Anda di halaman 1dari 13

A.

Definisi
Masa nifas atau masa puerperium adalah masa setelah partus selesai dan berkahir
setelah kira-kira 6 minggu (Kapita Selekta Kedokteran,2001)
Masa puerpenium (nifas) adalah masa setelah partus selesai dan berakhir kira-
kira 6-8 minggu. Akan tetapi seluruh alat genetal baru pulih kembali seperti sebelumnya
ada kehamilan dalam waktu 3 bulan. (Ilmu Kebidanan,2007).
Puerperium / nifas adalah masa sesudah persalinan dimulai setelah kelahiran
plasenta dan berakhirnya ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum
hamil, masa nifas berlangsung selama ± 6 minggu. Post partum adalah proses lahirnya
bayi dengan tenaga ibu sendiri, tanpa bantuan alat-alat serta tidak melukai ibu dan bayi
yang umumnya berlangsung kurang dari 24 jam. (Mansjoer,2007).
Post partum adalah masa 6 minggu sejak bayi lahir sampai organ-organ
reproduksi sampai kembali ke keadaan normal sebelum hamil (Bobak,2010)
Jadi masa nifas adalah masa setelah melahirkan sampai alat kandungan kembali
seperti semula/seperti sebelum hamil.

Masa nifas/ peurpenium dibagi dalam 3 periode :

a. Puerpenium dini : kepullihan dimana ibu telah diperbolehkan berdiri dan berjalan-
jalan.
b. Puerpenium intermedial : kepulihan menyeluruh alat-alat genetalia yang lamanya 6-8
minggu.
c. Remote puerpenium : waktu yang diperlukan untuk pulih dan sehat sempurna
terutama bila selama hamil atau waktu persalinan mempunyai komplikasi . Waktu
untuk sehat sempurna bisa berminggu-minggu, bulanan atau tahunan.
B. Adaptasi Fisiologi
a. Involusi.

Involusi adalah suatu keadaan dimana uterus secara berangsur-angsur menjadi


kecil sehingga akhirnya kembali seperti sebelum hamil. Segera setelah plasenta lahir,
TFU kurang lebih 2 jari dibawah pusat. Pada hari ke-5 TFU setengah pusat. Simpisis
dan pada hari ke-12 uterus sudah tidak teraba lagi diatas simpisis dan setelah 6
minggu uterus sudah mencapai ukuran normal (Arif Mansjoer, 2000).

b. Luka-luka jalan lahir bila tidak disertai infeksi akan sembuh dalam 6-7 hari
c. Lochea : cairan sekret yang berasal dari kavum uteri dan vagina dalam masa nifas.
(1) Lochea rubra : berisi darah segar dan sisa-sisa selaput ketuban, sel-sel desidua,
verniks kasensa, lanuga, dan mekonium,selama 2 hari pasca persalinan.
(2) Lochea sanguinolenta : berwarna merah kuning berisi darah dan lendir, hari ke 3-7
pasca persalinan.
(3) Lochea serosa : warna kuning, cairan tidak berdarah lagi, pada hari ke 7-9 pasca
persalinan
(4) Lochea alba : cairan putih setelah 2 minggu
(5) Lochea purulenta : terjadi infeksi, keluar cairan seperti nanah berbau busuk
(6) Locheastasis : lochea tidak lancar keluarnya
d. Serviks

Setelah persalinan, bentuk servik agak menganga seperti corong berwarna


merah kehitaman, konsistensinya lunak, kadang-kadang terdapat perlukaan-perlukaan
kecil. Setelah bayi lahir, tangan masih bisa masuk rongga rahim, setelah 2 jam dapat
dilalui oleh 2-3 jari dan setelah 7 hari hanya dapat dilalui 1 jari.

e. Payudara
 Keluar kolostrum
 Hiperpigmentasi areola mamae
 Buah dada agak bengkak dan membesar
f. Perineum

Luka pada vagina dan serviks yang tidak luas akan sembuh primer. Bila
dilakukan episiotomy akan terjadi nyeri pada luka di perineum, menyebabkan ibu
takut BAB dan perih saat kencing.

