Schistosomiasis merupakan salah satu penyakit parasit terpenting dalam Kesehatan masyarakat. Penyakit ini menimbulkan dampak kerugian ekonomi dan masalah Kesehatan masyarakat di banyak negara berkembang. Schistosomiasis yang disebabkan oleh cacing Schistoma japonicum ditemukan tersebar di negara-negara Asia, yaitu China, Jepang, Philipina, Indonesia, Vietnam, Laos, Thailand, dan Kamboja. WHO (2010) menyebutkan Schistosomiasis telah menginfeksi 230 juta orang di 77 negara dan 600 juta orang berisiko terineksi oleh beberapa jenis cacing Schistoma. Schistosomiasis di Indonesia disebabkan oleh cacing trematoda jenis S. Japonicum dengan hospes perantara keong O. hupensis lindoensis. Penularan terjadi melalui kulit yaitu serkaria cacing S. japonicum menginfeksi hospes mamalia melalui kulit. Penyakit ini hanya ditemukan di Provinsi Sulawesi Tengah yaitu Dataran Tinggi Napu dan Dataran Tinggi Bada, kabupaten Poso serta Dataran Tinggi Lindu, Kabupaten Sigi. Hospes perantara schistosomiasis di Indonesia adalah keong O. hupensis lindoensis yang bersifat amfibius. Keong perantara ini hidup tersebar luas di daerah endemis tetapi tidak merata, terbatas pada tempat-tempat tertentu yang disebut daerah fokus. Hospes definitif schistosomiasis adalah manusia dan hewan mamalia. Terdapat 13 mamalia yang diketahui terinfeksi oleh schistosomiasis antara lain: sapi (Bos sundaicus), kerbau (Bubalus bubalis), kuda (Equus cabalus), anjing (Canis familiaris), babi (Suis sp), musang (Vivera tangalunga), rusa (Cervus timorensis), berbagai jenis tikus (Rattus exulans, R. marmosurus, R. norvegicus, R. palellae). Schistosomiasis masih menjadi masalah kesehatan di daerah endemis meskipun berbagai program pengendalian telah dilaksanakan oleh tim terpadu pengendalian schistosomiasis. Tujuan penulisan untuk memaparkan fluktuasi atau kecenderungan kasus schistosomiasis pada manusia, keong dan hewan mamalia (tikus) pada tahun 2011-2018. Tulisan ini diharapkan dapat menjadi informasi bagi berbagai lintas sektor terkait program pengendalian schistosomiasis di Sulawesi Tengah, sehingga dapat mencapai target eliminasi schistosomiasis pada tahun 2020, dengan tingkat infeksi schistosomiasis di bawah 1%. Berdasarkan data dari Laboratorium Schistosomiasis, Kecamatan Wuasa, Kabupaten Poso, terdapat sebanyak 102 kasus Schistosomiasis pada tahun 2022. Hal ini menunjukkan bahwa prevalensi Schistosomiasis berada di atas 1% pada tahun 2022, yang berarti sebuah masalah dan membutuhkan Langkah penanggulangan secara efektif. Kegiatan surveilans dalam rangka pendeteksian dini melalui identifikasi kasus dan faktor risiko dapat digunakan sebagai sarana pencegahan. Analisis dari surveilans faktor risiko diharapkan dapat memberikan gambaran epidemiologi Schistosomiasis di masyarakat dan digunakan sebagai perencanaan, pemantauan, dan evaluasi program penanganan Schistosomiasis. Pelaksanaan surveilans epidemiologi membutuhkan beberapa tahapan sehingga output yang dihasilkan bersifat evidence based dengan data yang relevan. Selain itu terdapat mekanisme kerja pelaksanaan surveilans epidemiologi yang harus dilakukan secara sistematis. Penyelenggaraan surveilans Schistosomiasis dilakukan oleh unit jejaring surveilans epidemiologi. Pengawasan dalam pelaksanaan surveilans Schistosomiasis dibutuhkan untuk menganalisis keberhasilan surveilans sebagai salah satu program penanggulangan masalah kesehatan khususnya Schistosomiasis. Pengawasan dapat dilakukan dengan menganalisis hasil surveilans yang telah ada dan membandingkannya dengan indikator yang sesuai. Semua tahapan ini diharapkan dapat berjalan secara sinergi satu sama