Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN INVESTIGASI KLB DBD DI DESA SIDOREJO

KECAMATAN WONOMULYO KABUPATEN POLEWALI MANADAR

Latar Belakang

Berdasarkan data yang diperoleh dari Pengelola Program DBD Provinsi


Sulawesi Barat, kasus DBD Kabupaten Polewali Mandar tahun 2021 terlaporkan
sebanyak 185 kasus dan 3 kematian dengan angka IR sebesar 38.66 dan CFR
1,26%. Kasus DBD Kabupaten Polman tahun 2022 berdasarkan data SKDR
hingga minggu ke-12 sebanyak 51 kasus. Jumlah kasus DBD terdapat pada
beberapa wilayah, namun laporan yang menunjukkan peningkatan yang
signifikan adalah pada Puskesmas Wonomulyo. Adapun kasus DBD yang
terlaporkan di wilayah kerja Puskesmas Wonomulyo tahun 2021 sebanyak 4
kasus. Namun, tahun 2022 hingga minggu ke-12 menunjukkan peningkatan
yang signifikan dengan jumlah kasus yang terlaporkan 30 kasus. Peningkatan
kasus terjadi sejak minggu ke-2 namun karena adanya pergantian pengelola
surveilans di Puskesmas dan Dinas Kesehatan Kabupaten Polman sehingga
pemantauan laporan puskesmas pada SKDR mengalami kendala. Penyelidikan
kasus baru dilakukan pada minggu ke-13.
Tim TGC Dinkes Kabupaten Polman bersama mahasiswa FETP Unhas
kemudian melakukan konfirmasi awal dugaan indikasi KLB DBD dengan Tim
TGC Puskesmas Wonomulyo pada tanggal 30 Maret 2022. Melalui pengamatan
yang di lakukan di temukan Desa yang memiliki indikasi terjadi peningkatan
kasus yang bermakna yaitu Desa Sidorejo. Data awal menunjukkan pada tahun
sebelumnya (2021) pada bulan yang sama tidak terdapat laporan terkait kasus
tersebut. Namun pada tahun 2022, data menunjukkan terdapat peningkatan
kasus DBD dan mengelompok pada satu dusun. Oleh karena itu, perlu dilakukan
investigasi kasus lebih lanjut pada Desa Sidorejo Kecamatan Wonomulyo untuk
memastikan terjadinya KLB, melakukan pengamatan terhadap lingkungan,
sumber penularan dan kegiatan penanggulangan yang perlu segera dilakukan.

1
Tujuan

A. Tujuan Umum
Untuk mengkonfirmasi indikasi terjadinya KLB dan faktor risiko Kejadian DBD
di Wilayah kerja Puskesmas Wonomulyo Kabupaten Polewali Mandar tahun
2022
B. Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui gambaran epidemiologi KLB DBD berdasarkan orang ,
waktu dan tempat di wilayah kerja Puskesmas Wonomulyo Kabupaten
Polewali Mandar.
2. Untuk mengetahui faktor risiko yang berhubungan dengan KLB DBD di
wilayah kerja Puskesmas Wonomulyo Kabupaten Polewali Mandar.
3. Menentukan tindakan penanggulangan untuk mencegah
terjadinya penularan di masyarakat.

2
Metode

A. Tim Investigasi

Tim penyelidikan epidemiologi KLB DBD wilayah kerja Puskesmas


Wonomulyo Kecamatan Wonomulyo, terdiri dari Tim TGC Dinas Kesehatan
Kab. Polewali Mandar sebanyak 6 orang, Tim TGC Puskesmas Wonomulyo
sebanyak 5 orang dan mahasiswa FETP Universitas Hasanuddin sebanyak 2
orang.
Tim melakukan konfirmasi dan penyelidikan KLB DBD untuk mendapatkan
kepastian tentang terjadinya KLB DBD pada Dusun 3
Desa Sidorejo Kecamatan Wonomulyo dengan cara sebagai berikut:
1. Pemantauan laporan mingguan (SKDR) pada Desa Sidorejo
Kecamatan Wonomulyo;
2. Pemantauan laporan DBD baik bulanan maupun tahunan;
3. Survei jentik pada radius 100 meter rumah kasus;
4. Analisis kebermaknaan epidemiologi indikasi peningkatan kasus
berdasarkan waktu, tempat dan orang;
5. Penyelidikan faktor risiko kejadian DBD yang terdiri dari
pengetahuan, lingkungan dan perilaku masyarakat pada wilayah indikasi
KLB DBD.

