A. Dasar pemikiran
Kemajuan Teknologi tidak serta merta berdampak positif terhadap masyarakat, tetapi juga mempunyai
dampak negative yang luar biasa. Media informasi yang begitu dahsyat mengumbar “Realitas Kamuflase”,
telah meluluh-lantahkan tatanan nilai dan norma. Maka melihat daripada fenomena ini, seakan membuat
masyarakat sedang di tidurkan dengan lelap oleh kemajuan zaman. Hal ini justru menenggelamkan
masyarakat pada kebodohan secara utuh, dan enggan untuk memandang pentingnya ilmu pengetahuan dan
pendidikan. Sehingga telah menumpulkan budaya kritis masyarakat. Pendidikan jika dilihat dari teori kritis
yaitu memperluas gagasan rasionalitas. Jika disesuaikan dengan zaman sekarang, rasionalitas lebih dari
sekedar pemikiran kritis. Rasionalitas sendiri suatu pemikiran dan aksi yang membuka jalan untuk
kebebasan dan emansipasi manusia secara keseluruhan.
Tujuan dari teori kritis sendiri adalah memberikan pandangan yang rasional dan memberdayakan
subjek manusia untuk mengubah situasi-situasi yang kaku dan mencapai kesetaraan. Bahkan Pendidikan
sejatinya usaha etis dari manusia, untuk manusia dan untuk masyarakat manusia atau proses memanusiakan
manusia tanpa memandang apapun (status dan jabatan) dan dihadapan pendidikan semua manusia sama,
hal ini kembali dipertegas dan diperkuat oleh cita-cita kemerdekaan Indonesia yang termaktub dalam
pembukaan UUD 1945 yaitu "Mencerdaskan Kehidupan Bangsa" sebagai salah satu icon penting
kehidupan masyarakat perlu dilakukan upaya-upaya aktualisasi menuju masa depan yang lebih baik.
Di Indonesia sendiri, lembaga pendidikan pertama kali ada sejak kekuasaan hindia belanda. Dimana
pemerintah hindia belanda membolehkan masyarakat pribumi untuk ikut belajar atau menuntut ilmu di
sekolah-sekolah yang diirikan oleh belanda pada saat itu, sebagai imbalan untuk masyarakat pribumi.
Namun beberapa ketimpangan terjadi, seperti orang-orang pribumi selalu diperlakukan tidak adil,
sementara anak-anak belanda dan tuan tanah diperlakukan istimewa.
Pendidikan Indonesia masa Orde Baru diterangai banyak pengamat sebagai situasi dan kondisi
pendidikan yang sangat menyisakan banyak persoalan. Paling tidak terdapat tiga persoalan utama yang
menjadi ciri umum pendidikan di indonesia masa ini. Pertama, kebijakan pendidikan yang sangat
sentralistik dan menekan uniformitas (keseragaman), yang menyebabkan format kurikulum, buku ajar,
bahkan hingga penilaian hasil pendidikan diatur serba seragam mengikuti garis petunjuk atau indoktrinasi
dari pemerintah pusat. Kebijakan seperti ini pada gilirannya menutup ruang gerak dan improvisasi
pendidikan yang sesuai dengan kondisi sosial, budaya dan ekonomi masyarakat tempat pendidikan
berlangsung. Kedua, kebijakan pendidikan nasional yang diskriminatif dalam memperlakukan sekolah
swasta, sehingga hal ini memberi kesan bahwa pendidikan hanya milik pemerintah, bukan milik masyarakat.
Kondisi ini menyebabkan adanya jurang pemisah antara "Negeri" dan "Swasta", Dimana mayoritas dana,
sarana, dan perhatian pemerintah dipusatkan pada sekolah negeri, sehingga kualitas swasta terabaikan.
Ketiga, sistem pendidikan yang belum mampu memberdayakan masyarakat secara kualitas, meskipun
secara kuantitas pendidikan masa Orde Baru telah memperlihatkan prestasi yang cukup baik. Secara
kuantitas, peserta didik dari tahun ketahun meningkat, tapi secara kualitas ini tidak bisa dibanggakan.