lain. Terkait dengan hal di atas, maka dibuatlah suatu bentuk proses pembelajaran yang mengaplikasikan dasar epidemiologi dalam Program Studi Kesehatan Masyarakat yaitu praktikum Surveilans Epidemiologi, dimana mahasiswa akan turun langsung ke beberapa instansi kesehatan seperti puskesmas untuk mengumpulkan data, mengolah, menganalisis, menyajikan dan menginterpretasikan data menjadi sebuah informasi yang berpotensi Kejadian Luar Biasa (KLB) sehingga dapat dilakukan surveilans epidemiologi sebagai bentuk tindakan yang efektif dan efisien dalam menanggulangi suatu penyakit. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan uraian di atas, maka dapat diambil rumusan masalah dalam praktikum ini yaitu bagaimana Langkah-langkah surveilans epidemiologi terhadap kasus penyakit Schistosomiasis di Lembah Napu, Kabupaten Poso. 1.3 Tujuan Adapun tujuan dalam praktikum ini yaitu: 1. Untuk mengetahui pengumpulan data dalam surveilans epidemiologi penyakit Schistosomiasis. 2. Untuk mengetahui pengolahan dan penyajian data dalam surveilans epidemiologi penyakit Schistosomiasis. 3. Untuk mengetahui analisis dan interpretasi data dalam surveilans epidemiologi penyakit Schistosomiasis. 4. Untuk mengetahui analisis dan interpretasi data dalam surveilans epidemiologi penyakit Schistosomiasis. 5. Untuk mengetahui feedback atau umpan balik dalam surveilans epidemiologi penyakit Schistosomiasis. 1.4 Manfaat Bagi mahasiswa: 1. Untuk mendapatkan pengalaman dan keterampilan mengenai kegiatan surveilans di lokasi praktikum. 2. Untuk terpapar dengan kondisi, pengalaman dan alur kerja petugas surveilans di lokasi praktikum. 3. Untuk mendapatkan pengalaman menggunakan metode analisis surveilans epidemiologi.
Bagi instansi lokasi praktikum:
1. Untuk memanfaatkan tenaga terdidik dalam membantu pengolahan
dan pembahasan suatu masalah kesehatan. 2. Untuk menciptakan kerjasama yang saling menguuntungkan dan bermanfaat antarlokasi praktikum dengaan FKM UNTAD.
Bagi FKM UNTAD:
1. Laporan pratikum dapat menjadi salah satu auit internal kualitas
pengajaran di FKM UNTAD. 2. Memperkenalkan FKM UNTAD ke lokasi praktikum. 3. Mendapatkan masukan bagi pengembangan FKM UNTAD. 4. Terbinanya jaringan mahasiswa dengan instansi tempat praktikum dalam upaya meningkatkan keterkaitan dan kesepadanan antara substansi akademik dengan pengetahuan dan keterampilan sumber daya manusia yang dibutuhkan dalam pembangunan Kesehatan masyarakat. BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Teoritis Tentang Surveilans
2.1.1 Definisi Surveilans Menurut Akbar, Parinduri, & Hidana (2019), Surveilans Epidemiologi adalah kegiatan analisis penyakit atau gangguan kesehatan secara sistematis dan berkesinambungan, serta kondisi yang mempengaruhi penyebaran dan penyebaran penyakit atau gangguan kesehatan, guna melakukan penanggulangan secara efektif dan efisien melalui proses pengumpulan, pengolahan, dan penyebaran data-data epidemiologis kepada administrator program perawatan kesehatan. 2.1.2 Tujuan Surveilans Epidemiologi Tujuan utama surveilans epidemiologi adalah untuk mengumpulkan gambaran umum kejadian morbiditas dan mortalitas secara teratur, serta kejadian kejadian vital, sehingga dapat digunakan dalam berbagai tujuan perencanaan dan tindakan terkait kesehatan di masyaraka (Rasmaniar, et al., 2020). Tujuan surveilans epidemiologi sendiri meliputi beberapa hal, yaitu: 1. Identifikasi, investigasi dan penanggulangan situasi luar biasa atau wabah yang terjadi dalam masyarakat sedini mungkin. 2. Identifikasi kelompok penduduk tertentu dengan risiko tinggi. 3. Untuk penentuan penyakit dengan prioritas penanggulangannya. 