Anda di halaman 1dari 51

PENEGAKAN HUKUM PIDANA TERHADAP

PENAMBANGAN GALIAN PASIR SECARA ILEGAL


DI GUNUNG GUNTUR

Oleh
Mochamad Raihan Fadhilah
41151010190093
Skripsi
Untuk memenuhi salah satu syarat ujian
guna memperoleh gelar Sarjana Hukum
pada Program Studi Ilmu Hukum

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS LANGLANGBUANA
BANDUNG
2023
LEMBAR PENGESAHAN UNTUK DISEMINARKAN

Judul : PENEGAKAN HUKUM PIDANA TERHADAP

PENAMBANGAN GALIAN PASIR SECARA ILEGAL

DI GUNUNG GUNTUR

Penulis : MOCHAMAD RAIHAN FADHILAH

NPM : 41151010190093

Program Studi : FAKULTAS HUKUM

Program Kekhususan : HUKUM PIDANA

Fakultas : HUKUM

Bandung, 13 Februari 2023

Pembimbing, Co Pembimbing,

Sri Mulyati Chalil, S.H., M.H. Diliya Mariam Rinjani S.H., M.H.

Menyetujui,
Sekertaris Program Studi.

Diliya Mariam Rinjani, S.H., M.H.

Ketua Program Studi,

Dini Ramdania, S.H., M.H


OUTLINE

PENEGAKAN HUKUM PIDANA TERHADAP PENAMBANGAN


GALIAN PASIR SECARA ILEGAL DI GUNUNG GUNTUR GARUT
(contoh kasus : penambangan pasir ilegal terus jalan di gunung guntur dan cagar
alam ramai aktivitas manusia di luar ketentuan UU)

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
B. Identifikasi masalah
C. Tujuan penelitian
D. Kegunaan penelitian
E. Kerangka pemikiran
F. Metode penelitian
G. Sistematika penulisan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TINDAK PIDANA DAN


SANKSI PIDANA TERHADAP TINDAK PIDANA PELAKU
PENAMBANGAN GALIAN PASIR SECARA ILEGAL DI
GUNUNG GUNTUR YANG MENGAKIBATKAN
KERUSAKAN DAN MEMICU BENCANA ALAM
A. Tindak Pidana
B. Penegakan hukum terhadap pelaku penambangan pasir secara
ilegal.
C. Pengertian dan peraturan penggalian pasir dan gunung
D. Ancaman pidana terhadap pelaku penambangan pasir secara
ilegal.
BAB III CONTOH KASUS ATAU OBJEK PENELITIAN DALAM
PENEGAKAN HUKUM PIDANA TERHADAP PELAKU
PENAMBANGAN GALIAN PASIR SECARA ILEGAL
A. Kasus Penambangan galian pasir secara ilegal yang terus
terjadi di gunung guntur sampai dengan tahun 2022.
B. Kasus penambangan galian pasir secara ilegal yang
mengakibatkan rusaknya ekosistem alam menurut Undang-
Undang No. 4 tahun 2009 Tentang pertambangan mineral dan
Batu bara.
BAB IV PENEGAKAN HUKUM PIDANA TERHADAP
PENAMBANGAN SECARA ILEGAL DI GUNUNG
GUNTUR GARUT
A. Faktor-faktor penyebab terjadinya penambangan galian pasir
secara ilegal yang terus terjadi di kawasan gunung guntur
B. Penegakan hukum pidana terhadap pelaku penambangan galian
pasir secara ilegal di kawasan gunung guntur.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN


A. Kesimpulan
B. Saran

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN.....................................................................................ii
OUTLINE...............................................................................................................iii
Daftar Isi...................................................................................................................v
BAB I.......................................................................................................................1
PENEGAKAN HUKUM PIDANA TERHADAP PENAMBANGAN GALIAN
PASIR SECARA ILEGAL DI GUNUNG GUNTUR.............................................1
A. Latar Belakang Masalah................................................................................1
B. Identifikasi Masalah....................................................................................11
C. Tujuan Penelitian........................................................................................12
D. Kegunaan Penelitian...................................................................................12
1. Aspek Teoritis.........................................................................................12
2. Aspek Praktis...........................................................................................12
E. Kerangka Pemikiran....................................................................................13
F. Metode Penelitian.......................................................................................16
G. Sistematika Penulisan..............................................................................19
BAB II....................................................................................................................21
TINJAUAN UMUM TENTANG TINDAK PIDANA DAN SANKSI PIDANA
TERHADAP TINDAK PIDANA PELAKU PENAMBANGAN GALIAN PASIR
SECARA ILEGAL DI GUNUNG GUNTUR YANG MENGAKIBATKAN
KERUSAKAN DAN MEMICU BENCANA ALAM...........................................21
A. TEORI TINDAK PIDANA........................................................................21
1. Pengertian Tindak Pidana........................................................................21
2. Unsur-Unsur Tindak Pidana....................................................................23
3. Jenis-jenis tindak pidana.........................................................................25
4. Sanksi Pidana..........................................................................................27
B. Teori penegakan hukum..............................................................................30
1. Pengertian Penegakan Hukum.................................................................30
C. Pengertian dan Peraturan Penggalian Pasir dan Gunung............................32
1. Pengertian dan peraturan penggalian pasir..............................................32
2. Pengertian Gunung..................................................................................33
3. Golongan-golongan bahan galian............................................................36
4. Peraturan penggalian pasir......................................................................38
D. Ancaman Pidana Terhadap Pelaku Penambanngan Pasir Secara Ilegal.....39
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................43
BAB I

PENEGAKAN HUKUM PIDANA TERHADAP PENAMBANGAN

GALIAN PASIR SECARA ILEGAL DI GUNUNG GUNTUR

A. Latar Belakang Masalah

Dalam Undang – undang Nomor 22 Tahun 2001 Pasal 33 Ayat (3) Undang-

undang Dasar 1945 mengatur bahwa “Bumi, Air, dan kekayaan alam yang

terkandung didalamnya dikuasai oleh negara yang dipergunakan yang sebesar-

besarnya untuk kemakmuran rakyat”. Sumber daya alam adalah unsur lingkungan

hidup yang terdiri atas sumber daya hayati dan non hayati yang secara

keseluruhan membentuk kesatuan ekosistem, pengertian sumber daya alam

tersebut termuat dalam Pasal 1Ayat 9 UU No 32 tahun 2009.

Sumber daya alam dan lingkungan hidup memiliki peran yang sangat strategis

dalam mengamankan kelangsungan pembangunan dan berkelanjutan kehidupan

bangsa dan negara.1 Pengertian tersebut didukung oleh penelitian yang dilakukan

oleh Ahmad Redi pada tahun 2015 yang mana Dalam perspektif, konservatif,

manusia akan berhati-hati dalam mengelola sumber daya alam mengingat sumber

daya alam memiliki peran penting vital dalam keberlangsungan hidup masyarakat.

Sumber daya alam tidak hanya menjadi kepunyaan genrasi saat ini, namun ia pun

menjadi kepunyaan generasi yang akan datang. Sumber daya alam tidak hanya

1
Iswandi U, Pengelolaan Sumber Daya Alam,Cv Budi Utama,Yogyakarta,2020, Hlm 1.
dimiliki dan dimanfaatkan secara intergenerasi, namun juga anatar generasi.

Namun disisi lain terdapat pandangan lain yang menganggap bahwa sumber daya

alam merupakan komoditas ekonomi yang harus dimanfaatkan seoptimal mungkin

agar sumber daya alam menjadi the engine of growth. Sumber daya alam

diorientasikan sebagai kapital dengan mengjear produktifitas yang dihasilkan

mencapai pertumbuhan ekonomi.2 Indonesia adalah negara yang memiliki sumber

daya alam yang berlimpah merupakan kekayaan nasional. Kekayaan itu termasuk

bahan galian (tambang) yang mencakup mineral dan batubara. Mengingat mineral

dan batubara merupakan kekayaan alam yang terkandung di dalam bumi yang

merupakan sumber daya alam yang tidak bisa diperbaharui, pengelolaanya perlu

dilakukan seoptimal mungkin, efisiensi, transparan, berkelanjutan, dan

berwawasan lingkungan serta berkeadilan agar memperoleh manfaat yang

sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat secara berkelanjutan.Istilah hukum

petambangan meupakan tejemahan dari bahasa inggris, yaitu mining law3

Permasalahan pengelolaan sumber daya alam menjadi sangat penting dalam

pembangunan ekonomi pada masa kini dan masa yang akan datang. Di pihak lain

sumber daya alam tersebut telah banyak mengalami kerusakan-kerusakan,

terutama berkaitan dengan cara-cara eksploitasinya guna mencapai tujuan bisnis

dan ekonomi. Setidaknya telah diidentifikasi 5 jenis kerusakan ekosistem yang

terancam mencapai limitnya, yaitu meliputi ekosistem kawasan pantai dan sumber

daya bahari, ekosistem lahan pertanian, ekosistem air tawar, ekosistem padang

2
Ahmad Redi, “Dinamika Konsepsi Penguasaan Negara atas Sumber Daya Alam,”
Jurnal Konstitusi volume 12 Nomor 2 Juni 2015.
3
Nova Yanti Siburian, “Penegakan Hukum terhadap pertambangan pasir bahan galian
C,” Jurnal Fakultas Hukum Volume III Nomor 2 Oktober 2016.
rumput dan ekosistem hutan. Kerusakan-kerusakan sumber daya alam di dalam

ekosistem-ekosistem tersebut terjadi terutama karena kekeliruan dalam

pengelolaanya sehingga mengalami kerusakan yang di sebabkan karena terjadinya

perubahan besar, yang mengarah kepada pembangunan ekonomi yang tidak

berkelanjutan. Padahal sumber daya tersebut merupakan pendukung utama bagi

kehidupan manusia, dan karenanya menjadi sangat penting kaitanya dengan

kegiatan ekonomi dan kehidupan masyarakat manusia yang mengarah kepada

kecenderungan pengurasan (depletion) dan degradasi (degradation)

Negara indonesia merupakan negara yang sangat menjunjung tinggi hukum.

