Anda di halaman 1dari 19

STRATEGI PENGEMBANGAN KOMUNITAS MAGGOT SEBAGAI

PAKAN PETERNAKAN AYAM RAS PETELUR DI KABUPATEN BOGOR

Oleh :
Kevin Ravendra Fadhil Devanandha
H3401211063

DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI & MANAJEMEN
IPB UNIVERSITY
2024
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Masalah sampah merupakan isu lingkungan yang serius di Indonesia dan global. Sampah
telah menjadi hal yang umum dikenal di masyarakat, dan setiap daerah di Indonesia memiliki
bank sampah, meskipun pengolahannya belum optimal untuk mengurangi jumlah sampah.
Terutama sampah organik dari rumah tangga, pasar, dan sebagainya. Sampah organik yang
dibuang ke sungai dapat menyumbat saluran air dan mencemari sungai. Sampah organik yang
mudah membusuk juga dapat menimbulkan aroma tidak sedap dan menjadi sumber penyakit.

Tabel 1. Data Produksi Sampah di Indonesia Tahun 2018-2022

Tahun Jumlah (Ton)

2018 64 juta

2019 65 juta

2020 66 juta

2021 67 juta

2022 68 juta

Sumber: KLHK (2023)

Untuk mengatasi masalah ini, penting untuk memanfaatkan sampah organik dengan nilai
ekonomis tinggi. Salah satu cara yang diusulkan adalah dengan memanfaatkan Black Soldier
Flies (BSF) atau Hermetia illucens (Rodhli dan Hanim 2021).
Penggunaan larva lalat Black Soldier Fly (BSF) atau Hermetia illucens dalam
pembudidayaan maggot sebagai sumber pakan ternak kini sudah menjadi hal umum. Larva dari
lalat BSF merupakan alternatif pakan ternak yang memenuhi persyaratan sebagai sumber protein
tinggi, dengan kandungan protein kasar lebih dari 19%, yang dikategorikan sebagai bahan
makanan sumber protein. Lalat black soldier atau Hermetia illucens adalah jenis lalat family
Stratiomyidae yang umum dan secara luas dapat ditemukan di rumput-rumput dan daun-daun
(Rizki et al 2017). Lalat ini mampu tumbuh dan berkembang biak dengan mudah, memiliki
tingkat efisiensi pakan yang tinggi serta dapat dipelihara pada media limbah (Wardhana 2016).
Lalat BSF memiliki sejumlah karakteristik, antara lain kemampuan untuk mengurai sampah
organik, toleransi terhadap tingkat keasaman (pH) yang tinggi, tidak berperan sebagai penyebar
penyakit genetik, kandungan protein yang tinggi (40-50%), masa hidup larva yang cukup lama
(± 4 minggu), dan kemudahan dalam budidaya.

0
Tabel 2. Data Produksi Maggot di Indonesia Tahun 2018-2022

Tahun Jumlah (Ton)

2018 2.000

2019 3.000

2020 4.000

2021 5.000

2022 6.000

Sumber: Kementan (2023)

Di Indonesia sendiri, maggot belum menjadi pakan utama peternakan unggas. Pakan
memiliki peran penting dalam memengaruhi produktivitas ayam petelur. Menurut Standar
Nasional Indonesia (SNI) tahun 2014, ransum pakan untuk ayam petelur pada periode fase layer
harus memenuhi standar tertentu, termasuk kadar air maksimal 14%, protein kasar minimal 16%,
lemak kasar 2,5 - 7%, kalsium 3,25 - 4%, fosfor 0,6 – 1,0%, lysine 0,8%, metionin 0,35%, dan
energi metabolis sebesar 2.650 kkal/kg. Jika energi pakan pada fase layer terlalu rendah (kurang
dari 2.600 kkal), ayam akan mengonsumsi pakan lebih banyak, mengakibatkan peningkatan Feed
Conversion Ratio (FCR) dan penurunan efisiensi pakan. Sebaliknya, jika energi pakan terlalu
tinggi, dapat menyebabkan penurunan konsumsi pakan (Marzuki dan Rozi 2018). Memenuhi
kebutuhan nutrisi ini merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan kesejahteraan ayam,
sehingga produktivitasnya dapat mencapai tingkat optimal (Luthfi et al 2020).
Peningkatan permintaan sumber protein untuk pakan ternak, terutama tepung ikan dan
bungkil kedelai menjadi masalah di masa yang akan datang. Diperlukan sumber protein
alternatif untuk memenuhi kebutuhan asam amino guna mempertahankan produksi ternak.
Semakin meningkatnya harga sumber-sumber protein dan adanya ancaman ketahanan pakan
ternak, tekanan lingkungan, pertambahan populasi manusia serta meningkatnya permintaan
protein di pasar menyebabkan harga protein yang berbasis hewan semakin mahal (FAO
2013). Oleh karena itu, studi pakan yang berkembang pada saat ini ditujukan untuk mencari
sumber protein alternatif dengan memanfaatkan insekta (Wardhana 2016).
Oleh karena itu, diperlukan studi penelitian mengenai Pengembangan Budidaya Maggot
di Kabupaten Bogor Provinsi Jawa Barat. Studi ini penting untuk menetapkan strategi
pengembangan budidaya yang sesuai dengan potensi dan kondisi wilayah pengembangan.
Pengembangan optimal dari budidaya maggot dapat dicapai dengan pemahaman yang baik
terhadap potensi pembudidayaan maggot di suatu wilayah. Selanjutnya, potensi tersebut perlu
dikembangkan secara sesuai dengan daya dukung lingkungan.

