Anda di halaman 1dari 9

Analisis karakteristik batubara tondongkura Provinsi Sulawesi Selatan

Oleh: Yustin Faisal

Dosen Jurusan Teknik Pertambangan UVRI Makassar

Pendahuluan

Provinsi Sulawesi Selatan sebagai salah satu dari beberapa provinsi di tanah air mempunyai potensi
cadangan endapan batubara yang kebanyakan memiliki peringkat lignite. penyebaran batubara
tersebut dalam bentuk endapan geosinklin penyebab tidak begitu luas tetapi untuk skala regional
Sulawesi Selatan adalah cukup signifikan. selama ini, penggunaan batubara lokal tersebut lebih
dominan digunakan oleh masyarakat lokal dengan cara sederhana seperti untuk keperluan
pembakaran batu batas seperti batubara yang digunakan di tondongkura Kabupaten Pangkep

Berdasarkan uraian tersebut dapat dikaji berbagai permasalahan tentang keberadaan batubara
tondora dari berbagai sudut pandang baik secara teknis maupun ekonomi Adapun tulisan ini hanya
dibatasi pada permasalahan beberapa karakteristik batubara Tondong kurang dari hasil samping
yang diuji pada laboratorium pptm Bandung. Adapun analisis yang dilakukan adalah analisis
proksimat Ultimate nilai kalor, bentuk-bentuk sulfur, dan petrografi batubara.

Tinjauan pustaka batubara sebagai sedimen organik

secara umum, batubara tondongkurat terbentuk dari proses pembentukan yang merupakan proses
perubahan kimia yang dapat didefinisikan sebagai pertambahan secara gradual kandungan karbon
dari fosil material organik yang berlangsung secara alamiah titik proses ini dapat dibedakan ke dalam
tahap biokimia atau diagnosis, yang mana mencakup proses pembentukan gambut dan tahap
biokimia yang mana selama tahap tersebut berlangsung metamorfosis. proses tersebut dapat
dikenal Meskipun tidak selalu jelas dalam menggambarkannya antara kedua tahap tersebut

Sebagai bukti, bahwa transisi dari gambut menjadi lignitif dan dari liknik menjadi batubara adalah
dapat diketahui, dan lapisan gambut tidak pernah ditemukan di bawah lapisan lignit, begitu pula
endapan lignitif di bawah lapisan batubara, seperti yang ditunjukkan dari hipotesis bahwa genesa
batubara mesti bermula dari perubahan gambut menjadi lignitif pandangan ini ditunjang oleh dua
hukum empiris salah satunya adalah hukum schurmann bahwa kandungan air di dalam lapisan
berkurang dengan meningkatnya kedalaman.Gambut mengandung kadar air lebih dari 90%
bagaimanapun, sebagaimana berkurangnya kadar air, kehilangan air, diekspresikan dalam
persentase per 100 m pertambahan kedalaman, laju perubahannya berlangsung dengan sangat
lambat. kandungan air yang dikorelasikan dengan kandungan oksigen, menurut teori tersebut bahwa
kadar oksigen berkurang dan kadar karbon meningkat dengan bertambahnya kedalaman hukum
kedua adalah hukum heels yang menyatakan bahwa kadar zat terbang atau volatil berkurang dengan
bertambahnya kedalaman lapisan. penentuan kadar zat terbang adalah digunakan secara luas
melalui uji empiris untuk menetapkan derajat tobat lebaran seperti kandungan karbon dalam
batubara Oleh karena itu hukum Hill juga digunakan suatu konversi gradual dari material tumbuhan.

