Anda di halaman 1dari 7

Abnormalitas pada gigi dapat terjadi karena tekanan pada lingkungan, keturunan dan

dapat bersifat idiopatik. Remodeling enamel gigi tidak terjadi setelah terbentuk, oleh karena
itu kelainan yang timbul selama pembentukan enamel dapat terlihat secara permanen pada
permukaan gigi.

Hypoplasia Enamel

Definisi

Hipoplasia enamel merupakan defek kuantitas yang menyebabkan kontur permukaan enamel

berubah. (1)

Etiologi

Penyebab terjadinya hypoplasia ada dua faktor yaitu faktor sistemik dan faktor

lokal. Faktor sistemik meliputi trauma waktu lahir, infeksi, gangguan nutrisi, penyakit

metabolic dan bahan kimia. Trauma waktu lahir dilaporkan oleh beberapa peneliti terjadi

pada waktu perpindahan kehidupan intra uterine ke ekstra uterin secara normal yang

disebut garis neonatal atau karena ada stress semasa melahirkan misalnya proses

kelahiran yang sulit dan lama atau pada kelahiran dengan operasi. Pada keadaan ini

kelainan enamel mungkin disebabkan adanya perubahan hasil metabolisme karena ada

stress fetal. (2)

Adanya infeksi berat mengakibatkan terjadi perubahan suhu badan yang

berpengaruh pada pembentukan enamel. Pada sifilis kongenital, ameloblas rusak karena

sperochaeta treponema pallidum dan kelainan yang terjadi pada gigi tetap khas, bila

mengenai gigi anterior disebut gigi Hutchinson dan bila mengenai gigi posterior disebut

gigi mulberry. Messelman telah memeriksa kelompok anak yang lahir dari ibu yang

terkena virus rubella pada waktu trimester pertama kehamilan dan ada kelainan pada gigi

sulungnya. Umur anak rata-rata 2,5 yang mana 90% dari mereka menderita hypoplasia
enamel, dibandingkan dengan kelompok kontrol hanya 13% yang menderita hypoplasia

enamel. Penyakit infeksi lainnya yang dapat menyebabkan terjadinya hypoplasia enamel

adalah measles, chicken pox, scarlet fever, hooping cough atau batuk kronis dan

pneumonia karena penyakit ini ditandai dengan suhu tubuh yang tinggi selama beberapa

minggu yang dapat merusak ameloblast (2).

Gangguan nutrisi dilaporkan pada negara berkembang karena adanya malnutrisi.

Selain itu kekurangan vitamin A, C dan D pun dapat mengganggu pembentukan enamel.

Pernah dilaporkan bahwa diare kronik dapat menyebabkan terjadinya hypoplasia enamel

terutama bila terjadi pada usia 6 bulan pertama atau 6 bulan kedua kehidupan ekstra

uterin, karena keadaan ini menyebabkan defisiensi nutrisi. Penyakit metabolic yang

dapat menyebabkan terjadi hypoplasia enamel adalah hiperbilirubinemia dan

hipokalsemia, selain itu lahir premature dan berat badan bayi yang kurang pada waktu

lahir. Pengaruh bahan kimia dilaporkan, keracunan dari ion flour pada masa prenatal

yang berpengaruh pada gigi sulungnya sedang bila terjadi pada masa post natal akan

berpengaruh pada gigi tetapnya. Hal ini terjadi bila ada pemasukan lebih dari 1 ppm yang

berpengaruh pada ameloblas dalam pembentukan enamel (2). Hypoplasia enamel juga

dapat ditemukan pada kondisi pediatrik lain dimana hipokalsemia merupakan tanda

utama seperti Rickets, Prematurity dan Neonatal Tetany (4).