1
1.2 Rumusan Masalah
Maggot bisa menjadi salah satu sumber pakan unggas, termasuk ayam ras petelur yang
membutuhkan protein dalam pertumbuhannya, namun perkembangan pembudidayaan maggot
sebagai sumber pakan ternak masih sangat minim, sangat jauh dengan data kebutuhan pakan
unggas, jenis ayam ras petelur.

Tabel 3. Data Produksi Maggot di Kabupaten Bogor Tahun 2018-2022


Tahun Jumlah (Ton)

2018 50

2019 100

2020 150

2021 200

2022 250
Sumber: BPS (2023)

Data produksi maggot di Kabupaten Bogor selalu meningkat setiap tahun, namun sejauh
ini, penggunaan pakan konvensional untuk ayam ras petelur masih banyak digunakan oleh para
peternak. Hal itu karena maggot belum mampu menampung seluruh permintaan pasar dari
kebutuhan peternak, karena tingginya angka pakan unggas.

Tabel 4. Data Produksi Maggot di Kabupaten Bogor Tahun 2018-2022


Tahun Jumlah (Ton)

2018 180.000

2019 190.000

2020 200.000

2021 210.000

2022 220.000
Sumber: BPS (2023)
Oleh karena itu, diperlukan studi penelitian mengenai Pengembangan Teknis Budidaya
Maggot di Kabupaten Bogor Provinsi Jawa Barat untuk mengetahui :
1. Apa saja faktor lingkungan internal dan eksternal yang memengaruhi budidaya maggot di
Kabupaten Bogor?

2
2. Apa saja faktor pendorong dan penghambat pengembangan budidaya maggot di
Kabupaten Bogor?
3. Bagaimana strategi pengembangan yang tepat untuk budidaya maggot di Kabupaten
Bogor untuk memenuhi kebutuhan pakan ayam ras petelur di Kabupaten Bogor?
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan yang akan dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Mengidentifikasi faktor lingkungan internal dan eksternal yang memengaruhi budidaya
maggot di Kabupaten Bogor.
2. Mengidentifikasi faktor pendorong dan penghambat pengembangan budidaya maggot di
Kabupaten Bogor.
3. Menyusun strategi pengembangan yang tepat untuk budidaya maggot di Kabupaten
Bogor untuk memenuhi kebutuhan pakan ayam ras petelur di Kabupaten Bogor.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Faktor Internal dan Eksternal

Belum banyak penelitian mengenai strategi pengembangan budidaya maggot, menurut


penelitian dari Setiawan (2023) faktor internal dan eksternal yang mempengaruhi budidaya
maggot adalah berdasarkan hasil perhitungan matriks IFE, ditemukan bahwa produk dengan
spesifikasi standar nasional menjadi faktor paling penting dalam kegiatan produksi, diikuti oleh
komitmen manajemen terhadap mutu maggot yang dihasilkan. Namun, kurangnya promosi dan
sistem manajemen organisasi yang belum mendukung menjadi kelemahan yang dapat
menghambat perkembangan perusahaan.
Sementara itu, matriks EFE menunjukkan bahwa adanya hubungan antara permintaan
pasar yang cukup besar akan meningkatkan daya beli maggot bermutu, terutama dengan
kemajuan teknologi dalam budidaya. Ancaman terkuat yang dihadapi adalah adanya perusahaan
pendatang baru sejenis yang dapat memengaruhi perkembangan usaha, terutama jika perusahaan
baru tersebut memiliki modal yang kuat.

2.2 Alternatif dan Prioritas Strategi


Menurut Setiawan (2023) yang meneliti budidaya maggot di CV Farm Republic Larva
Salah satu alternatif strategi jangka pendek yang dapat dilakukan adalah memperluas jaringan
pemasaran, meningkatkan volume penjualan, memanfaatkan kemajuan teknologi, menjalin
kemitraan, memperbaiki sistem manajemen, meningkatkan loyalitas pelanggan, serta menjaga
dan mempertahankan mutu maggot. Sementara itu, alternatif strategi jangka panjang yang dituju
adalah memperkuat permodalan untuk perluasan usaha, memanfaatkan investor untuk
peningkatan modal, dan meningkatkan kerjasama dengan stakeholder. Walaupun alternatif
tersebut membutuhkan waktu yang lebih lama karena memerlukan proses dan evaluasi hasil,
namun strategi pengembangan pasar saat ini menjadi prioritas utama CV Farm Republic Larva,
mengingat masih banyaknya konsumen potensial yang belum terjangkau sepenuhnya. Upaya
tersebut ditujukan untuk meningkatkan volume penjualan sambil tetap menjaga mutu budidaya
maggot yang dihasilkan.