Penyebab pembatubaraan

faktor biokimia berperan penting dalam permulaan Tahap proses pembentukan dekomposisi
mikrobiologi bagaimanapun hanya dapat berlangsung sebagai mana ganggang dan bakteri mampu
berpartisipasi dalam wood material
Gangga tidak dapat hidup di bawah kedalaman kira-kira 40 cm, formasi lignin tidak dapat
dipengaruhi oleh aksi aneka organisme. pengaruh aksi bakteri jika berkurang dengan bertambahnya
kedalaman titik pada kedalaman yang besar, konversi Bakteri adalah tidak mungkin sempurna.
begitu pula, setelah tahap sifikasi atau penggembutan dan setelah terbentuknya formasi lignite
hanya faktor geofisika yang dapat berperan.

dalam pandangan ini bagaimanapun, adalah tindak sejalan dengan semua hasil investigasi titik
mempertimbangkan bahwa dekomposisi bakteri sebagai agen utama dalam Farmasi berbagai
macam tipe batubara. Pertanyaan seperti apa yang bakteri akan gunakan sebagai pengaruh
dekomposisi adalah tergantung pada pH dan potensial redoks lapisan gambut. Namun demikian,
ketika endapan gambut di bawah lapisan lempung, yang mana melalui proses perubahan ion dengan
air garam adalah lebih cenderung terkonversi menjadi sodium aluminium silika kondisi tersebut
dominan membentuk formasi batubara bukan hanya sebagai lapisan penutup yang tidak dapat
dilalui gas sehingga dengan kondisi tersebut menjaga kelangsungan kelangsungan hidup bakteri
anaerob tetapi juga menghasilkan medium alkali titik sebagai implikasi yang mana sejarah endapan
gambut akan lebih kurang tergantung pada karakter lapisan sedimen penutup

lebih jauh menjelaskan Ia juga mempertimbangkan peran bakteri sebagai agen yang signifikan
dalam proses dekomposisi. pada sisi lain ia berpendapat bahwa potensial render tergantung pada
kesempurnaan kedalaman material yang terendapkan titik potensial redoks, yang mana berubah
berdasarkan kedalaman, distabilkan oleh aksi mikroorganisme. dengan pertambahan efek
phenodinamika membuktikan bahwa reaksi pembakaran di bawah pengaruh kondisi-kondisi
tersebut proses secara kontinu

kebanyakan faktor waktu jarang berpengaruh pada pembakaran setelah tahap pembentukan
seperti contoh, pergerakan sudah dimulai dari batubara coklat yang terdapat di Moskow basin yang
mana, walaupun terbentuk pada zaman karbon bawah, tidak termasuk batubara peringkat tinggi,
Hal ini membuktikan bahwa batubara coklat tidak tertimbun pada kedalaman yang besar dan juga
tidak dipengaruhi oleh pengaruh tektonik

tidak pula dapat disimpulkan bahwa tekanan Overboard dan sebagai penyebab pembakaran, karena
hal tersebut tidak sesuai dengan prinsip termodinamika tekanan, bagaimanapun, sudah menjadi
suatu pengaruh yang bersumber dari kepadatan dan sifat porositas, dan karena kandungan air, dari
batubara.

Sebuah contoh batubara biasanya menunjukkan kurang lebih bentuk kenampakan yang menyerupai
akumulasi dari laminasi batubara buram atau duler Coal dan laminasi batubara mengkilap atau
bright cool fenomena ini sudah lama diketahui, untuk membedakan antara batubara mengkilap dan
batubara buram

batubara dapat dibedakan sebagai batubara yang mengkilap tersusun dari fitrahin dan atau clarain,
dan batubara buram dengan durian, serta fosil karkoal dengan fusain.

deskripsi keempat batubara tersebut yaitu sebagai berikut

vitrain : utuh padu dan seragam berlian mengkilap tentu saja vitrous dalam teksturnya pecah
dengan sistem kubik.

Clarain : mempunyai permukaan yang definitif dan halus ketika pecah pada bagian sudut terhadap
bidang datar dan permukaan tersebut memiliki permukaan halus yang cemerlang kilat permukaan
adalah nampak Cemerlang
Durrain : keras, texture tipis, yang mana nampak agak berisi butiran-butiran kecil, apabila
permukaan pecah tidak pernah lembut tetapi selalu Bergumpal atau permukaan kasar, kilat
berminyak.