4. Untuk bahan evaluasi antara input pada berbagai program kesehatan dengan hasil output berupa insiden dan prevalensi penyakit di masyarakat. 5. Untuk memantau kecenderungan (trend) perkembangan situasi Kesehatan maupun penyakit dalam masyarakat. 2.1.3 Komponen Surveilans Pada penelitian Rasmaniar (2020) mengatakan bahwa dalam pelaksanaan surveilans epidemiologi secara teratur dan terencana terdapat beberapa komponen utama, di antaranya yaitu: 1. Pengumpulan data yang dapat diandalkan. Informasi yang dikumpulkan terdiri dari data epidemiologis yang jelas, akurat, dan dapat dipercaya dengan validitas dan reliabilitas tinggi yang berkaitan dengan penyakit yang diamati. Jenis dan format data yang dikumpulkan disesuaikan dengan tujuan surveilans. 2. Pengolahan data diperlukan untuk memberikan informasi yang relevan. Data yang diperoleh biasanya masih dalam bentuk raw data dan harus ditata sedemikian rupa agar mudah dianalisis. Data yang terkumpul dapat diolah menjadi tabel, grafik, peta, dan format lainnya. Kompilasi data harus mampu memberikan informasi yang bermanfaat. 3. Analisis dan interpretasi data untuk keperluan aktivitas. Data yang telah dikumpulkan dan disusun kemudian dianalisis dan ditafsirkan untuk memberikan makna dan kejelasan tentang situasi sosial. 4. Diseminasi, termasuk feedback. Setelah menganalisis dan menginterpretasikan data dan mengembangkan pernyataan nilai yang jelas dan konklusif, informasi tersebut dapat disebarluaskan kepada semua pihak yang berkepentingan dan dimanfaatkan dengan baik. 5. Hasil evaluasi data sistem surveilans selanjutnya dapat digunakan untuk perencanaan, penanggulangan khusus, dan pelaksanaan program, serta untuk kegiatan tindak lanjut, perbaikan dan perbaikan program, serta evaluasi/penilaian hasil kegiatan. 2.1.4 Jenis-Jenis Surveilans Berdasarkan Rasmaniar (2020), terdapat beberapa jenis surveilans, di antaranya yaitu: 1. Surveilans Individu Surveilans individu mengidentifikasi dan memantau orang-orang yang telah terpapar penyakit berbahaya seperti pes, cacar, TBC, tifus, demam kuning, dan sifilis. Surveilans individu menyediakan isolasi institusional yang cepat dari kontak, memungkinkan penahanan penyakit. 2. Surveilans Penyakit Surveilans penyakit adalah pengumpulan, konsolidasi, dan evaluasi sistematis dari berbagai laporan penyakit dan kematian, serta data terkait lainnya, untuk melakukan pemantauan terus menerus terhadap distribusi dan tren kejadian penyakit. Akibatnya, surveilans penyakit berfokus pada penyakit daripada individu. 3. Surveilans Sindromik Surveilans sindromik (multiple disease surveillance) melibatkan pemantauan terus menerus terhadap sindrom penyakit (kumpulan gejala), bukan penyakit spesifik. Penanda kesehatan individu dan populasi yang dapat dideteksi sebelum memastikan diagnosis digunakan dalam surveilans sindromik penyakit. 4. Surveilans Berbasis Laboratorium Surveilans berbasis laboratorium adalah kegiatan analisis terus menerus dan sistematis terhadap PTM dan FR dengan berbasis data yang diperoleh dari hasil pemeriksaan di laboratorium. 5. Surveilans Terpadu Sebagai pelayanan publik yang kooperatif, pengawasan terpadu menggabungkan dan mengintegrasikan seluruh kegiatan pengawasan di suatu wilayah yurisdiksi (provinsi/kabupaten/negara/kota). Pengawasan terpadu menggunakan struktur, proses, dan karyawan yang sama untuk mengumpulkan informasi untuk alasan pengendalian penyakit. 