H3401211063_Kevin Ravendra FD_Tugas MRA 12
H3401211063_Kevin Ravendra FD_Tugas MRA 12
Oleh :
Kevin Ravendra Fadhil Devanandha
H3401211063
DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI & MANAJEMEN
IPB UNIVERSITY
2024
BAB I
PENDAHULUAN
Masalah sampah merupakan isu lingkungan yang serius di Indonesia dan global. Sampah
telah menjadi hal yang umum dikenal di masyarakat, dan setiap daerah di Indonesia memiliki
bank sampah, meskipun pengolahannya belum optimal untuk mengurangi jumlah sampah.
Terutama sampah organik dari rumah tangga, pasar, dan sebagainya. Sampah organik yang
dibuang ke sungai dapat menyumbat saluran air dan mencemari sungai. Sampah organik yang
mudah membusuk juga dapat menimbulkan aroma tidak sedap dan menjadi sumber penyakit.
2018 64 juta
2019 65 juta
2020 66 juta
2021 67 juta
2022 68 juta
Untuk mengatasi masalah ini, penting untuk memanfaatkan sampah organik dengan nilai
ekonomis tinggi. Salah satu cara yang diusulkan adalah dengan memanfaatkan Black Soldier
Flies (BSF) atau Hermetia illucens (Rodhli dan Hanim 2021).
Penggunaan larva lalat Black Soldier Fly (BSF) atau Hermetia illucens dalam
pembudidayaan maggot sebagai sumber pakan ternak kini sudah menjadi hal umum. Larva dari
lalat BSF merupakan alternatif pakan ternak yang memenuhi persyaratan sebagai sumber protein
tinggi, dengan kandungan protein kasar lebih dari 19%, yang dikategorikan sebagai bahan
makanan sumber protein. Lalat black soldier atau Hermetia illucens adalah jenis lalat family
Stratiomyidae yang umum dan secara luas dapat ditemukan di rumput-rumput dan daun-daun
(Rizki et al 2017). Lalat ini mampu tumbuh dan berkembang biak dengan mudah, memiliki
tingkat efisiensi pakan yang tinggi serta dapat dipelihara pada media limbah (Wardhana 2016).
Lalat BSF memiliki sejumlah karakteristik, antara lain kemampuan untuk mengurai sampah
organik, toleransi terhadap tingkat keasaman (pH) yang tinggi, tidak berperan sebagai penyebar
penyakit genetik, kandungan protein yang tinggi (40-50%), masa hidup larva yang cukup lama
(± 4 minggu), dan kemudahan dalam budidaya.
0
Tabel 2. Data Produksi Maggot di Indonesia Tahun 2018-2022
2018 2.000
2019 3.000
2020 4.000
2021 5.000
2022 6.000
Di Indonesia sendiri, maggot belum menjadi pakan utama peternakan unggas. Pakan
memiliki peran penting dalam memengaruhi produktivitas ayam petelur. Menurut Standar
Nasional Indonesia (SNI) tahun 2014, ransum pakan untuk ayam petelur pada periode fase layer
harus memenuhi standar tertentu, termasuk kadar air maksimal 14%, protein kasar minimal 16%,
lemak kasar 2,5 - 7%, kalsium 3,25 - 4%, fosfor 0,6 – 1,0%, lysine 0,8%, metionin 0,35%, dan
energi metabolis sebesar 2.650 kkal/kg. Jika energi pakan pada fase layer terlalu rendah (kurang
dari 2.600 kkal), ayam akan mengonsumsi pakan lebih banyak, mengakibatkan peningkatan Feed
Conversion Ratio (FCR) dan penurunan efisiensi pakan. Sebaliknya, jika energi pakan terlalu
tinggi, dapat menyebabkan penurunan konsumsi pakan (Marzuki dan Rozi 2018). Memenuhi
kebutuhan nutrisi ini merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan kesejahteraan ayam,
sehingga produktivitasnya dapat mencapai tingkat optimal (Luthfi et al 2020).
Peningkatan permintaan sumber protein untuk pakan ternak, terutama tepung ikan dan
bungkil kedelai menjadi masalah di masa yang akan datang. Diperlukan sumber protein
alternatif untuk memenuhi kebutuhan asam amino guna mempertahankan produksi ternak.
