Anda di halaman 1dari 24

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Schistosomiasis merupakan salah satu penyakit parasit terpenting
dalam Kesehatan masyarakat. Penyakit ini menimbulkan dampak
kerugian ekonomi dan masalah Kesehatan masyarakat di banyak negara
berkembang. Schistosomiasis yang disebabkan oleh cacing Schistoma
japonicum ditemukan tersebar di negara-negara Asia, yaitu China,
Jepang, Philipina, Indonesia, Vietnam, Laos, Thailand, dan Kamboja.
WHO (2010) menyebutkan Schistosomiasis telah menginfeksi 230 juta
orang di 77 negara dan 600 juta orang berisiko terineksi oleh beberapa
jenis cacing Schistoma. Schistosomiasis di Indonesia disebabkan oleh
cacing trematoda jenis S. Japonicum dengan hospes perantara keong O.
hupensis lindoensis. Penularan terjadi melalui kulit yaitu serkaria cacing
S. japonicum menginfeksi hospes mamalia melalui kulit. Penyakit ini
hanya ditemukan di Provinsi Sulawesi Tengah yaitu Dataran Tinggi Napu
dan Dataran Tinggi Bada, kabupaten Poso serta Dataran Tinggi Lindu,
Kabupaten Sigi.
Hospes perantara schistosomiasis di Indonesia adalah keong O.
hupensis lindoensis yang bersifat amfibius. Keong perantara ini hidup
tersebar luas di daerah endemis tetapi tidak merata, terbatas pada
tempat-tempat tertentu yang disebut daerah fokus. Hospes definitif
schistosomiasis adalah manusia dan hewan mamalia. Terdapat 13
mamalia yang diketahui terinfeksi oleh schistosomiasis antara lain: sapi
(Bos sundaicus), kerbau (Bubalus bubalis), kuda (Equus cabalus), anjing
(Canis familiaris), babi (Suis sp), musang (Vivera tangalunga), rusa
(Cervus timorensis), berbagai jenis tikus (Rattus exulans, R.
marmosurus, R. norvegicus, R. palellae).
Schistosomiasis masih menjadi masalah kesehatan di daerah endemis
meskipun berbagai program pengendalian telah dilaksanakan oleh tim
terpadu pengendalian schistosomiasis. Tujuan penulisan untuk
memaparkan fluktuasi atau kecenderungan kasus schistosomiasis pada
manusia, keong dan hewan mamalia (tikus) pada tahun 2011-2018.
Tulisan ini diharapkan dapat menjadi informasi bagi berbagai lintas sektor
terkait program pengendalian schistosomiasis di Sulawesi Tengah,
sehingga dapat mencapai target eliminasi schistosomiasis pada tahun
2020, dengan tingkat infeksi schistosomiasis di bawah 1%.
Berdasarkan data dari Laboratorium Schistosomiasis, Kecamatan
Wuasa, Kabupaten Poso, terdapat sebanyak 102 kasus Schistosomiasis
pada tahun 2022. Hal ini menunjukkan bahwa prevalensi Schistosomiasis
berada di atas 1% pada tahun 2022, yang berarti sebuah masalah dan
membutuhkan Langkah penanggulangan secara efektif. Kegiatan
surveilans dalam rangka pendeteksian dini melalui identifikasi kasus dan
faktor risiko dapat digunakan sebagai sarana pencegahan. Analisis dari
surveilans faktor risiko diharapkan dapat memberikan gambaran
epidemiologi Schistosomiasis di masyarakat dan digunakan sebagai
perencanaan, pemantauan, dan evaluasi program penanganan
Schistosomiasis.
Pelaksanaan surveilans epidemiologi membutuhkan beberapa
tahapan sehingga output yang dihasilkan bersifat evidence based dengan
data yang relevan. Selain itu terdapat mekanisme kerja pelaksanaan
surveilans epidemiologi yang harus dilakukan secara sistematis.
Penyelenggaraan surveilans Schistosomiasis dilakukan oleh unit jejaring
surveilans epidemiologi. Pengawasan dalam pelaksanaan surveilans
Schistosomiasis dibutuhkan untuk menganalisis keberhasilan surveilans
sebagai salah satu program penanggulangan masalah kesehatan
khususnya Schistosomiasis. Pengawasan dapat dilakukan dengan
menganalisis hasil surveilans yang telah ada dan membandingkannya
dengan indikator yang sesuai. Semua tahapan ini diharapkan dapat
berjalan secara sinergi satu sama lain.
Terkait dengan hal di atas, maka dibuatlah suatu bentuk proses
pembelajaran yang mengaplikasikan dasar epidemiologi dalam Program
Studi Kesehatan Masyarakat yaitu praktikum Surveilans Epidemiologi,
dimana mahasiswa akan turun langsung ke beberapa instansi kesehatan
seperti puskesmas untuk mengumpulkan data, mengolah, menganalisis,
menyajikan dan menginterpretasikan data menjadi sebuah informasi yang
berpotensi Kejadian Luar Biasa (KLB) sehingga dapat dilakukan
surveilans epidemiologi sebagai bentuk tindakan yang efektif dan efisien
dalam menanggulangi suatu penyakit.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat diambil rumusan masalah
dalam praktikum ini yaitu bagaimana Langkah-langkah surveilans
epidemiologi terhadap kasus penyakit Schistosomiasis di Lembah Napu,
Kabupaten Poso.
1.3 Tujuan
Adapun tujuan dalam praktikum ini yaitu:
1. Untuk mengetahui pengumpulan data dalam surveilans epidemiologi
penyakit Schistosomiasis.
2. Untuk mengetahui pengolahan dan penyajian data dalam surveilans
epidemiologi penyakit Schistosomiasis.
3. Untuk mengetahui analisis dan interpretasi data dalam surveilans
epidemiologi penyakit Schistosomiasis.
4. Untuk mengetahui analisis dan interpretasi data dalam surveilans
epidemiologi penyakit Schistosomiasis.
5. Untuk mengetahui feedback atau umpan balik dalam surveilans
epidemiologi penyakit Schistosomiasis.
1.4 Manfaat
Bagi mahasiswa:
1. Untuk mendapatkan pengalaman dan keterampilan mengenai
kegiatan surveilans di lokasi praktikum.
2. Untuk terpapar dengan kondisi, pengalaman dan alur kerja petugas
surveilans di lokasi praktikum.
3. Untuk mendapatkan pengalaman menggunakan metode analisis
surveilans epidemiologi.