2.2 Tinjauan Teoritis Tentang Schistosomiasis 2.2.1 Definisi Schistosomiasis Schistosomiasis adalah infeksi parasit yang disebabkan oleh jenis cacing Schistosoma. Schistosomiasis di Indonesia disebabkan oleh cacing trematoda jenis Schistosoma japonicum dengan hospes perantara keong Oncomelania hupensis lindoensis (O. hupensis lindoensis) dan hanya ditemukan di Provinsi Sulawesi Tengah, yaitu di Dataran Tinggi Napu dan Dataran Tinggi Bada, Kabupaten Poso serta Dataran Tinggi Lindu, Kabupaten Sigi (Widjaja & Anastasia, 2019). 2.2.2 Cara Penularan Schistosomiasis Schistosomiasis merupakan penyakit parasit akut dan kronis yang disebabkan oleh schistosomiasis darah (Schistosomiasis Trematoda) dari genus Schistosoma. Schistosomiasis merupakan penyakit menular. Penularan Schistosomiasis terjadi melalui air yang mengandung serkaria cacing Schistosoma. Penularan terjadi melalui kulit yaitu serkaria cacing S. japonicum menginfeksi hospes mamalia melalui kulit (Delaprilyant, Ratag, & Kaunang, 2018). 2.2.3 Daur Hidup Cacing Schistosoma Japonicum Penelitian yang dilakukan oleh Resnawati, Hajar, & Puspita (2021) mengatakan bahwa di dalam tubuh definitive host, yaitu manusia, cacing S. japonicum yang telah mencapai fase dewasa akan kawin dan memproduksi telur dalam jumlah ratusan hingga ribuan setiap hari. Sebagian telur-telur tersebut akan terbawa bersama urin dan feses yang selanjutnya menetas dan berkembang menjadi larva Miracidia ketika berada di lingkungan yang berair. Larva ini akan berenang untuk menemukan host perantara, yaitu keong O. h. lindoensis, dan kemudian melakukan penetrasi ke dalam tubuh keong. Di dalam tubuh keong, larva Miracidia berkembang menjadi sporokista I dan II yang akan menghasilkan Cercariae. Cercariae yang keluar dari tubuh keong akan berenang bebas di air untuk mencari definitive host. 2.3.4 Gejala Klinis Schistosomiasis Schistosomiasis secara umum mempunyai gejala klinis awal yang sama, misalnya gatal-gatal pada saat serkaria telah masuk kedalam kulit, kalau serkaria yang masuk kedalam kulit cukup banyak akan terjadi dermatitis. Kemudian pada saat larva cacing melewati paru akan terjadi batuk berdahak dan demam. Pada stadium berikutnya akan terjadi gejala disentri atau urtikaria (pada infeksi S. haematobium). Schistosomiasis mansoni, japonikum dan mekongi dapat menyebabkan hepatomegali (pembengkakan hati) dan splenomegali (pembengkakan limpa) atau dua-duanya (hepatosplenomegali). Pada penderita Schistosomiasis japonikum dan mekongi yang sudah parah akan menderita asites yang diikuti dengan kematian. BAB III
HASIL
3.1 Gambaran Umum Lokasi Praktik
3.1.1 Demografi Wuasa memiliki jumlah penduduk sebanyak 2.638 jiwa atau 638 KK, menurut Monografi Desa tahun 2003. Berdasarkan jenis kelamin, penduduk terdiri dari 1.405 perempuan dan 1.233 laki- laki. Statistik resmi desa tidak membedakan antara penduduk asli dan pendatang. Namun, kategorisasi agama memberikan gambaran yang baik tentang warga Wuasa dan pendatang. Pada tahun 2003, ada 2.410 orang Kristen dan 220 Muslim, menurut catatan desa. Mayoritas penduduk asli di Lembah Napu beragama Kristen, sedangkan pendatang mayoritas beragama Islam. Ada banyak imigran Kristen dari bagian lain Sulawesi Tengah yang datang ke sini melalui pernikahan atau penempatan kerja di departemen pemerintah atau kelompok agama. 