B. Verifikasi Diagnosis
Penegakkan diagnosis Demam Dengue berdasarkan buku Pedoman
Pengendalian Demam Berdarah Kemenkes RI tahun 2014, yaitu:
1. Probable
a. Demam tinggi mendadak
b. Ditambah 2 atau lebih gejala/ tanda penyerta
- Nyeri kepala
- Nyeri belakng bola mata
- Ruam kulit
- Manifestasi perdarahan

3
- Leukopenia (leukosit ≤ 5000/mmᶟ)
- Trombositopenia ( trombosit < 150.000/ mmᶟ)
- Peningkatan hematokrit 5-10 %

c. Terdapat sekurang-kurangnya satu kriteria berikut:


- Pemeriksaaan serologi Hemaglutination Inhibition (HI) test
sampel serum tunggal; titer ≥ 1289 atau tes antibody IgM positif.
- Kasus berlokasi di daerah dan waktu yang bersamaan terdapat
kasus confirm demam dengue/ demam berdarah dengue.

2. Confirmed/ Diagnosa Pasti


Kasus probable disertai sekurang-kurangnya satu kriteria berikut:
a. Isolasi virus dengue dari serum atau sampel otopsi.
b. Pemeriksaan HI test peningkatan titer antibody 4 kali pada
pasangan serum akut.
c. Positif antigen virus dengue pada pemeriksaan otopsi jaringan, serum
atau cairan serebrospinal (LCS) dengan metode immunohistochemistry,
immunofluoressence atau ELISA.
d. Positif pemeriksaan Polymerase Chain Reaction (PCR).
Penegakkan diagnosis DBD menurut buku pedoman pengendalian
Demam Berdarah Kemenkes RI tahun 2014, diperlukan sekurang
kurangnya:
- Kriteria klinis 1 dan 2
- Dua kriteria laboratorium.

1. Klinis
a. Demam tinggi mendadak berlangsung selama 2-7 hari.
b. Terdapat manifestasi/ tanda-tanda perdarahan ditandai dengan
- Uji bendung (tourniquet test) positif
- Petekie, ekimosis, purpura
- Perdarahan mukosa, epistaksis, perdarahan gusi

4
- Hematemesis dan atau melena. c. Pembesaran hati.
d. Syok ditandai nadi cepat dan lemah serta penurunan tekanan nadi (≤
20 mmHg), hipotensi, kaki dan tangan dingin, kulit lembab dan pasien
tampak gelisah.

2. Laboratorium
a. Trombositopenia (100.000/ mmᶟ atau kurang).
b. Adanya kebocoran plasma karena peningkatan permeabilitas
kapiler yang di tandai adanya peningkatan hematokrit ≥ 20% atau
adanya efusi pleura, asites atau hipoproteinemia.

C. Definisi Kasus
Kasus adalah masyarakat yang tinggal di dusun 3 Desa Sidorejo
Kecamatan Wonomulyo pada bulan Januari sampai dengan April
2022, yang mengalami beberapa gejala klinis DBD dan pengujian
sampel darah trombosit dan/atau RDT (IgG,IgM,NS1) menunjukkan
diagnose positif DBD.

D. Penemuan Kasus
1. Batasan Wilayah Pelacakan
Batasan wilayah kasus pada satu desa, yaitu Desa sidorejo
Kecamatan Wonomulyo meliputi dusun 1, dusun 2, dusun 3 dan
dusun4.

5
2. Pengumpulan Data Primer
a. Pelacakan Kasus
Pelacakan kasus dilakukan secara aktif dan pasif pada wilayah kerja
Puskesmas Wonomulyo, yaitu berdasarkan keterangan masyarakat serta
laporan hasil diagnosa dari rumah sakit. Data pasien yang ada kemudian di
telusuri dan dilakukan wawancara menggunakan kuesioner terstruktur untuk
mengetahui gambaran epidemiologi, perilaku, riwayat perjalanan kasus,
gambaran lingkungan, tempat potensial perindukan nyamuk dan
keberadaan jentik. Wawancara dilaksanakan pada 55 rumah dengan radius
penyelidikan epidemiologi 100 meter dari rumah penderita
b. Pencarian Kasus Tambahan
Kasus tambahan di peroleh melalui pengajuan pertanyaan kepada kasus
maupun masyarakat di sekitar kasus radius 100 m untuk mencari suspek
yang memiliki gejala yang sama dengan penderita.

