PENDAHULUAN
1.1.1 Latar Belakang
Misalnya dapat kita lihat pada sebagian pelajar yang keesokan harinya akan
melaksanakan tes. Pada malam harinya, sebagian dari mereka tidak sibuk untuk
menyiapkan diri untuk menghadapi ujian besok namun malah sibuk dengan
main game atau hal yang tidak bermanfaat lainnya. Lalu mereka mengatakan,
" Saya pasrah saja, paling besok ada keajaiban . " Apakah semacam ini benar-
benar disebut tawakkal?! Semoga pembahasan di makala ini dapat menjelaskan
pada pembaca sekalian mengenai tawakkal yang sebenarnya dan apa saja manfaat
dari tawakkal tersebut.
1
1.2 Rumusan Masalah
2
BAB II
PEMBAHASAN
Tawakkal adalah suatu sikap mental seorang yang merupakan hasil dari
keyakinannya yang bulat kepada Allah, karena di dalam tauhid ia diajari agar
meyakini bahwa hanya Allah yang menciptakan segala-galanya, pengetahuanNya
Maha Luas, Dia yang menguasai dan mengatur alam semesta ini. Keyakinan
inilah yang mendorongnya untuk menyerahkan segala persoalannya kepada Allah.
Hatinya tenang dan tenteram serta tidak ada rasa curiga, karena Allah Maha Tahu
dan Maha Bijaksana. [2]
[1] Abdullah bin Umar Ad-Dumaiji, At-Tawakkal Alallah Ta’al (Jakarta : PT Darul Falah,
2006), 1
3
2
Kata Abu Mu’hty : “Itulah bekal yang paling baik, karena bekalmu itu
sanggup menempuh perjalanan yang sangat jauh (akhirat), maka tiada artinya jika
hanya perjalanan diatas bumi (dunia).
[2] Labib Mz, Rahasia Kehidupan Orang Sufi, Memahami Ajaran Thoriqot &
Tashowwuf (Surabaya: Bintang Usaha Jaya), 55
4
g) Mewariskan kesabaran, ketahanan, kemenangan dan kekokohan.
h) Mewariskan rezeki, rasa ridha dan memelihara dari kekuasaan syetan
i) Sebab masuk surga tanpa hisab dan tanpa adzab.
5
Dan hadits Umar radhiallahu ‘anhu ini pun demikian, padanya terdapat
penggabungan melakukan sebab (usaha) dengan tawakal kepada Allah. Dan
melakukan sebab (usaha) dalam hadits disebutkan tentang seekor burung yang
pergi di pagi hari dengan perut kosong untuk mencari rezeki, dan kemudian ia
pulang kembali dengan perut yang penuh. Dan seorang manusia, tatkala ia
melakukan sebab (usaha), ia tidak boleh semata-mata bersandarkan pada usahanya
itu. Akan tetapi seharusnya ia menyandarkan usahanya kepada Allah dengan tetap
tidak melalaikan usaha dan mengambil sebab. Dan Allah telah mentaqdirkan
sebab dan akibat.
Ibnu Rajab berkata dalam Jami’ul ‘Ulumi wal Hikam (2/496-497), “Hadits
ini merupakan pokok dalam masalah tawakal.Dan tawakal merupakan salah satu
sebab terbesar yang dapat mendatangkan rezeki. Allah Subhanahu wa Ta’ala
berfirman:
Beliau berkata lagi, “Dan hakikat tawakal adalah kemurnian hati dalam
menyandarkan segala urusan hanya kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, baik
berupa mencari kebaikan (kemaslahatan) dan menolak kemadharratan, dan baik
itu perkara dunia maupun perkara akhirat. Semua permasalahan dan urusannya ia
sandarkan hanya kepada Allah. Dai ia pun merealisasikan keimanannya bahwa
tidak ada yang dapat memberi atau menolak atau memberikan madharrat atau
memberikan manfaat kecuali hanya Allah”.
6
2.2.2 Pelajaran dan faidah hadits:
a) Wajibnya bertawakal kepada Allah dan bersandar kepadanya dalam usaha
mencari segala yang ia butuhkan, dan mencegah segala yang tidak ia
inginkan.
b) Mengambil sebab (melakukan usaha) dengan tetap bertawakal kepada
Allah, dan hal itu tidak bertentangan dengan (makna) tawakal itu sendiri.
Hal ini didasarkan kepada riwayat Bara' bin Azib Radhiyallahu 'Anhu,
bahwa Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda,
7
dan aku sandarkan punggungku kepada-Mu dengan penuh harap dan takut
terhadap-Mu. Sesungguhnya tidak ada tempat berlindung dan menyelamatkan
diri dari (ancaman)-Mu kecuali kepada-Mu.Sungguh aku telah beriman kepada
Kitab-Mu yang telah Engkau turunkan dan (beriman) kepada Nabi-Mu yang telah
Engkau utus."Jadikan kalimat-kalimat itu sebagai perkataan terakhirmu, karena
jika engkau mati pada malam itu maka engkau meninggal di atas fitrah." (HR.
