar yang ingin dicapai Cakupan Bahasan

3. Panduan Perilaku  Kemampuan melaksanaan  Akuntabilitas dan


Akuntabel tugas dengan jujur, Integritas
bertanggung jawab,  Integritas dan Antikorupsi
cermat, disiplin dan  Mekanisme Akuntabilitas
berintegritas tinggi  Konflik kepentingan
 Kemampuan  Pengelolaan gratifikasi
menggunakan kekayaan yang akuntabel
dan barang milik negara  Membangun pola pikir
secara bertanggung antikorupsi
jawab, efektif, dan efisien  Apa yang diharapkan
 Kemampuan dari Seorang ASN
menggunakan
Kewenangan jabatannya
dengan berintegritas
tinggi
| 3. Panduan Perilaku Akuntabel

AKUNTABILITAS + INTEGRITAS

Akuntabilitas dan Integritas adalah dua konsep yang diakui oleh banyak
pihak menjadi landasan dasar dari sebuah Administrasi sebuah negara
(Matsiliza dan Zonke, 2017). Kedua prinsip tersebut harus dipegang
teguh oleh semua unsur pemerintahan dalam memberikan layanan
kepada masyarakat. Aulich (2011) bahkan mengatakan bahwa sebuah
sistem yang memiliki integritas yang baik akan mendorong terciptanya
Akuntabilitas, Integritas itu sendiri, dan Transparansi.
| 3. Panduan Perilaku Akuntabel

Integritas dan Antikorupsi

Bangsa besar adalah bangsa yang meneladani integritas para tokoh bangsanya.
Setidaknya, mereka membuktikan bahwa negeri ini pernah memiliki pemimpin-
pemimpin yang amanah, jujur, sederhana, dan sangat bertanggung jawab. Mereka adalah
fakta bahwa bangsa kita tidaklah memiliki budaya korupsi sejak lama. Dari mereka, kita
bisa optimistis, menjadi pribadi berintegritas dan amanah bukanlah kemustahilan bagi
kita. Siapakah para tokoh bangsa yang dapat kita jadikan sebagai role model
berintegritas? Aktualisasi integritas apa saja yang dapat kita teladani? Simaklah hingga
tuntas video-video berikut:
• Demi Sebuah Rahasia: https://youtu.be/JtoFPfcv1To
• Bola dan Abang Becak: https://youtu.be/ks1LB-HE6SY
• Siapa yang Mengisi Bensin: https://youtu.be/sPbIj3PDVks
• Surat Tilang untuk Sultan: https://youtu.be/iM9wo8-qV0c
| 3. Panduan Perilaku Akuntabel

Mekanisme Akuntabilitas

Untuk memenuhi terwujudnya organisasi sektor publik yang


akuntabel, maka mekanisme akuntabilitas harus mengandung
dimensi:
• Akuntabilitas kejujuran dan hukum (accountability
for probity and legality).
• Akuntabilitas proses (process accountability).
• Akuntabilitas program (program accountability).
• Akuntabilitas kebijakan (policy accountability).
| 3. Panduan Perilaku Akuntabel

Alat Akuntabilitas Indonesia


• Perencanaan Strategis (Strategic Plans) yang berupa Rencana Pembangunan Jangka
Panjang (RPJP-D), Menengah (Rencana Pembangunan Jangka Menengah/RPJM-D), dan
Tahunan (Rencana Kerja Pemerintah/RKP-D), Rencana Strategis (Renstra) untuk setiap
Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) dan Sasaran Kerja Pegawai (SKP) untuk setiap
PNS.
• Kontrak Kinerja. Semua Pegawai Negeri Sipil (PNS) tanpa terkecuali mulai 1 Januari
2014 menerapkan adanya kontrak kerja pegawai. Kontrak kerja yang dibuat untuk tiap
tahun ini merupakan kesepakatan antara pegawai dengan atasan langsungnya.
Kontrak atau perjanjian kerja ini merupakan implementasi dari Peraturan Pemerintah
(PP) Nomor 46 Tahun 2011 tentang Penilaian Prestasi Kerja PNS hingga Peraturan
Pemerintah terbaru Nomor 30 Tahun 2019 tentang Penilaian Prestasi Kerja PNS.
• Laporan Kinerja yaitu berupa Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi
Pemerintah (LAKIP) yang berisi perencanaan dan perjanjian kinerja pada tahun
tertentu, pengukuran dan analisis capaian kinerja, serta akuntabilitas
keuangan.
| 3. Panduan Perilaku Akuntabel

Menciptakan Lingkungan Akuntabel

1. Kepemimpinan
Lingkungan yang akuntabel tercipta dari atas ke bawah dimana
pimpinan memainkan peranan yang penting dalam menciptakan
lingkungannya. Pimpinan mempromosikan lingkungan yang akuntabel
dapat dilakukan dengan memberikan contoh pada orang lain (lead by
example), adanya komitmen yang tinggi dalam melakukan pekerjaan
sehingga memberikan efek positif bagi pihak lain untuk berkomitmen
pula, terhindarnya dari aspek- aspek yang dapat menggagalkan kinerja
yang baik yaitu hambatan politis maupun keterbatasan sumber daya,
sehingga dengan adanya saran dan penilaian yang adil dan bijaksana
dapat dijadikan sebagai solusi.
| 3. Panduan Perilaku Akuntabel

Menciptakan Lingkungan Akuntabel

2. Transparansi
Tujuan dari adanya transparansi adalah:
a) Mendorong komunikasi yang lebih besar dan kerjasama
antara kelompok internal dan eksternal
b) Memberikan perlindungan terhadap pengaruh yang
tidak seharusnya dan korupsi dalam pengambilan
keputusan
c) Meningkatkan akuntabilitas dalam keputusan-keputusan
d) Meningkatkan kepercayaan dan keyakinan kepada
pimpinan secara keseluruhan.
| 3. Panduan Perilaku Akuntabel

Menciptakan Lingkungan Akuntabel

3. Integritas
Dengan adanya integritas menjadikan suatu kewajiban untuk
menjunjung tinggi dan mematuhi semua hukum yang
berlaku, undang-undang, kontrak, kebijakan, dan peraturan
yang berlaku. Dengan adanya integritas institusi, dapat
memberikan kepercayaan dan keyakinan kepada publik
dan/atau stakeholders.
| 3. Panduan Perilaku Akuntabel

Menciptakan Lingkungan Akuntabel


4. Tanggung Jawab (Responsibilitas)
Responsibilitas institusi dan responsibilitas perseorangan memberikan kewajiban bagi setiap
individu dan lembaga, bahwa ada suatu konsekuensi dari setiap tindakan yang telah
dilakukan, karena adanya tuntutan untuk bertanggungjawab atas keputusan yang telah
dibuat. Responsibilitas terbagi dalam responsibilitas perorangan dan responsibilitas institusi.
a) Responsibiltas Perseorangan
• Adanya pengakuan terhadap tindakan yang telah diputuskan dan
tindakan yang telah dilakukan
• Adanya pengakuan terhadap etika dalam pengambilan keputusan
• Adanya keterlibatan konstituen yang tepat dalam keputusan
b) Responsibilitas Institusi
• Adanya perlindungan terhadap publik dan sumber daya
• Adanya pertimbangan kebaikan yang lebih besar dalam pengambilan keputusan
• Adanya penempatan PNS dan individu yang lebih baik sesuai dengan
kompetensinya
| 3. Panduan Perilaku Akuntabel

Menciptakan Lingkungan Akuntabel

5. Keadilan
Keadilan adalah landasan utama dari akuntabilitas. Keadilan harus
dipelihara dan dipromosikan oleh pimpinan pada lingkungan
organisasinya. Oleh sebab itu, ketidakadilan harus dihindari karena
dapat menghancurkan kepercayaan dan kredibilitas organisasi yang
mengakibatkan kinerja akan menjadi tidak optimal.
6. Kepercayaan
Rasa keadilan akan membawa pada sebuah kepercayaan. Kepercayaan
ini yang akan melahirkan akuntabilitas. Dengan kata lain, lingkungan
akuntabilitas tidak akan lahir dari hal- hal yang tidak dapat dipercaya.
| 3. Panduan Perilaku Akuntabel

Menciptakan Lingkungan Akuntabel

7. Keseimbangan
Untuk mencapai akuntabilitas dalam lingkungan kerja, maka
diperlukan adanya keseimbangan antara akuntabilitas dan
kewenangan, serta harapan dan kapasitas. Setiap individu yang ada di
lingkungan kerja harus dapat menggunakan kewenangannya untuk
meningkatkan kinerja. Adanya peningkatan kerja juga memerlukan
adanya perubahan kewenangan sesuai kebutuhan yang dibutuhkan.
Selain itu, adanya harapan dalam mewujudkan kinerja yang baik juga
harus disertai dengan keseimbangan kapasitas sumber daya dan
keahlian (skill) yang dimiliki.
| 3. Panduan Perilaku Akuntabel

Menciptakan Lingkungan Akuntabel

8. Kejelasan
Kejelasan juga merupakan salah satu elemen untuk menciptakan dan
mempertahankan akuntabilitas. Agar individu atau kelompok dalam
melaksanakan wewenang dan tanggungjawabnya, mereka harus
memiliki gambaran yang jelas tentang apa yang menjadi tujuan dan
hasil yang diharapkan. Dengan demikian, fokus utama untuk kejelasan
adalah mengetahui kewenangan, peran dan tanggungjawab, misi
organisasi, kinerja yang diharapkan organisasi, dan sistem pelaporan
kinerja baik individu maupun organisasi.
| 3. Panduan Perilaku Akuntabel

Menciptakan Lingkungan Akuntabel

9. Konsistensi
Konsistensi menjamin stabilitas. Penerapan yang
tidak konsisten dari sebuah kebijakan, prosedur,
sumber daya akan memiliki konsekuensi terhadap
tercapainya lingkungan kerja yang tidak akuntabel,
akibat melemahnya komitmen dan kredibilitas
anggota organisasi.
| 3. Panduan Perilaku Akuntabel

5 Langkah Membuat Framework Akuntabilitas


| 3. Panduan Perilaku Akuntabel

Mengelola Konflik Kepentingan

Untuk memperkuat pemahaman Anda terkait Konflik Kepentingan, silakan pelajari materi-materi
terkait pada tautan berikut:
Infografis Definisi Konflik Kepentingan:
https://aclc.kpk.go.id/learning-materials/education/infographics/definition-about-conflict-of-
interest
Infografis Prinsip Dasar Penanganan Konflik Kepentingan:
https://aclc.kpk.go.id/materi-pembelajaran/pendidikan/infografis/prinsip-dasar-penanganan-
konflik-kepentingan
Inforgrafis Tahapan Dalam Penanganan Konflik Kepentingan:
https://aclc.kpk.go.id/materi-pembelajaran/tata-kelola-pemerintahan/infografis/tahap-tahap-
dalam-penanganan-konflik-kepentingan
Infografis Faktor Yang Mendukung Keberhasilan Penanganan Konflik Kepentingan:
https://aclc.kpk.go.id/materi-pembelajaran/politik/infografis/faktor-pendukung-keberhasilan-
penanganan-konflik-kepentingan
| 3. Panduan Perilaku Akuntabel

2 Tipe Konflik Kepentingan

1. Keuangan
Penggunaan sumber daya lembaga (termasuk dana, peralatan atau sumber daya
aparatur) untuk keuntungan pribadi.
Contoh :
• Menggunakan peralatan lembaga/unit/divisi/bagian untuk memproduksi
barang yang akan digunakan atau dijual secara pribadi;
• menggunakan peralatan lembaga/unit/divisi/bagian untuk memproduksi
barang yang akan digunakan atau dijual secara pribadi;
• menerima hadiah atau pembayaran mencapai sesuatu yang diinginkan;
• menerima dana untuk penyediaan informasi pelatihan dan / atau catatan
untuk suatu kepentingan;
• menerima hadiah pemasok atau materi promosi tanpa otoritas yang tepat
| 3. Panduan Perilaku Akuntabel

2 Tipe Konflik Kepentingan

2. Non-Keuangan
Penggunaan posisi atau wewenang untuk membantu diri sendiri dan /
atau orang lain.
Contoh:
• Berpartisipasi sebagai anggota panel seleksi tanpa
menggunakan koneksi, asosiasi atau keterlibatan dengan calon
• Menyediakan layanan atau sumber daya untuk klub,
kelompok asosiasi atau organisasi keagamaan tanpa biaya
• Penggunaan posisi yang tidak tepat untuk memasarkan
atau mempromosikan nilai-nilai atau keyakinan pribadi
| 3. Panduan Perilaku Akuntabel

Pengelolaan Gratifikasi yang Akuntabel

Gratifikasi merupakan salah satu bentuk tindak pidana korupsi. Mari kita mempelajari lebih
dalam mengenai gratifikasi. Apakah perbedaannya dengan hadiah, suap-menyuap dan
pemerasan? Simaklah video pada tautan berikut:
| 3. Panduan Perilaku Akuntabel

Membangun Pola Pikir Antikorupsi

Pentingnya akuntabilitas dan integritas menurut Matsiliza


(2013) adalah nilai yang wajib dimiliki oleh setiap unsur
pelayan publik, dalam konteks modul ini adalah PNS.
Namun, secara spesifik, Matsiliza menekankan bahwa nilai
integritas adalah nilai yang dapat mengikat setiap unsur
pelayan publik secara moral dalam membentengi institusi,
dalam hal ini lembaga ataupun negara, dari tindakan
pelanggaran etik dan koruptif yang berpotensi merusak
kepercayaan masyarakat.
| 3. Panduan Perilaku Akuntabel

Membangun Pola Pikir Antikorupsi


Impian kita semua untuk mewujudkan cita-cita kemerdekaan, yaitu Indonesia yang adil,
makmur, dan sejahtera tidak akan terwujud selama masih ada praktek-praktek korupsi di
negeri ini. Ya, korupsi menggerogoti potensi yang seharusnya bisa dipergunakan untuk
memakmurkan negeri ini. Koruptor yang memakan nangka, rakyat kebagian getahnya.
Betulkah bahwa korupsi merupakan biang keladinya?

Simaklah video pada tautan


| 3. Panduan Perilaku Akuntabel

Membangun Pola Pikir Antikorupsi


• ASN harus dapat memastikan kepentingan pribadi atau keuangan tidak bertentangan dengan
kemampuan mereka untuk melakukan tugas- tugas resmi mereka dengan tidak memihak;
• Ketika konflik kepentingan yang timbul antara kinerja tugas publik dan kepentingan pribadi atau
personal, maka PNS dapat berhati-hati untuk kepentingan umum;
• ASN memahami bahwa konflik kepentingan sebenarnya, dianggap ada atau berpotensi ada di
masa depan. Situasi yang dapat menimbulkan konflik kepentingan, meliputi:
o Hubungan dengan orang-orang yang berurusan dengan lembaga-lembaga yang melampaui
tingkat hubungan kerja profesional;
o Menggunakan keuangan organisasi dengan bunga secara pribadi atau yang berurusan
dengan kerabat seperti:
o Memiliki saham atau kepentingan lain yang dimiliki oleh ASN di suatu perusahaan atau
bisnis secara langsung, atau sebagai anggota dari perusahaan lain atau kemitraan, atau
melalui kepercayaan;
o memiliki pekerjaan diluar, termasuk peran sukarela, janji atau direktur, apakah dibayar atau
tidak; dan
o menerima hadiah atau manfaat.
• Jika konflik muncul, ASN dapat melaporkan kepada pimpinan secara tertulis, untuk
mendapatkan bimbingan mengenai cara terbaik dalam mengelola situasi secara tepat;
• ASN dapat menjaga agar tidak terjadi konflik kepentingan dalam melaksanakan tugasnya.
| 3. Panduan Perilaku Akuntabel

Membangun Pola Pikir Antikorupsi

https://www.youtube.com/
watch?v=nxNynTuNMr4
| 3. Panduan Perilaku Akuntabel

Yang Diharapkan dari Seorang ASN?

Perilaku Individu (Personal Behaviour)


• ASN bertindak sesuai dengan persyaratan legislatif, kebijakan lembaga dan kode etik yang
berlaku untuk perilaku mereka;
• ASN tidak mengganggu, menindas, atau diskriminasi terhadap rekan atau anggota masyarakat;
• Kebiasaan kerja ASN, perilaku dan tempat kerja pribadi dan profesional hubungan berkontribusi
harmonis, lingkungan kerja yang aman dan produktif;
• ASN memperlakukan anggota masyarakat dan kolega dengan hormat, penuh kesopanan,
kejujuran dan keadilan, dan memperhatikan tepat untuk kepentingan mereka, hak-hak,
keamanan dan kesejahteraan;
PNS membuat keputusan adil, tidak memihak dan segera, memberikan pertimbangan untuk
semua informasi yang tersedia, undang-undang dan kebijakan dan prosedur institusi tersebut;
• ASN melayani Pemerintah setiap hari dengan tepat waktu, memberikan masukan informasi dan
kebijakan.
| 3. Panduan Perilaku Akuntabel

AKUNTABEL + INTEGRITAS

Latihan Soal
Untuk memenuhi terwujudnya organisasi sektor publik yang akuntabel, maka mekanisme
akuntabilitas harus mengandung dimensi Akuntabilitas Kejujuran dan Hukum, Akuntabilitas
Proses, Akuntabilitas Program, serta Akuntabilitas Kebijakan. Ada Studi Kasus Seperti
Berikut :
“Pemerintah Pusat maupun daerah sudah memulai program pengadaan barang dan jasa dengan
mekanisme secara elektronik yang disebut e-procurement. Tujuannya adalah pertama, agar tidak
ada main mata antara pengada proyek dan pihak yang mengadakan proyek (Meminimalisir Kasus
KKN). Kedua, agar pelaksanaan pengadaan barang dan jasa dapat dilaksanakan dengan cepat dan
teratur “
Pertanyaannya, termasuk dimensi akuntabilitas apakah studi kasus tersebut? Jelaskan.
| 3. Panduan Perilaku Akuntabel

AKUNTABEL + INTEGRITAS

Kondisi
Apa apa
dampak Apakah Selain Kondisi apa
yang
yang akan Jenis tindak
menurut Pemenang yang bisa
Bila Anda
pidana Siapa saja
terjadi
membuat ke Anda apa pihak Lelang
di dalamdan menjadikan
harus memilih
depannya
cerita dibila korupsi apa
yang Pejabat cerita di dalam
salah satu
cerita tersebut dilaukan
yang oleh
relevan videoLelang,
itu yang
siapa video itu dalam
perang
video
menjadiitu Pejabat akanlagi
terjerat
yang bisa menjadi
video itu, Apa
sebuah kasus
berpotensi dengan cerita
Lelang
di video sudah
itu? dalamberperan
kasus sebuah kasus
yang akan
Tindak Pidana
menjadi benar? agak kasus itu
korupsi? TindakAnda
Pidanalakukan?
Korupsi?
AKUNTABEL + INTEGRITAS
Kompetensi
Kegiatan Belajar yang ingin dicapai Cakupan Bahasan

4. Akuntabel dalam Pemahaman atas ranah dan  Transparansi dan akses


Konteks Organisasi kasus umum yang terkait informasi
Pemerintahan dengan penerapan  Praktek kecurangan dan
akuntabilitas secara perilaku korup
menyeluruh dalam organisasi  Penggunaan sumber daya
milik negara
 Penyimpanan dan
penggunaan data dan
informasi pemerintah
 Membangun budaya
antikorupsi di Organisasi
Pemerintahan
| 4. Akuntabel dalam Konteks Organisasi Pemerintah

Transparansi dan Akses Informasi


Seperti bunyi Pasal 3 UU Nomor 14 Tahun 2008 Tentang Keterbukaan Informasi
Publik, tercantum beberapa tujuan, sebagai berikut: (1) Menjamin hak warga
negara untuk mengetahui rencana pembuatan kebijakan publik, program
kebijakan publik, dan proses pengambilan keputusan publik, serta alasan
pengambilan suatu keputusan publik; (2) Mendorong partisipasi masyarakat
dalam proses pengambilan kebijakan publik; (3) Meningkatkan peran aktif
masyarakat dalam pengambilan kebijakan publik dan pengelolaan Badan Publik
yang baik; (4) Mewujudkan penyelenggaraan negara yang baik, yaitu yang
transparan, efektif dan efisien, akuntabel serta dapat dipertanggungjawabkan;
(5) Mengetahui alasan kebijakan publik yang mempengaruhi hajat hidup
orang banyak; (6) Mengembangkan ilmu pengetahuan dan mencerdaskan
kehidupan bangsa; dan/atau (7) Meningkatkan pengelolaan dan pelayanan
informasi di lingkungan Badan Publik untuk menghasilkan layanan informasi.
| 4. Akuntabel dalam Konteks Organisasi Pemerintah

Prinsip Kerterbukaan Informasi Publik

1. Maximum Access Limited Exemption (MALE) Pada


prinsipnya semua informasi bersifat terbuka dan bisa
diakses masyarakat. Suatu informasi dapat dikecualikan
hanya karena apabila dibuka, informasi tersebut dapat
merugikan kepentingan publik. Pengecualian itu juga
harus bersifat terbatas, dalam arti : (i) hanya informasi
tertentu yang dibatasi; dan (ii) pembatasan itu
tidakberlaku permanen.
| 4. Akuntabel dalam Konteks Organisasi Pemerintah

Prinsip Kerterbukaan Informasi Publik

2. Permintaan Tidak Perlu Disertai Alasan. Akses terhadap informasi


merupakan hak setiap orang. Konsekuensi dari rumusan ini adalah
setiap orang bisa mengakses informasi tanpa harus disertai alasan
untuk apa informasi tersebut diperlukan. Seorang pengacara publik
tidak perlu menjelaskan secara detail untuk apa ia membutuhkan
informasi tentang suatu putusan pengadilan yang telah
berkekuatan hukum tetap. Prinsip ini penting untuk menghindari
munculnya penilaian subjektif pejabat publik ketika memutuskan
permintaan informasi tersebut. Pejabat publik bisa saja khawatir
informasi itu disalahgunakan. Argumentasi ini sebenarnya kurang
kuat, karena penyalahgunaan informasi tetap bisa dipidanakan.
| 4. Akuntabel dalam Konteks Organisasi Pemerintah

Prinsip Kerterbukaan Informasi Publik

3. Mekanisme yang Sederhana, Murah, dan Cepat Nilai dan daya guna
suatu informasi sangat ditentukan oleh konteks waktu. Seorang
wartawan misalnya, terikat pada deadline saat ia meminta informasi
yang berkaitan dengan berita yang sedang dia tulis. Dalam kasus
lain, seorang penggiat hak asasi manusia membutuhkan informasi
yang cepat, murah, dan sederhana dalam aktivitasnya. Informasi
bisa jadi tidak berguna jika diperoleh dalam jangka waktu yang
lama, karena bisa tertutup oleh informasi yang lebih baru. Selain itu,
mekanisme penyelesaian sengketa informasi juga harus sederhana.
| 4. Akuntabel dalam Konteks Organisasi Pemerintah

Prinsip Kerterbukaan Informasi Publik

4. Informasi Harus Utuh dan Benar


Informasi yang diberikan kepada pemohon haruslah informasi yang
utuh dan benar. Jika informasi tersebut tidak benar dan tidak utuh,
dikhawatirkan menyesatkan pemohon. Dalam aktivitas pasar modal
biasanya ada ketentuan yang melarang pemberian informasi yang
tidak benar dan menyesatkan (misleading information). Seorang
advokat atau akuntan publik biasanya mencantumkan klausul
disclaimer. Pendapat hukum dan pendapat akuntan dianggap
benar berdasarkan dokumen yang diberikan oleh pengguna jasa.
| 4. Akuntabel dalam Konteks Organisasi Pemerintah

Prinsip Kerterbukaan Informasi Publik

5. Informasi Proaktif
Badan publik dibebani kewajiban untuk menyampaikan jenis informasi
tertentu yang penting diketahui publik. Misalnya, informasi tentang
bahaya atau bencana alam wajib disampaikan secara proaktif oleh
Badan Publik tanpa perlu ditanyakan oleh masyarakat.
6. Perlindungan Pejabat yang Beritikad Baik
Perlu ada jaminan dalam undang-undang bahwa pejabat yang
beriktikad baik harus dilindungi. Pejabat publik yang memberikan
informasi kepada masyarakat harus dilindungi jika pemberian informasi
dilandasi itikad baik. Misalnya, pejabat yang memberikan bocoran dan
dokumen tentang praktik korupsi di instansinya.
| 4. Akuntabel dalam Konteks Organisasi Pemerintah

Perilaku ASN Yang Diharapkan?

Perilaku Berkaitan dengan Transparansi dan Akses Informasi (Transparency and


Official Information Access)
• ASN tidak akan mengungkapkan informasi resmi atau dokumen yang
diperoleh selain seperti yang dipersyaratkan oleh hukum atau otorisas yang
diberikan oleh institusi;
• ASN tidak akan menyalahgunakan informasi resmi untuk keuntungan pribadi
atau komersial untuk diri mereka sendiri atau yang lain. Penyalahgunaan
informasi resmi termasuk spekulasi saham berdasarkan informasi rahasia
dan mengungkapkan isi dari surat-surat resmi untuk orang yang tidak
berwenang;
• ASN akan mematuhi persyaratan legislatif, kebijakan setiap instansi dan semua
arahan yang sah lainnya mengenai komunikasi dengan menteri, staf menteri,
anggota media dan masyarakat pada umumnya.
| 4. Akuntabel dalam Konteks Organisasi Pemerintah

Praktif Kecurangan dan Perilaku Korup

Isu etika menjadi sangat vital dalam


administrasi publik dalam penyelenggaraan
pelayanan sebagai inti dari administrasi publik.
Diskresi administrasi menjadi starting point
bagi masalah moral atau etika dalam dunia
administrasi publik Rohr (1989: 60 dalam
Keban 2008: 166). Sayangnya etika pelayanan
publik di Indonesia belum begitu diperhatikan.
Buruknya etika para aparatur pemerintah
Indonesia dapat terlihat dari masih banyaknya
keluhan oleh masyarakat. Laporan
Ombudsman Tahun 2020 terkait kasus dugaan
maladministrasi mengilustrasikan hal tersebut.
| 4. Akuntabel dalam Konteks Organisasi Pemerintah

Faktor Terjadinya FRAUD

Pada umumnya fraud terjadi karena tiga hal yang


dapat terjadi secara bersamaan, yaitu:
1. Insentif atau tekanan untuk melakukan fraud.
Beberapa contoh pressure dapat timbul karena
masalah keuangan pribadi. Sifat-sifat buruk
seperti berjudi, narkoba, berhutang berlebihan
dan tenggat waktu dan target kerja yang tidak
realistis.
| 4. Akuntabel dalam Konteks Organisasi Pemerintah

Faktor Terjadinya FRAUD

2. Sikap atau rasionalisasi untuk membenarkan tindakan fraud. Hal ini


terjadi karena seseorang mencari pembenaran atas aktifitasnya yang
mengandung fraud. Pada umumnya para pelaku fraud meyakini atau
merasa bahwa tindakannya bukan merupakan suatu kecurangan
tetapi adalah suatu yang memang merupakan haknya, bahkan
kadang pelaku merasa telah berjasa karena telah berbuat banyak
untuk organisasi. Dalam beberapa kasus lainnya terdapat pula
kondisi dimana pelaku tergoda untuk melakukan fraud karena
merasa rekan kerjanya juga melakukan hal yang sama dan tidak
menerima sanksi atas tindakan fraud tersebut.
| 4. Akuntabel dalam Konteks Organisasi Pemerintah

Faktor Terjadinya FRAUD

3. Sikap atau rasionalisasi untuk membenarkan tindakan fraud. Hal ini


terjadi karena seseorang mencari pembenaran atas aktifitasnya
yang mengandung fraud. Pada umumnya para pelaku fraud
meyakini atau merasa bahwa tindakannya bukan merupakan suatu
kecurangan tetapi adalah suatu yang memang merupakan haknya,
bahkan kadang pelaku merasa telah berjasa karena telah berbuat
banyak untuk organisasi. Dalam beberapa kasus lainnya terdapat
pula kondisi dimana pelaku tergoda untuk melakukan fraud karena
merasa rekan kerjanya juga melakukan hal yang sama dan tidak
menerima sanksi atas tindakan fraud tersebut.
| 4. Akuntabel dalam Konteks Organisasi Pemerintah

Perilaku ASN Yang Diharapkan?

Perilaku berkaitan dengan menghindari perilaku yang curang dan


koruptif (Fraudulent and Corrupt Behaviour):
• ASN tidak akan terlibat dalam penipuan atau korupsi;
• ASN dilarang untuk melakukan penipuan yang menyebabkan
kerugian keuangan aktual atau potensial untuk setiap orang atau
institusinya;
• ASN dilarang berbuat curang dalam menggunakan posisi
dan kewenangan mereka untuk keuntungan pribadinya;
• ASN akan melaporkan setiap perilaku curang atau korup;
• ASN akan melaporkan setiap pelanggaran kode etik badan mereka;
• ASN akan memahami dan menerapkan kerangka akuntabilitas
yang berlaku di sektor publik.
| 4. Akuntabel dalam Konteks Organisasi Pemerintah

Penggunaan Sumber Daya Milik Negara

Fasilitas publik dilarang pengunaannya untuk kepentingan pribadi,


sebagai contoh motor atau mobil dinas yang tidak boleh digunakan
kepentingan pribadi. Hal-hal tersebut biasanya sudah diatur secara
resmi oleh berbagai aturan dan prosedur yang dikeluarkan
pemerintah/instansi. Setiap PNS harus memastikan bahwa:
• Penggunaannya diaturan sesuai dengan prosedur yang berlaku
• Penggunaannya dilaklukan secara bertanggung- jawab dan efisien
• Pemeliharaan fasilitas secara benar dan bertanggungjawab.
| 4. Akuntabel dalam Konteks Organisasi Pemerintah

Penyimpanan dan Penggunaan Data dan Informasi Pemerintah

Mulgan (1997) mengidentifikasikan bahwa proses suatu organisasi


akuntabel karena adanya kewajiban untuk menyajikan dan melaporkan
informasi dan data yang dibutuhkan oleh masyarakat atau pembuat
kebijakan atau pengguna informasi dan data pemerintah lainnya.
Informasi dan data yang disimpan dan dikumpulkan serta dilaporkan
tersebut harus relevant (relevan), reliable (dapat dipercaya),
understandable (dapat dimengerti), serta comparable (dapat
diperbandingkan), sehingga dapat digunakan sebagaimana mestinya
oleh pengambil keputusan dan dapat menunjukkan akuntabilitas
publik.
| 4. Akuntabel dalam Konteks Organisasi Pemerintah

Perilaku ASN Yang Diharapkan?

Perilaku berkaitan dengan Penyimpanan dan Penggunaan Data serta Informasi


Pemerintah (Record Keeping and Use of Government Information):
• ASN bertindak dan mengambil keputusan secara transparan;
• ASN menjamin penyimpanan informasi yang bersifat rahasia;
• ASN mematuhi perencanaan yang telah ditetapkan;
• ASN diperbolehkan berbagi informasi untuk mendorong efisiensi dan kreativitas;
• ASN menjaga kerahasiaan yang menyangkut kebijakan negara;
• ASN memberikan informasi secara benar dan tidak menyesatkan kepada pihak lain
yang memerlukan informasi terkait kepentingan kedinasan;
• ASN tidak menyalahgunakan informasi intern negara, tugas, status, kekuasaan, dan
jabatannya untuk mendapat atau mencari keuntungan atau manfaat bagi diri
sendiri atau untuk orang lain.
| 4. Akuntabel dalam Konteks Organisasi Pemerintah
| 4. Akuntabel dalam Konteks Organisasi Pemerintah

Membangun Budaya Antikorupsi di Organisasi Pemerintahan

Data dari Komisi Pemberantasn Korupsi Bulan Juni 2021, perkara Tindak
Pidana Korupsi masih banyak dilakukan oleh unsur Swasta (343 kasus),
Anggota DPR dan DPRD (282 kasus), Eselon I, II, III, dan IV (243 kasus), lain-
lain (174 kasus), dan Walikota/Bupati dan Wakilnya (135 kasus). Dari
keseluruhan kasus, 80% adalah kasus suap, gratifikasi, dan PBJ. Aulich (2011)
mengatakan, terkait pemberantasan korupsi, peran negara dalam
menciptakan sistem antikorupsi dapat dilakukan melalui peraturan
perundangan, legislasi, dan perumusan kode etik ataupun panduan perilaku.
Indonesia tidak kekurangan regulasi yang mengatur itu semua, Undang-
Undang Nomor 30 Tahun 2014 Tentang Admnistrasi Pemerintahan, Surat
Edaran Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi
nomor 20 Tahun 2021, bahkan Undan-Undang Nomor 31 Tahun 1999
Tentang Tindak Pidana Korupsi.
| 4. Akuntabel dalam Konteks Organisasi Pemerintah

Membangun Budaya Antikorupsi di Organisasi Pemerintahan

Bila Kita kembali ke pembahasan terkait ‘tanggung jawab’, dimensi


yang melatar belakangi usaha memenuhi Tanggung Jawab Individu dan
Institusi ada 2, yaitu: 1) dimensi aturan, sebagai panduan bagi setiap
unsur pemerintahan hal-hal yang dapat dan tidak dapat dilakuan, dan
2) dimensi moral individu. Sebagai ASN, Anda tidak terlepas dari kedua
dimensi tersebut. Oleh sebab itu, (Shafritz et al., 2011) menekankan
bahwa fondasi paling utama dari unsur pegawai ataupun pejabat
negara adalah integritas. Dengan integritas yang tinggi, dimensi aturan
akan dapat dilihat dengan lurus dan jelas. Tanpa integritas, aturan
hanya akan dipandang sebatas dokumen dan berpotensi dipersepsikan
sesuai dengan kebutuhan dan kondisi.
| 4. Akuntabel dalam Konteks Organisasi Pemerintah

Membangun Budaya Antikorupsi di Organisasi Pemerintahan

Untuk membangun budaya antikorupsi di organisasi pemerintahan, dapat mengadopsi langkah-


langkah yang diperlukan dalam penanganan Konflik Kepentingan: https://aclc.kpk.go.id/materi-
pembelajaran/tata-kelola-pemerintahan/infografis/tahap-tahap-dalam-penanganan-konflik-
kepentingan
1. Penyusunan Kerangka Kebijakan,
2. Identifikasi Situasi Konflik Kepentingan,
3. Penyusunan Strategi Penangan Konflik Kepentingan, dan
4. Penyiapan Serangkaian Tindakan Untuk Menangani Konflik Kepentingan.

Penyusunan Kode Etik, Dukungan Lembaga, dan Sanksi bagi pelaku pelanggaran adalah beberapa
hal yang sangat penting untuk dapat menjadi perhatian. Namun, memegang teguh prinsip moral,
integritas, adalah kunci utama dari terlaksananya sistem yang disiapkan. Dari beberapa kasus yang
dapat diakses pada U4 Expert Answer (diakses: 8 Oktober 2021), Akuntabilitas Pimpinan Lembaga
juga menjadi hal penting untuk menjadi pegangan tindak dan perilaku pegawai di lingkungan
lembaga atau institusi.
| 4. Akuntabel dalam Konteks Organisasi Pemerintah

AKUNTABEL + INTEGRITAS

Kondisi
Apa apa
dampak Kondisi apa
yang
yang akan Bila Anda
Jenis
terjadi ke harustindak
memilih Siapa saja yang bisa
membuat pidana
salah satu pihak di dalam menjadikan
depannya
berita bila
itu korupsi apa
peran dalam berita itu yang berita itu
berita tersebut menjadi
berpotensi
menjadi berita
yang itu, Apa
relevan akan terjerat
sebuah kasus
menjadi yangberita
dengan akan dalam kasus sebuah kasus
Tindak Pidana Anda Tindak Pidana
kasus Tindak
Korupsi? itu?
lakukan? korupsi? Korupsi?
TERIMA KASIH
i
Hak Cipta © pada:
Lembaga Administrasi Negara
Edisi Tahun 2021

Lembaga Administrasi Negara Republik Indonesia


Jl. Veteran No. 10 Jakarta Pusat 10110

AKUNTABEL
Modul Pelatihan Dasar Calon Pegawai Negeri Sipil

TIM PENGARAH SUBSTANSI:


1. Dr. Muhammad Taufiq, DEA
2. Erna Irawati, S.Sos., M.Pol.Adm.

PENULIS MODUL:
Ramah Handoko, S.Sn, M.Pd.