Semakin meningkatnya harga sumber-sumber protein dan adanya ancaman ketahanan pakan
ternak, tekanan lingkungan, pertambahan populasi manusia serta meningkatnya permintaan
protein di pasar menyebabkan harga protein yang berbasis hewan semakin mahal (FAO
2013). Oleh karena itu, studi pakan yang berkembang pada saat ini ditujukan untuk mencari
sumber protein alternatif dengan memanfaatkan insekta (Wardhana 2016).
Oleh karena itu, diperlukan studi penelitian mengenai Pengembangan Budidaya Maggot
di Kabupaten Bogor Provinsi Jawa Barat. Studi ini penting untuk menetapkan strategi
pengembangan budidaya yang sesuai dengan potensi dan kondisi wilayah pengembangan.
Pengembangan optimal dari budidaya maggot dapat dicapai dengan pemahaman yang baik
terhadap potensi pembudidayaan maggot di suatu wilayah. Selanjutnya, potensi tersebut perlu
dikembangkan secara sesuai dengan daya dukung lingkungan.
1
1.2 Rumusan Masalah
Maggot bisa menjadi salah satu sumber pakan unggas, termasuk ayam ras petelur yang
membutuhkan protein dalam pertumbuhannya, namun perkembangan pembudidayaan maggot
sebagai sumber pakan ternak masih sangat minim, sangat jauh dengan data kebutuhan pakan
unggas, jenis ayam ras petelur.
2018 50
2019 100
2020 150
2021 200
2022 250
Sumber: BPS (2023)
Data produksi maggot di Kabupaten Bogor selalu meningkat setiap tahun, namun sejauh
ini, penggunaan pakan konvensional untuk ayam ras petelur masih banyak digunakan oleh para
peternak. Hal itu karena maggot belum mampu menampung seluruh permintaan pasar dari
kebutuhan peternak, karena tingginya angka pakan unggas.
2018 180.000
2019 190.000
2020 200.000
2021 210.000
2022 220.000
Sumber: BPS (2023)
Oleh karena itu, diperlukan studi penelitian mengenai Pengembangan Teknis Budidaya
Maggot di Kabupaten Bogor Provinsi Jawa Barat untuk mengetahui :
1. Apa saja faktor lingkungan internal dan eksternal yang memengaruhi budidaya maggot di
Kabupaten Bogor?
2
2. Apa saja faktor pendorong dan penghambat pengembangan budidaya maggot di
Kabupaten Bogor?
3. Bagaimana strategi pengembangan yang tepat untuk budidaya maggot di Kabupaten
Bogor untuk memenuhi kebutuhan pakan ayam ras petelur di Kabupaten Bogor?
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan yang akan dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Mengidentifikasi faktor lingkungan internal dan eksternal yang memengaruhi budidaya
maggot di Kabupaten Bogor.
2. Mengidentifikasi faktor pendorong dan penghambat pengembangan budidaya maggot di
Kabupaten Bogor.
3. Menyusun strategi pengembangan yang tepat untuk budidaya maggot di Kabupaten
Bogor untuk memenuhi kebutuhan pakan ayam ras petelur di Kabupaten Bogor.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
4
Septriani et al (2022) melakukan penelitian mengenai pengembangan maggot pada
kawasan Agrowisata Minapadi dengan hasil masyarakat menjadi paham dan terampil dalam
budidaya maggot. Saran yang diberikan untuk kegiatan selanjutnya adalah pengembangan
maggot skala massal dan peningkatan branding kawasan wisata.
Setiawan (2023) melakukan penelitian mengenai kelayakan dan strategi pengembangan
maggot pada Farm Republic Larva dengan hasil Dari sisi keuangan, proyek ini menunjukkan
indikasi kelayakan yang kuat dengan NPV sebesar Rp516.660.510, IRR sebesar 21,42%, dan
rasio B/C Gross sebesar 5,57. Periode pengembalian modal (PBP) adalah 0,85 tahun atau 10
bulan 5 hari, dengan BEP pada produksi maggot sebesar 2.698.006 atau pada penjualan sebesar
Rp539.601.139,60 (90%). Skor total matriks IFE dan EFE menunjukkan posisi sedang,
sedangkan analisis SWOT menyoroti berbagai strategi seperti pemanfaatan teknologi, perluasan
jaringan pemasaran, dan peningkatan volume penjualan. Dengan demikian, implementasi strategi
utama adalah meningkatkan volume penjualan budidaya maggot.