3.1.2 Geografi Wuasa berbatasan dengan daerah datar yang ideal untuk pertanian padi beririgasi. Hamparan sawah beririgasi tipis memisahkan dusun dengan perbukitan, di mana lahan kering warga dan perkebunan kopi dan coklat berbatasan langsung dengan Taman Nasional Lore Lindu (TNLL). Di sisi timur, persawahan beririgasi, tanah kering, dan kebun dengan pohon kopi dan kakao menjalar sampai ke tepi Sungai Tambua, yang memisahkan Wuasa dari desa Alitupu dan wilayah pegunungan lembah itu. Jalan melewati Wuasa ke arah selatan, melewati batas barat atas lembah Napu, serta di sisi timur lembah yang lebih rendah, ladang kering, dan kantong sisa hutan, hingga mencapai desa Kaduwaa dan pemukiman transmigrasinya. Ada lembah berbukit dengan tanah kering dan TNLL di sisi barat. Wuasa berbatasan dengan pemukiman Watumaeta di sebelah utara, di mana jalan tersebut terbelah menjadi dua arah, utara ke ibu kota provinsi Palu dan timur ke ibu kota kabupaten Poso. 3.1.3 Penduduk Secara Umum dan Penduduk Sasaran 3.2 Hasil Praktikum 3.2.1 Hasil Wawancara Surveilans Schistosomiasis Schistosomiasis adalah penyakit parasit utama yang mempengaruhi kesehatan masyarakat. Di banyak negara terbelakang, penyakit ini menimbulkan kerugian ekonomi serta masalah kesehatan masyarakat. Pada tahun 2022 ditemukan 102 kasus akibat rutinitas dan perilaku masyarakat. Lonjakan kasus juga disebabkan oleh bencana banjir yang melanda daerah terdekat, termasuk beberapa lokasi fokus siput. Pengendalian penyakit menular difokuskan pada penyakit dengan prevalensi tinggi. Langkah-langkah dalam melakukan pemantauan Schistosomiasis di Puskesmas Wuasa adalah sebagai berikut: 1. Pengumpulan Data Berdasarkan temuan praktikum, sumber data di tingkat puskesmas meliputi puskesmas, posbindu penyakit menular, pengelola program, schistosomiasis, dan laporan masyarakat. Apabila penanggung jawab surveilans menerima laporan, maka penanggung jawab surveilans dan penanggung jawab program akan langsung melakukan pemeriksaan epidemiologi terhadap suatu penyakit yang diduga berpotensi menjadi KLB (Kejadian Luar Biasa). Sistem pelaporan yang diterapkan meliputi laporan harian, mingguan, dan bulanan. Ketika ada insiden yang terjadi dengan cepat, mereka dilaporkan setiap hari. Pelaporan mingguan dilakukan untuk meliput kasus di puskesmas, yang kemudian dilanjutkan dengan penanganan atau tindakan lebih lanjut. Setiap kunjungan ke poli, panti jompo, IGD, dan bidan desa dicatat setiap bulan ke Dinas Kesehatan Kabupaten Poso dan Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Tengah. 2. Pengolahan Data Petugas penanggung jawab surveilans schistosomiasis telah mengolah dan mengkategorikan data berdasarkan orang, lokasi, dan waktu. Data kasus juga dikelompokkan secara mingguan dan bulanan. Dalam contoh ini, petugas pengawasan juga menggunakan sistem EWARS (Early Warning, Alert, and Response System) untuk mengirimkan data mingguan dalam bentuk logbook standar. 3. Analisis dan Interpretasi Data Berdasarkan hasil praktikum, petugas surveilans di Puskesmas Wuasa melakukan analisis data dengan menggunakan program SKDR (Sistem Kesadaran dan Respons Dini). Setelah petugas surveilans mengisi formulir laporan mingguan SKDR, maka akan muncul kurva epidemiologi berdasarkan data kasus Schistosomiasis yang telah dimasukkan sebelumnya. Selanjutnya analisis data di Puskesmas Wuasa menghasilkan informasi berupa sebaran kasus dan frekuensi schistosomiasis. 4. Diseminasi Data surveilans Schistosomiasis yang diperoleh meliputi jumlah kasus Schistosomiasis per tahun 2022 sebanyak 102 kasus di wilayah kerja Puskesmas Wuasa. Di tingkat puskesmas sosialisasi dilakukan dengan cara melapor kepada kepala puskesmas dan meminta tanda tangan, apakah ada kasus atau tidak. Tidak hanya itu, informasi disebarluaskan dengan bertemu dengan kepala dinas kesehatan kabupaten/kota dan menganalisis efektivitas petugas surveilans puskesmas. 5. Feedback Dinas Kesehatan Kabupaten Poso hanya mengkaji data untuk tindakan feedback berdasarkan jumlah kasus baru dan lama. Jika data tidak terkirim pada tanggal yang ditentukan oleh Puskesmas Wuasa, atau terlambat terkirim, pengelola program terkait melakukan konfirmasi melalui SMS atau WhatsApp. Pemeriksaan surveilans Dinas Kesehatan di puskesmas ini semata-mata evaluasi terhadap kualitas pemutakhiran data puskesmas. 