Bagi instansi lokasi praktikum:

1. Untuk memanfaatkan tenaga terdidik dalam membantu pengolahan


dan pembahasan suatu masalah kesehatan.
2. Untuk menciptakan kerjasama yang saling menguuntungkan dan
bermanfaat antarlokasi praktikum dengaan FKM UNTAD.

Bagi FKM UNTAD:

1. Laporan pratikum dapat menjadi salah satu auit internal kualitas


pengajaran di FKM UNTAD.
2. Memperkenalkan FKM UNTAD ke lokasi praktikum.
3. Mendapatkan masukan bagi pengembangan FKM UNTAD.
4. Terbinanya jaringan mahasiswa dengan instansi tempat praktikum
dalam upaya meningkatkan keterkaitan dan kesepadanan antara
substansi akademik dengan pengetahuan dan keterampilan sumber
daya manusia yang dibutuhkan dalam pembangunan Kesehatan
masyarakat.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Teoritis Tentang Surveilans


2.1.1 Definisi Surveilans
Menurut Akbar, Parinduri, & Hidana (2019), Surveilans
Epidemiologi adalah kegiatan analisis penyakit atau gangguan
kesehatan secara sistematis dan berkesinambungan, serta kondisi
yang mempengaruhi penyebaran dan penyebaran penyakit atau
gangguan kesehatan, guna melakukan penanggulangan secara
efektif dan efisien melalui proses pengumpulan, pengolahan, dan
penyebaran data-data epidemiologis kepada administrator
program perawatan kesehatan.
2.1.2 Tujuan Surveilans Epidemiologi
Tujuan utama surveilans epidemiologi adalah untuk
mengumpulkan gambaran umum kejadian morbiditas dan
mortalitas secara teratur, serta kejadian kejadian vital, sehingga
dapat digunakan dalam berbagai tujuan perencanaan dan
tindakan terkait kesehatan di masyaraka (Rasmaniar, et al., 2020).
Tujuan surveilans epidemiologi sendiri meliputi beberapa hal,
yaitu:
1. Identifikasi, investigasi dan penanggulangan situasi luar biasa
atau wabah yang terjadi dalam masyarakat sedini mungkin.
2. Identifikasi kelompok penduduk tertentu dengan risiko tinggi.
3. Untuk penentuan penyakit dengan prioritas
penanggulangannya.
4. Untuk bahan evaluasi antara input pada berbagai program
kesehatan dengan hasil output berupa insiden dan prevalensi
penyakit di masyarakat.
5. Untuk memantau kecenderungan (trend) perkembangan situasi
Kesehatan maupun penyakit dalam masyarakat.
2.1.3 Komponen Surveilans
Pada penelitian Rasmaniar (2020) mengatakan bahwa dalam
pelaksanaan surveilans epidemiologi secara teratur dan terencana
terdapat beberapa komponen utama, di antaranya yaitu:
1. Pengumpulan data yang dapat diandalkan. Informasi yang
dikumpulkan terdiri dari data epidemiologis yang jelas, akurat,
dan dapat dipercaya dengan validitas dan reliabilitas tinggi
yang berkaitan dengan penyakit yang diamati. Jenis dan format
data yang dikumpulkan disesuaikan dengan tujuan surveilans.
2. Pengolahan data diperlukan untuk memberikan informasi yang
relevan. Data yang diperoleh biasanya masih dalam bentuk
raw data dan harus ditata sedemikian rupa agar mudah
dianalisis. Data yang terkumpul dapat diolah menjadi tabel,
grafik, peta, dan format lainnya. Kompilasi data harus mampu
memberikan informasi yang bermanfaat.
3. Analisis dan interpretasi data untuk keperluan aktivitas. Data
yang telah dikumpulkan dan disusun kemudian dianalisis dan
ditafsirkan untuk memberikan makna dan kejelasan tentang
situasi sosial.
4. Diseminasi, termasuk feedback. Setelah menganalisis dan
menginterpretasikan data dan mengembangkan pernyataan
nilai yang jelas dan konklusif, informasi tersebut dapat
disebarluaskan kepada semua pihak yang berkepentingan dan
dimanfaatkan dengan baik.
5. Hasil evaluasi data sistem surveilans selanjutnya dapat
digunakan untuk perencanaan, penanggulangan khusus, dan
pelaksanaan program, serta untuk kegiatan tindak lanjut,
perbaikan dan perbaikan program, serta evaluasi/penilaian
hasil kegiatan.
2.1.4 Jenis-Jenis Surveilans
Berdasarkan Rasmaniar (2020), terdapat beberapa jenis
surveilans, di antaranya yaitu:
1. Surveilans Individu
Surveilans individu mengidentifikasi dan memantau
orang-orang yang telah terpapar penyakit berbahaya seperti
