Anda di halaman 1dari 13

STEP 2: Diagnosing the Problems

Diagnosing the problems berkonsentrasi pada identifikasi masalah-masalah yang ada, analisis
struktur dan perilaku dari masalah tersebut, dan pengambilan keputusan mengenai skala
prioritas. Hal mendasar yang harus dilakukan pertama kali dalam mengidentifkasi masalah
adalah mendefinisikan kata ‘masalah’ itu sendiri. Masalah itu sendiri didefinisikan sebagai
perbedaan yang terjadi antara situasi saat ini dengan situasi yang diinginkan. Adapun tahapan-
tahapan yang harus dilakukan untuk dapat melakukan identifikasi masalah dengan baik seperti
tabel di bawah ini.

1. Listing Problems
Setiap permasalahan yang timbul dari perbedaan antara situasi sekarang dan situasi yang
diinginkan harus dicatat. Pendekatan mendasar yang dilakukan dalam mendata setiap
permasalahan yaitu berdasarkan:

a. Standar eksternal

Standar eksternal merupakan standar yang diberlakukan oleh pihak di luar pelaku (dalam hal ini
industri pakan ayam), contohnya Standar Nasional Indonesia (SNI). Adanya standar ini
membantu kita dalam mengidentifikasi kinerja suatu perusahaan berdasarkan standar yang
berlaku. Apabila kondisi yang berlangsung saat ini tidak sesuai dengan standar yang ada maka
terdapat gap dan permasalahan di antaranya yang harus diselesaikan. Tabel 2.1 memperlihatkan
beberapa masalah yang terdapat pada industri pakan ternak apabila dilihat berdasarkan standar
eksternal yang ada.

Tabel 2.1 Daftar masalah berdasarkan standar eksternal

No Kondisi Saat Ini Kondisi yang Diinginkan


1. Kualitas jagung lokal tidak memenuhi Kualitas bahan baku pakan (jagung) seharusnya
standar kualitas pakan yang baik memenuhi standar gizi pakan SNI 01-4483-1998 serta
Kebijakan pemerintah membatasi impor jagung kebutuhan dan permintaan industri pakan.
untuk pakan ternak bertujuan untuk
meningkatkan produksi jagung lokal, namun
pada kenyataannya kualitas jagung lokal
kurang sesuai untuk kebutuhan pakan ayam.
Hal ini banyak dikeluhkan oleh industri pakan.
Hal tersebut dikarenakan jagung yang berasal
dari petani memiliki kadar air yang tinggi,
banyak butiran jagung yang pecah, warna
butiran tidak seragam.
2. Struktur pasar bahan baku pakan (jagung)
cenderung monopsoni atau oligopsoni
Menurut Rusastra (2013), pelaku pasar dalam
mata rantai tataniaga jagung terdiri dari petani,
penebas, pedagang pengumpul, pedagang Struktur pasar yang ideal adalah struktur pasar
tingkat kabupaten, pedagang besar/broker, persaingan sempurna dengan pihak penjual dan pembeli
peternak, industri pakan dan konsumen. Pelaku
memiliki kekuatan yang sama.
pemasaran dalam pasar jagung, jumlah petani
jauh lebih besar dibandingkan dengan jumlah
pedagang sehingga struktur pasar jagung
ditingkat petani cenderung bersifat oligopsoni
(Pusat Pengkajian Perdagangan Dalam Negeri,
Kemendag, 2016). Struktur pasar monopsoni
atau oligopsoni mengakibatkan posisi tawar
petani menjadi lemah.
3. Upah tenaga kerja industri pakan masih
rendah Rata-rata UMR di Indonesia yaitu Rp. 672.480 – Rp.

