POS PARTUM
A. Pengertian
Masa nifas atau masa puerpurium adalah masa dimana setelah partus selesai
dan berakhir setelah kira-kira 6 minggu (Mansjoer, 2000: 316). Masa nifas
(puerpurium) adalah periode waktu masa dimana organ-organ reproduksi kembali
kepada keadaan tidak hamil. Masa ini membutuhkan waktu sekitar 6 minggu. Proses
perubahan pada organ-organ reproduksi sebagai involusio (Farier, 1999 : 225). Masa
nifas (puerpurium) adalah masa pulih kembali, mulai dari persalinan selesai sampai
alat-alat kandungan kembali seperti sebelum hamil. Lama masa nifas yaitu 6-8
minggu ( Mochtar, 1998 : 115 ).
B. Fisiologis
1. Involusio Uterus
Setelah persalinan uterus akan mengalami involusio dengan cepat selam
7-10 hari, kemudian berlanjut secara berangsur-angsur sampai kembali seperti
semula setelah 6 minggu berat uterus dari 1000 gram menjadi 50 gram,
dengan panjang ± 8 cm dan penurunan tinggi fundus uteri ± 1cm setiap
harinya.
2. Kontraksi uterus
Setelah persalinan kontraksi uterus akan mengalami penurunan oleh
karena itu perlu diberi obat uterotonika agar kontraksi dapat dipertahankan
dan dapat menjepit pembuluh darah bekas perlakatan placenta sehingga
menurunkan perdarahan post partum
3. After pain
Rasa sakit yang mencengkeram perut bagian bawah sering terjadi pada
hari ke 7-10
4. Lochea
Pengeluaran secret/darah dan jaringan deciduas yang nekrosis dari uterus
selama masa nifas dengan jumlah dan warna yang progresif menurun dan
berkurang
- Lochea rubra yaitu berisi darah segar dan sisa – sisa selaput ketuban, sel –
sel desidu, verniks kaseosa, lanugo dan mekonium, selama 2 hari paska
persalinan
- Lochea Sanguinolenta yaitu berwarna merah kuning berisi darah dan
lendir, hari ke 3 – 7 pasca persalinan
- Lochea serosa yaitu berwarna kuning cairan tidak berdarah lagi pada hari
ke 7 – 14 pasca persalinan
- Lochea alba yaitu cairan putih setelah 2 minggu
1
- Lochea purulenta yaitu terjadi infeksi, keluar cairan seperti nanah dan
berbau busuk
- Lochea stasis yaitu lochea yang tidak lancar keluarnya
5. Cervik
Segmen bawah rahim (SBR) dan servik tampak oedem, tipis dan terbuka
pada beberapa jam setelah melahirkan, setelah 18 jam servik akan memendek,
konsistensinya agak mengeras, bentuknya akan kembali seperti semula hanya
sedikit terbuka dan melebar atau Fish Mouth
6. Vulva dan Vagina
Setelah 3 minggu vulva dan vagina kembali pada keadaan sebelum
hamil dalam vagina berangsur – angsur akan muncul kembali sementara labil
menjadi menonjol
7. Perineum
Perineum menjadi kendor dan bengkak karena persalinan. Pada hari ke-
5 sudah dapat kembbali mendapatkan tonusnya, relaksasi dasar panggul dan
otot abdomen di pertahankan
8. Payudara
Terjadi perubahan dengan maturitas selama masa nifas, menjadi lebih
besar, kencang dan rasa nyeri bila digerakkan hal ini karena produksi ASI,
semua ini atas pengaruh hormone prolaktin
2
Defekasi secara normal akan terhambat pada minggu 1 akibatnya dari
motilitas usus, akibatnya sering terjadi konstipasi
6. Sistem musculoskeletal
Berkurangnya tonus abdomen menjadi lembek dan lemah, senam nifas
akan membantu membentuk dan mengembalinya otot ke keadaan normal
7. Sistem integument
Cloasma gravidarum, linea nigra dan strie belum hilang secara
sempurna, spider angioma, eritema palmar akan hilang secara berangsur-
angsur sesuai dengan penurunan estrogen
E. Fisiologi Laktasi
Laktasi atau menyusui mempunyai dua pengertian yaitu produksi dan
pengeluaran ASI. Payudara mulai dibentuk sejak embrio berumur 18-19 minggu dan
baru selesai ketika mulai menstruasi, d terbentuknya hormone estrogen dan
progesterone yang berfungsi untuk maturasi alveoli. Sedangkan hormone prolaktin
3
adalah hormone yang berfungsi untuk produksi ASI disamping hormone lain seperti
insulin,tiroksin dan sebagainya.