2.3 Penelitian Terdahulu


Beberapa penelitian telah dilakukan mengenai pengembangan budidaya maggot. Rodli
dan Hanim (2021) telah melakukan penelitian mengenai strategi pengembangan maggot, dengan
hasil bahwa strategi pengembangan kualitas produk maggot melibatkan penempatan dalam
lingkungan teduh dan pemberian pakan organik segar secara teratur, untuk hasil panen yang
memuaskan. Penetapan harga dilakukan berdasarkan biaya produksi dan keuntungan yang
diinginkan. Dalam pemasaran, fokus pada pendapatan yang lebih tinggi dengan memperkenalkan
produk secara efektif, memberikan pelayanan terbaik, dan menjunjung tinggi kejujuran.

4
Septriani et al (2022) melakukan penelitian mengenai pengembangan maggot pada
kawasan Agrowisata Minapadi dengan hasil masyarakat menjadi paham dan terampil dalam
budidaya maggot. Saran yang diberikan untuk kegiatan selanjutnya adalah pengembangan
maggot skala massal dan peningkatan branding kawasan wisata.
Setiawan (2023) melakukan penelitian mengenai kelayakan dan strategi pengembangan
maggot pada Farm Republic Larva dengan hasil Dari sisi keuangan, proyek ini menunjukkan
indikasi kelayakan yang kuat dengan NPV sebesar Rp516.660.510, IRR sebesar 21,42%, dan
rasio B/C Gross sebesar 5,57. Periode pengembalian modal (PBP) adalah 0,85 tahun atau 10
bulan 5 hari, dengan BEP pada produksi maggot sebesar 2.698.006 atau pada penjualan sebesar
Rp539.601.139,60 (90%). Skor total matriks IFE dan EFE menunjukkan posisi sedang,
sedangkan analisis SWOT menyoroti berbagai strategi seperti pemanfaatan teknologi, perluasan
jaringan pemasaran, dan peningkatan volume penjualan. Dengan demikian, implementasi strategi
utama adalah meningkatkan volume penjualan budidaya maggot.
Terdapat research gap pada penelitian ini, bahwa penelitian ini akan meneliti mengenai
strategi pengembangan dengan analisis lingkungan internal dan eksternal, beserta Analisis
SWOT lalu menggunakan Analisis Quantitative Strategic Planning Matrix untuk penentuan
keputusan alternatif strategi yang tepat dan terbaik untuk diterapkan oleh beberapa peternak
maggot di wilayah Bogor.

5
BAB III
KERANGKA PEMIKIRAN

3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis


3.1.1 Strategi
Strategi merupakan instrumen yang bertujuan mencapai tujuan jangka panjang
yang diinginkan. Strategi bisnis mencakup sejumlah langkah seperti ekspansi geografis,
diversifikasi, akuisisi, pengembangan produk, penetrasi pasar, pengetatan, divestasi,
likuidasi, dan kemitraan usaha atau joint venture. Tindakan alternatif yang dapat diambil
oleh perusahaan dan UKM dapat dikelompokkan menjadi 13 strategi, termasuk integrasi
ke depan, integrasi ke belakang, integrasi horizontal, penetrasi pasar, pengembangan
pasar, pengembangan produk, diversifikasi konsentrik, diversifikasi konglomerat,
diversifikasi horizontal, kemitraan usaha, penghematan, divestasi, dan likuidasi, serta
strategi kombinasi (David, 2009).

3.1.2 Konsep Manajemen Strategi


David (2009) mengungkapkan bahwa manajemen strategi adalah proses seni dan
pengetahuan dalam merumuskan, menerapkan, dan mengevaluasi keputusan lintas fungsi
untuk mencapai tujuan organisasi. Proses ini terdiri dari tiga tahap utama: perumusan
strategi, implementasi strategi, dan evaluasi strategi. Selain itu, proses manajemen
strategi dapat dipelajari dan diterapkan melalui model-model tertentu, yang
menggambarkan proses strategis secara keseluruhan. Penting untuk dicatat bahwa proses
ini bersifat dinamis dan berkelanjutan, di mana perubahan dalam satu komponen dapat
mempengaruhi komponen lainnya.
Tahap implementasi strategi, juga dikenal sebagai tahap aksi, melibatkan
mobilisasi karyawan dan manajer untuk menjalankan strategi yang telah dirumuskan. Ini
meliputi penetapan tujuan tahunan, pembuatan kebijakan, motivasi karyawan, dan alokasi
sumber daya untuk menjalankan strategi. Implementasi strategi juga melibatkan
pengembangan budaya organisasi yang mendukung strategi, pembentukan struktur
organisasional yang efektif, penyesuaian upaya pemasaran, penyusunan anggaran,
pengembangan dan pemanfaatan sistem informasi, serta penyesuaian kinerja organisasi
dengan kompensasi karyawan.
Tahap pengevaluasian strategi merupakan langkah terakhir dari manajemen
strategi. Ini melibatkan penilaian strategi untuk memperoleh informasi tentang hasil
strategi yang telah dijalankan. Kegiatan evaluasi strategi mencakup peninjauan faktor
internal dan eksternal yang mendasari strategi saat ini, pengukuran kinerja, dan
pengambilan langkah korektif untuk memperbaiki hasil strategi yang tidak memuaskan.

