SCENE 1
“Kriinggg” (bunyi bel sekolah)
(intro lagu masuk // murid dan kerumunan masuk dari kanan dan kiri stage depan,
geng dari ruang Sephos)
(semuanya bernyanyi bersorak-sorak menceritakan sifat Dwika & geng → KOOR)
(geng melanjutkan berjalan di koridor)
(menarik salah satu kerumunan)
Anggota geng 1 : Eh, eh eh. Mau kemana lu? (ngerangkul subjek bully)
Anggota geng 2 : Sini dulu santai aja dong. Nih, nih, mending lo cobain. (dicekokin
minuman)
Anggota geng 3 : Nah, seger kan. Udah gausah sok berontak lu, demen kan.
Anggota geng 4 : Cobain yang ini juga dong. Coba, isep. (menyodorkan rokok ke
mulutnya) Waduh, asepnya. Enak banget ga sih.
(semuanya tertawa)
Anggota geng 1 : Udah-udah. Sana lu pergi! (nempeleng kepalanya dan
mendorongnya pergi)
(geng berjalan ke basecamp, Dwika ditarik salah satu temannya sambil berjalan)
Anggota geng : Ntar malem jadi gak?
Dwika : Hah? Ngapain?
Anggota geng : Halah, kayak gatau aja lu jelek
Dwika : Hahahaha. Iye dah. Mau berapa banyak lu pada?
Anggota geng : Entar itu mah, yang penting duit dulu. Lo punya gak?
Dwika : Lah, nanya lu? Santai aja kali. Gue bayarin satu sekolah juga mampu.
(suara telepon masuk)
Dwika : Tumben nih orang telepon. Inget adek dia. Bentar ya bro (menepuk pundak
temennya lalu menyingkir)
(mengangkat telepon, tim properti merapikan properti kelas)
Abang : Dek, anjing!
Dwika : Napa bang? Kalem aja anjir
Abang : Keluarga kita, keluarga kita bangkrut!
Dwika : Hah? Yang bener aja lu?! Gausah bercanda bego!
Abang : Ck. Papa di bawa ke kantor polisi. Semua aset disita. Balik dulu anjing kita
mau tinggal di mana?!!
(Dwika lari keluar stage lewat pintu ruang gamelan)
SCENE 2
*keesokan paginya di koridor sekolah*
(Kerumunan masuk ke stage meramaikan kelas dan koridor)
(Dwika jalan di koridor sendirian, tiba-tiba didatangi olehAlbert)
Albert : Weits, jangan kabur. Kemana aja lo semalem? Lo tau gak? Gue, yang harus
bayar semuanya semalem. Goblok. Untung gue masih ada kemaren.
Dwika : Ah, diem lu anjing (marah, menghindar dari Albert)
Albert : Loh, kok malah lo yang marah sih?
Dwika : Lo gak bakal ngerti. Anjing lu (menonjok Albert)
(Dwika dan Albert berantem tonjok-tonjokan, kerumunan dan murid mendekat dan
menyoraki mengelilingi mereka)
(Murid-murid mengomentari)
Murid 1 : Kenapa dah tuh berdua? Ngga kayak biasanya banget.
Murid 2 : Kayaknya si Dwika lagi ada masalah deh.
Murid 3 : Lah? Lo pada gatau? Keluarganya si Dwika bangkrut cuy.
Murid 1 & 2 : HAH? BANGKRUT? KOK BISA? (teriak)
(kerumunan menoleh kaget)
(kerumunan semuanya menjadi bisik-bisik membicarakan Dwika)
Murid 3 : Anjing, kenceng banget suara lo. Nah itu, makanya jadi emosian banget tuh
orang. Stres banget dia pasti.
Murid 1 : Iyalah stres, stres banget cuy gak bisa minum lagi
Murid 2 : Hahahaha iya anjir, asem cuy asem.
(Dwika lelah dan pergi dari kerumunan, turun ke tengah aula sambil semua
kerumunan keluar dari stage lewat dua pintu belakang dan ruang Sephos)
(Selama jalan turun ke tengah aula, Dwika terlihat stres, menangis, menjambak
rambut, menunjukkan kefrustrasian)
Dwika : Anjing. Kenapa sih hidup gue jadi kayak gini?! Pegawai kantor anjing!
Kenapa harus dilaporin sih. Kenapa harus dibocorin bangsat!