Segala aspek dalam pelaksanaan dan penyelenggaraan negara di atur dalam suatu

sistem peraturan perundang-undangan. Alinea ke-empat pembukaan Undang-

Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mengandung konsep

tujuan negara baik secara khusus maupun umum. Secara khusus, tujuan negara

adalah untuk melindungi segenap bangsa dan tumpah darah indonesia dan untuk

memajukan kesejahteraan umum serta mencerdaskan kehidupan bangsa

Sedangkan secara umum adalah untuk ikut serta melaksanakan ketertiban

berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. 4


Negara

menguasai secara penuh semua kekayaan yang terkandung di dalam bumi dan di

pergunakan sebaik-baiknya untuk kemakmuran rakyat.

Negara indonesia juga memiliki potensi alamnya masing-masing diantaranya

adalah gunung yang menyediakan potensi untuk bisa dimanfaatkan, seperti bahan

tambang galian C. Galian C adalah bahan tambang yang biasanya digunakan

4
Kaelan, Pendidikan Pancasila., Paradigma ,Yogyakarta ,2004, Hlm 160-161.
untuk pembangunan infrastruktur. Baik bangun pribadi, swasta maupun

pemerintah

Eksploitasi mineral golongan A dilakukan perusahaan negara. Sedangkan

perusahaan asing hanya dapat terlibat sebagai partner. Sementara eksploitasi

mineral golongan B dapat dilakukan baik oleh perusahaan asing maupun

Indonesia. Eksploitasi mineral golongan C dapat dilakukan oleh perusahaan

indonesia maupun perusahaan perorangan. Sementara itu, pelaku penambagan di

Indonesia di kategorikan menjadi tiga, yaitu Negara, Kontraktor dan Pemegang

Kuasa Penambangan (KP). Dalam kegiatan penambangan baik golongan A, B

maupun C perlu menjaga pelestarian fungsi lingkungan. Untuk menjamin

pelestarian fungsi lingkungan hidup., segala perbuatan yang bergerak di bidang

penambangan di wajibkan untuk melakukan beberapa hal. Pertama, Pelaku

penambangan wajib memiliki analisis mengenai dampak lingkungan hidup atau

kajian mengenai dampak besar dan penting mengenai kegiatan yang di

rencanakan terhadap lingkungan hidup yang di perlukan bagi proses pengambilan

keputusan tentang penyelenggaraan kegiatan5

Hal-hal yang di analisis meliputi, iklim dan kualitas udara, fisiologi dan

geologi, kualitas air, lahan, flora dan fauna, sosial dan kesehatan masyarakat.

Kedua, Pelaku penambangan wajib melakukan pengelolaan limbah hasil usaha

kegiatan. Ketiga, Pelaku penambangan wajib melakukan pengelolaan bahan

berbahaya dan beracun. Hal ini sesuai dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun

5
Nanda Nugraha, Penegakan Hukum terhadap pelaku Pertambangan Pasir Bahan
Galian C ilegal menurut undang-undang Nomor 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan, 2019
Skripsi.
2009 tentang perlindungan dan pengelolaan Lingkungan Hidup dimana

lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan dan

makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang memoengaruhi alam itu

sendiri, kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk

hidup lain. Dalam Undang-Undang ini dinyatakan bahwa lingkungan hidup yang

sehat dan bersih merupakan hak asasi setiap orang, sehingga diperlukan kesadaran

pribadi dan lembaga baik lembaga pemerintan maupun non pemerintha agar

tercipta lingkungan yang nyaman dan layak terhadap penghidupan manusia.

Selain itu, kebijakan pengelolaan lingkungan secara menyeluruh perlu ditetapkan

dai sisi pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya alam secara bijak menuju

lingkungan yang berkelanjutan. Akan tetapi kenyataannya rakyat melakukan

kegiatan penambangan dengan tidak memperhatikan asepk-aspek yang penting di

dalamnya, seperti tidak memperhatikan akibat yang ditimbulkan atau pengaruh

dengan adanya pertambangan tersebut atau pertambangan liar, namun tidak

menutup kemungkinan pertambangan juga dilakukan oleh perusahaan tambang

yang telah memiliki ijin resmi.

Kebutuhan pelayanan masyarakat meningkat sejalan dengan lebih merata

kebutuhan pelayanan masyarakat meningkat sejalan dengan lebih meratanya

kesempatan memperoleh pendidikan, sebaliknya kemampuan pemerintah untuk

memenuhi kebutuhan tersebut belum banyak meningkat karena keterbatasan

produktivitas sumber daya manusia dan penyedia berbagai pelayanan. Keadaan ini

semakin parah karena meningkatnya persaingan akibat pengaruh globalisasi dan

perdagangan bebas, serta pengaruh gejolak sosial yang meningkat. Penambangan


tanpa izin resmi di sebabkan oleh lemahnya penerapan hukum dan kurang baiknya

sistem perekonomian, sehingga mensorong masyarakat mencari mata pencaharian

yang cepat menghasilkan nafkah tanpa memikirkan dampaknya.6 Kegiatan

penambangan tanpa izin berdampak cukup serius. Seperti contohnya

penambangan pasir liar di Kota Garut, Jawa Barat yang sekarang ini sangat

meresahkan warga dan pemerintah setempat.

Dengan adanya penambangan secara ilegal yang terus terjadi sampai sekarang

tentu saja negara indonesia perlu menegakan hukum bagi pelaku yang melakukan

penambangan secara liar. Hukum pertambangan adalah Hukum yang mengatur

tentang penggalian atau pertambangan bijih-bijih dan mineral-mineral dalam

tanah.7 Definisi ini hanya difokuskan pada aktivitas penggalian atau pertambangan

bijih-bijih. Penggalian atau pertambangan merupaksan usaha untuk menggali

berbagai potensi-potensi yang terkandung dalam perut bumi. Hukum

pertambangan tidak pernah terlepas dari bagian lingkungan hidup yang

merupakan anugerah tuhan yang maha esa yang wajib dilestarikan dan

dikembangkan kemampuannya agar tetap dapat menjadi sumber penunjang hidup

bagi manusia dan makhluk hidup lainnya demi kelangsungan dan peningkatan

kualitas hidup itu sendiri. Akhir- akhir ini sering terjadi di sekeliling kita, namun

semua itu tanpa kita sadari. Misalnya saja pada pertambangan, pertambangan

merupakan usaha untuk menggali berbagai-potensipotensi yang terkandung dalam

perut bumi.

6
Adrian Sutedi, Hukum Perizinan Dalam Sektor Pelayanan Publik, Sinar
Grafika ,Jakarta, 2010.
7
Salim Hs, Hukum Pertambangan di Indonesia, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2014,
Hlm 7.
Pengertian pertambangan menurut Undang-undang No. 4 Tahun 2009 tentang

pertambangan Mineral dan Batu bara, Pasal 1 Ayat (1) Pertambangan adalah

sebagian atau seluruh tahapan kegiatan dalam rangka penelitian, pengelolaan dan

pengusahaan mineral atau batubara yang meliputi penyelidikan umum, eksplorasi,

studi kelayakan, konstruksi, penambangan, pengolahan dan pemurniaan,

pengangkutan dan Penjualan, serta pasca tambang. Berdasarkan jenis mineralnya,

pertambangan di Indonesia terbagi menjadi tiga kategori. Pertama, Pertambangan

Golongan A, meliputi mineral strategis seperti : Minyak, gas alam, bitumen, aspal,

natural wax, antaris, batu bara, uranium dan bahan radioaktif lainnya, nikel dan

cobalt. Kedua, pertambangan golongan B, meliputi mineral-mineral, seng, besi.

Ketiga, pertambangan golongan C, umumnya mineral yang dianggap memiliki

tingkat kepentingan lebi rendah daripada kedua golongan pertambangan lainnya,

meliputi berbagai jenis pasir, batu, limestone dan lain-lain.8 Pasal 37 Undang-

Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang pertambangan mineral dan batubara

menyebutkan bahwa izin usaha pertambangan (IUP) diberikan oleh

Bupati/walikota jika wilayah tambang berada dalam satu wilayah kabupaten/kota.

Izin usaha pertamabangan (IUP) diberikan oleh gubernur jika wilayah berada pada

lintas wilayah kabupaten/kota dalam satu provinsi. Selanjutnya IUP diberikan

oleh menteri ESDM jika wilayah tambang berada pada lintas wilayah provinsi.

Pasal 24 Ayat (3) hurf b peraturan pemerintah nomor 77 Tahun 2014 Tentang

Perubahan Ketiga atas pemerintah nomor 23 tahun 2010 tentang pelaksanaan

kegiatan pertambangan, mengatur persyaratan izin untuk penambang pasir, untuk

8
Salim Hs ,Hukum Pertambangan di Indonesia, Raja Grafindo Persada, Jakarta,2014,
Hlm 14.
perseorangan meliputi Surat Permohonan, Kartu Tanda Penduduk, NPWP, dan

Surat keterangan domisili. Perbuatan penambangan tanpa izin pada hakikatnya

telah memenuhi unsur yang dapat diancam hukum pidana sebagaimana ditentukan

dalam pasal 158 Undang-undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang pertambangan

batu bara, dan mineral.

Menurut Undang-Undang nomor 4 Tahun 2009 tentang pertambangan pada

pasal 20. Pengaturan pertambangan adalah bagian dari pelaksanaan penguasaan

negara atas pertambangan. Pengaturan ini dilakukan oleh pemerintah dengan

tujuan agar pengusahaan bahan galian memberikan manfaat bagi negara yang

sebesar-besarnya kemakmuran rakyat seperti yang disebutkan didalam Undang-

Undang Dasar 1945. Perizinan dalam pengelolaan kegiatan pertambangan ini

sangat penting dikarenakan memang sudah diatur dalam Undang-Undang Nomor

4 Tahun 2009 tentang pertambangan mineral dan batu bara pasal 158 yang

menyebutkan bahwa setiap orang yang melakukan usaha penambangan tanpa ada

izin usaha pertambangan (IUP), izin pertambangan rakyat (IPR) maka dapat di

pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak 10 Milyar Rupiah.