3.1.3 Analisis Lingkungan Eksternal

6
Sebelum memulai proses perumusan strategi, suatu perusahaan harus melakukan
observasi terhadap lingkungan eksternal untuk mengidentifikasi potensi kesempatan dan
ancaman yang mungkin terjadi. Lingkungan eksternal ini mencakup faktor-faktor di luar
kendali perusahaan yang dapat memengaruhi pilihan dan langkah yang diambil. David
(2009) mengidentifikasi lima faktor eksternal utama yang dapat mempengaruhi
perusahaan:
1. Faktor Ekonomi
Berkaitan dengan kondisi ekonomi tempat perusahaan beroperasi, termasuk
ketersediaan kredit, suku bunga, pendapatan konsumen, dan kecenderungan
belanja masyarakat.
2. Faktor Sosial
Kondisi sosial seperti kepercayaan, nilai, sikap, dan gaya hidup dari masyarakat di
sekitar perusahaan dapat mempengaruhi strategi perusahaan. Perubahan dalam
kondisi sosial ini memerlukan perhatian khusus karena dapat memengaruhi
kebutuhan dan keinginan konsumen.
3. Faktor Politik
Kegiatan politik dapat membatasi atau memengaruhi aktivitas perusahaan melalui
regulasi dan kebijakan yang diberlakukan oleh pemerintah atau kelompok
tertentu.
4. Faktor Teknologi
Kemajuan teknologi dapat menciptakan inovasi baru, perubahan dalam proses
produksi dan pemasaran, serta produk-produk baru yang dapat mengubah
dinamika industri.
5. Faktor Pesaing
Persaingan di antara perusahaan dalam industri, ancaman dari pendatang baru,
kekuatan tawar-menawar pembeli dan pemasok, serta ancaman produk substitusi
merupakan faktor-faktor yang juga perlu dipertimbangkan.

3.1.4 Analisis Lingkungan Internal


Dalam analisis internal, evaluasi dilakukan terhadap kekuatan dan kelemahan
yang dimiliki oleh perusahaan. Faktor-faktor internal ini memiliki pengaruh langsung
terhadap arah dan kinerja perusahaan dalam mencapai tujuannya. Analisis internal
memberikan kesempatan bagi pihak yang terlibat untuk memahami bagaimana peran
mereka dalam keseluruhan struktur perusahaan. Menurut David (2009), beberapa faktor
internal yang dianalisis meliputi:
1. Faktor Manajemen
Manajemen merupakan bagian penting dalam sistem pengaturan organisasi yang
meliputi berbagai aspek seperti produksi, pemasaran, sumber daya manusia, dan
keuangan. Fungsi manajemen meliputi perencanaan, pengorganisasian,
pemotivasi, penunjukan staf, dan pengendalian.

7
2. Faktor Pemasaran
Fokus pemasaran adalah memahami kebutuhan dan keinginan pelanggan untuk
menyajikan produk atau jasa yang sesuai. Aktivitas pemasaran meliputi analisis
pelanggan, penjualan, perencanaan produk, penetapan harga, distribusi, riset
pemasaran, dan analisis peluang.
3. Faktor Keuangan
Kondisi keuangan perusahaan sering dianggap sebagai indikator utama posisi
persaingan dan daya tarik bagi investor. Memahami kekuatan dan kelemahan
keuangan sangat penting dalam merumuskan strategi perusahaan.
4. Faktor Produksi atau Operasi
Fungsi produksi mencakup aktivitas mengubah masukan menjadi output barang
dan jasa. Manajemen produksi dan operasi bertanggung jawab atas proses ini,
yang dapat bervariasi antar industri dan pasar.
5. Faktor Sumber Daya Manusia
Sumber daya manusia merupakan aset utama bagi perusahaan. Bahkan strategi
terbaik pun tidak akan efektif jika karyawan tidak memiliki keterampilan yang
cukup untuk menjalankan tugas-tugas mereka. Kualitas dan kesesuaian sumber
daya manusia ini berpengaruh pada kinerja, kepuasan karyawan, dan retensi
tenaga kerja.