EDITOR: Amelia Ayang Sabrina, SIA.


COVER: Amelia Ayang Sabrina, SIA.
Sumber Foto Cover: http://unsplash.com

Jakarta – LAN – 2021


ISBN:

i
KATA PENGANTAR
Sejalan dengan pengembangan kurikulum Pelatihan Dasar Calon
Pegawai Negeri Sipil (CPNS), CPNS wajib menjalani masa percobaan
yang dilaksanakan melalui proses pelatihan terintegrasi. Pelatihan Dasar
CPNS bertujuan untuk mengembangkan kompetensi CPNS yang
dilakukan secara terintegrasi.
Pembelajaran dalam Pelatihan Dasar CPNS terdiri atas empat
agenda yaitu Agenda Sikap Perilaku Bela Negara, Agenda Nilai-Nilai
Dasar PNS, Agenda Kedudukan dan Peran PNS untuk mendukung
terwujudnya Smart Governance sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang- undangan dan Agenda Habituasi. Setiap agenda terdiri dari
beberapa mata pelatihan yang berbentuk bahan ajar. Bahan ajar
Pelatihan Dasar CPNS merupakan acuan minimal bagi para pengajar
dalam menumbuh kembangkan pengetahuan, keterampilan dan sikap
peserta Pelatihan Dasar CPNS terkait dengan isi dari bahan ajar yang
sesuai agenda dalam pedoman Pelatihan Dasar CPNS. Oleh karena bahan
ajar ini merupakan produk yang dinamis, maka para pengajar dapat
meningkatkan pengembangan inovasi dan kreativitasnya dalam
mentransfer isi bahan ajar ini kepada peserta Pelatihan Dasar CPNS.
Selain itu, peserta Pelatihan Dasar CPNS dituntut kritis untuk menelaah
isi dari bahan ajar Pelatihan Dasar CPNS ini. Sehingga apa yang
diharapkan penulis, yaitu pemahaman secara keseluruhan dan
kemanfaatan dari bahan ajar ini tercapai.
Akhir kata, kami atas nama Lembaga Administrasi Negara,
mengucapkan terima kasih kepada tim penulis yang telah meluangkan
waktunya untuk melakukan pengayaan terhadap isi dari bahan ajar ini.
Kami berharap budaya pengembangan bahan ajar ini terus dilakukan
sejalan dengan pembelajaran yang berkelanjutan (sustainable learning)
peserta. Selain itu, kami juga membuka lebar terhadap masukan dan
saran perbaikan atas isi bahan ajar ini. Hal ini dikarenakan bahan ajar ini
merupakan dokumen dinamis (living document) yang perlu diperkaya
demi tercapainya tujuan jangka panjang yaitu peningkatan kualitas
sumberdaya manusia Indonesia yang berdaya saing.
Kami sangat menyadari bahwa Modul ini jauh dari sempurna.
Dengan segala kekurangan yang ada pada Modul ini, kami mohon
kesediaan pembaca untuk dapat memberikan masukan yang konstruktif

i
guna penyempurnaan selanjutnya. Semoga Modul ini bermanfaat bagi
pembaca sekalian.

Jakarta, Desember 2021


Kepala LAN,

Adi Suryanto

i
DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN.................................................................................................. 1
A. DESKRIPSI SINGKAT......................................................................................... 1
B. TUJUAN PEMBELAJARAN................................................................................ 1
C. METODOLOGI PEMBELAJARAN..................................................................... 2
D. KEGIATAN PEMBELAJARAN........................................................................... 3
E. SISTEMATIKA MODUL...................................................................................... 4
BAB II POTRET PELAYANAN PUBLIK NEGERI INI.................................................6
A. Uraian Materi..................................................................................................... 6
1. Potret Layanan Publik di Indonesia........................................................6
2. Tantangan Layanan Publik...................................................................... 10
3. Keutamaan Mental Melayani................................................................... 11
B. Rangkuman....................................................................................................... 14
C. Soal Latihan...................................................................................................... 14
BAB III KONSEP AKUNTABILITAS........................................................................... 15
A. Uraian Materi................................................................................................... 15
1. Pengertian Akuntabilitas....................................................................................... 15
2. Aspek-Aspek Akuntabilitas................................................................................... 16
3. Pentingnya Akuntabilitas...................................................................................... 20
4. Tingkatan Akuntabilitas......................................................................................... 22
B. Rangkuman....................................................................................................... 23
C. Soal Latihan........................................................................................................ 24
BAB IV PANDUAN PERILAKU AKUNTABEL...........................................................25
A. Uraian Materi................................................................................................... 25
1. Akuntabilitas dan Integritas................................................................................. 25
2. Integritas dan Anti Korupsi.................................................................................. 25
3. Mekanisme Akuntabilitas...................................................................................... 29
4. Konflik Kepentingan................................................................................................ 35
5. Pengelolaan Gratifikasi yang Akuntabel..........................................................39

i
6. Membangun Pola Pikir Anti Korupsi.................................................................42
7. Apa yang Diharapkan dari Seorang ASN..........................................................44
B. Rangkuman....................................................................................................... 45
C. Soal Latihan....................................................................................................... 46
BAB V AKUNTABEL DALAM KONTEKS ORGANISASI PEMERINTAHAN........49
A. Uraian Materi................................................................................................... 49
1. Transparansi dan Akses Informasi....................................................................49
2. Praktek Kecurangan dan Perilaku Korup........................................................52
3. Penggunaan Sumber Daya Milik Negara..........................................................56
4. Penyimpanan dan Penggunaan dan Informasi Pemerintah....................57
5. Membangun Budaya Anti Korupsi di Organisasi Pemerintahan............59
B. Rangkuman....................................................................................................... 60
C. Soal Latihan....................................................................................................... 61
BAB VI PENUTUP.......................................................................................................... 65
BAB VII KESIMPULAN................................................................................................. 66
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................... 67

v
BAB I
PENDAHULUAN

A. DESKRIPSI SINGKAT

Dalam Mata Diklat Akuntabel, secara substansi pembahasan


berfokus pada pembentukan nilai-nilai dasar akuntabilitas. Peserta
diklat akan dibekali melalui substansi pembelajaran yang terkait
dengan pelaksanaan tugas dengan jujur, bertanggung jawab, cermat,
disiplin dan berintegritas tinggi, penggunaan kekayaan dan barang
milik negara secara bertanggung jawab, efektif, dan efisien serta
tidak menyalahgunakan kewenangan jabatannya.

B. TUJUAN PEMBELAJARAN

Setelah mengikuti mata diklat Akuntabilitas ini, peserta Diklat


diharapkan mampu:

 Menjelaskan akuntabel secara konseptual-teoritis yang


bertanggungjawab atas kepercayaan yang diberikan;
 Menjelaskan panduan perilaku (kode etik akuntabel);
 Memberikan contoh perilaku dengan pelaksanaan tugas
dengan jujur, bertanggung jawab, cermat, disiplin dan
berintegritas tinggi, penggunaan kekayaan dan barang milik
negara secara bertanggung jawab, efektif, dan efisien serta
tidak menyalahgunakan kewenanngan jabatan
 Menganalisis kasus atau menilai contoh penerapan

1
C. METODOLOGI PEMBELAJARAN
Tabel 1. Mata Diklat Akuntabel
Rasionalitas  Peserta diklat adalah
golongan II dan golongan III
 Peserta diklat dipersiapkan
masuk ke dalam sistem
pemerintahan di level
pelaksana atau fungsional
tertentu
 Membantu peserta untuk
menjawab pertanyaan yang
berkaitan dengan masalah
akuntabilitas publik
 Modul ini dibuat untuk
menanamkan nilai-nilai
akuntabilitas yang akan
menjadi dasar
mengatualisasikan dalam
pelaksanaan tugas jabatannya.
Metode  Blended Learning
pembelajaran (self learning dan collaborative
learning)
 Micro learning
(overview video, video
pembelajaran, game)
 Studi kasus
 Praktik di lingkungan kerja

2
D. KEGIATAN PEMBELAJARAN

Kompetensi
Cakupan
Isi Modul yang ingin
Bahasan
dicapai
1. Potret Kemampuan  Potret Layanan
Pelayanan memahami Publik di
Publik Negeri kebutuhan Indonesia
Ini merubah pola  Tantangan
pikir menjadi ASN Layanan Publik
yang baik  Keutamaan
Mental
Melayani

2. Konsep Kemampuan  Pengertian


Akuntabilitas memahami akuntabilitas
akuntabilitas dari  Aspek-aspek
sisi konseptual- akuntabilitas
teoretis sebagai  Pentingnya
llandasan untuk akuntabilitas
mempraktikkan  Tingkatan
perilaku akuntabilitas
akuntabel
3. Panduan  Kemampuan  Akuntabilitas
Perilaku melaksanaan dan Integritas
Akuntabel tugas dengan  Integritas dan
jujur, Antikorupsi
bertanggung  Mekanisme
jawab, cermat, Akuntabilitas
disiplin dan  Konflik
berintegritas kepentingan
tinggi  Pengelolaan
 Kemampuan gratifikasi
menggunakan yang akuntabel
kekayaan dan  Membangun
barang milik pola pikir
negara secara antikorupsi
bertanggung  Apa yang
diharapkan

3
jawab, efektif, dari seorang
dan efisien ASN?
 Kemampuan
menggunakan
Kewenangan
jabatannya
dengan
berintegritas
tinggi
4. Akuntabel Pemahaman atas  Transparansi
dalam ranah dan kasus dan akses
Konteks umum yang informasi
Organisasi terkait dengan  Praktek
Pemerintahan penerapan kecurangan
akuntabilitas dan perilaku
secara korup
menyeluruh  Penggunaan
dalam organisasi sumber daya
milik negara
 Penyimpanan
dan
penggunaan
data dan
informasi
pemerintah
 Membangun
budaya
antikorupsi di
Organisasi
Pemerintahan

E. SISTEMATIKA MODUL
Modul pelatihan disusun sebagai berikut:
BAB I : Pendahulan
BAB II : Potret Pelayanan Publik Negeri Ini
BAB III : Konsep Akuntabilitas
BAB IV : Panduan Perilaku Akuntabel
BAB V : Akuntabel dalam Konteks Organisasi
Pemerintahan

4
BAB VI : Penutup
BAB VII : Kesimpulan

5
BAB II
POTRET PELAYANAN PUBLIK NEGERI INI
A. Uraian Materi
1. Potret Layanan Publik di Indonesia

Romi Gusmadona merupakan ayah dari anak yang


bernama Anta, Sdr. Romi melaporkan kepada Ombudsman RI
Perwakilan Banten perihal pengaduan untuk mendapatkan
pelayanan penegakan hukum oleh Polsek Cadasari, Kepolisian
Resort Pandeglang, dimana pada pukul 18.00 anak Pelapor yang
bernama Anta meninggalkan rumah. Pada pukul 19.00,
seseorang yang memberitahukan Pelapor bahwa anak Pelapor
berada di Desa Cikentrung yang lokasinya sekitar 3 km dari
rumah Pelapor. Pelapor bergegas menjemput anaknya tersebut.
Namun setibanya di sana, Anta justru semakin menjauh masuk
ke dalam hutan. Pelapor kemudian meminta bantuan kepada
adik iparnya untuk untuk mencari Anta. Namun hingga pukul
22.30 WIB belum juga ditemukan. Sedikit informasi bahwa
memang anak pelapor memiliki disabilitas keterbelakangan
mental, tidak seperti anak pada umumnya.
Pada tanggal 26 Maret 2020 pukul 02.00 WIB, Pelapor
dihubungi oleh Sdr. Heri Suherman selaku mantan Kepala Desa
Sanding yang menginformasikan bahwa anak Pelapor telah
ditemukan dan sedang berada di Desa Sukajaya, Kecamatan
Koroncong, Kabupaten Pandeglang. Pelapor beserta Sdr. Heri
Suherman kemudian menuju ke lokasi anak Pelapor ditemukan,
namun yang Pelapor mendapati anaknya dalam keadaan lebam
dan diletakkan di tengah jalan dengan wajah penuh darah.
Pelapor selanjutnya membawa anaknya tersebut ke Puskesmas
Petir untuk diobati. Dan selanjutnya pelapor melaporkan tindak
pidana pengeroyakan terhadap anak Pelapor/korban kepada
Kepolisian Sektor (Polsek) Cadasari dengan Laporan Polisi No.
LP/22/ III/2020/Banten/Res. Pandeglang/ Sek. Cadasari.
Pelapor juga turut menyerahkan foto anak Pelapor pada saat
kejadian sebagai barang bukti.

6
(Lanjutan)

Pada 29 Maret 2020 pelapor menyampaikan bahwa ada


pihak- pihak yang datang dari Desa Cikentrung termasuk di
antaranya Kepala Desa beserta BPD untuk mengajukan damai
kepada Pelapor. Atas pengajuan damai tersebut, Pelapor
bersedia asalkan pelaku yang melakukan pengeroyakan
terhadap anak Pelapor harus mengaku dan meminta maaf.
Namun sampai dengan saat ini, belum ada pihak yang mengaku
telah melakukan perbuatan tersebut. Dua bulan setelahnya
sekitar bulan Mei 2020 Kanit Reskrim Polsek Cadasari sempat
menyarankan damai melalui mediasi dan menawarkan uang
sebesar Rp 5.000.000,00 kepada Pelapor namun pelapor
menolak. Kemudian pelapor meminta Surat Pemberitahuan
Perkembangan Hasil Penyidikan (SP2HP) kepada Penyidik. Atas
permintaan tersebut, Polsek Cadasari menyampaikan SP2HP
pada tanggal 11 Mei 2020 dengan Nomor: B.18/22/V/2020/
Reskrim yang pada intinya laporan/pengaduan Pelapor telah
diterima dan akan dilakukan penyelidikan atas perkara tersebut.
Bulan Juni 2020 pelapor menanyakan perkembangan laporan
Pelapor kepada anggota Propam Polda Banten karena tidak ada
perkembangan yang signifikan yang dilakukan oleh Polsek
Cadasari, namun tidak terdapat perubahan atas perkembangan
laporan Pelapor. Sebulan setelahnya pada bulan Juli 2020
pelapor bertemu dengan Kapolsek Cadasari dan menanyakan
terkait perkembangan Laporan. Menurut informasi Pelapor,
Kapolsek Cadasari menyarankan mediasi. Polsek Cadasari
menyampaikan surat perihal Pemberitahuan Perkembangan
Penelitian Laporan dengan Nomor: B.18/36/ VII/2020/Reskrim
yang pada intinya menyampaikan Pihak Polsek Cadasari masih
melakukan penyelidikan dengan memintai keterangan para
saksi yang berada di TKP dan sampai saat ini Polsek Cadasari
belum dapat menentukan tersangka dikarenakan tertutupnya
keterangan para saksi di tempat kejadian. Langkah yang
dilakukan sesuai keterangan dan petunjuk hasil gelar perkara di
Polres Pandeglang serta terus melakukan pendalaman. Apabila
semua petunjuk dari Polres Pandeglang telah dilaksanakan
pihak Polsek Cadasari akan melakukan gelar perkara kembali di
Polres Pandeglang.

7
(Lanjutan)

Pada 24 Agustus 2020 pelapor telah dilakukan audiensi


terkait laporan Pelapor di Polda Banten, namun masih belum
terdapat perkembangan penanganan. Kemudian 3 hari
setelahnya Polres Pandeglang menyampaikan surat
Pemberitahuan Perkembangan Penelitian Laporan dengan
Nomor: SP2HP/163/VIII/2020/Reskrim yang pada intinya
memberitahukan bahwa laporan/pengaduan Pelapor yang
merupakan pelimpahan Polsek Cadasari telah diterima oleh
Polres Pandeglang. Namun menurut keterangan Pelapor, bukti
berupa foto kondisi anak Pelapor pada saat ditemukan tidak
termasuk sebagai salah satu bukti yang dilampirkan dalam
berkas pelimpahan dari Polsek Cadasari. Ombudsman Provinsi
Banten disaat pelapor melaporkan hal yang dialaminya
langsung diterima oleh kepala perwakilan, pelapor uga
menyertakan awak media saat melaporkan. Dihadapan awak
media Kepala Perwakilan menyampaikan akan menerima serta
mempelajari dan mendalami laporan yang disampaikan oleh
masyarakat serta melakukan pemeriksaan. Tim pemeriksa
menyimpulkan hasil pemeriksaan ditemukan dugaan penundaan
berlarut dalam penanganan perkara yang dilaporkan oleh Sdr.
Romi, dimana proses laporan di Polsek Cadasari berlarut sampai
kurang lebih 5 bulan dan adanya penawaran “damai” dari
Kasat sebesar Rp.
5.000.000 dimana delik pidana dan bukan delik aduan tidak ada
kata “berdamai”.
Ombudsman melakukan klarifikasi langsung kepada
Kepolisian Daerah Banten yang kebetulan pada saat itu Tim
Substansi Kepolisian dari Ombudsman Pusat sedang melakukan
kunjungan, saat itu dijawab oleh Polres Pandeglang bahwa
sudah ditetapkan 5 Tersangka yang diduga melakukan
penganiayaan terhadap anak disabilitas tersebut, Kapolda
melalui Irwasda melakukan pemeriksaan terhadap penyidik
yang menangani laporan tersebut.

8
(Lanjutan)

Singkat cerita, Sdr Romi berbelas kasihan kepada pada


tersangka yang telah memukuli anaknya, dan menyampaikan
ucapan terima kasih kepada Ombudsman Banten karena telah
sangat membantu mendapatkan pelayanan hukum untuk
mendapatkan keadilan. Dengan demikian bahwa setiap warga
negara berhak mendapatkan pelayanan hukum yang sama dan
jangan khawatir untuk melaporkan jika ada dugaan
penyimpangan penanangan laporan di kepolisian, karena hak
setiap warga negara dilindungi undang- undang. (Dikutip dari
Laporan Tahun 2020 Ombudsman Republik Indonesia, hal.
114)
Dalam konteks kehidupan bermasayarakat, Kita sebagai
individu ataupun ASN pun mungkin sudah bosan dengan
kenyataan adanya perbedaan ‘jalur’ dalam setiap pelayanan.
Proses mengurus sebuah dokumen, dengan harga, misal, 100.000,
membutuhkan waktu 3 hari, tapi pada kenyataanya, banyak orang
yang dapat memperoleh dokumen tersebut dalam hitungan jam
dengan tambahan dana yang ‘beragam’. Di beberapa negara,
konsep ini memang dilakukan dalam konteks pelayanan publik,
namun, dengan format yang lebih terstruktur, transparan dan
akuntabel. Bahkan, sejak kecil, mungkin sebagian Kita tidak sadar
bahwa contoh pelayanan berbeda kelas itu sudah Kita lakukan.
Tiket ‘Terusan’ di objek wisata favorit Dunia Fantasi, Ancol,
Jakarta, adalah contoh kecil yang dapat Kita ambil. Tiket tersebut
memungkinkan Kita menaiki anjungan permainan tanpa
mengikuti antrian orang-orang yang menggunakan Tiket Reguler.
Sebelum era Taksi Online, di Singapura, untuk mendapatkan taksi
tanpa ikut antri di Taxi Line yang cukup panjang di jam-jam
tertentu, Kita dapat menggunakan fasilitas pemesanan melalui
SMS dengan tambahan beberapa dolar. Intinya, format layanan
dengan harga berbeda tersebut memang sudah banyak dilakukan,
namun, dengan terstruktur dan diikuti oleh semua pihak.
Baik sadar atau tidak, kenyataan layanan publik di negeri
ini kerap dimanfaatkan oleh ‘oknum’ pemberi layanan untuk
mendapatkan keuntungan pribadi ataupun kelompok. Peribahasa
‘Waktu Adalah Uang’ digunakan oleh banyak ‘oknum’ untuk

9
memberikan layanan spesial bagi mereka yang memerlukan
waktu layanan yang lebih cepat dari biasanya. Sayangnya, konsep
ini sering bercampur dengan konsep sedekah dari sisi penerima
layanan yang sebenarnya tidak tepat. Waktu berlalu, semua pihak
sepakat, menjadi kebiasaan, dan dipahami oleh hampir semua
pihak selama puluhan tahun. Sehinga, di masyarakat muncul
peribahasa baru, sebuah sarkasme, ‘kalau bisa dipersulit, buat apa
dipermudah’. Terminologi ‘oknum’ sering dijadikan kambing
hitam dalam buruknya layanan publik, namun, definisi ‘oknum’
itu seharunya bila hanya dilakukan oleh segelintir personil saja,
bila dilakukan oleh semua, berarti ada yang salah dengan layanan
publik di negeri ini.

2. Tantangan Layanan Publik


Payung hukum terkait Layanan Publik yang baik tertuang
dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 Tentang Layanan
Publik. Pasal 4 menyebutkan Asas Pelayanan Publik yang
meliputi:
a. kepentingan Umum, b. kepastian hukum, c. kesamaan hak, d.
keseimbangan hak dan kewajiban, e. keprofesionalan, f.
partisipatif, g. persamaan perlakuan/tidak diskriminatif h.
keterbukaan, i. akuntabilitas, j. fasilitas dan perlakuan khusus bagi
kelompok rentan, k. ketepatan waktu, dan l. kecepatan,
kemudahan, dan keterjangkauan. Undang-Undang ini dengan
mantab memberikan pijakan sebuah layanan publik, yang
seharusnya dapat tercermin di setiap layanan publik di negeri ini.
Namun, sebuah aturan dan kebijakan di negeri ini kerap hanya
menjadi dokumen statis yang tidak memberikan dampat apapun
ke unsur yang seharusnya terikat. Aturan demi aturan, himbauan
demi himbauan, sosialisasi demi sosialisasi, seperti tidak
memberikan dampak yang kuat ke semua pihak. Aturan lalulintas
untuk wajib menggunakan helm ketika berkendara roda dua,
hanya terlihat dilakukan oleh mayoritas pengendara di pusat-
pusat kota, sedangkan di pinggiran, semua pengendara seperti
menikmati ketidaktegasan aturan tersebut. Di beberapa daerah,
aturan setingkat Peraturan Daerah terkait denda membuang
sampah sembarangan secara tegas menyebutkan nilai dari
500.000 hingga 2.500.000 atau dengan kurungan penjara 1
hingga 3 bulan. Apa yang terjadi di seluruh negeri ini,
1
sampah masih

1
menjadi masalah besar yang dipandang kecil oleh semua pihak.
Sikap permisif semua pihak terhadap seseorang yang membuang
satu puntung rokok atau bekas botol minum sembarangan seperti
tidak menghitung bila dilakukan oleh jutaan orang yang berarti
menghasilkan jutaan puntung rokok ataupun botol bekas
minuman.
Sejak diterbitkannya UU No.25 Tahun 2009 Tentang
Pelayanan Publik, dampaknya sudah mulai terasa di banyak
layanan. Perbaikan layanan tersebut tidak lepas dari upaya
lanjutan yang dilakukan pasca diterbitkannya aturan. Setidaknya,
aturan tersebut tidak lagi menjadi dokumen statis yang hanya
bisa diunduh dan dibaca ketika diperlukan untuk menulis. Ruang-
ruang layanan dasar seperti KTP, Kartu Keluarga, Surat
Keterangan Kehilangan, Pembayaran listrik, air, dan PBB, hingga
kebijakan Zonasi Sekolah dan Keterbukaan Informasi ruang rawat
di Rumah Sakit sudah jauh lebih baik. Belum sempurna, tapi
sudah berjalan di arah yang benar. Hasil ini tidak lain merupakan
hasil kerja dan komitmen semua pihak, baik dari sisi
penyelenggara pelayanan dan masyarakat penerima layanan.
Namun, komitmen ini bukan juga hal yang statis. Perlu upaya
keras semua pihak untuk menjaganya bahkan tantangan untuk
meningkatkannya. Tantangan itu pun tidak statis, godaan dan
mental/pola pikir pihak-pihak yang dahulu menikmati
keuntungan dari lemahnya sektor pengawasan layanan selalu
mencoba menarik kembali ke arah berlawanan. Tugas berat Anda
sebagai ASN adalah ikut menjaga bahkan ikut berpartisipasi
dalam proses menjaga dan meningkatkan kualitas layanan
tersebut. Karena, bisa jadi, secara aturan dan payung hukum
sudah memadai, namun, secara pola pikir dan mental, harus
diakui, masih butuh usaha keras dan komitment yang ekstra kuat.
Sekali lagi, tantangan yang dihadapi bukan hanya di lingkungan
ASN sebagai pemberi layanan, namun juga dari masyarakat
penerima layanan.

3. Keutamaan Mental Melayani


Pelatihan ini tentunya akan membatasi ruang implementasi
langsung di sisi ASN sebagai pembeli layanan publik. Namun,
dengan mental dan pola pikir yang baik, secara tidak langsung
akan memberikan dampak tidak langsung pada sisi masyarakat
1
penerima layanan. Employer Branding yang termaktub dalam
Surat Edaran Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan
Reformasi Birokrasi Nomor 20 Tahun 2021, “Bangga Melayani
Bangsa”, menjadi udara segar perbaikan dan peningkatan layanan
publik. Namun, Mental dan Pola Pikir berada di domain pribadi,
individual. Bila dilakukan oleh semua unsur ASN, akan
memberikan dampak sistemik. Ketika perilaku koruptif yang
negatif bisa memberikan dampak sistemik seperti sekarang ini,
sebaliknya, mental dan pola pikir positif pun harus bisa
memberikan dampak serupa.
Kentjacaraningrat dan Mochtar Lubis memiliki pandangan
ciri-ciri sikap dan mental Bangsa Indonesia secara umum:

Koentjaraningrat Mochtar Lubis


Lima sikap mental bermuatan Ciri manusia Indonesia yang
pola pikir koruptif yang berkonotasi negatif sebagai
merupakan warisan koloni- al warisan zaman penindasan.
yang “hidup” dalam pola pikir Ciri manusia Indonesia yang
manusia bangsa kita. Kelima disebutkan Mochtar Lubis
sikap mental itu adalah: yakni:

 mentalitas yang  mempunyai penampilan


meremehkan mutu; yang berbeda di depan
 mentalitas yang suka dan di belakang;
menerabas (instan);  segan dan enggan
 tidak percaya pada diri bertanggung jawab atas
sendiri; perbuatannya,
 tidak berdisiplin murni; putusannya, kelakuannya,
 mentalitas yang suka pikirannya, dan
mengabaikan tanggung sebagainya;
jawab.  jiwa feodalistik.

Harus Kita akui, ciri-ciri tersebut masih kental terlihat di


masyarakat di semua tingkatan. Tanpa disadari, Kita sudah hidup
dengan melihat ataupun bahkan melakukan hal-hal yang terkait
ciri-ciri di atas. Kombinasi ciri-ciri di atas, bila dimiliki oleh ASN,
akan memberikan dampat yang bukan main buruknya.
Bayangkan, kualitas layanan yang saat ini sudah berada di jalur
yang benar
1
akan kembali ke kondisi di mana praktik Kolusi, Korupsi, dan
Nepotisme masih menjadi hal yang lumrah. Pengurusan KTP yang
menjadi hak paling dasar warga negara dipungli dengan
sewenang-wenang, keluarga yang ingin membuat Kartu Keluarga
dipersulit dengan harapan mendapatkan ‘uang pelicin’ untuk
mempermudah, musibah kehilangan barang atau dokumen yang
sudah membuat sedih masih harus dimintai dana seikhlasnya
ketika mengurus surat kehilangan, mereka yang ingin mencoba
mengurus surat izin secara mandiri kalah dengan mereka yang
memiliki kenalan ‘orang dalam’, keluarga tidak mampu yang
dengan susah payah mendapatkan surat keterangan tidak mampu
harus kalah oleh orang-orang mampu yang memalsukan surat
sejenis untuk menyekolahkan anaknya, dan lain sebagainya.
Semakin parah, ketika, mereka yang salah/tidak sesuai prosedur
merasa benar dan melaporkan balik pihak-pihak yang
menggunakan fasilitas pengaduan sehinga puncak dari kekacauan
itu adalah, mereka yang mencoba mencari keadilan dengan
melaporkan ketidaksesuaian prosedur tersebut justru yang
berurusan dengan hukum. Coba Kita renungkan, mari
berkontempelasi, apakah itu yang Kita inginkan?
Segala yang berkaitan dengan mental dan pola pikir kadang
sering dilemparkan ke pihak lain sebagai penyebab. Seorang
pegawai yang diminta untuk disiplin sering meminta atasannya
melakukannya lebih dulu. Seorang atasan pun akan menggunakan
metode yang sama ketika diminta untuk menjadi individu yang
taat aturan ke atasan di atasnya. Sehingga akhirnya, karena
terlalu sibuk dengan persyaratan dari orang lain, dirinya sendiri
tidak pernah berubah. Pada modul latihan ini, Anda diajak untuk
memulainya dari diri Anda. Aturan dan kode etik tertulis memang
penting, namun, komitment Anda sebagai ASN secara pribadi juga
menjadi hal yang tidak kalah penting. Terlebih, bila Anda
menyadari bahka semua gaji dan fasilitas yang Anda gunakan
nanti berasal dari Pajak yang dibayarkan Masyarakat negeri ini
yang menuntut dilayani dengan layanan yang terbaik. Mari mulai
menunjuk diri sendiri untuk memulai, dari hal-hal kecil di
keseharian, dan di mulai dari sekarang.

1
B. Rangkuman
a. Peribahasa ‘Waktu Adalah Uang’ digunakan oleh banyak
‘oknum’ untuk memberikan layanan spesial bagi mereka yang
memerlukan waktu layanan yang lebih cepat dari biasanya.
Sayangnya, konsep ini sering bercampur dengan konsep
sedekah dari sisi penerima layanan yang sebenarnya tidak
tepat. Waktu berlalu, semua pihak sepakat, menjadi kebiasaan,
dan dipahami oleh hampir semua pihak selama puluhan tahun.
b. Tugas berat Anda sebagai ASN adalah ikut menjaga bahkan ikut
berpartisipasi dalam proses menjaga dan meningkatkan
kualitas layanan tersebut. Karena, bisa jadi, secara aturan dan
payung hukum sudah memadai, namun, secara pola pikir dan
mental, harus diakui, masih butuh usaha keras dan komitment
yang ekstra kuat.
c. Employer Branding yang termaktub dalam Surat Edaran
Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi
Birokrasi Nomor 20 Tahun 2021, “Bangga Melayani Bangsa”,
menjadi udara segar perbaikan dan peningkatan layanan
publik. Namun, Mental dan Pola Pikir berada di domain
pribadi, individual. Bila dilakukan oleh semua unsur ASN, akan
memberikan dampak sistemik. Ketika perilaku koruptif yang
negatif bisa memberikan dampak sistemik seperti sekarang ini,
sebaliknya, mental dan pola pikir positif pun harus bisa
memberikan dampak serupa.

C. Soal Latihan
a. Banyak perbaikan yang terjadi di layanan publik yang bisa
ditemukan di keseharian Anda, pilihlah salah satu kasus yang
pernah Anda alami, dan tulislah perubahan/perbaikan yang
terjadi dari kondisi sebelumnya.
b. Masih ada beberapa layanan publik yang belum berubah dari
versi buruknya, pilihlah salah satu layanan yang Anda ketahui
masih belum berubah tersebut, dan tuliskan harapan
perubahan yang Anda inginkan.
c. Lihatlah video unik pada tautan ini yang berakting terkait
sebuah layanan yang sudah berubah dari bentuk
selebelumnya:
https://www.instagram.com/reel/CX3Oa0rJoQ7/?utm_mediu
m=share_sheet dan tuliskan pendapat Anda.

1
BAB III
KONSEP AKUNTABILITAS
A. Uraian Materi
1. Pengertian Akuntabilitas
Akuntabilitas adalah kata yang seringkali kita
dengar, tetapi tidak mudah untuk dipahami. Ketika
seseorang mendengar kata akuntabilitas, yang terlintas
adalah sesuatu yang sangat penting, tetapi tidak
mengetahui bagaimana cara mencapainya. Dalam banyak
hal, kata akuntabilitas sering disamakan dengan
responsibilitas atau tanggung jawab. Namun pada
dasarnya, kedua konsep tersebut memiliki arti yang
berbeda. Responsibilitas adalah kewajiban untuk
bertanggung jawab yang berangkat dari moral individu,
sedangkan akuntabilitas adalah kewajiban untuk
bertanggung jawab kepada seseorang/organisasi yang
memberikan amanat. Dalam konteks ASN Akuntabilitas
adalah kewajiban untuk mempertanggungjawabkan segala
tindak dan tanduknya sebagai pelayan publik kepada
atasan, lembaga pembina, dan lebih luasnya kepada publik
(Matsiliza dan Zonke, 2017).
Akuntabilitas merujuk pada kewajiban setiap
individu, kelompok atau institusi untuk memenuhi
tanggung jawab dari amanah yang dipercayakan
kepadanya. Amanah seorang ASN menurut SE Meneteri
Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi
Nomor 20 Tahun 2021 adalah menjamin terwujudnya
perilaku yang sesuai dengan Core Values ASN BerAKHLAK.
Dalam konteks Akuntabilitas, perilaku tersebut adalah:
 Kemampuan melaksanaan tugas dengan jujur,
bertanggung jawab, cermat, disiplin dan berintegritas
tinggi
 Kemampuan menggunakan kekayaan dan barang
milik negara secara bertanggung jawab, efektif, dan
efisien
 Kemampuan menggunakan Kewenangan jabatannya
dengan berintegritas tinggi

1
2. Aspek-Aspek Akuntabilitas
 Akuntabilitas adalah sebuah hubungan
(Accountability is a relationship)
Hubungan yang dimaksud adalah hubungan dua
pihak antara individu/kelompok/institusi dengan
negara dan masyarakat. Pemberi
kewenangan bertanggungjawab
memberikan arahan yang memadai, bimbingan, dan
mengalokasikan sumber daya sesuai dengan tugas
dan fungsinya. Dilain sisi,
individu/kelompok/institusi bertanggungjawab
untuk memenuhi semua kewajibannya. Oleh sebab
itu, dalam akuntabilitas, hubungan yang terjadi
adalah hubungan yang bertanggungjawab antara
kedua belah pihak.

Contoh:
Bacalah tautan berikut:
https://nasional.kompas.com/read/2020/12/0
9/ 06202471/cerita-penghulu-yang-88-kali-
laporkan-gratifikasi-amplop-ke-kpk?page=all.
Penghulu dari Cimahi Tengah itu menyadari
bahwa dalam tugasnya, terdapat unsur
hubungan tanggung jawab antara dirinya
dengan Lembaga yang diawakilkan oleh
Atasannya ketika memberikan Surat Tugas, dan
hubungan antara dirinya dengan pengguna
layanan, pasangan yang akan menikah. Apabila
dalam konteks moral, Pak Budi Ali Hidayat
terikat relasi baik-buruk dan benar-salah,
namun, dalam konteks Akuntabilitas, Pak Budi
terikat tanggung jawab menyelesaikan tugas
menikahkan pasangan yang menggunakan
layanannya. Apa yang dilakukan dengan
melaporkan gratifikasi kepada Komisi
Pemberantasan Korupsi setelah Ia terpaksa
menerima ‘amplop’ dari Keluarga mempelai,
adalah sebuah integritas dalam memegang
prinsip aturan dan kode perilaku yang berlaku.