Selain masalah perizinan, kegiatan pengelolaan pertambangan ini juga

menyangkut terhadap masalah lingkungan hidup. Di sisi lain lingkungan hidup,

pertambangan dianggap paling merusakan dibandingkan kegiata-kegiatan

eksploitasi sumber daya lainnya, sebab pekerjaan penambangan tidak lebih dari

kegiatan melakukan penggalian tanah atau bumi untuk mengambil objek

penambangan. Apabila penambangan selesai dilakukan, maka kegiatan tidak

berhenti disitu saja. Pihak penambang berkewajiban untuk mengembalikan


keadaan tanah seperti semula dan tidak membiarkan tanah-tanah bekas

penambangan yang berlubang-lubang begitu saja sehingga tanah-tanah tersebut

tidak dapar dimanfaatkan masyarakat dan berakibat akan menimbulkan kerusakan

lingkungan hidup.9

Untuk menghindari adanya penambangan secara ilegal maka diperlukan

adanya penegakan Hukum. Penegakan Hukum dari segi subjeknya dapat diartikan

sebagai upaya aparat penegak hukum untuk menjamin dan memastikan aturan

hukum berjalan sebagaimana mestinya, dimana apara penegak hukum tersbut

apabila diperlukan dapat menggunakan daya paksa untuk menegakan ya.

Sedangkan penegakan hukum dari sudut pandang objeknya dapat diatikan bahwa

penegakan hukum itu berarti mencakup atau meliputi nilai-nilai keadilan yang

terkandung dalam hukum formal.10 Lembaga yang berwenang melakukan

penyidikan dalam pertambangan dapat dilihat dalam pasal 149 sampai dengan

pasal 150 Undang- Undang Nomor 4 Tahun 2009 dimana telah ditentukan

lembaga yang berwenang untuk melakukan penyidikan di bidang pertambangan,

di golongkan menjadi dua macam, yaitu Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik

Indonesia dan Penyidik Pegawai Negeri Sipil.

Kabupaten Garut merupakan salah satu kabupaten di provinsi Jawa Barat yang

kaya akan sumber daya alam. Kekayaan alam yang menonjol yaitu tambang pasir

gunung guntur, namun dalam pengelelolaan nya banyak sekali dijumpai sehingga

sumber daya alam yang melimpah bukannya memeberikan manfaat bagi


9
Gatot Suparnomo, Hukum Pertambangan mineral dan batu bara di Indonesia, Rineka
Cipta,Jakarta, 2012, Hlm 16.
10
Arifin Leonarda, Teori-teori hukum klasik dan kontemporen,, Ghalia Indonesia,
Jakarta, 2016, Hlm 131.
masyarakat tapi malah menjadi musibah yang merugikan dan membahayakan.

Terutama di wilayah Gunung Guntur banyak dijumpai para penambang liar yang

tidak memiliki izin resmi dari pemerintah namun melakukan aktivitas

penambangan pasir di sejumlah lokasi. Hal itu jelas sekali melanggar ketentuan

hukum karena menurut UU Nomor 4 Tahum 2009 tentang Pertambangan Mineral

dan Batu bara, suatu pertambangan bisa beroperasi dengan syarat harus memiliki

Ijin Usaha Pertambangan (IUP).

Perbuatan penambangan liar pada hakikatnya telah memenuhi unsur yang

dapat diancam dengan hukum pidana. Unsur tersebut adalah perbuatan itu secara

mutlak telah memenuhi syarat formal, yakni sesuai dengan rumusan Undang-

Undang yang telah ditetapkan oleh kitab Undang-Undang Hukum Pidana dan

peraturan-peraturan lain yang berdimensi pidana dan memiliki unsur material,

yaitu bertentangan dengan cita-cita mengenai masyarakat atau suatu sifat melawan

hukum atau tindak pidana.11 Menurut penelitian yang dilakuka oleh dwi oktafia,

muhammad Ramadhan dan JS. Murdomo (2020 : 45) Penegakan hukum pidana

pada masyarakat yang mana masyarakat harus menyadari bahwa dalam proses

penegakan hukum bukan merupakan tanggung jawab aparat penegak hukum

semata , akan tetapi merupakan tanggung jawab masyarakat dalam upaya

menghadapi dan menanggulangi berbagai bentuk kejahatan yang merugikan dan

meresahkan masyarakat itu sendiri. Kesadaran masyarakat itulah menjadi hal

pokok yang penting harus di miliki oleh masyarakat itu sendiri. 12 Namun sering
11
Bismoyo, Kajian Hukum Pidana TerhadapPenambangan Pasir Tanpa Izin Di Sungai
Silau Kota Tanjung Balai Persefektif Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009, Skripsi, 2017, Hlm
9.
12
Dwi,M.Ramadhan,JS.Murdomo, Penegakan Hukum Pidana Terhadap Pelaku
Penambangan Pasir Secara Ilegal, Jurnal,Volume 2 ,2020, Hlm 45.
kali kita dapati beberapa dari masyarakat belum sadar akan perannya dalam

mendukung penegakan hukum.

Tindak pidana adalah salah satu bagian dari kebijaksanaan penanggulangan

kejahatan dalam penegakan hukum dengan harapan untuk dapat menyelesaikan

atau menanggulangi kejahatan masalah kemanusiaan dan masalah sosial.

Berdasarkan data yang ada pada aparat penegak hukum di Indonesia, ditemukan

masih kurangnya kesadaran hukum masyarakat dalam bidang penambangan. Hal

ini dapat dilihat dari banyaknya kasus penambangan liar yang terjadi di Indonesia

khususnya Kota Garut. Berdasarkan uraian diatas maka penulis tertarik untuk

melakukan penelitian dengan judul “PENEGAKAN HUKUM PIDANA

TERHADAP PENAMBANGAN GALIAN PASIR SECARA ILEGAL DI

GUNUNG GUNTUR”

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan Latar Belakang di atas, maka penulis mengidentifikasi masalah

sebaga berikut :

1. Apa Faktor-faktor penyebab terjadinya penambangan galian pasir secara

ilegal yang terjadi di kawasan gunung guntur ?

2. Bagaimana penegakan hukum terhadap penambangan galian pasir secara

ilegal di Gunung Guntur ?

C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian yang ingin dicapai oleh penulis dalam melakukan

kegiatan penelitian ini yaitu :

1. Untuk mengetahui faktor-faktor penyebab terjadinya penambangan galian

pasir secara ilegan yang terjadi di kawasan Gunung Guntur.

2. Untuk mengetahui bagaimana penegakan hukum terhadap penambangan

galian pasir secara ilegal di Gunung Guntur.

D. Kegunaan Penelitian

Adapun kegunaan penelitian ini yaitu :

1. Aspek Teoritis

a. Menambah pengetahuan dan wawasan mengenai penegakan hukum

terhadap pelaku penambangan pasir secara ilegal.

b. Menambah bahan referensi bagi penelitian selanjutnya terhadap

masalah yang terkait dengan penelitian ini.

2. Aspek Praktis

Penelitian ini dapat memberikan manfaat sebagai bahan acuan dalam

bidang hukum pidana, serta memberikan manfaat kepada pemerintah

daerah Garut khususnya masyarakata yang berada dalam kawasan Gunung

Guntur dan masyarakat luas untuk mencegah terjadinya penambangan

pasir tanpa izin atau secara ilegal sehingga lingkungan hidup tetap

terlestarikan.
E. Kerangka Pemikiran

Kerangka Pemikiran merupakan model konseptual tentang bagaimana

teori berhubungan dengan berbagai faktor yang telah diidentifikasi sebagai

masalah yang penting.13 Dalam setiap penelitian harus disertai dengan

kerangka teori karena ada hubungan timbal balik yang erat antara teori

dengan kegiatan pengumpulan dan pengolahan data, analisa serta

konstruksi data. Dalam suatu penelitian akan dapat dijelaskan fenomena

hukum yang mempunya ciri, yaitu teori-teori hukum, asas-asas hukum,

doktrin hukum. Ketiga ciri tersebut dapat digunakan sekaligus atau salah

satunya.14

Landasan teori yang dapat dijadikan dasar penulis yaitu Teori

sistem hukum friedman menurut Lawrence Meir Friedman, yang

merupakan seorang ahli sosiologi hukum dari Standford University, ada

tiga elemen dari sistem hukum (legal system), yaitu:

1. Struktur Hukun (Legal Structure)

2. Isi Hukum (Legal Subtance)

3. Budaya Hukum (Legal Culture)

Pertama, isi hukum (Legal Subtance), dalam teori Lawrence Meir

Friedman hal ini di sebut sistem substanisal yang menentukan bisa

tidaknya hukum itu dilaksanakan. Substansi juga berarti produk yang

di hasilkan oleh orang yang berada dalam sistem hukum yang

13
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D, Alphabet, Bandung,
2019 Hlm 95.
14
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, UI Press, Jakarta, 2008.
mencakup keputusan yang mereka keluarkan, aturan baru yang mereka

susun. Substansi juga mencakup hukum yang hidup (living law), bukan

hanya aturan yang ada dalam kitab undang-undan(law books),

dikatakan hukum adalah peraturan-peraturan yang tertulis sedangkan

peraturan-peraturan yang tidak tertulis bukan dinyatakan hukum.