3.1.5 Alat Analisis


Dalam merumuskan strategi, beberapa alat analisis digunakan, seperti Matriks
EFE (External Factor Evaluation), IFE (Internal Factor Evaluation), Analisis SWOT,
dan Matriks QSPM (Quantitative Strategic Planning Matrix). Setiap alat analisis tersebut
memiliki peran dalam menghasilkan strategi yang tepat:
1. Matriks EFE (External Factor Evaluation)
Alat ini menggambarkan informasi peluang dan ancaman dari lingkungan eksternal
perusahaan. Data yang dikumpulkan mencakup masalah ekonomi, sosial, budaya,
demografi, lingkungan, politik, pemerintahan, hukum, teknologi, dan tingkat persaingan
perusahaan,
2. Matriks IFE (Internal Factor Evaluation)
Alat ini mengevaluasi kekuatan dan kelemahan dari lingkungan internal perusahaan. Data
yang diperoleh berasal dari dalam perusahaan, seperti pemasaran, distribusi, operasi,
produksi, sumber daya manusia, dan keuangan.
3. Analisis SWOT (Strengthness, Weakness, Opportunities, Threat)
Matriks SWOT membantu manajer dalam mengembangkan empat tipe strategi, yaitu S-O
(memanfaatkan kekuatan internal untuk memanfaatkan peluang eksternal), W-O
(memperbaiki kelemahan internal dengan memanfaatkan peluang eksternal), S-T
(menggunakan kekuatan internal untuk menghindari ancaman eksternal), dan W-T
(mengurangi kelemahan internal dan menghindari ancaman eksternal).

8
4. Matriks QSPM (Quantitative Strategic Planning Matrix)
Alat ini memungkinkan penyusunan strategi dengan mengevaluasi berbagai alternatif
secara objektif berdasarkan faktor keberhasilan penting eksternal dan internal. Teknik ini
secara objektif menunjukkan strategi mana yang paling optimal. Namun, QSPM juga
memiliki beberapa kelebihan dan kekurangan, seperti kemampuan untuk memeriksa
strategi secara berurutan atau bersamaan, tidak ada batasan jumlah strategi yang
dievaluasi, dan membutuhkan ketelitian dalam memadukan faktor-faktor eksternal dan
internal.

3.2 Kerangka Operasional


Maggot memiliki peranan penting sebagai pengurai sampah organik, sekaligus pakan
alternatif dari unggas maupun ikan. Namun masih terdapat beberapa kekurangan karena produksi
nya yang belum masif dan belum bisa menjadi pakan utama dari peternakan unggas maupun
ikan. Sehingga perlu ada strategi pengembangan dari maggot, terutama di daerah Kabupaten
Bogor, karena masih sangat sedikit pelaku produsen dari maggot.
Langkah awal dalam penelitian ini melibatkan wawancara dengan beberapa pelaku usaha
budidaya maggot yang dianggap pakar, untuk memahami jumlah pelaku usaha, kegiatan usaha,
dan kondisi lingkungan internal dan eksternal yang berpengaruh terhadap usaha ini. Informasi
yang dikumpulkan dari wawancara tersebut digunakan untuk menganalisis faktor eksternal dan
internal, yang kemudian dijabarkan dalam matriks EFE dan IFE. Tahap berikutnya melibatkan
pencocokan kerangka perumusan strategi yang dipilih menggunakan matriks SWOT. Hasil
analisis gabungan dari kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman digunakan untuk menyusun
alternatif strategi bagi pengembangan budidaya maggot. Tahap terakhir adalah pengambilan
keputusan dengan menggunakan matriks QSPM, dengan tujuan memilih strategi terbaik dari
alternatif yang ada. Namun, penting untuk mencatat bahwa strategi yang dipilih harus sesuai
dengan kemampuan dan sumber daya internal pelaku usaha maggot.

9
10
BAB IV
METODE PENELITIAN

4.1 Lokasi dan Waktu


Penelitian dilakukan di Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Pemilihan Kabupaten
Bogor sebagai daerah penelitian karena menurut hasil turun lapang dengan pembudidaya
maggot, produsen maggot di Kabupaten Bogor masih sangat sedikit dan masih dalam skala yang
kecil. Penelitian dilakukan pada bulan Oktober 2024 - Januari 2025.

4.2 Metode Pengumpulan Data


Data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder. Data
primer diperoleh melalui wawancara, pengisian kuisioner oleh responden, dan pengamatan
langsung. Sementara itu, data sekunder yang dikumpulkan mencakup data produksi maggot dan
jumlah ayam ras petelur di Kabupaten Bogor. Data ini diperoleh dari berbagai instansi seperti
Dinas Peternakan Kabupaten Bogor, Kantor Bapelitbang Kabupaten Bogor, Dinas Peternakan
Jawa Barat, dan Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Bogor, serta dinas-dinas dan instansi
terkait lainnya yang terlibat dalam pengembangan maggot di wilayah tersebut.