Merurut data Badan Pusat Statistik (2015), 1.790.342 (BPS, 2016). Dengan demikian upah buruh
Rata-rata upah per bulan buruh peternakan dan peternakan seharusnya terletak pada kisaran tersebut
perikanan di bawah mandor (supervisor)
atau lebih.
Indonesia, yang didalamnya termasuk tenaga
kerja industri pakan, tahun 2007-2016 berada
dalam rentang Rp. 611.000 – Rp. 855.600.
4. Harga bahan baku pakan cenderung tinggi
Harga bahan baku seharusnya tidak menyimpang jauh
Kebijakan penghentian impor ini
mengakibatkan naiknya harga jagung sampai dari harga acuan. Berdasarkan Permendag No. 27 tahun
Rp6.000,- /kg dari sebelumnya rata-rata Rp 2017, harga acuan jagung yaitu Rp 2.500 – Rp 3.150
3.000,-/kg.
5. Pengelolaan lingkungan dalam industri
pakan yang buruk Kementrian Lingkungan Hidup telah membuat sebuah
Sekitar 50% perusahaan pakan belum instrumen pengendalian lingkungan dalam perusahaan,
memenuhi standar pengelolaan limbah dari yaitu program Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan
KLHK, sehingga mengakibatkan pencemaran
dalam Pengelolaan Lingkungan (Proper). Poin
lingkungan (Trobos, 2014). Pada tahun 2017,
ada beberapa perusahaan di Semarang yang di penilaiannya adalah AMDAL atau dokumen lingkungan,
demo oleh masyarakat sekitar pabrik akibat pengendalian pencemaran air, pengendalian pencemaran
adanya pencemaran udara, hama kutu, serta
udara, dan pengelolaan limbah B3 (bahan berbahaya dan
limbah yang langsung dibuang ke sungai oleh
perusahaan pakan yang bersangkutan. beracun).

6. Ketergantungan terhadap bahan baku


impor
Walaupun produksi jagung nasional selalu
mengalami peningkatan, dimana data terbaru
menunjukkan bahwa tahun 2015 produksi
jagung naik sebesar 4,34 persen, tetapi tidak Terpenuhinya kebutuhan bahan baku pakan dari dalam
membuat kebutuhan jagung impor menurun. negeri dengan harga yang bersaing.
Data impor jagung (HS 1005.90.90.00) Januari
– Oktober 2015 mencapai 2.811.686 ton, naik
sebesar 8.07 persen dibanding periode yang
sama tahun 2014. Pusat Pengkajian
Perdagangan Dalam Negeri, Kemendag (2016).

b. Standar internal

Dalam suatu organisasi beberapa kasus menunjukkan bahwa ‘orang’ atau pelaku organisasi itu
sendiri bisa menjadi masalah. Oleh karena itu, dalam proses ini, orang merupakan salah satu
objek sekaligus subjek yang harus dipertimbangkan dalam rangka mengenali secara detail
permasalahan yang ada. Identifikasi masalah melalui standar internal dapat dilakukan dengan
beberapa cara yaitu, membandingkan kondisi sekarang dengan kondisi di masa lalu,
membandingkan dengan organisasi competitor atau standar dalam industri, dan membandingkan
kondisi saat ini dengan target perusahaan. Tabel 2.2 memperlihatkan permasalahan yang terdapat
pada industri pakan di Indonesia berdasarkan standar internal yang ada.