(Dwika masih berteriak-teriak dan frustasi di tempat, lalu keluar stage sambil berlari
keluar stage lewat pintu ruang gamelan)
SCENE 3
*di ruang kelas*
(Guru sedang mengabsen murid-muridnya, berhenti di Dwika)
Guru : Vincentius Dwika. Dwika. Dwika ada ngga ya?
Murid-murid : Gak ada pak, gak masuk.
Guru : Loh, kemana lagi dia hari ini? Sudah 3 hari dia tidak hadir tanpa keterangan.
Adakah yang tahu kemana Dwika pergi?
Murid 1 : Bangkrut pak. Mana ada dia duit buat sekolah?!
(murid-murid tertawa-tawa dan mencemooh)
(Dwika berdiri di pintu gamelan dan menggebrak pintu, kerumunan mulai masuk)
Dwika : Sumpah. Gue benci sama kalian semua!
(Dwika lari ke atas stage bawah, nabrak Jacky yang ada di situ yang bergabung
dengan kerumunan)
Kerumunan 1 : Loh, loh. Ini si miskin ada di sini nih.
Kerumunan 2 : Wow, masih punya uang dia bisa sekolah di sini
Kerumunan 3 : Bayar dulu dong utangnya!
(Dwika disoraki kerumunan yang menyoraki dalam nyanyian)
(Tim properti memindahkan properti kelas untuk mengosongi panggung, lalu
memasukkan properti rumah ke stage atas)
(Lagu selesai, Dwika keluar lewat pintu ruang gamelan, orangtua masuk ke stage)
SCENE 4
*di rumah keluarga*
(Dwika keluar stage melangkah gontai)
Papa : Oh, ini si anak ngga tau di untung.
(Dwika di hadapan orangtuanya)
Mama : Kemana aja kamu tiga hari ini?!!
(Kerah seragam Dwika ditarik Papa)
Papa : Kamu tau kondisi kita sekarang gimana?? TAU?? Kamu jangan tambah
malu-maluin keluarga kamu sendiri. JANGAN EGOIS.
Mama : Kalo kamu bolos-bolos gini, nilai kamu gimana? Kamu pikir mama gatau,
kalau kamu bolos berhari-hari?! MAMA TAU SEGALANYA DEK, jangan berani-berani
kamu kabur dari kita.
Papa : Emang dasar anak ngga berguna! (Dwika ditampar)
Dwika : KALIAN EMANG GAK PERNAH BISA NGERTIIN AKU. LAGIAN, INI
SEMUA JUGA GARA-GARA PAPA! PAPA YANG NGANCURIN SEMUANYA!
Orangtua : DWIKA! Dasar anak kurang ajar! Jangan pergi kamu!
(Dwika turun ke stage bawah, duduk di terapannya)
SCENE 5
(Dwika duduk menyendiri)
(Larina masuk dari pintu stage atas ke arah Dwika)
(Larina nyamper Dwika)
Larina : Halo, kamu Dwika ya? Nih, aku punya DUDU buat kamu.
(Dwika diam tidak merespon)
Larina : Hmm, yaudah deh. Aku taroh disini yaa. Semangat Dwika!
(Larina mulai meninggalkan Dwika)
Dwika : Lo, ngapain ke sini sih?
(Larina berhenti)
Dwika : Lo ngapain peduliin gue? Lo gatau apa-apa tentang gue.
(Larina balik ke Dwika)
Dwika : Lo tau? Ngga ada yang bisa ngertiin gue. Apalagi lo, kenal aja enggak,
ngapain sih ngasih DUDU-DUDU tolol kayak ginian (ngelempar DUDU)
Dwika : Keluarga gue ancur, pertemanan gue ancur, semuanya ancur. Tau gak lo?
TAU GAK? GUE CAPEK SAMA SEMUA INI
(Dwika nangis, mulai mencurahkan semuanya)
(Larina duduk di sebelah Dwika)
(Dwika mulai mereda)
Larina : Udah marahnya?
(Diam sejenak)
Larina : Aku emang ngga tau masalahmu apa, mungkin sekarang kamu ngerasa
sendiri, tapi kamu harus tau sebenernya kamu ngga sendirian.