4.3 Metode Pengambilan Responden


Responden yang dipilih pada penelitian ini adalah lima produsen maggot di Kabupaten
Bogor untuk diberikan kuesioner dan dilakukan wawancara untuk mendapatkan informasi
mengenai jumlah produksi maggot di Kabupaten Bogor, dan lima peternak ayam ras petelur
untuk mengetahui jumlah kebutuhan pakan peternakan ayam ras petelur. Selain itu, responden
yang dipilih juga akan diberikan pertanyaan untuk mendapatkan informasi kualitatif untuk
menganalisis lingkungan internal dan eksternal dalam pengembangan produksi maggot di
Kabupaten Bogor.

4.4 Metode Analisis dan Pengolahan Data


Pengolahan data dalam penelitian ini dilakukan selama dan setelah pengumpulan data di
lapangan, yang terdiri dari data primer dan sekunder. Proses pengolahan data menggunakan
program Microsoft Excel. Metode analisis data terdiri dari analisis kualitatif dan kuantitatif.
Analisis kualitatif digunakan untuk memahami lingkungan wilayah dengan mengidentifikasi
kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman. Sedangkan analisis kuantitatif digunakan dalam
matriks SWOT dan QSPM. Proses analisis data meliputi tahap pemasukan data, transfer data,
editing data, pengolahan data, dan interpretasi data. Analisis dilakukan secara internal dan
eksternal, diikuti dengan analisis matriks SWOT dan QSPM untuk merumuskan dan menetapkan
prioritas strategi bagi Pengembangan Produksi Maggot di Kabupaten Bogor.

11
Menurut David (2009), proses penentuan strategi melibatkan tiga tahap: tahap pengumpulan data
(input stage), tahap pencocokan (matching stage), dan tahap pengambilan keputusan (decision
stage).
1. Tahap Input
Tahap input merupakan langkah awal dalam merumuskan strategi, di mana informasi
dasar yang diperlukan dikumpulkan.
2. Tahap Pencocokan
Tahap pencocokan menggunakan matriks SWOT untuk mencocokkan faktor eksternal
dan internal yang penting guna menciptakan alternatif strategi yang masuk akal.
3. Tahap Pengambilan Keputusan
Tahap pengambilan keputusan melibatkan pembahasan dan penilaian terhadap berbagai
alternatif strategi yang dihasilkan dalam tahap sebelumnya. Setiap strategi dinilai dan
diperingkatkan, dengan menggunakan Matriks Perencanaan Strategis Quantitatif
(QSPM), untuk menentukan prioritas strategi terbaik yang dapat diimplementasikan.

4.4.1 Analisis Matriks IFE (Internal Factor Evaluation) dan EFE (External Factor
Evaluation)
Tabel 5. Matriks IFE

Faktor Kunci Internal Bobot Peringkat Skor (Bobot x Peringkat)

Kekuatan
1. …….
2. …….
3. …….

Kelemahan
1. …….
2. …….
3. …….

Total

Matriks IFE digunakan untuk mengidentifikasi faktor-faktor lingkungan internal dan


mengukur sejauh mana kekuatan dan kelemahan yang dimiliki oleh suatu daerah. Tahap-tahap
dalam mengidentifikasi faktor-faktor kunci dalam matriks IFE meliputi beberapa langkah.
1. Melakukan identifikasi faktor internal perusahaan atau wilayah dengan wawancara atau
diskusi dengan responden untuk memastikan relevansi faktor-faktor tersebut dengan
kondisi internal saat ini.

12
2. Memberikan bobot pada setiap faktor internal, di mana bobot tersebut menunjukkan
seberapa besar pengaruh faktor-faktor tersebut terhadap kinerja dan keberhasilan
perusahaan atau wilayah. Total bobot yang diberikan pada setiap faktor harus sama
dengan 1.0.
3. Memberikan peringkat pada setiap faktor, dengan skala peringkat dari 1 hingga 4 untuk
menandai kelemahan atau kekuatan masing-masing faktor. Kelemahan biasanya diberi
peringkat 1 atau 2, sedangkan kekuatan diberi peringkat 3 atau 4.
4. Mengalikan bobot setiap faktor dengan peringkatnya untuk menentukan skor bobot bagi
masing-masing variabel.
5. Dalam matriks IFE, total keseluruhan nilai yang dibobot berkisar antara 1.0 hingga 4.0,
dengan nilai rata-rata sekitar 2.5. Nilai di bawah 2.5 menunjukkan kondisi internal yang
lemah, sementara nilai di atas 2.5 menunjukkan posisi internal yang kuat. Total nilai 4.0
menunjukkan bahwa perusahaan atau wilayah mampu menggunakan kekuatan yang ada
untuk mengatasi kelemahan, sedangkan total nilai 1.0 menandakan bahwa perusahaan
atau wilayah tidak mampu mengatasi kelemahan dengan kekuatan yang dimilikinya.

