Anda di halaman 1dari 9

YAYASAN PONDOK PESANTREN MIFTAHUL ‘ULUM

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM


(STAI) MIFTAHUL ‘ULUM MUKOMUKO
SK.DIRJEN NO. Dj. I/352 A/2010, NSPTI 143-17-71-07-001
STATUS TERAKREDITASI BAN-PT NOMOR : 550/SK/BAN-PT/Akred/PT/VI/2015
Website : Staimu-mukomuko.ac.id email : Staimiftahululum10@gmail.com
Jln. Bengkulu-padang Desa Sidodadi Kec. Penarik Kab. Mukomuko Prov. Bengkulu Kode Pos 38768

Nama : dewi maimuna sari


Mata kuliah : sosiologi pendidikan
Prodi : manajemen pendidikan islam (mpi)
Nim : 210101159
Semester : IV
Dosen pengampu : asboni

Review Jurnal

“Pendidikan dan Perubahan Sosial”

A. Resume Penelitian

Dalam masyarakat, pendidikan sangat identik memunculkan perubahan sosial karena

pada dasarnya pendidikan sendiri bertalian dengan transmisi pengetahuan, sikap,

kepercayaan, keterampilan dan aspek-aspek kelakuan lainnya kepada generasi muda.

Dengan kata lain, dalam pendidikan ada proses internaliasi nilai-nilai perubahan,

keterampilan yang memungkinkan sebuah masyarakat berubah untuk menuju arah

yang lebih baik.

Menurut Wilbert Moore, pendidikan adalah salah satu lembaga yang

memungkinkan terjadinya perubahan sosial di masyarakat. Dengan sistematika yang


rigid dan teratur, pendidikan ikut menyumbang dalam proses sosialisasi individu agar

menjadi anggota masyarakat yang diharapkan.

Secara konsepsi, pendidikan memang berfungsi untuk menyampaikan,

meneruskan atau mentransmisi kebudayaan, diantaranya nilai-nilai nenek moyang,

kepada generasi muda. Dalam fungsi ini sekolah itu konserfativ dan berusaha

mempertahankan status quo demi kestabilan politik, kesatuan dan persatuan bangsa.

Tulisan dengan judul “Pendidikan dan Perubahan Sosial” karya Jamila, Ellis

Mardiana Panggabean dan Indraprasetia ingin menyoroti bagaimana peran pendidikan

dalam pembangunan sebuah negara, dan bagaimana pendidikan bisa menjadi stimulus

bagi perubahan sosial.

Dalam proses kemunculannya, pendidikan lahir seiring dengan keberadaan

manusia, bahkan dalam proses pembentukan masyarakat pendidikan ikut andil untuk

menyumbangkan proses-proses perwujudan pilar-pilar penyangga masyarakat

misalnya melalui pewarisan kebudayaan dan internalisasi pada setiap individu,

pendidikan hadir dalam bentuk sosialisasi kebudayaan, berinteraksi dengan nilai-nilai

masyarakat setempat dan memelihara hubungan timbal balik yang menentukan

proses-proses perubahan tatanan sosio-kultur masyarakat dalam rangka

mengembangkan kemajuan peradabannya.

Dalam penelitiannya, ketiga peneliti tersebut menyajikan fakta bahwa

pendidikan merupakan sarana utama untuk mensukseskan pembangunan nasional,

karena dengan pendidikan diharapkan dapat mencetak sumber daya manusia


berkualitas yang dibutuhkan dalam pembangunan. Oleh sebab itu, pendidikan

seyogiyanya harus memperhatikan isu-isu utama seperti :

 Apa yang menjadi sasaran atau tujuan utama pendidikan yang ingin dicapai

 Apa program pembangunan pendidikan ini ditekankan pada aspek kualitas

atau kuantitas

 Bagaimana upaya untuk meningkatkan pemerataan kesempatan pendidikan

 Berapa biaya yang dibutuhkan

 Berapa persen sumber-sumber negara yang akan disediakan untuk

menyelenggarakan pendidikan.

 Titik berat pembangunan pendidikan diletakkan pada peningkatan mutu setiap

jenjang dan jenis pendidikan serta perluasan kesempatan belajar pada jenjang

pendidikan dasar. Pendidikan juga merupakan hal mutlak yang harus dipenuhi

dalam upaya meningkatkan taraf hidup suatu bangsa agar tidak sampai

menjadi bangsa yang terbelakang dan tertinggal dengan bangsa lain.

Beberapa teori yang digunakan oleh ketiga peneliti dalam

mengoperasionalisasikan penelitiannya lebih banyak bersandar pada teori-teori

empiris seperti yang dikemukakan oleh Tilaar yang melihat pendidikan sebagai

sebuah proses pembudayaan yang ikut berpartisifasi dalam menumbuhkan dinamika

dan proses sosial. Lebih jauh Tilaar juga menganalisa bahwa krisis dalam dunia

pendidikan selama ini tidak bisa dilepaskan dari adanya krisis masyarakat dalam

berbagai aspek kehidupannya sehingga menyebabkan terjadinya kedangkalan budaya

dan hilangnya identitas lokal dan nasional (Tilaar, 2004).