E. Analisis Deskriptif dan Hipotesis


Analisis Deskriptif
Data yang akan dianalisis secara deskriptif meliputi distribusi frekuensi
situasi wilayah Puskesmas Wonomulyo (geografis, demografis dan
pelayanan Kesehatan), gambaran epidemiologi kasus DBD (menurut orang,
waktu dan tempat), perilaku, pengetahuan dan pengelolaan lingkungan

6
Hasil Penyelidikan
A. Kepastian Diagnosa

Penetapan KLB DBD pada dusun 3 Desa Sidorejo berdasarkan distribusi gejala
klinis kemudian di dukung oleh pemeriksaan laboratorium dari Rumah Sakit Umum
daerah Polewali Mandar. Jumlah kasus yang di temukan sebanyak 19 kasus dengan
tenggang waktu bulan Januari s/d April 2022
Penyelidikan epidemiologi telah dilakukan oleh Puskesmas sejak kasus pertama yaitu
pada bulan Januari tahun 2022. Akan tetapi di sebabkan oleh pergantian petugas
suerveilans pada bulan Januari 2022 sehingga dalam pelaksanaan surveilans DBD
hingga pelaporan ke Dinas Kesehatan belum maksimal. Oleh karena itu penyelidikan
epidemiologi dapat di laksanakan pada tanggal 30 Maret sampai dengan 06 April
2022 dengan melakukan wawancara menggunakan kuesioner terstruktur. Adapun
deskripsi kasus berdasarkan gejala klinis sebagai berikut:

Tabel 1.
Deskripsi Kasus KLB DBD menurut Gejala Klinis di
Dusun 3 Desa Sidorejo Kec. Wonomulyo Kabupaten
Polewali Mandar

Persentase
No Gejala Klinis Jumlah
(% )
1 Demam 19 100
2 Ruam 17 89,4
3 Rumpleed Positif 13 68,4
4 Tidak nafsu makan 13 68,4
5 Sakit Kepala 13 68,4
6 Sakit badan/nyeri tulang 10 52,6
7 Gusi berdarah 2 10,5
8 Mimisan 1 5,3
Sumber: Data Primer, 2022

7
Tabel 1 menunjukkan semua kasus mengalami demam, pasien mengalami
ruam sebesar 17 orang (89,4%), rumpleed positif sebanyak 13 orang (68,4%.
Gejala mimisan dan gusi berdarah dialami sebanyak 3 orang. Rincian hasil
diagnosa DBD sebagai berikut.
Selanjutnya, tabel 2 menunjukkkan telah dilakukan penegakan diagnosis
dengan uji laboratorium di Rumah Sakit. Data yang di peroleh merupakan laporan
langsung dari Rumah sakit dan Puskesmas. Sedangkan hasil uji laboratorium
(trombosit dan hematocrit) tidak dapat di peroleh sebab rumah sakit tetap menjaga
privasi pasien. Berdasarkan tabel tersebut digambarkan sebanyak 12 kasus
merupakan hasil positif DBD dari Rumah sakit melalui perawatan yang di berikan.
Sedangkan 7 kasus merupakan diagnosa hasil RDT/ gejala klinis yang merujuk
pada gejala infeksi virus dengue.

Tabel 2.
Hasil Pemeriksaan Diagnosa DBD pada Kasus di
Dusun 3 Desa Sidorejo Kec. Wonomulyo Kabupaten
Polewali Mandar

Jenis
No Nama Umur Asal Diagnosa
Kelamin
1 NA 11 P RSUD
2 NM 31 P RSUD
3 AH 22 L RSUD
4 IR 9 L RSUD
5 ZF 11 P RSUD
6 FM 24 L RSUD
7 AKS 14 P RSUD
8 NA 3 P RSUD
9 AMD 9 P RSUD
10 SL 11 L RSUD
11 SJ 55 P Klinik swasta
12 RR 36 L Klinik swasta
Sumber: Data Sekunder, 2022

8
Deskripsi Kasus Menurut Variabel Tempat, Orang dan Waktu a.

Menurut tempat

Wilayah Desa Sidorejo terdiri dari 5 dusun, dimana kasus

tersebar pada 1 dusun saja.

Tabel 3.
Distribusi Kasus DBD menurut Dusun pada Desa Sidorejo
Wilker Puskesmas Wonomulyo
Tahun 2022

Jumlah Jumlah
No Dusun AR (%)
Penduduk Kasus
1 Dusun 1 362
2 Dusun 2 339
3 Dusun 3 248
4 Dusun 4 176
5 Dusun 5 140
TOTAL 1.265
Sumber : Data Primer dan Sekunder, 2022

Tabel 3 menunjukkan gambaran KLB menurut tempat tinggal

bahwa kasus berada pada dusun 3 sebanyak 18 kasus.

Hal ini dapat mengindikasikan kasus terjadi secara

mengelompok pada satu tempat dengan jumlah AR 7,25 %.

