Anda di halaman 1dari 3

Pendidikan dimulai sejak usia dini, oleh karena itu sangat penting bagi anak-anak untuk mendapatkan

pengetahuan sejak usia dini[1]. Pendidikan pada masa tersebut bertujuan untuk mempersiapkan anak-anak agar siap
memasuki tingkat Sekolah Dasar, di mana mereka mulai mengembangkan pemikiran yang lebih konkret dan mampu
memahami konsep-konsep tertentu. Pendidikan pada usia sekolah dasar (6-12 tahun) merupakan tahap pendidikan
yang sangat penting bagi peserta didik[2]. Anak-anak pada periode ini, yang merupakan kelanjutan dari usia balita,
telah mengalami perkembangan yang signifikan, seperti kemampuan berpikir kritis dan perubahan dalam sikap dan
perilaku mereka. Untuk mendukung perkembangan potensi mereka di usia sekolah dasar ini, mereka perlu
mendapatkan bimbingan dan arahan yang baik dan proporsional. Saat ini, tidak dapat disangkal bahwa terdapat
banyak bukti yang menunjukkan pentingnya dan dampak positif pendidikan pada usia sekolah dasar terhadap
pertumbuhan dan perkembangan potensi anak di masa depan. Pendidikan pada usia Sekolah Dasar melibatkan
pemikiran dan pemahaman yang lebih konkret dan kritis, sehingga pada periode ini siswa dapat diajarkan materi
pelajaran yang lebih kompleks, salah satunya adalah Matematika[3].

Peserta didik seringkali merasa kurang tertarik dengan pelajaran matematika dan menganggapnya sulit,
yang kemudian mempengaruhi interaksi dalam proses belajar mengajar. Selain itu, masalah lain seperti minimnya
sumber belajar dan keterbatasan media atau alat peraga menyebabkan pembelajaran menjadi monoton dan
membosankan, yang berdampak pada penurunan hasil belajar siswa. Selain faktor-faktor tersebut, rendahnya
prestasi belajar matematika siswa juga disebabkan oleh kesulitan memahami matematika dan kurangnya motivasi
dalam belajar, karena kebiasaan belajar yang kurang baik[4]. Ada banyak faktor yang menyebabkan rendahnya hasil
belajar matematika siswa, termasuk kurangnya keterlibatan siswa dalam proses belajar mengajar dan kurangnya
keterampilan guru dalam menyampaikan materi pembelajaran. Kegagalan guru dalam merancang dan melaksanakan
pembelajaran juga menjadi penyebab rendahnya prestasi belajar matematika siswa[5].

Dalam awal pembelajaran matematika di kelas IV SD Negeri 2 Penambongan, terlihat bahwa masih ada
siswa yang tidak aktif dan tidak mengikuti penjelasan guru. Menurut wawancara dengan guru kelas, siswa tidak
menunjukkan motivasi atau usaha untuk belajar, mereka belum sepenuhnya menguasai perkalian, dan mereka hanya
akan belajar di rumah jika ada tugas atau PR. Meskipun guru menggunakan media pembelajaran untuk menarik
perhatian siswa, siswa yang tidak aktif tetap tidak berubah menjadi aktif seperti yang diharapkan oleh guru.
Sebanyak 70% siswa di kelas IV masih mendapatkan nilai harian di bawah Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM)
untuk mata pelajaran matematika, yang memiliki nilai KKM sebesar 65[6]. Dalam wawancara dengan guru
matematika MI Da'watul Falah, ditemukan bahwa sebagian siswa menghadapi kesulitan dalam belajar matematika.
Hanya sekitar 25% dari jumlah siswa kelas 4, 5, dan 6 yang tertarik dengan matematika. Hal ini terlihat dari
rendahnya tingkat keterlibatan siswa saat diminta mengerjakan soal-soal matematika, dan hanya sedikit siswa yang
berani maju ke depan kelas untuk mengerjakan soal tersebut[5].