C. Etiologi
Etiologi Post Partum dibagi 2 ;
a. Etiologi
1) Atonia uteri
2) Laserasi jalan lahir ; robekan jalan lahir
3) Hematoma
b. Etiologi post partum lambat
1) Tertinggalnya sebagian plasenta
2) Subinvolusi di daerah insersi plasenta
3) Dari luka bekas secsio sesaria
D. Perawatan Pasca Persalinan
2. Mobilisasi

Karena lelah sehabis bersalin, ibu harus istirahat, tidur terlentang selama 8 jam
pasca persalinan. Kemudian boleh miring-miring ke kanan dan kiri untuk mencegah
terjadinya thrombosis dan tromboemboli. Pada hari ke-2 diperbolehkan duduk, hari
ke-3 jalan-jalan dan hari 4-5 sudah diperbolehkan pulang.

3. Diet
Makanan harus bermutu, bergizi dan cukup kalori, sebaiknya makan-makanan
yang mengandung protein, banyak cairan, sayur-sayuran dan buah-buahan.
4. Miksi
Hendaknya kencing dilakukan sendiri secepatnya. Bila kandung kemih penuh
dan sulit tenang, sebaiknya dilakukan kateterisasi. Dengan melakukan mobilisasi
secepatnya tak jarang kesulitan miksi dapat diatasi.

5. Defekasi

Bila terjadi obstipasi dan timbul koprostase hingga skibala tertimbun di


rectum, mungkin terjadi febris. Lakukan klisma atau berikan laksan peroral ataupun
perektal. Dengan melakukan mobilasasi sedini mungkin tidak jarang kesulitan
defekasi dapat diatasi.

6. Perawatan payudara

Dimulai sejak wanita hamil supaya putting susu lemas, tidak keras dan kering
sebagai persiapan untuk menyusui bayi.

Jika putting rata sejak hamil ibu dapat menarik-narik puting susu. Ibu harus
tetap menyusui agar putting selalu sering tertarik.

Putting Lecet. Putting lecet dapat disebabkan cara menyusui atau perawatan
payudara yang tidak benar dan infeksi monilia. Penatalaksanaan dengan tehnik
menyusui yang benar, putting harus kering saat menyusui, putting diberi lanolin,
monilia diterapi dan menyusui pada payudara yang tidak lecet. Bila lecetnya luas
menyusui di tunda 24-48 jam dan ASI dikeluarkan dengan tangan atau dipompa.

Payudara bengkak. Payudara bengkak disebabkan pengeluaran ASI yang tidak


lancar karena bayi tidak cukup sering menyusui atau terlalu cepat disapih.
Penatalaksanaanya dengan menyusui lebih sering, kompres hangat. Susu dikeluarkan
dengan pompa dan pemberian analgesic.

Mastitis. Payudara tampak edema, kemerahan dan nyeri yang biasanya terjadi
beberapa minggu setelah melahirkan. Penetalaksanaan dengan kompres
hangat/dingin, pemberian antibiotic dan analgesic, menyusui tidak dihentikan.

Abses payudara. Pada payudara dengan abses ASI dipompa, abses di insisi,
diberikan antibiotic dan analgesic.

Bayi yang tidak suka menyusui. Keadaan ini dapat disebabkan pancaran ASI
yang terlalu kuat sehingga mulut bayi terlalu penuh, bingung putting pada bayi yang
menyusui diselang seling dengan susu botol, putting rata dan terlalu kecil atau bayi
mengantuk. Pancaran ASI yang terlalu kuat diatasi dengan menyusui lebih sering,
memijat payudara sebelum menyusui, serta menyusui dengan terlentang dengan bayi
ditaruh diatas payudara. Pada bayi dengan bingung putting, hindari dengan
pemakaian dot botol dan gunakan sendok atau pipet untuk memberikan pengganti
ASI. Pada bayi mengantuk yang sudah waktunya diberikan ASI, usahakan agar bayi
terbangun.