pes, cacar, TBC, tifus, demam kuning, dan sifilis. Surveilans
individu menyediakan isolasi institusional yang cepat dari
kontak, memungkinkan penahanan penyakit.
2. Surveilans Penyakit
Surveilans penyakit adalah pengumpulan, konsolidasi,
dan evaluasi sistematis dari berbagai laporan penyakit dan
kematian, serta data terkait lainnya, untuk melakukan
pemantauan terus menerus terhadap distribusi dan tren
kejadian penyakit. Akibatnya, surveilans penyakit berfokus
pada penyakit daripada individu.
3. Surveilans Sindromik
Surveilans sindromik (multiple disease surveillance)
melibatkan pemantauan terus menerus terhadap sindrom
penyakit (kumpulan gejala), bukan penyakit spesifik. Penanda
kesehatan individu dan populasi yang dapat dideteksi sebelum
memastikan diagnosis digunakan dalam surveilans sindromik
penyakit.
4. Surveilans Berbasis Laboratorium
Surveilans berbasis laboratorium adalah kegiatan
analisis terus menerus dan sistematis terhadap PTM dan FR
dengan berbasis data yang diperoleh dari hasil pemeriksaan di
laboratorium.
5. Surveilans Terpadu
Sebagai pelayanan publik yang kooperatif, pengawasan
terpadu menggabungkan dan mengintegrasikan seluruh
kegiatan pengawasan di suatu wilayah yurisdiksi
(provinsi/kabupaten/negara/kota). Pengawasan terpadu
menggunakan struktur, proses, dan karyawan yang sama untuk
mengumpulkan informasi untuk alasan pengendalian penyakit.
2.2 Tinjauan Teoritis Tentang Schistosomiasis
2.2.1 Definisi Schistosomiasis
Schistosomiasis adalah infeksi parasit yang disebabkan oleh
jenis cacing Schistosoma. Schistosomiasis di Indonesia
disebabkan oleh cacing trematoda jenis Schistosoma japonicum
dengan hospes perantara keong Oncomelania hupensis lindoensis
(O. hupensis lindoensis) dan hanya ditemukan di Provinsi
Sulawesi Tengah, yaitu di Dataran Tinggi Napu dan Dataran
Tinggi Bada, Kabupaten Poso serta Dataran Tinggi Lindu,
Kabupaten Sigi (Widjaja & Anastasia, 2019).
2.2.2 Cara Penularan Schistosomiasis
Schistosomiasis merupakan penyakit parasit akut dan kronis
yang disebabkan oleh schistosomiasis darah (Schistosomiasis
Trematoda) dari genus Schistosoma. Schistosomiasis merupakan
penyakit menular. Penularan Schistosomiasis terjadi melalui air
yang mengandung serkaria cacing Schistosoma. Penularan terjadi
melalui kulit yaitu serkaria cacing S. japonicum menginfeksi
hospes mamalia melalui kulit (Delaprilyant, Ratag, & Kaunang,
2018).
2.2.3 Daur Hidup Cacing Schistosoma Japonicum
Penelitian yang dilakukan oleh Resnawati, Hajar, & Puspita
(2021) mengatakan bahwa di dalam tubuh definitive host, yaitu
manusia, cacing S. japonicum yang telah mencapai fase dewasa
akan kawin dan memproduksi telur dalam jumlah ratusan hingga
ribuan setiap hari. Sebagian telur-telur tersebut akan terbawa
bersama urin dan feses yang selanjutnya menetas dan
berkembang menjadi larva Miracidia ketika berada di lingkungan
yang berair. Larva ini akan berenang untuk menemukan host
perantara, yaitu keong O. h. lindoensis, dan kemudian melakukan
penetrasi ke dalam tubuh keong. Di dalam tubuh keong, larva
Miracidia berkembang menjadi sporokista I dan II yang akan
menghasilkan Cercariae. Cercariae yang keluar dari tubuh keong
akan berenang bebas di air untuk mencari definitive host.
2.3.4 Gejala Klinis Schistosomiasis
Schistosomiasis secara umum mempunyai gejala klinis awal
yang sama, misalnya gatal-gatal pada saat serkaria telah masuk
kedalam kulit, kalau serkaria yang masuk kedalam kulit cukup
banyak akan terjadi dermatitis. Kemudian pada saat larva cacing
melewati paru akan terjadi batuk berdahak dan demam. Pada
stadium berikutnya akan terjadi gejala disentri atau urtikaria (pada
infeksi S. haematobium). Schistosomiasis mansoni, japonikum dan
mekongi dapat menyebabkan hepatomegali (pembengkakan hati)
dan splenomegali (pembengkakan limpa) atau dua-duanya
(hepatosplenomegali). Pada penderita Schistosomiasis japonikum
dan mekongi yang sudah parah akan menderita asites yang diikuti
dengan kematian.
BAB III