1
 Akuntabilitas berorientasi pada hasil (Accountability
is results-oriented)
Hasil yang diharapkan dari akuntabilitas adalah
perilaku aparat pemerintah yang bertanggung jawab,
adil dan inovatif. Dalam konteks ini, setiap
individu/kelompok/institusi dituntut untuk
bertanggungjawab dalam menjalankan tugas dan
kewajibannya, serta selalu bertindak dan berupaya
untuk memberikan kontribusi untuk mencapai hasil
yang maksimal.

 Contoh:
Akuntabilitas membutuhkan adanya laporan
(Accountability requiers
Tontonlah video reporting)
berikut:
Laporan kinerja adalah
Siapa yang Mengisi Bensin perwujudan dari
akuntabilitas. Dengan memberikan laporan kinerja
https://youtu.be/sPbIj3PDVks
berarti mampu menjelaskan terhadap tindakan dan
Pada sebuah
hasil yang penugasan,
telah Saudara akan
dicapai oleh
mendapatkan Surat Tugas dengan
individu/kelompok/institusi, serta perincian
mampu
tugas yang
memberikan akan
bukti nyatadilakukan,
dari hasil lokasi, waktu,
dan proses yang
anggaran
telah dana, Dalam
dilakukan. sebagainya.
duniaApa yang tertulis
birokrasi, bentuk
pada surat tersebut adalah arahan yang
diberikan lembaga melalui atasan Saudara yang
harus dilaksanakan dan dipertanggungjawabkan.
Apa yang dilakukan Baharuddin Lopa adalah
contoh Akuntabiltas dan Integritas yang
berorientasi pada hasil. Baginya, alokasi bensin
kendaraanya telah direncanakan untuk dapat
digunakan seluruh perjalannya, sehingga, bila
ada pihak lain yang memberikan bantuan
‘bensin’, itu akan mengganggu perencanaan
tugasnya.

1
akuntabilitas setiap individu berwujud suatu laporan
yang didasarkan pada kontrak kerja, sedangkan
untuk institusi adalah LAKIP (Laporan Akuntabilitas
Kinerja Instansi Pemerintah).

 Contoh:
Akuntabilitas memerlukan konsekuensi
(Accountability
Masih senada isdengan
meaningless
contohwithout consequences)
sebelumnya terkait
Akuntabilitas menunjukkan tanggungjawab,
Surat Tugas, membuat Laporan Pelaksanaan dan
tanggungjawab menghasilkan konsekuensi.
Tugas (LTP) adalah bagian dari Akuntabiltas. LPT
Konsekuensi
akan terkaittersebut dapat berupa penghargaan
pertanggungjawaban:
atau sanksi.
a. Penggunaan waktu, termasuk di dalamnya
pertanggungjawaban waktu yang
digunakan menuju dan pulang dari lokasi
yang disebutkan dalam Surat Tugas,
sehingga, sejatinya, Pelaksana Tugas tidak
bisa menggunakan waktu tugasnya untuk
keperluan pribadi.
b. Penggunaan anggaran, termasuk di
dalamnya pertanggung jawaban
penggunaan dana terkait biaya operasional
seperti konsumsi rapat, sewa ruangan, dan
sebagainya, dan juga transportasi menuju
dan dari lokasi pelaksanan tugas, dan
c. Hasil pelaksanaan tugas, termasuk
dilaporakan bila ada kendala dan
rekomendasi tindak lanjut.

1
Contoh:
Bacalah tautan Berita berikut ini
https://jateng.tribunnews.com/2021/08/04/75-
pns-kota-tegal-ketahuan-telat-ngantor-begini-
nasibnya?page=2
Akuntablitas memiliki dimensi konsekuensi, oleh
sebab itu, kebiasaan buruk ‘terlambat’ hadir di
tempat kerja pun demikian. Menepati waktu
bukan hanya dalam konteks mematuhi peraturan,
namun, ada unsur moral menghargai waktu orang
lain yang sudah merencanakan dan
mengalokasikan waktunya untuk tidak terlambat.
Apabila dalam sebuah kegiatan, terlambat dimulai
hanya karena menunggu mereka yang terlambat,
berarti ada usaha dan jerih payah mereka yang
tepat waktu menjadi terbuang sia-sia. Contoh lain,
bila Saudara pernah marah ketika mendapatkan
jadwal penerbangan yang tidak sesuai waktu
(delay), yang menyebabkan rencana kegiatan yang
Saudara sudah rencanakan akan dilaksanakan
dengan penerbangan yang tebat waktu pun tidak
dapat dilakuan, kira-kira seperti itu rasa mereka
yang menunggu orang-orang yang terlambat
dalam sebuah kegiatan. Dalam konteks
penerbangan ‘transit’, bahkan Saudara akan
mengalami kerugian kehilangan jadwal
penerbangan lanjutan yang terganggu karena
penerbangan pertama yang terlambat.

 Akuntabilitas memperbaiki kinerja (Accountability


improves performance)
Tujuan utama dari akuntabilitas adalah untuk
memperbaiki kinerja ASN dalam memberikan
pelayanan kepada masyarakat. Dalam pendekatan
akuntabilitas yang bersifat proaktif (proactive
accountability), akuntabilitas dimaknai sebagai
sebuah hubungan dan proses yang direncanakan
untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan sejak

2
awal, penempatan sumber daya yang tepat, dan
evaluasi kinerja. Dalam hal ini proses setiap
individu/kelompok/institusi akan diminta
pertanggungjawaban secara aktif yang terlibat dalam
proses evaluasi dan berfokus peningkatan kinerja.
3. Pentingnya Akuntabilitas
Akuntabilitas adalah prinsip dasar bagi organisasi yang
berlaku pada setiap level/unit organisasi sebagai suatu
kewajiban jabatan dalam memberikan pertanggungjawaban
laporan kegiatan kepada atasannya. Dalam beberapa hal,
akuntabilitas sering diartikan berbeda-beda. Adanya norma
yang bersifat informal tentang perilaku PNS yang menjadi
kebiasaan (“how things are done around here”) dapat
mempengaruhi perilaku anggota organisasi atau bahkan
mempengaruhi aturan formal yang berlaku. Seperti misalnya
keberadaan PP No. 94 Tahun 2021 tentang Disiplin Pegawai
Negeri Sipil, belum sepenuhnya dipahami atau bahkan dibaca
oleh setiap CPNS atau pun PNS. Oleh sebab itu, pola pikir PNS
yang bekerja lambat, berdampak pada pemborosan sumber
daya dan memberikan citra PNS berkinerja buruk. Dalam
kondisi tersebut, PNS perlu merubah citranya menjadi
pelayan masyarakat dengan mengenalkan nilai-nilai
akuntabilitas untuk membentuk sikap, dan prilaku
bertanggung jawab atas kepercayaan yang diberikan.
Akuntabilitas publik memiliki tiga fungsi utama
(Bovens, 2007), yaitu:
 Untuk menyediakan kontrol demokratis (peran
demokrasi);
 untuk mencegah korupsi dan penyalahgunaan
kekuasaan (peran konstitusional);
 untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas (peran
belajar).
Akuntabilitas merupakan kontrak antara pemerintah
dengan aparat birokrasi, serta antara pemerintah yang
diwakili oleh PNS dengan masyarakat. Kontrak antara kedua
belah pihak tersebut memiliki ciri antara lain: Pertama,
akuntabilitas eksternal yaitu tindakan pengendalian yang
bukan bagian dari tanggung jawabnya. Kedua, akuntabilitas
interaksi merupakan pertukaran sosial dua arah antara yang

2
menuntut dan yang menjadi bertanggung jawabnya (dalam
memberi jawaban, respon, rectification, dan sebagainya).
Ketiga, hubungan akuntabilitas merupakan hubungan
kekuasaan struktural (pemerintah dan publik) yang dapat
dilakukan secara asimetri sebagai haknya untuk menuntut
jawaban (Mulgan 2003).
Akuntabilitas publik terdiri atas dua macam, yaitu:
akuntabilitas vertikal (vertical accountability), dan
akuntabilitas horizontal (horizontal accountability).
Akuntabilitas vertikal adalah pertanggungjawaban atas
pengelolaan dana kepada otoritas yang lebih tinggi,
misalnya pertanggungjawaban unit-unit kerja (dinas)
kepada pemerintah daerah, kemudian pemerintah daerah
kepada pemerintah pusat, pemerintah pusat kepada MPR.
Akuntabilitas vertikal membutuhkan pejabat pemerintah
untuk melaporkan "ke bawah" kepada publik. Misalnya,
pelaksanaan pemilu, referendum, dan berbagai mekanisme
akuntabilitas publik yang melibatkan tekanan dari warga.
Akuntabilitas horizontal adalah pertanggungjawaban
kepada masyarakat luas. Akuntabilitas ini membutuhkan
pejabat pemerintah untuk melaporkan "ke samping" kepada
para pejabat lainnya dan lembaga negara. Contohnya adalah
lembaga pemilihan umum yang independen, komisi
pemberantasan korupsi, dan komisi investigasi legislatif.

2
4. Tingkatan Akuntabilitas

Bagan 1 Tingkatan Akuntabilitas

Akuntabilitas memiliki 5 tingkatan yang berbeda yaitu


akuntabilitas personal, akuntabilitas individu, akuntabilitas
kelompok, akuntabilitas organisasi, dan akuntabilitas
stakeholder.
 Akuntabilitas Personal (Personal Accountability)
Akuntabilitas personal mengacu pada nilai-nilai
yang ada pada diri seseorang seperti kejujuran,
integritas, moral dan etika. Pertanyaan yang
digunakan untuk mengidentifikasi apakah
seseorang memiliki akuntabilitas personal antara
lain “Apa yang dapat saya lakukan untuk
memperbaiki situasi dan membuat perbedaan?”.
Pribadi yang akuntabel adalah yang menjadikan
dirinya sebagai bagian dari solusi dan bukan
masalah.
 Akuntabilitas Individu
Akuntabilitas individu mengacu pada hubungan
antara individu dan lingkungan kerjanya, yaitu
antara PNS dengan instansinya sebagai pemberi
kewenangan. Pemberi kewenangan
bertanggungjawab untuk memberikan arahan yang
memadai, bimbingan, dan sumber daya serta
menghilangkan hambatan kinerja, sedangkan PNS
sebagai aparatur negara bertanggung jawab untuk

2
memenuhi tanggung jawabnya. Pertanyaan penting
yang digunakan untuk melihat tingkat akuntabilitas
individu seorang PNS adalah apakah individu
mampu untuk mengatakan “Ini adalah tindakan
yang telah saya lakukan, dan ini adalah apa yang
akan saya lakukan untuk membuatnya menjadi
lebih baik”.
 Akuntabilitas Kelompok
Kinerja sebuah institusi biasanya dilakukan atas
kerjasama kelompok. Dalam hal ini tidak ada istilah
“Saya”, tetapi yang ada adalah “Kami”. Dalam
kaitannya dengan akuntabilitas kelompok, maka
pembagian kewenangan dan semangat kerjasama
yang tinggi antar berbagai kelompok yang ada
dalam sebuah institusi memainkan peranan yang
penting dalam tercapainya kinerja organisasi yang
diharapkan.
 AkuntabilitasOrganisasi
Akuntabilitas organisasi mengacu pada hasil
pelaporan kinerja yang telah dicapai, baik
pelaporan yang dilakukan oleh individu terhadap
organisasi/institusi maupun kinerja organisasi
kepada stakeholders lainnya.
 Akuntabilitas Stakeholder
Stakeholder yang dimaksud adalah masyarakat
umum, pengguna layanan, dan pembayar pajak yang
memberikan masukan, saran, dan kritik terhadap
kinerjanya. Jadi akuntabilitas stakeholder adalah
tanggungjawab organisasi pemerintah untuk
mewujudkan pelayanan dan kinerja yang adil,
responsif dan bermartabat.
B. Rangkuman
Dalam banyak hal, kata akuntabilitas sering disamakan
dengan responsibilitas atau tanggung jawab. Namun pada
dasarnya, kedua konsep tersebut memiliki arti yang berbeda.
Responsibilitas adalah kewajiban untuk bertanggung jawab,
sedangkan akuntabilitas adalah kewajiban pertanggungjawaban
yang harus dicapai.
Aspek - Aspek akuntabilitas mencakup beberapa hal
berikut yaitu akuntabilitas adalah sebuah hubungan, akuntabilitas
berorientasi pada hasil, akuntabilitas membutuhkan adanya

2
laporan, akuntabilitas memerlukan konsekuensi, serta
akuntabilitas memperbaiki kinerja.
Akuntabilitas publik memiliki tiga fungsi utama (Bovens,
2007), yaitu pertama, untuk menyediakan kontrol demokratis
(peran demokrasi); kedua, untuk mencegah korupsi dan
penyalahgunaan kekuasaan (peran konstitusional); ketiga, untuk
meningkatkan efisiensi dan efektivitas (peran belajar).
Akuntabilitas publik terdiri atas dua macam, yaitu: akuntabilitas
vertical (vertical accountability), dan akuntabilitas horizontal
(horizontal accountability). Akuntabilitas memiliki 5 tingkatan
yang berbeda yaitu akuntabilitas personal, akuntabilitas individu,
akuntabilitas kelompok, akuntabilitas organisasi, dan
akuntabilitas stakeholder.
C. Soal Latihan
1. Dalam hal penyelenggaraan pemerintahan, sering kita
dengan istilah kata responsibilitas dan akuntabilitas. Kedua
kata tersebut mempunyai arti dan makna yang berbeda.
Apa yang membedakan antara responsibilitas dan
akuntabilitas dilihat dari pengertiannya? Dan berikan
pendapat anda terkait konsep responsibiltas dan
akuntabilitas tersebut?
2. Bacalah kembali pembuka Bab II yang dikutip dari Laporan
Tahun 2020 Ombudsman Republik Indonesia, menurut
Anda, bagaimana kasus itu bila dilihat dari konteks
Akuntabilitas?
3. Dalam hal pelayanan publik, masih sering diketemukan
keluhan dari masyarakat terhadap kinerja pelayan publik.
Masyarakat merasakan kinerja yang lambat, berbelit-belit,
maupun tidak efisien ketika berhadapan dengan pelayan
publik ataupun birokrasi publik. Padahal sejatinya sebagai
abdi negara, birokrasi publik harus memberikan pelayanan
yang baik kepada masyarakat, Menurut anda, seberapa
penting nilai-nilai akuntabilitas publik jika dikaitkan
dengan fenomena tersebut? Jelaskan.

2
BAB IV
PANDUAN PERILAKU AKUNTABEL

A. Uraian Materi
1. Akuntabilitas dan Integritas
Akuntabilitas dan Integritas adalah dua konsep
yang diakui oleh banyak pihak menjadi landasan dasar
dari sebuah Administrasi sebuah negara (Matsiliza dan
Zonke, 2017). Kedua prinsip tersebut harus dipegang
teguh oleh semua unsur pemerintahan dalam memberikan
layanang kepada masyarakat. Aulich (2011) bahkan
mengatakan bahwa sebuah sistem yang memiliki
integritas yang baik akan mendorong terciptanya
Akuntabilitas, Integritas itu sendiri, dan Transparansi.
Bahkan, Ann Everett (2016), yang berprofesi sebagai
Professional Development Manager at Forsyth Technical
Community College mempuplikasikan pendapatnya pada
platform digital LinkedIn bahwa, walaupun Akuntabilitas
dan Integritas adalah faktor yang sangat penting dimiliki
dalam kepimpinan, Integritas menjadi hal yang pertama
harus dimiliki oleh seorang pemimpin ataupun pegawai
negara yang kemudian diikuti oleh Akuntabilitas. Menurut
Matsiliza (2013), pejabat ataupun pegawai negara,
memiliki kewajiban moral untuk memberikan pelayanan
dengan etika terbaik sebagai bagian dari budaya etika dan
panduan perilaku yang harus dimiliki oleh sebuah
pemerintahan yang baik.
2. Integritas dan Anti Korupsi
Integritas adalah salah satu pilar penting dalam
pemberantasan korupsi. Secara harafiah, integritas bisa
diartikan sebagai bersatunya antara ucapan dan
perbuatan. Jika ucapan mengatakan antikorupsi, maka
perbuatan pun demikian. Dalam bahasa sehari-hari di
masyarakat, integritas bisa pula diartikan sebagai
kejujuran atau ketidakmunafikan.
Dengan demikian, integritas yang konsepnya telah
disebut filsuf Yunani kuno, Plato, dalam The Republic
sekitar 25 abad silam, adalah tiang utama dalam
kehidupan bernegara. Semua elemen bangsa harus
memiliki integritas tinggi, termasuk para penyelenggara
2
negara, pihak swasta,

2
dan masyarakat pada umumnya. Siap untuk
mengaktualisasikan integritas dalam memberantas
korupsi? Mari kita pahami dulu apa yang dimaksud dengan
integritas? Simaklah video pada tautan berikut:

Aksi Integritas untuk Berantas Korupsi:


https://youtu.be/nihUi9xfZRo
Untuk memperkuat pemahaman Anda, silakan pelajari
materi-materi terkait pada tautan berikut:
1. Infografis Pengertian Integritas
https://aclc.kpk.go.id/learning-
materials/education/infographics/definition-of-
integrity
2. Infografis Nilai-Nilai Antikorupsi
https://aclc.kpk.go.id/materi-pembelajaran/sosial-
budaya/infografis/nilai-nilai-antikorupsi
Bangsa besar adalah bangsa yang meneladani
integritas para tokoh bangsanya. Setidaknya, mereka
membuktikan bahwa negeri ini pernah memiliki
pemimpin-pemimpin yang amanah, jujur, sederhana,
dan sangat bertanggung jawab. Mereka adalah fakta
bahwa bangsa kita tidaklah memiliki budaya korupsi
sejak lama. Dari mereka, kita bisa optimistis, menjadi
pribadi berintegritas dan amanah bukanlah
kemustahilan bagi kita. Siapakah para tokoh bangsa
yang dapat kita jadikan sebagai role model
berintegritas? Aktualisasi integritas apa saja yang
dapat

2
kita teladani? Simaklah hingga tuntas video-video
berikut:
 Demi Sebuah Rahasia:
https://youtu.be/JtoFPfcv1To
 Bola dan Abang Becak: https://youtu.be/ks1LB-
HE6SY
 Siapa yang Mengisi Bensin:
https://youtu.be/sPbIj3PDVks
 Surat Tilang untuk Sultan:
https://youtu.be/iM9wo8-qV0c

Pada konteks Aparat Sipil Negara, ditengarai ada


peran sistem dalam pembentukan perilaku seseorang
ASN. Dalam sistem yang korup, memaksa setiap
individu mengikuti sistem tersebut. Menurut Eko
Prasojo, mantan Wakil Menteri Pendayagunaan
Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan
RB) dalam tulisannya “Seputar RUU Aparatur Sipil
Negara”(https://lldikti12.ristekdikti.go.id/2013/04/2
9/seputar-ruu-aparatur-sipil-negara-oleh-eko-
prasojo-wamen-kemenpan-rb.html, diakses 27 Januari
2021) menyatakan bahwa persoalan penyakit
kejiwaan birokrasi (psycho-bereaupathology) pada
dasarnya adalah penyakit sistem, bukan penyakit
individu. Oleh sebab itu, Komisi Pemberantasan
Korupsi, melalui UU No.19 Tahun 2019, menggunakan
tiga pilar baru yaitu, Penindakan, Perbaikan Sistem,
dan Pendidikan. Penindakan dilakukan dalam upaya
membuat jera orang untuk melakukan korupsi,
Perbaikan sistem dilakukan untuk membuat orang
tidak bisa melakukan korupsi, dan Pendidikan
dilakukan dalam upaya membuat orang tidak mau
korupsi. Sederhananya, setiap sendi pemberantasan
korupsi di negeri ini sudah dipikirkan dan dilakukan,
namun, tidak bisa dilakukan hanya oleh aparat
penegak hukum, peran masyarakat juga menjadi hal
yang sangat penting.
Sebagai individu, Kita, dapat melakukan gerakan
pemberantasan korupsi yang dimulai dari diri sendiri.
Walaupun diakui kadang sulit melakukannya dalam
sistem di mana semua orang melakukan hal-hal yang
koruptif, paling tidak, Kita bisa memulainya untuk diri
2
Kita sendiri. Contoh dari apa yang dilakukan oleh
Penghulu Abdul Bakri dari KUA Klaten membuktikan
bahwa itu bisa dilakukan. Karena apapun yang Kita
lakukan, pro dan kontra itu tidak dapat dihindari, tapi,
setidaknya, Kita berada di pihak yang benar. Di lain
pihak, melakukan kebaikan, juga dapat menjadi
inspirasi bagi orang-orang di sekitar Kita. Berhentilah
menuntut pihak atasan untuk berintegritas lebih dulu,
jadikan diri kita contoh atau inspirasi bagi diri Kita
sendiri, orang-orang tercinta di sekitar Kita, untuk
anak-anak Kita. Seperti yang dijelaskan sebelumnya,
tidak ada orang tiba-tiba menjadi berintegritas, butuh
peran lingkungan dalam membentuk pola pikir dan
prinsip memegang teguh prinsip kebenaran. Berkaitan
dengan menjadi inspirasi, menjadi teladan, berikut
adalah video tentang keteladanan yang dilakukan
orang-orang di lingkungan pendidikan, dari tingkat
siswa, orang tua, staf sekolah, guru, hingga pimpinan
tertinggi, kepala sekolah. Menjadi teladan adalah salah
satu bagian dari proses pemberantasan korupsi dari
pilar pendidikan, sehingga generasi muda belajar
secara tidak langsung (indirect learning) dari orang-
orang dewasa dan lingkungan di sekitarnya.

Simak Video berikut:


Menjadi Teladan
https://drive.google.com/file/d/149cYwgP6y98goG6
6JVhwTu-31pQb-Hww/view?usp=sharing

3
3. Mekanisme Akuntabilitas
Setiap organisasi memiliki mekanisme akuntabilitas
tersendiri. Mekanisme ini dapat diartikan secara
berbeda- beda dari setiap anggota organisasi hingga
membentuk perilaku yang berbeda-beda pula. Contoh
mekanisme akuntabilitas organisasi, antara lain sistem
penilaian kinerja, sistem akuntansi, sistem akreditasi,
dan sistem pengawasan (CCTV, finger prints, ataupun
software untuk memonitor pegawai menggunakan
komputer atau website yang dikunjungi).
Untuk memenuhi terwujudnya organisasi sektor
publik yang akuntabel, maka mekanisme akuntabilitas
harus mengandung dimensi:
 Akuntabilitas kejujuran dan hukum
(accountability for probity and legality)
Akuntabilitas hukum terkait dengan kepatuhan
terhadap hukum dan peraturan yang
diterapkan.
 Akuntabilitas proses (process accountability)
Akuntabilitas proses terkait dengan: apakah
prosedur yang digunakan dalam melaksanakan
tugas sudah cukup baik dalam hal kecukupan
sistem informasi akuntansi, sistem informasi
manajemen, dan prosedur administrasi?
Akuntabilitas ini diterjemahkan melalui
pemberian pelayanan publik yang cepat,
responsif, dan murah. Pengawasan dan
pemeriksaan akuntabilitas proses dilakukan
untuk menghindari terjadinya kolusi, korupsi
dan nepotisme.
 Akuntabilitas program (program accountability)
Akuntabilitas ini dapat memberikan
pertimbangan apakah tujuan yang ditetapkan
dapat tercapai, dan Apakah ada alternatif
program lain yang memberikan hasil maksimal
dengan biaya minimal.
 Akuntabilitas kebijakan (policy accountability)
Akuntabilitas ini terkait dengan
pertanggungjawaban pemerintah atas kebijakan
yang diambil terhadap DPR/DPRD dan
masyarakat luas.
3
a. Mekanisme Akuntabilitas Birokrasi Indonesia
Akuntabilitas tidak akan mungkin terwujud
apabila tidak ada alat akuntabilitas. Di Indonesia,
alat akuntabilitas antara lain adalah:
 Perencanaan Strategis (Strategic Plans) yang
berupa Rencana Pembangunan Jangka
Panjang (RPJP-D), Menengah (Rencana
Pembangunan Jangka Menengah/RPJM-D),
dan Tahunan (Rencana Kerja
Pemerintah/RKP-D), Rencana Strategis
(Renstra) untuk setiap Satuan Kerja
Perangkat Daerah (SKPD) dan Sasaran Kerja
Pegawai (SKP) untuk setiap PNS.
 Kontrak Kinerja. Semua Pegawai Negeri Sipil
(PNS) tanpa terkecuali mulai 1 Januari 2014
menerapkan adanya kontrak kerja pegawai.
Kontrak kerja yang dibuat untuk tiap tahun
ini merupakan kesepakatan antara pegawai
dengan atasan langsungnya. Kontrak atau
perjanjian kerja ini merupakan implementasi
dari Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 46
Tahun 2011 tentang Penilaian Prestasi Kerja
PNS hingga Peraturan Pemerintah terbaru
Nomor 30 Tahun 2019 tentang Penilaian
Prestasi Kerja PNS.
 Laporan Kinerja yaitu berupa Laporan
Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah
(LAKIP) yang berisi perencanaan dan
perjanjian kinerja pada tahun tertentu,
pengukuran dan analisis capaian kinerja,
serta akuntabilitas keuangan.
b. Menciptakan Lingkungan Kerja yang Akuntabel
1. Kepemimpinan
Lingkungan yang akuntabel tercipta dari
atas ke bawah dimana pimpinan memainkan
peranan yang penting dalam menciptakan
lingkungannya. Pimpinan mempromosikan
lingkungan yang akuntabel dapat dilakukan
dengan memberikan contoh pada orang lain
(lead by example), adanya komitmen yang
tinggi
3
dalam melakukan pekerjaan sehingga
memberikan efek positif bagi pihak lain untuk
berkomitmen pula, terhindarnya dari aspek-
aspek yang dapat menggagalkan kinerja yang
baik yaitu hambatan politis maupun
keterbatasan sumber daya, sehingga dengan
adanya saran dan penilaian yang adil dan
bijaksana dapat dijadikan sebagai solusi.
2. Transparansi
Tujuan dari adanya transparansi adalah:
 Mendorong komunikasi yang lebih besar
dan kerjasama antara kelompok internal
dan eksternal
 Memberikan perlindungan terhadap
pengaruh yang tidak seharusnya dan
korupsi dalam pengambilan keputusan
 Meningkatkan akuntabilitas dalam
keputusan-keputusan
 Meningkatkan kepercayaan dan keyakinan
kepada pimpinan secara keseluruhan.
4. Integritas
Dengan adanya integritas menjadikan suatu
kewajiban untuk menjunjung tinggi dan
mematuhi semua hukum yang berlaku,
undang-undang, kontrak, kebijakan, dan
peraturan yang berlaku. Dengan adanya
integritas institusi, dapat memberikan
kepercayaan dan keyakinan kepada publik
dan/atau stakeholders.
5. Tanggung Jawab (Responsibilitas)
Responsibilitas institusi dan responsibilitas
perseorangan memberikan kewajiban bagi
setiap individu dan lembaga, bahwa ada suatu
konsekuensi dari setiap tindakan yang telah
dilakukan, karena adanya tuntutan untuk
bertanggungjawab atas keputusan yang telah
dibuat.
Responsibilitas terbagi dalam responsibilitas
perorangan dan responsibilitas institusi.

3
a) Responsibiltas Perseorangan
 Adanya pengakuan terhadap
tindakan yang telah diputuskan
dan tindakan yang telah
dilakukan
 Adanya pengakuan terhadap
etika dalam pengambilan
keputusan
 Adanya keterlibatan konstituen
yang tepat dalam keputusan
b) Responsibilitas Institusi
 Adanya perlindungan terhadap
publik dan sumber daya
 Adanya pertimbangan
kebaikan yang lebih besar
dalam pengambilan keputusan
 Adanya penempatan PNS dan
individu yang lebih baik sesuai
dengan kompetensinya
6. Keadilan
Keadilan adalah landasan utama dari
akuntabilitas. Keadilan harus dipelihara dan
dipromosikan oleh pimpinan pada lingkungan
organisasinya. Oleh sebab itu, ketidakadilan
harus dihindari karena dapat menghancurkan
kepercayaan dan kredibilitas organisasi yang
mengakibatkan kinerja akan menjadi tidak
optimal.
7. Kepercayaan
Rasa keadilan akan membawa pada sebuah
kepercayaan. Kepercayaan ini yang akan
melahirkan akuntabilitas. Dengan kata lain,
lingkungan akuntabilitas tidak akan lahir dari
hal- hal yang tidak dapat dipercaya.
8. Keseimbangan
Untuk mencapai akuntabilitas dalam
lingkungan kerja, maka diperlukan adanya
keseimbangan antara akuntabilitas dan
kewenangan, serta harapan dan kapasitas.

3
Setiap individu yang ada di lingkungan kerja
harus dapat menggunakan kewenangannya
untuk meningkatkan kinerja. Adanya
peningkatan kerja juga memerlukan adanya
perubahan kewenangan sesuai kebutuhan
yang dibutuhkan. Selain itu, adanya harapan
dalam mewujudkan kinerja yang baik juga
harus disertai dengan keseimbangan kapasitas
sumber daya dan keahlian (skill) yang dimiliki.
9. Kejelasan
Kejelasan juga merupakan salah satu elemen
untuk menciptakan dan mempertahankan
akuntabilitas. Agar individu atau kelompok
dalam melaksanakan wewenang dan
tanggungjawabnya, mereka harus memiliki
gambaran yang jelas tentang apa yang menjadi
tujuan dan hasil yang diharapkan. Dengan
demikian, fokus utama untuk kejelasan adalah
mengetahui kewenangan, peran dan
tanggungjawab, misi organisasi, kinerja yang
diharapkan organisasi, dan sistem pelaporan
kinerja baik individu maupun organisasi.
10. Konsistensi
Konsistensi menjamin stabilitas. Penerapan
yang tidak konsisten dari sebuah kebijakan,
prosedur, sumber daya akan memiliki
konsekuensi terhadap tercapainya lingkungan
kerja yang tidak akuntabel, akibat
melemahnya komitmen dan kredibilitas
anggota organisasi.

3
c. Langkah-Langkah yang Harus Dilakukan dalam
Menciptakan Framework Akuntabilitas

Bagan 2 Framework Akuntabilitas

Berikut adalah 5 langkah yang harus dilakukan dalam


membuat framework akuntabilitas di lingkungan
kerja PNS:
 Menentukan tujuan yang ingin dicapai dan
tanggungjawab yang harus dilakukan. Hal ini
dapat dilakukan melalui penentuan tujuan dari
rencana strategis organisasi, mengembangkan
indikator, ukuran dan tujuan kinerja, dan
mengidentifikasi peran dan tanggungjawab
setiap individu dalam organisasi.
 Melakukan perencanaan atas apa yang perlu
dilakukan untuk mencapai tujuan. Cara ini
dapat dilakukan melalui identifikasi program
atau kebijakan yang perlu dilakukan, siapa yang
bertanggungjawab, kapan akan
dilaksanakannya dan biaya yang dibutuhkan.
Selain itu, perlu dilakukannya identifikasi
terhadap sumberdaya yang dimiliki organisasi
serta konsekuensinya, apabila program atau
kebijakan tersebut berhasil atau gagal untuk
dilakukan.

3
 Melakukan implementasi dan memantau
kemajuan yang sudah dicapai. Hal tersebut
penting dilakukan untuk mengetahui hambatan
dari impelementasi kebijakan atau program
yang telah dilakukan.
 Memberikan laporan hasil secara lengkap,
mudah dipahami dan tepat waktu. Hal ini perlu
dilakukan sebagai wujud untuk menjalankan
akuntabilitas dalam menyediakan dokumentasi
dengan komunikasi yang benar serta mudah
dipahami.
 Melakukan evaluasi hasil dan menyediakan
masukan atau feedback untuk memperbaiki
kinerja yang telah dilakukan melalui kegiatan-
kegiatan yang bersifat korektif.
4. Konflik Kepentingan
Konflik kepentingan secara umum adalah suatu keadaan
sewaktu seseorang pada posisi yang diberi kewenangan
dan kekuasaan untuk mencapai tugas dari perusahaan
atau organisasi yang memberi penugasan, sehingga
orang tersebut memiliki kepentingan profesional dan
pribadi yang bersinggungan. Persinggungan
kepentingan ini dapat menyulitkan orang tersebut
untuk menjalankan tugasnya. Duncan Williamson
mengartikan konflik kepentingan sebagai “suatu situasi
dalam mana seseorang, seperti petugas publik, seorang
pegawai, atau seorang profesional, memiliki
kepentingan privat atau pribadi dengan mempengaruhi
tujuan dan pelaksanaan dari tugas-tugas kantornya atau
organisasinya”.

3
Simak Video berikut :
https://www.youtube.com/watch?v=822SB0PgZSs

Untuk memperkuat pemahaman Anda, silakan pelajari


materi-materi terkait pada tautan berikut:
Infografis
 https://aclc.kpk.go.id/learning-
materials/education/infographics/definition-
about-conflict-of-interest
 https://aclc.kpk.go.id/materi-
pembelajaran/pendidikan/infografis/prinsip-
dasar-penanganan-konflik-kepentingan
 https://aclc.kpk.go.id/materi-
pembelajaran/tata-kelola-
pemerintahan/infografis/tahap-tahap-dalam-
penanganan-konflik-kepentingan
 https://aclc.kpk.go.id/materi-
pembelajaran/politik/infografis/faktor-
pendukung-keberhasilan-penanganan-konflik-
kepentingan

Modul Pengelolaan Konflik Kepentingan :


https://acch.kpk.go.id/images/tema/litbang/modul-
integritas/Modul-7-Pengelolaan-Konflik-
Kepentingan.pdf

3
Tipe-tipe Konflik Kepentingan
Ada 2 jenis umum Konflik Kepentingan:
a. Keuangan
Penggunaan sumber daya lembaga (termasuk
dana, peralatan atau sumber daya aparatur) untuk
keuntungan pribadi.
Contoh :
 Menggunakan peralatan lembaga/ unit/
divisi/ bagian untuk memproduksi barang
yang akan digunakan atau dijual secara
pribadi;
 menggunakan peralatan lembaga/ unit/
divisi/ bagian untuk memproduksi barang
yang akan digunakan atau dijual secara
pribadi;
 menerima hadiah atau pembayaran
mencapai sesuatu yang diinginkan;
 menerima dana untuk penyediaan informasi
pelatihan dan/atau catatan untuk suatu
kepentingan;
 menerima hadiah pemasok atau materi
promosi tanpa otoritas yang tepat
b. Non-Keuangan
Penggunaan posisi atau wewenang untuk
membantu diri sendiri dan / atau orang lain.
Contoh:
 Berpartisipasi sebagai anggota panel seleksi
tanpa menggunakan koneksi, asosiasi atau
keterlibatan dengan calon
 Menyediakan layanan atau sumber daya
untuk klub, kelompok asosiasi atau
organisasi keagamaan tanpa biaya
 Penggunaan posisi yang tidak tepat untuk
 memasarkan atau mempromosikan nilai-
nilai atau keyakinan pribadi
Bagaimana cara mengidentifikasi konflik
kepentingan
 Tugas publik dengan kepentingan pribadi
Apakah saya memiliki kepentingan pribadi
atau swasta yang mungkin bertentangan,
atau
3
dianggap bertentangan dengan kewajiban
publik?
 Potensialitas
Mungkinkah ada manfaat bagi saya sekarang,
atau di masa depan, yang bisa meragukan
objektivitas saya?
Bagaimana keterlibatan saya dalam mengambil
keputusan / tindakan dilihat oleh orang lain?
 Proporsionalitas
Apakah keterlibatan saya dalam keputusan
tampak adil dan wajar dalam semua
keadaan?
 Presence of Mind
Apa konsekuensi jika saya mengabaikan
konflik kepentingan? Bagaimana jika
keterlibatan saya dipertanyakan publik?
 Janji
Apakah saya membuat suatu janji atau
komitmen dalam kaitannya dengan
permasalahan? Apakah saya berdiri untuk
menang atau kalah dari tindakan/keputusan
yang diusulkan?
Konsekuensi Kepentingan Konflik
 Hilangnya/berkurangnya kepercayaan dan
stakeholders
 Memburuknya reputasi pribadi atau Institusi
 Tindakan in-disipliner
 Pemutusan hubungan kerja
 Dapat dihukum baik perdata atau pidana

Perilaku berkaitan dengan Konflik Kepentingan


(Conflicts of Interest):
 ASN harus dapat memastikan kepentingan pribadi
atau keuangan tidak bertentangan dengan
kemampuan mereka untuk melakukan tugas- tugas
resmi mereka dengan tidak memihak;
 Ketika konflik kepentingan yang timbul antara
kinerja tugas publik dan kepentingan pribadi atau
personal, maka PNS dapat berhati-hati untuk
kepentingan umum;

4
 ASN memahami bahwa konflik kepentingan
sebenarnya, dianggap ada atau berpotensi ada di
masa depan. Situasi yang dapat menimbulkan
konflik kepentingan, meliputi:
o Hubungan dengan orang-orang yang
berurusan dengan lembaga-lembaga yang
melampaui tingkat hubungan kerja
profesional;
o Menggunakan keuangan organisasi
dengan bunga secara pribadi atau yang
berurusan dengan kerabat seperti:
a. Memiliki saham atau kepentingan lain yang
dimiliki oleh ASN di suatu perusahaan atau
bisnis secara langsung, atau sebagai anggota
dari perusahaan lain atau kemitraan, atau
melalui kepercayaan;
b. memiliki pekerjaan diluar, termasuk peran
sukarela, janji atau direktur, apakah dibayar
atau tidak; dan
c. menerima hadiah atau manfaat.
 Jika konflik muncul, ASN dapat melaporkan kepada
pimpinan secara tertulis, untuk mendapatkan
bimbingan mengenai cara terbaik dalam mengelola
situasi secara tepat;
 ASN dapat menjaga agar tidak terjadi
konflik kepentingan dalam melaksanakan
tugasnya.