Terdapat research gap pada penelitian ini, bahwa penelitian ini akan meneliti mengenai
strategi pengembangan dengan analisis lingkungan internal dan eksternal, beserta Analisis
SWOT lalu menggunakan Analisis Quantitative Strategic Planning Matrix untuk penentuan
keputusan alternatif strategi yang tepat dan terbaik untuk diterapkan oleh beberapa peternak
maggot di wilayah Bogor.
5
BAB III
KERANGKA PEMIKIRAN
6
Sebelum memulai proses perumusan strategi, suatu perusahaan harus melakukan
observasi terhadap lingkungan eksternal untuk mengidentifikasi potensi kesempatan dan
ancaman yang mungkin terjadi. Lingkungan eksternal ini mencakup faktor-faktor di luar
kendali perusahaan yang dapat memengaruhi pilihan dan langkah yang diambil. David
(2009) mengidentifikasi lima faktor eksternal utama yang dapat mempengaruhi
perusahaan:
1. Faktor Ekonomi
Berkaitan dengan kondisi ekonomi tempat perusahaan beroperasi, termasuk
ketersediaan kredit, suku bunga, pendapatan konsumen, dan kecenderungan
belanja masyarakat.
2. Faktor Sosial
Kondisi sosial seperti kepercayaan, nilai, sikap, dan gaya hidup dari masyarakat di
sekitar perusahaan dapat mempengaruhi strategi perusahaan. Perubahan dalam
kondisi sosial ini memerlukan perhatian khusus karena dapat memengaruhi
kebutuhan dan keinginan konsumen.
3. Faktor Politik
Kegiatan politik dapat membatasi atau memengaruhi aktivitas perusahaan melalui
regulasi dan kebijakan yang diberlakukan oleh pemerintah atau kelompok
tertentu.
4. Faktor Teknologi
Kemajuan teknologi dapat menciptakan inovasi baru, perubahan dalam proses
produksi dan pemasaran, serta produk-produk baru yang dapat mengubah
dinamika industri.
5. Faktor Pesaing
Persaingan di antara perusahaan dalam industri, ancaman dari pendatang baru,
kekuatan tawar-menawar pembeli dan pemasok, serta ancaman produk substitusi
merupakan faktor-faktor yang juga perlu dipertimbangkan.
7
2. Faktor Pemasaran
Fokus pemasaran adalah memahami kebutuhan dan keinginan pelanggan untuk
menyajikan produk atau jasa yang sesuai. Aktivitas pemasaran meliputi analisis
pelanggan, penjualan, perencanaan produk, penetapan harga, distribusi, riset
pemasaran, dan analisis peluang.
3. Faktor Keuangan
Kondisi keuangan perusahaan sering dianggap sebagai indikator utama posisi
persaingan dan daya tarik bagi investor. Memahami kekuatan dan kelemahan
keuangan sangat penting dalam merumuskan strategi perusahaan.
4. Faktor Produksi atau Operasi
Fungsi produksi mencakup aktivitas mengubah masukan menjadi output barang
dan jasa. Manajemen produksi dan operasi bertanggung jawab atas proses ini,
yang dapat bervariasi antar industri dan pasar.
5. Faktor Sumber Daya Manusia
Sumber daya manusia merupakan aset utama bagi perusahaan. Bahkan strategi
terbaik pun tidak akan efektif jika karyawan tidak memiliki keterampilan yang
cukup untuk menjalankan tugas-tugas mereka. Kualitas dan kesesuaian sumber
daya manusia ini berpengaruh pada kinerja, kepuasan karyawan, dan retensi
tenaga kerja.
8
4. Matriks QSPM (Quantitative Strategic Planning Matrix)
Alat ini memungkinkan penyusunan strategi dengan mengevaluasi berbagai alternatif
secara objektif berdasarkan faktor keberhasilan penting eksternal dan internal. Teknik ini
secara objektif menunjukkan strategi mana yang paling optimal. Namun, QSPM juga
memiliki beberapa kelebihan dan kekurangan, seperti kemampuan untuk memeriksa
strategi secara berurutan atau bersamaan, tidak ada batasan jumlah strategi yang
dievaluasi, dan membutuhkan ketelitian dalam memadukan faktor-faktor eksternal dan
internal.
9
10
BAB IV
METODE PENELITIAN
11
Menurut David (2009), proses penentuan strategi melibatkan tiga tahap: tahap pengumpulan data
(input stage), tahap pencocokan (matching stage), dan tahap pengambilan keputusan (decision
stage).
1. Tahap Input
Tahap input merupakan langkah awal dalam merumuskan strategi, di mana informasi
dasar yang diperlukan dikumpulkan.