Tabel 6. Matriks EFE

Faktor Kunci Eksternal Bobot Peringkat Skor (Bobot x Peringkat)

Peluang
1. …….
2. …….
3. …….

Ancaman
1. …….
2. …….
3. …….

Total

Langkah-langkah dalam mengidentifikasi faktor-faktor kunci dalam matriks EFE


mencakup beberapa tahap. Pertama, mengidentifikasi faktor eksternal perusahaan atau wilayah
dengan melakukan wawancara atau diskusi dengan responden untuk memastikan relevansi
faktor-faktor tersebut dengan kondisi eksternal saat ini. Kedua, memberikan bobot pada setiap
faktor eksternal, di mana bobot tersebut mencerminkan pengaruh faktor-faktor tersebut terhadap
kinerja dan keberhasilan perusahaan atau wilayah. Total bobot yang diberikan pada setiap faktor
harus sama dengan 1.0. Ketiga, memberikan peringkat pada setiap faktor dengan skala peringkat
dari 1 hingga 4 untuk menandai kelemahan atau kekuatan masing-masing faktor. Keempat,
mengalikan bobot setiap faktor dengan peringkatnya untuk menentukan skor bobot bagi
masing-masing variabel. Kelima, dalam matriks EFE, total nilai tertinggi yang dibobot adalah

13
4.0, yang menunjukkan bahwa perusahaan atau wilayah mampu merespons peluang yang ada
dan menghindari ancaman di pasar industri. Sebaliknya, nilai terendah adalah 1.0, yang
menunjukkan bahwa strategi yang dilakukan perusahaan atau wilayah tidak dapat memanfaatkan
peluang atau tidak menghindari ancaman yang ada.

4.4.2 Analisis Matriks SWOT

Matriks SWOT adalah alat pencocokan yang digunakan untuk secara sistematis
mengidentifikasi berbagai faktor guna merumuskan strategi perusahaan. Alat ini memungkinkan
untuk menggambarkan dengan jelas bagaimana peluang dan ancaman eksternal yang dihadapi
oleh perusahaan atau wilayah dapat disesuaikan dengan kekuatan dan kelemahan yang
dimilikinya. Analisis SWOT ini penting untuk membantu pemerintah dan para pemangku
kepentingan dalam mengembangkan empat jenis strategi.
1. Strategi SO (Strength-Opportunity) menggunakan kekuatan internal perusahaan untuk
mengejar peluang eksternal.
2. Strategi WO (Weakness-Opportunity) bertujuan untuk mengurangi kelemahan internal
dengan memanfaatkan peluang eksternal.
3. Strategi ST (Strength-Threat) membantu perusahaan menghindari atau mengurangi
dampak ancaman eksternal.
4. Strategi WT (Weakness-Threat) merupakan taktik bertahan dengan mengurangi
kelemahan internal dan menghindari ancaman eksternal.
Tahapan dalam menentukan strategi melalui matriks SWOT meliputi delapan langkah,
mulai dari membuat daftar peluang dan ancaman eksternal hingga mencocokkan kekuatan dan
kelemahan internal dengan peluang dan ancaman eksternal, serta mencatat hasilnya dalam sel
strategi yang sesuai.
Tabel 7. Matriks SWOT

INTERNAL STRENGTH-S WEAKNESS-W


\
EKSTERNAL Kekuatan Kelemahan
Internal Perusahaan Internal Perusahaan

OPPORTUNITIES-O STRATEGI S-O STRATEGI W-O


Peluang Gunakan kekuatan untuk Meminimumkan kelemahan
Eksternal Perusahaan memanfaatkan peluang dengan memanfaatkan peluang

THREATS-T STRATEGI S-T STRATEGI W-T


Ancaman Gunakan Kekuatan untuk Meminimalkan kelemahan dan
Eksternal Perusahaan menghindari ancaman menghindari ancaman

14
4.4.3 Tahap Keputusan QSPM

Tahap keputusan dalam menentukan alternatif strategi terbaik atau strategi yang menjadi
prioritas dilakukan melalui penggunaan Quantitative Strategic Planning Matrix (QSPM). Alat
ini membantu dalam menyusun strategi secara obyektif berdasarkan faktor internal dan eksternal
perusahaan. Sumber informasi untuk QSPM diperoleh dari alternatif strategi yang diidentifikasi
melalui matriks SWOT. Ada enam langkah yang harus dilakukan dalam membuat QSPM.