Dalam permasalahan yang telah disebutkan di atas, beberapa kesulitan tidak selalu disebabkan oleh faktor
kecerdasan yang rendah atau kelainan mental, tetapi juga dipengaruhi oleh faktor-faktor non-kecerdasan. Kesulitan
belajar dapat dibagi menjadi dua faktor, yaitu faktor internal (yang berasal dari dalam diri individu) dan faktor
eksternal (yang berasal dari lingkungan individu). Faktor internal mencakup: 1) sikap terhadap belajar, 2) motivasi
belajar, 3) konsentrasi belajar, 4) kemampuan mengolah bahan belajar, 5) kemampuan menyimpan hasil belajar, 6)
penggalian hasil belajar yang disimpan, 7) kemampuan berprestasi, dan 8) rasa percaya diri siswa. Sementara itu,
faktor eksternal yang mempengaruhi aktivitas belajar siswa meliputi: 1) peran guru sebagai pembimbing siswa
dalam belajar, 2) fasilitas dan sarana pembelajaran, 3) kebijakan penilaian, 4) lingkungan sosial siswa di sekolah,
dan 5) kurikulum sekolah[7]. Dari faktor-faktor yang disebutkan di atas, konsentrasi belajar memiliki pengaruh
terhadap hasil belajar yang dicapai oleh peserta didik. Hasil akhir dari proses belajar adalah pencapaian hasil belajar
yang optimal, yang biasanya dinyatakan dalam bentuk skor nilai. Skor nilai diperoleh siswa melalui berbagai tes
yang mencerminkan hasil pencapaian dari proses belajar yang telah dilakukan[6].
Hasil belajar adalah kemampuan yang dimiliki oleh siswa setelah mengalami proses pembelajaran.
Terdapat tiga jenis hasil belajar, yaitu (a) pemahaman dan pengetahuan, (b) sikap dan cita-cita, dan (c) kebiasaan
dan keterampilan. Setiap jenis hasil belajar dapat diisi dengan materi yang telah ditentukan dalam kurikulum. Selain
itu, kategori hasil belajar mencakup keterampilan intelektual, informasi verbal, strategi kognitif, keterampilan
motorik, dan sikap siswa selama pembelajaran. Proses belajar terjadi melalui interaksi antara individu dengan
lingkungannya. Perubahan perilaku dalam pengetahuan, keterampilan, atau sikap sebagai hasil dari pengalaman dan
latihan merupakan tanda bahwa seseorang telah belajar. Kemampuan manusia untuk belajar adalah ciri penting yang
membedakan manusia dari makhluk hidup lainnya. Hasil belajar merupakan komponen dalam pendidikan yang
menjadi indikator pencapaian tujuan pendidikan, karena hasil belajar diukur untuk menilai pencapaian tujuan
pembelajaran melalui proses belajar mengajar[8].

Dalam proses pembelajaran, guru memiliki kemampuan untuk menggunakan berbagai strategi
pembelajaran yang dapat memotivasi siswa dan menghasilkan respons yang positif. Hal ini membuat pengalaman
belajar siswa tidak hanya berfokus pada menghafal materi pelajaran, tetapi juga menghadirkan kegembiraan dan
pemahaman yang mendalam. Strategi pembelajaran merupakan kegiatan yang dilakukan oleh guru dan siswa untuk
mencapai tujuan pembelajaran secara efektif dan efisien. Strategi pembelajaran juga merupakan kombinasi seni dan
ilmu untuk mengarahkan pembelajaran agar tujuan yang ditetapkan dapat dicapai dengan cara yang efisien dan
efektif[9]. Salah satu strategi pembelajaran yang dapat digunakan adalah Project Based Learning. Project Based
Learning adalah strategi pembelajaran yang menggunakan proyek atau kegiatan sebagai sarana untuk mencapai
kompetensi dalam sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Fokus pembelajaran dalam strategi ini adalah pada
aktivitas siswa untuk memecahkan masalah dengan menerapkan keterampilan penelitian, analisis, pembuatan, dan
presentasi produk pembelajaran berdasarkan pengalaman nyata. Strategi ini memberikan kesempatan bagi siswa
untuk bekerja secara mandiri atau dalam kelompok dalam menciptakan produk autentik yang berhubungan dengan
masalah nyata dalam kehidupan sehari-hari[10].

