Beban Kerja
Komponen beban kerja adalah jenis tugas dan uraian tugas
yang secara nyata dilaksanakan oleh jenis SDMK tertentu sesuai
dengan tugas pokok dan fungsi yang telah ditetapkan.
Metode ABK Kes adalah suatu pendekatan untuk menghitung
kebutuhan sumber daya manusia di bidang kesehatan, baik pada
tingkat manajemen maupun pelayanan, dengan memperhatikan
beban kerja untuk mendapatkan informasi tentang jumlah pegawai
yang dibutuhkan. Metode ini dapat digunakan dalam lingkup
institusi dan dapat direkapitulasi dalam tingkatan administrasi
pemerintahan yang lebih tinggi. Metode ini juga dapat digunakan
oleh fasilitas pelayanan kesehatan swasta. Langkah-langkah metode
ABK Kes adalah sebagai berikut:
1) Menetapkan Fasyankes dan jenis SDMK Data dan informasi
Fasyankes, Unit / Instalasi, dan jenis SDMK dapat diperoleh
dari:
a) Struktur Organisasi dan Tata Kerja (SOTK) institusi;
b) Undang-undang No. 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan;
d) Permenkes No. 73 Tahun 2013 tentang Jabatan Fungsional
Umum di Lingkungan Kementerian Kesehatan RI;
c) Permen PAN-RB tentang Jabatan Fungsional Tertentu
(28 Jenis Jabatan Fungsional Tertentu)
2) Menetapkan Waktu Kerja Tersedia (WKT)
Waktu Kerja Tersedia (WKT) adalah waktu yang
dipergunakan oleh SDMK untuk melaksanakan tugas dan
kegiatannya dalam kurun waktu 1 (satu) tahun. Dalam
Keputusan Presiden Nomor 68 Tahun 1995 telah ditentukan
jam kerja instansi pemerintah 37 jam 30 menit per minggu,
baik untuk yang 5 (lima) hari kerja ataupun yang 6 (enam) hari
kerja sesuai dengan yang ditetapkan Kepala Daerah masing-
masing. Berdasarkan Peraturan Badan Kepegawaian Negara
Nomor 19 Tahun 2011 tentang Pedoman Umum Penyusunan
Kebutuhan Pegawai Negeri Sipil, Jam Kerja Efektif (JKE)
sebesar 1250 jam per tahun. Demikian juga menurut Permen
PA-RB No. 26 tahun 2011, Jam Kerja Efektif (JKE) antara
1192 - 1237 jam per tahun yang dibulatkan menjadi 1200 jam
per tahun atau 72000 menit per tahun baik yang bekerja 5 hari
kerja maupun 6 hari kerja per minggu.
Tabel 1. Waktu kerja tersedia
1,0 Normal
Daftar Pustaka
1. Menteri Kesehatan RI. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 33
Tahun 2015 tentang Pedoman Penyusunan Perencanaan Kebutuhan
Sumber Daya Manusia Kesehatan. 2015
2. Menteri Kesehatan RI. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 29
Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran. 2004
3. Menteri Kesehatan RI. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 5
Tahun 2014 tentang Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter di Fasilitas
Pelayanan Kesehatan Primer. 2014
4. Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara. Keputusan Menteri
Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 139/KEP/M.PAN/11/2003
tentang Jabatan Fungsional Dokter dan Angka Kreditnya. 2003
a. Model Appraisal (Haris). Contohnya, model ini menitik beratkan pada peranan
keputusan yang disusun oleh tenaga profesional.
Model ini menekankan pada keputusan ahli (profesional). Keputusan ini dibuat oleh
seorang ahli, tim ahli, atau tim pelaksana berbagai program, baik dari dalam maupun dari
luar kelembagaan atau program. Gunanya adalah untuk mengevaluasi program
berdasarkan kriteria yang telah ditentukan, dan membuat kesimpulan serta rekomendasi.
Model ini berguna terutama bila umpan balik dan interaksi dengan pelaksan program
dapat membantu kegiatan evaluasi. Penggunaan model ini perlu dimulai dengan
menidentifikasi tujuan appraisal dan tujuan program yang di evaluasi.