Selama kehamilan, hormone prolaktin dari plasenta meningkat tetapi ASI
biasanya belum keluar karena masih dihambat oleh kadar estrogen yang tinggi. Pada
hari kedua atau ketiga pasca persalinan,kadar estrogen dan progesterone turun drastis,
sehingga pengaruh prolaktin lebih dominant dan pada saat inilah mulai terjadi sekresi
ASI. Dengan menyusukan lebih dini, terjadi perangsangan puting susu, terbentuklah
prolaktin oleh hipofisis, sehingga sekresi ASI makin lancer. Dua reflek pada ibu yang
sangat penting dalam proses laktasi, reflek prolaktin dan reflek aliran timbul akibat
rangsangan puting susu oleh isapan bayi.
1. Reflek prolactin
Seperti telah dijelaskan dimuka, dalam puting susu terdapat banyak ujung saraf
sensoris. Bila ini dirangsang, timbul impuls ynag menuju hipotalamus selanjutnya
kekelenjar hipofisis bagian depan sehingga kelenjar ini mengeluarkan hormone
prolaktin. Hormon inilah yang berperan dalam produksi ASI di tingkat Alveoli.
Dngan demikian mudah di pahami bahwa makin sering rangsangan penyusuan
makin banyak pula produksi ASI.
2. Reflek aliran
Rangsangan puting susu tidak hanya diteruskan sampai ke kelenjar hipofisis
depan, tetapi ke kelenjar hipofisis bagian belakang, yang mengeluarkan hormone
oksitosin. Hormon ini berfungsi memaju kontraksi otot polos yang ada di dinding
alveolus dan dinding saluran, sehingga ASI di pompa keluara.
Tiga reflek yang penting dalam mekanisme hisapan bayi adalah
1. Refleks menangkap (rooting reflex)
Timbul bila bayi baru lahir tersentuh pipinya, bayi akan menoleh kearah
sentuhan. Bila bibirnya dirangsang dengan papilla mamae, maka bayi akan
mencoba mulut dan berusaha untuk menangkap puting susu.
2. Refleks menghisap
Reflek ini timbul apabila langit – langit mulut bayi tersentuh, biasanya
oleh puting. Supaya puting mencapai bagian belakang palatum, maka
sebagian besar areola mamae harus tertangkap mulut bayi. Maka sinus
laktiferus yang berada dibawah areola akan tertekan antara gusi, lidah dan
palatum, sehingga ASI terperas keluar.
3. Refleks menelan
Bila mulut bayi terisi ASI, ia akan menelan.
F. Komplikasi
1. Perdarahan post partum (pendarahan >500 mL/24 jam pertama sesudah
kelahiran bayi)
2. Infeksi
4
a. Endometritis (radang endometrium)
b. Miometritis/metritis (radang otot-otot uterus)
c. Perimetritis (radang peritoneum disekitar uterus)
d. Caked breast/bendungan asi 9payudaya mengalami distensi, menjadi
keras dan berbenjol-benjol)
e. Mastitis (mamae membesar dan nyeri, kulit merah, membengkak, ,
jika tidak ada pengobatan bias menjadi abses)
f. Trombophebitis (terbentuknya pembekuan darah dalam vena varicose
superficial yang menyebabkan statis hiperkoagulan pada kehamilan
dan nifas, yang ditandai dengan kemerahan atau nyeri)
5
pembengkaka a) Mampu nonverbal dari dengan reaksi non verbal
n payudara). mengontrol nyeri ketidaknyamanan tanpa disengaja.
(tahu penyebab c) Gunakan teknik - Mengetahui pengalaman
nyeri, mampu komunikasi terapeutik nyeri
menggunakan untuk mengetahui - Penanganan nyeri tidak
tehnik pengalaman nyeri pasien selamanya diberikan
nonfarmakologi d) Ajarkan tentang teknik obat. Nafas dalam dapat
untuk non farmakologi membantu mengurangi
mengurangi e) Evaluasi keefektifan tingkat nyeri
nyeri, mencari kontrol nyeri - Mengetahui keefektifan
bantuan) f) Motivasi untuk control nyeri
b) Melaporkan meningkatkan asupan - Mengurangi rasa nyeri
bahwa nyeri nutrisi yang bergizi. Menentukan intervensi
berkurang dengan g) Tingkatkan istirahat keperawatan sesuai skala
menggunakan h) Latih mobilisasi miring nyeri.
manajemen nyeri kanan miring kiri jika - Mengidentifikasi
c) Mampu kondisi klien mulai penyimpangan dan
mengenali nyeri membaik kemajuan berdasarkan
(skala, intensitas, i) Kaji kontraksi uterus, involusi uteri.
frekuensi dan proses involusi uteri. - Mengurangi ketegangan
tanda nyeri) j) Anjurkan pasien untuk pada luka perineum.
d) Menyatakan rasa membasahi perineum - Melatih ibu mengurangi
nyaman setelah dengan air hangat bendungan ASI dan
nyeri berkurang sebelum berkemih. memperlancar
e) Tanda vital k) Anjurkan dan latih pengeluaran ASI.
dalam rentang pasien cara merawat - Mencegah infeksi dan
normal payudara secara teratur. kontrol nyeri pada luka
TD : 120-140 /80 – l) Jelaskan pada ibu tetang perineum.