Perubahan masyarakat global dengan liberalisasi pendidikannya dewasa ini

juga mau tidak mau menuntut lembaga pendidikan untuk mampu menghasilkan

kualitas peserta didik yang dapat bersaing secara kompetitif agar dapat diterima pasar.

Tuntutan untuk memenuhi kebutuhan pasar ini pada akhirnya akan mendorong

lembaga pendidikan menjadi lebih bercirikan knowledge based economy institution.

Pendidikan yang hanya berorientasi untuk mencetak generasi yang bisa diterima pasar

secara ekonomis hanya akan mampu mencetak peserta didik yang berpikir dan

bertindak global sehingga mereka tidak memiliki kecerdasan emosional yang akhirnya

bermuara pada terjadinya krisis moral dari peserta didik.

Untuk melengkapi definisi tentang pendidikan yang diteliti oleh ketiga peneliti

tersebut di atas, saya meminjam teori Dewey (2001:6) tentang pendidikan yang

mengemukakan bahwa Education, in its broadest sense, is the means of this social

continuity of life. Every one of the constituent elements of a social group, in a modern

city as in a savage tribe, is born immature, helpless, with out language, beliefs, ideas,

or social standards. Each individual, each unit who is the carrier of the life

experience of his group, in time passes away. Yet the life of the group goes on.

Bercermin dari penafsiran Dewey atas pendidikan, maka dapat disimpulkan

bahwa secara hakiki pendidikan berfungsi membekali pengalaman dan keterampilan

kepada peserta didik untuk dapat mengembangkan kemampuannya untuk

mempertahankan hidupnya.

Agar pendidikan lebih terfokus seperti yang dikriterikan oleh penulis pada

pembahasan di atas, maka perlu dibangun sebuah guidance yang dapat

menghantarkan pendidikan menuju ultimate goals sehingga nilai-nilai dan tujuan bisa
lebih cepat tercapai. Dalam hal ini, Oliva (1992:6) mengatakan bahwa, keberadaan

kuriukulum atau sistematika pendidikan adalah sebuah keniscayaan.

Menurut Olivia, curriculum can be conceived in a narrow way (as subjects

taught) or in a broad way as all the experiences of learners, both in school and out,

directed by the school. Disimpulkan bahwa kurikulum dalam artian sempit merupakan

sebagai pokok mengajar dan arti luas sebagai semua pengalaman belajar, baik dalam

dan keluar sekolah, di bawah pengawasan sekolah sehingga pelajaran berupaya

menciptakan pengalaman belajar bagi siswa perlu mendapat prioritas yang utama

dalam kegiatan pembelajaran.

Lantas apa hubungannya pendidikan dengan perubahan sosial di masyarakat?

Dengan mengutip sebuah landasan teori dari Selo Soemardjan, ketiga penulis tersebut

mengemukakan bahwa perubahan sosial adalah perubahan bentuk yang mencakup

keseluruhan aspek kehidupan masyarakat, terjadi baik secara alamiah mau pun karena

adanya rekayasa sosial (Selo Soemardjan: 1987:285).

Lebih jauh Selo Soemardjan juga menjelaskan bahwa perubahan sosial adalah

segala perubahan pada lembaga-lembaga kemasyarakatan di dalam suatu masyarakat

yang memengaruhi sistem sosialnya, termasuk di dalamnya nilai-nilai, sikap, dan pola

perilaku di antara kelompokkelompok dalam masyarakat.

Mengenai faktor kemunculan sebuah perubahan sosial, Selo Soemardjan

mengatakan bahwa hal tersebut tidak lepas dari beberapa faktor baik yang berasal dari

dalam masyarakat (internal) maupun yang berasal dari luar masyarakat (eksternal).

Faktor-faktor internal, merupakan faktor-faktor perubahan yang berasal dari

dalam masyarakat, misalnya (1) perubahan aspek demografi (bertambah dan


berkurangnya penduduk), (2) konflik antar-kelompok dalam masyarakat, (3)

terjadinya gerakan sosial dan/atau pemberontakan (revolusi), dan (4) penemuan-

penemuan baru, yang meliputi (a) discovery, atau penemuan  ide/alat/hal baru yang

belum pernah ditemukan sebelumnya (b) invention, penyempurnaan penemuan-

penemuan pada discovery oleh individu atau serangkaian individu, dan (c) inovation,

yaitu diterapkannya ide-ide baru atau alat-alat baru menggantikan atau melengkapi

ide-ide atau alat-alat yang telah ada.

Sementara itu faktor-faktor eksternal, atau faktor-faktor yang beasal dari luar

masyarakat, dapat berupa: (1) pengaruh kebudayaan masyarakat lain,  yang meliputi

proses-proses difusi (penyebaran unsur kebudayaan), akulturasi (kontak kebudayaan),

dan asimilasi (perkawinan budaya), (2)  perang dengan negara atau masyarakat lain,

dan (3) perubahan lingkungan alam, misalnya disebabkan oleh bencana.