(Larina nyanyiin Dwika)
(Dwika menghela napas panjang)
(Dwika berdiri, Larina ikut berdiri, Larina ikut Dwika turun ke lantai)
Dwika : Gue, gue ancur banget, Na. (desperate dan ninggalin Larina di tengah-tengah)
SCENE 9
(Dwika keluar dari flashback dan menghampiri Larina di tengah, anak-anak PIA
masuk stage)
Dwika : Semua orang ngecewain gue, Na. Gue capek. Gue gatau lagi harus ngapain.
Gue mau semua ini selesai, Na. Apa harus gue aja yang pergi? (menundukkan kepala)
(diam sejenak)
Larina : Ngga, Dwika. Ada sesuatu hal yang harus kamu sadari agar semua ini bisa
lewat. Kamu mau aku kasih liat? Mau aku bantu? Kalau kamu bantu, aku bakal bantu kamu.
(Dwika menghela napas dan mengangguk)
Larina : (mukanya langsung cerah dan semangat) Yuk! Aku mau ajak kamu ke suatu
tempat! (narik tangan Dwika dan jalan ke stage atas)
SCENE 10
*di ruang PIA*
Dwika : (perjalanan) Ini ngapain di sini? Ah lo yang bener aja deh.
Larina : Udah ikutin dulu aja. Kamu bakal tau artinya nanti. (sampai tempatnya)
Permisii!!
Anak-anak : Mbak Larinaaa!! (teriak)
Larina : Halo semuanyaa! Temen-temen liat aku bawa teman baru lohh!
Anak 1 : Siapa dia mbak? Jelek banget mukanya cemberut gitu
Larina : (tertawa) Ini namanya Kak Dwikaa. Hari ini, kakaknya bakal seneng-seneng
sama kita hari ini. Temen-temen siap?
Anak-anak : Siapp!
Larina : Kakaknya, siap ngga nih?
Dwika : Ya, ya, ya (rolling eyes)
Larina : Nah, ayo mulai. Temen-temen ayo kumpul semuanya kita nyanyi-nyanyi
Anak-anak : Horee!
(Instrumental on)
(Anak-anak, Larina, & Dwika nyanyi + nari lagu sekolah minggu. Dwika yang
awalnya cemberut mulai seneng-seneng dan mereka bernyanyi bersama-sama)
Larina : Sekarang, kita berdoa yuk! Berdoa itu apa hayo?
Anak-anak : Ngobrol sama Tuhan dong mbak!
Larina : Nah, hari ini kita berdoanya ngga di sini loh, kita mau jalan-jalan. Kalian mau
ikut ngga?
Anak-anak : Mau, mau!
Larina : Ayo semuanya baris yaa. Kita berangkat bareng-bareng.
(Anak-anak baris berdua berdua, Larina mimpin, Dwika di belakang, mengarah ke
properti gereja)
(Sampai gereja)
Larina : (agak berbisik) Siapa yang mau pimpin doa hayo? Davin aja deh, sini Davin!
(Davin berjalan ke depan di tengah-tengah Larina dan Dwika)
Davin : Teman-teman, mari kita berdoa. Dalam nama Bapa, Putra, dan Roh Kudus,
Amin. Tuhan, kami berterima kasih atas rahmat yang telah Kau berikan kepada kami selama
hidup kami. Terima kasih karena sudah selalu menemani kami dalam segala langkah kami. Di
setiap kita sedih, Tuhan mau menghibur kami. Di saat ada banyak masalah yang menimpa,
Tuhan selalu mendorong kita semua untuk bangkit dan berlari. Di saat kita putus harapan,
Tuhan selalu menjadi cahaya yang menerangi kami. Hingga pada akhirnya, semua yang
memberatkan kami ini diangkat dari pundak kami. Walaupun kita tidak lagi ditemani oleh
Mama dan Papa kita, kami tetap berterima kasih kepadaMu karena telah mempertemukan
kami dengan teman-teman, ibu pendamping, dan anggota keluarga lainnya yang selalu
menyemangati dan membantu kami. Dalam namaMu kami menyerahkan segalanya. Amin.
(Dwika menyeka mata)
(Larina menoleh ke Dwika)
(Dwika melihat ke Larina dan Larina tersenyum)
(Dwika mengangguk dan tersenyum)
Larina : Nah, terima kasih, Davin! Ayo teman-teman, kita kembali ke panti ya. Untuk
teman-teman yang lain, sepertinya semuanya sudah dijemput.