5. Pengelolaan Gratifikasi yang Akuntabel


Gratifikasi merupakan salah satu bentuk tindak
pidana korupsi. Mari kita mempelajari lebih dalam
mengenai gratifikasi. Apakah perbedaannya dengan
hadiah, suap-menyuap dan pemerasan?

4
Simaklah video pada tautan berikut:

https://www.youtube.com/watch?v=w5qojU5vWp8&fe
ature=youtu.be

Perbedaan Hadiah dengan Gratifikasi, Suap, dan


Pemerasan
https://youtu.be/i2YnAk-mjrA
Dalam konteks nilai barang dan uang, ataupun
konteks pegawai/pejabat negara, gratifikasi bisa
dikategorikan sebagai gratifikasi netral dan ilegal,
sehingga harus memutuskan, dilaporkan atau tidak
dilaporkan. Ketika harus dilaporkan, menurut Pasal 12C
UU Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan

4
Tindak Pidana Korupsi, Anda punya waktu hingga 30
hari sejak menerimanya. Namun dalam konteks pola
pikir, gratifikasi kerap memberikan dampak sangat
buruk, yang tidak terpikirkan, oleh Kita sebagai pemberi
atau penerima. Coba Kita simak cerita dari seorang Ibu
berikut ini:

Ani adalah seorang Ibu yang memiliki anak bernama


Wati (keduanya nama samaran), setiap hari, Bu Ani
bertekad untuk membuat Wati tidak terlambat ke
sekolah. Setiap pagi, Bu Ani selalu bangun lebih pagi
untuk mempersiapkan segala kebutuhan sekolah Wati.
Sejak kelas 1 SD, Wati tidak pernah terlambat sampai
sekolah, karena setiap pagi, Ibundanya
mengantarkannya ke sekolah tepat waktu. Hingga
akhirnya, pada suatu pagi, Bu Ani terlambat bangun
dan membuat Wati sedih dan bingung. Hingga kelas 5
SD, Wati tidak pernah datang terlambat di sekolah.
Selama perjalanan, Bu Ani selalu meminta maaf kepada
Wati yang panik, sedih, dan menangis karena
mengetahui akan terlambat. Bu Ani berjanji, tidak akan
terlambat bangun lagi. Hari itu, Bu Ani menyaksikan
Wati berjalan dengan gontai ke arah kelompok siswa
yang datang terlambat di depan gerbang sekolah,
menunggu untuk bisa masuk di jam pelajaran ketiga.
Keesokan harinya, Bu Ani menyiapkan alarm berlapis
untuk memastikan tidak terlambat bangun. Semua
disiapkan seperti hari-hari sebelumnya, namun,
sekarang ada yang berbeda, Wati tidak sigap untuk
bersiap. Wati sulit dibangunkan, lambat untuk mandi,
berpakaian dan sarapan. Hasilnya, walau Bu Ani tidak
terlambat bangun, hari kedua itu Wati terlambat lagi.
Sedih rasanya melihat Wati berjalan menuju kelompok
siswa yang terlambat, dan Bu Ani bergegas pulang
karena tidak tega untuk menyaksikan. Ternyata, hari
ketiga, Wati kembali membuat ulah, sulit
dibangungkan, lamban untuk mandi, berpakaian dan
sarapan, dan kembali terlambat. Di hari ke empat,
ketika Wati terlambat lagi, Bu Ani melakukan analisa
layaknya detektif, setelah Wati diturunkan di depan
gerbang sekolah,

4
Bu Ani tidak langsung pergi pulang, melainkan
mencoba mencari tahu, apa yang terjadi terhadap
anaknya. Seperti disamber petir, Bu Ani menyaksikan,
ternyata Wati tidak bergabung dengan siswa yang
terlambat di depan gerbang sekolah, Pak SATPAM
memberikan izin kepada Wati untuk masuk ke
sekolah walau sudah terlambat.
Ternyata, SATPAM yang memberikan izin kepada
Wati untuk masuk ke dalam sekolah adalah SATPAM
yang selama ini membantu Wati keluar dari mobil
atau turun dari motor ketika diantar Bu Ani sejak
kelas 1 SD. Selama itu Bu Ani memberikan sekedar
uang terima kasih, 1000, 2000 atau 5000 rupiah
kepadanya. Tak disangka, karena “gratifikasi” itu, ada
perubahan pola pikir yang terjadi pada SATPAM dan
Wati anaknya. Tergiang bagaimana Wati menjawab
pertanyaannya, “Kenapa Kamu jadi suka terlambat
sekarang, Nak?”, “Kan ada Ibu yang akan bayar Pak
SATPAM…”
6. Membangun Pola Pikir Anti Korupsi
Pentingnya akuntabilitas dan integritas menurut
Matsiliza (2013) adalah nilai yang wajib dimiliki oleh
setiap unsur pelayan publik, dalam konteks modul ini
adalah PNS. Namun, secara spesifik, Matsiliza
menekankan bahwa nilai integritas adalah nilai yang
dapat mengikat setiap unsur pelayan publik secara
moral dalam membentengi institusi, dalam hal ini
lembaga ataupun negara, dari tindakan pelanggaran etik
dan koruptif yang berpotensi merusak kepercayaan
masyarakat. Di luar kewajiban negara yang telah
membuat kebijakan yang terkait sistem yang
berlandaskan transparansi, akuntabilitas, dan integritas,
peran masing-masing individu dalam mengembangkan
pola pikir akuntabel dan berintegritas, atau sering
dibahasakan sebagai pola pikir antikorupsi sangat
dibutuhkan.
Peran lembaga atau negara dalam membuat regulasi
terkait sistem integritas, dalam hal ini, bisa

4
menggunakan SE Kemenpan-RB Nomor 20 Tahun 2021
tentang Implementasi Core Values dan Employer
Branding Aparatur Sipil Negara, adalah membuat
rambu- rambu bagi semua unsur ASN untuk mengetahui
hal yang dapat dan tidak dapat dilakukan. Tapi, faktor
individu dalam menyikapi hal yang baik dan buruk
adalah domain moral yang seharusnya dipegang sebagai
prinsip hidup (Shafritz et al., 2011). Terkait dengan pola
pikir antikorupsi, informasi terkait Dampak Masif dan
Dan Biaya Sosial Korupsi bisa menjadi referensi bagi
Kita untuk melakukan kontempelasi dalam menentukan
sikap untuk ikut berpartisipasi dalam gerakan
pemberantasan korupsi negeri ini.
Impian kita semua untuk mewujudkan cita-cita
kemerdekaan, yaitu Indonesia yang adil, makmur, dan
sejahtera tidak akan terwujud selama masih ada
praktek- praktek korupsi di negeri ini. Ya, korupsi
menggerogoti potensi yang seharusnya bisa
dipergunakan untuk memakmurkan negeri ini. Koruptor
yang memakan nangka, rakyat kebagian getahnya.
Anekdot itu rasanya tepat untuk menggambarkan
kenyataan bahwa rakyat harus menanggung beban
biaya sosial yang ditimbulkan oleh kejahatan para
koruptor. Betulkah bahwa korupsi merupakan biang
keladinya?

Simaklah video Dampak Masif dan Biaya Sosial Korupsi


pada tautan berikut: https://youtu.be/X5gBsV8Q7bU

Dalam konteks kehidupan sehari-hari, di


lingkungan tempat tinggal dan lingkungan kerja,
tanggung jawab moral dalam memegang teguh prinsip
akuntabilitas dan integritas adalah bagian dari pola
pikir antikorupsi. Bisa dimulai dari menganalisa hal-hal
4
kecil yang sering

4
banyak diterabas oleh banyak orang, mulai
memperbaikinya, dan dilakukan mulai dari saat ini. Hal
salah yang banyak dilakukan oleh banyak orang tidak
menjadikan hal tersebut menjadi benar, sebaliknya, hal
benar tidak pernah dilakukan oleh banyak orang tidak
menjadikan hal benar itu menjadi salah. Tidak ada
seorang koruptor pun yang tiba-tiba ingin korupsi,
semua sudah dibiasakan dan dicontohkan sejak mereka
kecil, di keluarga, lingkungan, dan bahkan di lingkungan
kerja. Begitu pula sebaliknya, tidak ada satu pun Tokoh-
tokoh Bangsa yang Kita pelajari pola pikir
berintegritasnya di atas yang tiba-tiba menjadi
berintegritas, semua sudah dibiasakan sejak kecil, di
keluarga dan lingkungannya. Sebagai ASN, Anda tidak
punya pilihan untuk memegang teguh aturan dan
prinsip moral yang menjadi landasan negeri ini dalam
konteks bertanggung jawab kepada masyarakat.

7. Apa yang Diharapkan dari Seorang ASN


Perilaku Individu (Personal Behaviour)
 ASN bertindak sesuai dengan persyaratan
legislatif, kebijakan lembaga dan kode etik yang
berlaku untuk perilaku mereka;
 ASN tidak mengganggu, menindas, atau
diskriminasi terhadap rekan atau anggota
masyarakat;
 Kebiasaan kerja ASN, perilaku dan tempat kerja
pribadi dan profesional hubungan berkontribusi
harmonis, lingkungan kerja yang aman dan
produktif;
 ASN memperlakukan anggota masyarakat dan
kolega dengan hormat, penuh kesopanan,
kejujuran dan keadilan, dan memperhatikan
tepat untuk kepentingan mereka, hak-hak,
keamanan dan kesejahteraan;
PNS membuat keputusan adil, tidak memihak
dan segera, memberikan pertimbangan untuk
semua informasi yang tersedia, undang-undang
dan kebijakan dan prosedur institusi tersebut;

4
 ASN melayani Pemerintah setiap hari dengan
tepat waktu, memberikan masukan informasi
dan kebijakan.

B. Rangkuman
Akuntabilitas dan Integritas banyak dinyatakan oleh
banyak ahli administrasi negara sebagai dua aspek yang
sangat mendasar harus dimiliki dari seorang pelayan publik.
Namun, integritas memiliki keutamaan sebagai dasar seorang
pelayan publik untuk dapat berpikir secara akuntabel.
Kejujuran adalah nilai paling dasar dalam membangun
kepercayaan publik terhadap amanah yang diembankan
kepada setiap pegawai atau pejabat negara.
Setiap organisasi memiliki mekanisme akuntabilitas
tersendiri. Mekanisme ini dapat diartikan secara berbeda-
beda dari setiap anggota organisasi hingga membentuk
perilaku yang berbeda-beda pula. Contoh mekanisme
akuntabilitas organisasi, antara lain sistem penilaian kinerja,
sistem akuntansi, sistem akreditasi, dan sistem pengawasan
(CCTV, finger prints, ataupun software untuk memonitor
pegawai menggunakan komputer atau website yang
dikunjungi).
Hal-hal yang penting diperhatikan dalam membangun
lingkungan kerja yang akuntabel adalah: 1) kepemimpinan, 2)
transparansi, 3) integritas, 4) tanggung jawab
(responsibilitas), 5) keadilan, 6) kepercayaan, 7)
keseimbangan, 8) kejelasan, dan 9) konsistensi. Untuk
memenuhi terwujudnya organisasi sektor publik yang
akuntabel, maka mekanisme akuntabilitas harus mengandung
3 dimensi yaitu Akuntabilitas kejujuran dan hukum,
Akuntabilitas proses, Akuntabilitas program, dan
Akuntabilitas kebijakan.
Pengelolaan konflik kepentingan dan kebijakan gratifikasi
dapat membantu pembangunan budaya akuntabel dan
integritas di lingkungan kerja. Akuntabilias dan integritas
dapat menjadi faktor yang kuat dalam membangun pola pikir
dan budaya antikorupsi.

4
C. Soal Latihan
1. Untuk memenuhi terwujudnya organisasi sektor publik yang
akuntabel, maka mekanisme akuntabilitas harus mengandung
dimensi Akuntabilitas Kejujuran dan Hukum, Akuntabilitas
Proses, Akuntabilitas Program, serta Akuntabilitas Kebijakan.
Ada Studi Kasus Seperti Berikut :

Pemerintah Pusat maupun daerah sudah memulai


Pertanyaannya, termasuk dimensi akuntabilitas apakah studi
program pengadaan barang dan jasa dengan mekanisme
kasus tersebut? Jelaskan.
secara elektronik yang disebut e-procurement.
Tujuannya
2. Simaklah adalah
video pertama, agar tidak ada main mata
berikut:
antara
Video inipengada proyek
bercerita danSeseorang
tentang pihak yangyang
mengadakan
menang dalam
proyektender
sebuah (Meminimalisir
pengadaanKasus
yangKKN). Kedua,
berniat inginagar
memberikan
pelaksanaan
‘hadiah’ kepadapengadaan
Pejabat barang
Lelang dan jasadianggapkan
yang dapat telah
dilaksanakan
berjasa dengan cepat
atas pemilihan dan teratur
perusahaannya. Namun, dalam
perjalanan memberikan ‘hadiah’ tersebut banyak rintangan
yang dihadapi. Untuk lebih jelasnya, simaklah video tersebut
pada tautan berikut.
https://youtu.be/4Yle_pbs9aA

4
Berdasarkan video yang Anda yang Anda simak, isilah
tabel berikut:

No Poin-poin yang Jawaban


dianalisis

1 Kondisi apa yang


membuat cerita di
video itu berpotensi
menjadi kasus Tindak
Pidana Korupsi?

2 Jenis tindak pidana


korupsi apa yang
relevan dengan cerita
di video itu?

3 Siapa saja pihak di


dalam video itu yang
akan terjerat dalam
kasus korupsi?

4 Kondisi apa yang bisa


menjadikan cerita di
dalam video itu
menjadi sebuah kasus
Tindak Pidana
Korupsi?

5 Apa dampak yang


akan terjadi ke
depannya bila cerita
tersebut menjadi
sebuah kasus Tindak
Pidana Korupsi?

5
6 Apakah menurut
Anda apa yang
dilaukan oleh Pejabat
Lelang sudah benar?
Jelaskan kenapa?

7 Selain Pemenang
Lelang dan Pejabat
Lelang, siapa lagi yang
bisa berperan agak
kasus itu tidak terjadi?

8 Bila Anda harus


memilih salah satu
perang dalam video
itu, Apa yang akan
Anda lakukan?

5
BAB V
AKUNTABEL DALAM KONTEKS ORGANISASI
PEMERINTAHAN

A. Uraian Materi
1. Transparansi dan Akses Informasi
Keterbukaan informasi telah dijadikan standar normatif
untuk mengukur legitimasi sebuah pemerintahan. Dalam payung
besar demokrasi, pemerintah senantiasa harus terbuka kepada
rakyatnya sebagai bentuk legitimasi (secara substantif).
Partisipasi ini dapat berupa pemberian dukungan atau penolakan
terhadap kebijakan yang diambil pemerintah ataupun evaluasi
terhadap suatu kebijakan.
Ketersediaan informasi publik ini nampaknya telah
memberikan pengaruh yang besar pada berbagai sektor dan
urusan publik di Indonesia. Salah satu tema penting yang
berkaitan dengan isu ini adalah perwujudan transparansi tata
kelola keterbukaan informasi publik, dengan diterbitkannya UU
Nomor
14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik
(selanjutnya disingkat: KIP). Konteks lahirnya UU ini secara
substansial adalah memberikan jaminan konstitusional agar
praktik demokratisasi dan good governance bermakna bagi
proses pengambilan kebijakan terkait kepentingan publik, yang
bertumpu pada partisipasi masyarakat maupun akuntabilitas
lembaga penyelenggara kebutuhan publik.
Seperti bunyi Pasal 3 UU Nomor 14 Tahun 2008 tercantum
beberapa tujuan, sebagai berikut: (1) Menjamin hak warga negara
untuk mengetahui rencana pembuatan kebijakan publik, program
kebijakan publik, dan proses pengambilan keputusan publik,
serta alasan pengambilan suatu keputusan publik; (2) Mendorong
partisipasi masyarakat dalam proses pengambilan kebijakan
publik; (3) Meningkatkan peran aktif masyarakat dalam
pengambilan kebijakan publik dan pengelolaan Badan Publik
yang baik; (4) Mewujudkan penyelenggaraan negara yang baik,
yaitu yang transparan, efektif dan efisien, akuntabel serta dapat
dipertanggungjawabkan; (5) Mengetahui alasan kebijakan publik
yang mempengaruhi hajat hidup orang banyak; (6)
Mengembangkan ilmu pengetahuan dan mencerdaskan
kehidupan bangsa; dan/atau (7) Meningkatkan pengelolaan dan
pelayanan
5
informasi di lingkungan Badan Publik untuk menghasilkan
layanan informasi.
Semua warga negara Indonesia berhak mendapatkan
informasi publik1 dari semua Badan Publik. Informasi publik
disini adalah “Informasi publik adalah informasi yang dihasilkan,
disimpan, dikelola, dikirim, dan/atau diterima oleh suatu Badan
Publik yang berkaitan dengan penyelenggara dan
penyelenggaraan negara dan/atau penyelenggara dan
penyelenggaraan Badan Publik lainnya yang sesuai dengan
Undang-undang ini serta informasi lain yang berkaitan dengan
kepentingan publik” (Pasal 1 Ayat 2). Informasi publik terbagi
dalam 2 kategori:
 Informasi yang wajib disediakan dan diumumkan.
 nformasi yang dikecualikan (informasi publik yang perlu
dirahasiakan). Pengecualiannya tidak boleh bersifat
permanen. Ukuran untuk menjadikan suatu informasi publik
dikecualikan atau bersifat rahasia adalah: (i) Undang-
undang; (ii) kepatutan; dan (iii) kepentingan umum.
Sedangkan Badan Publik adalah lembaga eksekutif, legislatif,
yudikatif, dan badan lain yang fungsi dan tugas pokoknya
berkaitan dengan penyelenggaraan negara, yang sebagian atau
seluruh dananya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara dan/atau Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah, atau organisasi nonpemerintah yang sebagian atau
seluruh dananya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara dan/atau Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah, sumbangan masyarakat, dan/atau luar negeri (Pasal 1
Ayat 3).
Keterbukaan informasi - memungkinkan adanya
ketersediaan (aksesibilitas) informasi bersandar pada beberapa
prinsip. Prinsip yang paling universal (berlaku hampir diseluruh
negara dunia) adalah:
 Maximum Access Limited Exemption (MALE)
Pada prinsipnya semua informasi bersifat terbuka dan bisa
diakses masyarakat. Suatu informasi dapat dikecualikan
hanya karena apabila dibuka, informasi tersebut dapat
merugikan kepentingan publik. Pengecualian itu juga harus
bersifat terbatas, dalam arti : (i) hanya informasi tertentu
yang dibatasi; dan (ii) pembatasan itu tidakberlaku
permanen.
 Permintaan Tidak Perlu Disertai Alasan

5
Akses terhadap informasi merupakan hak setiap orang.
Konsekuensi dari rumusan ini adalah setiap orang bisa
mengakses informasi tanpa harus disertai alasan untuk apa
informasi tersebut diperlukan. Seorang pengacara publik
tidak perlu menjelaskan secara detail untuk apa ia
membutuhkan informasi tentang suatu putusan pengadilan
yang telah berkekuatan hukum tetap. Prinsip ini penting
untuk menghindari munculnya penilaian subjektif pejabat
publik ketika memutuskan permintaan informasi tersebut.
Pejabat publik bisa saja khawatir informasi itu
disalahgunakan. Argumentasi ini sebenarnya kurang kuat,
karena penyalahgunaan informasi tetap bisa dipidanakan.
 Mekanisme yang Sederhana, Murah, dan Cepat Nilai dan
daya guna suatu informasi sangat ditentukan oleh konteks
waktu. Seorang wartawan misalnya, terikat pada deadline
saat ia meminta informasi yang berkaitan dengan berita
yang sedang dia tulis. Dalam kasus lain, seorang penggiat
hak asasi manusia membutuhkan informasi yang cepat,
murah, dan sederhana dalam aktivitasnya. Informasi bisa
jadi tidak berguna jika diperoleh dalam jangka waktu yang
lama, karena bisa tertutup oleh informasi yang lebih baru.
Selain itu, mekanisme penyelesaian sengketa informasi juga
harus sederhana.
 Informasi Harus Utuh dan Benar
Informasi yang diberikan kepada pemohon haruslah
informasi yang utuh dan benar. Jika informasi tersebut tidak
benar dan tidak utuh, dikhawatirkan menyesatkan
pemohon. Dalam aktivitas pasar modal biasanya ada
ketentuan yang melarang pemberian informasi yang tidak
benar dan menyesatkan (misleading information). Seorang
advokat atau akuntan publik biasanya mencantumkan
klausul disclaimer. Pendapat hukum dan pendapat akuntan
dianggap benar berdasarkan dokumen yang diberikan oleh
pengguna jasa.
 Informasi Proaktif
Badan publik dibebani kewajiban untuk menyampaikan
jenis informasi tertentu yang penting diketahui publik.
Misalnya, informasi tentang bahaya atau bencana alam wajib
disampaikan secara proaktif oleh Badan Publik tanpa perlu
ditanyakan oleh masyarakat.
 Perlindungan Pejabat yang Beritikad Baik

5
Perlu ada jaminan dalam undang-undang bahwa pejabat
yang beriktikad baik harus dilindungi. Pejabat publik yang
memberikan informasi kepada masyarakat harus dilindungi
jika pemberian informasi dilandasi itikad baik. Misalnya,
pejabat yang memberikan bocoran dan dokumen tentang
praktik korupsi di instansinya.

Atas dasar prinsip tersebut, maka pada dasarnya semua


PNS berhak memberikan informasi, namun dalam prakteknya
tidak semua PNS punya kemampuan untuk memberikan
informasi berdasarkan berapa prinsip-prinsip diatas (seperti
resiko dampak kerugian yang muncul, utuh dan benar). Pejabat
publik yang paling kapabel dan berwenang untuk memberikan
akses informasi publik dan informasi publik ialah Pejabat
Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID). Tugas mayoritas
ASN dalam konteks informasi ialah hanya berwenang
memberikan informasi atas apa yang dibutuhkan oleh pimpinan
untuk mendukung pelaksanaan tugasnya.
Perilaku Berkaitan dengan Transparansi dan Akses
Informasi (Transparency and Official Information Access)
 ASN tidak akan mengungkapkan informasi resmi atau
dokumen yang diperoleh selain seperti yang
dipersyaratkan oleh hukum atau otorisas yang
diberikan oleh institusi;
 ASN tidak akan menyalahgunakan informasi resmi
untuk keuntungan pribadi atau komersial untuk diri
mereka sendiri atau yang lain. Penyalahgunaan
informasi resmi termasuk spekulasi saham berdasarkan
informasi rahasia dan mengungkapkan isi dari surat-
surat resmi untuk orang yang tidak berwenang;
 ASN akan mematuhi persyaratan legislatif, kebijakan
setiap instansi dan semua arahan yang sah lainnya
mengenai komunikasi dengan menteri, staf menteri,
anggota media dan masyarakat pada umumnya.

2. Praktek Kecurangan dan Perilaku Korup


Aparat pemerintah dituntut untuk mampu
menyelenggarakan pelayanan yang baik untuk publik. Hal ini
berkaitan dengan tuntutan untuk memenuhi etika birokrasi yang
berfungsi memberikan pelayanan kepada masyarakat. Etika
pelayanan publik adalah suatu panduan atau pegangan yang
harus
5
dipatuhi oleh para pelayan publik atau birokratuntuk
menyelenggarakanpelayanan yang baik untuk publik. Buruknya
sikap aparat sangat berkaitan dengan etika.
Isu etika menjadi sangat vital dalam administrasi publik
dalam penyelenggaraan pelayanan sebagai inti dari administrasi
publik. Diskresi administrasi menjadi starting point bagi masalah
moral atau etika dalam dunia administrasi publik Rohr (1989: 60
dalam Keban 2008: 166). Sayangnya etika pelayanan publik di
Indonesia belum begitu diperhatikan. Buruknya etika para
aparatur pemerintah Indonesia dapat terlihat dari masih
banyaknya keluhan oleh masyarakat. Laporan Ombudsman
Tahun 2020 terkait kasus dugaan maladministrasi
mengilustrasikan hal tersebut.

Tabel 2. Laporan Masyarakat Berdasarkan Dugaan


Maladministrasi

Dari Tabel diatas terlihat bahwa laporan masyarakat


terbanyak adalah dikarenakan Penundaan Berlarut (31,57%),
Penyimpangan Prosedur (24,77%), dan Tidak Memberikan
Pelayanan (24,39%) dari seluruh laporan yang masuk. Hal ini
menjadi bukti bahwa buruknya layanan publik terus tumbuh di

5
tubuh birokrasi Indonesia yang berkaitan dengan etika para
pelaksananya yaitu aparat pemerintah.
Walaupun data dugaan Penyalahgunaan Wewenang hanya
3.36% dari total keseluruhan laporan, namun, ketiga aspek
teratas juga merupakan bagian dari penyalahgunaan wewenang
yang dimiliki oleh personil pemberi layanan. Penyalahgunaan
wewenang akan berdampak pada praktek kecurangan (fraud).
The Institute of Internal Auditor (“IIA”), mendefinisikan fraud
sebagai “Anarray of irregularities and illegal actscharacterized by
intentional deception”: sekumpulan tindakan yang tidak diizinkan
dan melanggar hukum yang ditandai dengan adanya unsur
kecurangan yang disengaja. International Standards of Auditing
seksi 240 – The Auditor’s Responsibility to Consider Fraud in an
Audit of Financial Statement paragraph 6 mendefenisikan fraud
sebagai “...tindakan yang disengaja oleh anggota manajemen
perusahaan, pihak yang berperan dalam governance perusahaan,
karyawan, atau pihak ketiga yang melakukan pembohongan atau
penipuan untuk memperoleh keuntungan yang tidak adil atau
illegal”.
Cakupan (tipologi) dari fraud sangat luas. Association of
Certified Fraud Examiners (“ACFE”) di Amerika Serikat menyusun
peta mengenai fraud. Peta ini berbentuk pohon, dengan cabang
dan ranting. Tiga cabang utama dari fraud tree adalah: (1)
kecurangan tindak pidana korupsi, (2) kecurangan penggelapan
asset (assetmisappropriation), dan (3) kecurangan dalam laporan
keuangan (fraudulent statement).
Pada umumnya fraud terjadi karena tiga hal yang dapat
terjadi secara bersamaan, yaitu:
 Insentif atau tekanan untuk melakukan fraud. Beberapa
contoh pressure dapat timbul karena masalah keuangan
pribadi. Sifat-sifat buruk seperti berjudi, narkoba, berhutang
berlebihan dan tenggat waktu dan target kerja yang tidak
realistis.
 Sikap atau rasionalisasi untuk membenarkan tindakan fraud.
Hal ini terjadi karena seseorang mencari pembenaran atas
aktifitasnya yang mengandung fraud. Pada umumnya para
pelaku fraud meyakini atau merasa bahwa tindakannya
bukan merupakan suatu kecurangan tetapi adalah suatu
yang memang merupakan haknya, bahkan kadang pelaku
merasa telah berjasa karena telah berbuat banyak untuk
organisasi. Dalam beberapa kasus lainnya terdapat pula
kondisi dimana
5
pelaku tergoda untuk melakukan fraud karena merasa rekan
kerjanya juga melakukan hal yang sama dan tidak menerima
sanksi atas tindakan fraud tersebut.
 Sikap atau rasionalisasi untuk membenarkan tindakan fraud.
Hal ini terjadi karena seseorang mencari pembenaran atas
aktifitasnya yang mengandung fraud. Pada umumnya para
pelaku fraud meyakini atau merasa bahwa tindakannya
bukan merupakan suatu kecurangan tetapi adalah suatu
yang memang merupakan haknya, bahkan kadang pelaku
merasa telah berjasa karena telah berbuat banyak untuk
organisasi. Dalam beberapa kasus lainnya terdapat pula
kondisi dimana pelaku tergoda untuk melakukan fraud
karena merasa rekan kerjanya juga melakukan hal yang
sama dan tidak menerima sanksi atas tindakan fraud
tersebut.
Keberhasilan pembangunan suatu etika perilaku dan
kultur organisasi yang anti kecurangan dapat mendukung secara
efektif penerapan nilai-nilai budaya kerja, yang sangat erat
hubungannya dengan hal-hal atau faktor-faktor penentu
keberhasilannya yang saling terkait antara satu dengan yang
lainnya, yaitu : 1) Komitmen dari Top Manajemen Dalam
Organisasi; 2) Membangun Lingkungan Organisasi Yang Kondusif:
3) Perekrutan dan Promosi Pegawai; 4)Pelatihan nilai- nilai
organisasi atau entitas dan standar-standar pelaksanaan; 5)
Menciptakan Saluran Komunikasi yang Efektif; dan 6) Penegakan
kedisiplinan.
Seluruh PNS dapat turut serta mengembangkan
lingkungan kerja yang positif untuk membantu pembentukan
suatu etika dan aturan perilaku internal organisasi. Setiap orang
dapat memberikan pandangan-pandangan dalam pengembangan
dan pembaharuan etika dan aturan perilaku (code of conduct)
yang berlaku dalam organisasi; berperilaku yang sesuai dengan
code of conduct; memberikan masukan kepada pimpinan
sebelum mengambil keputusan penting atau yang berhubungan
dengan masalah hukum dan implementasinya terhadap
pelaksanaan sanksi pelanggaran etika dan aturan perilaku
organisasi.
Perilaku berkaitan dengan menghindari perilaku yang
curang dan koruptif (Fraudulent and Corrupt Behaviour):
 ASN tidak akan terlibat dalam penipuan atau korupsi;
 ASN dilarang untuk melakukan penipuan yang menyebabkan
kerugian keuangan aktual atau potensial untuk setiap orang
5
atau institusinya;

5
 ASN dilarang berbuat curang dalam menggunakan posisi dan
kewenangan mereka untuk keuntungan pribadinya;
 ASN akan melaporkan setiap perilaku curang atau korup;
 ASN akan melaporkan setiap pelanggaran kode etik badan
mereka;
 ASN akan memahami dan menerapkan kerangka
akuntabilitas yang berlaku di sektor publik.
3. Penggunaan Sumber Daya Milik Negara
Untuk kelancaran aktivitas pekerjaan, hampir semua
instansi pemerintah dilengkapi dengan berbagai fasilitas seperti
telepon, komputer, internet dan sebagainya. Tidak hanya itu,
bahkan semua instansi pemerintah memiliki aset-aset lain,
seperti rumah dinas, mobil dan kendaraan dinas lainnya.
Kesemuanya itu dimanfaatkan untuk mencapai tujuan organisasi
dalam melayani publik. Oleh karena itu disebut sebagai fasilitas
publik.
Fasilitas publik dilarang pengunaannya untuk kepentingan
pribadi, sebagai contoh motor atau mobil dinas yang tidak boleh
digunakan kepentingan pribadi. Hal-hal tersebut biasanya sudah
diatur secara resmi oleh berbagai aturan dan prosedur yang
dikeluarkan pemerintah/instansi. Setiap PNS harus memastikan
bahwa:
 Penggunaannya diaturan sesuai dengan prosedur yang
berlaku
 Penggunaannya dilaklukan secara bertanggung- jawab dan
efisien
 Pemeliharaan fasilitas secara benar dan bertanggungjawab.
Namun, kadang permasalahannya tidak selalu “hitam dan
putih”. Mari kita ambil contoh kasus.
Contoh Kasus
Seorang PNS mendapat fasilitas mobil dinas. Suatu malam,
anaknya yang balita tiba-tiba panas tinggi, bolehkan dia
menggunakan mobil dinasnya untuk membawa sang anak
ke Rumah Sakit? Bagaimana jika kelurga tetangga yang
sakit meminjam mobil dinas tersebut untuk pergi berobat?
Dalam banyak kasus, penggunaan fasilitas publik sering
terkait dengan masalah etika. Dalam penggunaan fasilitas
publik, pertanyaan-pertanyaan berikut dapat membantu
dalam pengambilan keputusan:
 Apakah penggunaan fasilitas tertentu dapat
merugikan instansi dan negara?
6
 Apakah penggunaan fasilitas tertentu merugikan
reputasi pribadi Anda dan juga yang lain?
 Apakah penggunaan fasilitas menguntung diri
pribadi semata?
4. Penyimpanan dan Penggunaan dan Informasi Pemerintah
Mulgan (1997) mengidentifikasikan bahwa proses suatu
organisasi akuntabel karena adanya kewajiban untuk menyajikan
dan melaporkan informasi dan data yang dibutuhkan oleh
masyarakat atau pembuat kebijakan atau pengguna informasi
dan data pemerintah lainnya.
Informasi ini dapat berupa data maupun
penyampaian/penjelasan terhadap apa yang sudah terjadi, apa
yang sedang dikerjakan, dan apa yang akan dilakukan. Jadi,
akuntabilitas dalam hal ini adalah bagaimana pemerintah atau
aparatur dapat menjelaskan semua aktifitasnya dengan
memberikan data dan informasi yang akurat terhadap apa yang
telah mereka laksanakan, sedang laksanakan dan akan
dilaksanakan. Hal yang tidak kalah pentingnya adalah akses dan
distribusi dari data dan informasi yang telah dikumpulkan
tersebut, sehingga pengguna/stakeholders mudah untuk
mendapatkan informasi tersebut.
Informasi dan data yang disimpan dan dikumpulkan serta
dilaporkan tersebut harus relevant (relevan), reliable (dapat
dipercaya), understandable (dapat dimengerti), serta comparable
(dapat diperbandingkan), sehingga dapat digunakan
sebagaimana mestinya oleh pengambil keputusan dan dapat
menunjukkan akuntabilitas publik. Untuk lebih jelasnya, data
dan informasi yang disimpan dan digunakan harus sesuai
dengan prinsip sebagai berikut:
 Relevant information diartikan sebagai data dan
informasi yang disediakan dapat digunakan untuk
mengevaluasi kondisi sebelumnya (past), saat ini
(present) dan yang akan datang (future).
 Reliable information diartikan sebagai informasi
tersebut dapat dipercaya atau tidak bias.
 Understandable information diartikan sebagai
informasi yang disajikan dengan cara yang mudah
dipahami pengguna (user friendly) atau orang yang
awam sekalipun.
 Comparable information diartikan sebagai
informasi yang diberikan dapat digunakan oleh
pengguna
6
untuk dibandingkan dengan institusi lain yang
sejenis.

