Latar Belakang
1
Tujuan
A. Tujuan Umum
Untuk mengkonfirmasi indikasi terjadinya KLB dan faktor risiko Kejadian DBD
di Wilayah kerja Puskesmas Wonomulyo Kabupaten Polewali Mandar tahun
2022
B. Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui gambaran epidemiologi KLB DBD berdasarkan orang ,
waktu dan tempat di wilayah kerja Puskesmas Wonomulyo Kabupaten
Polewali Mandar.
2. Untuk mengetahui faktor risiko yang berhubungan dengan KLB DBD di
wilayah kerja Puskesmas Wonomulyo Kabupaten Polewali Mandar.
3. Menentukan tindakan penanggulangan untuk mencegah
terjadinya penularan di masyarakat.
2
Metode
A. Tim Investigasi
B. Verifikasi Diagnosis
Penegakkan diagnosis Demam Dengue berdasarkan buku Pedoman
Pengendalian Demam Berdarah Kemenkes RI tahun 2014, yaitu:
1. Probable
a. Demam tinggi mendadak
b. Ditambah 2 atau lebih gejala/ tanda penyerta
- Nyeri kepala
- Nyeri belakng bola mata
- Ruam kulit
- Manifestasi perdarahan
3
- Leukopenia (leukosit ≤ 5000/mmᶟ)
- Trombositopenia ( trombosit < 150.000/ mmᶟ)
- Peningkatan hematokrit 5-10 %
1. Klinis
a. Demam tinggi mendadak berlangsung selama 2-7 hari.
b. Terdapat manifestasi/ tanda-tanda perdarahan ditandai dengan
- Uji bendung (tourniquet test) positif
- Petekie, ekimosis, purpura
- Perdarahan mukosa, epistaksis, perdarahan gusi
4
- Hematemesis dan atau melena. c. Pembesaran hati.
d. Syok ditandai nadi cepat dan lemah serta penurunan tekanan nadi (≤
20 mmHg), hipotensi, kaki dan tangan dingin, kulit lembab dan pasien
tampak gelisah.
2. Laboratorium
a. Trombositopenia (100.000/ mmᶟ atau kurang).
b. Adanya kebocoran plasma karena peningkatan permeabilitas
kapiler yang di tandai adanya peningkatan hematokrit ≥ 20% atau
adanya efusi pleura, asites atau hipoproteinemia.
C. Definisi Kasus
Kasus adalah masyarakat yang tinggal di dusun 3 Desa Sidorejo
Kecamatan Wonomulyo pada bulan Januari sampai dengan April
2022, yang mengalami beberapa gejala klinis DBD dan pengujian
sampel darah trombosit dan/atau RDT (IgG,IgM,NS1) menunjukkan
diagnose positif DBD.
D. Penemuan Kasus
1. Batasan Wilayah Pelacakan
Batasan wilayah kasus pada satu desa, yaitu Desa sidorejo
Kecamatan Wonomulyo meliputi dusun 1, dusun 2, dusun 3 dan
dusun4.
5
2. Pengumpulan Data Primer
a. Pelacakan Kasus
Pelacakan kasus dilakukan secara aktif dan pasif pada wilayah kerja
Puskesmas Wonomulyo, yaitu berdasarkan keterangan masyarakat serta
laporan hasil diagnosa dari rumah sakit. Data pasien yang ada kemudian di
telusuri dan dilakukan wawancara menggunakan kuesioner terstruktur untuk
mengetahui gambaran epidemiologi, perilaku, riwayat perjalanan kasus,
gambaran lingkungan, tempat potensial perindukan nyamuk dan
keberadaan jentik. Wawancara dilaksanakan pada 55 rumah dengan radius
penyelidikan epidemiologi 100 meter dari rumah penderita
b. Pencarian Kasus Tambahan
Kasus tambahan di peroleh melalui pengajuan pertanyaan kepada kasus
maupun masyarakat di sekitar kasus radius 100 m untuk mencari suspek
yang memiliki gejala yang sama dengan penderita.