HASIL

3.1 Gambaran Umum Lokasi Praktik


3.1.1 Demografi
Wuasa memiliki jumlah penduduk sebanyak 2.638 jiwa atau 638
KK, menurut Monografi Desa tahun 2003. Berdasarkan jenis
kelamin, penduduk terdiri dari 1.405 perempuan dan 1.233 laki-
laki. Statistik resmi desa tidak membedakan antara penduduk asli
dan pendatang. Namun, kategorisasi agama memberikan
gambaran yang baik tentang warga Wuasa dan pendatang. Pada
tahun 2003, ada 2.410 orang Kristen dan 220 Muslim, menurut
catatan desa. Mayoritas penduduk asli di Lembah Napu beragama
Kristen, sedangkan pendatang mayoritas beragama Islam. Ada
banyak imigran Kristen dari bagian lain Sulawesi Tengah yang
datang ke sini melalui pernikahan atau penempatan kerja di
departemen pemerintah atau kelompok agama.
3.1.2 Geografi
Wuasa berbatasan dengan daerah datar yang ideal untuk
pertanian padi beririgasi. Hamparan sawah beririgasi tipis
memisahkan dusun dengan perbukitan, di mana lahan kering
warga dan perkebunan kopi dan coklat berbatasan langsung
dengan Taman Nasional Lore Lindu (TNLL). Di sisi timur,
persawahan beririgasi, tanah kering, dan kebun dengan pohon
kopi dan kakao menjalar sampai ke tepi Sungai Tambua, yang
memisahkan Wuasa dari desa Alitupu dan wilayah pegunungan
lembah itu.
Jalan melewati Wuasa ke arah selatan, melewati batas barat
atas lembah Napu, serta di sisi timur lembah yang lebih rendah,
ladang kering, dan kantong sisa hutan, hingga mencapai desa
Kaduwaa dan pemukiman transmigrasinya. Ada lembah berbukit
dengan tanah kering dan TNLL di sisi barat. Wuasa berbatasan
dengan pemukiman Watumaeta di sebelah utara, di mana jalan
tersebut terbelah menjadi dua arah, utara ke ibu kota provinsi Palu
dan timur ke ibu kota kabupaten Poso.
3.1.3 Penduduk Secara Umum dan Penduduk Sasaran
3.2 Hasil Praktikum
3.2.1 Hasil Wawancara Surveilans Schistosomiasis
Schistosomiasis adalah penyakit parasit utama yang
mempengaruhi kesehatan masyarakat. Di banyak negara
terbelakang, penyakit ini menimbulkan kerugian ekonomi serta
masalah kesehatan masyarakat. Pada tahun 2022 ditemukan 102
kasus akibat rutinitas dan perilaku masyarakat. Lonjakan kasus
juga disebabkan oleh bencana banjir yang melanda daerah
terdekat, termasuk beberapa lokasi fokus siput. Pengendalian
penyakit menular difokuskan pada penyakit dengan prevalensi
tinggi. Langkah-langkah dalam melakukan pemantauan
Schistosomiasis di Puskesmas Wuasa adalah sebagai berikut:
1. Pengumpulan Data
Berdasarkan temuan praktikum, sumber data di tingkat
puskesmas meliputi puskesmas, posbindu penyakit menular,
pengelola program, schistosomiasis, dan laporan masyarakat.
Apabila penanggung jawab surveilans menerima laporan,
maka penanggung jawab surveilans dan penanggung jawab
program akan langsung melakukan pemeriksaan epidemiologi
terhadap suatu penyakit yang diduga berpotensi menjadi KLB
(Kejadian Luar Biasa).
Sistem pelaporan yang diterapkan meliputi laporan
harian, mingguan, dan bulanan. Ketika ada insiden yang terjadi
dengan cepat, mereka dilaporkan setiap hari. Pelaporan
mingguan dilakukan untuk meliput kasus di puskesmas, yang
kemudian dilanjutkan dengan penanganan atau tindakan lebih
lanjut. Setiap kunjungan ke poli, panti jompo, IGD, dan bidan