1. Faktor-faktor kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman diurutkan seperti dalam


matriks SWOT.
2. Bobot diberikan pada setiap faktor tersebut, yang nilainya harus sejalan dengan bobot
yang diberikan dalam matriks Internal-External.
3. Banyaknya alternatif strategi yang akan dievaluasi disusun dan dicatat di baris teratas
QSPM.
4. Nilai daya tarik (Attractiveness Scores atau AS) ditetapkan menggunakan skala 1 hingga
4, dimana nilai 1 menunjukkan tidak sesuai dan nilai 4 menunjukkan sangat sesuai.
5. Total nilai daya tarik (Total Attractiveness Scores atau TAS) dihitung sebagai hasil
perkalian bobot dengan nilai daya tarik (AS). Semakin tinggi nilai AS, semakin menarik
alternatif strategi tersebut.
6. Total nilai daya tarik (TAS) dihitung dengan menjumlahkan nilai daya tarik dari setiap
kolom strategi QSPM. Strategi alternatif dengan total nilai terbesar dianggap sebagai
strategi yang paling baik.
Tabel 8. Matriks QSPM

Alternatif Strategi

Faktor Kunci Bobot Strategi I Strategi II Strategi III

AS TAS AS AS AS TAS

Kekuatan

Kelemahan

Peluang

Ancaman

Total

15
DAFTAR PUSTAKA
Anwar, M., L. 2021. Efektifitas media pertumbuhan maggots hermetia illucens (lalat tentara
hitam) dalam pemanfaatan sampah organik dengan cara rekayasa biokonversi. Jurnal
Pendidikan Hayati. 9 (2) : 93-100.
David FR. 2009. Strategic Management Konsep. Buku 1. Edisi 12. Jakarta. Salemba Empat.
David FR. 2013. Strategic Management : Concept and Cases. Harlow: Pearson Education
Limited.
Fahmi MR. 2015. Optimization of bioconversion by using mini larvae Hermetia illucens to
address aquafeeds shortage. Pros. Sem Nas Masy Biodiv Indon
Fajri, N. A., & Kartika, N. M. A. 2021. Produksi Magot Menggunakan Manur Ayam sebagai
Pakan Unggas. AGRIPTEK (Jurnal Agribisnis dan Peternakan), 1(2), 66-71.
Luthfi, A. C., Suhardi, S., & Wulandari, E. C. 2020. Produktivitas Ayam Petelur Fase Layer II
dengan Pemberian Pakan Free Choice Feeding. Tropical Animal Science, 2(2), 57-65.
Marzuki, A. dan B. Rozi. 2018. Pemberian pakan bentuk cramble dan mash terhadap produksi
ayam petelor. J. Il. Inovasi. 18 (1): 29 – 34
Maulana, R. A. 2020. Pengaruh Pemberian Darah Sapi pada Biokonversi Sampah Organik
Restoran terhadap Reproduksi Larva Lalat Black Soldier Fly (Hermetia illucens L.).
21(1), 1–9.
Pearce II, R. 2013. Manajemen Strategis : Formulasi, Implementas, dan pengendalian. Jakarta
(ID): Salemba Empat.
Rizki R, Amri AI, Yulia AE. 2017. Pengaruh pemberian campuran kompos tandan kelapa sawit
dengan abu boiler dan pupuk fosfor tanaman kacang hijau (Phaseolus radiatus L.). JOM
FAPERTA, 4(1): 1-14.
Rodli, A. F., & Hanim, A. M. 2021. Strategi Pengembangan Budidaya Maggot Bsf Sebagai
Ketahanan Perekonomian Dimasa Pandemi. IQTISHADequity jurnal MANAJEMEN,
4(1), 11-16.
SADILLAH, A. R. 2021. ANALISA USAHA TERNAK AYAM PETELUR DI KECAMATAN
KEDUNGPRING KABUPATEN LAMONGAN (Doctoral dissertation, Universitas Islam
Lamongan).
Salman, S. S., Ukhrowi, L. M., & Azim, M. T. 2020. Budidaya maggot lalat BSF sebagai pakan
ternak. JURNAL KARYA PENGABDIAN TEKNIK MESIN, 2(1), 1-6.
Setiawan, R. 2023. Kelayakan dan Strategi Pengembangan Usaha Budidaya Maggot Pada Farm
Republic Larva. Neraca: Jurnal Ekonomi, Manajemen dan Akuntansi, 1(3), 196-206.
SS, N. M., Suryani, N. N., & Suryatni, N. P. F. 2023. BUKU MONOGRAF BAHAN PAKAN
ALTERNATIF SUMBER PROTEIN PADA RANSUM AYAM BROILER. Uwais
Inspirasi Indonesia.
Umar H. 2008. Strategic management in Action. Jakarta (ID): Granedua Pustaka Utama.
Wardhana, A. P. 2016. Black Soldier Fly (Hermetia illucens) sebagai Sumber. Protein alternative
untuk pakan ternak. Wartazoa vol.26 No.2 hlm 069-078.

16
Wheelen TL. 2015. Strategic Management and Business Policy: Globalization, Innovating and
Sustainability. Ed ke-14. Harlow (UK): Perason Education Limited.

17

Anda mungkin juga menyukai