Esensi pancasila adalah merujuk pada nilai-nilai kemanusiaan yang
religius (humanism-religious), bukan kemanusiaan yang sekuler, oleh karena itu ukuran kebenaran yang dijadikan landasan kebijakan adalah tidak semata-mata rasiomal melainkan juga religiusitas. Secara prinsip demokrasi adalah sistem pemerintahan dimana rakyat diikut sertakan dalam pemerintah Negara, demokrasi pancasila adalah demokrasi yang bersumber pada kepribadian dan falsafah hidup bangsa Indonesia, yang implementasinya sebagaimana tercermin dalam pembukaan dan UUD 1945. Dasar dari demokrasi pancasila adalah kedaulatan rakyat (pasal 1 ayat 2 UUD 1945) sedangkan asas demokrasi pancasila adalah sila ke-4 pancasila
2. Urgensi
Urgensi pancasila sebagai ideologi dan dasar Negara, secara
epistemology, pancasila sebagai ideologi dan dasar Negara merupakan sebuah kebenaran, dan kebenarannya melalui proses waktu dan jaman yang panjang. Dalam sejarah perjalanan bangsa Indonesia, perkembangan pancasila mengalami pasang surutnya.
Dalam sejarah perjalanan bangsa Indonesia, perkembangan pancasila
sebagai ideology dan dasar Negara melalui proses perkembangan yang menganut pola dialektik diskontinyu. Pada tahap antitesis, pancasila sebagai entitas kebenaran berulang kali mengalami penyangkalan (falsifikasi) oleh sistem pemikiran baru. Namun pancasila mampu bertahan menghadapi semua penyangkalan selama ini, pancasila telah melampui proses pengokohan (corroboration). Secara epistemology, kebenaran pancasila sampai saat ini memiliki tingkat : testability, falsifiability, dan refutability. Pancasila mampu bertahan menghadapi tes-tes empiric, mampu menangkal disalahkan, mampu menghadapi penyangkalan. Sebagai ideology dan dasar Negara, kebenarannya tetap diyakini oleh bangsa Indonesia, karena mampu mengimbangi dinamika dan dialektika jaman. KEPUSTAKAAN
Idjang Tjarsono. 2021. “Demokrasi pancasila dan Bhineka Tunggal
Ika Solusi Heterogenitas”. Ilmu hubungan internasional. 4, 2. 2085-3246.
Iriyanto Widisuseno. 2014. “Azas filosofis pancasila sebagai
ideology dan dasar Negara”. Humanika. 20.2. 1412-9418.