Sistem ini mempengaruhi sistem hukum di Indonesia. Salah satu

pengaruhnya adalah adanya asas Legalitas dalam KUHP. Dalam pasal

1 KUHP di tentukan “tidak ada suatu perbuatan pidana yang dapat di

hukum jika tidak ada aturan yang mengaturnya”. Sehingga bisa atau

tidaknya suatu perbuatan di kenakan sanksi hukum apabila perbuatan

tersebut telah mendapat pengaturan dalam peraturan perundang-

undangan. Selain menggunakan Teori sistem hukum Friedman penulis

juga menggunakan teori penegakan hukum. Menurut Satjipto Raharjo

penegakan hukum pada hakikatnya merupakan penegakan ide-ide atau

konsep-konsep tentang keadilan, kebenaan, kemanfaatan sosial, dan

sebagainya. Jadi Penegakan Hukum merupakan usaha untuk

mewujudkan nilai-nilai atau kaedah-kaedah yang memuat keadilan dan

kebenaran, Penegakan Hukum bukan hanya menjadi tugas darin para

Penegak Hukum yang sudah di kenal secara konvensional, tetapi

menjadi tugas dari setiap orang. Meskipun demikian, dalam kaitannya

dengan hukum publik pemerintah lah yang bertanggung jawab.15

15
Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, Pt Citra Aditya Bakti,Bandung, 2014, Hlm 20.
Berdasarkan judul yang diambil dalam penelitian ini maka peneliti dapat

menyimpulkan yaitu sebagai berikut :

1. Penegakan Hukum adalah kegiatan menyerasikan hubungan nilai-nilai

yang terjabarkan didalam kaidah-kaidah atau pandangan nilai yang

mantap dan sikap tindak sebagai rangkaian penjabaran nilai tahap akhir

untuk menciptakan, memelihara dan mempertahankan kedamaian

hidup.16

2. Hukum Pidana adalah pengaturan hukum mengenai pidana. Kata

pidana berarti hal yang dipidanakan yaitu instansi yang berkuasa

dilimpahakan kepada seorang oknum sebagai hal yang tidak enak

dirasakannya dan juga hal yang tidak sehari-hari dilimpahkan.17 Jadi,

hukum pidana merupakan kajian ilmu hukum atau perbuatan yang

tidak sesuai atau melanggar suatu aturan hukum atau perbuatan yang

dilarang oleh aturan hukum yang disertai dengan sanksi pidana yang

mana aturan tersebut ditujukan kepada perbuatannya sedangkan

ancamannya atau sanksi pidananya ditujukan kepada orang yang

melakukan atau orang yang menimbulkan kejadisn tersebut. Dalam hal

ini maka setiap orang yang melanggar aturan-aturan hukum yang

berlaku, dengan demikian dapat di katakan orang tersebut sebagai

pelaku perbuatan pidana atau pelaku tindak pidana.

16
Soerjono Soekanto, Faktor-faktor Yang mempengaruhi penegakkan Hukum, Raja
Grafindo, Jakarta, 2019, Hlm 5.
17
Bismoyo, Kajian Hukum Pidana TerhadapPenambangan Pasir Tanpa Izin Di Sungai
Silau Kota Tanjung Balai Persefektif Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009,Skripsi, 2017, Hlm
13-14.
3. Menurut Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 Penambangan adalah

sebagian atau seluruh tahapan kegiatan dalam rangka penelitian,

pengelolaan dan pengusahaan mineral atau batu bara yang meliputi

penyelidikan umum, eksplorasi, studi kelayakan, konstruksi,

penambangan, pengolahan dan pemurnian, pengangkatan dan

pemurnian, pengangkutan dan penjualan, serta kegiatan pasca

tambang.

F. Metode Penelitian

1. Metode Pendekatan

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis

normatif, dimana hukum dikonsepkan sebagai apa yang tertulis dalam

peraturan perundang-undangan (law in books) atau hukum

dikonsepkan sebagai kaidah atau norma yang merupakan patokan

berperilaku manusia yang dianggap pantas.18 Dan pendekatan yuridis

sosiologis atau penelitian hukum empiris yaitu penelitian hukum

dengan mempergunakan data primer. Penelitian ini dilakukan dengan

cara meneliti implementasi dari data-data sekunder yang telah

dikumpulkan kemudian dikumpulkan data primernya dari instansi dan

pihak yang terkait dengan permasalahan yang diteliti. Penelitian

hukium yuridis sosiologis merupakan pelengkap dalam pengumpulan

data tetapi bukanlah fokus utama dalam penelitian normatif ini.

2. Spesifikasi Penelitian

18
Amirrudin, perpajakan pendekatan teori dan praktik di Indonesia, Salemba Empat
Dua Media, Jakarta, 2012, Hlm 118.
Spesifikasi dalam penelitian ini adalah deskriftif analitis, Deskriftif

Analitis adalah suatu penelitian yang dilakukan untuk mengetahui nilai

variabel mandiri, baik satu variabel atau lebih (independen) tanpa

membuat perbandingan atau menghubungkan dengan variabel lain. 19

Artinya penelitian ini hanya ingin mengetahui bagaimana keadaan

variabel itu sendiri tanpa ada pengaruh atau hubungan terhadao

variabel lain seperti penelitian eksperimen atau korelasi. Sugiyono

juga menjelaskan pada bukunya bahwa deskriptif analitis ini adalah

suatu metode yang berfungsi untuk mendeskripsikan atau memberi

gambaran terhadap objek yang diteliti melalui data atau sampel yang

telah terkumpul sebagaimana adanya tanpa melakukan analisis dan

membuat kesimpulan yang berlaku untuk umum.20 Penulis

menggunakan metode deskriptif analitis karena dirasa cocok untuk

mengetahui fenomena yang telah berlangsung saat ini dan dimana data

akan diperoleh dari membaca dan menganalisa bahan-bahan dan

wawancara secara tertulis oleh Pemerintah Kota garut khususnya di

BKSDA (Balai Konservasi Sumber Daya Alam).

3. Tahap Penelitian

Langkah-langkah penelitian deskriptif adalah sebagai berikut :

a. Mengidentifikasi adanya permasalahan yang signifikan untuk

dipecahkan melalui metode dekriptif.

19
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D, Alphabet, Bandung,
2018, Hlm 86.

20
Sugiyono,Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D ,Alphabet, Bandung,
2009, Hlm 29.
b. Membatasi dan merumuskan permasalahan secara jelas.

c. Menentukan tujuan dan manfaat penelitian.

d. Melakukan studi pustaka yang berkaitan dengan permasalahan.

e. Menentukan kerangka pemikiran , dan pertanyaan penelitian dan

atau hipotesis penelitian.

f. Mendesain metode penelitian yang hendak digunakan termasuk

dalam hal ini menentukan populasi, sampel, teknik sampling,

menentukan instrumen pengumpul data, dan menganalisis data.

g. Mengumpulkan mengorganisasi dan menganalisis data dengan

menggunakan teknik statistika yang relevan.

h. Membuat laporan penelitian.21

4. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan Data dalam penelitian ini adalah riset ke

lapangan (field risearch) atau wawancara langsung dengan

narasumber di balai BKSDA (Balai Konservasi Sumber Daya Alam)

dan studi dokumen yaitu pengumpulan data yang berasal dari literatur-

literatur, peraturan perundang-undangan, buku-buku, dan dokumen

juga data data lain yang relevan dengan penelitian ini.

5. Analisis Data

Data yang diperoleh dari penelitian ini melakukan pendekatan

kualitatif dalam menganalisis data-data yang didapat. Menurut

Moleong (2017 : 6) penelitian kualitatif adalah penelitian yang

21
Sukardi, Metodologi Penelitian pendidikan kompetensi dan praktiknya, Bumi Aksara,
Bandung, 2014, Hlm 158-159.
bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh

subjek penelitian seperti perilaku, persepsi, motivasi, tindakan dan

lain-lain secara holistik dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-

kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dengan

memanfaatkan berbagai metode alamiah.22

G. Sistematika Penulisan

Dalam penelitian ini, penulis menggunakan sistematika penulisan yang

sistematis untuk membahas permasalahan yang ditetapkan. Untuk

mengetahui keseluruhan isi dari penulis skripsi ini, maka dibuat sutau

susunan sistematika secara garis besar sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini berisi tentang Latar Belakang Masalah, Identifikasi

masalah, Tujuan penelitian, Kegunaan penelitian, Kerangka

pemikiran, Metode penelitian dan Sistematika penulisan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


Bab ini berisi tentang Tindak Pidana, Penegakan hukum terhadap
pelaku penambangan pasir secara ilegal, Pengertian dan peraturan
penggalian pasir dan gunung dan Ancaman pidana terhadap
pelaku penambangan pasir secara ilegal.
BAB III OBJEK PENELITIAN
Bab ini berisi tentang Kasus Penambangan galian pasir secara
ilegal yang terus terjadi di gunung guntur sampai dengan tahun
2022 dan Kasus penambangan galian pasir secara ilegal yang
22
Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, PT Remaja Rosdakarya Offset, Bandung,
2017, Hal 6.
mengakibatkan rusaknya ekosistem alam menurut Undang-Undang
No. 4 tahun 2009 Tentang pertambangan mineral dan Batu bara.
BAB IV PEMBAHASAN
Bab ini berisi tentang Faktor-faktor penyebab terjadinya
penambangan galian pasir secara ilegal yang terus terjadi di
kawasan gunung guntur dan Penegakan hukum pidana terhadap
pelaku penambangan galian pasir secara ilegal di kawasan gunung
guntur.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN


Bab ini berisi tentang kesimpilan dan saran. Kesimpulan
merupakan jawaban atas identifikasi masalah. Saran merupakan
usulan yang menyangkut aspek operasional, konkret dan praktis.
BAB II

TINJAUAN UMUM TENTANG TINDAK PIDANA DAN SANKSI PIDANA


TERHADAP TINDAK PIDANA PELAKU PENAMBANGAN GALIAN
PASIR SECARA ILEGAL DI GUNUNG GUNTUR YANG
MENGAKIBATKAN KERUSAKAN DAN MEMICU BENCANA ALAM

A. TEORI TINDAK PIDANA

1. Pengertian Tindak Pidana

Dalam kitab undang-undang Hukum Pidana (KUHP) tindak pidana di

kenal dengan istilah strafbaarfeit. Tindak pidana ini merupakan istilah yang

mengandung suatu pengertian dasar dalam ilmu hukum, sebagai istilah yang di

bentuk dengan kesadaran dalam memberikan ciri tertentu pada peristiwa hukum

pidana. Tindak pidana mempunyai pengertian abstrak dari peristiwa-peristiwa

yang konkrit dalam lapangan hukum pidana, sehingga tindak pidana haruslah di

berikan arti yang bersifat ilmiah dan di tentukan dengan jelas untuk dapat

memisahkan dengan istilah yang di pakai sehari-hari dalam kehidupan

masyarakat.