90 mmHg teknik merawat luka - Mengurangi intensitas
RR : 16 – 24 x/mnt perineum dan mengganti nyeri denagn menekan
N : 80- 100 x mnt T PAD secara teratur rangsnag nyeri pada
: 36,5o C – 37,5 o C setiap 3 kali sehari atau nosiseptor.
setiap kali lochea keluar
banyak.
m) Kolaborasi dokter
tentang pemberian
analgesik
Resiko defisit - Fluid balance a) Fluid management a) Mengidentifikasi
volume cairan - Hydration b) Obs Tanda-tanda vital penyimpangan indikasi
b/d Setelah dilakukan setiap 4 jam. kemajuan atau
6
pengeluaran askep selama …x 24 c) Obs Warna urine. penyimpangan dari hasil
yang jam, Pasien dapat d) Status umum setiap 8 yang diharapkan
berlebihan; mendemostrasikan jam. b) Memenuhi kebutuhan
perdarahan; status cairan e) Pertahankan catatan cairan tubuh klien
diuresis; membaik. intake dan output yang c) Menjaga status balance
keringat Kriteria evaluasi: akurat cairan klien
berlebihan. - tak ada f) Monitor status hidrasi d) Memenuhi kebutuhan
manifestasi ( kelembaban membran cairan tubuh klien
dehidrasi, mukosa, nadi adekuat, e) Memenuhi kebutuhan
- resolusi oedema, tekanan darah cairan tubuh klien
haluaran urine di ortostatik ), jika f) Temuan-temuan ini
atas 30 ml/jam, diperlukan menandakan
- kulit g) Monitor masukan hipovolemia dan
kenyal/turgor makanan / cairan dan perlunya peningkatan
kulit baik. hitung intake kalori cairan.
harian g) Mencegah pasien jatuh
h) Lakukan terapi IV ke dalam kondisi
i) Berikan cairan kelebihan cairan yang
j) Dorong masukan oral beresiko terjadinya
k) Beritahu dokter bila: oedem paru.
haluaran urine < 30 h) Mengidentifikasi
ml/jam, haus, keseimbangan cairan
takikardia, gelisah, TD pasien secara adekuat
di bawah rentang dan teratur.
normal, urine gelap atau
encer gelap.
l) Konsultasi dokter bila
manifestasi kelebihan
cairan terjadi.
m) Pantau: cairan masuk
dan cairan keluar setiap
8 jam.
Perubahan Setelah dilakukan a. Kaji haluaran urine, a. Mengidentifikasi
pola eleminasi askep selama …x 24 keluhan serta penyimpangan dalam
BAK (disuria) jam, Pola eleminasi keteraturan pola pola berkemih pasien.
b/d trauma (BAK) pasien berkemih. b. Ambulasi dini
perineum dan teratur. b. Anjurkan pasien memberikan
saluran kemih. Kriteria hasil: melakukan ambulasi rangsangan untuk
eleminasi BAK dini. pengeluaran urine dan
lancar, disuria tidak c. Anjurkan pasien untuk pengosongan bladder.
7
ada, bladder kosong, membasahi perineum c. Membasahi bladder
keluhan kencing dengan air hangat dengan air hangat dapat
tidak ada. sebelum berkemih. mengurangi ketegangan
d. Anjurkan pasien untuk akibat adanya luka pada
berkemih secara teratur. bladder.
e. Anjurkan pasien untuk d. Menerapkan pola
minum 2500-3000 berkemih secara teratur
ml/24 jam. akan melatih
f. Kolaborasi untuk pengosongan bladder
melakukan kateterisasi secara teratur.
bila pasien kesulitan e. Minum banyak
berkemih. mempercepat filtrasi
pada glomerolus dan
mempercepat
pengeluaran urine.
f. · Kateterisasi
memabnatu
pengeluaran urine
untuk mencegah stasis
urine.