2. Tahap Pencocokan
Tahap pencocokan menggunakan matriks SWOT untuk mencocokkan faktor eksternal
dan internal yang penting guna menciptakan alternatif strategi yang masuk akal.
3. Tahap Pengambilan Keputusan
Tahap pengambilan keputusan melibatkan pembahasan dan penilaian terhadap berbagai
alternatif strategi yang dihasilkan dalam tahap sebelumnya. Setiap strategi dinilai dan
diperingkatkan, dengan menggunakan Matriks Perencanaan Strategis Quantitatif
(QSPM), untuk menentukan prioritas strategi terbaik yang dapat diimplementasikan.
4.4.1 Analisis Matriks IFE (Internal Factor Evaluation) dan EFE (External Factor
Evaluation)
Tabel 5. Matriks IFE
Kekuatan
1. …….
2. …….
3. …….
Kelemahan
1. …….
2. …….
3. …….
Total
12
2. Memberikan bobot pada setiap faktor internal, di mana bobot tersebut menunjukkan
seberapa besar pengaruh faktor-faktor tersebut terhadap kinerja dan keberhasilan
perusahaan atau wilayah. Total bobot yang diberikan pada setiap faktor harus sama
dengan 1.0.
3. Memberikan peringkat pada setiap faktor, dengan skala peringkat dari 1 hingga 4 untuk
menandai kelemahan atau kekuatan masing-masing faktor. Kelemahan biasanya diberi
peringkat 1 atau 2, sedangkan kekuatan diberi peringkat 3 atau 4.
4. Mengalikan bobot setiap faktor dengan peringkatnya untuk menentukan skor bobot bagi
masing-masing variabel.
5. Dalam matriks IFE, total keseluruhan nilai yang dibobot berkisar antara 1.0 hingga 4.0,
dengan nilai rata-rata sekitar 2.5. Nilai di bawah 2.5 menunjukkan kondisi internal yang
lemah, sementara nilai di atas 2.5 menunjukkan posisi internal yang kuat. Total nilai 4.0
menunjukkan bahwa perusahaan atau wilayah mampu menggunakan kekuatan yang ada
untuk mengatasi kelemahan, sedangkan total nilai 1.0 menandakan bahwa perusahaan
atau wilayah tidak mampu mengatasi kelemahan dengan kekuatan yang dimilikinya.
Peluang
1. …….
2. …….
3. …….
Ancaman
1. …….
2. …….
3. …….
Total
13
4.0, yang menunjukkan bahwa perusahaan atau wilayah mampu merespons peluang yang ada
dan menghindari ancaman di pasar industri. Sebaliknya, nilai terendah adalah 1.0, yang
menunjukkan bahwa strategi yang dilakukan perusahaan atau wilayah tidak dapat memanfaatkan
peluang atau tidak menghindari ancaman yang ada.
Matriks SWOT adalah alat pencocokan yang digunakan untuk secara sistematis
mengidentifikasi berbagai faktor guna merumuskan strategi perusahaan. Alat ini memungkinkan
untuk menggambarkan dengan jelas bagaimana peluang dan ancaman eksternal yang dihadapi
oleh perusahaan atau wilayah dapat disesuaikan dengan kekuatan dan kelemahan yang
dimilikinya. Analisis SWOT ini penting untuk membantu pemerintah dan para pemangku
kepentingan dalam mengembangkan empat jenis strategi.
1. Strategi SO (Strength-Opportunity) menggunakan kekuatan internal perusahaan untuk
mengejar peluang eksternal.
2. Strategi WO (Weakness-Opportunity) bertujuan untuk mengurangi kelemahan internal
dengan memanfaatkan peluang eksternal.
3. Strategi ST (Strength-Threat) membantu perusahaan menghindari atau mengurangi
dampak ancaman eksternal.
4. Strategi WT (Weakness-Threat) merupakan taktik bertahan dengan mengurangi
kelemahan internal dan menghindari ancaman eksternal.
Tahapan dalam menentukan strategi melalui matriks SWOT meliputi delapan langkah,
mulai dari membuat daftar peluang dan ancaman eksternal hingga mencocokkan kekuatan dan
kelemahan internal dengan peluang dan ancaman eksternal, serta mencatat hasilnya dalam sel
strategi yang sesuai.