6
Hasil Penyelidikan
A. Kepastian Diagnosa
Penetapan KLB DBD pada dusun 3 Desa Sidorejo berdasarkan distribusi gejala
klinis kemudian di dukung oleh pemeriksaan laboratorium dari Rumah Sakit Umum
daerah Polewali Mandar. Jumlah kasus yang di temukan sebanyak 19 kasus dengan
tenggang waktu bulan Januari s/d April 2022
Penyelidikan epidemiologi telah dilakukan oleh Puskesmas sejak kasus pertama yaitu
pada bulan Januari tahun 2022. Akan tetapi di sebabkan oleh pergantian petugas
suerveilans pada bulan Januari 2022 sehingga dalam pelaksanaan surveilans DBD
hingga pelaporan ke Dinas Kesehatan belum maksimal. Oleh karena itu penyelidikan
epidemiologi dapat di laksanakan pada tanggal 30 Maret sampai dengan 06 April
2022 dengan melakukan wawancara menggunakan kuesioner terstruktur. Adapun
deskripsi kasus berdasarkan gejala klinis sebagai berikut:
Tabel 1.
Deskripsi Kasus KLB DBD menurut Gejala Klinis di
Dusun 3 Desa Sidorejo Kec. Wonomulyo Kabupaten
Polewali Mandar
Persentase
No Gejala Klinis Jumlah
(% )
1 Demam 19 100
2 Ruam 17 89,4
3 Rumpleed Positif 13 68,4
4 Tidak nafsu makan 13 68,4
5 Sakit Kepala 13 68,4
6 Sakit badan/nyeri tulang 10 52,6
7 Gusi berdarah 2 10,5
8 Mimisan 1 5,3
Sumber: Data Primer, 2022
7
Tabel 1 menunjukkan semua kasus mengalami demam, pasien mengalami
ruam sebesar 17 orang (89,4%), rumpleed positif sebanyak 13 orang (68,4%.
Gejala mimisan dan gusi berdarah dialami sebanyak 3 orang. Rincian hasil
diagnosa DBD sebagai berikut.
Selanjutnya, tabel 2 menunjukkkan telah dilakukan penegakan diagnosis
dengan uji laboratorium di Rumah Sakit. Data yang di peroleh merupakan laporan
langsung dari Rumah sakit dan Puskesmas. Sedangkan hasil uji laboratorium
(trombosit dan hematocrit) tidak dapat di peroleh sebab rumah sakit tetap menjaga
privasi pasien. Berdasarkan tabel tersebut digambarkan sebanyak 12 kasus
merupakan hasil positif DBD dari Rumah sakit melalui perawatan yang di berikan.
Sedangkan 7 kasus merupakan diagnosa hasil RDT/ gejala klinis yang merujuk
pada gejala infeksi virus dengue.
Tabel 2.
Hasil Pemeriksaan Diagnosa DBD pada Kasus di
Dusun 3 Desa Sidorejo Kec. Wonomulyo Kabupaten
Polewali Mandar
Jenis
No Nama Umur Asal Diagnosa
Kelamin
1 NA 11 P RSUD
2 NM 31 P RSUD
3 AH 22 L RSUD
4 IR 9 L RSUD
5 ZF 11 P RSUD
6 FM 24 L RSUD
7 AKS 14 P RSUD
8 NA 3 P RSUD
9 AMD 9 P RSUD
10 SL 11 L RSUD
11 SJ 55 P Klinik swasta
12 RR 36 L Klinik swasta
Sumber: Data Sekunder, 2022
8
Deskripsi Kasus Menurut Variabel Tempat, Orang dan Waktu a.
Menurut tempat
Tabel 3.
Distribusi Kasus DBD menurut Dusun pada Desa Sidorejo
Wilker Puskesmas Wonomulyo
Tahun 2022
Jumlah Jumlah
No Dusun AR (%)
Penduduk Kasus
1 Dusun 1 362
2 Dusun 2 339
3 Dusun 3 248
4 Dusun 4 176
5 Dusun 5 140
TOTAL 1.265
Sumber : Data Primer dan Sekunder, 2022
9
Gambar 1. Peta Sebaran Lokasi Kasus DBD pada Dusun 3
Desa Sidorejo Wilker Puskesmas Wonomulyo tahun 2022
b. Menurut Orang
luar wilayah.