Laporan UNDP (United Nations Development Programme) tahun 2018 menunjukan bahwa indeks kualitas
SDM Indonesia (Human Development Index HDI) Indonesia berada pada urutan 118 dari 189 Negara.
Kurangnya Pemberdayaan masyarakat dari segala kualitas ini disebabkan karena dulu ketika pemerintahan
Orde Baru sejak awal sudah membuat skenario pendidikan sebagai salah satu Instrument untuk
melangggengkan kekuasaannya.
Sedangkan tugas pendidikan dalam perspektif kritis adalah melakukan refleksi kritis, terhadap sistem
dan “idologi yang dominan” yang tengah berlaku di masyarakat, serta menantang sistem tersebut untuk
memikirkan sistem alternative ke arah transformasi sosial menuju suatu masyarakat yang adil. Tugas ini
dimanifestasikan dalam bentuk kemampuan menciptakan ruang agar muncul sikap kritis terhadap sistem
dan struktur ketidakadilan sosial, serta melakukan dekonstruksi terhadap diskursus yang dominan dan tidak
adil menuju sosial yang lebih adil. Maka dari itu, Pendidikan sebagai instrumen yang efektif untuk
membangun manusia yang berkualitas, pendidikan seharusnya dikembalikan kepada kerangka idealitasnya.
Hingga saat ini, masalah-masalah dalam tubuh pendidikan belum kunjung terselesaikan. Masih banyak
orang-orang yang tidak mampu untuk mengenyam pendidikan bahkan hingga putus sekolah. karena
keterbatasan ekonomi, atau terbatas secara sarana dan prasarana. Yang berakibat fatal terhadap kemajuan
bangsa. Ki Hajar dewantara mengatakan bahwa pendidikan adalah kunci dari maju atau mundurnya suatu
peradaban masyarakat, jika pendidikannya tidak benar, maka peradaban masyarakatnya pun akan mundur,
begitupun sebaliknya. Belum lagi berbicara mengenai masuknya kapitalisme dalam tubuh pendidikan yang
membuatnya makin rumit.
Kebijaksanaan dalam memandang situasi menjadi alasan mutlak bagi kader PMII dalam menganalisa
kondisi tentang pendidikan hari ini yang kian rumit sekan mengurai benang kusut, sulit menemukan ujung
pangkal permasalahannya. Maka pengetahuan menjadi alasan utama yang ditawarkan PMII sebagai proses
pembentukan karakter individu dalam menyelami arus realitas, hadirnya PMII harus menjadi penyatu
perpecahan masyarakat serta menjaga keutuhan NKRI dari kepentingan asing ataupun aseng yang masuk
baik melalui ideologi (pemikiran) ataupun berkedok investasi ekonomi berkepanjangan dengan terus
menyedot kekayaan sumber daya alam ataupun penghisapan terhadapap masyarakat indonesia melalui
legalisasi perbudakan manusia atas dasar aturan dan undang-undang yang disahkan. Tugas kita sebagai
kader PMII ialah tetap menjaga bangsa ini dari virus bahkan ancaman neo-Imprealisme, Kapitalisasi dan
Privatisasi pendidikan yang terus menyebarluas dengan begitu halus dan mulus tanpa tercium dan tersentuh.
Berdasarkan realita ini, maka pengurus PMII Rayon Fakultas Tarbiyah dan Keguruan Komisariat UIN
SGD Cabang Kota Bandung mencoba memberikan pengetahuan dan pencerdasan bagi kader/anggotanya
menjadi seorang kader yang benar-benar mampu meningkatkan pribadi muslim yang berintelektual kritis
transformatif dan mampu menghadirkan solusi dan karya untuk pendidikan saat ini, bahkan mampu
membawa perubahan untuk wajah baru pendidikan di Indonesia dengan selalu memegang teguh prinsip
Nilai Dasar Pergerakan (NDP), dengan melaksanakan Sekolah Pendidikan Kritis (SPK).