Faktor lokal penyebab terjadinya hypoplasia enamel adalah trauma dan infeksi

apical gigi sulung yang mempengaruhi pembentukan enamel bakal gigi tetap. 2 Gigi

permanen seringkali memiliki area hipoplastik atau hipokalsifikasi pada mahkota yang

dihasilkan dari infeksi atau trauma. Menurut Bauer, dari studi materi otopsi, bahwa

proses inflamasi periapikal pada gigi sulung meluas menuju bakal gigi permanen yang

bersangkutan dan mempengaruhi selama tahap erupsi prefungsional gigi permanen.

Infeksi menyebabkan kegagalan perangsangan perkembangan dinding fibrosa yang akan


melokalisasi lesi. Sebagai gantinya, infeksi menyebar secara difus melalui tulang di

sekitar bakal gigi permanen dan dengan demikian mempengaruhi lapisan pelindung yang

penting pada enamel muda, bagian epitel enamel. Bauer menemukan bahwa dalam

beberapa kasus bagian epitel enamel hancur dan enamel tidak terlindungi dari edema

inflamasi dan jaringan granulasi. Jaringan granulasi kemudian mengikis enamel dan

mengendapkan zat yang terkalsifikasi baik, metaplastik, substansi seperti sementum di

permukaan terexcavasi yang dalam. Pukulan traumatis pada gigi sulung anterior yang

menyebabkan perpindahan apikal gigi tersebut dapat mengganggu pembentukan matriks

atau kalsifikasi gigi permanen di bawahnya. Trauma atau infeksi periapikal yang sering

terjadi menghasilkan defek pada permukaan labial gigi seri permanen. Infeksi pada gigi

sulung yang menetap, meskipun tidak bergejala, tidak dapat dibenarkan (3).

Hipoplasia dikarenakan faktor sistemik dapat mengenai seluruh gigi sulung atau

seluruh gigi tetap atau mengenai keduanya. Hipoplasia yang dikarenakan faktor lokal

biasanya terkena pada satu atau beberapa gigi (2).

Gambaran Klinis

Secara klinis gambaran khas hypoplasia yaitu pada awalnya enamel seringkali

keras dan mengkilap, pada tahap selanjutnya permukaan gigi tidak halus, tipis ada

defisiensi struktur berupa pit atau groove di permukaan enamel. Pada keadaan yang

parah tidak ada struktur enamel di permukaan gigi. Kelainan hypoplasia pada permukaan

gigi kadang mengalami perubahan warna dari putih sampai kecoklatan, bagian incisalnya

menjadi cepat terkikis atau patah menyebabkan dentin terbuka dan bentuk anatomi gigi

tidak baik (1,2)


Gambar 3.6 (A). Hipoplasia enamel kronologis setelah penyakit anak sejak usia 11 bulan hingga
sekitar 18 bulan. Tepi insisal gigi seri lateral rahang atas terpengaruh. Untungnya, terdapat
sedikit hipomineralisasi pada gigi, membuat gigi lebih mudah dipulihkan dengan resin komposit.
(B) Hipoplasia kronologis dapat mempengaruhi gigi sulung, anak ini adalah anak yang
mengalami gawat janin dan aspirasi mekonium saat dilahirkan. Hal ini memungkinkan ujung
cusp gigi molar permanen pertama juga terpengaruh. (C) Bentuk lain hypoplasia kronologis.
Perhatikan bahwa ada enamel normal di daerah serviks dan gigi sulung tidak terpengaruh. (D)
Hipoplasia terlokalisasi pada gigi sulung. Anomali ini terlihat sebagai kerusakan pada permukaan
labial gigi kaninus sulung dan sering menjadi karies. Area kecil hipoplasia terlihat pada gigi
kaninus kanan atas, dan semua gigi taring lainnya mengalami gigi karies, sedangkan sisa gigi
lainnya bebas karies. (1)

Table 1. FDI 1981 mengklasifikasikan hypoplasia enamel sebagai berikut:

A 0 : Normal

B 1 : Opak, Warna Putih Susu Pada Permukaan Enamel

C 2 : Opak, Warna Kuning Coklat Pada Enamel

D 3 : Hypoplasia, Pit Pada Permukaan Enamel

E 4 : Hipoplasia, Groove Horizontal

F 5 : Hipoplasia, Groove Vertikal

G 6 : Hipoplasia, Hilang Permukaan Enamel

H 7 : Hipoplasia, Perubahan Warna Enamel (Tidak Sama Dengan

A,

B atau 0, 1)