10
Tabel 4.
Distribusi Kasus DBD berdasarkan Jenis Kelamin pada Dusun
3 Desa Sidorejo wilker Puskesmas Wonomulyo Tahun 2022
Jenis Jumlah penduduk Jumlah Kasus AR (%)
Kelamin (n=19)
Perempuan 371
Laki-laki 369
2,9%, lebih tinggi dari jenis kelamin laki laki sebesar 8 kasus dengan
AR 2,2%.
Tabel 5.
Distribusi Kasus DBD berdasarkan Kelompok Umur pada Desa
Sidorejo Wilker Puskesmas Wonomulyo Tahun 2022
bahwa kasus tertinggi pada usia <15 tahun, yaitu pada kelompok
anak-anak baik yang masih balita maupun yang sudah sekolah. Nilai
11
Desa Sidorejo tidak terdapat kasus dengan umur diatas 60
tahun.
Tabel 6.
Distribusi Kasus DBD berdasarkan Pekerjaan Penderita
Desa Sidorejo Wilker Puskesmas Wonomulyo Tahun
2022
Pekerjaan n %
Tidak bekerja
Sekolah/kuliah
Wirausaha/ wiraswasta
ASN
Total
Sumber : Data Primer, 2022
Berdasarkan pekerjaan, sebagian besar penderita
c. Menurut Waktu
12
Kurva epidemik KLB DBD pada Dusun 3 Desa Sidorejo
common source.
Lama Pemaparan
April 2022.
13
adalah: a. Berdasarkan tempat, kasus mengelompok pada dusun
3 Desa
Sidorejo.
14
b. Berdasarkan orang, kelompok umur 6-15 tahun, berjenis kelamin
hanya 1 rumah yang memiliki jentik, selain itu jentik juga ditemukan
waktu
9-10 hari. Oleh karena itu, jentik tidak ditemukan apalagi sebagaian
Ketika musim hujan tiba, tanah dan sampah tersebut digenangi oleh
air.
15
Gambar 7. Lokasi Survei Tempat Potensial Perindukan
Nyamuk pada Desa Sidorejo, Kecamatan Wonomulyo
kasus
16
PEMBAHASAN
17
mengalami Demam berdarah (Niza & Utomo, 2018). Kemudian ada potensi
perubahan pola perkembangbiakan nyamuk dari tempat yang tidak beralaskan
tanah menjadi tempat yang beralaskan tanah seperti selokan, genangan air
hujan, air limbah dan lain sebagainya (Elva Yulianti, Juherah, 2020). Oleh
karena itu, berbagai genangan air di dalam maupun di luar rumah perlu
diantisipasi dengan selalu memperhatikan menjaga kebersihan lingkungan.
Berdasarkan kelompok umur, penderita DBD pada dusun 3 desa Sidorejo
tertinggi pada kelompok usia anak sekolah yaitu 6-15 Tahun dengan nilai
AR 1,15% urutan kedua adalah umur belum sekolah yaitu umur 0-5 tahun.
hal ini di perkuat dengan penelitian yang di kemukakan (Novrita et al., 2017)
menjelaskan adanya hubungan antara umur dengan kejadian DBD terkait
imunitas, selanjutnya ditunjang juga dengan penelitian Bella Rosita fitriani dkk
yang menyebutkan bahwa setiap kelompok umur memiliki tingkat risiko masing-
masing untuk mengalami DBD, dimana kelompok rentan yang disebutkan
adalah pada usia <15 tahun (Tansil et al., 2021). Kelompok anak menujukkan
kerentanan mengalami infeksi virus disebabkan rendahnya imunitas selular
yang menyebabkan memori imunologik dan respon imun yang belum sempurna.