Contoh dari akuntabilitas ini adalah bagaimana suatu


organisasi (sekolah) dapat mengumpulkan dan menyajikan data
dan informasi yang dibutuhkan. Baik data dan informasi yang
dibutuhkan oleh murid, orang tua murid, guru, kepala sekolah,
masyrarakat, pemerintah sebagai bagian dari akunbatilitasnya
terhadap publik. Sekolah memiliki hubungan yang sangat penting
untuk berkewajiban akuntabel pada pemerintah, masyarakat,
guru dan murid. Jadi informasi tentang perkembangan sekolah,
kegiatan- kegiatan dan kebijakannya adalah bagian dari
akuntabilitas. Informasi dan data tersebut meliputi keuangan,
pelayanan, efisiensi dan efektifitas operasional.
Perilaku berkaitan dengan Penyimpanan dan Penggunaan
Data serta Informasi Pemerintah (Record Keeping and Use of
Government Information):
 ASN bertindak dan mengambil keputusan secara
transparan;
 ASN menjamin penyimpanan informasi yang
bersifat rahasia;
 ASN mematuhi perencanaan yang telah ditetapkan;
 ASN diperbolehkan berbagi informasi untuk
mendorong efisiensi dan kreativitas;
 ASN menjaga kerahasiaan yang menyangkut
kebijakan negara;
 ASN memberikan informasi secara benar dan tidak
menyesatkan kepada pihak lain yang memerlukan
informasi terkait kepentingan kedinasan;
 ASN tidak menyalahgunakan informasi intern
negara, tugas, status, kekuasaan, dan jabatannya
untuk mendapat atau mencari keuntungan atau
manfaat bagi diri sendiri atau untuk orang lain.

6
5. Membangun Budaya Anti Korupsi di Organisasi Pemerintahan

Gambar 1. Data Penanganan Perkara TPK Juni 2021

Data dari Komisi Pemberantasn Korupsi Bulan Juni 2021,


perkara Tindak Pidana Korupsi masih banyak dilakukan oleh
unsur Swasta (343 kasus), Anggota DPR dan DPRD (282 kasus),
Eselon I, II, III, dan IV (243 kasus), lain-lain (174 kasus), dan
Walikota/Bupati dan Wakilnya (135 kasus). Dari keseluruhan
kasus, 80% adalah kasus suap, gratifikasi, dan PBJ. Aulich (2011)
mengatakan, terkait pemberantasan korupsi, peran negara dalam
menciptakan sistem antikorupsi dapat dilakukan melalui
peraturan perundangan, legislasi, dan perumusan kode etik
ataupun panduan perilaku. Indonesia tidak kekurangan regulasi
yang mengatur itu semua, Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014
Tentang Admnistrasi Pemerintahan, Surat Edaran Menteri
Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi nomor
20 Tahun 2021, bahkan Undan-Undang Nomor 31 Tahun 1999
Tentang Tindak Pidana Korupsi.
Bila Kita kembali ke pembahasan terkait ‘tanggung jawab’,
dimensi yang melatar belakangi usaha memenuhi Tanggung
Jawab Individu dan Institusi ada 2, yaitu: 1) dimensi aturan,
sebagai panduan bagi setiap unsur pemerintahan hal-hal yang
dapat dan tidak dapat dilakuan, dan 2) dimensi moral individu.
Sebagai ASN, Anda tidak terlepas dari kedua dimensi tersebut.
Oleh sebab itu, (Shafritz et al., 2011) menekankan bahwa fondasi
paling utama dari unsur pegawai ataupun pejabat negara adalah
integritas.
6
Dengan integritas yang tinggi, dimensi aturan akan dapat dilihat
dengan lurus dan jelas. Tanpa integritas, aturan hanya akan
dipandang sebatas dokumen dan berpotensi dipersepsikan sesuai
dengan kebutuhan dan kondisi.
Untuk membangun budaya antikorupsi di organisasi
pemerintahan, dapat mengadopsi langkah-langkah yang
diperlukan dalam penanganan Konflik Kepentingan:
https://aclc.kpk.go.id/materi-pembelajaran/tata-kelola-
pemerintahan/infografis/tahap-tahap-dalam-penanganan-
konflik-kepentingan.
 Penyusunan Kerangka Kebijakan,
 Identifikasi Situasi Konflik Kepentingan,
 Penyusunan Strategi Penangan Konflik
Kepentingan, dan
 Penyiapan Serangkaian Tindakan Untuk Menangani
Konflik Kepentingan.
Penyusunan Kode Etik, Dukungan Lembaga, dan Sangsi
bagi pelaku pelanggaran adalah beberapa hal yang sangat penting
untuk dapat menjadi perhatian. Namun, memegang teguh prinsip
moral, integritas, adalah kunci utama dari terlaksananya sistem
yang disiapkan. Dari beberapa kasus yang dapat diakses pada U4
Expert Answer (diakses: 8 Oktober 2021), Akuntabilitas Pimpinan
Lembaga juga menjadi hal penting untuk menjadi pegangan
tindak dan perilaku pegawai di lingkungan lembaga atau institusi.
Namun, untuk menjadi teladan atau inspirasi, Anda tidak perlu
menunggu untuk menjadi pimpinan terlebih dahulu. Ingat, tidak
ada satu pun Tokoh-Tokoh Bangsa yang berintegritas yang tiba-
tiba memiliki integritas yang tinggi, semua perlu dikomitmenkan,
dilatih, dibiasakan, dan dicontohkan.
B. Rangkuman
 Ketersediaan informasi publik telah memberikan
pengaruh yang besar pada berbagai sektor dan urusan
publik di Indonesia. Salah satu tema penting yang
berkaitan dengan isu ini adalah perwujudan
transparansi tata kelola keterbukaan informasi publik,
dengan diterbitkannya UU Nomor 14 Tahun 2008
tentang Keterbukaan Informasi Publik (selanjutnya
disingkat: KIP).
 Aparat pemerintah dituntut untuk mampu
menyelenggarakan pelayanan yang baik untuk publik.

6
Hal ini berkaitan dengan tuntutan untuk memenuhi
etika birokrasi yang berfungsi memberikan pelayanan
kepada masyarakat. Etika pelayanan publik adalah
suatu panduan atau pegangan yang harus dipatuhi oleh
para pelayan publik atau birokrat untuk
menyelenggarakan pelayanan yang baik untuk publik.
Buruknya sikap aparat sangat berkaitan dengan etika.
 Ada 2 jenis umum konflik kepentingan yaitu keuangan
(Penggunaan sumber daya lembaga termasuk dana,
peralatan atau sumber daya aparatur untuk
keuntungan pribadi) dan non-keuangan (Penggunaan
posisi atau wewenang untuk membantu diri sendiri
dan /atau orang lain).
 Untuk membangun budaya antikorupsi di organisasi
pemerintahan, dapat mengadopsi langkah-langkah
yang diperlukan dalam penanganan Konflik
Kepentingan:
 Penyusunan Kerangka Kebijakan,
 Identifikasi Situasi Konflik Kepentingan,
 Penyusunan Strategi Penangan Konflik
Kepentingan, dan
 Penyiapan Serangkaian Tindakan Untuk
Menangani Konflik Kepentingan.

C. Soal Latihan
1. Konflik kepentingan adalah situasi yang timbul di mana
tugas publik dan kepentingan pribadi bertentangan. Ada
dua jenis umum Konflik Kepentingan yaitu Keuangan
(Penggunaan sumber daya lembaga termasuk dana,
peralatan atau sumber daya aparatur untuk keuntungan
pribadi) dan Non-Keuangan (Penggunaan posisi atau
wewenang untuk membantu diri sendiri dan / atau orang
lain). Ada contoh studi kasus seperti berikut: Bahwa ada
seseorang Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) menunjuk
satu pemenang tender proyek pengadaan barang dan jasa
publik tanpa melalui proses yang akuntabel dan
transparan (terindikasi ada permainan atau kongkalikong
antara pemberi dan penerima proyek). Dilihat dari jenis
umum konflik kepentingan, temasuk jenis konflik
kepentingan apakah studi kasus tersebut? Jelaskan.

6
2. Pelajari tulisan berikut:

Selain SPPD Fiktif, BPK Juga Temukan Dugaan Mark


Up Anggaran di Pemko Dumai
DUMAI, RIAULINK.COM - Selain menemukan surat
pertanggungjawaban (SPJ) fiktif pada perjalanan dinas
aparatur sipil negara (ASN) di Pemerintah Kota Dumai,
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI Perwakilan Riau
juga menemukan Mark up atau penggelembungan
anggaran di bagian umum.
Berdasarkan laporan hasil pemeriksaan (LHP) pada
tahun anggaran 2017 lalu, BPK menemukan sejumlah
keanehan di satker tersebut pada kegaiatn penyediaan
makan dan minum yang tak sesuai dengan bukti
kuintansi pembelian.

Bukti kuitansi tersebut dapat ditunjukkan oleh pejabat


pelaksana teknis kegiatan (PPTK) bagian umum selaku
pihak penanggungjawab dalam penyediaan makan
minum rapat, penyambutan tamu dan kegiatan
pemerintah Kota Dumai. Sesuai LHP BPK terdapat selisih
bayar mencapai Rp20.238.622,- antara SPJ makan dan
minum yang dibayarkan Pemko Dumai melalui bagian
keuangan kepada rekan kerja dengan bukti kuitansi
pembelian yang bisa ditunjukkan PPTK kepada BPK RI
saat melakukan pemeriksaan.Selain itu BPK juga
menemukan kejanggalan dalam laporan yang
disampaikan kepada mereka, yakni setiap laporan
bulanan pengadaan makanan dan minuman oleh bagian
umum Sekretariat Daerah Kota Dumai jumlah dan
jenisnya selalu sama.

Dalam laporan BPK juga menunjukkan upaya mark up


anggaran pengadan makan dan minum petugas jaga
rumah dinas Wali Kota dan Wakil Wali Kota Dumai.
Disebutkan ada 25 petugas jaga rumah kediaman dua
pemimpin Kota Dumai ini yang dibagi menjadi tiga shift.
Dimana setiap shift bagian umum menyediakan snack
dan makan bagi petugas jaga. Pada shift pagi, BPK
menemukan adanya pengelembungan jumlah pengadaan
snack. Dimana dari SPJ yang disampaikan bagian umum
menyediakan 25 kotak snack namun bukti pemeriksaan
6
hanya ditemukan sembilan kotak untuk sembilan orang
petugas jaga pagi.

Sementara untuk makan siang petugas juga juga terdapat


selisih yang sangat signifikan. Dimana untuk makan
dalam pemeriksaan hanya menyediakan sembilan kotak
namun dalam SPJ pencairan digelembungkan mencapai
15 kotak. Sementara di lain kesempatan saat media ini
meminta tanggapan dari salah seorang warga Dumai
terkait kabar yang sempat menghebohkan di kalangan
masyarakat ini, Ar sangat mengutuk keras aksi
penyelewengan tersebut. Tindakan tersebut menurutnya
tidak hanya merugikan daerah, namun juga masyarakat.
Sumber:
https://riaulink.com/index.php/news/detail/6531/sela
i n-sppd-fiktif-bpk-juga-temukan-dugaan-mark-up-
anggaran-di-pemko-dumai

Berdasarkan tulisan tersebut, isilah tabel berikut:

No Poin-poin yang Jawaban


dianalisis

1 Kondisi apa yang


membuat berita itu
berpotensi menjadi
kasus Tindak Pidana
Korupsi?

2 Jenis tindak pidana


korupsi apa yang
relevan dengan berita
itu?

3 Siapa saja pihak di


dalam berita itu yang

6
akan terjerat dalam
kasus korupsi?

4 Kondisi apa yang bisa


menjadikan cerita di
dalam berita itu
menjadi sebuah kasus
Tindak Pidana
Korupsi?

5 Apa dampak yang


akan terjadi ke
depannya setelah
berita itu terjadi?

6 Bila Anda harus


memilih salah satu
perang dalam berita
itu, Apa yang akan
Anda lakukan?

7 Kondisi apa yang


membuat berita itu
berpotensi menjadi
kasus Tindak Pidana
Korupsi?

8 Jenis tindak pidana


korupsi apa yang
relevan dengan berita
itu?

6
BAB VI
PENUTUP

Dalam dunia pendidikan dan pelatihan, target individu adalah


sebuah keluaran yang menjadi awal dari sebuah tujuan panjang
pembelajaran. Modul Pelatihan ini memberikan banyak informasi dan
data terkait Akuntabilitas, Integritas, dan Antikorupsi dalam konteks
teori, aturan, realitas, dan contoh-contoh kasus. Tantangan terkait
Akuntabilitas di dunia kerja, di ke-ASN-an, di lingkungan masyarakat
masih dapat dilihat di sekitar Anda. Bukalah mata Anda lebar-lebar,
karena itu adalah kesempatan Anda untuk dapat melakukan tindak
lanjut dan Implementasi dari semua materi LATSAR yang diterima.
Akuntabilitas memiliki 5 (lima) tingkatan yang berbeda dimulai dari
personal, individu, kelompok, organisasi, dan stakeholder. Melalui modul
ini, Anda diharapkan dapat memulai Akuntabilitas Personal sebagai ASN.
Bila semua peserta pelatihan dapat komitmen untuk dapat mulai dari
diri sendiri, dari hal yang sederhana, dan mulai dari saat ini, tujuan
pembelarajan secara khusus dan tujuan dari penerapan CORE VALUES
BerAKHLAK akan dengan mudah didapatkan. Tinggalkan semua mental
dan pola pikir ASN yang tidak sesuai dengan konsep Akuntabilitas,
Integritas, dan Antikorupsi. Mulailah dengan semangat baru, semangat
ASN yang menjunjung tinggi kejujuran, tanggung jawab, kecermatan,
kedisiplinan, dan berintegritas tinggi. Pada masa keterpurukkan pelayan
publik, individu-individu yang menjunjung tinggi semua itu mungkin
akan menjadi mahkluk aneh dan minoritas. Ini saatnya bagi generasi
Anda untuk membalik keadaan itu. Masing-masing Anda adalah sebuah
generasi yang dapat merubah keadaan dengan jumlah. Numbers are
matters! Di mulai dari Akuntablitas personal, individu dan kelompok,
Anda dan Teman-Teman akan mampu membangun organisasi yang
Akuntabel suatu saat nanti.

6
BAB VII
KESIMPULAN

Akuntabilitas adalah kata yang seringkali kita dengar, tetapi tidak


mudah untuk dipahami. Ketika seseorang mendengar kata akuntabilitas,
yang terlintas adalah sesuatu yang sangat penting, tetapi tidak
mengetahui bagaimana cara mencapainya. Dalam banyak hal, kata
akuntabilitas sering disamakan dengan responsibilitas atau tanggung
jawab. Namun pada dasarnya, kedua konsep tersebut memiliki arti yang
berbeda. Responsibilitas adalah kewajiban untuk bertanggung jawab
yang berangkat dari moral individu, sedangkan akuntabilitas adalah
kewajiban untuk bertanggung jawab kepada seseorang/organisasi yang
memberikan amanat.
Amanah seorang ASN menurut SE Meneteri Pendayagunaan
Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 20 Tahun 2021 adalah
menjamin terwujudnya perilaku yang sesuai dengan Core Values ASN
BerAKHLAK. Dalam konteks Akuntabilitas, perilaku tersebut adalah:
• Kemampuan melaksanaan tugas dengan jujur, bertanggung
jawab, cermat, disiplin dan berintegritas tinggi
• Kemampuan menggunakan kekayaan dan barang milik negara
secara bertanggung jawab, efektif, dan efisien
• Kemampuan menggunakan Kewenangan jabatannya dengan
berintegritas tinggi
Akuntabilitas dan Integritas adalah dua konsep yang diakui oleh
banyak pihak menjadi landasan dasar dari sebuah Administrasi sebuah
negara (Matsiliza dan Zonke, 2017). Kedua prinsip tersebut harus
dipegang teguh oleh semua unsur pemerintahan dalam memberikan
layanang kepada masyarakat. Aulich (2011) bahkan mengatakan bahwa
sebuah sistem yang memiliki integritas yang baik akan mendorong
terciptanya Akuntabilitas, Integritas itu sendiri, dan Transparansi.
Integritas adalah konsepnya telah disebut filsuf Yunani kuno, Plato,
dalam The Republic sekitar 25 abad silam, adalah tiang utama dalam
kehidupan bernegara. Semua elemen bangsa harus memiliki integritas
tinggi, termasuk para penyelenggara negara, pihak swasta, dan
masyarakat pada umumnya.
Akuntabilitas dan Integritas Personal seorang ASN akan
memberikan dampak sistemik bila bisa dipegang teguh oleh semua
unsur. Melalui Kepemimpinan, Transparansi, Integritas, Tanggung
Jawab, Keadilan, Kepercayaan, Keseimbangan, Kejelasan, dan
Konsistensi, dapat membangun lingkungan kerja ASN yang akuntabel.

7
DAFTAR PUSTAKA

1. Buku
Aulich, C., Batainah, H., and Wettenhall, R. (2010). Autonomy and Control
in Australian Agencies: Data and Preliminary Findings from a Cross-
National Empirical Study, Australian Journal of Public Administration,
69(2), 214-228.
Bovens, M. 2007. Analysing and Assessing Accountability: A Conceptual
Framework’ European Law Journal, Vol. 13(4), pp. 447–468.
Jay M. Shafritz, E. W. Russell, Christopher P. Borick, Albert C. Hyde
(2011). Introducing Public Administration - 7th edition. Longman, Inc.
Maccarthaigh, Muiris & Boyle, Richard. 2014. Civil Service
Accountability: Challenge And Change. An Foras Riaracháin Institute Of
Public Administration
Connors, Roger., Smith, Tom., & Hickman, Craig, 1994, The OZ Principle
Getting Result Through Individual and Organizational Accountability,
Unites States : Prentice Hall Press
Ferrell, Fraedrich, & Ferrell, 2011, Business Ethics Ethical Decision
Making and Cases, United States of America: South-Western Cengage
Learning
Maccarthaigh, Muiris, & Boyle, Richard, 2014, Civil Service
Accountability: Challenge and Change, Institute of Public Administration
Matsiliza, N. S. (2013). Creating a new ethical culture in the South African
local government, The Journal of African & Asian Local Government
Studies, 1(2)
Miller, Brian Cole, 2006, Keeping Employees Accountable For Results
Quick Tips For Busy Managers, New York: American Management
Association
Noluthando Matsiliza and Nyaniso Zonke (2017). Accountability and
integrity as unique column of good governance. Public and Municipal
Finance, 6(1), 75-82. doi:10.21511/pmf.06(1).2017.08
Odugbemi, Sina., & Lee, Taeku, 2011, Accountability Through Public
Opinion From Inerta To Publik Action, Washington DC: The World Bank

7
Public Sector Commision, 2011, A Guide to Accountable and Ethical
Decision Making in the WA Public Sector, Australia: Government of
Western Australia

PBM SIG, 2000, The Performance-Based Management Handbook Volume


2: Establishing An Integrated Performance Measurement System, A
Product of The Performance-Based Management Special Interest
Group/PBM SIG

PBM SIG/2000, The Performance-Based Management Handbook Volume


3: A Six-Volume Compilation of Techniques and Tools for Implementing
the

Government Performance and Results Act of 1993, A Product of The


Performance-Based Management Special Interest Group/PBM SIG

PSITP/International Governance Institute , 2007, Public Service Integrity


Training Program, Nairobi:

PSITP/International Governance Institute Stapenhurst, Rick., & O’Brien,


Mitchell, Accountability of Governments

2. Artikel

https://www.linkedin.com/pulse/accountability-vs-integrity-ann-m-
everett-msm-phr. Diakses pada tanggal 3 Oktober 2021.

U4 Expert Answer. Good practice in strengthening transparency,


participation,
accountability and integrity. https://www.u4.no/publications/good-
practice-in-strengthening-transparency-participation-accountability-
and-integrity.pdf. Diakses tanggal 8 Oktober 2021.

7
1
MODUL BerAKHLAK LATSAR CPNS

KOMPETEN
Lembaga Administrasi Negara
Agenda
 Pengantar
 Ruang Lingkup Modul
 Q&A (Feedback)
Pengantar Modul KOMPETEN
 LAMA= Manajemen ASN (Prinsip Manajemen ASN+
Kebijakan Pengembangan ASN)+Aneka
 BARU= Manajemen ASN (Prinsip Manajemen
ASN+Kebijakan Pengembangan)+Perilaku Kompeten-
BerAkhlak
Deskripsi Singkat

0
Modul ini merupakan bagian materi latsar CPNS untuk materi
BerAkhlak.

Materi BerAkhlak adalah nilai-nilai operasional perilaku ASN sesuai

0
dengan kode etik dan nilai-nilai dasar sebagaimana dimaksud dalam
pasal 5 Undang Undang Aparatur Sipil Negara (ASN) Nomor 5 Tahun
2014 dan Surat Edaran PermenpanRB Nomor 20 Tahun 2021) tentang
operasional Nilai-Nilai Dasar ASN BerAkhlak.

0
Untuk menanamkan pemahaman dan perilaku tersebut salah satunya
setiap ASN perlu kompeten.

0
Modul ini akan membahas upaya pemahaman dan pentingnya serta
perlunya pengamalan nilai kompeten dalam setiap pelaksanaan tugas
bagi peserta latsar CPNS.
Tujuan Pembelajaran
1. Memahami konteks lingkungan strategis yang mempengaruhi
pengelolaan dan tuntutan karakter dan kompetensi ASN yang
sesuai;
2. Memahami kebijakan dan pendekatan pengelolaan ASN;
3. Memahami dan peka terhadap isu-isu kritikal dalam merespons
penyesuaian kompetensi ASN;
4. Memahami pentingnya pengelolaan pengembangan ASN
dalam konteks pembangunan Aparatur dan tantangan global;
5. Mampu mengajukan pemikiran-pemikiran kritis dalam
penguatan kompetensi ASN di lingkungan instansi dan konteks
nasional serta global;
6. Menjelaskan aspek kompeten secara konseptual-teoritis
dengan perilaku terus belajar dan mengembangkan kapabilitas
diri;
7. Menjelaskan panduan perilaku kompeten sebagai wujud nilai
kompeten sebagai bagian nilai-nilai dasar ASN, BerAkhlak;
8. Memberikan contoh perilaku dengan peningkatan kompetensi
diri untuk menjawab tantangan yang selalu berubah,
membantu orang lain belajar serta pelaksanaan tugas dengan
kualitas terbaik; dan
9. Menganalisis kasus atau menilai contoh penerapan nilai
kompeten.
Metodologi Pembelajaran
 Proses pembelajaran menggunakan
pendekatan pembelajaran orang dewasa
(andragogy).
 Metode: ceramah, diskusi, penugasan mandiri dan
penugasan kelompok, dan pembahasan studi
kasus serta Rencana Tindak Lanjut.
 Pemaparan Rencana Tindak Lanjut mewujudkan
nilai Kompeten
 Evaluasi kepada peserta berasal dari penilaian
sikap perilaku, hasil tugas individu dan tugas
kelompok dan Rencana Tindak Lanjut mewujudkan
nilai Kompeten dan sumber lainnya yang diberikan.
Kegiatan Pembelajaran
1. Peserta melakukan belajar mandiri mereview isi modul dan
mengeksplorasi link materi yang direkomendasikan dan mencatat
poin-poin penting yang diserahkan kepada fasilitator untuk
direview, sesuai jadual pembelajaran;
2. Peserta mengerjakan latihan soal dan tugas mandiri sesuai dengan
perintah pada masing-masing bab (Bab II – Bab VI);
3. Berdiskusi dipandu fasilitator dalam kelas (daring/luring) mengenai
pemahaman peserta terkait materi pada Bab II sampai dengan Bab
VI;
4. Berdiskusi kelompok diarahkan Fasilitator terkait studi
kasus/pembahasan isu nilai Kompeten yang disiapkan fasilitator;
5. Peserta membuat Rencana Tindak Lanjut mewujudkan nilai
Kompeten diakhir pembelajaran yang diserahkan kepada fasilitator
untuk direview; dan
6. Pada akhir pembelajaran, Peserta memaparkan rencana tindak
lanjut mewujudkan nilai Kompeten dan fasilitator mencatat
feedback dan harapan peserta terkait materi pembelajaran.
SISTEMATIKA MODUL
Pendahuluan (Deskripsi Singkat, Tujuan Pembelajaran, Metodologi
Pembelajaran, Kegiatan Pembelajaran, dan Sistematika Modul) 01

Tantangan Lingkungan Strategis (Dunia Vuca,


Disrupsi Teknologi/Informasi, Kebijakan Pembangunan Aparatur, Tugas
Kelompok Implikasi Lingstra pada Tuntutan Karakter dan Kompetensi 0
ASN, dan
Ringkasan dan Evaluasi)

Kebijakan Pembangunan Aparatur (Sistem Merit, Pembangunan Apartur


2020-2024, Karakter ASN, Tugas Individu Mereview Program
Pengembangan Kompetensi Instansi Dalam Kerangka SMART ASN, dan
03
Ringkasan dan Evaluasi)

Pengembangan Kompetensi (Konsepsi Kompetensi, Hak


Pengembangan Kompetensi, Pendekatan Pengembangan Kompetensi,
Tugas Individu Mengidentifikasi Pendekatan Pengembangan Instansi 0
Masing2, Ringkasan
dan Evaluasi

Perilaku Kompeten (Berkinerja Yang BerAkhlak, Meningkatkan Kompetensi


Diri, Memebantu Orang Lain Belajar, Melaksanakan Tugas Terbaik, Tugas
Kelompok Merumuskan Upaya Mewujudkan Perilaku Kompeten Secara 05
Nyata, Ringkasan dan Evaluasi

Penutup (Menjelaskan pokok-pokok materi dan tindak lanjut setelah


mempelajari modul ASN Kompeten) 06
II

TANTANGAN
LINGKUNGAN
STRATEGIS
VUCA vs VUCA

IMPLIKASINYA?

Review Skills
Yang Relevan Keterangan
Trend Skils
No Dalam Konteks (Pendekatan)
2025*, dll.
Jabatan/Instansi Pengembangan
Sdr?

•Rule based
•Document focus
• Mechanistic
•Inadaptive
*WEF, June 2020
Prepared by #jalis, jan 22
DISRUPSI TEKNOLOGI
DAN IMPLIKASINYA?

Review Skills Yang


Relevan Dalam Keterangan
Trend Skils
No Konteks (Pendekatan)
2025*, dll.
Jabatan/Instansi Pengembangan
Sdr?

“In The New World, It Is Not The Big Fish Which Eats
The Small Fish, It’s The Fast Fish Which Eats The Slow
fish” (Klause Schwab, Founder And Executive Chairman World Economic Forum)
“Knowledge Economy”

* Indonesia urutan ke 50: https://www.heru.my.id/2019/10/global-competitiveness-report.html


III

KEBIJAKAN
PEMBANGU
NAN
APARATUR
Tindak Lanjut?
Review Prioritas
SMART ASN Keterangan
No SMART ASN Dalam Konteks (Pendekatan)
Jabatan/Instansi Pengembangan
Sdr?
Aparatur Sipil
PNS (Pasal 1 butir 3 & pNaseal 7g) ara PPPK (Pasal 1 butir 4 & pasal 7)
Berstatus pegawai tetap dan Diangkat dengan perjanjian kerja sesuai kebutuhan
Memiliki NIP secara Nasional; instansi dan ketentuan Undang-Undang;
Menduduki jabatan pemerintahan. Melaksanakan tugas pemerintahan.

FUNGSI: PERAN ASN:


Sebagai perencana, pelaksana, dan pengawas:
1. Pelaksana kebijakan publik; 1. penyelenggaraan tugas
2. Pelayan publik; dan umum pemerintahan
2. pelaksana pembangunan nasional
3. Perekat dan pemersatu bangsa melalui Yanlik yang profesional,
3. bebas dari intervensi politik,
bersih dari praktik KKN
(korupsi, kolusi, dan
Pengelolaan ASN Berbasis Sistem Merit

Kualifikasi Kompetensi Kinerja Non-


diskriminatif

Jenis
Kompetensi

Teknis Socio
Manajerial kultural
1. Memegang teguh ideologi Pancasila;
2. Setia dan mempertahankan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 serta pemerintahan yang sah;
3. Mengabdi kepada negara dan rakyat Indonesia;
4. Menjalankan tugas secara profesional dan tidak berpihak;
5. Membuat keputusan berdasarkan prinsip keahlian;
6. Menciptakan lingkungan kerja yang nondiskriminatif;
7. Memelihara dan menjunjung tinggi standar etika yang luhur;
Nilai Dasar ASN* 8. Mempertanggungjawabkan tindakan dan kinerjanya kepada publik;
9. Memiliki kemampuan dalam melaksanakan kebijakan dan program
pemerintah;
10. Memberikan layanan kepada publik secara jujur, tanggap, cepat, tepat,
akurat, berdaya guna, berhasil guna, dan santun;
11. Mengutamakan kepemimpinan berkualitas tinggi;
12. Menghargai komunikasi, konsultasi, dan kerja sama;
13. Mengutamakan pencapaian hasil dan mendorong kinerja pegawai;
14. Mendorong kesetaraan dalam pekerjaan; dan
* Pasal 4 UU ASN No 5/2014 15. Meningkatkan efektivitas sistem pemerintahan yang demokratis sebagai
perangkat sistem karier.
1. melaksanakan tugasnya dengan jujur, bertanggung jawab, dan berintegritas
tinggi;
2. melaksanakan tugasnya dengan cermat dan disiplin;
3. melayani dengan sikap hormat, sopan, dan tanpa tekanan;
4. melaksanakan tugasnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan;
5. melaksanakan tugasnya sesuai dengan perintah atasan atau Pejabat yang
Berwenang sejauh tidak bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-
Kode Etik dan 6.
undangan dan etika pemerintahan;
menjaga kerahasiaan yang menyangkut kebijakan negara;
Kode Perilaku 7. menggunakan kekayaan dan barang milik negara secara bertanggung jawab,
efektif, dan efisien;
ASN* 8. menjaga agar tidak terjadi konflik kepentingan dalam melaksanakan tugasnya;
9. memberikan informasi secara benar dan tidak menyesatkan kepada pihak lain
yang memerlukan informasi terkait kepentingan kedinasan;
10. tidak menyalahgunakan informasi intern negara, tugas, status, kekuasaan, dan
jabatannya untuk mendapat atau mencari keuntungan atau manfaat bagi diri
sendiri atau untuk orang lain;
11. memegang teguh nilai dasar ASN dan selalu menjaga reputasi dan integritas ASN;
dan
12. melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai disiplin
Pegawai ASN.
Harmonis
Kompeten Kami saling peduli dan
menghargai perubahan Loyal
Kami terus belajar dan Kami berdedikasi dan mengutamakan
mengembangkan kapasitas: kepentingan bangsa dan negara
 Mengembangkan kompetensi
diri “Bangga Melayani Bangsa”
 Membantu orang lain belajar

ASN
 Melaksanakan tugas terbaik

Akuntabel Adaptif
Kami memegang teguh
kepercayaan yang diberikan
Ber AKHLAK* Kami terus berinovasi dan
antusias dalam menggerakan
ataupun menghadapi perubahan

Berorientasi
Pelayanan Kolaboratif
Kami siap memberikan pelayanan
Kami membangun kerja sama yang
terbaik untuk rakyat Indonesia
sinergis
*Diluncurkan Presiden Jokowi, tgl 27 Juli 2021
Prepared by #jalis, jan 22
IV

PENGEMBANGAN
KOMPETENSI
Kompetensi ASN

Kompetensi Sosial Kultural


Kompetensi • diukur dari pengalaman kerja berkaitan
Manajerial dengan masyarakat majemuk dalam hal
agama, suku, dan budaya sehingga
Kompetensi Teknis • yang diukur dari tingkat pendidikan, memiliki wawasan kebangsaan.
• yang diukur dari tingkat dan spesialisasi pelatihan struktural atau manajemen, dan
pendidikan, pelatihan teknis fungsional pengalaman kepemimpinan; dan
dan pengalaman bekerja secara teknis;
Konsep Kompetensi

KOMPETENSI
Kompetensi merupakan perpaduan
aspek pengetahuan, keterampilan,
dan sikap yang terindikasikan dalam
kemampuan dan perilaku seseorang
sesuai tuntutan pekerjaan.
Standar Kompetensi Jabatan ASN
Jenis Kompetensi dan Level
Jenis Persyaratan
No Jenjang Manajerial*
Jabatan Sosial Jabatan
Teknis
1 2 3 4 5 6 7 8 Kultural

1 JPT Utama 5 5 5 5 5 5 5 5 5
Madya 5 5 5 5 5 5 5 5 5

Pratama 4 4 4 4 4 4 4 4 4

Administrat
2 Administrasi 3 3 3 3 3 3 3 3 3
or
Pengawas 2 2 2 2 2 2 2 2 2

Pelaksana 1 1 1 1 1 1 1 1 1

* Kompeternsi Manajerial:
1. Integritas 4. Orientasi pada hasil 7. Mengelola Perubahan
2. Kerjasama 5. Pelayanan Publik 8. Pengambilan Keputusan
3. Komunikasi 6. Pengembangan Diri
Lanjutan…
Jenis Kompetensi dan Level
Jenis Sosial Persyarata
No Jenjang Manajerial
Jabatan Kultura Teknis n Jabatan
1 2 3 4 5 6 7 8 l
1 JPT Utama 5 5 5 5 5 5 5 5 5
Madya 5 5 5 5 5 5 5 5 5

Pratama 4 4 4 4 4 4 4 4 4

Administra Administrat
2 3 3 3 3 3 3 3 3 3
si or
Pengawas 2 2 2 2 2 2 2 2 2

Pelaksana 1 1 1 1 1 1 1 1 1

* Kompeternsi Manajerial:
1. Integritas 4. Orientasi pada hasil 7. Mengelola Perubahan
2. Kerjasama 5. Pelayanan Publik 8. Pengambilan Keputusan
3. Komunikasi 6. Pengembangan Diri
Prinsip Pengembangan Kompetensi
ASN
 Upaya peningkatan kompetensi yang dilakukan organisasi
maupun individu melalui proses perencanaan, pelaksanaan dan
evaluasi sesuai dengan kebutuhan organisasi dan pegawai

 Setiap ASN memiliki hak dan kesempatan untuk mengembangkan


kompetensi

 Diarahkan pada pengembangan kompetensi sesuai


kebutuhan jabatan

 Pengembangan kompetensi sebagai salah satu dasar


dalam pengangkatan jabatan dan pengembangan karir
Pelaksanaan Pengembangan Kompetensi
ASN

*PP No. 11 Tahun 2017 Pasal 210-212 dan PerlAN 5/2018 dan PerLAN 10/2018
Pendekatan Pengembangan Kompetensi

70%
Training (klasikal)

Project assignment , OJT


Task Pengembangan
Force lebih variatif dan
Rotation
20%
Feed back
10% Coaching
Mentoring
“Link and Match
dengan Kebutuhan
Organisasi/Instansi
dan Pegawai”
Rencana Pengembangan
Kompetensi ASN
1. Instansi Pemerintah wajib menyusun rencana
pengembangan kompetensi tahunan yang
dituangkan dalam rencana kerja anggaran
tahunan instansi.