Delik dalam bahasa Belanda di sebut Strafbaarfeit, yang terdiri atas 3 (tiga)

kata yaitu Straf,baar,dan feit. Dimana ketiganya memiliki arti yaitu:

1. Straf diartikan sebagai pidana dan hukum.

2. Baar di artikan sebagai dapat dan boleh.

3. Feit di artikan sebagai tindak, peristiwa, pelanggaran dan perbuatan.

21
22

Jadi istilah strafbaarfeit yaitu peristiwa yang dapat di pidana atau perbuatan yang

dapat di pidana sedangkan delik dalam bahasa asing di sebut delict yang artinya

suatu perbuatan yang pelakunya dapat di kenakan hukuman.23

Menurut Moeljatno berpendapat bahwa pengertian tindak pidana yang

menurut beliau yang di istilahkan sebagai perbuatan pidana adalah:

“ perbuatan yang di larang oleh suatu aturan hukum laranagan mana di sertai

ancaman (sanksi) yang berupa pidana tertentu, bagi barang siapa yang

melanggar larangan tersebut”. 24

Perumasan tindak pidana hanya memuat tiga hal, yaitu subjek delik yang di tuju

oleh norma hukum (normaddressaat), perbuatan yang di larang (strafbaar), dan

ancaman pidana (strafnaat). Ketiga hal ini merupakan kriminalisasi yang

termasuk dalam lingkup pidana. Sebaliknya pertanggung jawaban pidana hanya

mempersoalkan segi-segi subjektif dari perbuatan dan sifat melawan hukumnya,

melainkan berkaitan dengan keadaan bagaimanakah pembuat dapat

mempertanggungjawabkan atas tindak pidana. 25

Menurut Edward Omar Sharif Hiarij, setelah apa yang di sampaikan

Moeljatno tersebut maka merubah sistem hukum pidana di indonesia, baik secara

praktek maupun teoritis. Sekalipun asas ini tidak di praktekan secara massif di

dalam praktek hukum pidana dan tidak di terapkan dalam KUHP, namun setelah

23
Amir Ilyas, Asas-asas Hukum Pidana memahami tindak pidana da
pertanggungjawaban pidana sebagai syarat pemidanaan, Rangkang Education, Yogyakarta, 2012,
hlm.18.
24
Adami chazwi, Pelajaran Hukum Pidana Bagian satu, Raja Grafindo Persada,
Jakarta, 2010, Hlm. 71
25
Moeljatno, Perbuatan Pidana dan Pertanggungjawaban dalam Hukum Pidana, Bina
Aksara, Universitas Indonesia, 1983, hlm 12
23

melalui proses yang cukup panjang dan di masukannya asas ini secara eksplisit di

dalam RKUHP yang akan datang maka dapat di katatakan bahwa asas ini akan

kembali ke “rumahnya” lagi. 26

Sejalan dengan pandangan Moeljatno, menurut Roeslan Saleh, melakukan

suatu tidndak pidana, tidak selalu berarti perbuatannya bersalah atas hal itu. Untuk

dapat mempertanggungjawabkan seseorang dalam hukum pidana di perlakukan

syarat-syarat untuk dapat mengenakan pidana terhadapnya, karena melakukan

tindak pidana tersebut. Dengan demikian, selain telah melakukan tindak pidana,

pertanggungjawaban pidana hanya dapat di tuntut ketika tindak pidana di lakukan

dengan kesalahan adalah dapat di celanya pembuat tindak pidana, karena dilihat

dari segi masyarakat sebenarnya dia dapat berbuat lain jika tidak ingin melakukan

perbuatan tersebut. 27

2. Unsur-Unsur Tindak Pidana

Berdasarkan rumusan tentang tindak pidana, bahwa tindak pidana adalah

suatu perbuatan yang melawan hukum yang mengakibatkan perbuatanya dapat di

pidana di sebut dengan tindak pidana formil dimana sesuatu perbuatan dilarang

dan di ancam dengan hukuman oleh undang-undang. Sehubungan dengan uraian

di atas, terdapat uraian unsur-unsur tindak pidana.28

Unsur-unsur tindak pidana pada umumnya dapat di bedakan menjadi dua

macam unsur, ialah unsur subjektif dan unsur objektif, unsur subjektif yaitu
26
Lukman Hakim “Implementasi teori dualitis Hukum Pidana di Dalam RUKHP”
Jurnal Krtha Bhayangkara, volum 13 No 1, Universitas Bhayangkara, Jakarta, 2019, hlm. 5.
27
Roeslan Saleh, Perbuatan pidana dan pertanggungjawaban pidana; dua pengertian
dasar dalam hukum pidana, Aksara Baru, Jakarta, 1983, hlm 89.
28
Satochid Kartanegara, Pengertian Melawan HukumI, Redaksi Hukum, Jakarta, 2020,
hlm.2.
24

unsur-unsur yang melekat terhadap diri pelaku atau berhubungan dengan diri si

pelaku, dan termasuk kedalamnya yaitu segala sesuatu yang terkandung di dalam

hatinya. Unsur objektif yaitu merupakan unsur yang berhubungan dengan keadaan

pelaku.29

Unsur-unsur subjektif dan objektif dari suatu tindak pidana meliputi diantara

lainya:

1. Kesengajaan atau ketidaksengajaan (dolus atau culap)

2. Maksud atau voornemen pada suatu percobaan atau poging seperti yang di

maksud di dalam Pasal 53 Ayat (1) KUHP.

3. Macam-macam maksud atau oogmerk seperti yang terdapat misalnya di

dalam kejahatan-kejahatan pencurian, penipuan, pemerasan, pemalsuan,

dan lainnya.

4. Merencanakan terlebih dahulu atau voorbedachte raad seperti yang

terdapat di dalam Pasal 340 KUHP tentang kejahatan pembunuhan.

5. Persaan takut atau vress seperti yang terdapat di dalam rumusan tindak

pidana menurut Pasal 308 KUHP.

Menurut Pasal 308 Kitab Undang-undang Hukum Pidana, unsur-unsur tindak

pidana yaitu:

a. Sifat melanggar hukum atau wederrechtlijhkheid.

b. Kualitas dari si pelaku, misalnya “ keadaan sebagai seseorang pegawai

negeri” di dalam kejahatan menurut Pasal 415 KUHP atau “keadaan

29
Lamintang, Dasar-dasar Hukum Pidana Indonesia, PT Rikena Cipta, Jakarta, 2014,
Hlm. 183.
25

sebagai pengurus atau komisaris dari suatu perseroan terbatas” di dalam

kejahatan menurut Pasal 398 KUHP.

Dalam buku Sudarto, Simons berpendapat bahwa unsu-unsur tindak pidana yaitu

diantara lainnya:30

a. Perbuatan manusia (positif atau negatif, berbuat atau tidak berbuat atau

membiarkan)

b. Di ancam dengan pidana (statbaar gesteld)

c. Melawan hukum (onrechtmatige)

d. Dilakukan dengan kesalahan (met schuld in berband stand)

e. Orang yang mampu bertanggung jawab (toerekningsvatovaar)

3. Jenis-jenis tindak pidana

Jenis-jenis tindak pidana dapat dibedakan atas dasar tetentu, antara lain: 31

a. Menurut Kitab Undang-undang Pidana dapat di bedakan atanara lain

kejahatan yang di muat dalam Buku II dan pelanggaran yang di muat

dalam Buku III. Pembagian tindak pidana dapat menjadi “kejahatan” dan

“pelanggaran” itu bukan hanya merupakan dasar bagi pembagian KUHP

kita menjadi Buku ke II dan Buku III melainkan merupakan dasar bagi

seluruh sistem hukum pidana di dalam PerUndang-undangan secara

keseluruhan.

30
Sudarto, Ilmu Hukum Pidana, Fakultas Hukum Jenderal Soedirman, Purwokerto,
2013, Hlm.3.
31
Andi Hamzah, Bunga Rampai Hukum Pidana dan acara Pidana, Ghalia Indonesia,
Jakarta 2011, Hlm 25-27
26

b. Cara merumuskannya, di bedakan dalam tindak pidana formil (Formeel

delicten) dan tindak pidana materil (Materill delicten). Tindak pidana

formil yaitu tindak pidana yang di rumuskan bahwa larangan yang di

rumuskan itu ialah melakukan perbuatan tertentu. Misalnya Pasal 351

KUHP yaitu tentang penganiyaan. Tindak pidana materil inti larangannya

yaitu pada menimbulkan akibat yang dilarang, karena itu siapa yang

menimbulakn akibat yang dilarang itulah yang di pertanggung jawabkan

dan di pidana.

c. Dilihat dari bentuk kesalahan, tindak pidana di bedakan menjadi tindak

pidana sengaja (dolus delicten) dan tindak pidana tidak sengaja (culpose

delicten). Contoh tindak pidana kesengajaan (dolus) yang di atur di dalam

KUHP antara lain: Pasal 310 KUHP (penghinaan) yaitu sengaja

menyerang kehormatan atau nama baik seseorang, Pasal 322 KUHP

( membuka rahasia) yaitu dengan sengaja membuka rahasia yang wajib di

simpannya karena jabatan atau pencariannya. Pada delik kelalaian (culpa)

orang juga dapat di pidanakan jika ada kesalahan, misalnya Pasal 360 Ayat

(2) KUHP yang menyebabkan orang lain luka-luka.

d. Berdasarkan macam perbuatannya, tindak pidana aktif (positif) perbuatan

aktif juga di sebut perbuatan materil yaitu perbuatan untuk mewujudkan

nya diisyaratkan dengan adanya gerakan tubuh orang yang berbuat,

misalnya Pencurian (Pasal 362 KUHP) dan penipuan (Pasal 378 KUHP).

Tindak pidana dapat di bedakan menjadi dua yaitu:


27

1) Tindak pidana murni yaitu tindak pidana yang di rumuskan

secara formil atau tindak pidana yang pada dasarnya unsur

perbuatannya berupa perbuatan pasif, misalnya di atur dalam

Pasal 224, 304, dan 552 KUHP.

2) Tindak pidana tidak murni yaitu tindak pidana yang pada

dasarnya berupa tindak pidana positif, tetapi dapat dilakukan

secara tidak aktif atau tindak pidana yang mengandung unsur

terlarang tetapi dilakukan dengan tidak berbuat, misalnya di

atur dalam Pasal 338 KUHP. Berdasarkan hal di atas, dapat di

ketahui bahwa jenis-jenis tindak pidana terdiri dari tindak

pidana kejahatan dan tindak pidana pelanggaran, tindak pidana

formil dan tidak pidana materil, tindak pidana sengaja dan

tindak pidana tidak di sengaja, serta tindak pidana aktif dan

tindak pidana pasif.

