Anda di halaman 1dari 4

JAWABAN UTS PENDIDIKAN MULTIKULTURAL

MHD ROFI' AFUW ARDANA

PAI 2 SEMESTER VII

0301172424

1. a. Prudence Crandall mengemukakan bahwapendidikan multikultural adalahpendidikan yang


memperhatikan secara sungguh-sungguh terhadap latar belakang peserta didik baik dari aspek
keragaman suku (etnis), ras, agama (aliran kepercayaam) dan budaya (kultur).

b. Ruang Lingkup Pendidikan Multikultural

Berdasarkan beberapa pendapat di atas dikemukakan bahwa pendidikan multikulturaladalah


sebuah pendidikantentang keberagaman kebudayaan dalam merespon perubahan demografi dan kultur
lingkungan masyarakat yang serba plural, seperti halnya negara-bangsa Indoneia.

2. peluang dan ancaman multikultural antara lain adalah membeda beda kannya pendidik antara
peserta didik dari agama masing2 pesertaa didik dari segi aspek dan tingkah laku peserta didik

3. sejarah pendidikan multikulturalisme: Pendidikan multikultural lahir sejak 30 silam, sesudah Perang
Dunia II dengan lahirnya banyak negara dan perkembangannya prinsip-psinsip demokrasi. Pandangan
multikulturalisme dalam masyarakat Indonesia dalam praktik kenegaraan belum dijalani seharusnya.
Lambang Bhinheka Tunggal Ika, yang memiliki makna keragaman dalam kesatua yang ditampilkajn
hanya kesatuannya dan mengabaikan keragaman budaya dan masyarakat Indonesia. Pada masa Orde
Baru menunjukan relasi masyarakat terhadap praktek hidup kenegaraan tersebut. Ternyata masyarakat
kita ingin menunjukkan identitasnya sebagai masyarakat bhinheka yang selama Orde Baru telah ditindas
dengan berbagai cara untuk mencapai kesatuan bangsa. Demikian pula praksis pendidikan sejak
kemerdekaan sampai era Orde Baru telah mengabaikan kekayaan kebhinhekaan kebudayaan Indonesia
yang sebenarnya merupakan kekuatan dalam suatu kehidupan demokrasi. Sejak jatuhya presiden
Suharto dari kekuasaannya, yang kemudian diikuti dengan masa yang disebut era Reformasi, Indonesia
mengalami disintregasi, krisis moneter, ekonomi, politik dan agama yang mengakibatkan terjadinya
krisis dalam kehidupan bangsa dan negara. Pada era Reformasi pendidikan dijadikan sebagai alat politik
untuk melanggengkan kekuasaan yang memonopoli sistem pendidikan untuk kelompok tertentu.
Dengan kata lain pendidikan multikultural belum penting walaupun realitas kultur dan agama sangat
beranekaragam. Era reformasi, membawa angin demokrasi sehingga menghidupkan kembali wacana
pendidikan multikultural sebagai kekuatan dari bangsa Indonesia. Dalam era Reformasi ini, tentunya
banyak hal yang perlu ditinjau kembali. Salah satunya mengenai kurikulum di sekolah kita dari semua
tingkat dan jenis, apakah telah merupakan sarana untuk mengembangkan multikultural. Selain masalah
kurikulum juga mengenai otonomisasi pendidikan yang diberikan kepada daerah agar pendidikan
merupakan tempat bagi perkembagan kebhinhekaan kebudayaan Indonesia. Pendidikan multikultural
untuk Indonesia memang sesuatu hal yang baru dimulai, Indonesia belum mempunyai pengalaman
mengenai hal ini. Apalagi otonomi daerah juga baru disampikan. Oleh sebab itu, diperlukan waktu dan
persiapan yang cukup lama untuk memperoleh suatu bentuk yang pas dan pendekatan yang cocok
untuk pendidikan multikultural di Indonesia. Bentuk dan sistem yang cocok bagi Indonesia bukan hanya
memerlukan pemikiran akademik dan analisis budaya atas masyarakat Indonesia yang pluralis, tetapi
juga meminta kerja keras untuk melaksanakannya. Gagasan multikultural yang dibangun dengan konsep
konsep yang abstrak tetapi pengembangan pola tingkah lakuyang hanya dapat diwujudkan melalui
pendidikan. Selain itu, multikultural tidak berhenti pada pengakuan akan identitas suatu kelompok
masyarakat atau suatu suku tetapi juga ditunjukan kepada terwujudnya Integrasi nasional melalui
budaya yang beragam. Pendidikan multikultural menyatakan adanya keragaman agama, etnik, dan
budaya masyarakat suatu bangsa, dikatakan R. Stavenhagen: (Religius, linguistik, dan minoritas nasional,
serta masyarakat hukum adat sering kali disubordinasikan, terkadang dengan paksa dan bertentangan
dengan keinginan mereka, demi kepentingan negara dan masyarakat dominan. Sementara banyak orang
harus membuang budaya mereka sendiri , bahasa, agama dan tradisi, dan beradaptasi dengan norma
dan adat istiadat asing yang dikonsolidasikan dan direproduksi melalui institusi nasional, termasuk
sistem pendidikan dan hukum. Kelompok minoritas, etnis, juga penduduk pribumi dan tidak pernah
beradab, sering tersubordinasi, yang kadang-kadang kuat dan buas melawan kehendak mereka,
kehendak negara dan masyarakat yang dominan. mereka, bahasa mereka, agama dan tradisi mereka,
dan harus menyesuaikan diri dengan aturan yang kebiasaan dan kebiasaan sistem sebagai hasil konsiliasi
dan instituasi nasional, termasuk didalamnya adalah pendidikan dan sistem hukum) Konsep pendidikan
multikultural di negara-negara yang menganut konsep demokratik seperti Amerika Serikat dan Kanada,
kesalahan suatu hal baru lagi. Mereka telah melaksanakannya terkhusus dalam upaya melenyapkan
diskriminasi antara orang kulit dan kulit hitam dan bertujuan memajukan serta melaporkan integritas
nasional.