Kegiatan ini dinamakan Sekolah Pendidikan Kritis (SPK) ke III di PMII Rayon Fakultas Tarbiyah dan
Keguruan Komisariat UIN Sunan Gunung Djati Cabang Kota Bandung.
Tema Kegiatan
C. Landasan kegiatan
D. Tujuan Kegiatan
1. Memberikan pelatihan dan pembelajaran tentang konsep dan penerapan pendidikan kritis bagi
mahasiswa.
2. Membentuk kader PMII sebagai elemen intelektual akademik yang dapat terus untuk
memelihara idealismenya. yang senantiasa membaca melalui sisi kekritisannya yang terus
dipelihara dengan kemampuannya untuk menganalisis masalah-masalah sosial.
3. Mencetak kader PMII yang paham akan makna dan hakikat pendidikan berlandaskan
kemanusiaan
4. Mencetak kader PMII yang paham akan konsep dan skema tentang pendidikan kritis
F. Bentuk Kegiatan
Sekolah Pendidikan Kritis (SPK) III ini dilaksanakan oleh Pengurus Rayon PMII Fakultas Tarbiyah
dan Keguruan Komisariat UIN Sunan Gunung Djati Cabang Kota Bandung. Dengan Susunan
Kepanitiaan Sebagaimana Terlampir. Adapun unsur-unsur secara umum sebagai berikut:
1. Panitia
Panitia adalah tim yang dibentuk oleh penyelenggara untuk melaksanakan Sekolah Pendidikan
Kritis (SPK), yang disahkan melalui SK Kepanitiaan SPK. Susunan pokok kepanitiaan SPK
terdiri atas Steering comite (SC) dan Organizing Comite (OC) secara detail susunan kepanitiaan
dibuat berdasarkan kebutuhan SPK.
2. Pemateri
Narasumber adalah orang yang ditunjut untuk memberikan materi tertentu sebagaimana
diminta oleh panitia SPK. Narasumber selain harus memberikan materi yang ditentukan, juga
harus memahami materi serta tujuan diselenggarakannya SPK. Narasumber terdiri dari:
a. Kader PMII Kota Bandung (Demisioner Rayon) yang di pandang memiliki kompetensi dan
kapasitas dalam menyampaikan dan menerangkan materi.
b. Kader PMII yang telah paripurna dan dipandang memiliki kompetensi dalam menjelaskan
muatan isi materi
c. Tokoh masyarakat, akademisi atau professional yang di pandang memiliki kompetensi
3. Moderator
Moderator adalah orang yang ditunjuk untuk mendampingi pemateri sebagaimana diminta
oleh panitia SPK. Selain mendampingi pemateri, moderator harus memahami materi yang
dibawakan oleh pemateri dan mampu memberikan prolog sebelum pemateri memaparkan
materinya.
4. Instruktur
Instruktur adalah kader yang dinilai memiliki pengetahuan cukup atas materi SPK. Instruktur
SPK berjumlah tiga-lima orang, mereka bekerjasama dan dapat saling menggantikan
menjalankan tugas sebagai instruktur. Diantara tugas instruktur adalah:
a. Menjembatani antara pemateri dengan peserta terkait pemahaman materi-materi yang
disampaikan dan selalu mendampingi diantara pemateri dan moderator selama kegiatan
berlangsung.
b. Memantau perkembangan forum secara utuh (kondisi peserta, isi materi, peralatan materi,
dan perlengkapan SPK)
c. Memberikan orientasi umum kepada peserta tentang arah yang dituju dari SPK di awal
kegiatan.
d. Mengarahkan peserta untuk meninjau kembali dari pemahaman mereka terhadap seluruh
materi SPK di akhir kegiatan serta membimbing peserta dalam pengambilan kesimpulan
dari keseluruhan materi SPK.
e. Mengantarkan dan mengakhiri sebelum dan sesudah materi oleh narasumber.
f. Menegakkan kedisiplinan untuk menjamin keberlangsungan kegiatan sesuai dengan
peraturan SPK.