3.2.2 Hasil Wawancara Kuesioner Kepada Masyarakat di Wilayah Kerja Puskesmas Wuasa Kecamatan Lore Utara Kabupaten Poso 1. Karakteristik Responden Tabel 3.1 Distribusi Responden Berdasarkan Kelompok Jenis Kelamin di Desa Watumaeta Kecamatan Lore Utara Kabupaten Poso Jenis Kelamin Frekuensi Persentase (%) Laki-laki 5 41.7 Perempuan 7 58.3 Jumlah 12 100 Sumber: Data Primer. 2023. Tabel 3.1 menunjukkan bahwa terdapat 12 responden. Dari total responden, 5 responden berjenis kelamin laki-laki dengan persentase 41.7% dan 7 responden berjenis kelamin perempuan dengan persentase 58.3%. Tabel 3.2 Distribusi Responden Berdasarkan Kelompok Umur di Desa Watumaeta Kecamatan Lore Utara Kabupaten Poso Umur (Tahun) Frekuensi Persentase (%) <60 10 83.3 >60 2 16.7 Total 12 100 Sumber: Data Primer. 2023. Tabel 3.2 menunjukkan bahwa terdapat 12 responden. Dari total responden, 10 responden berumur <60 tahun dengan persentase 83.3% dan 2 responden berumur >60 tahun dengan persentase 16.7%. Tabel 3.3 Distribusi Responden Berdasarkan Kelompok Pekerjaan di Desa Watumaeta Kecamatan Lore Utara Kabupaten Poso Pekerjaan Frekuensi Persentase (%) Petani 3 25.0 Pedagang 2 16.7 IRT 4 33.3 PNS 2 16.7 Pendeta 1 8.3 Total 12 100 Sumber: Data Primer. 2023. Tabel 3.3 menunjukkan bahwa terdapat 12 responden. Dari total responden, sebagian besar bekerja sebagai IRT yaitu sebanyak 4 responden dengan persentase 33.3% dan yang terendah responden yang bekerja sebagai pendeta yaitu sebanyak 1 responden dengan persentase 8.3%. Tabel 3.4 Distribusi Responden Berdasarkan Kelompok Pendidikan di Desa Watumaeta Kecamatan Lore Utara Kabupaten Poso Pendidikan Frekuensi Persentase (%) Tidak sekolah 1 8.3 SD 2 16.7 SMP 2 16.7 SMA 5 41.7 S1 2 16.7 Total 12 100 Sumber: Data Primer. 2023. Tabel 3.4 menunjukkan bahwa terdapat 12 responden. Dari total responden, sebagian besar memiliki tingkat pendidikan SMA yaitu sebanyak 5 responden dengan persentase 41.7% dan yang terendah responden dengan tingkat pendidikan tidak sekolah yaitu sebanyak 1 responden dengan persentase 8.3%. 2. Pengetahuan Responden Tabel 3.5 Distribusi Responden Berdasarkan Pengetahuan Tentang Schistosomiasis di Desa Watumaeta Kecamatan Lore Utara Kabupaten Poso Pengetahuan Frekuensi Persentase (%) Mengenai Schistosomiasis Ya 10 83.3 Tidak 2 16.7 Total 12 100 Sumber: Data Primer. 2023. Tabel 3.5 menunjukkan bahwa terdapat 12 responden. Dari total responden, 10 responden mengetahui apa itu Schistosomiasis dengan persentase 83.3% dan 2 responden tidak mengetahui apa itu Schistosomiasis dengan pesentase 16.7%. 3. Anggota Keluarga Responden yang Positif Schistosomiasis Tabel 3.6 Distribusi Responden Berdasarkan Anggota Keluarga yang Positif Schistosomiasis di Desa Watumaeta Kecamatan Lore Utara Kabupaten Poso Positif Frekuensi Persentase (%) Schistosomiasis Positif 12 100 Tidak positif 0 0 Total 12 100 Sumber: Data Primer. 2023. Tabel 3.6 menunjukkan bahwa terdapat 12 responden. Dari total responden, 12 responden memiliki anggota keluarga yang positif Schistosomiasis dengan persentase 100%. 4. Rutin Meminum Obat Tabel 3.7 Distribusi Responden Berdasarkan Rutin Meminum Obat di Desa Watumaeta Kecamatan Lore Utara Kabupaten Poso Rutin Meminum Frekuensi Persentase (%) Obat Rutin 0 0 Tidak rutin 0 0 Tidak positif (tidak 12 100 minum obat) Total 12 100 Sumber: Data Primer. 2023. Tabel 3.7 menunjukkan bahwa terdapat 12 responden. Dari total responden, 12 orang tidak positif sehingga tidak minum obat dengan persentase 100%. 