Fussain : terjadi terutama bentuk Baji atau tambalan rapuh sehingga gampang diremas hingga
menjadi bubuk halus dapat terlihat rekahan-rekahan dan dapat dipisah-pisahkan berserabut, kilap
Sutra

lebih jauh tatanama stoples di aplikasikan hingga ke asam humic

Sebagai tambahan untuk berbagi varitas di atas dua tipe batuan yang telah diketahui berasal dari
grup sapropelit Kedua jenis batubara ini mempunyai kilat buram dan pecahan Serpihan dapat
dibakar dengan korek api, titik batubara channel memiliki sifat candle atau lilin sebabnya la lidah api
panjang dan lunak Tedi batubara backhand berwarna coklat buram sedangkan batubara Chanel
berwarna hitam buram.

Maseral batubara di samping litthout type, seperti yang telah dibahas di atas tata nama stopes
herland memberikan perbedaan antara mikrotik dan hemoggenitas mikroskopis yang mana disebut
sebagai mastral yang analogi dengan mineral pada batuan anorganik titik material dapat dibedakan
dalam 3 tipe

a. Maseral yang memiliki asal berhubungan dengan Woody dan kartial group atau kelompok
kayu dan jaringan kortial. group ini mencakup
Vitrinite : Prinsipnya merupakan masalah batubara dengan unsur batubara mengkilap titik
sebuah contoh batubara yang telah diperoleh kadang-kadang menunjukkan kurang lebih
gambar yang jelas dari struktur jaringan kayu dalam kasus ini disebut telnited ketika struktur
tidak ada, disebut medium koloid yang mana didominasi oleh bright coal melalui transmisi
cahaya vitrinite tembus cahaya dan berwarna jingga terang hingga gelap

di bawah cahaya refleksi vitrinite berwarna kelabu hingga putih kekuningan tergantung pada
konsentrasi

yang ditemukan di dalam fosil charcoal selalu tampak menunjukkan struktur seluler dinamakan
dinding sel karbonivit dan satuan cahaya berongga atau hololuments kadang-kadang dinding sel
ditemukan pecah-pecah bagian struktur irisan tipis buram permukaan polesan menunjukkan
reflektivitas yang kuat. penampakan fisik dual back keras tapi sangat rapuh

3 semi-fusinite : yang terbaik adalah mero fusinite atau tahap transisi dari vitrinite ke fusunit
Struktur seluler tidak selalu ditemukan sementara tenaga reflektif adalah intermediet antara fusinite
dan vitrinite

B. Maseraln, yang mana berhubungan dengan material-material lain dari tumbuhan lebih dari
jaringan kayu

1. sportnite :

fosil tinggal sebagai datar membentuk

Sejajar datar membentuk stratifikasi normalnya, bagian dalam dari spora dapat dikenali hanya
dengan lapisan yang sangat tipis. saya dan tipis berwarna kuning emas pada Ring yang rendah,
kuning kemerah-merahan pada ring medium, dan identik dengan Fitri Nite pada range yang tinggi
dari batubara. pada permukaan yang dipoles, keberadaan sport Nite mempunyai reflektivitas yang
rendah daripada fitrimite pada range yang tinggi dapat dibedakan dengan kuat dari vitrinite
perbedaan dimungkinkan hanya dengan cahaya polarisasi titik spora dapat digolongkan ke dalam
Mega atau makrospora umumnya 200-5000 mikrometer dan lebih atau mikrospora lebih kecil dari
200 mikrometer

unsur-unsurnya dibentuk dari cutiless kulit jangat titik pendekatan secara morfologi dapat
dibedakan dengan jelas materialnya mereka muncul atau kurang lebih sering menyerupai naroben
yang memiliki sudut tajam dalam cahaya refleksi warnanya adalah identik seperti yang terdapat
pada sporinite