Fokus pembelajaran terletak pada kegiatan siswa dalam menyelesaikan masalah dengan menggunakan
keterampilan penelitian, analisis, pembuatan, dan presentasi produk pembelajaran berdasarkan pengalaman nyata.
Strategi ini memungkinkan siswa bekerja secara mandiri atau dalam kelompok untuk menciptakan produk otentik
yang berasal dari masalah nyata dalam kehidupan sehari-hari[11]. Keberhasilan pendidikan di sekolah tidak hanya
bergantung pada kurikulum, tetapi juga tergantung pada strategi pembelajaran yang telah dijelaskan di atas, serta
dipantau melalui hasil belajar yang dicapai oleh siswa. Pada akhir setiap proses pembelajaran, evaluasi selalu
dilakukan untuk menilai tingkat keberhasilan siswa dalam proses pembelajaran yang telah dilaksanakan selama
periode waktu tertentu. Evaluasi merupakan proses pengumpulan data yang bertujuan untuk menentukan sejauh
mana, dalam hal apa, dan bagaimana tujuan pendidikan telah tercapai.

Menurut teori yang dikemukakan oleh Benjamin S. Bloom dalam Taksonomi Tujuan Pendidikan, terdapat
tiga macam ranah tujuan pendidikan, yaitu ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik. Ranah kognitif berkaitan
dengan perubahan perilaku dalam hal kognisi. Proses pembelajaran melibatkan aktivitas mulai dari menerima
rangsangan, menyimpan informasi, hingga pengolahan oleh otak. Bloom menjelaskan bahwa tingkat hasil belajar
dalam ranah kognitif dimulai dari yang terendah dan sederhana, seperti hafalan, hingga yang tertinggi dan kompleks,
seperti evaluasi. Ranah afektif mengacu pada perubahan perilaku yang berhubungan dengan nilai-nilai, sikap, dan
perilaku. Hasil belajar dalam ranah afektif disusun dalam urutan dari yang terendah hingga yang tertinggi. Ranah
psikomotorik berkaitan dengan perubahan perilaku yang melibatkan keterampilan fisik dan motorik. Hasil belajar
dalam ranah psikomotorik disusun dalam urutan dari yang terendah dan sederhana hingga yang tertinggi. Namun,
tingkat hasil belajar yang lebih tinggi hanya dapat dicapai setelah siswa menguasai hasil belajar yang lebih rendah.
Ini merupakan teori yang dijelaskan oleh Benjamin S. Bloom dalam Taksonomi Tujuan Pendidikan, yang membagi
tujuan pendidikan ke dalam tiga ranah: kognitif, afektif, dan psikomotorik. Dalam setiap ranah, terdapat tingkatan
hasil belajar yang berkembang dari yang paling rendah hingga paling tinggi[5].
Belajar adalah elemen kunci yang sangat penting dalam setiap upaya pendidikan, dan tanpa adanya proses
belajar, pendidikan sejatinya tidak akan ada. Tujuan dari belajar adalah menciptakan perubahan dalam diri
seseorang, baik itu perubahan dari keadaan yang kurang baik menjadi lebih baik, maupun penambahan pengetahuan,
pemahaman, dan keterampilan dalam diri individu. Namun, tidak semua perubahan dapat disebut sebagai hasil
belajar. Perubahan yang merupakan hasil belajar memiliki ciri-ciri yang spesifik. Setiap perilaku belajar selalu
ditandai oleh ciri-ciri perubahan yang khas dan karakteristik perilaku belajar, antara lain: 1) Perubahan tersebut
disengaja, 2) Perubahan tersebut bersifat positif dan aktif, 3) Perubahan tersebut efektif dan berfungsi[12].

Dari permasalahan di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk mengetahui “Pengaruh Strategi
Pembelajaran Project Based Learning Terhadap Hasil Belajar Matematika Materi Bangun Ruang Pada
Kurikulum Merdeka Kelas IV Sekolah Dasar”. Tujuan peneliti yaitu mendeskripsikan kelayakan Strategi
Pembelajaran Project Based Learning terhadap hasil belajar matematika

Anda mungkin juga menyukai