5. Kepemilikan Jamban Tabel 3.8 Distribusi Kepemilikan Jamban Responden di Desa Watumaeta Kecamatan Lore Utara Kabupaten Poso Kepemilikan Frekuensi Persentase (%) Jamban Ya 10 83.3 Tidak 2 16.7 Total 12 100 Sumber: Data Primer. 2023. Tabel 3.8 menunjukkan bahwa terdapat 12 responden. Dari total responden, 10 responden memiliki jamban dengan persentase 83.3% dan 2 responden tidak memiliki jamban dengan persentase 16.7%. 6. Kebersihan Jamban Tabel 3.9 Distribusi Kebersihan Jamban Responden di Desa Watumaeta Kecamatan Lore Utara Kabupaten Poso Jamban Sering Frekuensi Persentase (%) Dibersihkan Ya 10 83.3 Tidak 0 0 Tidak memiliki 2 16.7 jamban Total 12 100 Sumber: Data Primer. 2023. Tabel 3.9 menunjukkan bahwa terdapat 12 responden. Dari total responden, 10 responden sering membersihkan jambannya dengan persentase 83.3% dan 2 responden tidak memiliki jamban dengan persentase 16.7%. 7. Kegiatan yang Bersentuhan dengan Air Tabel 3.10 Distribusi Responden Beradasarkan Kegiatan yang Bersentuhan dengan Air di Desa Watumaeta Kecamatan Lore Utara Kabupaten Poso Kegiatan Frekuensi Persentase (%) Bersentuhan dengan Air Ya 5 41.7 Tidak 7 58.3 Total 12 100 Sumber: Data Primer. 2023. Tabel 3.10 menunjukkan bahwa terdapat 12 responden. Dari total responden, 5 responden memiliki kegiatan yang bersentuhan dengan air dengan persentase 41.7% dan 7 responden tidak memiliki kegiatan yang bersentuhan dengan air dengan persentase 58.3%. 8. Kepemilikan Sarana Air Bersih Tabel 3.11 Distribusi Responden Berdasarkan Kepemilikan Sarana Air Bersih di Desa Watumaeta Kecamatan Lore Utara Kabupaten Poso Sarana Air Frekuensi Persentase (%) Bersih Ya 11 91.7 Tidak 1 8.3 Total 12 100 Sumber: Data Primer. 2023. Tabel 3.11 menunjukkan bahwa terdapat 12 responden. Dari total responden, 11 responden memiliki sarana air bersih dengan persentase 91.7% dan 1 responden tidak memiliki sarana air bersih dengan persentase 8.3%. 9. Sumber Air yang Digunakan Minum dan Memasak Tabel 3.12 Distribusi Responden Berdasarkan Sumber Air yang Digunakan Untuk Minum dan Memasak di Desa Watumaeta Kecamatan Lore Utara Kabupaten Poso Sumber Air Frekuensi Persentase (%) PAM 3 25 Sumur 6 50 Galon 3 25 Total 12 100 Sumber: Data Primer. 2023. Tabel 3.12 menunjukkan bahwa terdapat 12 responden. Dari total responden, 6 responden menggunakan sumur sebagai sumber air yang digunakan untuk minum dan memasak dengan persentase 50% dan masing-masing 3 responden yang menggunakan PAM dan Galon sebagai sumber air yang digunakan untuk minum dan memasak dengan masing-masing persentase 25%. 10. Sumber Air yang Digunakan Untuk Mandi dan Mencuci Tabel 3.13 Distribusi Responden Berdasarkan Sumber Air yang Digunakan Untuk Mandi dan Mencuci di Desa Watumaeta Kecamatan Lore Utara Kabupaten Poso Sumber Air Frekuensi Persentase (%) PAM 6 50 Sumur 6 50 Total 12 100 Sumber: Data Primer. 2023. Tabel 3.13 menunjukkan bahwa terdapat 12 responden. Dari total responden, 6 responden menggunakan PAM sebagai sumber air yang digunakan untuk mandi dan mencuci dengan persentase 50% dan 6 responden yang menggunakan sumur sebagai sumber air yang digunakan untuk mandi dan mencuci dengan persentase 50%. 11. Penggunaan Alat Pelindung Diri Saat Bekerja Tabel 3.14 Distribusi Responden Berdasarkan Penggunaan Alat Pelindung Diri Saat Bekerja di Desa Watumaeta Kecamatan Lore Utara Kabupaten Poso Menggunakan Alat Frekuensi Persentase (%) Pelindung Diri Ya 8 66.7 Tidak 4 33.3 Total 12 100 Sumber: Data Primer. 