Tabel 2.2 Daftar masalah berdasarkan standar internal

No Kondisi Saat Ini Kondisi yang Diinginkan


1. Industri pakan didominasi oleh perusahaan Industri pakan terbuka terhadap perusahaan lokal kecil.
asing besar Perusahaan lokal dapat berkembang baik dan menguasai
Industri pakan ternak didominasi oleh 4 pasar.
perusahan besar yang memiliki pangsa pasar
sekitar 40%. Hal ini membentuk struktur pasar
oligopoli longgar dengan konsentarasi pasar
sebesar 37.45%. Hal ini ditandai dengan
adanya saling ketergantungan dan saling
memengaruhi antar perusahaan lainnya.
Penetapan harga oleh suatu perusahaan akan
dipengaruhi oleh harga para pesaingnya.
Hambatan masuk pada industri pakan ternak di
Indonesia termasuk tinggi dengan rata-rata
sebesar 13.86% (hambatan tergolong tinggi
bila nilai MES >10%).. Hal ini mengakibatkan
industri-industri kecil sulit berkembang dan
menguasai pasar. Persaingan antar perusahaan
terjadi pada sector harga, produk, dan promosi
(Septiani dan Alexandi, 2014).
2. Kontaminasi hama dan penyakit pada
bahan baku (jagung)
Banyak penemuan memperlihatkan adanya Jagung seharusnya terbebas dari kontaminasi hama,
kontaminasi jamur Aspergillus spp., Fusarium bakteri, jamur, dan agen penyakit lainnya yang dapat
spp., dan Penicillium spp. yang menyerang
mengakibatkan kualitas jagung menurun. Kandungan
jagung pada tempat penyimpanan (Muis et al.,
2002). Selain itu, jagung juga banyak yang aflaktoksin dalam biji jagung yang dapat diterma untuk
tercemar aflatoksin yang disebabkan oleh diolah menjadi pakan yaitu 20 ppb (FAO, 1993).
jamur (Bachri 2001). Hal ini berakibat pada
rendahnya kualitas jagung sebagai bahan pakan
dan kerugian pada petani dan produsen pakan.
3. Keterbatasan teknologi industri
Keterbatasan teknologi terutama terjadi di Terdapat campur tangan pemerintah dalam menyediakan
industri dengan skala produksi menengah
bantuan penyediaan peralatan, teknologi, dan informasi
hingga kecil. Keterbatasan teknolog terutama
untuk pengelolahan bahan pakan non- dapat mendorong tumbuhnya sentra lumbung pakan
konvensional sebagai komoditas substitusi. lokal yang dikelola kelompok tani ternak. Hal ini juga
Selain itu, keterbatasan tekonologi pengelolan dapat mendorong pemanfaatan pakan lokal berbasis
limbah juga menjadi masalah dalam industri
limbah atau hasil samping agroindustri.
peternakan (Suprijatna et al., 2012).

5. Rendahnya pendidikan SDM


Berdasarkan data BPS (Sakernas) Februari
2017, tenaga kerja sektor peternakan paling
banyak merupakan kelompok lulusan SD yaitu Pekerja sektor peternakan diharapkan merupakan
sebanyak 1.418.473 orang (33,7% dari total
memiliki SDM dengan tingkat pendidikan yang baik
tenaga kerja subsektor peternakan).
(menyelesaikan pendidikan dasar 12 tahun). Hal ini
akan mempengaruhi kecepatan penetrasi teknologi dan
penyaluran informasi dan skill dalam perusahaan.

6. Minimnya investasi dan pengembangan Ada bantuan investasi terhadap perusahaan-perusahaan


Investasi untuk mendirikan perusahaan pakan kecil dan lokal untuk dapat berkembang dan bersaing.
ternak ayam baru sesungguhnya relatif kecil.
Permasalahan utamanya adalah kemampuan
menguasai bahan baku. Seperti telah
disebutkan sebelumnya, industri pakan ternak
di Indonesia memiliki struktur pasar oligopoli
dan dikuasai oleh 4 perusahaan multinasional
besar. Investasi besar untuk penemuan varietas
baru yang dilakukan oleh perusahan-perusahan
ini menyebabkan hambatan masuk yang
dominan di industri pakan. Untuk dapat
menjadi pemimpin atau penantang pasar
industri kecil memerlukan investasi yang
cukup besar baik untuk pengadaan teknologi
maupun untuk inovasi produk serta promosi.

7 Pekerja sektor peternakan sebagian besar


pada usia tidak produktif
Pekerja sektor peternakan sebagian besar
berada pada usia tidak produktif (60 tahun ke
atas). Pekerja di umur ini sekitar 22.1% dari Pekerja seharusnya merupakan orang-orang pada usia
total pekerja. produktif. Hal ini berpengaruh pada efisiensi
perusahaan. Karyawan pada usia produktif rata-rata
memiliki fisik yang lebih kuat dan sehat serta memiliki
kemampuan yang lebih baik dalam menerima ilmu dan
teknologi baru.