2. Perencanaan pengembangan kompetensi untuk


mewujudkan profesionalitas ASN dengan
mempertimbangkan kebutuhan individu
pegawai dan kebutuhan umum organisasi
dengan sistem perencanaan yang rasional,
holistik (terintegrasi), terarah, efektif dan efisien.
Tingkat Perencanaan
Pengembangan Kompetensi ASN

Perencanaan K/L/D Perencanaan Nasional


Dilakukan unit kerja yang mengelola
penyelenggaraan urusan di bidang Perencanaan Pengembangan disampaikan
sumber daya manusia (SDM) dengan K/L/D ke instansi Pembina. Instansi Pembina
melakukan rekapitulasi dan validasi menyusun rencana Pengembangan
perencanaan pengembangan kompetensi Kompetensi Pegawai ASN secara nasional.
individu.
V

PERILAKU KOMPETEN
Basis Sinergi Perilaku Kompeten
Publik

Prakt
isi

Learning by Sharing*

Pese Fasili
rta tator

Keb Pengembangan Pusbang/Pusdiklat


learning by investigating
*Diadaptasi dari. Learning by Sharing: a Model for Life-Long Learning ,Thomas P. T. Thijssen, Rik Maes and Fons T.J.
Vernooij, Mei 2016
Berkinerja Yang BerAkhlak

 Setiap ASN sebagai profesional sesuai dengan


kualifikasi, kompetensi, dan kinerja
 ASN terikat dengan etika profesi sebagai
pelayan publik (pasal 4 dan 5 UU ASN)
 Perilaku etika profesional secara operasional
tunduk pada perilaku BerAkhlak (SE MenpanRB
22 Tahun 2021)
Meningkatkan Kompetensi Diri
 Merubah mindset: aktif meningkatkan kompetensi diri adalah keniscayaan, merespons
tantangan lingkungan yang selalu berubah, dengan paradigma: learn, unlearn dan relearn
(Warell, Margie. Learn, Unlearn and Relearn: How to Stay Current and Get Ahead. Forbes.com,
tautan:https://www.forbes.com/sites/margieewarrell/2014/02/03/learn-unlearn-and- relearn/?
sh=bc7f9e5676fe); “The illiterate of the 21st century will not be those who cannot read and
write, but those cannot learn, unlearn, and relearn” (AlfinToffler, Future Shock. Bantam Books:
New York, 1971).
 Mengembangkan mandiri secara heutagogik atau “net-centric”, berbasis sumber
pembelajaran utama dari Internet (jembatan belajar yang lebih personal).
 Memanfaatkan sumber keahlian pakar/konsultan, yang mungkin dimiliki unit kerja/instansi
tempat bekerja atau tempat lain.
 Melakukan jejaring formal/informal (network), yang mengatur diri sendiri dalam interaksi
dengan pegawai lain dalam dan atau luar organisasi.
Membantu Orang Lain Belajar
 Aktif dalam “pasar pengetahuan” atau forum terbuka (Knowledge Fairs and
Open Forums) (Thomas H.& Laurence, 1998).
 Memanfaatkan dokumen kerja seperti laporan kerja, materi presentasi, artikel,
dan memasukannya ke dalam repositori, di mana ia dapat dengan mudah
disimpan dan diambil (Knowledge Repositories).
 Aktif mengakses dan mentransfer Pengetahuan (Knowledge Access and
Transfer), dalam bentuk: melibatkan dalam jejaring ahli (experts network);
mendokumentasikan pengalaman/pengetahuan; dan menuliskan
pengetahuan bersumber dari refleksi pengalaman (lessons learned) (Thomas
H.& Laurence, 1998).
 Sosialisasi informal seperti morning tea/coffee (sering kali menjadi ajang transfer
pengetahuan).
Melaksanakan Tugas Terbaik
 Pengetahuan menjadi karya: mewujudkan
pengetahuan yang bertumbuh menjadi karya
nyata.
 Makna hidup dan bekerja baik: Pentingnya
berkarya terbaik sejalan dengan tujuan hidup
seseorang.
 Tipikal individu semangat berkarya: yang
dapat mendorong dan menahan kesuksesan
pekerjaan Anda.
PENUTUP
 Kompeten: Mengembangkan Kompetensi
Diri, Membantu Orang Lain Belajar, dan.
Melaksanakan Tugas Terbaik (3M)
 Rencana Tindak Lanjut mewujudkan 3M untuk
kompetensi peserta
 Evaluasi dan Feedback materi pelatihan
Sumber Pembelajaran

Studi Kasus/Data
Regulasi Buku Jurnal
Kepegawaian
• Kepegawaian • SDM • Pengembangan
• Global
• Pembangunan • Motivasi • Nasional
• Instansi
• dll
TERIMA KASIH
Hak Cipta © pada:
Lembaga Administrasi Negara
Edisi Tahun 2021

Lembaga Administrasi Negara Republik Indonesia


Jl. Veteran No. 10 Jakarta Pusat 10110

KOMPETEN
Modul Pelatihan Dasar Calon Pegawai Negeri Sipil

TIM PENGARAH SUBSTANSI:


1. Dr. Muhammad Taufiq, DEA
2. Erna Irawati, S.Sos., M.Pol.Adm.

PENULIS MODUL:
Dr. Ahmad Jalis, MA.

EDITOR: Anton Sri Pambudi, SAP., M.Si


COVER: Amelia Ayang Sabrina, SIA.
Sumber Foto Cover: http://unsplash.com

Jakarta – LAN – 2021


ISBN:
KATA PENGANTAR

Sejalan dengan pengembangan kurikulum Pelatihan Dasar Calon


Pegawai Negeri Sipil (CPNS), CPNS wajib menjalani masa percobaan
yang dilaksanakan melalui proses pelatihan terintegrasi. Pelatihan Dasar
CPNS bertujuan untuk mengembangkan kompetensi CPNS yang
dilakukan secara terintegrasi.

Pembelajaran dalam Pelatihan Dasar CPNS terdiri atas empat


agenda yaitu Agenda Sikap Perilaku Bela Negara, Agenda Nilai-Nilai
Dasar PNS, Agenda Kedudukan dan Peran PNS untuk mendukung
terwujudnya Smart Governance sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang- undangan dan Agenda Habituasi. Setiap agenda terdiri dari
beberapa mata pelatihan yang berbentuk bahan ajar. Bahan ajar
Pelatihan Dasar CPNS merupakan acuan minimal bagi para pengajar
dalam menumbuh kembangkan pengetahuan, keterampilan dan sikap
peserta Pelatihan Dasar CPNS terkait dengan isi dari bahan ajar yang
sesuai agenda dalam pedoman Pelatihan Dasar CPNS. Oleh karena bahan
ajar ini merupakan produk yang dinamis, maka para pengajar dapat
meningkatkan pengembangan inovasi dan kreativitasnya dalam
mentransfer isi bahan ajar ini kepada peserta Pelatihan Dasar CPNS.
Selain itu, peserta Pelatihan Dasar CPNS dituntut kritis untuk menelaah
isi dari bahan ajar Pelatihan Dasar CPNS ini. Sehingga apa yang
diharapkan penulis, yaitu pemahaman secara keseluruhan dan
kemanfaatan dari bahan ajar ini tercapai.

Akhir kata, kami atas nama Lembaga Administrasi Negara,


mengucapkan terima kasih kepada tim penulis yang telah meluangkan
waktunya untuk melakukan pengayaan terhadap isi dari bahan ajar ini.
Kami berharap budaya pengembangan bahan ajar ini terus dilakukan
sejalan dengan pembelajaran yang berkelanjutan (sustainable learning)
i
peserta. Selain itu, kami juga membuka lebar terhadap masukan dan
saran perbaikan atas isi bahan ajar ini. Hal ini dikarenakan bahan ajar ini
merupakan dokumen dinamis (living document) yang perlu diperkaya
demi tercapainya tujuan jangka panjang yaitu peningkatan kualitas
sumberdaya manusia Indonesia yang berdaya saing.

Kami sangat menyadari bahwa Modul ini jauh dari sempurna.


Dengan segala kekurangan yang ada pada Modul ini, kami mohon
kesediaan pembaca untuk dapat memberikan masukan yang konstruktif
guna penyempurnaan selanjutnya. Semoga Modul ini bermanfaat bagi
pembaca sekalian.

Jakarta, Desember 2021


Kepala LAN,

Adi Suryanto

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................................ i
DAFTAR ISI......................................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................................... 1
A. Deskripsi Singkat................................................................................................. 1
B. Tujuan Pembelajaran......................................................................................... 4
C. Metodologi Pembelajaran................................................................................6
D. Kegiatan Pembelajaran...................................................................................... 6
E. Sistimatika Modul................................................................................................ 7
BAB II TANTANGAN LINGKUNGAN STRATEGIS..................................................1
A. Dunia VUCA............................................................................................................ 1
B. Disrupsi Teknologi.............................................................................................. 2
C. Kebijakan Pembangunan Nasional...............................................................4
D. Ringkasan................................................................................................................ 8
E. Evaluasi.................................................................................................................... 9
BAB III KEBIJAKAN PEMBANGUNAN APARATUR............................................12
A. Merit Sistem........................................................................................................ 12
B. Pembangunan Aparatur RPJMN 2020-2024..........................................13
C. Karakter ASN....................................................................................................... 16
D. Ringkasan............................................................................................................. 17
E. Evaluasi................................................................................................................. 17
BAB IV PENGEMBANGAN KOMPETENSI..............................................................19
A. Konsepsi Kompetensi...................................................................................... 19
B. Hak Pengembangan Kompetensi................................................................24
C. Pendekatan Pengembangan Kompetensi................................................25
D. Ringkasan............................................................................................................. 28
E. Evaluasi................................................................................................................. 29
BAB V PERILAKU KOMPETEN................................................................................... 32

i
A. Berkinerja dan BerAkhlak.................................................................................32
B. Learn, Unlearn, dan Relearn.........................................................................33
C. Meningkatkan Kompetensi Diri...................................................................37
D. Membantu Orang Lain Belajar.....................................................................43
E. Melaksanakan tugas terbaik.........................................................................46
F. Ringkasan............................................................................................................. 52
G. Evaluasi................................................................................................................. 54
BAB V PENUTUP............................................................................................................. 58
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................... 59

i
BAB I
PENDAHULUAN

A. Deskripsi Singkat

Disadari isu penguatan kualitas Sumber Daya Manusia


(SDM) termasuk aspek pengembangan SDM memanglah penting.
Hal ini tercermin dari prioritas pembangunan nasional jangka
menengah ke 4, tahun 2020-2024, berfokus pada penguatan
kualitas SDM, untuk sektor keAparaturan, pembangunan
diarahkan untuk mewujudkan birokrasi berkelas dunia. Wujud
birokrasi berkelas dunia tersebut dicirikan dengan apa yang
disebut dengan SMART ASN, yaitu ASN yang memiliki
kemampuan dan karakter meliputi: integritas, profesinal,
hospitality, networking, enterprenership, berwawasan global, dan
penguasaan IT dan Bahasa asing.

Penguatan kualitas ASN tersebut sejalan dengan dinamika


lingkungan strategis diantaranya VUCA dan disrupsi teknologi,
fenomena demografik (demographic shifting), dan keterbatasan
sumberdaya. Keadaan ini merubah secara dinamis lingkungan
pekerjaan termasuk perubahan karakter dan tuntutan keahlian
(skills). Kenyataan ini menutut setiap elemen atau ASN di setiap
instansi selayaknya meninggalkan pendekatan dan mindset yang
bersifat rigit peraturan atau rule based dan mekanistik,
cenderung terpola dalam kerutinan dan tidak adapatif dengan
zamannya. ASN diharapkan memiliki sifat dan kompetensi dasar,
utamanya: inovasi, daya saing, berfikir kedepan, dan adaptif.

1
Sifat dan kompetensi dasar ini krusial untuk mewujudkan instansi
pemerintah yang responsif dan efektif.

Dikaitkan dengan profesionalisme ASN, setiap ASN perlu


berlandaskan pada aspek merit, sesuai dengan latar belakang
kualifikasi (antara lain pendidikan, pengalaman, dan pelatihan),
kompeten (sesuai dengan kompetensi teknis, manajerial, dan
social kultural) dan memiliki bukti kinerja yang sesuai serta
memiliki kepatuhan pada etika kerja (nilai-nilai Dasar ASN, dan
kode etik ASN). Seiring dengan telah ditetapkannya ASN Branding
dan nilai-nilai dasar ASN, yaitu: “Bangga Melayani Bangsa” dan
nilai dasar BerAkhlak (Beroreintasi Pelayanan, Akuntabel,
Kompeten, Harmonis, Loyal, Kolaboratif, dan Adaptif), setiap ASN
perlu mengamalkan nilai-nilai tesebut dalam pekerjaannya.

Perubahan lingkungan strategis dan tuntutan


profesionalisme ASN tersebut diharapkan melahirkan produk-
produk kebijakan dan layanan publik yang berkualitas, termasuk
mewujudkan ASN BeraAkhlak. Dalam modul ini diharapkan
sebagai pengantar bagi peserta pelatihan dalam memahami
tantangan dinamika perubahan lingkungan strategis dan era
disrupsi karena faktor kemajuan Teknologi Informasi. Dalam
kaitan ini, modul ini secara singkat menguraikan faktor kritikal,
yang menuntut perubahan mindset dan pendekatan dalam
penyesuaian pengelolaan aparatur, serta kompetensi dan
karakteristik baru, sejalan pula dengan tuntutan nilai dasar ASN
BerAkhlak. Dalam kerangka tersebut, cakupan materi modul ini
meliputi aspek Overview Tantangan Lingkungan Strategis,

2
Kebijakan Pembangunan Aparatur, Pengembangan Kompetensi,
dan Perilaku Kompeten.

Modul ini merupakan bagian materi latsar CPNS untuk


materi BerAkhlak. Materi BerAkhlak adalah nilai-nilai operasional
perilaku ASN sesuai dengan kode etik dan nilai-nilai dasar
sebagaimana dimaksud dalam pasal 5 Undang Undang Aparatur
Sipil Negara (ASN) Nomor 5 Tahun 2014 dan Surat Edaran
PermenpanRB Nomor 20 Tahun 2021 tentang operasional Nilai-
Nilai Dasar ASN BerAkhlak. Untuk menanamkan pemahaman dan
perilaku tersebut salah satunya setiap ASN perlu kompeten.
Modul ini akan membahas upaya pemahaman dan pentingnya
serta perlunya pengamalan nilai kompeten dalam setiap
pelaksanaan tugas bagi peserta latsar CPNS.

Untuk mewujudkan pengamalan tersebut, dalam modul ini


akan diuraikan hal-hal yang dianggap berkaitan dengan
pengamalan nilai kompeten tersebut, meliputi:
1. Pemahaman terkait Tantangan Lingkungan Strategis meliputi
isu-isu utama terkait yaitu Vuca dan disrupsi teknologi, yang
berpengaruh pada seluruh aspek kehidupan termasuk
penyesuaian pekerjaan ASN.
2. Uraian Kebijakan pembangunan jangka menengah ke 4, tahun
2020-2025 termasuk sektor aparatur. Dalam uraian ini akan
ditekankan pada aspek wujud birokrasi birokrasi berkelas
dunia dengan dicirikan SMART ASN. Dengan uraian ini
diharapkan setiap ASN termasuk Calon Pegawai Negeri Sipil
(CPNS) memiliki pemahaman dan kesadaran tentang
pentingnya mewujudkan ASN yang profesional dan kompeten,

3
dengan karakteristik SMART ASN yang akan diuraikan lebih
lanjut dalam modul ini.
3.Pengembangan Kompetensi menguraikan tentang kebijakan
pengembangan ASN, program dan pendekatan pengembangan
ASN. Dengan uraian materi ini diharapkan setiap peserta latsar
CPNS memahami tentang arah kebijakan pengembangan yang
berlaku di linkungan ASN, termasuk program serta pendekatan
pengembangan ASN. Dengan demikian setiap ASN diharapkan
secara aktif dapat memutakhirkan kemampuannya dalam
rangka pelaksanaan tugas pekerjaannya.
4. Dalam uraian Perilaku Kompeten akan dijelaskan tentang
aspek- aspek profesonalitas ASN, termasuk pengamalan nilai
kompeten sebagai bagian ciri penting dalam konteks
profesionalisme ASN. Aspek-aspek lain yang dijelaskan dalam
materi ini, yaitu perilaku kompeten sebagai perwujudan nilai
kompeten ASN. Dengan pemahaman materi ini diharapkan
menumbuhkan kebiasaan perilaku dan inisiatif belajar, berbagi
pengetahuan dan pengalaman dalam mewujudkan semangat
bekerja terbaik dari setiap peserta latsar CPNS.

B. Tujuan Pembelajaran

Setelah mengikuti pembelajaran ini, Peserta mampu


mengaktualisasikan nilai kompeten dalam pelaksanaan tugas
jabatannya. Dengan semangat belajar terus menerus dengan
kepekaan yang relevan dengan melihat dinamika lingkungan
strategis (vuca) dan disrupsi teknologi serta aspek-apsek
lingkungan strategis lainnya. Semangat saling menguatkan
melalui proses berbagi pengetahuan dan pengalaman dalam
memajukan dan meningkatkan kinerja individu dan organisasi.

4
Demikian halnya dengan semangat kompeten, setiap asn
memiliki karakter yang adaptif sejalan dengan dinamika
lingkungannya. Berharap semakin meneguhkan peserta latsar
cpns dalam menginisiasi perilaku penguatan kompetensinya,
sehingga asn tetap mutakhir dan kompetitif.

Setelah mengikuti pembelajaran ini, Peserta diharapkan


dapat:

1. memahami konteks lingkungan strategis yang mempengaruhi


pengelolaan dan tuntutan karakter dan kompetensi ASN yang
sesuai;
2. memahami kebijakan dan pendekatan pengelolaan ASN;
3. memahami dan peka terhadap isu-isu kritikal dalam
merespons penyesuaian kompetensi ASN;
4. memahami pentingnya pengelolaan pengembangan ASN dalam
konteks pembangunan nasional dan tantangan global;
5. Mampu mengajukan pemikiran-pemikiran kritis dalam
penguatan kompetensi ASN di lingkungan instansi dan konteks
nasional serta global;
6. menjelaskan aspek kompeten secara konseptual-teoritis
dengan perilaku terus belajar dan mengembangkan kapabilitas
diri;
7. menjelaskan panduan perilaku kompeten sebagai wujud nilai
kompeten sebagai bagian nilai-nilai dasar ASN, BerAkhlak;
8. memberikan contoh perilaku dengan peningkatan kompetensi
diri untuk menjawab tantangan yang selalu berubah,
membantu orang lain belajar serta pelaksanaan tugas dengan
kualitas terbaik; dan

5
9. menganalisis kasus atau menilai contoh penerapan kompeten
secara tepat.

C. Metodologi Pembelajaran

Dalam proses pembelajaran materi pelatihan ini dilakukan


sebagai berikut:

1. Proses pembelajaran menggunakan pendekatan pembelajaran


orang dewasa (andragogy).
2. Metode: ceramah, diskusi, penugasan mandiri dan penugasan
kelompok, dan pembahasan studi kasus serta Rencana Tindak
Lanjut.
3. Pemaparan Rencana Tindak Lanjut mewujudkan nilai
Kompeten.
4. Evaluasi kepada peserta berasal dari penilaian sikap perilaku,
hasil tugas individu dan tugas kelompok dan Rencana Tindak
Lanjut mewujudkan nilai Kompeten dan sumber lainnya yang
diberikan.

D. Kegiatan Pembelajaran

Untuk optimalisasi dan efektivitas pembelajaran, melalui


modul ini peserta pelatihan diarahkan untuk melakukan sebagai
berikut:
1. Peserta melakukan belajar mandiri mereview isi modul dan
mengeksplorasi link materi yang direkomendasikan dan
mencatat hal-hal penting yang diserahkan kepada fasilitator
untuk direview, sesui jadual pembelajaran;

6
2. Peserta mengerjakan latihan soal dan tugas mandiri sesuai
dengan perintah pada masing-masing bab (Bab II – Bab VI);
3. Berdiskusi dipandu fasilitator dalam kelas (daring/luring)
mengenai pemahaman peserta terkait materi pada Bab II
sampai dengan Bab VI;
4. Berdiskusi kelompok diarahkan Fasilitator terkait studi
kasus/pembahasan isu nilai Kompeten yang disiapkan
fasilitator;
5. Peserta membuat Rencana Tindak Lanjut mewujudkan nilai
Kompeten diakhir pembelajaran yang diserahkan kepada
fasilitator untuk direview; dan
6. Pada akhir pembelajaran, Peserta memaparkan rencana tindak
lanjut mewujudkan nilai Kompeten dan fasilitator mencatat
feedback dan harapan peserta terkait materi pembelajaran.

E. Sistimatika Modul

BAB I PENDAHULUAN
Bab ini b er is i deskripsi singkat mata pelajaran,
tujuan pembelajaran, metodologi pembelajaran, dan
sistematika modul pembelajaran.
BAB II TANTANGAN LINGKUNGAN STRATEGIS
Bab ini memuat uraian tentang Dunia Vuca, Disrupsi
Teknologi Informasi, Kebijakan Pembangunan
Apartur, Tugas Kelompok tentang Implikasi
Lingkungan Strategis pada Tuntutan Karakter dan
Kompetensi ASN, Ringkasan dan Evaluasi.
BAB III KEBIJAKAN PEMBANGUNAN APARATUR
Bab ini menguraikan Sistem Merit, Pembangunan

7
Aparatur 2020-2024, Karakter ASN, Tugas Individu
Mereview Program Pengembangan Kompetensi
Instasni Dalam Kerangka SMART ASN, dan Ringkasan
dan Evaluasi.
BAB IV PENGEMBANGAN KOMPETENSI
Bab ini memuat Konsepsi Kompetensi, Hak
Pengembangan Kompetensi, Pendekatan
Pengembangan Kompetensi, Tugas Individu
Mengidentifikasi Pendekatan Pengembangan
Instansi Masing-Masing, Ringkasan dan Evaluasi.
Bab V PERILAKU KOMPETEN
Bab ini menguraikan Berkinerja Yang BerAkhlak,
Meningkatkan Kompetensi Diri, Memebantu Orang
Lain Belajar, Melaksanakan Tugas Terbaik, Tugas
Kelompok Merumuskan Upaya Mewujudkan
Perilaku Kompeten Secara Nyata, Ringkasan dan
Evaluasi.
Bab VI PENUTUP
Bab ini menjelaskan pokok-pokok materi dan tindak
lanjut setelah mempelajari modul ASN Kompeten.

8
BAB II
TANTANGAN LINGKUNGAN STRATEGIS

A. Dunia VUCA

Situasi dunia saat ini dengan cirinya yang disebut dengan


“Vuca World”, yaitu dunia yang penuh gejolak (volatility) disertai
penuh ketidakpastian (uncertainty). Demikian halnya situasinya
saling berkaitan dan saling mempengaruhi (complexity) serta
ambiguitas (ambiguity) (Millar, Groth, & Mahon, 2018). Faktor
VUCA menuntut ecosystem organisasi terintegrasi dengan berbasis
pada kombinasi kemampuan teknikal dan generik, dimana setiap
ASN dapat beradaptasi dengan dinamika perubahan lingkungan
dan tuntutan masa depan pekerjaan. Dalam hal ini, berdasarkan
bagian isu pembahasan pertemuan Asean Civil Service
Cooperation on Civil Service Matters (ACCSM) tahun 2018 di
Singapura, diingatkan tentang adanya kecenderungan pekerjaan
merubah dari padat pekerja (labor intensive) kepada padat
pengetahuan (knowledge intensive).

Sementara itu dalam konteks peran pelayanan publik, ia


banyak bergeser orientasinya, dimana pentingnya pelibatan
masyarakat dalam penentuan kebutuhan kebijakan dan pelayanan
publik (customer centric). Antara lain pelibatan masyarakat dalam
proses penentuan kebijakan dan layanan publik telah menjadi
orientasi penyelenggaraan pemerintahan saat ini (Peraturan
Menteri PANRB Nomor 25 Tahun 2020 Tanggal 1 Mei 2020
Tentang Road Map Reformasi Birokrasi 2020-2024).

1
Pada sisi lain implikasi VUCA menuntut diantaranya
penyesuaian proses bisnis, karakter dan tuntutan keahlian baru.
Merujuk pada tren keahlian tahun 2025 (The Future of Jobs Report
2020, World Economic Forum) meliputi: Analytical thinking dan
innovation. Active learning and learning strategies, Complex
problem-solving, Critical thinking and analysis, Creativity,
originality and initiative, Leadership and social influence,
Technology use, monitoring and control, Technology design and
programming, Resilience, stress tolerance and flexibility, Reasoning,
problem-solving and ideation, Emotional intelligence,
Troubleshooting and user experience, Service orientation, Systems
analysis and evaluation, Persuasion and negotiation.
Berdasarkan dinamika global (VUCA) dan adanya tren
keahlian baru di atas, perlunya pemutakhiran keahlian ASN yang
relevan dengan orientasi pembangunan nasional dan aparatur.
Demikian halnya untuk mendukung pemutakhiran keahlian ASN
yang lebih dinamis, diperlukan pendekatan pengembangan yang
lebih adaptif dan mudah diakses secara lebih luas oleh seluruh
elemen ASN.

B. Disrupsi Teknologi

Adaptasi terhadap keahlian baru perlu dilakukan setiap


waktu. Kecenderungan kemampuan memanfaatkan kemajuan
teknologi informasi dalam meningkatkan kinerja organisasi lebih
lambat, dibandikan dengan tawaran perubahan teknologi itu
sendiri, sebagaimana dalam grafik 2.1 tentang Perbandingan
Kemajuan Teknologi dan Produktivitas, menunjukan adanya
kesenjangan tersebut. Perubahan teknologi informasi bergerak

2
lebih cepat dibandingkan dengan kemampuan banyak pihak
dalam memanfaatkan kemajuan teknologi untuk meningkatkan
produktivitas organisasi.
Grafik 2.1
Perbandingan Kemajuan Teknologi dan Produktivas
Organisasi

Dalam grafik 2.1 tersebut, menunjukan rendahnya


kemampuan memanfaatkan teknolgi tersebut juga tercermin dari
senjangnya kebijakan publik terhadap kemajuan teknologi.
Keadaan ini mengindikasikan terdapat kecenderungn rendahnya
pula daya adaptasi organisasi terhadap dinamika kemajuan
perubahan teknologi tersebut. Secara implisit perlunya penguatan
kompetensi secara luas, yang memungkinkan setiap pegawai
dapat memutakhirkan kompetensi, baik secara individu maupun
secara kolektif organisasi.

3
Dalam konteks ini, akuisisi sejumlah kompetensi dalam
standar kompetensi ASN diperlukan, yang memungkinkan
tumbuhnya perilaku dan kompetensi ASN yang adaptif terhadap
dinamika lingkungannya. Menserasikan standar kompetensi
jabatan dan model pengembangan, dengan pendekatan
pengambangan yang lebih variatif dan individual (seperti dari
klasikal kepada non klasikal), sesuai kebutuhan kesenjangan
kompetensi masing-masing pegawai, selayaknya lebih
diintensifkan.

C. Kebijakan Pembangunan Nasional

Dalam menentukan kebutuhan pengambangan kompetensi


dan karakter ASN penting diselaraskan sesuai visi, misi, dan misi,
termasuk nilai-nilai birokrasi pemerintah. Dalam kaitan visi,
sesuai Peraturan Presiden No. 18 Tahun 2020 tentang RPJM
Nasional 2020-2024, telah ditetapkan bahwa visi pembangunan
nasional untuk tahun 2020-2024 di bawah kepemimpinan
Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden K.H. Ma’ruf Amin
adalah: Terwujudnya Indonesia Maju yang Berdaulat, Mandiri,
dan Berkepribadian Berlandaskan Gotong Royong.
Upaya untuk mewujudkan visi tersebut dilakukan melalui
9 (sembilan) Misi Pembangunan yang dikenal sebagai Nawacita
Kedua, yaitu:
1. peningkatan kualitas manusia Indonesia;
2. struktur ekonomi yang produktif, mandiri, dan berdaya saing;
3. pembangunan yang merata dan berkeadilan;
4. mencapai lingkungan hidup yang berkelanjutan;
5. kemajuan budaya yang mencerminkan kepribadian bangsa;

4
6. penegakan sistem hukum yang bebas korupsi, bermartabat,
dan terpercaya;
7. perlindungan bagi segenap bangsa dan memberikan rasa aman
pada setiap warga;
8. pengelolaan pemerintahan yang bersih, efektif, dan terpercaya;
dan
9. sinergi pemerintah daerah dalam kerangka negara kesatuan.
Tentu saja untuk mewujudkan visi dan misi tersebut,
antara lain, perlu didukung profesionalisme ASN, dengan tatanan
nilai yang mendukungnya. Sesuai dengan Surat Edaran Menteri
Pendayagunaan Aparatur dan Reformasi Birokrasi Nomor 20
Tahun 2021 tanggal 26 Agustus 2021 telah ditetapkan ASN
branding, yakni: Bangga Melayani Bangsa, dengan nilai-nilai dasar
operasional BerAkhlak meliputi:

1. Berorietnasi Pelayanan, yaitu komitmen memberikan pelaynan


prima demi kepuasaan masyarakat;
2. Akuntabel, yaitu bertanggungjawab atas kepercayaan yang
diberikan;
3. Kompeten, yaitu terus belajar dan mengembangkan kapabilitas;
4. Harmonis, yaitu saling peduli dan mengharagai perbedaan;
5. Loyal, yaitu berdedikasi dan mengutamakan kepentingan
Bangsa dan Negara;
6. Adaptif, yaitu terus berinovasi dan antuasias dalam
menggerakkan serta menghadapi perubahan; dan
7. Kolaboratif, yaitu membangun kerja sama yang sinergis.
Untuk optimalisasi keseluruhan tatanan di atas, perlu
didukung profil kompetensi dan karakter ASN, baik secara
generik maupun secara sektoral menurut instansinya. Sama
halnya dengan
5
aspek VUCA dan disrupsi teknologi, implikasi aspek
Pembangunan Nasional juga dapat mempengaruhi kebutuhan
kualifikasi dan kompetensi selayaknya juga perlu dikaitkan.
Untuk mewujudkan skema orientasi pembangunan
membutuhkan profil generik kompetensi yang berlaku bagi setiap
elemen ASN.
Demikian halnya dengan berlakunya tatanan nilai
operasional ASN BerAkhlak, sebagaimana dijelaskan di atas,
sesuai dengan ketentuan PermepanRB tersebut, setiap ASN perlu
berperilaku untuk masing-masing aspek BerAkhlak sebagai
berikut:
1. Berorientasi Pelayanan:
a. Memahami dan memenuhi kebutuhan masyarakat;
b. Ramah, cekatan, solutif, dan dapat diandalkan;
c. Melakukan perbaikan tiada henti.
2. Akuntabel:
a. Melaksanakan tugas dengan jujur, bertanggung jawab,
cermat, disiplin dan berintegritas tinggi;
b. Menggunakan kelayakan dan barang milik negara secara
bertanggung jawab, efektif, dan efesien.
3. Kompeten:
a. Meningkatkan kompetensi diri untuk mengjawab
tantangan yang selalu berubah;
b. Membantu orang lain belajar;
c. Melaksanakan tugas dengan kualitas terbaik.
4. Harmonis:
a. Menghargai setiap orang apappun latar belakangnya;
b. Suka mendorong orang lain;

6
b. Membangun lingkungan kerja yang kondusif.

7
5. Loyal:
a. Memegang teguh ideology Pancasila, Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945, setia kepada
Negara Kesatuan Republik Indonesia serta pemerintahan
yang sah;
b. Menjaga nama baik sesame ASN, pimpinan, insgansi, dan
negara;
c. Menjaga rahasia jabatan dan negara.
6. Adaptif:
a. Cepat menyesuaikan diri menghadapi perubahan;
b. Terus berinovasi dan mengembangakkan kreativitas;
b. Bertindak proaktif.
7. Kolaboratif:
a. Memberi kesempatan kepada berbagai pihak untuk
berkontribusi;
b. Terbuka dalam bekerja sama untuk menghasilkanersama
nilai tambah;
c. Menggaerakkan pemanfaatan berbagai sumberdaya untuk
tujuan bersama.

Dari 7 (tujuh) aspek perilaku nilai tersebut diatas, dalam


bab V akan diuraikan terkait dengan bagaimana mewujudkan
perilaku Kompeten bagi setiap ASN, sesuai fokus modul ini.
Dengan demikian nilai-nilai dasar ASN benar-benar wujud dalam
peran dan fungsi ASN secara nyata.

8
D. Ringkasan

 Implikasi VUCA menuntut diantaranya penyesuaian proses


bisnis, karakter dan tuntutan keahlian baru.
 Adaptasi terhadap keahlian baru perlu dilakukan setiap waktu,
sesuai kecenderungan kemampuan memanfaatkan kemajuan
teknologi informasi dalam meningkatkan kinerja organisasi
lebih lambat, dibandikan dengan tawaran perubahan teknologi
itu sendiri.
 Perilaku ASN untuk masing-masing aspek BerAkhlak sebagai
berikut:
Berorientasi Pelayanan:
a. Memahami dan memenuhi kebutuhan masyarakat;
b. Ramah, cekatan, solutif, dan dapat diandalkan;
b. Melakukan perbaikan tiada henti.
Akuntabel:
a. Melaksanakan tugas dengan jujur, bertanggung jawab,
cermat, disiplin dan berintegritas tinggi;
b. Menggunakan kelayakan dan barang milik negara secara
bertanggung jawab, efektif, dan efesien.
Kompeten:
a. Meningkatkan kompetensi diri untuk mengjawab
tantangan yang selalu berubah;
b. Membantu orang lain belajar;
c. Melaksanakan tugas dengan kualitas
terbaik. Harmonis:
a. Menghargai setiap orang apappun latar belakangnya;
b. Suka mendorong orang lain;
b. Membangun lingkungan kerja yang kondusif.

9
Loyal:
a. Memegang teguh ideology Pancasila, Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945, setia kepada
Negara Kesatuan Republik Indonesia serta pemerintahan
yang sah;
b. Menjaga nama baik sesame ASN, pimpinan, insgansi, dan
negara;
c. Menjaga rahasia jabatan dan
negara. Adaptif:
a. Cepat menyesuaikan diri menghadapi perubahan;
b. Terus berinovasi dan mengembangakkan kreativitas;
b. Bertindak proaktif.
Kolaboratif:
a. Memberi kesempatan kepada berbagai pihak untuk
berkontribusi;
b. Terbuka dalam bekerja sama untuk menghasilkanersama
nilai tambah;
c. Menggaerakkan pemanfaatan berbagai sumberdaya untuk
tujuan bersama.

E. Evaluasi

Berikan tanda Benar (B) atau Salah (S) untuk masing-masing


pernyataan dibawah ini, dengan memberikan tanda silang (X)
untuk jawaban yang benar:

1. Implikasi VUCA menuntut diantaranya penyesuaian proses


bisnis, karakter dan tuntutan keahlian baru sesuai dengan tren
keahlian 2025 dari World Economic Forum (B – S).

1
2. Adaptasi terhadap keahlian baru perlu dilakukan setiap waktu,
sesuai kecenderungan kemampuan memanfaatkan kemajuan
teknologi informasi dalam meningkatkan kinerja organisasi
lebih lambat, dibandikan dengan tawaran perubahan teknologi
itu sendiri (B – S).

3. Lingkarilah jawaban paling sesuai, Perilaku ASN untuk masing-


masing aspek BerAkhlak sebagai berikut:
Berorientasi Pelayanan:
a. Memahami dan memenuhi kebutuhan masyarakat;
b. Ramah, cekatan, solutif, dan dapat diandalkan;
c. Melakukan perbaikan tiada
henti. Akuntabel:
a. Menghargai setiap orang apapun latar belakangnya;
b. Suka mendorong orang lain;
c. Membangun lingkungan kerja yang kondusif.
Kompeten:
a. Meningkatkan kompetensi diri untuk mengjawab
tantangan yang selalu berubah;
b. Membantu orang lain belajar;
c. Melaksanakan tugas dengan kualitas
terbaik. Harmonis:
a. Melaksanakan tugas dengan jujur, bertanggung jawab,
cermat, disiplin dan berintegritas tinggi;
b. Menggunakan kelayakan dan barang milik negara secara
bertanggung jawab, efektif, dan efesien.