Proses appraisal sering digunakan dalam akreditasi, dalam reviu oleh instansi pemerintah
terhadap pelayanan pendidikan kepada umum, dan dalam reviu menyeluruh tentang
kegiatan bersama dalam perluasan pembelajaran kepada masyarakat.
b.Model evaluasi CIPP yang dikemukakan oleh Stufflebeam & Shinkfield (1985) adalah
sebuah pendekatan evaluasi yang berorientasi pada pengambil keputusan (a decision
oriented evaluation approach structured) untuk memberikan bantuan kepada administrator
atau leader pengambil keputusan. Stufflebeam mengemukakan bahwa hasil evaluasi akan
memberikan alternatif pemecahan masalah bagi para pengambil keputusan. Model CIPP
(Context, Input, Process dan Product) yang bertitik tolak pada pandangan bahwa
keberhasilan progran pendidikan dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti : karakteristik
peserta didik dan lingkungan, tujuan program dan peralatan yang digunakan, prosedur
dan mekanisme pelaksanaan program itu sendiri.
Evaluasi model ini bermaksud membandingkan kinerja (performance) dari berbagai
dimensi program dengan sejumlah kriteria tertentu, untuk akhirnya sampai pada deskripsi
dan judgment mengenai kekuatan dan kelemahan program yang dievaluasi. Model ini
kembangkan oleh Stufflebeam (1972) menggolongkan program pendidikan atas empat
dimensi, yaitu : Context, Input, Process dan Product. Menurut model ini keempat dimensi
program tersebut perlu dievaluasi sebelum, selama dan sesudah program pendidikan
dikembangkan.
c. Evaluasi Model Stake
Stake menekankan adanya dua dasarkegiatan dalam evaluasi, yaitu description dan
judgement dan membedakan adanya tiga tahap dalam program pendidikan yaitu context,
process dan outcomes. Stake menyatakan bahwa apabila menilai suatu program
pendidikan, makaharus melakukan perbandingan yang relatif antara satu program dengan
yang lainnya. Dalam model ini antencedent (masukan), transaction (proses) dan outcomes
(hasil) data dibandingkan tidak hanya untuk menentukan apakah ada perbedaan antara
tujuan dengan keadaan yang sebenarnya, tetapi juga dibandingkan dengan standar yang
absolut untuk menilai manfaat program (Farida Yusuf Tayibnapis, 2000:22).
d. Model Orientasi Goal-Free
Goal-free adalah model evaluasi yang berorientasi kepada seluruh hasil program. Tidak
semua hasil program berkaitan dengan tujuan yang diharapkan bahkan mungkin termasuk
tujuan yang tidak diharapkan, karena itu goal-free mengevaluasi hasil yang diharapkan
dan tidak diharapkan. Bahkan lebih jauh lagi tujuan program yang dinyatakan secara
eksplisit pun perlu dievaluasi. Mungkin saja manfaat program yang dilaksanakan itu
rendah disebabkan oleh tujuan programnya memang rendah.
Daftar Pustaka
1. Ambiyar, Muharika. 2019. Metodologi Penelitian dan Evaluasi Program.
Bandung : Alfabeta
2. Farida Yusuf Tayibnapis. 2000. Evaluasi Program. Jakarta: PT Rineka Cipta
3. Kirkpatrick, D. L. 1998. Evaluating Training Programs: The Four Levels. San
Francisco: Berrett-Koehler Publisher, Inc.
4. Kirkpatrick, D. L. 2009. Kirkpatrick’s Training Evaluation Model. Partner, C.
2009. Implementing the Kirkpatrick Evaluation Model Plus.
4. Definisi Stunting, gambaran kasus di dunia, negara mana, Indonesia dari tahun
2017- 2020 (paling terbaru)
Stunting merupakan bentuk kegagalan pertumbuhan (growth faltering) akibat akumulasi
ketidakcukupan nutrisi yang berlangsung lama mulai dari kehamilan sampai usia 24
bulan. Keadaan ini diperparah dengan tidak terimbanginya kejar tumbuh (catch up
growth) yang memadai.
· Balita Pendek (Stunting) adalah status gizi yang didasarkan pada indeks PB/U atau
TB/U dimana dalam standar antropometri penilaian status gizi anak, hasil pengukuran
tersebut berada pada ambang batas (Z-Score) <-2 SD sampai dengan -3 SD (pendek/
stunted) dan <-3 SD (sangat pendek / severely stunted).