I 8 : Kelainan Permukaan Enamel Bentuk Lain


Untuk menentukan derajat keparahan dari hypoplasia enamel, gigi harus dalam

keadaan kering dan bersih dengan dilakukan terlebih dahulu profilaksis oral dan

pemeriksaan dilakukan dalam ruang yang cukup sinar agar kelainan dapat terlihat dengan

baik. (2)

Tipe lain dari hypoplasia enamel dapat dibedakan menjadi; pit type, plane type, dan

linear enamel type. Perbedaan yang dapat dilihat pada tipe ini ada pada warna, histology,

porositas, dan kandungan minera. Defek kuning kecoklatan lebih dalam, memanjang dari

dento-enamel junction ke permukaan enamel, sedangkan defek berwarna putih krim

biasanya lebih sedikit berporus dan terbatas pada enamel bagian dalam. Secara biokimia,

ditemukan bahwa enamel yang mengalami hipomineralisasi memiliki kandungan karbon

dan kadar kalsium yang lebih tinggi, fosfor yang lebih rendah dibandingkan enamel

normal. (4)

Patogenesis Hipoplasia Enamel

Perkembangan gigi dibagi menjadi beberapa tahapan morfologi, tahapan tersebut

diberi nama sesuai dengan bentuk organ enamel yaitu bud stage, cap stage dan bell

stage. Empat jenis sel epitel berbeda dapat dibedakan pada pemeriksaan bell stage organ

enamel oleh mikroskopis cahaya, yaitu inner enamel epithelium, stratum intermedium,

stellate reticulum, dan outer enamel epithelium. Inner enamel epithelium terdiri dari sel

lapisan tunggal yang berdiferensiasi sebelum amelogenesis, menjadi sel kolumnar tinggi

yang disebut ameloblas. Ameloblas adalah sel-sel yang memproduksi enamel. Tahapan

perkembangan ameloblas terbagi menjadi enam tahap yaitu morphogenetic, organizing,

formatitive, maturative, protective dan desmolytic.

Amelogenesis merupakan pembentukan enamel yang terjadi selama fase formative

dan maturative ameloblas. Amelogenesis sendiri terjadi dalam tiga tahap. Pada tahap
pertama, matriks enamel disekresikan oleh ameloblas pada fase formative. Tahap kedua,

terjadi kalsifikasi dan tahap akhir terjadi maturasi enamel, yang terjadi pada fase

maturative ameloblas. Hypoplasia enamel adalah kelainan struktur enamel yang terjadi

karena adanya gangguan fungsi ameloblas pada tahap formatif, sehingga pembentukan

enamel tidak sempurna. Adanya faktor lokal atau sistemik yang mengganggu

pembentukan matriks enamel normal menyebabkan kelainan kuantitas gigi yang disertai

defek dan ketidakteraturan permukaan enamel yang disebut hypoplasia enamel (3,4,5)

DAFTAR PUSTAKA

1. Cameron AC, Widmer RP, editors. Handbook of Pediatric Dentistry. 4th ed. Mosby
Elsevier; 2013
2. Indiarti IS. Penatalaksanaan Gigi Hipoplasia Enamel. JKGUI. 2000;7(Edisi
Khusus):132–6
3. Dean JA, Jones JE, Walker Vinson LQA. McDonald and Avery’s Dentistry for the
Child and Adolescent: Tenth Edition. 2015
4. Krishan K, Garg A, Kanchan T, Machado M, Rao A. Enamel hypoplasia and its role
in identification of individuals: A review of literature. Indian J Dent. 2015;6(2):99.
5. Kumar GS. ORBAN’s Oral Histology & Embryology. 14th ed. Elsevier Inc.; 2015.
6.

Anda mungkin juga menyukai