(Semua anak-anak berdiri dan mengikuti Larina ke pintu ruang gamelan)
(Larina menyegat Vandi dan berbisik kepadanya)
(Larina sampai depan pintu ruang gamelan, tos-tosan sama anak-anak)
(Vandi kembali duduk di terapan stage, Dwika beres-beres properti kelas)
(Dwika sadar lalu menghampiri Vandi)
Dwika : Vandi, kok kamu belum pulang?
Vandi : Iya kak, tadi Mbak Larina bilang oma masih di jalan.
Dwika : Oh begitukah? Kok dijemput sama Oma? Mama sama Papa di mana?
Vandi : Mama sama Papa udah di surga, Kak! (tetap senang dan ceria)
Dwika : Berarti, kamu sekarang sendirian doang. Kamu engga sedih?
Vandi : Engga dong, kan aku juga udah punya Oma sama teman-teman sama
kakak-kakak semua. Lagian, kata Oma, aku ngga boleh sedih. Karena, Mama sama Papa
nanti di sana bakal ikutan sedih. Mendingan sekarang aku belajar aja yang rajin, biar Mama
sama Papa bisa seneng. Gitu katanya kak.
(Dwika bengong merenung)
Vandi : Kak? Kakak kenapa?
Dwika : Eh iya maaf kakak ngelamun
Vandi : Kakak lagi sedih ya? Kakak jangan sedih terus, kan ada Tuhan Yesus.
Dwika : Eh iya, terima kasih Vandi.
(Larina manggil Vandi)
Dwika : Nah, tuh Oma udah jemput. Semangat terus ya, Vandi. Vandi hebat.
(Vandi lari keluar stage ruang gamelan)
(Dwika melihat ke arah anaknya pergi dan bengong)
(Larina ke arah properti kelas dan mulai bersih-bersih)
(Dwika akhirnya sadar dan menghampiri Larina)
(Dwika membantu Larina)
Dwika : Larina!
Larina : Ya? Kenapa Dwika?
Dwika : Terima kasih ya, aku belajar banyak.
Larina : Iya, sama-sama! Yuk, pulang!
(Dwika dan Larina keluar panggung lewat pintu ruang gamelan)
(Orangtua masuk ke stage atas)
SCENE 11
(Orangtua mengobrol)
Mama : Pa, Dwika mana ya. Kok dia ngga pulang-pulang.
Papa : (sambil telepon) Aduh ngga tau, Ma. Ini aku juga baru telepon sekolah katanya
dia ngga masuk lagi.
Mama : Udah hampir seminggu dia hilang tanpa kabar gini. Bahkan temen-temennya
ngga tau dia kemana. Aduh, ini gimana, Pa? (mulai menangis)
Papa : Ma, tenang dulu. (menghampiri Mama)
Mama : Aku baru sadar, ternyata, selama ini kita terlalu keras sama dia. Kita ngga
mau tau perasaan dia. Kita terlalu egois. Aku merasa bersalah banget.
Papa : Iya. Tenang aja, dia pasti pulang. Nanti kita pulang terus minta maaf sama dia,
ya?
(pintu diketok dan Dwika langsung masuk)
(background song on)
Dwika : Mama? Papa?
(Mamanya langsung menghampiri Dwika)
(Dwika langsung berlutut)
Dwika : Ma, Pa, maaf.
(Mama dan Papa Dwika ikut berlutut bersama Dwika)
Mama : Mama yang minta maaf, Dwika.
Dwika : Ngga, Mama. Aku minta maaf atas segala yang pernah aku lakuin selama ini.
Aku pasti sering banget bikin Mama sama Papa kecewa. Aku minta maaf karena udah jadi
anak yang ngga membanggakan. Aku bakal jadi anak yang lebih baik lagi mulai sekarang.
Mama : Mama sama Papa juga minta maaf ya Dwika karena udah terlalu sering
nyakitin kamu. Maafin Mama sama Papa karena kita selama ini ngga pernah peduli sama
kamu. Maafin Mama sama Papa karena ngga pernah ada di sisi kamu.
Papa : Mulai sekarang, kita perbaiki bareng-bareng ya. Kita usaha dan bangkit
bareng-bareng.