desa dicatat setiap bulan ke Dinas Kesehatan Kabupaten Poso
dan Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Tengah.
2. Pengolahan Data
Petugas penanggung jawab surveilans schistosomiasis
telah mengolah dan mengkategorikan data berdasarkan orang,
lokasi, dan waktu. Data kasus juga dikelompokkan secara
mingguan dan bulanan. Dalam contoh ini, petugas
pengawasan juga menggunakan sistem EWARS (Early
Warning, Alert, and Response System) untuk mengirimkan
data mingguan dalam bentuk logbook standar.
3. Analisis dan Interpretasi Data
Berdasarkan hasil praktikum, petugas surveilans di
Puskesmas Wuasa melakukan analisis data dengan
menggunakan program SKDR (Sistem Kesadaran dan
Respons Dini). Setelah petugas surveilans mengisi formulir
laporan mingguan SKDR, maka akan muncul kurva
epidemiologi berdasarkan data kasus Schistosomiasis yang
telah dimasukkan sebelumnya. Selanjutnya analisis data di
Puskesmas Wuasa menghasilkan informasi berupa sebaran
kasus dan frekuensi schistosomiasis.
4. Diseminasi
Data surveilans Schistosomiasis yang diperoleh meliputi
jumlah kasus Schistosomiasis per tahun 2022 sebanyak 102
kasus di wilayah kerja Puskesmas Wuasa. Di tingkat
puskesmas sosialisasi dilakukan dengan cara melapor kepada
kepala puskesmas dan meminta tanda tangan, apakah ada
kasus atau tidak. Tidak hanya itu, informasi disebarluaskan
dengan bertemu dengan kepala dinas kesehatan
kabupaten/kota dan menganalisis efektivitas petugas
surveilans puskesmas.
5. Feedback
Dinas Kesehatan Kabupaten Poso hanya mengkaji data
untuk tindakan feedback berdasarkan jumlah kasus baru dan
lama. Jika data tidak terkirim pada tanggal yang ditentukan
oleh Puskesmas Wuasa, atau terlambat terkirim, pengelola
program terkait melakukan konfirmasi melalui SMS atau
WhatsApp. Pemeriksaan surveilans Dinas Kesehatan di
puskesmas ini semata-mata evaluasi terhadap kualitas
pemutakhiran data puskesmas.
3.2.2 Hasil Wawancara Kuesioner Kepada Masyarakat di Wilayah Kerja
Puskesmas Wuasa Kecamatan Lore Utara Kabupaten Poso
1. Karakteristik Responden
Tabel 3.1
Distribusi Responden Berdasarkan Kelompok Jenis
Kelamin di Desa Watumaeta Kecamatan Lore Utara
Kabupaten Poso
Jenis Kelamin Frekuensi Persentase (%)
Laki-laki 5 41.7
Perempuan 7 58.3
Jumlah 12 100
Sumber: Data Primer. 2023.
Tabel 3.1 menunjukkan bahwa terdapat 12 responden.
Dari total responden, 5 responden berjenis kelamin laki-laki
dengan persentase 41.7% dan 7 responden berjenis kelamin
perempuan dengan persentase 58.3%.
Tabel 3.2
Distribusi Responden Berdasarkan Kelompok Umur di
Desa Watumaeta Kecamatan Lore Utara Kabupaten Poso
Umur (Tahun) Frekuensi Persentase (%)
<60 10 83.3
>60 2 16.7
Total 12 100
Sumber: Data Primer. 2023.
Tabel 3.2 menunjukkan bahwa terdapat 12 responden. Dari
total responden, 10 responden berumur <60 tahun dengan
persentase 83.3% dan 2 responden berumur >60 tahun
dengan persentase 16.7%.
Tabel 3.3
Distribusi Responden Berdasarkan Kelompok Pekerjaan di
Desa Watumaeta Kecamatan Lore Utara Kabupaten Poso
Pekerjaan Frekuensi Persentase (%)
Petani 3 25.0
Pedagang 2 16.7
IRT 4 33.3
PNS 2 16.7
Pendeta 1 8.3
Total 12 100
Sumber: Data Primer. 2023.