8. Kapasitas industri pakan belum optimal


Kondisi konsumsi daging di Indonesia saat ini
yaitu sebesar 8 kg/kapita/tahun dimana
membutuhkan 14,7 juta ton pakan ternak, Kapasitas industri dalam negeri mampu memenuhi
maka bila diasumsikan tercapainya kondisi kebutuhan dalam negeri atau bahkan lebih baik di masa
ideal konsumsi daging tersebut, kebutuhan
sekarang maupun di masa akan datang.
pakan ternak nasional akan mencapai 27,6 juta
ton. Kapasitas produksi pakan ternak saat ini
yaitu 16,5 juta ton dengan asumsi utilisasi
produksi rata-rata sebesar 70%

c. Future Problems

Setelah identifikasi permasalahan berdasarkan standar internal dan eksternal, selanjutnya perlu
dilakukan analisis tentang kondisi permasalahan tersebut di masa yang akan datang. Beberapa
masalah mungkin saja menjadi peluang di masa yang akan datang, sedangkan masalah lainnya
dapat menjadi ancaman bagi industri pakan ternak di masa yang akan datang (Tabel 2.3).
Tabel 2.3 Future Problems

Future condition
No. Current condition
Opportunity Threat
Standar eksternal
1. Kualitas jagung lokal tidak Dapat mengakibatkan
memenuhi standar kualitas pakan ketergantungan impor yang
yang baik berkepanjangan di masa yang
akan datang.
2. Struktur pasar bahan baku pakan Dapat mengakibatkan tingkat
(jagung) cenderung monopsoni kesejahteraan petani terus
menurun.
3. Upah tenaga kerja industri pakan Upah yang rendah mengakibatkan
masih rendah taraf hidup rendah. Hal ini
berdampak secara luas pada
kualitas generasi keturunannya
dan menyebabkan lingkaran
kemiskinan.
4. Harga bahan baku pakan Mengingat jagung termasuk komoditas yang diperhatikan oleh
cenderung tinggi pemerintah, maka kondisi ini kemungkinan tidak akan berlangsung
lama. Baru-baru ini pemerintah melalui Bulog berusaha menstabilkan
harga jagung dan harga jagung di pasaran mulai turun.
5. Pengelolaan lingkungan dalam Pengelolaan lingkungan terutama
industri pakan buruk limbah yang buruk dapat
berdampak luas, seperti merusak
ekosistem sekitar, mengakibatkan
keracunan pada hewan air (bila
limbah dibuang ke sungai), serta
mengancam kesehatan masyarakat
sekitar.
6. Ketergantungan terhadap bahan Ketergantungan terhadap bahan
baku impor baku impor yang terus-menurus
dapat mematikan petani jagung.
Standar internal
7. Industri pakan didominasi oleh Semakin lama industri dikuasai
perusahaan asing besar perusahaan asing kemungkinan
industri lokal berkembang
menjadi lebih sulit.
8. Kontaminasi hama dan penyakit Hal ini dapat menyebabkan
pada bahan baku (jagung) ketidakpercayaan konsumen dan
kualitas pakan yang menurun.
9. Keterbatasan teknologi industri Keterbatasan saat ini dapat Keterbatasan teknologi mencegah
mendorong berbagai inovasi industri pakan dalam negeri untuk
yang dapat diterapkan di masa berkembang dan bersaing secara
depan global
10. Rendahnya pendidikan SDM Pendiidkan SDM yang rendah
dapat mengakibatkan
terhambatnya penetrasi inovasi,
ilmu, dan teknologi baru.
11. Minimnya investasi dan Minimnya inverstasi mendorong
pengembangan pada keterbatasan teknologi dan
standar kesejahteraan pekerja bisa
saja tidak tercapai.
12. Pekerja sektor peternakan sebagian Ketika pekerja dengan usia tidak Apabila industri terus
besar pada usia tidak produktif produktif pension, maka mempekerjakan pekerja dengan
generasi muda berpeluang usia tidak produktif maka sulit
mengisi kekosongan tersebut. melakukan inovasi teknologi baru.
13. Kapasitas industri pakan belum Peningkatan kapasitas di masa
optimal depan sangat mungkin terjadi
sesuai permintaan pasar. Hal ini
akan meningkatkan aktivitas
ekonomi di sektor peternakan.
2. Understanding Problem Areas
Setelah melakukan listing problems kita memiliki sejumlah masalah yang terkait dengan industri
pakan ayam. Untuk mempermudah dalam menentukan prioritas masalah yang harus diselesaikan
dan menentukan masalah mana yang menjadi masalah utama maka memahami cakupan masalah
menjadi hal yang penting. Adapun tahapan dari proses ini yaitu:

a. Stucturing problem areas

Structuring problem areas yaitu mengelompokkan masalah-masalah yang ada ke dalam beberapa
grup dan mencoba untuk menemukan hubungan diantaranya. Sebelum mengelompokkan
masalah ke dalam beberapa area, akan dilakukan identifikasi keterkaitan pada masing-masing
masalah (Tabel 2.4).

Tabel 2.4 Hubungan antar masalah

No Hubungan Antar Masalah


.
Problem-symptom
Beberapa masalah sesungguhnya merupakan gejala yang ditimbulkan dari masalah lain. Berikut ini analisis
keterkaitan masalah-gejala pada masalah yang telah didata di atas.
Masalah Harga bahan baku tinggi
1.
Gejala Industri pakan didominasi perusahaan besar
Masalah Kontaminasi hama dan penyakit pada bahan baku (jagung)
2.
Gejala Kualitas jagung lokal rendah
Masalah Kualitas jagung lokal rendah
3.
Gejala Ketergantungan impor jagung
Masalah Kualitas SDM rendah
4. Gejala Upah tenaga kerja rendah
Keterbatasan penguasaan teknologi
Masalah Minimnya investasi
5. Gejala Pengelolaan limbah buruk
Teknologi terbatas dan tidak berkembang
Multicasuality
Hubungan yang terjadi ketika satu gejala (symptom) disebabkan oleh lebih dari satu masalah.
Gejala Kualitas jagung lokal rendah
Masalah Keterbatasan teknologi di tingkat petani
6. Kontaminasi hama dan penyakit pada tanaman jagung
Rendahnya kualitas SDM di tinkat petani
Minim investasi pada tingkat produsen jagung
Gejala Upah tenaga kerja industri pakan rendah
7. Masalah Kualitas SDM industri pakan rendah
Investasi industri pakan terbatas
Gejala Pengelolaan lingkungan (limbah) buruk
Masalah Investasi industri pakan terbatas
8.
Keterbatasan teknologi pengolahan limbah
Kualitas SDM rendah
9. Gejala Keterbatasan teknologi
Masalah Investasi industri pakan terbatas
Kualitas SDM rendah
Gejala Kapasitas produksi industri belum optimal
Masalah Harga bahan baku tinggi
10. Keterbatasan teknologi
Kualitas jagung lokal rendah
Investasi industri pakan terbatas

Setelah mengetahui keterkaitan antara satu masalah dengan masalah lainnya, maka dilakukan
pengelompokkan masalah-masalah tersebut ke dalam area tertentu. Pada penelitian ini terdapat
tiga kelompok area permasalahan yaitu tingkat produsen jagung, pemerintah, dan pengusaha
pakan ternak (Gambar 2.1).

b. Developing problem areas

Developing problem area yaitu tahapan untuk mengembangkan struktur yang sudah dibuat
dengan menguji dan mendefinisikan ulang hipotesis yang diajukan. Tahapan ini merupakan
siklus dari aktivitas pengujian, konstruksi ulang, dan pengembangan. Pengujian berarti
mengecek konsistensi struktur yang dibuat terhadap fakta di lapangan. Ketika struktur tersebut
tidak konsisten maka harus dilakukan konstruksi ulang sesuai dengan analisis fakta yang terjadi.
Setelah itu kita dapat menentukan masalah kunci yang selanjutnya dikembangkan dengan lebih
detail (Gambar 2.2). Gambar 2.2 memperlihatkan pengembangan dari permasalahan di tingkat
produsen jagung yang mengakibatkan kualitas jagung lokal menjadi rendah.