9
Gambar 1. Peta Sebaran Lokasi Kasus DBD pada Dusun 3
Desa Sidorejo Wilker Puskesmas Wonomulyo tahun 2022

Berdasarkan gambar 1 menunjukkan bahwa tempat

tinggal kasus terlihat jelas mengelompok dalam satu wilayah

tertentu pada dusun 3 di Desa Sidorejo Kecamatan Wonomulyo.

b. Menurut Orang

Gambaran karakteristik menurut orang digambarkan

menurut jenis kelamin, kelompok umur, dan pekerjaan.

Karakteristik ini berfungsi untuk melihat apakah kejadian ini

termasuk dalam penularan setempat atau terjadi penularan dari

luar wilayah.

10
Tabel 4.
Distribusi Kasus DBD berdasarkan Jenis Kelamin pada Dusun
3 Desa Sidorejo wilker Puskesmas Wonomulyo Tahun 2022
Jenis Jumlah penduduk Jumlah Kasus AR (%)
Kelamin (n=19)
Perempuan 371
Laki-laki 369

Tabel 4 menggambarkan kasus tertinggi pada jenis

kelamin perempuan sebanyak 11 kasus dengan AR sebesar

2,9%, lebih tinggi dari jenis kelamin laki laki sebesar 8 kasus dengan

AR 2,2%.

Tabel 5.
Distribusi Kasus DBD berdasarkan Kelompok Umur pada Desa
Sidorejo Wilker Puskesmas Wonomulyo Tahun 2022

Kelompok Jumlah Penduduk Jumlah Kasus AR


(%)
Umur (n=4.289) (n=19)
0-5 Tahun 523
6-15 tahun 785
16-59 tahun 2655
≥60 tahun 326
Sumber : Data Primer, 2022

Data pada tabel 5 menurut kelompok umur, menunjukkan

bahwa kasus tertinggi pada usia <15 tahun, yaitu pada kelompok

anak-anak baik yang masih balita maupun yang sudah sekolah. Nilai

AR tertinggi pada kelompok umur 6-15 tahun sebesar 1,15%. Adapun

kasus KLB yang terjadi pada

11
Desa Sidorejo tidak terdapat kasus dengan umur diatas 60

tahun.

Tabel 6.
Distribusi Kasus DBD berdasarkan Pekerjaan Penderita
Desa Sidorejo Wilker Puskesmas Wonomulyo Tahun
2022

Pekerjaan n %
Tidak bekerja
Sekolah/kuliah
Wirausaha/ wiraswasta
ASN
Total
Sumber : Data Primer, 2022
Berdasarkan pekerjaan, sebagian besar penderita

adalah anak sekolah bahkan yang tidak bekerja disebabkan

oleh belum cukup umur untuk bekerja (79%).

c. Menurut Waktu

Gambar 2. Kurva Epidemik KLB di Dusun 3 Desa Sidorejo


Wilker Puskesmas Wonomulyo tahun 2022

12
Kurva epidemik KLB DBD pada Dusun 3 Desa Sidorejo

menggambarkan kasus pertama merasakan gejala pada

minggu ke-52, yaitu pada tanggal 31 Desember 2021.

Selanjutnya jumlah penderita mengalami pertambahan setiap

minggunya secara perlahan hingga menuju puncak pada

mingggu ke 6 sebanyak 4 kasus. Gambar 6 juga menunjukkan

bahwa keterkaitan kasus pertama dengan kasus kedua masih

dalam masa periode 2 kali masa inkubasi. Hal ini menunjukkan

penularan telah terjadi antara satu penderita ke penderita lain,

oleh karena itu jenis sumber penularan adalah propagated

common source.

Lama Pemaparan

Berdasarkan hasil penyelidikan epidemiologi, masa epidemik

KLB DBD yang terjadi pada dusun 3 Desa Sidorejo berlangsung

selama 15 minggu, yaitu dari mingggu 52 tahun 2021 tanggal 31

Desember 2021 hinggga mingggu ke 14 tahun 2022 pada tanggal


06

April 2022.

4. Populasi Risiko Tinggi

Melalui analisis variabel berdasarkan orang, waktu dan tempat

maka diperoleh informasi bahwa populasi berisiko mengalami DBD

13
adalah: a. Berdasarkan tempat, kasus mengelompok pada dusun

3 Desa

Sidorejo.

14
b. Berdasarkan orang, kelompok umur 6-15 tahun, berjenis kelamin

perempuan dan berstatus masih sekolah.

c. Berdasarkan waktu. yaitu individu yang berdomisili/ bertempat

tinggal di lokasi terjadinya KLB selama periode KLB berlangsung.

