Makna Tawakal
Makna Tawakal
التوكل واليقين
ِيم ْال َج ْي َشانِيَّ َيقُو ُل َأ هَّللا َأ َأ َأ
ٍ َح َّد َث َنا بُو َع ْب ِد الرَّ حْ َم ِن َح َّد َث َنا َحي َْوةُ ْخ َب َرنِي َب ْك ُر بْنُ َع ْم ٍرو َّن ُه َسم َِع َع ْب َد ِ ب َْن ُه َبي َْر َة َي ُقو ُل ِإ َّن ُه َسم َِع َبا َتم
هَّللا
ون َعلَى ِ َح َّق َت َو ُّكلِ ِه ُ ُ َأ ُ َّ هَّللا
َ صلى ُ َعلَ ْي ِه َو َسل َم َيقو ُل لَ ْو َّنك ْم َت َت َو َّكل َّ هَّللا ُ ْ هَّللا
َ ِ َّب َرضِ َي ُ َعن ُه َيقو ُل ِإ َّن ُه َسم َِع َن ِبي َّ ْ
ِ َسم َِع ُع َم َر ب َْن ال َخطا
)الطي َْر َت ْغ ُدو ِخ َماصً ا َو َترُو ُح ِب َطا ًنا (رواه أحمد َّ لَ َر َز َق ُك ْم َك َما َيرْ ُز ُق
Dari Umar bin Khattab ra berkata, bahwa beliau mendengar Rasulullah SAW bersabda,
‘Sekiranya kalian benar-benar bertawakal kepada Allah SWT dengan tawakal yang sebenar-
benarnya, sungguh kalian akan diberi rizki (oleh Allah SWT), sebagaimana seekor burung diberi
rizki; dimana ia pergi pada pagi hari dalam keadaan lapar, dan pulang di sore hari dalam
keadaan kenyang (HR. Ahmad, Turmudzi dan Ibnu Majah).
Hadits ini merupakan hadits marfu’ dari Umar bin Khattab ra, yang diriwayatkan melalui jalur
sanad Abdullah bin Hubairah, dari Abu Tamim Al-Jaisyani, dari Umar bin Khattab, dari
Rasulullah SAW, diriwayatkan oleh :
• Imam Turmudzi dalam Sunan/ Jami’nya, Kitab Al-Zuhud An Rasulillah SAW, Bab Fi Attawakkal
Alallahi, hadits no 2344.
• Imam Ibnu Majah dalam sunnannya, Kitab Al-Zuhud, Bab Attawakkal Wal Yaqin, hadits no
4164.
• Imam Ahmad bin Hambal dalam tiga tempat dalam musnadnya, yaitu pada hadits no 205, 372
dan 375.
Hadits di atas menjelaskan tentang hakekat tawakal yang digambarkan oleh Rasulullah SAW
dengan perumpamaan seekor burung. Dimana burung pergi (baca ; mencari karunia Allah)
pada pagi hari dengan perut kosong karena lapar, namun di sore hari ia pulang dalam keadaan
perut kenyang dan terisi penuh. Karena pada hakekatnya Allah SWT lah yang memberikan
rizkinya sesuai dengan kebutuhannya.
Demikian juga manusia, sekiranya manusia benar-benar bertawakal kepada Allah SWT dengan
mengamalkan hakekat tawakal yang sesungguhnya, tentulah dari aspek rizki, Allah SWT akan
memberikan rizki padanya sebagaimana seekor burung yang berangkat pada pagi hari dengan
perut kosong dan pulang pada sore hari dengan perut kenyang. Artinya insya Allah rizkinya
akan Allah cukupi.
Dari segi bahasa, tawakal berasal dari kata ‘tawakala’ yang memiliki arti; menyerahkan,
mempercayakan dan mewakilkan. (Munawir, 1984 : 1687). Seseorang yang bertawakal adalah
seseorang yang menyerahkan, mempercayakan dan mewakilkan segala urusannya hanya
kepada Allah SWT.