(Mama dan Dwika mengangguk)
(Semuanya bangkit berdiri dan pelan-pelan berjalan ke properti gereja di stage
bawah)
(Dito yang stand-by di sayap kiri berdiri di altar, Hernan masuk lewat pintu ruang
gamelan bersamaan dengan keluarga turun, mereka ikut misa)
(Dito memperagakan gerakan imam saat komuni, doa penutup dan pemberkatan
pulang)
(Misa selesai, Dito keluar lewat pintu belakang kiri)
(Dwika pisah sama keluarganya, keluarga keluar lewat pintu belakang kanan, Dwika
turun ke lantai, kerumunan menggantikan posisi keluarga di stage)
SCENE 12
(Larina siap di depan pintu ruang gamelan)
Larina : Dwika!
Dwika : Hai! Yuk, jalan.
(Larina & Dwika jalan ke lantai tengah sambil ngobrol & ketawa-ketawa)
Kerumunan 1: Eh, eh, eh. Liat deh. Itu Dwika sama siapa?
Kerumunan 2: Itu loh, anak IPS3, siapa sih namanya? Si Larina! Nah itu.
Kerumunan 3 : Kok mereka bisa bareng dah, kelas aja beda
Kerumunan 2 : Tau ya, mana tiba-tiba itu si Dwika ketawa-ketawa kayak orang kaga
ada beban idup. Perasaan abis bolos seminggu lebih.
Kerumunan 1 : Duit bapaknya balik kali
Kerumunan 3 : Anjir, basi lu. Kalo spekulasi gue sih mereka berdua ada apa-apa ya,
jadinya si Dwika lebih seneng aja gitu keliatannya.
Kerumunan 2 : Iya sih, ah bodo lah. Puji Tuhan aja tuh anak balik ke hidup normal.
Kerumunan 1 : Anjir hidup normal dong. (Larina dan Dwika ketawa ngakak kenceng
banget) Woah, bagus deh Dwika. Ga pernah gue liat dia ketawa selebar itu. Si Larina keren
juga.
(Mereka berhenti di tengah)
Dwika : Eh, Na. Gue mau ngomong sesuatu sama lo deh.
Larina : Apaan? Ngomong aja kali
Dwika : Sebenernya, gue cuma mau bilang makasih aja. Makasih ya Na buat semua
yang lo kasih liat ke gue. Gue jadi belajar kalau bahagia dan harapan itu datang dari hal yang
sederhana dan itu semua pasti akan jadi kekuatan kita buat bangkit dari segala masalah. Jadi,
makasih juga karena udah ngingetin gue kalo keterbatasan kita ini bukan jadi alesan gue buat
berhenti berlari, tetapu jad motivasi gue buat terus bangkit dari semua yang abis gue laluin
ini.
Larina : (tersenyum). Dwika, aku sam asemua temen-temen yang lain, yang ngebanyu
kamu sampai di titik ini itu bentuk sayangnya Tuhan ke kamu. Dia yang ngirim kita buat
kamu. Dan, kamu arus inget kalau Tuhan ngga pernah ingkar janji. Karena, Tuhan pernah
bilang ke kita dan berjanji sama kita kalo kita akan selalu memperoleh damai sejahtera dalam
Dia. Kalau kamu udah mulai caoek dan mau nyerah sama semua hadiah yang pernah kamu
da[etin sebelumnya. Kamu hatus kuat dan percaya kepada Tuhan, karena sejatinya segala
perkara telah dikalahkanNya.
Dwika : Iya, iya. Aku bakal selalu inget. Oh iya, aku ada sesuatu buat kamu.
Larina : (senang tapi bingung) Apaan tuh?
Dwika : Uhm, nih. Gue punya DUDU buat lo.
Larina ; Hah? DUDU? Yang bener aja nih orang
Dwika : Beneran dong, ini ada tulisannya buat lo. Dari gue itu, dimakan ya biar
seneng-seneng terus. (Larina tersenyum) Eh, itu mamaku telepo kamu masuk dulu sana.
Larina : Oh iya, oke. Bye Dwika! (pergi menjauh)
Dwika : Eh, Larina! (agak teriak)
Dwika : Sebenernya tuh, selama ini.. Aku..
(Lagu ending mulai dan semua panitia memenuhi stage)
(Lagu ending dinyanyiin bareng-bareng)
(Penjelasan mengenai drama oleh Narator/Produser/Stradura)
(Penghormatan)
(Teriak tagline Sofrosena tanpa nada)