4. Sanksi Pidana

Sanksi adalah suatu langkah yang dijatuhkan oleh negara terhadap

seseorang atau kelompok yang telah melanggar ketentuan Negara.32 Dalam sistem

hukum pidana ada 2 (dua) jenis sanksi, yaitu sanksi pidana dan sanksi tindakan.

Sanksi Pidana yaitu merupakan sanksi yang paling banyak banyak di gunakan

dalam menjatuhkan hukuman terhadap seseorang yang melanggarnya atau

bersalah ketika melakukan seseuatu perbuatan pidana.33 Sanksi dapat di artikan

sebagai tanggungan, tindakan, hukuman untuk memaksa seseorng menepati


32
http://repository.unissula.ac.id/15726/7/Bab%20I.pdf, 11/02/2023, 23:48.
33
Mahrus Ali, Dasar-dasar Hukum Pidana, Sinar Grafika, Jakarta, 2015, Hlm.193.
28

perjanjian atau menaati ketentuan Undang-undang. Sedangkan sanksi tindakan

yaitu jenis sanksi yang lebih banyak di atur di luar KUHP, bentuk-bentuknya

antara lain seperti perawatan di rumah sakit dan di kembalikan kepada orang

tuanya atau wali nya bagi orang yang tidak mampu bertanggung jawab dan anak

yang masih di bawah umur. Hal ini di sebabkan karena tidak semua kebutuhan

manusia dapat di penuhi secara sempurna. Disamping itu, manusia juga cenderung

memiliki kepentingan yang berbeda antara satu sama lainnya. Sehingga bukan

tidak mungkin berangkat dari perbedaan kepentingan tersebut justru muncul

berbagai pertentangan yang bersifat prinsipil. Namun demikian, tindak pidana

juga tidak dapat di biarkan tumbuh dan berkembang dalam masyarakat karena

dapat menimbulkan kerusakan dan gangguan terhadap ketertiban sosial.

Selain penggunaan sanksi pidana sebagai sarana untuk menanggulangi

tindak pidana dan menjaga ketertiban masyarakat, tujuan pemidanaan juga

merupakan hal yang tidak kalah pentingya guna mencari dasar pembenaran dari

penggunaan pidana sehingga menjadi lebih fungsional. Namun dalam

perkembangannya pemidaan selalu terkait dengan tujuan yang ingin dicapai

dengan pemidanaan tersebut.

Di Indonesia di kenal jenis-jenis sanksi pidana berdasarkan KUHP yaitu:

Pidana pokok yang terdiri dari :

1) Pidana mati berdasarkan Undang-undang nomor 2 (pnps) Tahun 1964, di

ganti menjadi Undang-undang Nomor 5 Tahun 1969, pidana mati di

Indonesia di jalankan dengan cara di tembak mati. Namun dalam Pasal 11


29

KUHP pidana mati di laksanakan dengan cara di gantung. Eksekusi pidana

mati dilakukan dengan di saksikan Kejaksaan setempat sebagai eksekutor

dan secara teknis dilakukan oleh pihak Kepolisian.

2) Pidana penjara yaitu bentuk pidna yang berupa pembatasan kebebasan

bergerak yang dilakukan dengan menutup atau menempatkan terpidana di

dalam sebuah lembaga pemasyarakatan atau dengan mewajibkan untuk

menaati semua peraturan tata tertib yang berlaku dalam lembaga

pemasyarakatan tersebut.

3) Pidana kurungan yaitu salah satu jenis hukuman yang lebih ringan dari

hukuman penjara. Hukuman kurungsn ini dilaksanakan di tempat

kediaman yang terhukum, hukuman kurungan paling sedikit satu hari dan

paling maksimal satu tahun. Sedangkan denda setinggi-tingginya satu juta

seratus ribu rupiah atau sekecilnya lima puluh ribu rupiah.

4) Pidana denda pada zaman modern ini, pidana denda di jatuhkan terhadap

delik-delik ringan, berupa pelanggaran atau kejahatan ringan. Karena itu

pidana denda merupakan satu-satunya pidana yang di pikul oleh orang

selain terpidana.

5) Pidana tutupan di sediakan bagi para politis yang melakukan kejahatan

yang di sebabkan oleh ideologi yang di anutnya. Akan tetapi, dalam

praktiknya peradilan dewasa ini tidak pernah ketentuan tersebut di

terapkan.
30

B. Teori penegakan hukum

1. Pengertian Penegakan Hukum

Hukum banyak sekali seginya dan luas sekali cakupannya karena hukum

mengatur semua bidang kehidupan masyarakat, tidak hanya masyarakat suatu

bangsa tetapi juga masyarakat dunia yang selalu mengalami perkembangan dan

perubahan secara terus menerus. Perkembangan sejarah kehidupan umat manusia

senantiasa menyebabkan terjadinya perubahan tentang apa yang di maksud

dengan hukum dari masa ke masa, sebelum manusia mengenal undang-undang

hukum identik dengan kebiasaan dan tradisi yang menjadi pedoman dalam

kehidupan. 34 Penegakan hukum merupakan suatu persoalan yang di hadapi oleh

setiap masyarakat. Perkataan penegakan hukum memiliki konotasi menegakkan,

melaksanakan ketentuan di dalam masyarakat, sehingga dalam konteks yang lebih

luas penegakan hukum merupakan suatu proses berlangsungnya perwujudan

konsep-konsep yang abstrak menjadi kenyataan. Penegakan hukum sebagaimana

di kemukakan oleh Kadir Husin adalah suatu sistem pengendalian kejahatan yang

dilakukan oleh lembaga Kepolisian, kejaksaan, pengadilan, dan lembaga

pemasyarakatan. Mengutip dari pendapat Roscoe Pound, maka LaFavre

menyatakan, bahwa pada hakikatnya diskresi berada di antara hukum dan moral

(etika dalam arti sempit). 35


Fokus penegakan hukum sebenarnya terletak pada

faktor-faktor yang mungkin mempengaruhinya. Faktor-faktor tersebut diantara

lainnya yaitu: 36
34
Ahmad Ali, Menguak Tabir Hukum, Ghalia Indonesia , Jakarta, 2012, Hlm.12
35
Kadir Husin, Direksi Dalam Penegakan Hukum Pidana Indonesia, Universitas
Lampung, Bandar Lampung, 2013, Hlm.2.
36
Soerjono Soekanto, Faktor-faktor yang mempengaruhi penegak Hukum, Rajawali
press, Jakarta, 2008, Hlm.8.
31

1) Faktor hukumnya sendiri, yang di dalam tulisan ini akan di batasi pada

undang-undang saja.

2) Faktor penegak hukum, yakni pihak-pihak yang membentuk maupun

menerapkan hukum.

3) Faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum.

4) Faktor masyarakat, yakni lingkungan dimana hukum tersebut berlaku atau

di terapkan.

5) Faktor kebudayaan, yakni sebagai hasil karya, cipta, dan rasa yang di

dasarkan pada karsa manusia di dalam pergaulan hidup.

Kelima faktor tersebut saling berkaitan dengan eratnya, oleh karena itu merupakan

esensi dari penegakan hukum, juga merupakan tolak ukur daripada efektivitas

penegakan hukum. Dengan demikian, maka kelima faktor tersebut akan dibahas

disini, dengan cara mengetengahkan contoh-contoh yang diambil dari kehidupan

masyarakat Indonesia.

Hukum berfungsi sesuai perlindungan kepentingan manusia. Agar

kepentingan manusia terlindungi hukum harus dilaksanakan. Pelaksanaan hukum

dapat berlangsung secara normal, damai, tetapi dapat terjadi juga karena

pelanggaran hukum. Dalam hal ini hukum yang telah dilanggar itu harus di

tegakkan. Melalui penegakan hukum inilah hukum itu menjadi kenyataan. Dalam

menegakkan hukum ada tiga unsur yang selalu harus di perhatikan, yaitu:

kepastian hukum, kemanfaatan, dan keadilan. Penegakan hukum pada prinsipnya

harus dapat memberi manfaat atau berdaya guna (utility) bagi masyarakat, namun

di samping itu masyarakat juga mengharapkan adanya penegakan hukum untuk


32

mencapai suatu keadilan. Kendati itupun demikian tidak dapat di pungkiri, bahwa

apa yang dianggap berguna (secara sosiologis) belum tentu adil, begitu juga

sebaliknya apa yang di rasakan adil (secara filosopis), belum tentu berguna bagi

masyarakat.37

C. Pengertian dan Peraturan Penggalian Pasir dan Gunung

1. Pengertian dan peraturan penggalian pasir

Penambangan pasir ialah penggalian di bawah permukaan tanah baik di

lahan maupun di bawah tanah aliran sungai dengan maksud pengembalian

bahan galian mineral non logam (pasir) yang mempunyai arti ekonomis. 38

Pengertian pertambangan di atur dan sudah di jelaskan dalam Pasal 1 ayat

(1) Undang-undang nomor 4 Tahun 2009 tentang pertambangan mineral dan

batubara bahwa:

“Pertambangan adalah sebagian atau seluruh tahapan kegiatan dalam rangka

penelitian, pengelolaan dan pengusahaan mineral atau batubara yang meliputi

penyelidikan umum, eksplorasi, studi kelayakan, kontruksi, penambangan,

pengolahan, dan pemurnian, pengangkutan dan penjualan, serta kegiatan pasca

tambang”.

37
Sudikno Mertokusumo, Tentang Penemuan Hukum, Cahaya atma Pustaka,
Yogyakarta, 2014 Hlm 15
38
Muhammad Nurfatulloh, “Tingkat Pengetahuan dan Perilaku Ramah Lingkungan
Penambang pasir di sungai krasak”, Indonesia Jurnal of Conservation volum 8 (02), UNNES,
2019, Hlm. 105.
33

Lebih lanjut di jelaskan mengenai pengertian pertambangan mineral pada Pasal 1

Ayat (4) yaitu:

“Pertambangan mineral adalah pertambangan kumpulan yang berupa bijih atau

batuan, di luar panas bumi, minyak dan gas bumi, serta air tanah”.