2023. Tabel 3.14 menunjukkan bahwa terdapat 12 responden. Dari total responden, 8 responden menggunakan alat pelindung diri saat bekerja dengan persentase 66.7% dan 4 responden yang tidak menggunakan alat pelindung diri saat bekerja dengan persentase 33.3%. 12. Sumber Perolehan Alat Pelindung Diri Tabel 3.15 Distribusi Responden Berdasarkan Sumber Perolehan Alat Pelindung Diri di Desa Watumaeta Kecamatan Lore Utara Kabupaten Poso Sumber Frekuensi Persentase (%) Perolehan Alat Pelindung Diri Tidak memiliki 4 33.3 Beli sendiri 4 33.3 Pembagian 4 33.3 program pemerintah Total 12 100 Sumber: Data Primer. 2023. Tabel 3.15 menunjukkan bahwa terdapat 12 responden. Dari total responden, 4 responden tidak memiliki alat pelindung diri dengan persentase 33.3% dan masing-masing 4 responden yang memperoleh alat pelindung diri dengan membeli dan mendapatkan pembagian dari program pemerintah dengan masing-masing persentase 33.3%. 13. Pengetahuan Responden Mengenai Program Pemerintah Dalam Penanggulangan Schistosomiasis Tabel 3.16 Distribusi Responden Berdasarkan Pengetahuan Mengenai Program Pemerintah Dalam Penanggulangan Schistosomiasis di Desa Watumaeta Kecamatan Lore Utara Kabupaten Poso Mengetahui Frekuensi Persentase (%) Program Pemerintah Ya 8 66.7 Tidak 4 33.3 Total 12 100 Sumber: Data Primer. 2023. Tabel 3.16 menunjukkan bahwa terdapat 12 responden. Dari total responden, 8 responden mengetahui program pemerintah dalam penanggulangan Schistosomiasis dengan persentase 66.7% dan 4 responden tidak mengetahui program pemerintah dalam penanggulangan Schistosomiasis dengan persentase 33.3%. 14. Pembagian Pot Tinja Setiap 6 Bulan Sekali Tabel 3.17 Distribusi Responden Berdasarkan Pembagian Pot Tinja yang Dibagikan Setiap 6 Bulan Sekali di Desa Watumaeta Kecamatan Lore Utara Kabupaten Poso Mendapatkan Pot Frekuensi Persentase (%) Tinja Ya 8 66.7 Tidak 4 33.3 Total 12 100 Sumber: Data Primer. 2023. Tabel 3.17 menunjukkan bahwa terdapat 12 responden. Dari total responden, 8 responden mendapatkan pot tinja setiap 6 bulan sekali dengan persentase 66.7% dan 4 responden yang tidak mendapatkan pot tinja setiap 6 bulan sekali dengan persentase 33.3%. 15. Pengumpulan Kembali Pot Tinja Tabel 3.18 Distribusi Responden Berdasarkan Pengumpulan Kembali Pot Tinja Kepada Petugas Kesehatan di Desa Watumaeta Kecamatan Lore Utara Kabupaten Poso Mengumpulkan Frekuensi Persentase Kembali Pot Tinja Ya 9 75 Tidak 3 25 Total 12 100 Sumber: Data Primer. 2023. Tabel 3.18 menunjukkan bahwa terdapat 12 responden. Dari total responden, 9 responden mengumpulkan kembali pot tinja kepada petugas kesehatan dengan persentase 75% dan 3 responden yang tidak mengumpulkan kembali pot tinja kepada petugas kesehatan dengan persentase 25%. 16. Kepemilikan Hewan Ternak yang Pernah Terinfeksi Schistosomiasis Tabel 3.19 Distribusi Responden Berdasarkan Kepemilikan Hewan Ternak yang Pernah Terinfeksi Schistosomiasis di Desa Watumaeta Kecamatan Lore Utara Kabupaten Poso Memiliki Hewan Frekuensi Persentase (%) Ternak yang Pernah Terinfeksi Schistosomiasis Ya 0 0 Tidak 12 100 Total 12 100 Sumber: Data Primer. 2023. Tabel 3.19 menunjukkan bahwa terdapat 12 responden. Dari total responden, 12 responden tidak memiliki hewan ternak yang pernah terinfeksi Schistosomiasis dengan persentase 100%.
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1 Pembahasan Surveilans Epidemiologi di Tempat Praktik
4.2 Jenis Surveilans Epidemiologi Kesehatan yang Dilakukan di Tempat Praktik 4.2.1 Surveilans Individu 4.2.2 Surveilans Penyakit (Penyakit Menular dan Penyakit Tidak Menular) 4.2.3 Surveilans Sindromik 4.2.4 Surveilans Berbasis Laboratorium 4.3 Hambatan dan Tantangan Dalam Melakukan Surveilans Epidemiologi BAB V