3.suberinite sisa-sisa fosil dari dinding sel suberinised atau gabus. suberin merupakan polimer dari
asam-asam alifatik dan gliserol. material ini tidak diketahui sebagai batubara karbondifereus

4 fluorinite sisa-sisa esensial dari minyak tumbuhan material ini telah dideteksi berhubungan
dengan fluorescensis sinar ultraviolet

5 resinitesisa-sisa fosil dan marpohon ini terjadi dalam bentuk bundar dan oval dan seperti masuk
dalam kolinite dan sebagai pengisi sel-sel lumens di dalam teliti di bawah cahaya transmisi sisa-sisa
fosil menunjukkan cahaya kuning hingga Jingga

6. cirinite sisa-sisa fosil sebagai hasil lilin tumbuhan

7. klorophyllinite fosil butiran-butiran klorofil

8. alginate sisa-sisa tubuh alga dan merupakan komponen utama dari batubara boks material ini
mempunyai bentuk khas ketika spesies alganite diuji di bawah minyak dengan menggunakan Sinar
pantul maka kenampakannya berwarna gelap yang mana diambil melalui water Emerson di bawah
sinar yang transmisi alginity berwarna kuning terang

9 SC e r o t i n i t e sisa-sisa fosil hasil dari fuel skelorotia kemunculan secara morfologi juga mudah
dikenali celorotinite berwarna buram dan sangat reflektif

C. maseral yang memiliki orisinal yang belum mengusut atau traced dengan menggunakan
kapasitas spesifik jaringan daun.

1. m a c r i n i t e yang memiliki bentuk masif migrainit komponen utama dari Dual Coal

2 bentuknya disebut dengan butiran micirite terjadi dalam bentuk dulkowal dan sebagai bagian dari
bright Core dapat berupa suatu yang tertinggal dari generasi minyak yang bersumber dari unsur
liptoid atau kerugian

3 maseral tanpa bentuk umumnya merupakan bakteri atau Alfa fauna Origin sebagai lensa-lensa
yang terdispersi

Metode penelitian

analisis karakteristik batubara

analisis batubara dilakukan guna mendapatkan deskripsi ataupun ciri-ciri batubara yang diteliti

pengujian tersebut tentunya didasarkan pada sistem tertentu Apakah berdasarkan standar Jepang,
Inggris, Eropa, Australia, internasional ataupun Amerika.
untuk ujian yang dilakukan digunakan standar Amerika dikenal dengan ASTM. ruang lingkup analisis
mencakup analisis proksimat, analisis Ultimate Penentuan nilai kalor, analisis bentuk sulfur, dan
analisis petrografi.

Analisis proksimat

analisis proksimat bertujuan untuk mengetahui kadar air, Abu, saat terbang, dan karbon terhambat.

1 kadar air dihitung dari presentasi berat yang hilang jika contoh batubara dipanaskan dalam oven
pada suhu 110 derajat Celcius sampai beratnya konstan Biasanya selama kurang lebih 1 jam

2 kadar Abu batubara dilakukan dengan cara memanaskan contoh batubara di dalam molekul
furnace secara perlahan-lahan, dimulai dari suhu rendah sampai suhu 250 derajat Celcius selama 30
menit, kemudian dari 250 derajat Celcius sampai 500 derajat Celcius juga selama 30 menit, setelah
itu dipanaskan dari 500 derajat Celcius sampai 815 derajat Celcius selama 60 menit. pemanasan
diteruskan sampai contoh sempurna menjadi abu titik berat contoh Setelah dia bukan dibagi berat
contoh asal di kali 100% adalah kadar Abu dari contoh batubara

3 kadar zat terbang diketahui dengan cara memanaskan contoh batubara tanpa oksidasi dengan
menggunakan cawan silika dalam sempurna c khusus untuk penentuan zat terbang pada suhu 900
derajat Celcius selama 7 menit. kadar zat terbang dapat dihitung dari persentase kehilangan berat
setelah pemanasan dan koreksi terhadap kadar lengas