Secara teknis terdapat 4 (empat) kelompok jenis komoditas tambang, yaitu:

a. Bijih atau batuan

b. Di luar panas bumi

c. Minyak dan gas bumi

d. Air tanah

2. Pengertian Gunung

Gunung adalah suatu bentuk tanah yang menjulang yang letaknya jauh lebih

tinggi daripada tanah-tanah di daerah sekitarnya. Gunung pada umumnya lebih

besar di bandingkan dengan bukit, tetapi pendapat ini tidak murni benar karna ada

bukit di suatu tempat bisa jadi lebih tinggi dibandingkan dengan apa yang disebut

gunung ditempat yang lain. 39

a. Macanm-macam Gunung

Macam-Macam Gunung yang ada di dunia, Gunung merupakan bentuk

permukaan bumi yang menjulang sangat tinggi keatas dan memiliki lereng,

39
Bambang Pranggono, percikan sains dalam Al-Quran, Media Percikan Lama,
Bandung, 2012, Hlm.39-40
34

puncak dan kaki Gunung40 Berdasarkan tipe letusan Gunung berapi yang ada di

dunia gunung berapi dibedakan menjadi tiga macam, yaitu : 41

1) Gunung api starto atau kerucut

Kebanyakan yang ada di dunia gunung berapi merupakan gunung api kerucut.

Kerucut ini terbentuk karena materi letusan gunung berapi merupakan campuran

antara hasil erupsi efusif dan erupsi eksplosif. Sebagian gunung berapi di

sumatera, jawa, bali, nusa tenggara dan maluku termasuk gunung berapi kerucut.

2) Gunung Api Maar.

Gunug api maar terbentuk karena adanya leteusan eksplosif dari dapur magma

yang relative kecil atau dangkal. Contoh gunung api ini antara lain yaitu

Gunung bromo dan Gununr Tangkuban Perahu di Indonesia.

3) Gunung Api Perisai.

Gunung ini terbentuk karena magam yang keluar dari dapur magma yang

bersifat cair. Di Indonesia tidak ada gunung yang berbentuk perisai. Gunung

api contohnya yaitu Maona Loa Hawaii, Amerika serikat.

b. Fungsi Gunung

Fungsi-Fungsi Gunung sebagai berikut :42

1) Gunung sebagai pengendali sumber air

40
Ibid 40
41
Ibid 41
42
A. Yanuar, Seri Sains : Gunung, Alprin, Semarang, 2020, Hlm.2-4
35

Fungsi gunung sangat penting bagi aliran air di sekitarnya. Hal ini karena

kebanyakan hulu sungai beraal dari gunung. Beberapa gunung yang bersalju juga

berfungsi sebagai penampungan air. Gunung salju meleleh pada musim panas dan

dapat mengairi sungai selama musimpanas. Sementara itu aliran sungai yang deras

dapat di manfaatkan sebagai pembangkit listrik.

2) Gunung sebagai tempat hidup berbagai jenis hewan dan tanaman

Gunung memiliki keanekaragaman jenis hewan maupun tumbuhan di ketinggian

yang berbeda. Setiap jenis hewan atau tumbuhan tertentu memiliki adaptasi di tiap

ketinggian di suatu gunung.

3) Gunung sebagai penghasil mineral

Gunung juga di kenal sebagai penghasil-penghasil berbagai sumber mineral.

Gunung yang terbentuk dari proses geologi seperti letusan gunung berapi dan

gempa bumi membawa mneral-mineral yang berharga ke atas dan mendekati

permukaan tanah. Mineral-mineral yang keluar itu kemudian menjadi area

pertambangan yang di manfaatkan untuk berbagai industri.

4) Gunung sebagai tempat berbagai aktivitas

Gunung juga menjadi tempat berbagai aktivitas manusia seperti berkemah,

mendaki, panjat tebing, penelitian, dan sarana rekreasi lainnya.

5) Gunung sebagai penahan dan pengatur angin

Suhu menyebabkan tekanan udara berubah-ubah. Beda tekanan antara satu daerah

dengan daerah yang lain mengakibatkan terjadinya angin. Misalnya perbedaan


36

suhu sebesar 100’C antara kutub dan khatulistiwa dapat menyebabkan angin

bertiup lebih dari 1000 km/jam ke segala arah. Untuk mencegah agar hal ini tidak

terjadi maka di sinilah fungsi gunung di perlukan. Gunung mengendalikan

kecepatan dan arah angin. Gunung menyebabkan penyebaran panas menjadi

merata di seluruh permukaan bumi.

6) Gunung penyubur tanah

Jika gunung berapi meletus, maka magma yang keluar dari dalam perut bumi

mengandung mineral dan unsur hara yang dapat menyuburkan tanah di sekitarnya.

Di samping itu gunung juga mengatur iklim lokal seperti suhu dan arah hujan.

Tanpa adanya gunung berapi maka suatu daerah akan menjadi daerah yang kering

dan tandus seperti hal nya gurun.

3. Golongan-golongan bahan galian

Mengenai penetapan komoditas tambang (yang selanjutnya di sebut dengan

bahan galian) kedalam suatu golongan yang di atur dengan peraturan pemerintah

yaitu peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1980 Penggolongan Bahan-Bahan

Galian Pasal 1, dimana bahan galian dapat di golongkan menjadi beberapa

golongan yaitu:

a. Golongan bahan galian yang strategis adalah:

1) Minyak bumi, bitumen cair, lilin bumi, gas alam;

2) Bitumen padat;

3) Antrasit, batubara, batubara muda, uranium, radium, thorium, dan bahan

radio aktif lainnya


37

4) Nikel, kobalt;

5) Timah;

b. Golongan bahan galian yang vital adalah:

1) mangaan, molibden, khrom, wolfram, vanadium, titan;

2) Bauksit, tembaga, timbale, seng;

3) Emas, platina, perak, air raksa, intan;

4) Arsin, antimony, bismuth;

5) Yatrium, rhutenium, crium, dan logam langka lainnya;

6) Brilium, korudium, zircon, kristal kwarsa;

7) Kriolit, fluorspar, barit, yodium, brom, khlor, belerang;

c. Golongan bahan galian yang tidak termasuk kedalam golongan a dan b

adalah:

1) Nitrat, pospat, garam batu;

2) Asbes, talk, mika, grafit, magnestic;

3) Yarosit, leusit, tawas, oker;

4) Batu permata;

Pengertian dari setiap golongan bahan galian di atas yaitu:

a. Bahan galian strategis yaitu golongan bahan galian yang strategis bagi

pertahanan/keamanan negara dan bagi perekonomian negara.

b. Bahan galian golongan vital yaitu bahan galian yang dapat menjamin

kehidupan masyarakat.
38

c. Bahan galian non strategis dan non vital (golongan c) yaitu bahan galian

yang tidak di anggap mempengaruhi kehidupan masyarakat, baik karena

sifatnya maupun karena kecil depositnya.

4. Peraturan penggalian pasir

kegiatasn pertambangan rakyat dilakukan di dalam suatu wilayah pertambangan

rakyat atau WPR. Kriteria untuk menetapkan WPR menurut Pasal 22 Undang-

undang Nomor 4 Tahun 2009 Tentang pertambangan, adalah sebagai berikut:

a. Mempunyai cadangan mineral sekunder yang terdapat di sungai dan atau

di antara tepi dan tepi sungai.

b. Mempunyai cadangan mineral primer atau batubara dengan maksimal 25

(dua puluh lima) meter.

c. Endapan teras, dataran banjir, dan endapan sungai purba.

d. Luas maksimal wilayah pertambangan rakyat adalah 25 (dua puluh lima)

meter.

e. Menyebutkan jenis komoditas yang akan di timbang.

f. Merupakan wilayah atau tempat kegiatan tambang rakyat yang sudah di

kerjakan sekuang-kurangnya 15 (lima belas) tahun.

Bupati atau walikota memberikan ijin pertambangan rakyat kepada

masyarakat setempat, baik itu perseorangan, maupun kelompok masyarakat.

Kewenangan Gubernur di bidang pertambangan tertuang dalam penerbitan Surat

izin pertambangan daerah (SIPD) yang merupakan kewenangan pemerintah

tingkat 1 (provinsi). Konkretnya, Gubernur berwenang untuk menerbitkan ijin


39

usaha pertambangan bahan galian golongan C seperti yang di atur Peraturan

Pemerintah Nomor 37 Tahun 1986 Tentang penyerahan sebagian urusan

pemerintah di bidang pertambangan kepada pemerintah daerah tingkat 1, yang

meliputi kebijaksanaan untuk mengatur, mengurus, dan mengembangkan usaha

pertambangan bahan galian C sepanjang tidak terletak di lepas pantai dan yang

pengusahanya dilakukan dalam rangka penanaman modal asing. Berarti

kewenangan gubernur dalam bidang pertambangan hanya sebatas pada bahan

galian C dan itupun yang tidak berada di lepas pantai serta tidak dalam rangka

penanaman modal asing. (suparto wijoyo, hukum lingkungan: kelembagaan

pengelolaan lingkungan hidup di daerah, airlangga university press, surabaya:

2005, hlm 32)

D. Ancaman Pidana Terhadap Pelaku Penambanngan Pasir Secara

Ilegal

Ancaman pidana bagi pelaku yang melakukan kegiatan usaha penambangan

secara ilegal atau tanpa izin maka dapat di kenakan pidana sebagaimana tertuang

dalam Pasal 158 sampai Pasal 165 Undang-undang Nomor 4 tahun 2009 tentang

Pertambangan Mineral dan Batubara, menyatakan bahwa:

1. Pasal 158

“setiap orang yang melakukan usaha penambangan tanpa IUP, IPR atau IUPK

sebagaimana dimaksud dalam pasal 37, pasal 40 ayat (3), pasal 48, pasal 67 ayat

(!), pasal 74 ayat (1) atau ayat (5) di pidana dengan pidana penjara paling lama
40

10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp. 10.000.000.000,00 (sepuluh

miliar rupiah)”.