· Stunting adalah masalah kurang gizi kronis yang disebabkan oleh asupan gizi yang
kurang dalam waktu cukup lama akibat pemberian makanan yang tidak sesuai dengan
kebutuhan gizi. Stunting dapat terjadi mulai janin masih dalam kandungan dan baru
nampak saat anak berusia dua tahun.
· Stunting adalah salah satu keadaan malnutrisi yang berhubungan dengan
ketidakcukupan zat gizi masa lalu sehingga termasuk dalam masalah gizi yang bersifat
kronis.
· Stunting merupakan bentuk kegagalan pertumbuhan (growth faltering) akibat akumulasi
ketidakcukupan nutrisi yang berlangsung lama mulai dari kehamilan sampai usia 24
bulan. Keadaan ini diperparah dengan tidak terimbanginya kejar tumbuh (catch up
growth) yang memadai.
Stunting diukur sebagai status gizi dengan memperhatikan tinggi atau panjang badan,
umur, dan jenis kelamin balita. Kebiasaan tidak mengukur tinggi atau panjang badan
balita di masyarakat menyebabkan kejadian stunting sulit disadari. Malnutrisi merupakan
suatu dampak keadaan status gizi baik dalam jangka waktu pendek maupun jangka waktu
lama. Penyebab stunting bisa dikaitkan karena kurang gizi.
5. Target penurunan stunting
“Angka stunting tahun 2022 turun dari 24,4% (tahun 2021) menjadi 21,6% (tahun 2022).
Dari yang kami perhitungkan untuk dapat mencapai 14% di tahun 2024 perlu penurunan
secara rata-rata sebesar 3,8% per tahun,” kata Liza dalam konferensi pers Hasil SSGI
2022 di Kantor Kementerian Kesehatan, Jakarta Selatan, Jumat (27/1).
Liza menerangkan survei status gizi ini pada dasarnya mengukur gambaran status gizi
balita. Utamanya adalah mengukur empat status gizi, yaitu stunting, overweight,
wasting dan underweight. Selain itu ditambah juga dengan beberapa determinan yang
terkait.
Menkes menjelaskan upaya pertama pencegahan stunting adalah pemberian TTD bagi
para remaja putri. Kegiatan ini telah dimulai dengan menggalakkan Aksi Bergizi di
Sekolah dengan 3 paket intervensi yakni pemberian TTD mingguan bagi remaja putri,
aktivitas fisik dan konsumsi makanan bergizi seimbang
Intervensi kedua, dengan pemberian TTD, pemeriksaan kehamilan dan pemberian
makanan tambahan pada ibu hamil.
Upaya ketiga, lanjut Menkes, dengan pemberian makanan tambahan berupa protein
hewani pada anak usia 6-24 bulan. Dikatakan Menkes, protein hewani ini tidak perlu
yang mahal. Ada banyak sumber protein hewani yang harganya terjangkau dan bisa
didapatkan di sekitar kita.
Berikut ini adalah 3 upaya yang akan dilakukan guna mencegah stunting di Indonesia,
diantaranya adalah:
Pemberian TTD (Tablet Tambah Darah) bagi para remaja putri
Melakukan pemeriksaan kehamilan dan pemberian makanan tambahan pada ibu
hamil guna mencukupi kandungan gizi dan zat besi pada ibu hamil.
Pemberian makanan tambahan berupa protein hewani pada anak usia 6-24 bulan
seperti telur, ikan, ayam, daging dan susu.
Daftar Pustaka
1. 3 Upaya Penting Kemenkes Dalam Menurunkan Stunting
2. https://promkes.kemkes.go.id/3-upaya-penting-kemenkes-dalam-menurunkan-
stuntingAccessed: 2023-06-02
3. Dua Fokus Intervensi Penurunan Stunting untuk Capai Target 14% di Tahun 2024
- Badan Kebijakan Pembangunan Kesehatan | BKPK Kemenkes
https://www.badankebijakan.kemkes.go.id/dua-fokus-intervensi-penurunan-
stunting-untuk-capai-target-14-di-tahun-2024/Accessed: 2023-06-02