Hal ini juga didukung dengan aktifitas anak yang sebagian besar tinggal
dirumah/ dalam suatu ruangan apalagi bagi kelompok anak <5 tahun
menghabiskan waktu seharian di dalam/ lingkungan rumah. Keberadaan
vegetasi nyamuk atau tempat beristirahat nyamuk adalah pada tempat dengan
kelembaban yang tinggi dan teduh termasuk rumah/ ruangan. Hal ini juga akan
lebih memudahkan menjangkau host sebagai makanan (Luluk Masruroh, Nur
Endah Wahyuningsih, 2016). Begitu pula dengan anak yang sekolah, tinggal
dalam suatu ruangan/kelas dalam waktu tertentu dalam kondisi ruangan yang
kondusif terhadap bersarangnya nyamuk (seperti lembab dan cenderung gelap)
akan menimbulkan potensi gigitan. Berdasarkan jenis kelamin kasus KLB
yang terjadi di dusun 3 Sidorejo lebih banyak adalah berjenis kelamin
perempuan yaitu sebesar 58%. Hal ini sejalan dengan penelitian (Novrita et al.,
2017) yang menemukan jenis kemalin perempuan lebih banyak mengalami DBD
(64,9%) dengan hubungan bermakna. Jenis kelamin merupakan faktor risiko
terhadap kejadian DBD diperkuat dengan penelitian Devi Yanuar Permata
Sari (2017) yang menyebutkan jenis kelamin juga memiliki hubungan yang
18
bermakna yaitu 3,33 kali lebih berisiko mengalami DBD dibanding laki-laki.
Sedangkan penelitian oleh Rudi Fakhriadi dkk (2015) menyatakan bahwa jenis
kelamin seseorang tidak dapat mempengaruhi bahkan menjadi faktor risiko
terhadap terjadinya DBD.
Berdasarkan pengamatan kesehatan lingkungan, kasus di Desa Sidorejo
yang memiliki tempat penampungan air yang terbuka dan menguras
penampungan air seminggu sekali memiliki hubungan faktor risiko dengan
kejadian DBD namun tidak bermakna. Hal ini tidak sejalan dengan penelitian
dari Bibah Novrita, dkk yang menyebutkan bahwa yang tidak menguras TPA
memiliki hubungan bermakna berisiko 3 kali lebih besar mengalami DBD
dibanding yang menguras. Hal ini disebabkan sebagian besar responden
memiliki penampungan yang terbuka untuk kasus sebanyak 89,47%
sedangkan kontrol sebanyak 73,68%. Dimana air yang digunakan bersumber
dari sumur bor sehinggga dalam pemakaiannya setiap hari air berganti tanpa di
tampung terlebih dahulu. Untuk konsumsi sehari-hari warga dusun 3 tidak
menggunakan air sumur tetapi air galon.
Berdasarkan tingkat pengetahuan respoden tentang PSN dalam hal ini
adalah ibu atau kepala keluarga menunjukkan kebermaknaan sebagai faktor
risiko terjadinya DBD pada Dusun 3 Desa Sidorejo. Hal ini sejalan dengan
penelitian (Yani, 2021) yang menunjukkan bahwa tingkat pengetahuan signifikan
berisiko 3 kali lebih besar mengalami DBD diperkuat oleh penelitian (Ferial,
2021) yang mengemukakan pengetahuan signifikan merupakan faktor risiko 3,6
kali lebih besar terhadap terjadinya DBD. Faktor pengetahuan merupakan salah
satu unsur yang penting bagi seseorang dalam menentukan perilaku khususnya
bagaimana melaksanakan pemberantasan sarang nyamuk yang tepat. Oleh
karena itu perlu penguatan dari segi promotif dan preventif sacara berkala yang
dilakukan melalui koordinasi lintas sektor dan pemberdayaan masyarakat.