Dianjurkan sekali supaya ibu menyusukan bayinya karena sangat baik untuk
kesehatan bayinya.

7. Laktasi

Disamping ASI merupakan makanan utama bayi yang tidak ada


bandingannya, Menyusui bayi sangat baik untuk menjelmakan rasa kasih sayang
antara ibu dan anak.

Setelah partus, pengaruh menekan dari estrogen dan progesterone terhadap


hipofisis hilang. Timbul pengaruh lactogen hormone (prolaktin) kembali dan
pengaruh oksitosin mengakibatkan miopitelium kelenjar susu berkontraksi, sehingga
terjadi pengeluaran air susu. Umumnya produksi ASI berlangsung pada hari ke-2-3 .

Pada hari pertama, air susu mengandung kolostrum yang merupakan cairan
kuning lebih kental daripada susu, mengandung banyak protein dan globulin.

8. Perasaan mulas
sesudah partus akibat kontraksi uterus kadang sangat menggangu selama 2-3
hari pasca persalinan dan biasanya lebih sering pada multipara dibanding primipara.
Perasaan mulas lebih terasa saat menyusui, dapat pula timbul bila masih ada sisa
selaput ketuban, sisa plasenta atau gumpalan darah dalam kavum uteri. Pasien dapat
diberikan analgesic atau sedative.
9. Latihan senam dapat diberikan mulai hari ke 2 misalnya:
 Ibu terlentang lalu kedua kaki ditekuk, kedua tangan diatruh di atas dan menekan
perut. Lakukan pernafasan dada lalu pernafasan perut.
 Dengan posisi yang sama, angkat bokong lalu taruh kembali.
 Kedua kaki diluruskan dan disilangkan, lalu kencangkan otot seperti menahan
miksi dan defekasi.
 Duduklah pada kursi, perlahan bungkukkan badan sambil tangan berusaha
menyentuh tumit.
10. Pemeriksaan pasca persalinan
 Pemeriksaan umum : TD, nadi, keluhan, dll
 Keadaan umum : suhu, selera makan, dll
 Payudara : ASI, putting susu
 Dinding perut : perineum, kandung kemih, rectum
 Sekret yang keluar misalnya lochea, flour albus
11. Fisioterapi post natal sangat baik bila diberikan
Ibu diharapkan kembali memeriksakan diri pada 6 minggu pasca persalinan.
Pemeriksaan dilakukan untuk melihat keadaan umum, keadaan payudara dan
putingnya, dinding perut apakah ada hernia, keadaan perineum, kandung kemih dan
adanya flour albus.

Kelainan yang dapat ditemukan selama nifas ialah infeksi nifas, perdarahan
pasca persalinan dan eklamsia puerpurale.

E. Tanda- Tanda Bahaya Post Partum


 Perdarahan vagina yang hebat atau tiba-tiba bertambah banyak
 Pengeluaran vagina yang baunya menusuk
 Rasa sakit dibagian bawah abdomen atau punggung
 Sakit kepala terus menerus, nyeri ulu hati, atau masalah penglihatan
 Pembengkakan di wajah / tangan
 Demam, muntah, rasa sakit waktu BAK, merasa tidak enak badan
 Payudara berubah menjadi merah, panas, dan atau terasa sakit
 Kehilangan nafsu makan dalam waktu yang sama
 Rasa sakit, merah, lunak, dan pembengkakan di kaki
 Merasa sedih, tidak mampu mengasuh sendiri bayinya/diri sendiri
 Merasa sangat letih/ nafas terengah-engah
F. Pathways