Tabel 3.3 menunjukkan bahwa terdapat 12 responden. Dari
total responden, sebagian besar bekerja sebagai IRT yaitu
sebanyak 4 responden dengan persentase 33.3% dan yang
terendah responden yang bekerja sebagai pendeta yaitu
sebanyak 1 responden dengan persentase 8.3%.
Tabel 3.4
Distribusi Responden Berdasarkan Kelompok Pendidikan
di Desa Watumaeta Kecamatan Lore Utara Kabupaten
Poso
Pendidikan Frekuensi Persentase (%)
Tidak sekolah 1 8.3
SD 2 16.7
SMP 2 16.7
SMA 5 41.7
S1 2 16.7
Total 12 100
Sumber: Data Primer. 2023.
Tabel 3.4 menunjukkan bahwa terdapat 12 responden. Dari
total responden, sebagian besar memiliki tingkat pendidikan
SMA yaitu sebanyak 5 responden dengan persentase 41.7%
dan yang terendah responden dengan tingkat pendidikan tidak
sekolah yaitu sebanyak 1 responden dengan persentase 8.3%.
2. Pengetahuan Responden
Tabel 3.5
Distribusi Responden Berdasarkan Pengetahuan Tentang
Schistosomiasis di Desa Watumaeta Kecamatan Lore
Utara Kabupaten Poso
Pengetahuan Frekuensi Persentase (%)
Mengenai
Schistosomiasis
Ya 10 83.3
Tidak 2 16.7
Total 12 100
Sumber: Data Primer. 2023.
Tabel 3.5 menunjukkan bahwa terdapat 12 responden. Dari
total responden, 10 responden mengetahui apa itu
Schistosomiasis dengan persentase 83.3% dan 2 responden
tidak mengetahui apa itu Schistosomiasis dengan pesentase
16.7%.
3. Anggota Keluarga Responden yang Positif Schistosomiasis
Tabel 3.6
Distribusi Responden Berdasarkan Anggota Keluarga yang
Positif Schistosomiasis di Desa Watumaeta Kecamatan
Lore Utara Kabupaten Poso
Positif Frekuensi Persentase (%)
Schistosomiasis
Positif 12 100
Tidak positif 0 0
Total 12 100
Sumber: Data Primer. 2023.
Tabel 3.6 menunjukkan bahwa terdapat 12 responden. Dari
total responden, 12 responden memiliki anggota keluarga yang
positif Schistosomiasis dengan persentase 100%.
4. Rutin Meminum Obat
Tabel 3.7
Distribusi Responden Berdasarkan Rutin Meminum Obat di
Desa Watumaeta Kecamatan Lore Utara Kabupaten Poso
Rutin Meminum Frekuensi Persentase (%)
Obat
Rutin 0 0
Tidak rutin 0 0
Tidak positif (tidak 12 100
minum obat)
Total 12 100
Sumber: Data Primer. 2023.
Tabel 3.7 menunjukkan bahwa terdapat 12 responden. Dari
total responden, 12 orang tidak positif sehingga tidak minum
obat dengan persentase 100%.
5. Kepemilikan Jamban
Tabel 3.8
Distribusi Kepemilikan Jamban Responden di Desa
Watumaeta Kecamatan Lore Utara Kabupaten Poso
Kepemilikan Frekuensi Persentase (%)
Jamban
Ya 10 83.3
Tidak 2 16.7
Total 12 100
Sumber: Data Primer. 2023.
Tabel 3.8 menunjukkan bahwa terdapat 12 responden. Dari
total responden, 10 responden memiliki jamban dengan
persentase 83.3% dan 2 responden tidak memiliki jamban
dengan persentase 16.7%.
6. Kebersihan Jamban
Tabel 3.9
Distribusi Kebersihan Jamban Responden di Desa
Watumaeta Kecamatan Lore Utara Kabupaten Poso
Jamban Sering Frekuensi Persentase (%)
Dibersihkan
Ya 10 83.3
Tidak 0 0
Tidak memiliki 2 16.7
jamban
Total 12 100
Sumber: Data Primer. 2023.
Tabel 3.9 menunjukkan bahwa terdapat 12 responden. Dari
total responden, 10 responden sering membersihkan
jambannya dengan persentase 83.3% dan 2 responden tidak
memiliki jamban dengan persentase 16.7%.