Berdasarkan analisis perilaku pada kasus DBD di Dusun 3 Desa Sidorejo
menunjukkan kebiasaan menggunakan reppelant pada siang hari memiliki
hubungan yang bermakna sebagai faktor risiko 6,4 kali lebih besar tidak
mengalami DBD dibandingkan yang tidak menggunakan. Sedangkan kebiasaan
menggantung pakaian memiliki hubungan faktor risiko untuk mengalami DBD
namun tidak bermakna. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Marina dkk
19
bahwa reppelant seperti obat nyamuk bakar memiliki hubungan sebagai faktor
risiko yang bermakna sebesar 2 kali terhadap transmisi vector DBD (Marina et
al., 2020). Pelitian Mohammad Maulana dkk juga menyatakan bahwa
penggunaan reppelant berhubungan bermakna sebagai faktor risiko sebesar 8
kali lebih besar di bandingkan yang tidak menggunakan. Hal ini sejalan dengan
teori bahwa waktu menggigit nyamuk aedes aegypty yaitu mulai pada pagi hari
dan petang hari dengan puncak aktifitas antara pukul 09.00-10.00 dan pukul
16.00-17.00. Aedes aegypti memiliki kebiasaan mengisap darah secara
berulang dalam satu siklus gonotropik sehingga menjadi penular yang efektif
(Kemenkes RI, 2014). Oleh karena itu, diperlukan perlindungan terhadap
nyamuk pada siang hari dimulai pada pagi hingga sore hari dengan
menggunakan reppelant.
Selanjutnya untuk kebiasaan menggantung pakaian, kasus pada dusun 3
responden kontrol sebesar 55%. Untuk variabel ini pada KLB DBD yang terjadi
pada dusun 3 Desa Sidorejo tidak menunjukkan kebermaknaan. Hal ini tidak
DBD, yaitu 3 kali lebih besar. Hal ini berhubungan dengan kebiasaan nyamuk
rumah maupun luar rumah), yaitu tempat dengan kondisi ruangan yang lembab
20
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. Telah terjadi Kejadian Luar Biasa (KLB) Demam Berdarah Dengue pada
Dusun 3 Desa Sidorejo Kecamatan Wonomulyo Kab. Polewali Mandar
pada tahun 2022
2. Hasil penyelidikan menunjukkan, kasus DBD sebagian besar terjadi pada
jenis kelamin perempuan dengan kelompok umur <15 tahun.
Berdasarkan tempat, kasus mengelompok pada satu dusun yaitu dusun 3
Desa Sidorejo. Penularan kasus DBD terjadi dalam 15 minggu dengan
sumber penularan bersifat propagated source.
3. Hasil analisis uji odd ratio menunjukkan faktor risiko yang bermakna
terhadap kejadian DBD di Dusun 3 Desa Siderejo, yaitu tingkat
pengetahuan tentang pemberantasan sarang nyamuk (PSN) dan
penggunaan reppelant pada siang hari.
4. Tindakan penanggulangan yang dilakukan di Dusun 3 Desa
Sidorejo, yaitu melakukan penyelidikan epidemiologi, kegiatan promotif
dari rumah ke rumah terkait PSN, kebersihan lingkungan, dan melakukan
fogging.
B. Saran
1. Dinas Kesehatan
a. Meningkatkan koordinasi antar lintas program dalam hal ini
pengelola program DBD dengan pengelola surveilans dalam
melakukan pemantauan SKDR, yaitu laporan kasus penyakit berpotensi
KLB sehingga penemuan kasus dapat segera ditangani dan mencegah
terjadi penularan lebih luas di masyarakat
b. Melaksanakan analisis situasi dengan melihat kecenderungan waktu
peningkatan kasus sehingga kegiatan promotive dapat dilaksanakan pada
waktu yang tepat (contohnya pada sebelum musim penghujan)
21
22
2. Puskesmas
a. Kegiatan surveilans suspek DBD harus lebih ditingkatkan sehingga
warning system dapat berjalan dengan baik khususnya jika diprediksi
terjadi perubahan iklim (masuk musim penghujan).
b. Aktif melakukan kegiatan promotif dan preventif kepada mayarakat
khususnya selalu mengingatkan masyarakat tentang pentingnya PSN
melalui 3 M plus, dengan demikian diharapkan akan terbentuk kebiasaan
perilaku hidup bersih dan sehat.
23
REFERENSI
24
2
5