4.

5. pendekatan pendekatan pendidikan multikultural:

1. Pendekatan Historis

Pendekatan ini mengandaikan bahwa materi yang diajarkan kepada pembelajar dengan menengok
kembali ke belakang. Maksudnya agar pebelajar dan pembelajar mempunyai kerangka berpikir yang
komplit sampai ke belakang untuk kemudian mereflesikan untuk masa sekarang atau mendatang.
Dengan demikian materi yang diajarkan bisa ditinjau secara kritis dan dinamis.

2. Pendekatan Sosiologis
Pendekatan ini mengandaikan terjadinya proses kontekstualisasi atas apa yang pernah terjadi di masa
sebelumnya atau datangnya di masa lampau. Dengan pendekatan ini materi yang diajarkan bisa
menjadi aktual, bukan karena dibuat-buat tetapi karena senantiasa sesuai dengan perkembangan zaman
yang terjadi, dan tidak bersifat indoktrinisasi karena kerangka berpikir yang dibangun adalah kerangka
berpikir kekinian. Pendekatan ini bisa digabungkan dengan metode kedua, yakni metode pengayaan.

3. Pendekatan Kultural

Pendekatan ini menitikberatkan kepada otentisitas dan tradisi yang berkembang. Dengan pendekatan
ini pembelajar bisa melihat mana tradisi yang otentik dan mana yang tidak. Secara otolatis pebelajar
juga bisa mengetahui mana tradisi arab dan mana tradisi yang datang dari islam.

4. Pendekatan Psikologis

Pedekatan ini berusaha memperhatikan situasi psikologis perseorangan secara tersendiri dan mandiri.
Artinya masing-masing pembelajar harus dilihat sebagai manusia mandiri dan unik dengan karakter dan
kemampuan yang dimilikinya. Pendekatan ini menuntut seorang pebelajar harus cerdas dan pandai
melihat kecenderungan pembelajar sehingga ia bisa mengetahui metode-metode mana saja yang cocok
untuk pembelajar.

5. Pendekatan Estetik

Pendekatan estetik pada dasarnya mengajarkan pembelajar untuk berlaku sopan dan santun, damai,
ramah, dan mencintai keindahan. Sebab segala materi kalau hanya didekati secara doktrinal dan
menekan adanya otoritas-otoritas kebenaran maka pembelajar akan cenderung bersikap kasar.
Sehingga mereka memerlukan pendekatan ini untuk mengapresiasikan segala gejala yang terjadi di
masyarakat dengan melihatnya sebagai bagian dari dinamika kehidupan yang bernilai seni dan estetis.

6. Pendekatan Berprespektif Gender


Pendekatan ini mecoba memberikan penyadaran kepada pembelajar untuk tidak membedakan jenis
kelamin karena sebenarnya jenis kelamin bukanlah hal yang menghalangi seseorang untuk mencapai
kesuksesan. Dengan pendekatan ini, segala bentuk konstruksi sosial yang ada di sekolah yang
menyatakan bahwa perempuan berada di bawah laki-laki bisa dihilangkan.

Anda mungkin juga menyukai