2. Pasal 159

“pemegang IUP,IPR, atau IUPK yang dengan sengaja menyampaikanlaporan

sebagaimana dimaksud dalam pasal 43 ayat (1), pasal 70 huruf e, pasal 81 ayat

(1), pasal 105 ayat (4), pasal 110, atau pasal 111 ayat (1) dengan tidak benar

atau menyampaikan keterangan palsu di pidana dengan pidana penjara paling

lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp. 10.000.000.000,00

(sepuluh miliar rupiah)”.

3. Pasal 60

a. Setiap orang yang melakukan eksplorasi tanpa memiliki IUP atau IUPK

sebagaimana dimaksud dalam pasal 37 atau pasal 74 ayat (1) di pidana

dengan kurungan paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak

Rp.200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah)

b. Setiap orang yang mempunyai IUP eksplorasi tetapi melakukan kegiatan

operasi produksi di pidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima)

tahun dan denda paling banyak Rp. 10.000.000.000,00 ( sepuluh miliar

rupiah).

4. Pasal 161

“setiap orang atau pemegang IUP operasi produksi atau IUPK operasi produksi

yang menampung, memanfaatkan, melakukan pengolahan dan pemurnian,


41

pengangkutan, penjualan mineral dan batubara yang dimaksud dalam pasal 37,

pasal 40 ayat (3), pasal 43 ayat (2), pasal pasal 48, pasal 67 ayat (1), pasal 74

ayat (1), pasal 81 ayat (2), pasal 103 ayat (2), pasal 104 ayat (3), atau pasal 105

ayat (1), di pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp.

10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah)”.

5. Pasal 162

“Setiap orang yang menggangu atau merintangi kegiatan usaha pertambangan

dari pemegang IUP atau IPK yang telah memenuhi syarat-syarat sebagaimana di

maksud dalam pasal 136 ayat (2) di pidana dengan pidana kurungan paling lama

1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp. 100.000.000,00 (seratus juta

rupiah).”

6. Pasal 163

a. Dalam hal tindak pidana sebagaimana di maksud dalam bab ini dilakukan

oleh suatu badan hukum, selain pidana penjara dan denda terhadap

pengurusnya, pidana yang dapat dijatuhkan terhadap badan hukum

tersebut berupa pidana denda dengan pemberatan ditambah 1/3 (satu per

tiga) dari ketentuan maksimum pidana denda yang dijatuhkan.

b. Selain pidana denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1), badan hukum

dapat dijatuhkan pidana tambahan berupa:

1. Pencabutan izin usaha; dan

2. Pencabutan status badan hukum.

7. Pasal 164
42

Selain ketentuan sebagaimana diatur dalam pasal 158 sampai pasal 162

kepada pelaku tindak pidana dapat dikenai pidana tambahan yaitu:

a. Perampasan barang yang digunakan dalam melakukan tindak pidana

b. Perampasan keuntungan yang diperoleh dari tindak pidana; dan

c. Kewajiban membayar biaya yang timbul akibat pidana.

8. Pasal 165

“Setiap orang yang mengeluarkan IUP, IPR, atau IUPK yang

bertentangan dengan undang-undang ini dan menyalahgunakan

kewenangan diberi sanksipidana paling lama 2 (dua) tahun penjara dan

denda paling banyak Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta ruuah).

DAFTAR PUSTAKA
43

Buku
A. Yanuar, Seri Sains : Gunung, Alprin, Semarang, 2020, Hlm.2-4
Adami chazwi, Pelajaran Hukum Pidana Bagian satu, Raja Grafindo Persada,
Jakarta, 2010, Hlm. 71
Adrian Sutedi, Hukum Perizinan Dalam Sektor Pelayanan Publik, Sinar Grafika,
Jakarta, 2010.
Ahmad Ali, Menguak Tabir Hukum, Ghalia Indonesia , Jakarta, 2012, Hlm.12
Amir Ilyas, Asas-asas Hukum Pidana memahami tindak pidana dan
pertanggungjawaban pidana sebagai syarat pemidanaan, Rangkang
Education, Yogyakarta, 2012, hlm.18.
Amirrudin, perpajakan pendekatan teori dan praktik di Indonesia, Salemba
Empat Dua Media, Jakarta, 2012, Hlm 118.
Andi Hamzah, Bunga Rampai Hukum Pidana dan acara Pidana, Ghalia
Indonesia, Jakarta 2011, Hlm 25-27
Arifin Leonarda, Teori-teori hukum klasik dan kontemporen,, Ghalia Indonesia,
Jakarta, 2016, Hlm 131.
Bambang Pranggono, percikan sains dalam Al-Quran, Media Percikan Lama,
Bandung, 2012, Hlm.39-40
Bismoyo, Kajian Hukum Pidana TerhadapPenambangan Pasir Tanpa Izin Di
Sungai Silau Kota Tanjung Balai Persefektif Undang-Undang Nomor 4
Tahun 2009, Skripsi, 2017, Hlm 9.
Bismoyo, Kajian Hukum Pidana TerhadapPenambangan Pasir Tanpa Izin Di
Sungai Silau Kota Tanjung Balai Persefektif Undang-Undang Nomor 4
Tahun 2009,Skripsi, 2017, Hlm 13-14.
Gatot Suparnomo, Hukum Pertambangan mineral dan batu bara di Indonesia,
Rineka Cipta,Jakarta, 2012, Hlm 16.
Iswandi U, Pengelolaan Sumber Daya Alam,Cv Budi Utama,Yogyakarta,2020,
Hlm. 1.

Kadir Husin, Direksi Dalam Penegakan Hukum Pidana Indonesia, Universitas


Lampung, Bandar Lampung, 2013, Hlm.2.
44

Kaelan, Pendidikan Pancasila., Paradigma ,Yogyakarta ,2004, Hlm 160-161.


Lamintang, Dasar-dasar Hukum Pidana Indonesia, PT Rikena Cipta, Jakarta,
2014, Hlm. 183.
Mahrus Ali, Dasar-dasar Hukum Pidana, Sinar Grafika, Jakarta, 2015, Hlm.193.

Moeljatno, Perbuatan Pidana dan Pertanggungjawaban dalam Hukum Pidana,


Bina Aksara, Universitas Indonesia, 1983, hlm 12
Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, PT Remaja Rosdakarya Offset, Bandung,
2017, Hal 6.
Nanda Nugraha, Penegakan Hukum terhadap pelaku Pertambangan Pasir Bahan
Galian C ilegal menurut undang-undang Nomor 4 Tahun 2009 Tentang
Pertambangan, 2019 Skripsi.
Roeslan Saleh, Perbuatan pidana dan pertanggungjawaban pidana; dua
pengertian dasar dalam hukum pidana, Aksara Baru, Jakarta, 1983, hlm
89.
Salim Hs ,Hukum Pertambangan di Indonesia, Raja Grafindo Persada,
Jakarta,2014, Hlm 14.
Salim Hs, Hukum Pertambangan di Indonesia, Raja Grafindo Persada, Jakarta,
2014, Hlm 7.
Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, Pt Citra Aditya Bakti,Bandung, 2014, Hlm 20.
Satochid Kartanegara, Pengertian Melawan HukumI, Redaksi Hukum, Jakarta,
2020, hlm.2.
Soerjono Soekanto, Faktor-faktor yang mempengaruhi penegak Hukum, Rajawali
press, Jakarta, 2008, Hlm.8.
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, UI Press, Jakarta, 2008.
Sudarto, Ilmu Hukum Pidana, Fakultas Hukum Jenderal Soedirman, Purwokerto,
2013, Hlm.3.
Sudikno Mertokusumo, Tentang Penemuan Hukum, Cahaya atma Pustaka,
Yogyakarta, 2014 Hlm 15
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D, Alphabet,
Bandung, 2019 Hlm 95.
45

Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D, Alphabet,


Bandung, 2018, Hlm 86.
Sugiyono,Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D ,Alphabet, Bandung,
2009, Hlm 29.
Sukardi, Metodologi Penelitian pendidikan kompetensi dan praktiknya, Bumi
Aksara, Bandung, 2014, Hlm 158-159.

Peraturan Perundang-undangan

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

Peraturan pemerintah Nomor 27 Tahun 1980 tentang penggolongan bahan galian

Peraturan pemerintah Nomor 37 Tahun 1986 tentang penyerahan sebagian urusan


pemerintah di bidang pertambangan kepada pemerintah daerah tngkat 1

Peraturan Pemerintah Nomor 77 Tahun 2014 tentang perubahan ketiga atas


pemerintah nomor 23 tahun 2010 tentang pelaksanaan kegiatan
pertambangan

UU No. 32 Tahun 2009 Pasal 1 Ayat 9 tentang perlindungan dan pengelolaan


lingkungan hidup

UU No.4 Tahun 2009 tentang pertambangan Mineral dan Batu bara

UU Nomor 22 Tahun 2001 Pasal 33 Ayat 3 tentang Minyak dan Gas Bumi

UU nomor 5 Tahun 1969 tentang Pernyataan Berbagai penetapan presiden dan


peraturan presiden sebagai Undang-undang

Sumber Lainnya

Ahmad Redi, “Dinamika Konsepsi Penguasaan Negara atas Sumber Daya


Alam,”

Jurnal Konstitusi volume 12 Nomor 2 Juni 2015.


46

Dwi,M.Ramadhan,JS.Murdomo, Penegakan Hukum Pidana Terhadap Pelaku


Penambangan Pasir Secara Ilegal, Jurnal,Volume 2 ,2020, Hlm 45.
http://repository.unissula.ac.id/15726/7/Bab%20I.pdf, 11/02/2023, 23:48.
Ibid 40
Ibid 41

Lukman Hakim “Implementasi teori dualitis Hukum Pidana di Dalam RUKHP”


Jurnal Krtha Bhayangkara, volum 13 No 1, Universitas Bhayangkara,
Jakarta, 2019, hlm. 5.
Muhammad Nurfatulloh, “Tingkat Pengetahuan dan Perilaku Ramah Lingkungan
Penambang pasir di sungai krasak”, Indonesia Jurnal of Conservation
volum 8 (02), UNNES, 2019, Hlm. 105.
Nova Yanti Siburian, “Penegakan Hukum terhadap pertambangan pasir bahan
galian C,” Jurnal Fakultas Hukum Volume III Nomor 2 Oktober 2016.

Anda mungkin juga menyukai