Bukhari dan Muslim)
8
َ ضى أ َ َج ٌل ُم
س ًّمى ِ َو ُه َو الَّذِي َيتَ َوفَّا ُك ْم ِباللَّ ْي ِل َو َي ْعلَ ُم َما َج َر ْحت ُ ْم ِبالنَّ َه
َ ار ث ُ َّم َي ْب َعث ُ ُك ْم ِفي ِه ِليُ ْق
َث ُ َّم ِإلَ ْي ِه َم ْر ِجعُ ُك ْم ث ُ َّم يُن َِبئ ُ ُك ْم ِب َما ُك ْنت ُ ْم تَ ْع َملُون
Artinya:
"Dan Dialah yang menidurkan kamu di malam hari dan Dia mengetahui apa yang
kamu kerjakan pada siang hari, kemudian Dia membangunkan kamu pada siang
hari untuk disempurnakan umur (mu) yang telah ditentukan, kemudian kepada
Allah-lah kamu kembali, lalu Dia memberitahukan kepadamu apa yang dahulu
kamu kerjakan." (QS. Al An'am: 60)
Ibnu Katsir rahimahullah dalam tafsirnya menyatakan, "Allah Ta'ala
mengabarkan bahwa Dia mewafatkan hamba-hamba-Nya dalam tidur mereka di
waktu malam. Ini adalah wafat kecil, sebagaimana firman-Nya (dalam
mewafatkan Isa bin Maryam):
Dalam ayat ini, Allah menyebutkan dua jenis wafat: kubra (besar) dan
shugra (kecil). Demikianlah Dia menyebutkan hukum dua wafat, shugra lalu
kubra, dalam satu tempat ini."
9
Syaikh al-Sa'di rahimahullah dalam tafsirnya menyebutkan, "Bahwa Dia
(Allah) mewafatkan mereka pada waktu malam, wafat tidur, sehingga mereka
berhenti bergerak, badan mereka istirahat, lalu membangkitkan mereka ketika
bangun dari tidur agar mereka bisa mencari kebutuhan dien dan dunia mereka.Dan
Allah tahu amal-amal yang mereka kerjakan."
Al Thibbi menyebutkan tentang hikmah digunakannya kata maut (mati)
pada tidur, "Bahwa fungsi manusia diberi hidup untuk mencari ridla Allah, taat
pada-Nya, dan menjauhi murka dan siksa-Nya. Maka orang yang tidur tidak bisa
melakukan fungsi ini, dia seperti mayat, oleh karenanya (ketika bangun) dia
memuji Allah atas nikmat ini dan hilangnya penghalang-penghalang
(mendapatkan ridla Allah) tersebut."
fungsi manusia diberi hidup untuk mencari ridha Allah, taat pada-Nya, dan
menjauhi murka dan siksa-Nya. Maka orang yang tidur tidak bisa melakukan
fungsi ini, dia seperti mayat
Sedangkan makna meningal di atas fitrah dalam hadits di atas adalah
meninggal di atas Islam dan tauhid. Imam Al-Thibbi dalam memberi syarah hadits
di atas berkata, "Maksudnya adalah engkau meninggal di atas agama yang lurus,
millah Ibrahim 'alaihis salam. Karena Nabi Ibrahim 'alaihis salam telah berislam
dan tunduk patuh serta berkata, "Aku tunduk patuh kepada Tuhan semesta alam."
Dan beliau telah datang kepada Allah dengan membawa hati yang salim
(bersih)."(Lihat Tuhfatul Ahwadzi Syarah al-Tirmidzi terhadap hadits tersebut).
Keutamaan meninggal di atas fitrah ini –berdasarkan hadits di atas- karena
meninggal dalam keadaan suci, melakukan apa yang disuka oleh Nabi (yakni tidur
di atas bagian kanan karena Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam menyukai untuk
mengutamakan yang kanan), dan menjadikan zikir sebagai amal terakhirnya.