7. Kegiatan yang Bersentuhan dengan Air
Tabel 3.10
Distribusi Responden Beradasarkan Kegiatan yang
Bersentuhan dengan Air di Desa Watumaeta Kecamatan
Lore Utara Kabupaten Poso
Kegiatan Frekuensi Persentase (%)
Bersentuhan
dengan Air
Ya 5 41.7
Tidak 7 58.3
Total 12 100
Sumber: Data Primer. 2023.
Tabel 3.10 menunjukkan bahwa terdapat 12 responden. Dari
total responden, 5 responden memiliki kegiatan yang
bersentuhan dengan air dengan persentase 41.7% dan 7
responden tidak memiliki kegiatan yang bersentuhan dengan
air dengan persentase 58.3%.
8. Kepemilikan Sarana Air Bersih
Tabel 3.11
Distribusi Responden Berdasarkan Kepemilikan Sarana Air
Bersih di Desa Watumaeta Kecamatan Lore Utara
Kabupaten Poso
Sarana Air Frekuensi Persentase (%)
Bersih
Ya 11 91.7
Tidak 1 8.3
Total 12 100
Sumber: Data Primer. 2023.
Tabel 3.11 menunjukkan bahwa terdapat 12 responden. Dari
total responden, 11 responden memiliki sarana air bersih
dengan persentase 91.7% dan 1 responden tidak memiliki
sarana air bersih dengan persentase 8.3%.
9. Sumber Air yang Digunakan Minum dan Memasak
Tabel 3.12
Distribusi Responden Berdasarkan Sumber Air yang
Digunakan Untuk Minum dan Memasak di Desa Watumaeta
Kecamatan Lore Utara Kabupaten Poso
Sumber Air Frekuensi Persentase (%)
PAM 3 25
Sumur 6 50
Galon 3 25
Total 12 100
Sumber: Data Primer. 2023.
Tabel 3.12 menunjukkan bahwa terdapat 12 responden. Dari
total responden, 6 responden menggunakan sumur sebagai
sumber air yang digunakan untuk minum dan memasak
dengan persentase 50% dan masing-masing 3 responden yang
menggunakan PAM dan Galon sebagai sumber air yang
digunakan untuk minum dan memasak dengan masing-masing
persentase 25%.
10. Sumber Air yang Digunakan Untuk Mandi dan Mencuci
Tabel 3.13
Distribusi Responden Berdasarkan Sumber Air yang
Digunakan Untuk Mandi dan Mencuci di Desa Watumaeta
Kecamatan Lore Utara Kabupaten Poso
Sumber Air Frekuensi Persentase (%)
PAM 6 50
Sumur 6 50
Total 12 100
Sumber: Data Primer. 2023.
Tabel 3.13 menunjukkan bahwa terdapat 12 responden. Dari
total responden, 6 responden menggunakan PAM sebagai
sumber air yang digunakan untuk mandi dan mencuci dengan
persentase 50% dan 6 responden yang menggunakan sumur
sebagai sumber air yang digunakan untuk mandi dan mencuci
dengan persentase 50%.
11. Penggunaan Alat Pelindung Diri Saat Bekerja
Tabel 3.14
Distribusi Responden Berdasarkan Penggunaan Alat
Pelindung Diri Saat Bekerja di Desa Watumaeta Kecamatan
Lore Utara Kabupaten Poso
Menggunakan Alat Frekuensi Persentase (%)
Pelindung Diri
Ya 8 66.7
Tidak 4 33.3
Total 12 100
Sumber: Data Primer. 2023.
Tabel 3.14 menunjukkan bahwa terdapat 12 responden. Dari
total responden, 8 responden menggunakan alat pelindung diri
saat bekerja dengan persentase 66.7% dan 4 responden yang
tidak menggunakan alat pelindung diri saat bekerja dengan
persentase 33.3%.
12. Sumber Perolehan Alat Pelindung Diri
Tabel 3.15
Distribusi Responden Berdasarkan Sumber Perolehan Alat
Pelindung Diri di Desa Watumaeta Kecamatan Lore Utara
Kabupaten Poso
Sumber Frekuensi Persentase (%)
Perolehan Alat
Pelindung Diri
Tidak memiliki 4 33.3
Beli sendiri 4 33.3
Pembagian 4 33.3
program
pemerintah
Total 12 100
Sumber: Data Primer. 2023.