D. Identifikasi Sumber dan Cara Penularan

1. Identifikasi Vektor/ Keberadaan jentik dan Cara Penularan

Berdasarkan penyelidikan epidemiologi yang dilakukan,

hanya 1 rumah yang memiliki jentik, selain itu jentik juga ditemukan

pada Sekolah di SDN 046 Sidorejo yang terletak di tengah dusun di

Desa Sidorejo. Keberadaan jentik tidak ditemukan di rumah

responden kemungkinan disebabkan oleh kebiasaan menguras

tempat penampungan air lebih dari sekali seminggu (84%).

Sementara waktu menetasnya telur menjadi jentik memerlukan

waktu ±2 hari kemudian jentik menjadi nyamuk membutuhkan

waktu

9-10 hari. Oleh karena itu, jentik tidak ditemukan apalagi sebagaian

besar warga dusun 3 memanfaatkan langsung air sumur bor tanpa

menampungnya dalam waktu yang lama. Adapun tempat potensial

perindukan nyamuk ditemukan di beberapa titik. yaitu berupa tanah

kosong dengan fungsi sebagai tempat pembuangan sampah warga.

Ketika musim hujan tiba, tanah dan sampah tersebut digenangi oleh

air.

15
Gambar 7. Lokasi Survei Tempat Potensial Perindukan
Nyamuk pada Desa Sidorejo, Kecamatan Wonomulyo

Berdasarkan gambar 7, dengan buffer radius 100 meter

menunjukkan 2 kasus memiliki rumah yang tidak masuk dalam

area buffer. Namun dalam wawancara mendalam terdapat satu

kasus diluar buffer yang pernah tinggal serumah dengan

kasus

untuk merawat kasus DBD yang sakit.

1. Identifikasi Faktor Risiko DBD


Jika ada data yang dikumpulkan terkait faktor risiko DBD seperti
keberadaan jentik, perilaku 3M, perilaku pencegahan DBD,
Pengetahuan dll silahkan ditampilkan Analisisnya disini

16
PEMBAHASAN

Berdasarkan kurva epidemik yang telah ditampilkan menggambarkan


bahwa sumber penularan bukan faktor tunggal melainkan telah terjadi
perpindahan penyakit dari satu orang ke yang lain. Perpindahan virus dengue
timbul dari orang pertama kemudian digigit nyamuk, selanjutnya nyamuk yang
telah terinfeksi tersebut menggigit orang lain yang sehat begitu seterusnya.
Dengan menggunakan waktu masa inkubasi penyakit DBD yaitu sekitar 3-14
hari (rata-rata selama 4-7 hari) dengan mempertimbangkan masa nyamuk
menjadi infektif yaitu 8-12 hari sesudah mengisap darah penderita, maka kasus
yang terdeteksi dan yang telah melalui uji laboratorium tanggal 3 januari 2022 di
ketahui sebagai sumber penularan pertama.
Faktor klimatologi juga dapat mendukung penyebaraluasan penyakit
DBD, pada saat awal terjadi kasus DBD di Dusun 3 Desa Sidorejo, Kabupaten
Polewali Mandar dan sekitarnya mengalami musim penghujan. Adapun
hubungan curah hujan dengan kasus DBD adalah curah hujan dapat
mempengaruhi kepadatan vektor (nyamuk dewasa). Curah hujan yang memiliki
intensitas tinggi akan menyebabkan meningkatkanya tempat perkembangbiakan
nyamuk dewasa yang pada akhirnya meningkatkan kepadatan nyamuk.
Sedangkan suhu yang tinggi akan menyebabkan populasi nyamuk meningkat
dengan virus transmisi rendah yang biasanya menyebabkan peningkatan
penularan virus di bawah kondisi curah hujan yang tinggi, suhu rendah dan
kelembaban tingggi. Kelembaban mempengaruhi perilaku terbang dari nyamuk
dengan meningkatkan metabolisme tubuh nyamuk yang kemudian
meningkatkan gigitannya. Kelembaban udara memiliki hubungan dengan
kejadian kasus DBD melalui efek pada kepadatan vektor virus dengue, nyamuk
aedes aegypti dan masa inkubasi virus dengue (Nadhilah Putri Ghaisani,
Sulistiawati Sulistiawati, 2021).
Rumah kasus pertama terdeteksi dekat dengan beberapa tempat
potensial perindukan nyamuk seperti tempat pembuangan sampah, kebun dan
kolam. Hal ini sejalan dengan sebuah penelitian yang menyatakan bahwa dekat
dengan tempat potensial perindukan nyamuk berisiko 3 kali lebih besar