G. Pemeriksaan Penunjang
a). Darah lengkap : Hb , WBC , PLT
b). Elektrolit sesuai indikasi

H. Asuhan Keperawatan

I. Pengkajian

a). Keluhan Utama

Sakit perut , perdarahan , nyeri pada luka jahitan , takut bergerak

b) Riwayat Kehamilan

Umur kehamilan serta riwayat penyakit menyetai

c) Riwayat Persalinan
Tempat persalinan, normal atau terdapat komplikasi, keadaan bayi, keadaan ibu

d) Riwayat Nifas Yang Lalu


Pengeluaran ASI lancar / tidak, BB bayi, riwayat ber KB / tidak
1. Pemeriksaan Fisik
 Keadaan umum pasien
 Abdomen
 Saluran cerna
 Alat kem
 Lochea
 Vagina
 Perinium + rectum
 Ekstremitas
 Kemampuan perawatan diri
2. Pemeriksaan psikososial
 Respon + persepsi keluarga
 Status psikologis ayah , respon keluarga terhadap bayi

H. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan dengan trauma mekanis, edema / pembesaran jaringan atau
distensi efek – efek hormonal
2. Ketadakefektifan menyusui berhubungan dengan tingkat pengetahuan, pengalaman
sebelumnya, tingkat dukungan, karakteristik payudara
3. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan trauma jaringan, penurunan Hb,
prosedur invasive, pecah ketuban, malnutris
4. Perubahan eliminasi urine berhubungan dengan efek hormonal, trauma mekanis,
edema jaringan, efek anastesi ditandai dengan distensi kandung kemih, perubahan –
perubahan jumlah / frekuensi berkemih
5. Resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan berhubungan dengan penurunan
masukan / penggantian tidak adekuat, kehilangan cairan berlebih (muntah, hemoragi,
peningkatan keluaran urine)
6. Konstipasi berhubungan dengan penurunan tonus otot, efek progesteron, dehidrasi,
nyeri perineal ditandai dengan perubahan bising usus, feses kurang dari biasanya
7. Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) mengenai perawatan diri dan bayi
berhubungan dengan kurang pemahaman, salah interpretasi tidak tahu sumber –
sumber
8. Keterbatasan gerak dan aktivitas berhubungan dengan nyeri luka jahitan perineum.
I. Perencanaan

Dx 1 : Nyeri akut berhubungan dengan trauma mekanis, edema / pembesaran jaringan


atau distensi efek – efk hormonal.

Tujuan dan Kreteria Evaluasi :

Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan nyeri ibu berkurang dengan criteria
evaluasi: skala nyeri 0-1, ibu mengatakan nyerinya berkurang sampai hilang, tidak
merasa nyeri saat mobilisasi, tanda vital dalam batas normal. S = 36-370C. N = 60-80
x/menit, TD = 120/80 mmhg, RR= 18 – 20 x / menit

Intervensi dan Rasional:

a. Monitor TTV
Rasional : Mengetahui Keadaan umum Klien
b. Kaji ulang skala nyeri

Rasional : mengidentifikasi kebutuhan dan intervensi yang tepat

c. Anjurkan ibu agar menggunakan teknik relaksasi dan distraksi rasa nyeri

Rasional : untuk mengalihkan perhatian ibu dan rasa nyeri yang dirasakan

d. Motivasi : untuk mobilisasi sesuai indikasi


Rasional : memperlancar pengeluaran lochea, mempercepat involusi dan mengurangi
nyeri secara bertahap.
e. Berikan kompres hangat
Rasional : meningkatkan sirkulasi pada perineum

e. Delegasi pemberian analgetik

Rasional : melonggarkan system saraf perifer sehingga rasa nyeri berkurang

Dx 2 : Ketadakefektifan menyusui berhubungan dengan tingkat pengetahuan,


pengalaman sebelumnya, tingkat dukungan, karakteristik payudara.

Tujuan dan Kreteria Evaluasi :

Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan ibu dapat mencapai kepuasan


menyusui dengan criteria evaluasi: ibu mengungkapkan proses situasi menyusui, bayi
mendapat ASI yang cukup.