Kurangnya
Investasi rendah intervensi
pemerintah
Kualitas
Keterbatasan
SDM petani
teknologi
rendah
Kurangnya
Hama dan Kurangnya
penerapan sistem
penyakit pengembangan
pertanian yang
tanaman bibit unggul
unggul

Kualitas jagung
lokal rendah
Gambar 2.2 Permasalahan di tingkat produsen jagung: pengembangan area masalah
PRODUSEN JAGUNG PEMERINTAH

KEBIJAKAN
Hama dan Kualitas SDM Investasi Teknologi
penyakit tanaman petani rendah rendah terbatas Kebijakan terkait
lingkungan tidak tegas
Kurangnya intervensi
melalui bentuk dukungan
Kualitas jagung lokal
rendah Penghentian impor
jagung

Harga pakan tinggi

Kapasitas produksi
pakan belum optimal

Ketergantungan
Kualitas SDM Keterbatasan Pengolahan
bahan baku
rendah teknologi limbah buruk
impor

Umur tidak Pendidikan


Investasi kecil
produktif rendah

Upah tenaga
kerja rendah

PENGUSAHA PAKAN TERNAK

Gambar 2.1 Diagram area masalah industri pakan ternak


c. Stating the problems

Stating the problems yaitu tahapan untuk meringkas permasalahan yang ada berdasarkan faktor-
faktor kunci beserta keterkaitannya untuk merangkum sekaligus meningkatkan pemahaman
terhadap masalah yang ada. Tabel 2.5 merupakan rangkungam dari keseluruhan permasalahan
dalam industri pakan di Indonesia.

Tabel 2.5 Rangkuman permasalahan

No Area Masalah Masalah


1 Kualitas dan harga bahan baku  Sumber bibit jagung sebagai bahan baku pakan.
pakan  Minimnya penggunan teknologi pada produksi dan pasca
panen jagung.
 Kualitas SDM petani masih rendah
2 Performance industri pakan ternak  Ketergantungan pada bahan baku impor masih tinggi
 Minimnya investasi terhadap pengembangan teknologi dan
sdm di industri pakan.
 Minimnya perhatian dampak limbah dari pengolahan pakan
3. Kebijakan pemerintah masih lemah  Kebijakan penghentian impor mengakibatkan dampak negatif
terhadap industri pakan ternak
 Kebijakan terkait limbah dan lingkungan masih belum tegas
ditegakkan.
3. Choosing Problem Areas
Adanya keterbatasan waktu dan sumber daya menyebabkan tidak mungkin untuk menyelesaikan
semua permasalahan sekaligus, sehingga harus dipilih permasalahan yang akan diselesaikan
terlebih dahulu yang dapat mengarahkan sistem secara keseluruhan bergerak menuju arah yang
diinginkan. Terdapat lima kriteria yang dapat dijadikan acuan dalam proses pengambilan
keputusan ini yaitu:

a. Tingkat kepentingan terkait dengan peran (role player) yang dipilih


b. Urgensi masalah (short term vs long term)
c. Fokus pada solusi (memulai dengan masalah yang memiliki banyak alternatif solusi)
d. Tingkat pengaruh dari suatu masalah (beberapa masalah masalah memiliki pengaruh
lebih besar dibanding masalah lain)
e. Kriteria edukasi (memilih masalah yang dapat mengasah kemampuan yang dimiliki)

Berdasarkan pertimbangan kriteria di atas serta sumber daya yang tersedia, maka diputuskan
untuk memilih masalah terkait, “Kualitas dan Harga Bahan Baku Pakan Ternak”. Apabilan
kualitas bahan pakan ternak lokal dapat ditingkatkan maka ketergantungan akan impor bahan
baku juga lebih rendah. Dengan demikian, pengendalian hargan bahan baku pakan akan lebih
mudah dilakukan dan harga pakan pun dapat lebih stabil. Selain itu, bila masalah ini dapat
diselesaikan maka petani jagung juga akan diuntungkan. Pengusaha pakan ternak lokal juga lebih
mudah mengakses bahan baku sehingga dapat meningkatkan efisiensi biaya produksi dan
berkemabng serta bersaing dalam industri pakan ternak.

Anda mungkin juga menyukai