17
mengalami Demam berdarah (Niza & Utomo, 2018). Kemudian ada potensi
perubahan pola perkembangbiakan nyamuk dari tempat yang tidak beralaskan
tanah menjadi tempat yang beralaskan tanah seperti selokan, genangan air
hujan, air limbah dan lain sebagainya (Elva Yulianti, Juherah, 2020). Oleh
karena itu, berbagai genangan air di dalam maupun di luar rumah perlu
diantisipasi dengan selalu memperhatikan menjaga kebersihan lingkungan.
Berdasarkan kelompok umur, penderita DBD pada dusun 3 desa Sidorejo
tertinggi pada kelompok usia anak sekolah yaitu 6-15 Tahun dengan nilai
AR 1,15% urutan kedua adalah umur belum sekolah yaitu umur 0-5 tahun.
hal ini di perkuat dengan penelitian yang di kemukakan (Novrita et al., 2017)
menjelaskan adanya hubungan antara umur dengan kejadian DBD terkait
imunitas, selanjutnya ditunjang juga dengan penelitian Bella Rosita fitriani dkk
yang menyebutkan bahwa setiap kelompok umur memiliki tingkat risiko masing-
masing untuk mengalami DBD, dimana kelompok rentan yang disebutkan
adalah pada usia <15 tahun (Tansil et al., 2021). Kelompok anak menujukkan
kerentanan mengalami infeksi virus disebabkan rendahnya imunitas selular
yang menyebabkan memori imunologik dan respon imun yang belum sempurna.
Hal ini juga didukung dengan aktifitas anak yang sebagian besar tinggal
dirumah/ dalam suatu ruangan apalagi bagi kelompok anak <5 tahun
menghabiskan waktu seharian di dalam/ lingkungan rumah. Keberadaan
vegetasi nyamuk atau tempat beristirahat nyamuk adalah pada tempat dengan
kelembaban yang tinggi dan teduh termasuk rumah/ ruangan. Hal ini juga akan
lebih memudahkan menjangkau host sebagai makanan (Luluk Masruroh, Nur
Endah Wahyuningsih, 2016). Begitu pula dengan anak yang sekolah, tinggal
dalam suatu ruangan/kelas dalam waktu tertentu dalam kondisi ruangan yang
kondusif terhadap bersarangnya nyamuk (seperti lembab dan cenderung gelap)
akan menimbulkan potensi gigitan. Berdasarkan jenis kelamin kasus KLB
yang terjadi di dusun 3 Sidorejo lebih banyak adalah berjenis kelamin
perempuan yaitu sebesar 58%. Hal ini sejalan dengan penelitian (Novrita et al.,
2017) yang menemukan jenis kemalin perempuan lebih banyak mengalami DBD
(64,9%) dengan hubungan bermakna. Jenis kelamin merupakan faktor risiko
terhadap kejadian DBD diperkuat dengan penelitian Devi Yanuar Permata
Sari (2017) yang menyebutkan jenis kelamin juga memiliki hubungan yang
18
bermakna yaitu 3,33 kali lebih berisiko mengalami DBD dibanding laki-laki.
Sedangkan penelitian oleh Rudi Fakhriadi dkk (2015) menyatakan bahwa jenis
kelamin seseorang tidak dapat mempengaruhi bahkan menjadi faktor risiko
terhadap terjadinya DBD.
Berdasarkan pengamatan kesehatan lingkungan, kasus di Desa Sidorejo
yang memiliki tempat penampungan air yang terbuka dan menguras
penampungan air seminggu sekali memiliki hubungan faktor risiko dengan
kejadian DBD namun tidak bermakna. Hal ini tidak sejalan dengan penelitian
dari Bibah Novrita, dkk yang menyebutkan bahwa yang tidak menguras TPA
memiliki hubungan bermakna berisiko 3 kali lebih besar mengalami DBD
dibanding yang menguras. Hal ini disebabkan sebagian besar responden
memiliki penampungan yang terbuka untuk kasus sebanyak 89,47%
sedangkan kontrol sebanyak 73,68%. Dimana air yang digunakan bersumber
dari sumur bor sehinggga dalam pemakaiannya setiap hari air berganti tanpa di
tampung terlebih dahulu. Untuk konsumsi sehari-hari warga dusun 3 tidak
menggunakan air sumur tetapi air galon.
Berdasarkan tingkat pengetahuan respoden tentang PSN dalam hal ini
adalah ibu atau kepala keluarga menunjukkan kebermaknaan sebagai faktor
risiko terjadinya DBD pada Dusun 3 Desa Sidorejo. Hal ini sejalan dengan
penelitian (Yani, 2021) yang menunjukkan bahwa tingkat pengetahuan signifikan
berisiko 3 kali lebih besar mengalami DBD diperkuat oleh penelitian (Ferial,
2021) yang mengemukakan pengetahuan signifikan merupakan faktor risiko 3,6
kali lebih besar terhadap terjadinya DBD. Faktor pengetahuan merupakan salah
satu unsur yang penting bagi seseorang dalam menentukan perilaku khususnya
bagaimana melaksanakan pemberantasan sarang nyamuk yang tepat. Oleh
karena itu perlu penguatan dari segi promotif dan preventif sacara berkala yang
dilakukan melalui koordinasi lintas sektor dan pemberdayaan masyarakat.
Berdasarkan analisis perilaku pada kasus DBD di Dusun 3 Desa Sidorejo
menunjukkan kebiasaan menggunakan reppelant pada siang hari memiliki
hubungan yang bermakna sebagai faktor risiko 6,4 kali lebih besar tidak
mengalami DBD dibandingkan yang tidak menggunakan. Sedangkan kebiasaan
menggantung pakaian memiliki hubungan faktor risiko untuk mengalami DBD
namun tidak bermakna. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Marina dkk
19
bahwa reppelant seperti obat nyamuk bakar memiliki hubungan sebagai faktor
risiko yang bermakna sebesar 2 kali terhadap transmisi vector DBD (Marina et
al., 2020). Pelitian Mohammad Maulana dkk juga menyatakan bahwa
penggunaan reppelant berhubungan bermakna sebagai faktor risiko sebesar 8
kali lebih besar di bandingkan yang tidak menggunakan. Hal ini sejalan dengan
teori bahwa waktu menggigit nyamuk aedes aegypty yaitu mulai pada pagi hari
dan petang hari dengan puncak aktifitas antara pukul 09.00-10.00 dan pukul
16.00-17.00. Aedes aegypti memiliki kebiasaan mengisap darah secara
berulang dalam satu siklus gonotropik sehingga menjadi penular yang efektif
(Kemenkes RI, 2014). Oleh karena itu, diperlukan perlindungan terhadap
nyamuk pada siang hari dimulai pada pagi hingga sore hari dengan
menggunakan reppelant.
Selanjutnya untuk kebiasaan menggantung pakaian, kasus pada dusun 3