4 kadar karbon terlambat ditentukan dari perhitungan yaitu 100% kurang persen kadar lengah
tambah Abu tambah zat terbang

Analisis Ultimat

analisis Ultimate dapat meliputi unsur karbon, hidrogen dan nitrogen

1 kadar karbon dan hidrogen ditentukan dengan cara diedit yaitu dengan cara mengoksidasi contoh
di dalam combustion top dimana seluruh hidrogen diubah menjadi air dan karbon menjadi
karbondioksida sedangkan oksida oksida belerang ditangkap oleh pbcr klor oleh silver nggak usah
dan oksida nitrogen oleh butiran mangan oksida. karbondioksida dan uap air dialirkan melalui
penyerap CO2 yaitu neutron Abbas dan penyerapan air yaitu mg hidrous kemudian ditetapkan
secara gravimetri

2. kadar nitrogen ditentukan dengan cara kyeldahl yaitu dengan mendistribusi contoh batubara
oleh H2SO4 sehingga terbentuk nh4 2so dengan menambahkan hidroksida alkali dalam proses
destilasi maka NH3 akan dibebaskan dan ditampung dengan asam Borat membentuk nh4 H2 bo3
dan dapat ditetapkan secara titrimetri

Analisis nilai kalor

analisis nilai kalor dilakukan dengan menggunakan alat adibatik bom kalorimeter contoh batubara
dibakar dalam alat tersebut pada kondisi standar panas hasil pembakaran dapat diamati dari
kenaikan suhu yang ditunjukkan oleh termometer setelah dilakukan proses pembakaran kemudian
nilai kalor dihitung dengan mengadakan beberapa koreksi

Analisis bentuk-bentuk sulfur

1 penetapan kadar sulfur total dengan metode suhu tinggi yaitu dengan cara contoh dialiri gas
oksigen pada suhu tinggi membentuk so3 pada proses pembakaran so3 ditangkap dengan larutan H2
2 penetapan kadar sulfur sulfat dan sulfurbiritik yaitu sulfur sulfat ditentukan dengan cara
mengekstraksi contoh batubara HCL, sulfat hasil ekstraksi diendapkan sebagai baso4 dan ditetapkan
secara gravimetri titik sedangkan residu yang tertinggal diekstrak dengan asam nitrat agar irit larut
dan ditentukan dengan spektrofotometer serapan atom

3 penentuan kadar sulfur organik ditetapkan secara tidak langsung dengan menghitung hasil analisis
sulfur total dikurangi dengan hasil analisis dan sulfur sulfat

Analisis petrografi batubara

Analisis petrografi batubara adalah untuk menentukan material yang ada dalam batubara titik
pengerjaannya dilakukan di bawah mikroskop dengan menggunakan lensa dengan pembesaran 25
kali, 32 kali, 50 kali, atau bahkan 60 kali dan mesin penghitung otomatis yang bergerak secara
melintang 0,4 mm dan secara vertikal 0,5 MM pengukuran refleksi dilakukan pada permukaan
partikel-partikel vitrinite dalam Sinar hijau Monokromatik dengan sepanjang gelombang 546 nm

HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

Hasil analisis Ultimate atau proksimat nilai kalor dan sulfur tetap hubungan dengan pemanfaatan

sampel batubara yang diambil dari tondongkura hanya dalam bentuk terbatas sebagai bagian dari
studi pendahuluan untuk mengetahui karakteristik batubara yang terdapat pada titik tertentu
dengan asumsi bahwa dapat menginterpretasikan keberadaan endapan batubara di daerah
tersebut. pengambilan sampel pada bagian yang belum teroksidasi sehingga ciri fisik sampai masih
segar

sampai yang diuji setelah dilakukan preparasi pendahuluan, kemudian dianalisis sesuai tujuan yang
diinginkan secara umum dari kedua tabel di atas dapat diterangkan bahwa batubara tondora
termasuk endapan batubara peringkat unit hal ini terutama dapat ditinjau dari kandungan karbon
tetap hanya sekitar 28,67% data-data lain yang juga mendukung adalah rendahnya nilai kalor.
Disamping itu kandungan air, abu dan terbang justru sebaliknya memiliki kadar yang cukup tinggi
demikian pula kandungan sulfur total.