Intervesi dan Rasional:

a. Kaji ulang tingkat pengetahuan dan pengalaman ibu tentang menyusui sebelumnya.
Rasional: membantu dalam mengidentifikasi kebutuhan saat ini agar memberikan
intervensi yang tepat.
b. Demonstransikan dan tinjau ulang teknik menyusui
Rasional: posisi yang tepat biasanya mencegah luka/pecah putting yang dapat
merusak dan mengganggu.
c. Anjurkan ibu mengeringkan puting setelah menyusui

Rasional : agar kelembapan pada payudara tetap dalam batas normal.

Dx 3 ; Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan trauma jaringan, penurunan

Hb, prosedur invasive, pecah ketuban, malnutrisi

Tujuan dan Kreteria Evaluasi:

Setelah diberikan askep diharapkan infeksi pada ibu tidak terjadi dengan KE : dapat
mendemonstrasikan teknik untuk menurunkan resiko infeksi, tidak terdapat tanda-tanda
infeksi.

Intervensi dan Rasional:

a. Kaji lochea (warna, bau, jumlah) kontraksi uterus dan kondisi jahitan episiotomi.
Rasional : untuk dapat mendeteksi tanda infeksi lebih dini dan mengintervensi
dengan tepat.
b. Sarankan pada ibu agar mengganti pembalut tiap 4 jam.
Rasional : pembalut yang lembab dan banyak darah merupakan media yang menjadi
tempat berkembangbiaknya kuman.
c. Pantau tanda-tanda vital.
Rasional : peningkatan suhu > 38°C menandakan infeksi.

d. Lakukan rendam bokong.


Rasional : untuk memperlancar sirkulasi ke perinium dan mengurangi udema.
e. Sarankan ibu membersihkan perineal dari depan ke belakang.
Rasional : membantu mencegah kontaminasi rektal melalui vaginal.

Dx 4 ; Perubahan eliminasi urine berhubungan dengan efek hormonal, trauma


mekanis, edema jaringan, efek anastesi ditandai dengan distensi kandung kemih,
perubahan – perubahan jumlah / frekuensi berkemih.

Tujuan dan Kreteria Evaluasi:


Setelah diberikan askep diharapkan ibu tidak mengalami gangguan eliminasi (BAK)
dengan KE: ibu dapat berkemih sendiri dalam 6-8 jam post partum tidak merasa sakit saat
BAK, jumlah urine 1,5-2 liter/hari.

Intervensi dan Rasional:

a. Kaji dan catat cairan masuk dan keluar tiap 24 jam.

Rasional: mengetahui balance cairan pasien sehingga diintervensi dengan tepat.

b. Anjurkan berkamih 6-8 jam post partum.

Rasional: melatih otot-otot perkemihan.

c. Berikan teknik merangsang berkemih seperti rendam duduk, alirkan air keran.
Rasional: agar kencing yang tidak dapat keluar, bisa dikeluarkan sehingga tidak ada
retensi.
d. Kolaborasi pemasangan kateter.
Rasional: mengurangi distensi kandung kemih.

Dx 5 : Resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan berhubungan dengan


penurunan masukan/penggantian tidak adekuat, kehilangan cairan berlebih (muntah,
hemoragi, peningkatan keluaran urine)

Tujuan dan Kreteria Evaluasi:

Setelah diberikan askep ibu diharapkan tidak kekurangan volume cairan dengan KE :
cairan masuk dan keluar seimbang, Hb/Ht dalam batas normal (12,0-16,0 gr/dL)

Intervensi dan Rasional:

a. Ajarkan ibu agar massage sendiri fundus uteri.


Rasional: memberi rangsangan pada uterus agar berkontraksi kuat dan mengontrol
perdarahan.

b. Pertahankan cairan peroral 1,5-2 Liter/hari.

Rasional: mencegah terjadinya dehidrasi.

c. Observasi perubahan suhu, nadi, tensi.