seluruhnya memiliki kebiasaan menggantung pakaian sedangkan pada

responden kontrol sebesar 55%. Untuk variabel ini pada KLB DBD yang terjadi

pada dusun 3 Desa Sidorejo tidak menunjukkan kebermaknaan. Hal ini tidak

sejalan dengan penelitian (Jumiati, Ruslam madjid, 2015) yang memaparkan

bahwa kebiasaan menggantung pakaian berisiko signifikan terjadinya DBD

demikian juga penelitian dari Mohammad Ilham dkk yang menunjukkan

kebiasaan menggantung pakaian signifikan merupakan faktor risiko terjadinya

DBD, yaitu 3 kali lebih besar. Hal ini berhubungan dengan kebiasaan nyamuk

ketika setelah menghisap darah, nyamuk akan mencari tempat untuk

beristirahat tidak jauh dari tempat perkembangbiakannya (seperti TPA dalam

rumah maupun luar rumah), yaitu tempat dengan kondisi ruangan yang lembab

dan gelap seperti pada pakaian yang bergantungan.

20
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Telah terjadi Kejadian Luar Biasa (KLB) Demam Berdarah Dengue pada
Dusun 3 Desa Sidorejo Kecamatan Wonomulyo Kab. Polewali Mandar
pada tahun 2022
2. Hasil penyelidikan menunjukkan, kasus DBD sebagian besar terjadi pada
jenis kelamin perempuan dengan kelompok umur <15 tahun.
Berdasarkan tempat, kasus mengelompok pada satu dusun yaitu dusun 3
Desa Sidorejo. Penularan kasus DBD terjadi dalam 15 minggu dengan
sumber penularan bersifat propagated source.
3. Hasil analisis uji odd ratio menunjukkan faktor risiko yang bermakna
terhadap kejadian DBD di Dusun 3 Desa Siderejo, yaitu tingkat
pengetahuan tentang pemberantasan sarang nyamuk (PSN) dan
penggunaan reppelant pada siang hari.
4. Tindakan penanggulangan yang dilakukan di Dusun 3 Desa
Sidorejo, yaitu melakukan penyelidikan epidemiologi, kegiatan promotif
dari rumah ke rumah terkait PSN, kebersihan lingkungan, dan melakukan
fogging.