apabila ditinjau dari segi pemanfaatannya batubara Tondong kurang mesti melalui tahap reparasi
yang bertujuan memperbaiki ataupun memperbaharui kualitas batubara tersebut cara ini diakui
membutuhkan ketelatenan dan keuletan guna sebagaimana mendapatkan hasil yang baik dan
begitupun batubara yang terdapat di daerah lain di Sulawesi Selatan adalah cukup prospek dan
dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku industri semen dengan syarat meminimalkan kandungan
sulfur hingga dibawa 4% dengan kandungan abu relatif konstan termasuk untuk pembuatan briket
batubara dengan komposisi campuran tertentu seperti yang diuraikan di atas

dengan demikian apa yang dapat dilakukan tiada lain adalah perlu adanya suatu perhatian serius
serta kesungguhan dalam penelitian dan kajian yang intensif dan berkelanjutan guna Bagaimana
memanfaatkan batubara yang terdapat di Sumsel ini sebagai bagian dari optimalisasi Oleh karena itu
jika batubara tondora ingin digunakan sebagai bahan bakar di sektor industri maka perlu dilakukan
pengelolaan awal terlebih dahulu atau proses preparasi guna menghilangkan kandungan mineral
pengotor yang tidak dikehendaki terutama kandungan sulfur total. proses filtrasi tersebut bukanlah
hal yang tidak mungkin digunakan sebab teknologi yang digunakan itu tidak mesti dengan
menggunakan teknologi yang padat modal dengan kata lain termasuk teknologi Menengah bahkan
sederhana hanya saja kurang dikenal oleh masyarakat industri
seringkali dikomentari bahwa apabila kandungan sulfur pada batubara cukup tinggi, Maka batubara
tersebut divonis tidak layak digunakan dengan langsung menghubungkan pada aspek kemahalan
teknologi proses dan aspek lingkungan. padahal kandungan sulfur yang tinggi sampai 3 sampai 4%
bukanlah hal yang perlu dicemaskan secara berlebihan sebab industri semen justru hal tersebut
memberikan keuntungan ganda yaitu senyawa sulfur dapat bersenyawa dengan calcin emembentuk
gypsum sehingga secara teknis dapat menurunkan biaya penggandaan mineral gypsum sebagai
bahan baku semen

Selain itu kehadiran Abu juga memberikan keuntungan ganda sehingga bukanlah menjadi suatu
limbah yang menimbulkan persoalan teknis yang rumit di sini dituntut cara berpikir yang rasional
konstruktif dan reformis sebagaimana diketahui dalam Abu batubara tondongkuram misalnya
terdapat komposisi kimiawi Abu yang tinggi yang menjadi prasyarat untuk bahan baku semen yaitu
almunia besi dan calcine sehingga turut menurunkan biaya penggandaan Mineral mineral tersebut
Adapun kandungan alkali yang berlebih seperti alumina dapat diturunkan kandungannya dengan
rekayasa penggunaan HCi