Rasional: peningkatan suhu dapat memperhebat dehidrasi.

d. Periksa ulang kadar Hb/Ht.

Rasional: penurunan Hb tidak boleh melebihi 2 gram%/100 dL.


Dx 6 : Konstipasi berhubungan dengan penurunan tonus otot, efek progesteron,
dehidrasi, nyeri perineal ditandai dengan perubahan

Tujuan dan Kreteria Evaluasi:

Setelah diberikan askep diharapkan konstipasi tidak terjadi pada ibu dengan KE : ibu
dapat BAB maksimal hari ke 3 post partum, feses lembek.

Intervensi dan Rasional:

a. Anjurkan pasien untuk melakukan ambulasi sesuai toleransi dan meningkatkan secara
progresif.

Rasional: membantu meningkatkan peristaltik gastrointestinal.

b. Pertahankan diet reguler dengan kudapan diantara makanan, tingkatkan makan buah
dan sayuran.
Rasional: makanan seperti buah dan sayuran membantu meningkatkan peristaltik
usus.
c. Anjurkan ibu BAB pada WC duduk.

Rasional: mengurangi rasa nyeri.

d. Kolaborasi pemberian laksantia supositoria.

Rasional: untuk mencegah mengedan dan stres perineal.

Dx 7 : Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) mengenai perawatan diri dan bayi


berhubungan dengan kurang pemahaman, salah interpretasi tidak tahu sumber – sumber

Tujuan dan Kreteria Evaluasi:

Setelah diberikan askep diharapkan pengetahuan ibu tentang perawatan dini dan bayi
bertambah dengan KE : mengungkapkan kebutuhan ibu pada masa post partum dan dapat
melakukan aktivitas yang perlu dilakukan dan alasannya seperti perawatan bayi,
menyusui, perawatan perinium.

Intervensi dan Rasional:

a. Berikan informasi tentang perawatan dini (perawatan perineal) perubahan fisiologi,


lochea, perubahan peran, istirahat, KB.
Rasional: membantu mencegah infeksi, mempercepat penyembuhan dan berperan
pada adaptasi yang positif dari perubahan fisik dan emosional.
b. Berikan informasi tentang perawatan bayi (perawatan tali pusat, ari, memandikan dan
imunisasi).
Rasional: menambah pengetahuan ibu tentang perawatan bayi sehingga bayi tumbuh
dengan baik.
c. Sarankan agar mendemonstrasikan apa yang sudah dipelajari.

Rasional : memperjelas pemahaman ibu tentang apa yang sudah dipelajari.

Dx 8 ; Keterbatasan gerak dan aktivitas berhubungan dengan nyeri luka jahitan


perineum.

Tujuan dan Kreteria Evaluasi:

Setelah diberikan askep diharapkan gerak dan aktivitas terkoordinasi dengan KE : sudah
tidak nyeri pada luka jahitan saat duduk, luka jahitan perinium sudah tidak sakit (nyeri
berkurang).

Intervensi dan Rasional:

a. Anjurkan mobilisasi dan latihan dini secara bertahap.

Rasional : meningkatkan sirkulasi dan aliran darah ke ekstremitas bawah.

b. KIE perawatan luka jahitan periniom.

Rasional : mempercepat kesembuhan luka sehingga memudahkan gerak dan aktivitas.

c. Kolaborasi pemberian analgetik.

Rasional : melonggarkan sistem saraf parifer sehingga rasa nyeri berkurang


DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, L.J. 2001. Buku Saku Diagnosa Keperawatan Edisi 8. Jakarta : EGC.

Doenges, M.E. 2001. Rencana Asuhan Keperawatan Maternal Edisi 3. Jakarta : EGC

Mansjoer, Arif,dkk. 2007.Kapita Selekta Kedokteran Edisi 3.Jakarta: FKUI

Prawirohardjo, S. 2009. Buku acuan nasional pelayanan kesehatan maternal dan

neonatal. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka

Anda mungkin juga menyukai