B. Saran

1. Dinas Kesehatan
a. Meningkatkan koordinasi antar lintas program dalam hal ini
pengelola program DBD dengan pengelola surveilans dalam
melakukan pemantauan SKDR, yaitu laporan kasus penyakit berpotensi
KLB sehingga penemuan kasus dapat segera ditangani dan mencegah
terjadi penularan lebih luas di masyarakat
b. Melaksanakan analisis situasi dengan melihat kecenderungan waktu
peningkatan kasus sehingga kegiatan promotive dapat dilaksanakan pada
waktu yang tepat (contohnya pada sebelum musim penghujan)

21
22
2. Puskesmas
a. Kegiatan surveilans suspek DBD harus lebih ditingkatkan sehingga
warning system dapat berjalan dengan baik khususnya jika diprediksi
terjadi perubahan iklim (masuk musim penghujan).
b. Aktif melakukan kegiatan promotif dan preventif kepada mayarakat
khususnya selalu mengingatkan masyarakat tentang pentingnya PSN
melalui 3 M plus, dengan demikian diharapkan akan terbentuk kebiasaan
perilaku hidup bersih dan sehat.

3. Aparat Desa Setempat


a. Membentuk atau mengaktifkan kader juru pemantau jentik (jumantik)
melalui pemberdayaan masyarakat untuk melakukan kegiatan
pencegahan penularan penyakit berbasis vektor.
b. b. Menggerakkan masyarakat dalam kegiatan PSN melalui
pembersihan lingkungan secara berjadwal di masyarakat.

23
REFERENSI

Candra, A. (2010). Demam Berdarah Dengue : Epidemiologi , Patogenesis


, dan Faktor Risiko Penularan Dengue Hemorrhagic Fever :
Epidemiology , Pathogenesis , and Its Transmission Risk Factors.
Demam Berdarah Dengue: Epidemiologi, Patogenesis, Dan Faktor
Risiko Penularan, 2(2), 110–119.
Demam, K. L. B., Dengue, B., Desa, D. I., Kec, T., Tahun, P., & Ibrahim,
H. (2012). Hesti ibrahim (pengelola program surveylans) dinas
kesehatan kabupaten boalemo tahun 2012.
DIT.P2P.TVZ. (2022). Situasi Dengue (DBD) di Indonesia pada minggu ke
18 Tahun 2022. 2022. https://ptvz.kemkes.go.id/berita/situasi-dengue-
dbd-di-indonesia-pada-minggu-ke-18-tahun-2022
Elva Yulianti, Juherah, A. (2020). PERILAKU BERTELUR DAN SIKLUS
HIDUP NYAMUK AEDES AEGYPTI PADA BERBAGAI MEDIA AIR
(STUDI LITERATUR). Jurnal Sulolipu : Media Komunikasi Sivitas
Akademika Dan Masyarakat, 21(1), 1–9.
Ferial, L. (2021). Analisis Faktor Risiko Kejadian Demam Berdarah
Dengue Di Pancoranmas (Kota Depok, Jawa Barat). Journal of Baja
Health Science, 1(1), 1–12. http://ejournal.lppm-
unbaja.ac.id/index.php/adkes/article/view/1168
Jumiati, ruslam madjid, sabril munandar. (2015). FAKTOR RISIKO
KEJADIAN PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE DI DESA
WANTULASI Demam berdarah dengue ( DBD ) merupakan salah
satu penyakit infeksi akut dan menular yang wabah / kejadian luar
biasa ( KLB ). Insidensi penyakit DBD meningkat secara dramatis
diberba. 1–11. https://media.neliti.com/media/publications/186752-ID-
faktor-risiko-kejadian-penyakit-demam-be.pdf
Kemenkes. (2017). Pedoman Pencegahan Dan Pengendalian Demam
Berdarah Dengue Di Indonesia. In Pedoman pencegahan dan
pengendalian demam berdarah di indonesia (Vol. 5, Issue 7).
https://drive.google.com/file/d/1IATZEcgGX3x3BcVUcO_l8Yu9B5REK
OKE/view
Kemenkes RI. (2014). Modul Pengendalian Demam Berdarah Dengue.
Luluk Masruroh, Nur Endah Wahyuningsih, R. A. D. (2016). Hubungan
Faktor Lingkungan dan Praktik Pemberantasan Sarang Nyamuk
(PSN) dengan Kejadian Demam Berdarah Dengue (DBD) di
Kecamatan Ngawi. JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-
Journal) Volume 4, Nomor 4, Oktober 2016 (ISSN: 2356-3346), 4, 1–
23.

24
2
5

Anda mungkin juga menyukai