10
2.3 Hadis Tentang Berserah Diri Tatkala Keluar Rumah
11
Sebagian ulama mengatakan, Al Imam Al Qurtubi :
Quluu maa yasturuka min jihatikal arba’ fahuwa jidaarun: “Setiap sesuatu
yang menutupi badan mu dari 4 arah (kanan, kiri, depan, belakang) itu dinamakan
tembok”
Faaidzan tawwamat wattasholat yusamma baytan: “kalau 4 arah sudah
menutupi anda tersusun rapih dan tertutup maka dinamakan itu rumah (walaupun
gubuk, walaupun dia ngontrak)”. Jadi Nabi SAW bersabda:
tentang masalah “ِهللا ”بِس ِْمyang begitu penting hukum-hukumnya yang layak kita
dengarkan, segala sesuatu menjadi berkaah jikalau kita mengucapkan nama Allah
SWT “ِهللا
”بِس ِْمkita meminta kepada Allah SWT ketika kita keluar dari rumah
َ ُ”ت َ َو َّك ْلت
mengucapkan “ِ ”بِس ِْم هللاminta tolong kepada Allah SWT, “علَى هللا
bersandar hanya kepada Allah SWT, meminta perlindungan kepada Allah SWT
berserah diri kepada Allah SWT, “ِبِالل َّ”و الَ َح ْو َل َو الَ قُ َّوةَ إِال
َ tiada daya dan
upaya kecuali dari Allah SWT. Ini 3 dzikir, yang pertama”ِهللا ”بِس ِْم yang kedua
ucapan “هللا َ ُ ”ت َ َو َّك ْلتyang ketiga “ِ ”الَ َح ْو َل َو الَ قُ َّوةَ ِإالَّ ِباللartinya الَ َح ْو َل
علَى
ِال قُ َّوة َ ِإالَّ ِبالل
َ ”وَ sudah diartikan langsung oleh Rasulullah SAW, sebagaimana
Al Imam Ibn Mas’ud ketika membaca “ِل َو الَ قُ َّوة َ ِإالَّ ِبالل َ ”الَ َح ْوNabi SAW
dengar lalu Nabi SAW bertanya “apa kamu tau artinya “laa hawlaa walaa
quwwata ilaa billah”?”, Al Imam Ibn Mas’ud menjawab “tidak ada daya kita
mencegah diri kita daripada melakukan perbuatan dosa, tawakkaltu alallah walaa
hawlaa walaa quwwata ilaa billah”. Kata Nabi SAW “Sesungguhnya engkau telah
mendapatkan petunjuk, sesungguhnya engkau telah dicukupi oleh Allah SWT,
sesungguhnya engkau telah dilindungi oleh Allah SWT berkat bacaan tersebut
12
(amiin)”, maka dijauhkan dari orang tersebut yang membaca kalilmat ini ketika ia
keluar dari rumahnya dijauhkan daripada syaitan.
Hadirin hadiorot rahimakumullah, hadits ini diriwayatkan oleh al Imam
Tirmidzi dan Imam Abu Daud, dan dihasankan oleh imam Tirmidzi, dalam
ungkapan hadits yang diriwayatkan murni oleh imam Abu Daud ada tambahan
hadits ini yaitu Rasul SAW bersabda :
Ketika orang membaca do’a ini, maka setan tersebut yang ada disitu saat
itu mengatakan kepada setan-setan yang lain “wahai setan-setan yang lain jangan
ganggu ini orang, karena dia sudah mendapatkan hidayah, dia sudah mendapatkan
kecukupan dari Allah SWT karena tawakkalnya, dia sudah dilindungi oleh Allah
SWT berkat doa tersebut”.
Jadi makanya kalau kita keluar rumah jangan lupa, yang pertama kita baca
“bismillah tawakkaltu alallah”.
bacaan “ِهللا ” ِبس ِْمkalau orang akan dikasih barokah oleh Allah SWT, yang kedua
membaca “ع َلى هللا َ ُ ”ت َ َو َّك ْلتdia bertawakkal kepada Allah SWT, berkat
tawakkalnya itu segala urusannya dimudahkan oleh Allah SWT, lalu dia baca “ َال
ِ ” َح ْو َل َو الَ قُ َّوة َ إِالَّ بِاللberkat bacaan tersebut dia lindungi oleh Allah SWT dari
musibah. Makanya jangan sampai kita meninggalkan apa yang sudah diajarkan
oleh baginda kita Nabi Muhammad SAW mudah-mudahan perjalanan kita
dilindungi oleh Allah SWT, dijaga oleh Allah SWT dan urusan kita dikasih
barokah. (amiiin yaa robbal’alamiin)
Saya tidak berpanjang kalam, akan dilanjutkan nanti oleh Al Habib Baghri,
mudah mudahan kita mendengar tentang keutamaan rajab menjadi ilmu buat kita
13
bisa kita istqomah membacanya “bismillah tawakkaltu alallah walaa hawlaa walaa
quwwata ilaa billahil aliyil adzim”.
14
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Tawakal yang merupakan perintah Allah dan sunnah Rasulullah SAW, jika
dilakukan dengan baik dan benar, insya Allah tidak akan menjadikan seorang
hamba menjadi hina dan tidak memiliki apa-apa.Karena tawakal tidak identik
dengan kepasrahan yang tidak beralasan. Namun tawakal harus terlebih dahulu
didahului dengan adanya usaha yang maksiman. Hilangnya usaha, berarti
hilanglah hakekat dari tawakal itu.
Oleh karenanya, marilah kita meningkatkan rasa tawakal kita kepada Allah,
dengan memperbanyak unsur-unsur yang merupakan derajat dalam ketawkalan ke
dalam diri kita. Sehingga kitapun dapat masuk ke dalam surga Allah tanpa adanya
hisab, sebagaimana yang dikisahkan dalam hadits di atas. Amin.
Marilah kita bertawakal kepada Allah swt, atas apa yang sudah kita
perbuat . dan menyerahkan segala urusan hasil dari usah kita kepada nya. Amin.
3.2 Saran
Dalam penulisan makalah ini, tidak menutup kemungkinan ada
kekurangan, jadi diharapkan kritikan dan saran dari pembaca sebagai bahan acuan
untuk penulisan makalah selanjutnya.
15
DAFTAR PUSTAKA
16