Perubahan Setelah dilakukan a. Kaji pola BAB, kesulitan a. Mengidentifikasi
pola eleminasi askep selama …x 24 BAB, warna, bau, penyimpangan serta
BAB jam, Pola eleminasi konsistensi dan jumlah. kemajuan dalam pola
(konstipasi) (BAB) teratur. b. Anjurkan ambulasi dini. eleminasi (BAB).
b/d kurangnya Kriteria hasil: pola c. Anjurkan pasien untuk b. Ambulasi dini
mobilisasi; eleminasi teratur, minum banyak 2500- merangsang
diet yang feses lunak dan 3000 ml/24 jam. pengosongan rektum
tidak warna khas feses, secara lebih cepat.
seimbang; bau khas feses, tidak d. Kaji bising usus setiap 8 c. Cairan dalam jumlah
trauma ada kesulitan BAB, jam. cukup mencegah
persalinan. tidak ada feses e. Pantau berat badan setiap terjadinya penyerapan
bercampur darah dan hari. cairan dalam rektum
lendir, konstipasi f. Anjurkan pasien makan yang dapat menyebabkan
tidak ada. banyak serat seperti feses menjadi keras.
buah-buahan dan sayur- d. Bising usus
sayuran hijau. mengidentifikasikan
pencernaan dalam
kondisi baik.
e. Mengidentifiakis adanya
penurunan BB secara
8
dini.
f. · Meningkatkan
pengosongan feses
dalam rektum.
Gangguan Setelah dilakukan a. Kaji toleransi pasien a. Parameter menunjukkan
pemenuhan askep selama …x 24 terhadap aktifitas respon fisiologis pasien
ADL b/d jam, ADL dan menggunakan parameter terhadap stres aktifitas
immobilisasi; kebutuhan berikut: nadi 20/mnt di dan indikator derajat
kelemahan. beraktifitas pasien atas frek nadi istirahat, penagruh kelebihan
terpenuhi secara catat peningaktan TD, kerja jnatung.
adekuat. dispnea, nyeri dada, b. Menurunkan kerja
Kriteria hasil: kelelahan berat, miokard/komsumsi
- Menunjukkan kelemahan, berkeringat, oksigen , menurunkan
peningkatan pusing atau pinsan. resiko komplikasi.
dalam b. Tingkatkan istirahat, c. Stabilitas fisiologis
beraktifitas. batasi aktifitas pada pada istirahat penting
- Kelemahan dan dasar nyeri/respon untuk menunjukkan
kelelahan hemodinamik, berikan tingkat aktifitas
berkurang. aktifitas senggang yang individu.
- Kebutuhan ADL tidak berat. d. Komsumsi oksigen
terpenuhi secara c. Kaji kesiapan untuk miokardia selama
mandiri atau meningkatkan aktifitas berbagai aktifitas dapat
dengan bantuan. contoh: penurunan meningkatkan jumlah
- frekuensi kelemahan/kelelahan, oksigen yang ada.
jantung/irama TD stabil/frek nadi, Kemajuan aktifitas
dan Td dalam peningaktan perhatian bertahap mencegah
batas normal. pada aktifitas dan peningkatan tiba-tiba
- kulit hangat, perawatan diri. pada kerja jantung.
merah muda dan d. Dorong memajukan e. Teknik penghematan
kering aktifitas/toleransi energi menurunkan
perawatan diri. penggunaan energi dan
membantu
e. Anjurkan keluarga untuk keseimbangan suplai
membantu pemenuhan dan kebutuhan oksigen.
kebutuhan ADL pasien. f. Aktifitas yang maju
f. Jelaskan pola memberikan kontrol
peningkatan bertahap jantung, meningaktkan
dari aktifitas, contoh: regangan dan mencegah
posisi duduk ditempat aktifitas berlebihan.
tidur bila tidak pusing
9
dan tidak ada nyeri,
bangun dari tempat tidur,
belajar berdiri dst.
10
e. lakukan rawat gabung produksi ASI secara
sesegera mungkin bila kontinyu sehingga
tidak terdapat kebutuhan bayi akan
komplikasi pada ibu atau ASI tercukupi.
bayi. d. Mneingkatkan produksi
ASI.
e. Meningkatkan
hubungan ibu dan bayi
sedini mungkin.
11
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, Lynda Juall. (2000). Buku Saku Diagnosa keperawatan. Edisi 8. Jakarta :
EGC
Cunningham, MachDonald, Gant. (1995). Obstetric Williams. Jakarta : EGC
Doengoes, Mrilyn E. (2001). Rencana Perawatan Maternal atau bayi. Edisi 2.
Jakarta : EGC
Farrer, Helen. (1999). Perawatan Maternitas. Edisi 2. Jakarta : EGC
Mansjoer, Arif. (2000). Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3. Jakarta : Media
Aescupalis
Manuaba, Ida Bagus Gde. (1998). Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan
Keluarga Berencana untuk Pendidikan Bidan. Jakarta : EGC
Saifudin, Abdul Bari. (2002). Buku Acuan Nasional Acuan Pelayanan Maternal dan
Neonatal. Jakarta : JNDKKR-POGI / Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo
Labels: ASKEP, KEPERAWATAN, LP, TEORI
12