Sedangkan dari segi istilahnya, tawakal didefinisikan oleh beberapa ulama salaf, yang
sesungguhnya memiliki muara yang sama. Diantara definisi mereka adalah:
Tawakal merupakan aktivias hati, artinya tawakal itu merupakan perbuatan yang dilakukan oleh
hati, bukan sesuatu yang diucapkan oleh lisan, bukan pula sesuatu yang dilakukan oleh
anggota tubuh. Dan tawakal juga bukan merupakan sebuah keilmuan dan pengetahuan. (Al-
Jauzi/ Tahdzib Madarijis Salikin, tt : 337)
“Tawakal merupakan amalan dan ubudiyah (baca; penghambaan) hati dengan menyandarkan
segala sesuatu hanya kepada Allah, tsiqah terhadap-Nya, berlindung hanya kepada-Nya dan
ridha atas sesuatu yang menimpa dirinya, berdasarkan keyakinan bahwa Allah akan
memberikannya segala ‘kecukupan’ bagi dirinya…, dengan tetap melaksanakan ‘sebab-sebab’
(baca ; faktor-faktor yang mengarakhkannya pada sesuatu yang dicarinya) serta usaha keras
untuk dapat memperolehnya.” (Al-Jauzi/ Arruh fi Kalam ala Arwahil Amwat wal Ahya’ bidalail
minal Kitab was Sunnah, 1975 : 254)
Sebagian ulama salafuna shaleh lainnya memberikan komentar beragam mengenai pernak
pernik takawal, diantaranya adalah ungkapan : Jika dikatakan bahwa Dinul Islam secara umum
meliputi dua aspek; yaitu al-isti’anah (meminta pertolongan Allah) dan al-inabah (taubat kepada
Allah), maka tawakal merupakan setengah dari komponen Dinul Islam. Karena tawakal
merupakan repleksi dari al-isti’anah (meminta pertolongan hanya kepada Allah SWT) :
Seseorang yang hanya meminta pertolongan dan perlindungan kepada Allah, menyandarkan
dirinya hanya kepada-Nya, maka pada hakekatnya ia bertawakal kepada Allah.
Salafus saleh lainnya, Sahl bin Abdillah al-Tasattiri juga mengemukakan bahwa ‘ilmu
merupakan jalan menuju penghambaan kepada Allah. Penghambaan merupakan jalan menuju
kewara’an (sifat menjauhkan diri dari segala kemaksiatan). Kewaraan merupakan jalan
mmenuju pada kezuhudan. Dan kezuhudan merupakan jalan menuju pada ketawakalan. (Al-
Jauzi, tt : 336)
Tawakal merupakan suatu hal yang sangat diperhatikan dalam Islam. Oleh karena itulah, kita
dapat melihat, banyak sekali ayat-ayat ataupun hadits-hadits yang memiliki muatan mengenai
tawakal kepada Allah SWT. Demikian juga para salafus shaleh, juga sangat memperhatikan
masalah ini. Sehingga mereka memiliki ungkapan-ungkapan khusus mengenai tawakal.
Derajat Tawakal
Tawakal merupakan gabungan berbagai unsur yang menjadi satu, dimana tawakal tidak dapat
terealisasikan tanpa adanya unsur-unsur tersebut. Unsur-unsur ini juga merupakan derajat dari
tawakal itu sendiri:
7. ()التفويض
Derajat tawakal yang ketujuh yaitu : Menyerahkan, mewakilkan, mengharapkan, dan
memasrahkan segala sesuatu hanya kepada Allah SWT. Dan hal inilah yang merupakan
hakekat dari tawakal. Allah SWT berfirman: (QS. 40 : 44)
َوُأ َفوِّ ضُ َأمْ ِري ِإلَى هَّللا ِ ِإنَّ هَّللا َ بَصِ ي ٌر ِب ْال ِع َبا ِد
Dan aku menyerahkan urusanku kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Melihat akan
hamba-hamba-Nya".
Seorang hamba yang menyerahkan segala urusannya kepada Allah, maka ia tidak akan
berbuat melainkan dengan perbuatan yang sesuai dengan kehendak Allah. Karena dia yakin,
bahwa Allah tidak akan menetapkan sesuatu kecuali yang terbaik bagi dirinya baik di dunia
maupun di akhirat.