Tabel 3.15 menunjukkan bahwa terdapat 12 responden. Dari
total responden, 4 responden tidak memiliki alat pelindung diri
dengan persentase 33.3% dan masing-masing 4 responden
yang memperoleh alat pelindung diri dengan membeli dan
mendapatkan pembagian dari program pemerintah dengan
masing-masing persentase 33.3%.
13. Pengetahuan Responden Mengenai Program Pemerintah
Dalam Penanggulangan Schistosomiasis
Tabel 3.16
Distribusi Responden Berdasarkan Pengetahuan Mengenai
Program Pemerintah Dalam Penanggulangan
Schistosomiasis di Desa Watumaeta Kecamatan Lore
Utara Kabupaten Poso
Mengetahui Frekuensi Persentase (%)
Program
Pemerintah
Ya 8 66.7
Tidak 4 33.3
Total 12 100
Sumber: Data Primer. 2023.
Tabel 3.16 menunjukkan bahwa terdapat 12 responden. Dari
total responden, 8 responden mengetahui program pemerintah
dalam penanggulangan Schistosomiasis dengan persentase
66.7% dan 4 responden tidak mengetahui program pemerintah
dalam penanggulangan Schistosomiasis dengan persentase
33.3%.
14. Pembagian Pot Tinja Setiap 6 Bulan Sekali
Tabel 3.17
Distribusi Responden Berdasarkan Pembagian Pot Tinja
yang Dibagikan Setiap 6 Bulan Sekali di Desa Watumaeta
Kecamatan Lore Utara Kabupaten Poso
Mendapatkan Pot Frekuensi Persentase (%)
Tinja
Ya 8 66.7
Tidak 4 33.3
Total 12 100
Sumber: Data Primer. 2023.
Tabel 3.17 menunjukkan bahwa terdapat 12 responden. Dari
total responden, 8 responden mendapatkan pot tinja setiap 6
bulan sekali dengan persentase 66.7% dan 4 responden yang
tidak mendapatkan pot tinja setiap 6 bulan sekali dengan
persentase 33.3%.
15. Pengumpulan Kembali Pot Tinja
Tabel 3.18
Distribusi Responden Berdasarkan Pengumpulan Kembali
Pot Tinja Kepada Petugas Kesehatan di Desa Watumaeta
Kecamatan Lore Utara Kabupaten Poso
Mengumpulkan Frekuensi Persentase
Kembali Pot Tinja
Ya 9 75
Tidak 3 25
Total 12 100
Sumber: Data Primer. 2023.
Tabel 3.18 menunjukkan bahwa terdapat 12 responden. Dari
total responden, 9 responden mengumpulkan kembali pot tinja
kepada petugas kesehatan dengan persentase 75% dan 3
responden yang tidak mengumpulkan kembali pot tinja kepada
petugas kesehatan dengan persentase 25%.
16. Kepemilikan Hewan Ternak yang Pernah Terinfeksi
Schistosomiasis
Tabel 3.19
Distribusi Responden Berdasarkan Kepemilikan Hewan
Ternak yang Pernah Terinfeksi Schistosomiasis di Desa
Watumaeta Kecamatan Lore Utara Kabupaten Poso
Memiliki Hewan Frekuensi Persentase (%)
Ternak yang
Pernah Terinfeksi
Schistosomiasis
Ya 0 0
Tidak 12 100
Total 12 100
Sumber: Data Primer. 2023.
Tabel 3.19 menunjukkan bahwa terdapat 12 responden. Dari
total responden, 12 responden tidak memiliki hewan ternak
yang pernah terinfeksi Schistosomiasis dengan persentase
100%.

BAB IV

PEMBAHASAN

4.1 Pembahasan Surveilans Epidemiologi di Tempat Praktik


4.2 Jenis Surveilans Epidemiologi Kesehatan yang Dilakukan di Tempat
Praktik
4.2.1 Surveilans Individu
4.2.2 Surveilans Penyakit (Penyakit Menular dan Penyakit Tidak
Menular)
4.2.3 Surveilans Sindromik
4.2.4 Surveilans Berbasis Laboratorium
4.3 Hambatan dan Tantangan Dalam Melakukan Surveilans Epidemiologi
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
5.2 Saran

Anda mungkin juga menyukai