5. Notulen
Notulen adalah orang yang ditunjuk untuk mencatat setiap diskusi dan perbincangan yang
terjadi dalam setiap sesi SPK. Notulen berjumlah maksimal tiga orang dan dapat saling
menggantikan dalam bertugas.
6. Petugas Forum
Petugas forum adalah bagian dari panitia yang secara khusus ditunjuk untuk melayani
kebutuhan forum. Tugas-tugas petugas forum adalah:
H. Peserta Kegiatan
Sasaran peserta kegiatan Sekolah Pendidikan Kritis (SPK) adalah anggota dan kader PMII Rayon
Fakultas Tarbiyah, delegasi setiap rayon Komisariat UIN Sunan Gunung Djati Cabang Kota
Bandung, dan terbuka untuk seluruh anggota dan kader PMII Se-Jawa Barat.
I. Materi Kegiatan
a. Ideologi Pendidikan
b. Telaah Kurikulum
c. Peta Pendidikan Indonesia
d. Sistem Pendidikan Indonesia
e. Kapitalisme, globalisasi dan neoliberalisme pendidikan
f. Filsafat Pendidikan Kritis
g. Pendidikan Era Digitalisasi
h. Kondisi Objektif Kebijakan Pendidikan
i. Realitas guru indonesia zaman dulu dan sekarang
j. Sosio Ekonomi Pendidikan
J. Output
K. Outcame
L. Sumber dana
a. Kas Rayon
b. Kontribusi Peserta
c. Alumni PMII
d. Donatur
M. Susunan panitia
SUSUNAN KEPANITIAN
SEKOLAH PENDIDIKAN KRITIS
PERGERAKAN MAHASISWA ISLAM INDONESIA
RAYON FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
KOMISARIAT UIN SUNAN GUNUNG DJATI BANDUNG
CABANG KOTA BANDUNG
Penanggung Jawab : Muhammad Aditia Nasrudin
Fitri Nurlaeli
Bidang Acara
SC : George Bilal Alfath
OC : Abdul Rafy Jaelani
Naufal Muhammad Akbar
Rizqi Rahmana
Ibrahim Nusantara
Muty Maturahmah
Bidang PDD
SC : Zefi Za’far
OC : Lutfhi Setiandi Alhafizh
M Izyan Nasrullah
Sulis
Fadila Nurul Azizah
Rizqi Nur Mentari
Bidang Konsumsi
SC : Camelia Noer Zain
OC : Teguh Darmawan
Nur Aliza
Eli Musrifah Hasibuan
N. Susunan acara
SUSUNAN ACARA
SEKOLAH PENDIDIKAN KRITIS
PERGERAKAN MAHASISWA ISLAM INDONESIA
RAYON FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
KOMISARIAT UIN SUNAN GUNUNG DJATI BANDUNG
CABANG KOTA BANDUNG
Sambutan – sambutan :
Ketua OC Fariz Hafidz
Ketua Rayon FTK M. Aditya Nasrudin
Ketua Komisariat UIN M. Nur Fauzan
SGD
Ketua Cabang Kota Maulana Yusuf, S.Pd
Bandung
Doa & Penutup Abdul Rafy Jaelani
Sambutan – sambutan :
Ketua OC Fariz Hafidz
Ketua Rayon FTK M. Aditya Nasrudin
O. Penutup
Demikian TOR ini dibuat dengan sebenar-benarnya sebagai deskripsi alur kegiatan. Harapan kami
kegiatan ini dapat berjalan dengan sukses sebagaimana target yang diharapkan. Semoga ketulusan
serta partisipasi semua pihak dapat menjadikan kontribusi yang positif untuk jalannya kegiatan ini
sebagai bentuk tanggung jawab sosial demi masa depan.