Tawakal Dalam Al-Qur’an
Al-Qur’an sangat menaruh perhatian terhadap permasalahan tawakal ini. Sehingga kita jumpai
cukup banyak ayat-ayat yang secara langsung menggunakan kata yang berasal dari kata
tawakal. Berdasarkan pencarian yang dilakukan dari CD ROM Al-Qur’an, kita mendapatkan
bahwa setidaknya terdapat 70 kali, kata tawakal disebut oleh Allah dalam Al-Qur’an. Jika
disimpulkan ayat-ayat tersebut mencakup tema berikut:
2. Larangan bertawakal selain kepada Allah (menjadikan selain Allah sebagai penolong)
Allah berfirman (QS. 17:2)
ًاب َو َج َع ْل َناهُ ه ًُدى لِ َبنِي ِإسْ َراِئي َل َأالَّ َت َّتخ ُِذوا مِنْ ُدونِي َوكِيال
َ َوآ َت ْي َنا مُو َسى ْال ِك َت
Dan Kami berikan kepada Musa kitab (Taurat) dan Kami jadikan kitab Taurat itu petunjuk bagi
Bani Israil (dengan firman): "Janganlah kamu mengambil penolong selain Aku,
4. Tawakal harus senantiasa mengiringi suatu azam (baca; keingingan/ ambisi positif yang kuat)
Allah berfirman (QS. 3 : 159)
َ ت َف َت َو َّك ْل َعلَى هَّللا ِ ِإنَّ هَّللا َ ُيحِبُّ ْال ُم َت َو ِّكل
ِين َ َْفِإ َذا َع َزم
Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada Allah.
Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya.
Selain dalam Al-Qur’an, dalam haditspun, tawakal memiliki porsi yang sangat banyak. Dalam
kitab Riyadhus Shalihin, Imam Nawawi mencantumkan 11 hadits. Sedangkan pelacakan melalui
CD ROM, kita mendapatkan terdapat sekitar 900 an hadits yang terdapat kata yang berasal dari
kata tawakal. (Dari 9 kitab hadits induk, yaitu Shahih Bukhari, Muslim, Sunan Abu Daud,
Timidzi, Nasa’i, Ibnu Majah, Addarimi, Muwatha’ Malik dan Musnad Imam Ahmad bin Hambal.)
Sebelas hadits yang dicantumkan Imam Nawawi dalam Riyadus Shalihin, telah mencakup
sebagaian besar hadits-hadits tentang tawakal. Dari hadits-hadits tentang tawakal ini, kita dapat
menyimpulkan beberpa poin :
1. Orang yang bertawakal hanya kepada Allah, akan masuk ke dalam surga tanpa hisab.
Dari Abdullah bin Abbas ra, Rasulullah SAW bersabda: Telah ditunjukkan kepadaku keadaan
umat yang dahulu, hingga saya melihat seorang nabi dengan rombongan yang kecil, dan ada
nabi yang mempunyai penigkut satu dua orang, bahkan ada nabi yang tiada pengikutnya.
Mendadak telihat padaku rombongan yang besar (yang banyak sekali), saya kira itu adalah
umatku, namun diberitahukan kepadaku bahwa itu adalah nabi Musa as beserta kaumnya.
Kemudian dikatakan kepadaku, lihatlah ke ufuk kanan dan kirimu, tiba-tiba di sana saya melihat
rombongan yang besar sekali. Lalu dikatakan kepadaku, Itulah umatmu, dan di samping
mereka ada tujuh puluh ribu yang masuk surga tanpa perhingungan (hisab). Setelah itu nabi
bangun dan masuk ke rumahnya, sehingga orang-orang banyak yang membicarakan mengenai
orang-orang yang masuk surga tanpa hisab itu. Ada yang berpendapat; mungkin mereka adalah
sahabat-sahabat Rasulullah SAW. Ada pula yang berpendapat, mungkin mereka yang lahir
dalam Islam dan tidak pernah mempersekutukan Allah, dan ada juga pendapt-pendapat lain
yang mereka sebut. Kemudian Rasulullah SAW keluar menemui mereka dan bertanya, ‘apakah
yang sedang kalian bicarakan?’. Mereka memberiktahukan segala pembicaraan mereka. Beliau
bersabda, ‘ Mereka tidak pernah menjampi atau dijampikan dan tidak suka menebak nasib
dengan perantaraan burung, dan hanya kepada Rab nya lah, mereka bertawakal.” Lalu
bangunlah Ukasyah bin Mihshan dan berkata, ‘Ya Rasulullah SAW doakanlah aku supaya
masuk dalam golongan mereka.’ Rasulullah SAW menjawab, ‘Engkau termasuk golongan
mereka.’ Kemudian berdiri pula orang lain, dan berkata, ‘doakan saja juga supaya Allah
menjadikan saya salah satu dari mereka.’ Rasulullah SAW menjawab, ‘Engkau telah didahului
oleh Ukasyah.” (HR. Bukhari & Muslim).