Sementara itu Gillin dan Gillin menyatakan bahwa perubahan sosial sebagai

suatu variasi dari cara-cara hidup yang telah diterima, baik karena perubahan kondisi

geografis, kebudayaan, dinamika dan komposisi penduduk, ideologi, ataupun karena

adanya penemuan-penemuan baru di dalam masyarakat. Samuel Koenig menjelaskan

bahwa perubahan sosial menunjuk pada modifikasi-modifikasi yang terjadi dalam

pola-pola kehidupan manusia. Modifikasi-modifikasi tersebut terjadi karena sebab-

sebab intern atau sebab-sebab ekstern.

Perubahan sosial merupaka gejala yang melekat di setiap masyarakat.

Perubahan-perubahan yang terjadi didalam masyarakat akan menimbulkan

ketidaksesuaian antara unsur-unsur sosial yang ada didalam masyarakat, sehingga

menghasilkan suatu pola kehidupan yang tidak sesuai dengan fungsinya bagi

masyarakat yang bersangkutan.


B. Kritik Atas Review

Setelah membaca dan menelaah jurnal “Pendidikan dan Perubahan Sosial”, saya

memiliki beberapa catatan atas penelitian tersebut. Dalam pembahasan dan

penulisannya, ketiga peneliti tersebut tak menjelaskan metodologi apa yang

digunakan untuk meneliti pengaruh pendidikan terhadap perubahan sosial di

masyarakat, apakah menggunakan metode kualitatif, deskriptif atau pun analitik.

Namun saya menduga, sepertinya ketiga peneliti tersebut lebih banyak menggunakan

studi pustaka. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya teori dan pendapat pakar yang

digunakan sebagai sandaran dan rujukan atas pembacaan fenomena sosial.

Penggunaan teori-teori pendidikan dan kurikulum seperti teori Wilbert Moore, Tilaar,

Dewey, Olivia, Gillin dan Gillin, dan kemudian diperkuat dengan teori sosiologis dari

Selo Soemardjan menguatkan dugaan hipotesa tersebut.

Selain ketidakjelasan atas metodologi yang digunakan, saya juga melihat

bahwa dalam penelitian ini tak ada obyek yang jelas yang menjadi bahan kajian

penelitian. Sebut saja misalnya, penelitian tentang perubahan pendidikan di Sekolah A

terhadap masyarakat A.

Padahal bila ketiga peneliti tersebut mampu menunjukan obyek penelitian

secara faktua, itu akan menjadi poin penguat atas hasil penelitiannya. Secara teori,

ketiga peneliti ini banyak menggunakan teori yang bersifat empirik, namun

penggunaannya di lapangan masih terkesan gamang.


C. Nilai Positif

Walau pun tema penelitian terkait pendidikan dan perubahan sosial sudah banyak

dikaji, namun sebagai sebuah kajian, hasil penelitian dari ketiga peneliti ini sangat

bermanfaat guna melihat seberapa besar kontribusi pendidikan terhadap perubahan

sosial.

Dalam pembahasannya juga, ketiga peneliti ini banyak menyinggung soal standar

pendidikan yang bisa mempengaruhi perubahan sosial. Artinya, bisa jadi pendidikan

yang diselenggarakan tidak dengan manajemen bagus, akan berimplikasi pada

kejumudan sosial. Dan perubahan sosial yang diharapkan, sama sekali tidak tersentuh

oleh pendidikan model seperti itu.

Untuk itu, ketiga peneliti ini memberi rekomendasi bahwa untuk menciptakan

pendidikan yang berkualitas dan bisa menjadi motor perubahan sosial maka harus

memperhatikan hal-hal seperti; mengkonsepkan sasaran atau tujuan utama

pendidikan, membuat program pendidikan yang ditekankan pada aspek kualitas atau

kuantitas, dan adanya pemerataan pendidikan, menentukan pembiayaan,

mengalokasikan anggaran negara untuk pendidikan.

Tanpa adanya faktor-faktor tersebut di atas, ketiga peneliti ini memastikan bahwa

pendidikan yang berkualitas tak mungkin bisa diwujudkan dalam masyarakat. Dengan

kata lain, bila pendidikan yang berkualitas tak bisa diwujudkan maka dengan

sendirinya perubahan sosial pun tidak mungkin terwujud. Perubahan sosial yang

dimaksud di sini adalah perubahan yang positif dan dinamis.


D. Kepustakaan

Dewey, J. 2001. Democracy and Education. Pennsylvania: Pennsylvania State

University.

Hagen, E. E. 1962. On the Theory of Social Change. Homewood: The Darsey Press.

Kartono, K. 1977. Tinjauan Holistik Mengenai Tujuan Pendidikan Nasional. Jakarta:

Pradnya Paramita.

Tilaar, A. R. 2004. Paradigma Baru Pendidikan Nasional. Jakarta: Rineka Cipta.

Anda mungkin juga menyukai