1
Loyal:
a. Memegang teguh ideology Pancasila, Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945, setia kepada
Negara Kesatuan Republik Indonesia serta pemerintahan
yang sah;
b. Menjaga nama baik sesame ASN, pimpinan, insgansi, dan
negara;
b. Menjaga rahasia jabatan dan negara.
Adaptif:
a. Cepat menyesuaikan diri menghadapi perubahan;
b. Terus berinovasi dan mengembangakkan kreativitas;
c. Bertindak proaktif.
Kolaboratif:
a. Memberi kesempatan kepada berbagai pihak untuk
berkontribusi;
b. Terbuka dalam bekerja sama untuk menghasilkanersama
nilai tambah;
c. Menggaerakkan pemanfaatan berbagai sumberdaya untuk
tujuan bersama.

1
BAB III
KEBIJAKAN PEMBANGUNAN APARATUR

A. Merit Sistem

Sesuai dengan kebijakan Undang Undang ASN Nomor 5


Tahun 2014, prinsip dasar dalam pengelolaan ASN yaitu berbasis
merit. Dalam hal ini seluruh aspek pengelolaan ASN harus
memenuhi kesesuaian kualifikasi, kompetensi, dan kinerja.
Termasuk dalam pelaksanaanya tidak boleh ada perlakuan
diskriminatif, seperti karena hubungan agama, kesukuan atau
aspek-aspek primodial lainnya yang bersifat subyektif.
Perlakuan yang adil dan objektif tersebut di atas meliputi
seluruh unsur dalam siklus manajemen ASN, yaitu:
a. Melakukan perencanaan, rekrutmen, seleksi, berdasarkan
kesesuaian kualifikasi dan kompetensi yang bersifat terbuka
dan kompetitif;
b. Memperlakukan ASN secara adil dan setara untuk seluruh
kegiatan pengelolaan ASN lainnya; dan
c. Memberikan remunerasi setara untuk pekerjaan-pekerjaan
yang juga setara, dengan menghargai kinerja yang tinggi.
Pembinaan dan penempatan pegawai pada jabatan
pimpinan tinggi, jabatan administrasi maupun jabatan fungsional
didasarkan dengan prinsip merit, yaitu kesesuaian kualfikasi,
kompetensi, kinerja, dengan perlakuan tidak diskriminatif dari
aspek-aspek subyektif, seperti kesamaan latar belakang agama,
daerah, dan aspek subjektivitas lainnya. Untuk dapat mengisi
masing-masing jabatan tersebut, dapat dilakukan dengan

1
pemetaan/asesmen dan pengembangan pegawai sesuai hasil
pemetaan tersebut.

B. Pembangunan Aparatur RPJMN 2020-2024

Dalam tahap pembangunan Apartur Rencana


Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024,
sebagaimana Gambar 2.1 Pembangunan Aparatur 2020-2024,
Reformasi Birokrasi diharapkan menghasilkan karakter birokrasi
yang berkelas dunia (world class bureaucracy), dicirikan dengan
beberapa hal, yaitu pelayanan publik yang semakin berkualitas,
dan tata kelola yang semakin efektif dan efisien (Peraturan
MenteriPANRB Nomor 25 Tahun 2020 Tentang Road Map
Reformasi Birokrasi Aparatur 2020-2024). Disadari oleh
pemerintah reformasi masih menghadapi tantangan yang
semakin kompleks. Ini terjadi karena perubahan besar terutama
yang disebabkan oleh desentralisasi, demokratisasi, globalisasi
dan revolusi teknologi informasi.

Gambar 2.1 Pembangunan Aparatur 2020-2024

Sumber: Peraturan MenteriPANRB Nomor 25 Tahun 2020


Tentang Road Map Reformasi Birokrasi Aparatur 2020-2024

1
Salah satu tantangan yag dihadapi, diantaranya, terkait
dengan profil pendidikan ASN relatif masih rendah. Sebagaimana
Gambar 2.2 Tentang Profil PNS, pegawai yang berlatar belakang
pendidikan SMA ke bawah masih cukup besar (30,22%).
Keadaan ini tentu saja kurang mendukung wujudnya birokrasi
berkelas Dunia, yang dicirikan organisasi dengan tingkat
efesiensi, kecepatan, inovasi, dan keluwesan bergerak cepat
serta kompetitif.
Gambar 2.2 Profil PNS

Sumber: BKN, 2020

Salah satu kunci penting membangun kapabilitas birokrasi


yang adaptif dengan tuntutan dinamika masa depan, antara lain,
pentingnya disusun strategi dan paket keahlian kedepan. Belajar
ke Singapura, sebagaimana diuraikan dalam gambar 2.3 tentang
tuntutan Keahlian Masa Depan, mengindikasikan pengembangan
sumberdaya manusia menjadi bagian titik tumpu pembangunan
Singapura yang sangat kompetitif.

1
Gambar 2.3 Keahlian Masa Depan.

Sumber: Rakorbang Kepegawaian ASN 2019, BKN

Pembelajaran dari model Singapura (gambar 2.3),


menggambarkan kesiapan birokrasi pemerintahan Singapura,
dalam merespon dinamika lingkungan strategis dan kebutuhan
keahlian ke depan. termasuk sejalan (link and match) dengan
prioritas pembangunan pemerintahannya. Antara lain beberapa
cirinya, membangun sistem budaya belajar sepanjang hayat
(lifelong learning) dan responsif dengan tantangan lingkungan
strategisnya (meet enhancing challenges).
Dengan demikian isu pengembangan kompetensi
menjadi bagian penting dalam merespon tantangan lingkungan
strategis, kebijakan pembangunan nasional, termasuk di
dalamnya pembangunan aparatur. Isu pengembangan kompetensi
ini akan diuraikan dalam bab selanjutnya.

1
C. Karakter ASN

Sekurangnya terdapat 8 (delapan) karakateristik yang


dianggap relevan bagi ASN dalam menghadapi tuntutan pekerjaan
saat ini dan kedepan. Kedelapan karakterisktik tersebut meliputi:
integritas, nasionalisme, profesionalisme, wawasan global, IT dan
Bahasa asing, hospitality, networking, dan entrepreneurship.
Kedelapan karakteristik ini disebut sebagai smart ASN
(KemenpanRB. Menciptakan Smart ASN Menuju Birokrasi 4.0.
dipublikasikan 09 Agustus 2019 dalam menpan.go.id). Profil ASN
tersebut sejalan dengan lingkungan global dan era digital,
termasuk pembangunan aparatur 2020-2024, mewujudkan
birokrasi berkelas dunia.

Karakter lain yang diperlukan dari ASN untuk


beradapatasi dengan dinamika lingkungan strategis, yaitu: inovatif
dan kreatif, agility dan flexibility, persistence dan perseverance
serta teamwork dan cooperation (Bima Haria Wibisana, Kepala
BKN, 2020). ASN yang gesit (agile) diperlukan sesuai dinamika
lingkungan strategis dan VUCA. Terdapat kecenderungan
organisasi pemerintahan mulai mengarah dari organisasi hirakhis,
dengan pembagian bidang-bidang yang rijit sektoral (silo). Kini
keadaannya mulai berubah ke arah organisasi yang lebih dinamis,
dengan jenjang hirakhi pendek. Kebijakan ini ditandai dengan
pengalihan dua jenjang jabatan struktural, jabatan administrator
dan pengawas menjadi jabatan fungsional (PermenRB Nomor 28
Tahun 2019 Tentang Penyetaraan Jabatan Administrasi ke Jabatan
Fungsional).

Pemangkasan jenjang jabatan tersebut diatas, dianggap


dapat lebih responsif, dengan pendayagunaan pegawai lebih

1
optimal dan efesien. Sistem ini menggambarkan perubahan dari
cara interaksi kerja yang berjenjang, ke suatu interaksi kerja tim,
berlatar belakang keragaman keahlian/profesi (cross functions),
dengan koordinator tim yang dinamis, yang dapat berubah
menyesuaikan tuntutan sektor kerja dan kinerja tim.

D. Ringkasan

 Prinsip pengelolaan ASN yaitu berbasis merit, yakni seluruh


aspek pengelolaan ASN harus memenuhi kesesuaian kualifikasi,
kompetensi, dan kinerja, termasuk tidak boleh ada perlakuan
yang diskriminatif, seperti hubungan agama, kesukuan atau
aspek-aspek primodial lainnya yang bersifat subyektif.
 Pembangunan Apartur sesuai Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024, diharapkan
menghasilkan karakter birokrasi yang berkelas dunia (world
class bureaucracy), yang dicirikan dengan beberapa hal, yaitu
pelayanan publik yang semakin berkualitas dan tata kelola
yang semakin efektif dan efisien
 Terdapat 8 (delapan) karakateristik yang dianggap relevan
bagi ASN dalam menghadapi tuntutan pekerjaan saat ini dan
kedepan. Kedelapan karakterisktik tersebut meliputi:
integritas, nasionalisme, profesionalisme, wawasan global, IT
dan Bahasa asing, hospitality, networking, dan
entrepreneurship.

E. Evaluasi

Berikan alasan untuk masing-masing pernyataan di bawah ini:

1. Prinsip pengelolaan ASN yaitu berbasis merit, yaknii seluruh


aspek pengelolaan ASN harus memenuhi kesesuaian kualifikasi,

1
kompetensi, dan kinerja, termasuk tidak boleh ada perlakuan

1
yang diskriminatif, seperti hubungan agama, kesukuan atau
aspek-aspek primodial lainnya yang bersifat subyektif. Jelaskan
secara ringkas, mengapa sistem merit tersebut penting dalam
pengelolaan ASN?
2. Pembangunan Apartur sesuai Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024, diharapkan
menghasilkan karakter birokrasi yang berkelas dunia (world
class bureaucracy), yang dicirikan dengan beberapa hal, yaitu
pelayanan publik yang semakin berkualitas dan tata kelola yang
semakin efektif dan efisien. Jelaskan secara ringkas, mengapa
pembangunan birokrasi berkelas dunia tersebut penting?
3. Terdapat 8 (delapan) karakateristik yang dianggap relevan bagi
ASN dalam menghadapi tuntutan pekerjaan saat ini dan
kedepan. Kedelapan karakterisktik tersebut meliputi:
integritas, nasionalisme, profesionalisme, wawasan global, IT
dan Bahasa asing, hospitality, networking, dan
entrepreneurship. Jelaskan secara ringkas, mengapa 8 (delapan)
karakteristik i ini penting bagi ASN?

2
BAB IV
PENGEMBANGAN KOMPETENSI

A. Konsepsi Kompetensi

Kompetensi menurut Kamus Kompetensi Loma (1998) dan


standar kompetensi dari International Labor Organization (ILO),
memiliki tiga aspek penting berkaitan dengan perilaku
kompetensi meliputi pengetahuan, keterampilan, dan sikap, yang
diperlukan dalam pelaksanaan pekerjaan. Gambar 4.1 tentang
Aspek Kompetensi menggambarkan terkait aspek-aspek
kompetensi dimaksud.
Gambar 4.1 Aspek Kompetensi

Kompetensi

 Biru=Pengetahuan
 Merah= Keterampilan
 Kuning=Sikap

Sebagaimana Gambar 4.1 Kompetensi merupakan perpaduan


aspek pengetahuan (knowledge), keterampilan (skill), dan sikap
(attitude) yang terindikasikan dalam kemampuan dan perilaku
seseorang sesuai tuntutan pekerjaan.

2
Pengertian yang sama juga digunakan dalam konteks ASN,
kompetensi adalah deskripsi pengetahuan, keterampilan dan
perilaku yang diperlukan dalam melaksanakan tugas jabatan
(Pasal 1 PermenpanRB Nomor 38 Tahun 2017), dan kompetensi
menjadi faktor penting untuk mewujudkan pegawai profesional
dan kompetitif. Dalam hal ini ASN sebagai profesi memiliki
kewajiban mengelola dan mengembangkan kompetensi dirinya,
termasuk mewujudkannya dalam kinerja.

Sesuai Peraturan Menteri PANRB Nomor 38 Tahun 2017


tentang Standar Kompetensi ASN, kompetensi meliputi: 1)
Kompetensi Teknis adalah pengetahuan, keterampilan, dan
sikap/perilaku yang dapat diamati, diukur dan dikembangkan
yang spesifik berkaitan dengan bidang teknis jabatan; 2)
Kompetensi Manajerial adalah pengetahuan, keterampilan, dan
sikap/perilaku yang dapat diamati, diukur, dikembangkan untuk
memimpin dan/atau mengelola unit organisasi; dan 3)
Kompetensi Sosial Kultural adalah pengetahuan, keterampilan,
dan sikap/perilaku yang dapat diamati, diukur, dan
dikembangkan terkait dengan pengalaman berinteraksi dengan
masyarakat majemuk dalam hal agama, suku dan budaya,
perilaku, wawasan kebangsaan, etika, nilai-nilai, moral, emosi dan
prinsip, yang harus dipenuhi setiap pemegang Jabatan, untuk
memperoleh hasil kerja sesuai dengan peran, fungsi dan Jabatan.
Pendekatan pengembangan kompetensi ASN sesuai
dengan ketentuan Undang-Undang ASN Nomor 5 Tahun
2014, dapat diuraikan sebagaimana dalam Gambar 4.2
tentang Sistem Pengembangan Kompetensi ASN.

2
Gambar 4.2

Sistem Pengembangan Kompetensi ASN

Sumber:
Modul Bimbingan Teknis Analisis Kebutuhan dan Evaluasi Diklat, Pusbang ASN BKN, 2019.

Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 11 Tahun 2017,


Pasal 210 sampai dengan pasal 212, Pengembangan kompetensi
dapat dilaksanakan sebagai berikut:
1. Mandiri oleh internal instansi pemerintah yang bersangkutan.
2. Bersama dengan instansi pemerintah lain yang memiliki
akreditasi untuk melaksanakan pengembangan kompetensi
tertentu.
3. Bersama dengan lembaga pengembangan kompetensi yang
independen.

Selanjutnya dalam Pasal 214 peraturan pemerintah yang


sama, dijelaskan bahwa:
1. Pelaksanaan pengembangan kompetensi teknis dilakukan
melalui jalur pelatihan.

2
2. Pelatihan teknis dilaksanakan untuk mencapai persyaratan
standar kompetensi Jabatan dan pengembangan karier.
3. Pelaksanaan pengembangan kompetensi teknis dapat
dilakukan secara berjenjang
4. Jenis dan jenjang pengembangan kompetensi teknis ditetapkan
oleh instansi teknis yang bersangkutan.
5. Pelatihan teknis diselenggarakan oleh lembaga pelatihan
terakreditasi.
6. Akreditasi pelatihan teknis dilaksanakan oleh masing- masing
instansi teknis dengan mengacu pada pedoman akreditasi yang
ditetapkan oleh LAN.

Sementara itu pengembangan kompetensi untuk jabatan


fungsional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 215 peraturan
yang sama, diatur sebagai berikut:
1. Pelaksanaan pengembangan kompetensi fungsional dilakukan
melalui jalur pelatihan.
2. Pelatihan fungsional dilaksanakan untuk mencapai
persyaratan standar kompetensi Jabatan dan pengembangan
karier.
3. Pengembangan kompetensi fungsional dilaksanakan untuk
mencapai persyaratan kompetensi yang sesuai dengan jenis
dan jenjang JF masing-masing.
4. Jenis dan jenjang pengembangan kompetensi fungsional
ditetapkan oleh instansi pembina JF.
5. Pelatihan fungsional diselenggarakan oleh lembaga pelatihan
terakreditasi.
Akreditasi pelatihan fungsional dilaksanakan oleh masing-
masing instansi pembina JF dengan mengacu pada pedoman
akreditasi yang ditetapkan oleh LAN.
2
Pengembangan kompetensi bagi Pegawai Pemerintah
Dengan Perjanjian Kerja (PPPK), berdasarkan Peraturan
Pemerintah No. 49 Tahun 2018 dalam pasal 39 diatur sebagai
berikut:
1. Dalam rangka pengembangan kompetensi untuk mendukung
pelaksanaan tugas, PPPK diberikan kesempatan untuk
pengayaan pengetahuan.
2. Setiap PPPK memiliki kesempatan yang sama untuk di
ikutsertakan dalam pengembangan kompetensi
3. Pengembangan kompetensi dilaksanakan sesuai dengan
perencanaan pengembangan kompetensi pada Instansi
Pemerintah.
4. Dalam hal terdapat keterbatasan kesempatan pengembangan
kompetensi, prioritas diberikan dengan memper-hatikan hasil
penilaian kinerja pppK yang bersangkutan.
Sedangkan dalam pasal 40 diatur lebih lanjut yaitu:
1. Pelaksanaan pengembangan kompetensi dilakukan paling lama
24 (dua puluh empat) jam pelajaran dalam 1 (satu) tahun masa
perjanjian kerja.
2. Pelaksanaan pengembangan kompetensi dikecualikan bagi
PPPK yang melaksanakan tugas sebagai JPT Utama tertentu
dan JPT Madya tertentu.
3. Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pengembangan
kompetensi diatur lebih lanjut dengan Peraturan Lembaga
Administrasi Negara.

Dengan demikian pengembangan kompetensi meliputi


aspek pengetahuan, keterampilan, dan sikap menjadi dasar dalam
proses pengembangan kompetensi dalam lingkungan pekerjaan

2
ASN. Pengembangan dapat dilakukan dengan pendekatan klasikal
dan non-klasikal, baik untuk kompetensi teknis, manajerial, dan
sosial kultural.

B. Hak Pengembangan Kompetensi

Salah satu kebijakan penting dengan berlakunya Undang


Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN adanya hak
pengembangan pegawai, sekurang-kurangnya 20 (dua puluh) Jam
Pelajaran bagi PNS dan maksimal 24 (dua puluh empat) Jam
Pelajaran bagi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja
(PPPK). Kebijakan ini tentu saja relevan utamanya dalam
menghadapi dinamika lingkungan global dan kemajuan teknologi
informasi, yang berubah dengan cepat sehingga kemutakhiran
kompetensi ASN menjadi sangat penting.
Sesuai Permenpan dan RB Nomor 38 tahun 2017 tentang
Standar Jabatan ASN, telah ditetapkan bahwa setiap pegawai
perlu kompeten secara Teknis, Manajerial, dan Sosial Kultural.
Dalam ketentuan tersebut kebutuhan kompetensi untuk masing-
masing jabatan telah ditentukan standarnya, yang dalam hal ini
menjadi fondasi dalam penentuan berbagai kebutuhan
pengelolaan kepegawaian, antara lain, pengembangan
kompetensi pegawai. Hak pengembangan tersebut meliputi
pengembangan kompetensi teknis, kompetensi manajerial, dan
kompetensi sosial kultural.
Untuk menentukan kebutuhan pelatihan ASN perlu
dilakukan pemetaan kebutuhannya. Dalam menentukan
kebutuhan pengembangan kompetensi pegawai dapat dilakukan
dengan mengumpulkan data seperti dengan menafaatkan indeks
profesionalitas, asesmen kompetensi manajerial (metode

2
assessment center atau metode lain yang sesuai), seperti survei

2
atau focus group discussion (FGD). Selanjutnya dari hasil
pemetaan tersebut dapat diidentifikasi metode pengembangan
yang sesuai dengan kesenjangan atau gap/kebutuhan masing-
masing pegawai, baik klasikal maupun non klasikal.
Akses pengembangan kompetensi secara luas dapat
memanfaatkan kemudahan teknologi dalam pelaksanaanya. Akses
pengembangan baik melalui e-learning dan instrumen lainnya,
yang memungkinkan pelatihan dapat dilakukan secara efesien dan
menjangkau ASN, yang tersebar di seluruh pelosok tanah air.
Perlunya kemudahan dan kemurahan akses pengembangan
kompetensi tersebut diperlukan, sesuai dengan hak
pengembangan kompetensi bagi setiap ASN.

C. Pendekatan Pengembangan Kompetensi

Terdapat dua pendekatan pengembangan yang dapat


dimanfaatkan pegawai untuk meningkatkan kompetensinya, yaitu
klasikal dan non klasikal. Optimalisasi hak akses pengembangan
kompetensi dapat dilakukan dengan pendekatan pelatihan non
klasikal, diantaranya e-learning, job enrichment dan job
enlargement termasuk coaching dan mentoring. Coaching dan
Mentoring selain efesien karena dapat dilakukan secara masif,
dengan melibatkan antara lain atasan peserta pelatihan sebagai
mentor sekaligus sebagai coach.

Selain itu coaching dan mentoring juga penting terkait


beberapa hal, yaitu: 1) Meningkatan kinerja individu dan kinerja
organisasi; 2) Membangun komitmen dan motivasi yang lebih
tinggi; 3) Menumbuhkan kesadaran dan refleksi diri dalam
pengembangan potensi diri; 4) Menumbuhkan kemampuan
kepemimpinan yang lebih baik; 5) Membuat proses manajemen

2
perubahan yang lebih baik; 6) Memperbaiki komunikasi dan
hubungan antara atasan-bawahan; 7) Mengimplementasikan
keterampilan yang lebih baik; dan 8) Menumbuhkan budaya kerja
yang lebih terbuka dan produktif.

Dalam penentuan kebutuhan pengembangan kompetensi,


ia juga selayaknya mempertimbangkan aspek pengembangan
karier pegawai. Dalam konteks ASN, terdapat dua jalur
pengembangan karir pegawai, yaitu jalur struktural/
kepemimpinan (Jabatan Pimpinan Tinggi dan jabatan
Administrasi) dan jalur fungsional atau profesional. Untuk jalur
struktural, ASN lebih ditekankan memiliki kompetensi view
organisasi yang luas, semakin tinggi jabatannya, kemampuan view
organisasinya harus lebih luas, meliputi kemampuan
kepemimpinan termasuk teknisnya itu sendiri. Sementara itu
untuk jalur fungsional sebagai jalur keahlian profesional, semakin
tinggi jabatannya tuntutan kompetensi teknisnya semakin dalam
(in depth). Dengan kata lain, bagi pemangku jabatan struktural,
yang dituntut yaitu kemampuan kepemimpinan dan kemampuan
teknisnya lebih lebar (generalist), dengan kedalamnya cenderung
lebih rendah, dibandingkan dengan jabatan profesional, karena
yang banyak dituntut lebih kepada kemampuan
kepemimpinannya.

Aspek lain yang diatur dalam sistem pengembangan ASN


yaitu pengembangan talenta. Dalam PeraturanpanRB Nomor 3
Tahun 2020 tentang Manajemen Talenta ASN, antara lain diatur
tentang pemetaan talenta. Sebagaimana dalam Tabel 4.1 tentang
Box Talenta ASN menjelaskan uraian masing penempatan kotak
ASN.

2
Tabel 4.1 Box Talenta ASN

Selanjutnya dalam menentukan pendekatan


pengembangan talenta ASN tersebut, sesuai dengan nine box
di atas, ditetapkan kebutuhan pengembangan pegawai, sesuai
dengan pemetaan pegawai dalam nine box tersebut. Setiap
pegawai akan dilakukan pengembangannya sesuai dengan
letak yang bersangkutan dalam kotak tersebut. Tabel 4.2
merupakan rekomendasi pengembangan pegawai sesuai
dengan letaknya masing-masing.

3
Tabel 4.2 Rekomendasi Pengembangan Talenta ASN

Dengan Tabel 4.2 menjelaskan pengembangan untuk


masing masing Talenta sesuai dengan kotak pemetaannya.
Pengembangan ini sesuai dengan kebutuhan individual yang
dituangkan dalam rencana pengembangan individu (IDP).

D. Ringkasan

1. Konsepsi kompetensi adalah meliputi tiga aspek penting


berkaitan dengan perilaku kompetensi meliputi aspek
pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang diperlukan dalam
pelaksanaan pekerjaan.
2. Sesuai Peraturan Menteri PANRB Nomor 38 Tahun 2017
tentang Standar Kompetensi ASN, kompetensi meliputi: 1)
Kompetensi Teknis adalah pengetahuan, keterampilan, dan
sikap/perilaku yang dapat diamati, diukur dan dikembangkan
yang spesifik berkaitan dengan bidang teknis jabatan; 2)
Kompetensi Manajerial adalah pengetahuan, keterampilan,
dan
3
sikap/perilaku yang dapat diamati, diukur, dikembangkan
untuk memimpin dan/atau mengelola unit organisasi; dan 3)
Kompetensi Sosial Kultural adalah pengetahuan,
keterampilan, dan sikap/perilaku yang dapat diamati, diukur,
dan dikembangkan terkait dengan pengalaman berinteraksi
dengan masyarakat majemuk dalam hal agama, suku dan
budaya, perilaku, wawasan kebangsaan, etika, nilai-nilai,
moral, emosi dan prinsip, yang harus dipenuhi oleh setiap
pemegang Jabatan untuk memperoleh hasil kerja sesuai
dengan peran, fungsi dan Jabatan.
3. Pendekatan pengembangan dapat dilakukan dengan klasikal
dan non-klasikal, baik untuk kompetensi teknis, manajerial,
dan sosial kultural.
4. Salah satu kebijakan penting dengan berlakunya Undang
Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN adanya hak
pengembangan pegawai, sekurang-kurangnya 20 (dua puluh)
Jam Pelajaran bagi PNS dan maksimal 24 (dua puluh empat)
Jam Pelajaran bagi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian
Kerja (PPPK).
5. Dalam menentukan pendekatan pengembangan talenta ASN
ditentukan dengan peta nine box pengembangan, dimana
kebutuhan pengembangan pegawai, sesuai dengan hasil
pemetaan pegawai dalam nine box tersebut.

E. Evaluasi

Berikan pernyataan Benar (B) atau Salah (S) untuk masing-


masing pernyataan dibawah ini dengan memberikan tanda silang
(X) untuk jawaban yang dianggap sesuai:

3
1. Konsepsi kompetensi adalah meliputi tiga aspek penting
berkaitan dengan perilaku kompetensi meliputi aspek
pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang diperlukan dalam
pelaksanaan peranan jabatan (B – S).
2. Sesuai Peraturan Menteri PANRB Nomor 38 Tahun 2017
tentang Standar Kompetensi ASN, kompetensi meliputi: 1)
Kompetensi Teknis adalah pengetahuan, keterampilan, dan
sikap/perilaku yang dapat diamati, diukur dan dikembangkan
yang spesifik berkaitan dengan bidang teknis jabatan; 2)
Kompetensi Sosial Kultural adalah pengetahuan,
keterampilan, dan sikap/perilaku yang dapat diamati, diukur,
dikembangkan untuk memimpin dan/atau mengelola unit
organisasi; dan 3) Kompetensi Manajerial adalah
pengetahuan, keterampilan, dan sikap/perilaku yang dapat
diamati, diukur, dan dikembangkan terkait dengan
pengalaman berinteraksi dengan masyarakat majemuk dalam
hal agama, suku dan budaya, perilaku, wawasan kebangsaan,
etika, nilai-nilai, moral, emosi dan prinsip, yang harus
dipenuhi oleh setiap pemegang Jabatan untuk memperoleh
hasil kerja sesuai dengan peran, fungsi dan Jabatan (B – S).
3. Pendekatan pengembangan dapat dilakukan dengan digital
dan non-klasikal, baik untuk kompetensi teknis, manajerial,
dan social kultural
(B – S).
4. Salah satu kebijkan yang penting dengan berlakunya Undang
Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN adanya hak
pengembangan pegawai, sekurang-kurangnya 20 (dua puluh)
Jam Pelajaran bagi PNS dan maksimal 24 (dua puluh empat)

3
Jam Pelajaran bagi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian
Kerja (PPPK) (B – S).
5. Dalam menentukan pendekatan pengembangan talenta ASN
ditentukan dengan peta nine box pengembangan, dimana
kebutuhan pengembangan pegawai, sesuai dengan pemetaan
pegawai dalam nine box tersebut
(B – S).

3
BAB V
PERILAKU KOMPETEN

A. Berkinerja dan BerAkhlak

Sesuai prinsip Undang-Undang ASN Nomor 5 Tahun


2014 ditegaskan bahwa ASN merupakan jabatan
profesional, yang harus berbasis pada kesesuaian
kualifikasi, kompetensi, dan berkinerja serta patuh pada
kode etik profesinya. Sebagaimana diuraikan dalam
penjelasan Peraturan Pemerintah Nomor 30 tahun 2019
tentang Penilaian Kinerja PNS, bahwa salah satu
pertimbangan pembentukan Undang-Undang Nomor 5
Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara yang selanjutnya
disingkat Undang-Undang ASN adalah untuk mewujudkan
ASN profesional, kompeten dan kompetitif, sebagai bagian
dari reformasi birokrasi. ASN sebagai profesi memiliki
kewajiban mengelola dan mengembangkan dirinya dan
wajib mempertanggungjawabkan kinerjanya dan
menerapkan prinsip merit dalam pelaksanaan manajemen
ASN.

Selanjutnya dalam bagian penjelasan PermenpanRB


Nomor 8 Tahun 2021 tanggal 17 Maret tahun 2021 tentang
Manajemen Kinjera, antara lain, dijelaskan bahwa penilaian
kinerja dapat dilakukan secara adil dan obyektif sehingga dapat
memotivasi pegawai untuk bekerja lebih baik, meningkatkan
kualitas dan kompetensi pegawai, membangun kebersamaan dan
kohesivitas pegawai dalam pencapaian tujuan dan sasaran
pemerintah dan hasilnya dapat digunakan sebagai dasar
3
penentuan tindak lanjut penilaian kinerja yang tepat.

Dalam kaitan relevansi kode etik profesi ASN dengan


kinerja ASN, dapat diperhatikan dalam latar belakang
dirumuskannya kode etik ASN yang disebut dengan BerAkhlak
(Surat Edaran Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan
Reformasi Birokrasi Nomo 20 Tahun 2021 tanggal 26 Agustus
2021 tentang Implementasi Core Values dan Employer Branding
ASN). Dalam Surat Edaran tersebut antara lain dijelaskan bahwa
untuk penguatan budaya kerja sebagai salah satu strategi
transformasi pengelolaan ASN menuju pemerintahan berkelas
dunia (world class government) serta untuk melaksanakan pasal 4
tentang Nilai Dasar dan pasal 5 tentang Kode Etik dan Kode
Perilaku dalam Undang Undang Nomor 5 tahun 2014 tentang ASN
diperlukan keseragaman nilai-nilai dasar ASN.

Terkait dengan perwujudan kompetensi ASN dapat


diperhatikan dalam Surat Edaran Menteri PANRB Nomor 20
Tahun 2021 dalam poin 4, antara lain, disebutkan bahwa panduan
perilaku (kode etik) kompeten yaitu: a. Meningkatkan kompetensi
diri untuk menjawab tantangan yang selalu berubahi; b.
Membantu orang lain belajar; dan c. Melaksanakan tugas dengan
kualitas terbaik. Perilaku kompeten ini sebagaiamana dalam poin
5 Surat Edaran MenteriPANRB menjadi bagian dasar penguatan
budaya kerja di instansi pemerintah untuk mendukung
pencapaian kinerja individu dan tujuan organisasi/instansi.

B. Learn, Unlearn, dan Relearn

Setiap ASN berpotensi menjadi terbelakang secara


pengetahuan dan kealian, jika tidak belajar setiap waktu seiring

3
dengan perubahan yang terjadi dari waktu ke waktu. Hal ini telah
diingatkan seorang pakar masa depan, Alfin Toffler (1971),
menandaskan bahwa: “The illiterate of the 21st century will not be
those who cannot read and write, but those cannot learn, unlearn,
and relearn” (Buta huruf abad ke-21 bukanlah mereka yang tidak
bisa membaca dan menulis, tetapi mereka yang tidak bisa belajar,
melupakan, dan belajar kembali). Sesuaikan cara pandang
(mindset) bahwa aktif meningkatkan kompetensi diri adalah
keniscayaan, merespons tantangan lingkungan yang selalu
berubah.

Penyesuaian paradigma selalu belajar melalui learn,


unlearn dan relearn, menjadi penting. Demikian halnya Margie
(2014), menguraikan bagaimana bisa bertahan dalam kehidupan
dan tantangan kedepan melalui proses learn, unlearn, dan relearn
dimaksud. Bagaimana konsep proses belajar dari learn, unlearn,
dan relearn tersebut. Pertama, learn dimaksudkan bahwa sejak
dini atau sejak keberadaan di dunia, kita dituntut untuk terus
belajar sepanjang hayat. Namun demikian, seringkali kita terjebak
dan asyik dengan apa yang telah kita tahu dan kita bisa, tanpa
merasa perlu mengubah dengan keadaan baru yang terjadi. Jadi
unlearn diperlukan sebagai proses menyesuaikan/meninggalkan
pengetahuan dan keahlian lama kita dengan pengetahuan yang
baru dan atau keahlian yang baru. Selanjutnya relearn adalah
proses membuka diri dalam persepektif baru, dengan pengakuisi
pengetahuan dan atau keahlian baru.

Berikut ini contoh dari Glints yang diuraikan Hidayati


(2020) bagaimana membiasakan proses belajar learn, unlearn,
dan relearn. Berikut langkahnya:

3
1. Learn, dalam tahap ini, sebagai ASN biasakan belajarlah hal-
hal yang benar-benar baru, dan lakukan secara terus-
menerus. Proses belajar ini dilakukan dimana pun, dalam
peran apa apun, sudah barang tentu termasuk di tempat
pekerjaannya masing-masing.
2. Unlearn, nah, tahap kedua lupakan/tinggalkan apa yang
telah diketahui berupa pengetahuan dan atau kehalian.
Proses ini harus terjadi karena apa yang ASN ketahui
ternyata tidak lagi sesuai atau tak lagi relevan. Meskipun
demikian, ASN tak harus benar-benar melupakan semuanya,
untuk hal-hal yang masih relevan. Misalnya, selama ini,
saudara berpikir bahwa satu-satunya cara untuk bekerja
adalah datang secara fisik ke kantor. Padahal, konsep kerja
ini hanyalah salah satunya saja. Kita tak benar-benar
melupakan “kerja itu ke kantor”, namun membuka
perspektif bahwa itu bukanlah pilihan tunggal. Ada cara lain
untuk bekerja, yakni bekerja dari jarak jauh.
3. Relearn, selanjutnya, dalam tahap terakhir, proses relearn,
kita benar-benar menerima fakta baru. Ingat, proses
membuka perspektif terjadi dalam unlearn.

Lebih lanjut diingatkan (Hidayati, 2020) contoh proses


pembalajaran tersebut diatas dilakukan dengan dua hal berikut
ini: pertama, berpikir terbuka, dengan belajar hal yang
berbeda. Kedua, cari perspektif orang lain. Dengan cara ini
menyadarkan kemungkinan pihak lain itu bisa jadi tahu lebih
banyak dari apa yang kita ketahui. Hal ini membuka perspektif
dan belajar dari orang lain.

Dalam membangun perilaku dan proses belajar

3
didasarkan pada hasil adapatasi prinsip dan model Learning by

3
Sharing (Thijssen et.al, 2002), model pembelajaran
sebagaiamana dalam Gambar 5.1 tentang Learning by Shairng.
Dalam proses ini terdapat tiga aspek yang perlu berkesesuaian,
yakni Kebutuhan program pelatihan itu sendiri dengan
harapan publik dan Pusbang/Pusdiklat. Sedangkan peserta
pelatihan bersinergi dengan para praktisi di kantor dan
fasilitator terlibat secara intensif dalam proses belajar dari uji
coba (learning by experimenting), belajar dari
penelahaan/penggalian (learning by investigating), dan belajar
dari praktek (learning by practising).

Melalui proses belajar dari eksperimentasi, peserta


pelatihan dengan fasilitator/peneliti dan praktisi/pegawai
bekerja sama dalam proyek penelitian terkait permasalah
pekerjaan. Caral ini menghasilkan pertukaran informasi yang
berkelanjutan antara pihak-pihak yang terlibat.