Rasulullah SAW sendiri senantiasa menggantungkan tawakalnya kepada Allah SWT. Salah satu
contohnya adalah bahwa beliau selalu mengucapkan doa-doa mengenai ketawakalan dirinya
kepada Allah SWT:
ك ُ ك َأ َنب
َ ْت َو ِب ُ ك َت َو َّك ْل
َ ت َوِإلَ ْي ُ ك آ َم ْن
َ ت َو َعلَ ْي ُ ك َأسْ لَ ْم
َ ت َو ِب َ ِ َّاس َأنَّ َرسُو َل هَّللا
َ صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم َك
َ َان َيقُو ُل اللَّ ُه َّم ل ٍ ْن َعب ِ َعنْ اب
)ون (رواه مسلم َ ُوت َو ْال ِجنُّ َواِإل ْنسُ َيمُو ُت ُ ت ْال َحيُّ الَّذِي الَ َيم َأ
َ ت نْ ُتضِ لَّنِي ْن َأ َأ
َ ك الَ ِإلَ َه ِإالَّ ْن ُ ت اللَّ ُه َّم ِإ ِّني َأع
َ ُوذ ِبع َِّز ِت ُ ْصمَ َخا
Dari Ibnu Abbas ra, bahwa Rasulullah SAW senantiasa berdoa, ‘Ya Allah hanya kepada-Mulah
aku menyerahkan diri, hanya kepada-Mulah aku beriman, hanya kepada-Mulah aku bertawakal,
hanya kepada-Mulah aku bertaubat, hanya karena-Mulah aku (melawan musuh-musuh-Mu). Ya
Allah aku berlindung dengan kemulyaan-Mu di mana tiada tuhan selain Engkau janganlah
Engkau menyesatkanku. Engkau Maha Hidup dan tidak pernah mati, sendangkan jin dan
manusia mati. (HR. Muslim)
Sebagaimana yang terdapat dalam hadits no 5, dalam kitab Riyadhus Shalihin. Dimana
dikisahkan pada saat perang Dzatur riqa’, ketika Rasulullah SAW sedang beristirahat di bawah
sebuah pohon, sedangkan pedang beliau tergantung di pohon. Ketika tiba-tiba datang seorang
musyrikin yang mengambil pedang beliau sambil berkata, siapa yang dapat melindungimu
dariku?. Namun dengan sangat tenang Rasulullah SAW menjawab Allah. Setelah tiga kali
bertanya, tiba-tiba pedang yang dipegangnya jatuh. Lalu Rasulullah SAW mengambil pedang
tersebut seraya bertanya, sekarang siapakah yang dapat melindungimu dari ku?
Penutup
Tawakal yang merupakan perintah Allah dan sunnah Rasulullah SAW, jika dilakukan dengan
baik dan benar, insya Allah tidak akan menjadikan seorang hamba menjadi hina dan tidak
memiliki apa-apa. Karena tawakal tidak identik dengan kepasrahan yang tidak beralasan.
Namun tawakal harus terlebih dahulu didahului dengan adanya usaha yang maksiman.
Hilangnya usaha, berarti hilanglah hakekat dari tawakal itu.
Oleh kerananya, marilah kita meningkatkan rasa tawakal kita kepada Allah, dengan
memperbanyak unsur-unsur yang merupakan derajat dalam ketawkalan ke dalam diri kita.
Sehingga kitapun dapat masuk ke dalam surga Allah tanpa adanya hisab, sebagaimana yang
dikisahkan dalam hadits di atas. Amin.
Wallahu A’lam
Rikza Maulan, Lc., M.Ag.
Sumber : http://www.eramuslim.com/syariah/tafsir-hadits/makna-tawakal.htm