Tabel 7. Matriks SWOT
14
4.4.3 Tahap Keputusan QSPM
Tahap keputusan dalam menentukan alternatif strategi terbaik atau strategi yang menjadi
prioritas dilakukan melalui penggunaan Quantitative Strategic Planning Matrix (QSPM). Alat
ini membantu dalam menyusun strategi secara obyektif berdasarkan faktor internal dan eksternal
perusahaan. Sumber informasi untuk QSPM diperoleh dari alternatif strategi yang diidentifikasi
melalui matriks SWOT. Ada enam langkah yang harus dilakukan dalam membuat QSPM.
Alternatif Strategi
AS TAS AS AS AS TAS
Kekuatan
Kelemahan
Peluang
Ancaman
Total
15
DAFTAR PUSTAKA
Anwar, M., L. 2021. Efektifitas media pertumbuhan maggots hermetia illucens (lalat tentara
hitam) dalam pemanfaatan sampah organik dengan cara rekayasa biokonversi. Jurnal
Pendidikan Hayati. 9 (2) : 93-100.
David FR. 2009. Strategic Management Konsep. Buku 1. Edisi 12. Jakarta. Salemba Empat.
David FR. 2013. Strategic Management : Concept and Cases. Harlow: Pearson Education
Limited.
Fahmi MR. 2015. Optimization of bioconversion by using mini larvae Hermetia illucens to
address aquafeeds shortage. Pros. Sem Nas Masy Biodiv Indon
Fajri, N. A., & Kartika, N. M. A. 2021. Produksi Magot Menggunakan Manur Ayam sebagai
Pakan Unggas. AGRIPTEK (Jurnal Agribisnis dan Peternakan), 1(2), 66-71.
Luthfi, A. C., Suhardi, S., & Wulandari, E. C. 2020. Produktivitas Ayam Petelur Fase Layer II
dengan Pemberian Pakan Free Choice Feeding. Tropical Animal Science, 2(2), 57-65.
Marzuki, A. dan B. Rozi. 2018. Pemberian pakan bentuk cramble dan mash terhadap produksi
ayam petelor. J. Il. Inovasi. 18 (1): 29 – 34
Maulana, R. A. 2020. Pengaruh Pemberian Darah Sapi pada Biokonversi Sampah Organik
Restoran terhadap Reproduksi Larva Lalat Black Soldier Fly (Hermetia illucens L.).
21(1), 1–9.
Pearce II, R. 2013. Manajemen Strategis : Formulasi, Implementas, dan pengendalian. Jakarta
(ID): Salemba Empat.
Rizki R, Amri AI, Yulia AE. 2017. Pengaruh pemberian campuran kompos tandan kelapa sawit
dengan abu boiler dan pupuk fosfor tanaman kacang hijau (Phaseolus radiatus L.). JOM
FAPERTA, 4(1): 1-14.
Rodli, A. F., & Hanim, A. M. 2021. Strategi Pengembangan Budidaya Maggot Bsf Sebagai
Ketahanan Perekonomian Dimasa Pandemi. IQTISHADequity jurnal MANAJEMEN,
4(1), 11-16.
SADILLAH, A. R. 2021. ANALISA USAHA TERNAK AYAM PETELUR DI KECAMATAN
KEDUNGPRING KABUPATEN LAMONGAN (Doctoral dissertation, Universitas Islam
Lamongan).
Salman, S. S., Ukhrowi, L. M., & Azim, M. T. 2020. Budidaya maggot lalat BSF sebagai pakan
ternak. JURNAL KARYA PENGABDIAN TEKNIK MESIN, 2(1), 1-6.
Setiawan, R. 2023. Kelayakan dan Strategi Pengembangan Usaha Budidaya Maggot Pada Farm
Republic Larva. Neraca: Jurnal Ekonomi, Manajemen dan Akuntansi, 1(3), 196-206.
SS, N. M., Suryani, N. N., & Suryatni, N. P. F. 2023. BUKU MONOGRAF BAHAN PAKAN
ALTERNATIF SUMBER PROTEIN PADA RANSUM AYAM BROILER. Uwais
Inspirasi Indonesia.
Umar H. 2008. Strategic management in Action. Jakarta (ID): Granedua Pustaka Utama.
Wardhana, A. P. 2016. Black Soldier Fly (Hermetia illucens) sebagai Sumber. Protein alternative
untuk pakan ternak. Wartazoa vol.26 No.2 hlm 069-078.
16
Wheelen TL. 2015. Strategic Management and Business Policy: Globalization, Innovating and
Sustainability. Ed ke-14. Harlow (UK): Perason Education Limited.
17