Gambar 5.1 tentang Learning by Shairng

Publik

Praktisi

Learning by Sharing

Pe serta
Pes ertaPPPp
Fasilitator

Kebutuhan Learning by Investigating Pusbang/Pusdiklat


Pengembanga

4
Sumber: Adaptasi dari “Learning by Sharing: a Model for Life-Long Learning”,
Thijssen et.al, 2002

Sementara itu proses belajar dengan penyelidikan,

fasilitator dan peserta pelatihan serta praktisi berkolaborasi

proyek pekerjaan. Dalam proses kegiatannya, ketiganya saling

mendapatkan informasi-informasi baru yang relevan untuk

penguatan pengetahuan dan keahlian para pihak yang terkait.


C. Meningkatkan Kompetensi Diri
Sedngkan proses belajar melalui praktik diperlukan untuk
Meningkatkan kompetensi diri untuk menjawab
menjembatani pembelajaran dengan tuntutan
tantangan yang selalu berubah adalah keniscayaan.
Teknologi informasi
Melaksanakan dan
belajar komunikasi
sepanjang memungkinkan
hayat merupakan peserta
sikap yang
bijak.Setiap orang termasuk
pelatihan, fasilitator ASN selayaknya
dan para praktisi memiliki watak
berbagi pembelajaran
sebagai pembelajar sepanjang hayat, yang dapat bertahan dan
mereka, dimanapun dan kapanpun yang mereka inginkan.
berkembang dalam oreintasi Ekonomi Pengetahuan (Knowledge
Economy). Pembelajar yang relevan saat ini adalah mereka yang
memiliki kemampuan untuk secara efektif dan kreatif
menerapkan keterampilan dan kompetensi ke situasi baru, di
dunia yang selalu berubah dan kompleks.

Orientasi atau ketergantungan pada pendekatan


pengembangan pedagogis, bahkan andragogis, tidak lagi

4
sepenuhnya cukup dalam mempersiapkan kita untuk berkembang
di tempat kerja. Pendekatan yang lebih mandiri dan ditentukan
sendiri diperlukan, yang bersumber dari berbagai sumber
pembelajaran yang tersebar luas dalam dunia internet, di mana
sebagai pembelajar merefleksikan apa yang dipelajari, dan
bagaimana sesuatu yang dipelajari tersebut diwujudkan dalam
konteks pekerjaan. Kemandirian untuk belajar sejalan dengan
perkembangan teknologi yang telah menciptakan kebutuhan
metode pengajaran baru, sumber belajar, dan media digital yang
lebih luas dan masif (Wheeler, 2011 dalam Blaschke, 2014).
Pendekatan pengembangan mandiri ini disebut dengan
Heutagogi atau disebut juga sebagai teori “net-centric”, yang
merupakan pengembangan berbasis pada sumber pembelajaran
utama dari Internet (Anderson, 2010, hlm. 33; Wheeler, 2011
dalam Blaschk,
2014).

Atribut utama ASN pembelajar mandiri (andragogis)


adalah mereka yang memiliki ciri sebagaimana yang diuraikan
Knowles (1975 dalam Blaschek, 2014) yaitu sebagai proses
meliputi hal sebagai berikut: dimana individu mengambil inisiatif,
dengan atau tanpa bantuan orang lain, dalam mendiagnosis
kebutuhan belajarnya; merumuskan tujuan pembelajaran,
mengidentifikasi manusia dan sumber materi untuk belajar;
memilih dan menerapkan strategi pembelajaran yang tepat; dan
mengevaluasi hasil belajar.

Prinsip pembelajar heutagogis lainnya adalah kapabilitas.


Cirinya menurut Stephenson & Weil (1992 dalam Lisa Marie
Blaschke & Stewart Hase) yaitu: orang yang cakap dengan
keyakinan pada kemampuan mereka untuk (1) mengambil
4
tindakan yang efektif dan tepat, (2) menjelaskan tentang diri
mereka, (3) hidup dan bekerja secara efektif dengan orang lain,
dan
(4) melanjutkan belajar dari pengalaman mereka, baik sebagai
individu maupun pergaulan dengan orang lain, dalam masyarakat
yang beragam dan berubah.

Dengan merujuk pada prinsip pembelajar (Blaschke &


Hase, 2019), maka perilaku ASN pembelajar dapat berupai: aktif
belajar sesuai kebutuhannya; belajar sambil melakukan; belajar
sebagai penyangga tuntutan keadaan lingkungan yang dinamis;
mempromosikan konstruksi pengetahuan; termasuk berbagi
perspektif, dan mendukung kolaborasi, percakapan dan dialog;
termasuk melakukan penyelidikan dan pemecahan masalah.
Bandura (1977 dalam Blaschke & Hase, 2019) lebih lanjut
berpendapat bahwa untuk mempertahankan kepercayaan diri
(self-efficacy), dalam mengarahkan diri sendiri terkait
pengelolaan pada potensi ancaman termasuk meningkatkan
keterampilan mengatasi situasi yang menantang, serta dapat
menghasilkan pengalaman sukses yang positif.
Perilaku lain ASN pembelajar yaitu melakukan
konektivitas dalam basis online network. Dalam konteks ini
mewujudkan akses belajar seperti kursus online terbuka massal
(MOOCs), di mana koneksi dapat dibentuk untuk membentuk
komunitas pengetahuan. Dalam lingkungan berjejaring,
pembelajaran dipandang sebagai proses menemukan makna
dalam proses pembelajaran dan menciptakan koneksi di seluruh
jaringan (Siemens, 2004 dalam Blaschke & Hase, 2019), dan
mengatur diri sendiri, memahami bagaimana pegawai dan

4
organisasi untuk memilih apa yang dipelajari (Dron & Anderson,
2014; Siemens, 2004 dalam Blaschke & Hase, 2019).
Sumber pembelajaran lain bagi ASN dapat memanfaatkan
sumber keahlian para pakar/konsultan, yang mungkin dimiliki
unit kerja atau instansi tempat ASN bekerja. Para
narasumber/pakar yang didatangkan instansi untuk suatu
kegiatan/projek dapat dimanfaatkan para ASN pembelajar,
sebagai sumber berbagi pengetahuan dengan para pakar atau
menerapkannya pada masalah tertentu dalam pekerjaan. Forum
kegiatan dengan pelibatan pakar merupakan proses transfer
pengetahuan dan keahlian (Thomas H & Laurence, 1998).

Perilaku pembelajar dalam interaksi berbagi


pengetahuan pekerjaan tersebut sebagai media ASN untuk
mendukung suasana organisasi pembelajar secara keseluruhan.
Nonaka dan Takeuchi yang dikutip Thomas H & Laurence (1998)
mengatakan bahwa menyatukan orang-orang dengan
pengetahuan dan pengalaman yang berbeda adalah salah satu
syarat yang diperlukan untuk penciptaan pengetahuan.
Meminjam istilah sibernetika, "keragaman yang diperlukan,"
untuk menggambarkan konflik produktif dari abrasi kreatif,
sebagai "kekacauan kreatif" dan nilai memiliki kumpulan ide yang
lebih besar dan lebih kompleks untuk dikerjakan. Perbedaan di
antara individu mencegah kelompok jatuh ke dalam solusi rutin
untuk masalah. Jangan takut dengan sedikit "kekacauan kreatif".
Hal ini karena kelompok tidak memiliki solusi yang sama,
individu harus mengembangkan ide- ide baru bersama-sama atau
menggabungkan ide-ide lama mereka dengan cara-cara baru.

4
Pengetahuan juga dihasilkan oleh jejaring informal
(networks), yang mengatur diri sendiri dalam interaksi dengan
pegawai dalam organisasi. Komunitas yang disatukan oleh minat
yang sama, biasanya berbicara bersama secara langsung, seperti
melalui telepon, dan melalui email untuk berbagi keahlian dan
memecahkan masalah bersama. Ketika jaringan semacam ini
berbagi cukup pengetahuan yang sama untuk dapat
berkomunikasi dan berkolaborasi secara efektif, percakapan
komunitas pegawai yang berkelanjutan sering kali menghasilkan
pengetahuan baru bagi organisasi.

Meskipun cara jejaring mungkin sulit untuk dikodifikasi,


proses ini dapat menambah pengetahuan bagi organisasi. Oleh
karena itu untuk mengoptimalkan pelaksanaannya, sering kali
membutuhkan bantuan profesional atau fasilitator jaringan, yang
dapat merekam pengetahuan yang seharusnya tetap berada
dalam kepala para ahli. Pemanfaatan media teknologi dapat
diadopsi untuk fasilitasi interaksi berbagi pengetahuan pekerjaan.
Dengan cara itu, praktik ini dapat menjadi bagian dari modal
pengetahuan aktif instansi.

Sebagai ASN pembelajar, ASN juga diharapkan


mengalokasikan dirinya dalam waktu dan ruang yang memadai,
yang dikhususkan untuk penciptaan atau perolehan
pengetahuan. Dalam kaitan ini ASN dapat terlibat dalam
aktivitas seperti laboratorium dan perpustakaan di lingkungan
kantornya, di tempat penemuan pengetahuan baru dapat
dihasilkan, tetapi juga aktivitas laboratorium dan perpustakaan
juga sebagai tempat pertemuan di mana ASN berkumpul dan

4
Contoh bagaimana membangun energi belajar, dapat
Saudara telaah tulisan tentang “Tips dan Trik Meningkatkan
Motivasi Belajar Untuk Diri Sendiri” sebagai berikut:

1. Membuat Agenda Belajar, untuk mengatur waktu dan materi


apa yang harus dipelajari.
2. Menentukan Gaya Belajar, setiap orang memiliki gaya
belajarnya masing-masing. Tentukan apakah Saudara
termasuk seseorang yang bertipe visual, auditori, atau
kinestetik. Dengan mengetahui gaya belajar bisa
menyesuaikan diri dengan materi yang ingin dipelajari.
3. Istirahat, istirahat termasuk salah satu faktor penting dalam
proses belajar. Ketika tubuh lelah, proses belajar tidak akan
maksimal.
4. Hindari Gangguan Belajar, aturlah waktu untuk bermain
gadget, bermain sosial medua, melihat televisi, dan game
online agar tidak mengganggu waktu belajar. Jangan berada
di kumpulan orang atau keramaian.
5. Cari Suasana yang Tepat, semua suasana menjadi tepat jika
kamu berhasil mengontrol diri sendiri. Tentukan suasana
yang tepat untuk diri sendiri.
6. Belajar/sharing Bersama Teman/jejaring, selain akan
menjadi motivasi belajar dan penyemangat, teman akan
membantu saat kamu menemukan kesulitan. Belajar dengan
sistem diskusi biasanya membuat kita lebih mudah
memahami sesuatu (dikutip dari AdminprioritySTAN Jan 5,
2020, link https://prioritystan.com/cara-meningkatkan-
motivasi-belajar-untuk-diri sendiri/).

4
D. Membantu Orang Lain Belajar

Sosialisasi dan Percakapan melalui kegiatan morning


tea/coffee termasuk bersiolisai di ruang istirahat atau di kafetaria
kantor sering kali menjadi ajang transfer pengetahuan. ASN
pembelajar dapat meluangkan dan memanfaatkan waktunya
untuk bersosialisasi dan bercakap pada saat morning tea/coffee
ataupun istirahat kerja. Cara ini selayaknya tidak dianggap
membuang-membuang waktu. Kendatipun pembicaraan
seringkali mengalir tanpa topik terfokus, namun di dalamnya
banyak terselip berbagi pengalaman kegiatan kerja, yang dihadapi
masing-masing pihak. Para pihak saling bertanya tentang
pekerjaan, mereka memantulkan ide satu sama lain, sekaligus
mendapatkan saran tentang bagaimana memecahkan masalah.
Hal ini sejalan dengan apa yang ditekankan Alan Webber (dalam
Thomas H & Laurence, 1998), dalam ekonomi baru (knowledge
economy era), percakapan adalah bentuk pekerjaan yang paling
penting. Percakapan adalah cara pekerja menemukan apa yang
mereka ketahui, membagikannya dengan rekan kerja mereka, dan
dalam prosesnya menciptakan pengetahuan baru bagi organisasi.
Perilaku berbagi pengetahuan bagi ASN pembelajar yaitu
aktif dalam “pasar pengetahuan” (Thomas H.& Laurence, 1998)
atau forum terbuka (Knowledge Fairs and Open Forums). Dalam
forum tersebut merupakan kesempatan bagi pegawai untuk
berinteraksi secara informal. Seperti kegiatan piknik pegawai
memberikan kesempatan untuk pertukaran informasi antara ASN
yang tidak memiliki banyak kesempatan berbicara satu sama lain
dalam pekerjaan sehari-hari di kantor. Sementara itu Pameran
pengetahuan seperti pameran/bursa buku, pameran pendidikan
dan seminar penelitian, adalah forum untuk mendorong

4
pertukaran pengetahuan.

ASN pembelajar dalam beragam profesi seperti guru,


dokter, sekretaris, arspiaris dan lain-lain adalah pengelola dan
sumber pengetahuan yang penting. Mereka semua perlu
membuat, berbagi, mencari, dan menggunakan pengetahuan
dalam rutinitas sehari-hari mereka. Dalam pengertian ini, bekerja
dan mengelola pengetahuan harus menjadi bagian dari pekerjaan
setiap orang (Thomas H.& Laurence, 1998). Mengambil
pengetahuan yang terkandung dalam dokumen kerja seperti
memo, laporan, presentasi, artikel, dan sebagainya dan
memasukkannya ke dalam repositori di mana ia dapat dengan
mudah disimpan dan diambil (Knowledge Repositories). Berikut di
bawah ini contoh kasus Inspiratif seorang guru bernama Taufik
Noor tentang motifnya berbagi pengalaman.

4
Taufik Noor, sang pencerah…

Seorang guru PNS di Jorong yang sampai saat ini masih produktif
menulis untuk membagikan perjuangan dan pandangannya tentang
profesi pengajar.

Meski mengajar di sekolah terpencil, Taufik tak patah arang. Dia


mampu menjadi guru yang menginspirasi banyak pengajar lainnya
lewat tulisan-tulisannya.

Tidak itu saja, puluhan artikel dan ratusan puisi sudah dihasilkan
dari tangan anak nelayan ini.

Sebagai guru, Taufik mendapatkan banyak penghargaan. Salah


satunya adalah Juara I Forum Ilmiah guru 2013.

Taufik mengatakan semua karya yang dihasilkan merupakan


pengalaman pribadi yang dibagikannya sebagai manfaat untuk
orang lain. Dan yang terpenting, dalam hidupnya petuah orang tua
yang disampaikan. “Jadilah orang yang memberikan manfaat bagi
orang lain,” ucapnya (Dikutip dalam modul: Hero ASN, Pusbangpeg
ASN, BKN, 2018).

Cara lain untuk membantu orang lain melalui kegiatan


aktif untuk akses dan transfer Pengetahuan (Knowledge Access
and Transfer), dalam bentuk pengembangan jejaring ahli (expert
network), pendokumentasian pengalamannya/ pengetahuannya,
dan mencatat pengetahuan bersumber dari refleksi pengalaman
(lessons learned) (Thomas H.& Laurence, 1998). ASN pembelajar
dapat juga berpartisipasi untuk aktif dalam jaringan para ahli
sesuai dengan bidang kepakarannya dalam proses transfer
pengetahuan keahlian. Jadi ASN dapat aktif dalam jejaring
pengetahuan tersebut untuk memutakhirkan pengetahuannya
dan dapat juga menyediakan dirinya sebagai ahli/sumber

4
pengetahuan

5
itu sendiri, yang dapat mentrasfer pengetahuannya kepada pihak
lain yang membutuhkannya.

Tugas Individu:
Buka dan baca artikel Energi Baik itu Bernama “Berbagi
Ilmu” ditulis Fifin Nurdiyana, tanggal 3 Agustus 2018, link:
https://www.kompasiana.com/fifinfiqih/5b6416ea5a676f4a
33429e45/energi-baik-itu-bernama-berbagi-ilmu
1. Belajar dari artikel di atas, buatlah dalam kalimat aktif,
tindakan apa yang akan Saudara lakukan dalam upaya berbagi
ilmu pengetahuan di lingkungan pekerjaan Saudara nanti?
Tulis dan ungkapkan dalam kelas!
2. Pelajari contoh lain berbagi ilmu dalam tokoh atau sosok yang
Saudara anggap penting, tuliskan praktek berbagi yang akan
dan atau telah Saudara praktekan dalam kehidupan Saudara!

E. Melaksanakan tugas terbaik

Sumber:
Khoo & Tan, 2004

5
1. Pengetahuan menjadi karya
Sejalan dengan kecenderungan setiap organisasi, baik instansi
pemerintah maupun swasta, bersifat dinamis, hidup dan
berkembang melalui berbagai perubahan lingkungan dan
karya manusia. Saat ini, tuntutan organiasi bergeser dari
struktur hierarkis kepada struktur lebih matriks. Pada masa
lain, tuntutan lingkungan mungkin bisa kembali ke arah yang
lebih hirakhis untuk optimalisasi organisasi. Dalam konteks
ini energi kolektif setiap pegawai merupakan salah satu
elemen penting dalam dinamika perubahan tersebut, untuk
peningkatan kinerja organisasi.

Sumber:
Khoo & Tan, 2004

Kontribusi terbaik dalam pekerjaan berbasis pengetahuan


yang bertumpu pada pelatihan dan pendidikan berkelanjutan

(Aldisert, 2002). Dalam konteks ini sangat relevan jika setiap


ASN dapat mengubah pola pikir pelatihan sebagai biaya
menjadi pelatihan sebagai investasi. Ketika menganggap
modal manusia sebagai fondasi nilai instansi, tidak punya
pilihan selain mengambil tindakan meningkatkan aset modal
insani. Investasikan pada talenta ASN, dengan cara demikian

5
meningkatkan modal organisasi dan nilai instansi tempat ASN bekerja secara
Salah satu kecenderungan suatu organisasi akan mempekerjakan pegawainya

Sumber:
Khoo & Tan, 2004

Oleh karena itu perwujudan pengetahuan dalam karya


terbaik pekerjaan menjadi sangat penting. Hal ini tentu saja
dimensi emosi psikologis merupakan modal penting dalam
upaya mendorong perilaku karya-karya terbaik dalam

5
pekerjaan. Keadaan emosional seperti 'kegembiraan', 'gairah',
'kepercayaan diri', 'kebahagiaan', 'kegembiraan' dapat
membuat setiap pegawai mengambil tindakan dan tampil
dalam keadaan puncak terbaik atau kesuksesan pekerjaan.
Sebaliknya keadaan seperti 'takut', 'kecemasan', 'stres',
'kelembaman', 'depresi', dan 'kelelahan' dapat menahan
tindakan kerja secara maksimal (Khoo & Tan, 2004). Dengan
demikian dimensi emosi sukses yang diperlukan setiap ASN,
antara lain, yaitu: motivasi tinggi, kegembiraan, keyakinan,
gairah, kebahagiaan, energi, dan rasa ingin tahu dengan
menghindarkan stres yang berlebihan, kekhawatiran, dan
kemarahan.

2. Tugas: Identifikasi Tipikal Individu


Tandai daftar tipikal individu yang dapat menahan
kesuksesan pekerjaan Anda:
1. Frustrasi.
2. Ketakutan
3. Kemalasan
4. Penundaan
5. Kegembiraan
6. Kecemasan
7. Kebahagiaan
8. Kelelahan
9. Kantuk
10. Kebosanan
11. Depresi
Bagaimana dalam pengalaman Saudara terkait dengan tipikal
tersebut diatas, jelaskan!

5
Khoo & Tan (2004) menekankan beberapa upaya
membangun keyakinan diri untuk bekerja terbaik, yaitu:
 Pertama, pikirkan saat di masa lalu ketika Anda merasa
benar-benar Percaya Diri;
 Kedua, berdirilah seperti Anda akan berdiri jika Anda
merasa benar-benar Percaya Diri;
 Ketiga, bernapaslah seperti Anda akan bernapas jika Anda
merasa benar-benar Percaya Diri;
 Keempat, miliki ekspresi wajah, fokus di mata Anda ketika
Anda merasa benar-benar Percaya Diri;
 Kelima, beri isyarat seperti yang Anda lakukan jika Anda
merasa benar-benar Percaya Diri; dan
 Terakhir, katakan apa yang kamu mau, katakan pada diri
sendiri jika Anda merasa benar-benar percaya diri (gunakan
volume, nada, dan nada suara yang sama).

30% 30%

menyerah menyerah
Sumber:Khoo & Tan, 2004

5
3. Makna hidup dan bekerja baik
Pentingnya berkarya terbaik dalam pekerjaan selayaknya tidak
dilepaskan dengan apa yang menjadi terpenting dalam hidup
seseorang. Beberapa pertanyaan yang layak untuk direnungkan,
antara lain: Pernahkah Anda bertanya-tanya apa yang
sebenarnya mendorong dalam hidup Anda? Mengapa Anda
melakukan apa yang Anda lakukan? Apa yang mendorong
keputusan Anda dan pilihan yang Anda buat terus-menerus?
Rahasia Kinerja Puncak bahwa perilaku Anda lebih didorong
oleh emosi daripada logika. Apa yang Anda lakukan lebih
didasarkan pada apa yang ingin Anda lakukan daripada apa yang
Anda pikir harus Anda lakukan. Secara logis, Anda tahu bahwa
Anda harus mengambil tindakan dan menindaklanjuti tujuan
Anda, tetapi secara emosional, Anda mungkin tertahan oleh
perasaan lesu atau bahkan takut.

Bagaimana cara menemukan makna nilai yang Anda


anggap penting. Khoo & Tan (2004) menguraikan dalam formula
pertanyaan relfektif, yang dapat membantu menemukan nilai
yang Anda anggap penting, yaitu:
3.1 Apa yang paling penting bagi saya dalam hidup?
Kebahagiaan Pribadi? Keluarga? Kesehatan? Cinta?
Kebebasan? Keamanan? Seru? Popularitas? Pengakuan?
Ingat: Anda harus menemukan nilai (keadaan emosional)
apa yang Anda sayangi dan bukan objek fisik. Jika Anda
mengatakan 'mobil saya', lalu tanyakan apa yang diberikan
mobil Anda kepada Anda? Apakah itu Kenyamanan?
Kekuasaan? Prestise? Tuliskan ini sebagai nilai-nilai Anda
3.2 Atau, keadaan emosi positif apa yang paling ingin saya capai?

5
Anda juga bisa bertanya pada diri sendiri pertanyaan ini
untuk mendapatkan nilai-nilai Anda.
3.3 Atau, apa yang paling penting bagi saya dalam hidup?
Kebahagiaan Pribadi? Keluarga? Kesehatan? Cinta?
Kebebasan? Keamanan? Seru? Popularitas? Pengakuan?
Ingat: Anda harus menemukan nilai (keadaan emosional)
apa yang Anda sayangi dan bukan objek fisik. Jika Anda
mengatakan 'mobil saya', lalu tanyakan apa yang diberikan
mobil Anda kepada Anda? Apakah itu Kenyamanan?
Kekuasaan? Prestise? Tuliskan ini sebagai nilai-nilai Anda.

Selanjutnya, pikirkan terakhir kali Anda sangat


termotivasi untuk melakukan sesuatu. Keadaan emosi positif
apa yang sedang Anda tuju? Misalnya, Anda pernah sangat
termotivasi untuk mengikuti kompetisi pidato atau pencarian
bakat. Tanyakan pada diri sendiri, 'Kondisi emosional apa yang
ingin Anda capai?' Apakah kepuasan yang datang dengan
Ketenaran? Prestasi? Pertumbuhan pribadi atau Kepuasan?
(Khoo & Tan, 2004). Sekali lagi, ini akan menjadi indikasi nilai-
nilai seseorang.

F. Ringkasan

Sesuai hasil uraian dalam bab V, maka berikut di bawah ini


beberapa materi pokok dalam bab ini sebagai berikut:

1. Berkinerja yang BerAkhlak:


 Setiap ASN sebagai profesional sesuai dengan
kualifikasi, kompetensi, dan kinerja.

5
 Selain ciri tersebut ASN terikat dengan etika profesi
sebagai pelayan publik.
 Perilaku etika profesional secara operasional tunduk
pada perilaku BerAkhlak.
2. Meningkatkan kompetensi diri:
 Meningkatkan kompetensi diri untuk menjawab
tantangan yang selalu berubah adalah keniscayaan.
 Pendekatan pengembangan mandiri ini disebut dengan
Heutagogi atau disebut juga sebagai teori “net-centric”,
merupakan pengembangan berbasis pada sumber
pembelajaran utama dari Internet.
 Perilaku lain ASN pembelajar yaitu melakukan
konektivitas dalam basis online network.
 Sumber pembelajaran lain bagi ASN dapat memanfaatkan
sumber keahlian para pakar/konsultan, yang mungkin
dimiliki unit kerja atau instansi tempat ASN bekerja atau
tempat lain.
 Pengetahuan juga dihasilkan oleh jejaring informal
(networks), yang mengatur diri sendiri dalam interaksi
dengan pegawai dalam organisasi dan atau luar
organisasi.
3. Membantu Orang Lain Belajar:
 Sosialisasi dan Percakapan di ruang istirahat atau di
kafetaria kantor termasuk morning tea/coffee sering kali
menjadi ajang transfer pengetahuan.
 Perilaku berbagi pengetahuan bagi ASN pembelajar yaitu
aktif dalam “pasar pengetahuan” atau forum terbuka
(Knowledge Fairs and Open Forums).
 Mengambil dan mengembangkan pengetahuan yang
terkandung dalam dokumen kerja seperti laporan,
5
presentasi, artikel, dan sebagainya dan memasukkannya
ke dalam repositori di mana ia dapat dengan mudah
disimpan dan diambil (Knowledge Repositories).
 Aktif untuk akses dan transfer Pengetahuan (Knowledge
Access and Transfer), dalam bentuk pengembangan
jejaring ahli (expert network), pendokumentasian
pengalamannya/pengetahuannya, dan mencatat
pengetahuan bersumber dari refleksi pengalaman
(lessons learned).

4. Melakukan kerja terbaik:


 Pengetahuan menjadi karya: sejalan dengan
kecenderungan setiap organisasi, baik instansi
pemerintah maupun swasta, bersifat dinamis, hidup dan
berkembang melalui berbagai perubahan lingkungan dan
karya manusia.
 Pentingnya berkarya terbaik dalam pekerjaan selayaknya
tidak dilepaskan dengan apa yang menjadi terpenting
dalam hidup seseorang.

G. Evaluasi

1. Sebutkan ciri-ciri yang berkaitan dengan ASN berkinerja yang


berAkhlak dengan memberikan tanda silang (X) pada
pernyataan Benar (B) atau Salah (S):
a. Setiap ASN sebagai profesional sesuai dengan
pelayanan, kompetensi, dan berkinerja (B - S).
b. ASN terikat dengan etika profesi ASN sebagai pelayan
publik (B - S).

5
c. Perilaku etika professional ASN secara operasional
tunduk pada perilaku berAkhlak (B - S).
2. Berikut pernyataan di bawah ini menggambarkan perilaku
kompeten ASN untuk meningkatkan kompetensi diri yang
relevan/tepat dengan memberikan tanda Benar (B) atau Salah
(S):
a. Meningkatkan kompetensi diri untuk menjawab
tantangan yang selalu berubah adalah diperlukan
diutamakan untuk jabatan strategis di lingkungan ASN
(B - S).
b. Pendekatan pengembangan mandiri ini disebut dengan
Heutagogi atau disebut juga sebagai teori “net-centric”,
yang merupakan pengembangan berbasis pada sumber
pembelajaran utama dari perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi (B - S).
c. Perilaku ASN pembelajar yaitu melakukan konektivitas
dalam basis online network (B - S).
d. Sumber pembelajaran bagi ASN antara lain dapat
memanfaatkan sumber keahlian para pakar/konsultan,
yang mungkin dimiliki unit kerja atau instansi tempat
ASN bekerja (B - S).
e. Pengetahuan ASN dihasilkan jejaring informal
(networks), yang mengatur diri sendiri dalam interaksi
dengan pegawai dalam organisasi (B - S).

3. Perilaku kompeten ASN dalam membantu orang lain belajar


yang tepat di bawah ini dengan memberikan tanda Benar (B)
atau Salah (S):

6
a. Sosialisasi dan Percakapan di ruang istirahat atau di
kafetaria kantor sering kali tidak menjadi ajang transfer
pengetahuan, tetapi lebih sebagai obrolan santai kurang
bermakna pengetahuan (B - S).
b. Perilaku berbagi pengetahuan bagi ASN pembelajar
yaitu aktif dalam forum terbuka (Knowledge Fairs and
Open Forums), dimana setiap ASN wajib melanjutkan
kepada pendidikan lebih tinggi (B - S).
c. Mengambil pengetahuan yang terkandung dalam
dokumen kerja seperti memo, laporan, presentasi,
artikel, dan sebagainya dan memasukkannya ke dalam
repositori di mana ia dapat dengan mudah disimpan
dan diambil (Knowledge Repositories) merupakan
bagian perilaku kompeten yang diperlukan (B - S).
d. Aktif untuk akses dan transfer Pengetahuan (Knowledge
Access and Transfer), dalam bentuk pengembangan
jejaring ahli (expert network), pendokumentasian
pengalamannya/pengetahuannya, dan mencatat
pengetahuan bersumber dari refleksi pengalaman
(lessons learned) adalah bagian ciri dari perilaku
kompeten ASN (B - S).

4. Upaya melakukan kerja terbaik sebagai bagian perilaku


kompeten ASN yang sesuai di bawah ini dengan memberikan
pernyataan Benar (B) atau Salah (S):

a. Sejalan dengan kecenderungan setiap organisasi, baik


instansi pemerintah maupun swasta, bersifat dinamis,
hidup dan berkembang melalui adaptasi terhadap

6
perubahan lingkungan dan melakukan karya terbaik
bagi pekerjaannya (B - S).

b. Berkarya terbaik dalam pekerjaan selayaknya tidak


dilepaskan dengan apa yang menjadi terpenting dalam
nilai hidup seseorang (B - S).

6
BAB V
PENUTUP

Pembahasan keseluruhan dalam modul ini menjelaskan


pokok-pokok dan penerapan perilaku pengembangan kompetensi
yaitu: Tantangan Lingkungan Strategis, Kebijakan Pembangunan
Aparatur, Kebijakan dan Program Pengembangan Kompetensi,
dan Perilaku Kompeten. Dengan penguraian keseluruhan aspek
tersebut diharapkan peserta latsar CPNS mendapatkan
pemahaman yang sama tentang perlunya komprehensivitas
dalam melakukan pengembangan kompetensi sesuai dengan
dinamika lingkungan internal dan eksternal organisasi.
Perilaku kompeten sebagaimana dalam uraian modul
ini, diharapkan menjadi bagian ecosystem pembangunan budaya
instansi pemerintah sebagai instansi pembelajar (organizational
learning). Pada ujungnya, wujudnya pemerintahan yang unggul
dan kompetitif, yang diperlukan dalam era global yang amat
dinamis dan kompetitif, sejalan perubahan lingkungan strategis
dan teknologi yang berubah cepat.
Agar pembelajaran ini efektif dalam menguatkan
perilaku kompeten, setiap peserta latsar CPNS agar membuat
Rencana Tindak Lanjut Mewujudkan Perilaku Kompeten di
Tempat Kerja, dengan menuangkannya dalam Formulir Agenda
Rencana Tindak Lanjut Mewujudkan Perilaku Kompeten, dalam
lampiran modul ini.

6
DAFTAR PUSTAKA

Daftar Buku dan Jurnal

Martin, Lexy & Harris, Stacey. Global Human Capital Management Best
Practices, Research and Analytics at Sierra-Cedar, Sierra-Cedar, Inc.,
2015.

Aggarwal, Gunjan dkk. How Digital Transformation Elevates Human


Capital Management, FORBES INSIGHTS, 2016.

Merlevedes, Patrick, Talent Management: A Focus on Excellence:


Managing Human Resources in a Knowledge Economy 1 st edition©
2014.

Pusat Pengembangan Kepegawaian ASN BKN, Implementasi Manajemen


Talenta di Instansi Pemerintah (Modul), 2018.

Jalis, Ahmad. Sistem Merit dan Manajemen ASN (Modul), LAN-KPK, 2021.
Blaschke, Lisa Marie. Heutagogy and Lifelong Learning: A Review of
Heutagogical Practice and Self-Determined Learning. The International
Review of Research in Opern and Distance Learning, May 2014.

Blaschke, Lisa Marie & Hase, Stewart. Heutagogy and digital media
networks: Setting students on the path to lifelong learning. Pacific
Journal of Technology Enhanced Learning, 2019.

Davenport, Thomas H & Prusak, Laurence. Working Knowledge: How


Organizations Manage What They Know. Harvard Business School Press,
1998.

Aldisert, Lisa M. How Human Capital Can Be Your Strongest Asset.


Published by Dearborn Trade Publishing, Kaplan Professional Company,
2002.

Khoo, Adam & Stuart Tan. MASTER YOUR MiND DESIGN YOUR: Proven
Strategies that Empower You to Achieve Anything You Want in Life.
Published by Adam Khoo Learning Technologies Group Pte Ltd10 Hoe
Chiang Road#01-01 Keppel Towers, Singapore, 2004.

Millar, Carla CJM, Groth, Olaf, Mahon, John F, Management Innovation in


a VUCA World: Challenges and Recommendations, October 2018,
6
California

6
Management
Review.https://www.researchgate.net/publication/328158276_Manage
ment_Innovation_in_a_VUCA_World_Challenges_and_Recommendations.

Denton, John, Organisational Learning and Effectiveness, London, the


Taylor & Francis e-Library, USA: 2001.

Thijssen, Thomas P. T., Maes, Rik and Vernooij ,Fons T.J., Learning by
Sharing:a Model for Life-Long Learning, January 2002 (See discussions,
stats, and author profiles for this publication at:
https://www.researchgate.net/publication/254775929).

Margie, Warell. Learn, Unlearn and Relearn: How to Stay Current and Get
Ahead.Forbes.com,tautan:https://www.forbes.com/sites/margieewarrel
l/2014/02/03/learn-unlearn-and-relearn/?sh=bc7f9e5676fe);

AlfinToffler, Future Shock. Bantam Books: New York, 1971.

Khairina F. Hidayati, Tayang 28 Des


2020https://glints.com/id/lowongan/learn-unlearn-
relearn/#.Ydke_xNBw-d

Daftar Perundang-Undangan

Undang Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Manajemen ASN

Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2017 Jo 17 Tahun 2020 Tentang


Manajemen PNS

Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun 2018 tentang Manajemen PPPK

Peraturan Presiden 30 Tahun 2019 tentang Penilaian Kinerja PNS

PermenpanRB Nomor 38 Tahun 2017 tentang Standar Kompetensi ASN

PermenpanRB Nomor 3 Tahun 2020 tentang Manajemen Talenta ASN

PermenpanRB Nomor 8 Tahun 2021 tentang Manajemen Kinerja PNS

Surat Edaran MenpanRB Nomor 21 Tahun 2021 tentang Implementasi


Core Values dan Employer Branding ASN

6
Peraturan BKB Nomor 26 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Penilaian
Kompetensi

Peraturan BKN Nomor 28 Tahun 2020 tentang Pengembangan Karier PNS

Peraturan LAN Nomor 10 Tahun 2018 tentang Pengembangan


Kompetensi PNS

6
Lampiran:
Formulir Agenda Rencana Tindak Lanjut Mewujudkan Perilaku
Kompeten

Tulis Kaitan
dengan Tiga
Target
No Kegitan Aspek Keterangan
Waktu
Perilaku
Kompeten
1 2 3 4 5
Tulis Tuliskan Tuliskan Tulis target Tuliskan
nomor rencana kaitannya waktunya kaitannya
urut aksinya dengan dengan
kegiatan aspek pekerjaan
perilaku
kompeten

6
1

Anda mungkin juga menyukai