Adapun untuk skala industri kecil seperti dalam pembakaran batubara dapat menggunakan briket
batubara yang berkomposisi batubara bersih atau non sulfur politik kapur tohor lempeng dan jerami
dengan komposisi tertentu dalam pembuatan briket pada umumnya dapat melalui cara karbonisasi
dan non karbonisasi yang tergantung pada permintaan konsumen dan tingkat zat terbang yang
terkandung dalam batubara

pada proses the sulfurisasi batubara guna mendapat kualitas batubara yang diinginkan konsumen
dapat melalui cara fisika dan kimiawi secara fisika dilakukan terbatas untuk mengurangi kandungan
sulfur kritik sedangkan cara kimiawi bermanfaat untuk mengurangi kandungan sulfur sulfat dan
sulfur organik melalui metode ekstraksi, reduksi, dan oksidasi

hasil analisis petrografi dan hubungannya dengan pemanfaatan

pada tabel 3 menunjukkan petrografi batubara tondongkur sesuai tabel tersebut ternyata sampai
batubara tenun Ukuran lebih dominasi oleh grup materi unit yakni 68,8% Disamping itu terdapat
grup maksimal lain dalam jumlah kecil yaitu masih sel inititik dan eksinited masing-masing 3,8% dan
1,8%

Adapun komposisi mineral water sebesar 25,6% yang didominasi oleh Mineral mineral pirit 21,6%
sedangkan mineral clay dan karbonat masing-masing 1,4% dan 2,6%

berdasarkan hasil uji topografi tersebut dapat pula dihubungkan dengan pengetahuan botani bahwa
tumbuhan asal yang menyusun material batubara dan lengkuas hidup pada zaman tersier pada
zaman tersebut tumbuhan yang paling dominan adalah angis Permai, Koni paralel dan bryptopita

grup maseral Trinity yang dominan terdapat dalam sampel ditunjukkan dengan komponen batubara
yang bersifat mengkilap contoh batubara yang telah dipoles kadang-kadang menunjukkan struktur
jaringan kayu dalam kasus ini disebut ketika struktur tidak ada disebut koloid merupakan medium
koloid yang mana didominasi oleh brikol melalui transmisi cahaya vitrinite tembus cahaya dan
berwarna jingga terang hingga gelap di bawah cahaya refleksi fitrimite berwarna kelabu hingga putih
kekuningan tergantung pada konsentrasi
dalam gambar 3 dapat ditunjukkan secara mikroskopis Keberadaan maseral tondongkura Fitri Nite
sebagai salah satu maseral batubara tersebut ditunjukkan dengan pola yang sangat jelas melalui cara
fisika dengan memanfaatkan gaya gravitasi gaya permukaan atau gaya sentrifugal

dengan media berat tertentu Adapun tentang keterpadatan emas menunjukkan bahwa batubara
tersebut tidak begitu sulit untuk diremuk atau digerus sebab itu dalam pemanfaatannya tidak terlalu
banyak menimbulkan kesulitan yang berarti dalam bentuk find cool treatment yang relatif sedikit jika
dibandingkan dengan maseral fusain

Kesimpulan

berdasarkan hasil kajian yang dilakukan maka dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut

1 karakteristik batubara tondongkurat dapat dikenal melalui beberapa parameter proksimat


Ultimate, zat terbang nilai kalor, dan kandungan sulfur serta petrologi atau maseral batubara

2 batubara tondongkurah dapat dimanfaatkan untuk konsumen dengan catatan perlu proses
tertentu guna meningkatkan kualitas batubara Cara yang ditempuh melalui dua proses yaitu secara
fisika dan kimia kedua proses tersebut dapat disederhanakan contohnya pada penggunaan batubara
untuk industri semen sebab kandungan sulfur antara 3% sampai 4% masih dianggap aman dalam
produksi
DAFTAR PUSTAKA

Marshus, M, 2005, Studi desulfurisasi batubara dengan menggunakan KMnO tesis, Institut
Teknologi Bandung.

Paisal, Y, 2005, studi pembakaran unggun tetap skala laboratorium tesis, Institut Teknologi
Bandung.

Sitanggang J, 1985, prospek pemanfaatan batubara sebagai bahan baku industri, pertambangan
dan energi nomor. 54.

Meyers, R.A., 1997, coal desulfuration, Marcel Decker New York.

Nining, S.N.dkk, 1995, pengkajian pengolahan batubara Indonesia, PPTM

Anda mungkin juga menyukai